2.1.2. Tipe-tipe Stres - Gambaran Tingkat Stres Pada Siswa Kelas XII IPA Plus SMA Sutomo I Medan Menjelang Ujian Pekan Bulanan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Stres

  2.1.1. Definisi Stres Hans Seyle (1936) dikutip dalam American Institute of Stress (2013),

  mengemukakan bahwa stres adalah respon manusia yang bersifat non spesifik terhadap setiap tuntutan kebutuhan yang ada dalam dirinya. Sedangkan menurut Siegel dan Lane (1982) dalam Hude (2009), berpendapat bahwa stres sebagai segala sesuatu yang menimbulkan ancaman pada setiap individu dimana individu tersebut merasa tidak mampu mengatasinya.

  Stres merupakan pengaruh internal atau eksternal yang mengganggu keadaan normal individu. Pengaruh ini mampu mempengaruhi kesehatan dengan menyebabkan gangguan emosi dan menyebabkan berbagai perubahan fisiologis. Perubahan fisiologis ini meliputi peningkatan denyut jantung, tekanan darah meningkat, dan peningkatan tajam dalam kadar hormon (Middlebrooks dan Audage, 2008).

  Sementara itu, Taylor (2009) berpendapat bahwa stres adalah pengalaman emosional negatif yang disertai dengan perubahan biokimia, fisiologis, kognitif dan prilaku yang diperkirakan baik untuk mengubah peristiwa stres tersebut. Stres merupakan adanya reaksi fisik dan psikis setiap individu terhadap keadaan tertentu dirasakan mengancam dirinya (Carlson, 2005).

  Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa stres merupakan adanya reaksi fisik dan psikis dari pengaruh internal maupun eksternal yang berbeda-beda pada setiap individu dan terjadi dalam keadaan tertentu yang mengancam.

  2.1.2. Tipe-tipe Stres

  Stres dibagi menjadi 3 tipe yaitu stres akut, stres episodik, dan stres kronik. Stres akut merupakan stres yang terjadi hanya sesaat setelah seseorang mengalami suatu kejadian. Stres episodik merupakan stres yang terjadi pada saat adanya tantangan dan mempunyai pola tertentu, seperti pada siswa yang akan mengikuti ujian akan mengalami stres yang dimulai pada saat pengumuman waktu ujian sampai ujian tersebut selesai sepenuhnya. Stres kronik merupakan stres yang berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama (American Psychological Association , 2013; Payne dan Hahn, 2002).

  Menurut Pinel (2009), Stres memiliki efek negatif yang merugikan kesehatan, tetapi kadang-kadang stres dapat memilik efek positif. Stres terbagi atas dua tipe yaitu distress dan eustress. Distress merupakan stres yang merugikan dan memiliki efek negatif terhadap kesehatan kita sedangkan eustress adalah stres positif yang menguntungkan bagi tubuh kita.

2.1.3. Penyebab Stres

  Stresor merupakan pengalaman yang menginduksi respon stres serta bersifat psikologis (misalnya, kecemasan karena kehilangan pekerjaan) atau fisik (misalnya, paparan dingin dalam waktu lama) dan menghasilkan pola inti perubahan fisiologis yang serupa (Pinel, 2009)

  Menurut Branon dan Feist (2007) penyebab stres dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu:

  1. Cataclysmic Events Cataclysmic Events merupakan suatu kejadian besar yang terjadi secara

  tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi, seperti bencana alam dan perang.

  2. Life Events

  Kejadian-kejadian penting yang dapat mempengaruhi perubahan kehidupan seseorang dapat memicu stres, seperti perceraian, kematian orang yang dicintai, dan kehilangan pekerjaan.

  3. Daily Hassles

  Kejadian sehari-hari yang dapat menimbulkan stres misalnya jadwal kerja yang padat, lalu lintas yang macet, dan antrian yang panjang di kasir,loket, atau bank. Stres dapat ditimbulkan oleh faktor eksternal maupun internal dari segi fisiologis (contohnya: infeksi, merasa lapar, terluka), bioekologis (contohnya: suhu, polusi), emosional (contohnya: kepercayaan, sikap, persepsi), dan sosial (contohnya: status ekonomi, pekerjaan) (Bendelow, 2009).

