Hubungan Antara Persepsi Terhadap Iklim Kelas Dengan Stres Akademik Pada Siswa Kelas 1 Di Kelas Internasional Smpn 1 Medan

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP IKLIM KELAS DENGAN STRES AKADEMIK PADA SISWA KELAS 1

DI KELAS INTERNASIONAL SMPN 1 MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

NONI LARA SESTIA

071301092

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul:

Hubungan Antara Persepsi terhadap Iklim Kelas dengan Stres Akademik pada Siswa Kelas 1 di Kelas Internasional SMPN 1 Medan

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila ditemukan adanya kecurangan, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan , 28 Februari 2011

NONI LARA SESTIA 071301092


(3)

Hubungan antara persepsi terhadap iklim kelas dengan stres akademik pada siswa kelas 1 di kelas internasional smpn 1 medan

Noni Lara Sestia dan

Rr. Lita H Wulandari, S. Psi., psikolog

ABSTRAK

Stres akademik adalah suatu kondisi yang bersumber dari tuntutan akademik (misalnya: PR, ujian, standar akademik yang tinggi, kompetisi). Tinggi rendahnya tuntutan ini berhubungan dengan bagaimana siswa mempersepsikan lingkungan disekitarnya. Lingkungan yang dimaksud di sini adalah iklim kelas.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi terhadap iklim kelas dengan stres akademik pada siswa kelas satu di kelas internasional SMPN 1 Medan. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster sampling dan jumlah sampel penelitian adalah 106 siswa. Penelitian ini menggunakan dua buah skala sebagai alat ukur, yaitu Skala Persepsi terhadap Iklim Kelas yang disusun berdasarkan teori Creemers dan Reezigt (1994) dan Skala Stres Akademik yang disusun berdasarkan teori Olejnik dan Holschuh (2007). Nilai reliabilitas Skala Persepsi terhadap Iklim Kelas adalah 0,918 yang terdiri dari 37 aitem dan Skala Stres Akademik adalah 0,95 yang terdiri 46 aitem.

Analisis data menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Berdasarkan hasil analsis diketahui bahwa ada hubungan antara persepsi terhadap iklim kelas dengan stres akademik pada siswa (r = -.595) dengan (ρ =0,000). Implikasi dari penelitian ini adalah jika persepsi terhadap iklim kelas negatif maka stres akademik tinggi dan iklim kelas positif maka stres akademik rendah.


(4)

The Relationship between the perception of class climate with academic stress at grade 1st in 1st internasional junior high school

Noni Lara Sestia and

Rr. Lita H Wulandari, S. Psi., psikolog

ABSTRACT

Academic stress is a condition resources from academic demand (for example: homework, examination, high academic standart, competition). Level of demand related with how student`s perception about their environment. Environment in this case refer to class climate.

This research was a correlational study is aimed to correlated with the perception of class climate with stress academic at grade 1st in 1st internasional junior high school. The sampling method was using cluster sampling and the number of sample was 106. This study used two scales as a measurement, the perception of Class Climate Scale which is based on the theory of Creemers dan Reezigt (1994) and Academic Stress Scale which is based on the theory of Olejnik dan Holschuh (2007). The reliability of perception of Class Climate Scale was 0,918 and consisted of 37 items while the realibility of Academic Stress Scale was 0,95 and consisted 46 items.

Analysis of data was using Pearson Product Moment correlation. Based on analysis found that there was a relationship between perception of class climate with stress academic (r = -.595) dengan (ρ =0,000). Implication of this research is

the negative of percetption of class climate the higher stress and positive of percetption of class climate the lower stress.


(5)

KATA PENGANTAR

Subahanallah, walhamdulillah, wala ilahaillah, Allahuakbar! Tiada kata yang dapat penulis ucapkan kecuali jutaan syukur yang menghambur memenuhi jiwa yang lemah dan tiada daya. Jika bukan karena rahmat dan karunia-Nya penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan antara Persepsi terhadap Iklim Kelas dengan Stres Akademik pada Siswa Kelas 1 di Kelas Internasional SMPN 1 Medan. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasullulah SWT, pribadi tangguh, pengukir peradaban, pembawa kebenaran, dan safaatnya sangat diharapkan kelak.

Terutama sekali penulis ucapkan terima kasih kepada dua orang yang dalam lelahnya tetap bekerja, dalam sedihnya tetap semangat, dalam laparnya tetap bertahan, dalam takutnya tetap berjuang, dalam petir dan gelapnya malam tetap berangkat. Terima kasih penulis ucapkan untuk setiap perjuangan, didikan, cinta dan kasih sayang, pengertian, perhatian, doa, dan semua hal yang telah kalian berikan. Semoga Allah membalas semua kebaikan mama dan bapak.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, tidak akan mungkin penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi USU.

2. Ibu Juliana I. Saragih, M.si., psikolog selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih untuk bimbingan, motivasi, kasih sayang, perhatian, pengertian,


(6)

dan masukan dalam mengikuti perkuliahan yang ibu berikan. Semoga Allah membalas semua kebaikan ibu.

3. Ibu Rr. Lita H Wulandari, S. Psi., psikolog selaku dosen pembimbing penulisan proposal skripsi ini. Terima kasih untuk kesabaran, perhatian, kasih sayang, dan masukan yang ibu berikan. Semoga ini menjadi amal jariah bagi ibu. Amin.

4. Bapak dan Ibu Dosen staf pengajar Fakultas Psikologi USU. Terima kasih untuk segala ilmu dan pengalaman yang telah diberikan.

5. Seluruh Staf Pegawai Fakultas Psikologi USU, yang telah banyak membantu penulis sepanjang menjadi mahasiswa.

6. Adik-adikku yang ku sayangi (Bayu, Puspa, Nuri, Yogo dan Baim), percayalah sayang Allah Maha Mencukupkan kebutuhan hambanya. Jadikanlah sabar dan solat sebagai penolong kalian. Maafkan aku yang tidak bisa menjadi contoh yang baik bagi kalian.

7. Keluarga besarku, baik dari pihak bapak maupun mama, terima kasih atas dukungan dan doa yang kalian berikan.

8. Farhani Inesya Putri yang selalu menemaniku menghabiskan hari di Fakultas Psikologi. Terima kasih untuk setiap waktu yang kita habiskan bersama. 9. Teman-teman yang telah membantu, khususnya Nana Zahara yang telah

mengajarkan SPSS padaku. Terima kasih ya teman-teman…!

10.Teman-teman PA, teman-teman Labsos, dan seluruh teman-teman