  Besarnya respon stres bukan hanya tergantung pada penyebabnya dan individunya tetapi bergantung juga pada strategi yang diadopsi individu untuk mengatasi stres. Sebagai contoh, di dalam studi terhadap perempuan yang sedang menunggu operasi karena kemungkinan kanker payudara, tingkat stresnya ternyata lebih rendah pada mereka yang telah meyakinkan dirinya sendiri untuk memikirkan masalahnya dengan cara tertentu (Pinel, 2009)

2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Stres

  Menurut Atkinson dan Hilgard (1996), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat stres, yaitu:

  1. Kemampuan menerka Kemampuan menerka timbulnya kejadian stres, walaupun yang bersangkutan tidak dapat mengontrolnya, biasanya akan mengurangi kerasnya stres.

  2. Kontrol atas jangka waktu Kemampuan mengendalikan jangka waktu kejadian yang penuh stres akan mengurangi kerasnya stres.

  3. Evaluasi kognitif Kejadian stres yang sama mungkin dihayati secara berbeda oleh dua individu, tergantung pada situasi apa yang berarti kepada seseorang.

  4. Perasaan mampu Kepercayaan seseorang atas kemampuannya menangulangi situasi penuh stres merupakan faktor utama dalam menentukan kerasnya stres.

  5. Dukungan masyarakat Dukungan emosional dan adanya perhatian orang lain dapat membuat orang tahan menghadapi stres.

2.1.5. Patofisiologi Stres

  Menurut Myers (1996), terdapat tiga fase dalam proses terjadinya stres, yaitu:

  1. Pada fase pertama, yaitu reaksi alarm atau peringatan, sistem saraf otonom simpatis diaktifkan oleh stres. Ditandai dengan denyut jantung bertambah cepat dan otot berkontraksi.

2. Pada fase kedua, resistensi, organisme beradaptasi dengan stres melalui berbagai mekanisme yang dimiliki.

  3. Jika stresor menetap atau organisme tidak mampu merespon secara efektif, terjadi fase ketiga, yaitu suatu tahap kelelahan yang amat sangat dan mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki atau mati. Dalam proses terjadinya stres dapat dijelaskan dengan pendekatan biologis dan pendekatan psikologis. Menurut pendekatan biologis, stres terjadi akibat lemahnya organ tubuh tertentu. Contohnya, Sistem pernapasan yang lemah sejak lahir dapat memicu seseorang menderita asma. Selain itu, stres terjadi akibat ketidakseimbangan hormon-hormon di dalam tubuh. Tubuh yang menderita stres akan mengalami peningkatan jumlah kortisol dan mengalami perubahan sistem imun sehingga mudah terkena penyakit (Davison, Neale, dan Kring, 2006).

  Menurut pendekatan psikologis, ancaman fisik akan menimbulkan stres. Namun, manusia menerima lebih dari sekadar ancaman fisik. Semua persepsi tersebut dapat merangsang aktivitas sistem simpatik dan sekresi hormon-hormon stres. Namun, emosi-emosi negatif, seperti kekecewaan, penyesalan, dan kekhawatiran, tidak dapat dilawan atau diabaikan dengan mudah seperti halnya ancaman eksternal, dan juga tidak mudah untuk dihilangkan. Emosi negatif membuat sistem biologis tubuh menjadi tegang dan tubuh selalu berada dalam kondisi darurat. Kadangkala hal ini berlangsung lebih lama dari yang dapat kita tanggung. Orang-orang yang selalu menilai bahwa berbagai pengalaman hidup yang terjadi melebihi kemampuan mereka sehingga mereka dapat mengalami stres kronik dan berisiko menderita suatu gangguan psikofisiologis (Davison, Neale, dan Kring, 2006).

2.1.6. Gejala Klinis Stres Gejala merupakan suatu keadaan yang tidak biasa dan patut diperhatikan.

  Pada seseorang yang mengalami stres, biasanya pusing kepala, berdebar-debar, gelisah, sulit tidur, sulit berkonsentrasi dan merasa marah sepanjang waktu (Nurhaeni et al, 2010).

  Menurut David (1997), efek yang ditimbulkan stres terbagi menjadi efek negatif dan efek positif. Efek negatif dari stres dapat dilihat pada Tabel 2.1 sedangkan efek negatif dari stres dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.1. Efek Negatif dari Stres Mental Fisik Emosional

  Ketidakmampuan untuk Wajah memerah Irritabilitas meningkat berkonsentrasi Kreativitas menurun Tangan dingin Disorganisasi Memori memburuk Sesak nafas Konflik Kontrol diri yang buruk Mulut kering Perubahan mood Kesulitan mengambil Sakit kepala Gangguan tidur keputusan Depresi Nafas cepat Frekuensi merokok meningkat

  Self-esteem menurun Darah tinggi Konsumsi alkohol, obat-

  obatan, dan makanan yang berlebihan Sumber: David (1997)

Tabel 2.2. Efek Positif dari Stres Mental Fisik Emosional

  Kreativitas meningkat Kemampuan mengontrol Tingkat energi meningkat diri Kemampuan berpikir Cepat tanggap terhadap Stamina meningkat meningkat lingkungan sekitar

  Memiliki orientasi Hubungan interpersonal Fleksibiitas otot dan kesuksesan yang tinggi meningkat sendi meningkat Motivasi meningkat Moral meningkat Terbebas dari penyakit yang berhubungan dengan stres

  Sumber: David (1997)

2.1.7. Tahapan Stres

  Gambaran stres biasanya timbul secara lambat, tidak jelas kapan mulainya dan seringkali tidak di sadari. Setiap tahapan stres ini memperlihatkan sejumlah gejala-gejala yang dirasakan oleh yang bersangkutan (Nurhaeni et al, 2010). Menurut Robert Van Amberg (1979) dalam Nurhaeni et al (2010), bahwa tahapan stres adalah sebagai berikut:

  1. Stres tahap pertama (paling ringan) Tahapan ini merupakan tingkat stres yang paling ringan dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut: a.

  Semangat bekerja besar.

  b.

  Penglihatan tajam, tidak sebagaimana biasanya.

  c.

  Energi dan gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya. Tahapan ini biasanya menyenangkan dan orang bertambah semangat tanpa disadari bahwa cadangan energinya sedang menipis.

  2. Stres tahap kedua Dalam tahapan ini dampak stres yang menyenangkan mulai menghilang dan timbul keluhan-keluhan dikarenakan cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan adalah sebagai berikut: a.

  Merasa letih sewaktu bangun pagi.

  b.

  Merasa lelah setelah makan siang.

  c.

  Merasa lelah menjelang sore hari. d.

  Terkadang mengalami gangguan pada saluran cerna (gangguan usus, perut gembung), kadang-kadang jantung berdebar-debar.

  e.

  Perasaan tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk (belakang leher).

  f.

  Perasaan tidak bisa santai.

  3. Stres tahap ketiga Pada tahapan ini keluhan-keluhan keletihan semakin nampak disertai dengan gejala-gejala: a.

  Gangguan usus lebih terasa (sakit perut, mulas, sering ingin buang air besar).

  b.

  Otot-otot terasa lebih tegang.

  c.

  Perasaan tegang yang semakin meningkat.

  d.

  Gangguan tidur (susah tidur, sering terbangun malam dan sukar tidur kembali, atau bangun terlalu pagi).

  e.

  Badan terasa lemas, rasa mau pingsan.

  4. Stres tahap keempat Tahapan ini sudah menunjukkan keadaan yang lebih buruk yang ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: a.

  Untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sangat sulit.

  b.

  Kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit.

  c.

  Kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi, pergaulan sosial dan kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa berat.

  d.

  Tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan dan seringkali terbangun dini hari.

  e.

  Kemampuan berkonsentrasi menurun tajam.

  f.

  Perasaan takut yang tidak bisa dijelaskan, tidak mengerti mengapa.

  5. Stres tahap kelima Tahapan ini merupakan tahapan yang lebih mendalam dari tahap keempat diatas, yaitu: a.

  Keletihan yang mendalam.

  b.

  Untuk pekerjaan-pekerjaan yang sederhana merasa kurang mampu. c.

  Gangguan sistem pencernaan (sakit maag dan usus) lebih sering, sukar buang air besar atau sebaliknya feses encer dan sering ke belakang.

  d.

  Perasaan takut dan semakin menjadi, mirip panik.

6. Stres tahap keenam

  Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan gawat darurat. Gejala-gejala pada tahap ini cukup mengerikan, yaitu: a.

  Debaran jantung terasa amat keras.

  b.

  Sesak nafas.

  c.

  Badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran.

  d.

  Tenaga untuk hal-hal yang ringan sekalipun tidak kuasa lagi atau pingsan.

2.1.8. Dampak Stres pada Sistem Tubuh

  Menurut American Institute of Stress (2013), stres menimbulkan dampak bagi sistem tubuh antara lain:

  1. Sistem saraf Ketika stres fisik maupun psikologis, tubuh akan segera menggunakan sumber energi untuk melawan ancaman yang dirasakan. Dalam apa yang dikenal sebagai respon “fight or flight”, sistem saraf simpatis akan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon adrenalin dan kortisol. Hormon-hormon ini akan membuat jantung berdetak lebih cepat, meningkatkan tekanan darah, mengubah proses pencernaan dan meningkatkan kadar glukosa dalam aliran darah. Setelah masa krisis berlalu, sistem tubuh akan kembali normal seperti semula.

  2. Sistem respirasi Stres akan meningkatkan pernafasan dengan cepat dan bernapas lebih keras yang dapat menimbulkan serangan panik pada beberapa orang.

  3. Sistem endokrin a.

  Kelenjar adrenal Ketika tubuh mengalami stres, otak akan mengirimkan sinyal dari hipotalamus yang menyebabkan korteks adrenal untuk memproduksi hormon kortisol dan medula adrenal untuk menghasilkan hormon epinefrin.

  b.

  Hati Ketika hormon kortisol dan epinefrin dilepaskan, hati memproduksi lebih banyak glukosa, dan gula dalam darah inilah yang akan memberikan energi dalam respon “fight or flight” pada saat darurat.

  4. Sistem gastrointestinal a.

  Esofagus Stres akan merespon kita untuk makan lebih banyak atau lebih sedikit dari yang biasanya kita lakukan. Jika kita makan lebih atau berbeda atau meningkatkan penggunaan tembakau atau alkohol, kita akan mengalami mulas atau refluks asam lambung.

  b.

  Lambung Jika mengalami stres yang cukup parah, perut akan terasa mual, muntah, dan sakit.

  c.

  Usus Stres dapat mempengaruhi pencernaan, proses penyerapan nutrisi pada usus, dan mempengaruhi seberapa cepat makanan bergerak di dalam tubuh. Hal ini dapat kita rasakan seperti diare dan konstipasi.

  5. Sistem muskuloskeletal Stres akan mengakibatkan otot menjadi tegang serta kontraksi dari otot dalam waktu yang lama akan memicu sakit kepala.

  6. Sistem kardiovaskular Stres akut akan menyebabkan peningkatan denyut jantung dan kontraksi kuat dari otot jantung. Stres akut yang berulang terus menerus akan menimbulkan peradangan pada arteri koroner yang akan mengakibatkan serangan jantung.

  7. Sistem Reproduksi Pada pria,jumlah kortisol yang meningkat pada saat stres akan mempengaruhi fungsi normal dari sistem reproduksi. Pada keadaan stres kronis dapat mengganggu hormon testosteron dan produksi sperma yang bisa menyebabkan impotensi.

2.2. Stres pada Siswa SMA

  2.2.1. Penyebab Stres pada Siswa SMA

  Penyebab stres pada siswa dapat bersumber dari kehidupan akademiknya sendiri berupa tugas-tugas sekolah, kursus yang berlebihan, takut gagal atau nilai yang tidak memenuhi harapan dari orang tua maupun diri sendiri, dan perubahan dramatis terhadap lingkungan sekolahnya (Carrier, 2009; Floyd, Mimms, dan Yelding, 2003)

  2.2.2. Tanda-tanda Stres pada Siswa SMA

  Ketika seorang siswa kesulitan dalam mengatasi stres maka dia akan cenderung menunjukkan perubahan mood, perilaku, maupun penampilan fisik. Perbahan fisik termasuk ketegangan otot, sakit kepala, sakit perut, sulit tidur, kesulitan makan, dan kekurangan energi. Perubahan emosi termasuk kegelisahan, kecemasan, kehilangan semangat dengan barang yang digunakan untuk dinikmati, kemarahan atau permusuhan terhadap teman sebaya, rasa malu atau penarikan, dan perasaan tak berdaya serta putus asa. Perubahan perilaku termasuk kebiasaan makan makanan yang buruk dan berat badan yang meningkat/ menurun dalam waktu yang singkat (Terzian, Moore, dan Nguyen, 2010).

  2.2.3. Dampak Stres pada Siswa SMA

  Dampak stres pada siswa dengan tingkat stres yang lebih tinggi akan menyebabkan siswa depresi, ingin bunuh diri, penyalahgunaan obat-obatan, masalah perubahan perilaku, merokok, dan mengkonsumsi alkohol (Carrier, 2009). Menurut Hawari (2001) dalam Nurhaeni et al (2010), stres dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut, yaitu:

  1. Mengganggu perasaan, seperti gelisah, sedih, merasa rendah diri, iri hati, pemarah, bimbang dan ragu serta cemas.

  2. Mengganggu pikiran, seperti tidak dapat berpikir secara jernih, sering lupa, daya pikir rendah, tidak dapat berkonsentrasi, sehingga merasa seolah-olah tidak cerdas, sehingga tidak mampu membuat membuat keputusan secara cepat dan sistematis.

  3. Berpengaruh terhadap perilaku, seperti menyakiti diri sendiri dan menyakiti orang lain.

  4. Memacu beragam penyakit; jenis penyakit yang sering disebut psikosomatik, misalnya maag, sesak nafas, darah tinggi, dan sebagainya.

  5. Menimbulkan depresi; depresi adalah suatu gangguan yang berlangsung lama, disertai gejala dan tanda-tanda spesifik yang secara substansial mengganggu kewajaran sikap dan tindakan seseorang merasa sedih yang amat sangat.

2.3. Sutomo I Medan

  2.3.1. Profil Sutomo I Medan

  Perguruan Sutomo adalah sekolah swasta di Medan, yang dikelola Yayasan Perguruan Sutomo. Kelompok ini mencakup Sutomo 1 yang terdiri dari

  Playgroup , Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah

  Pertama (SMP), dan SMA, dan Sutomo 2 yang terdiri dari TK, SD, SMP, dan SMA. Diantara keduanya, Sutomo 1 merupakan sekolah yang lebih dominan dan dikenal (SMA Sutomo I, 2013).

  2.3.2. SMA Sutomo I Medan

  SMA Sutomo I Medan terletak di jalan Letkol Martinus Lubis No. 7, Medan, Sumatera Utara (SMA Sutomo I, 2013). Berdasarkan Badan Akreditas Nasional Sekolah/Madrasah (BAN SM) pada Propinsi Sumatera Utara (2013), SMA Sutomo I memiliki peringkat akreditasi A dengan nilai 95,30 yang ditetapkan pada tanggal 5 Oktober 2009.

  Dalam SMA Sutomo I (2013), terdapat 3 jenis pembagian kelas, yaitu:

  1. Kelas plus

  2. Kelas akselerasi

  3. Kelas reguler

2.3.3. Kriteria Kelas Plus SMA Sutomo I Medan

  Berdasarkan syarat pendaftaran calon kelas plus SMA Sutomo I Medan (2013), sebagai berikut:

  1. Melalui psikotes Yang berhak mengikuti psikotest adalah siswa yang memiliki rata-rata nilai untuk bidang studi Matematika, IPA, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris pada kelas sebelumnya diatas atau sama dengan 80.

  Tes psikotes yang diterima dengan nilai diatas atau sama dengan 115.

  2. Melalui tes akademis Tes akademis dengan nilai rata-rata nilai untuk bidang studi Matematika,

  IPA, IPS, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris diatas atau sama dengan 80.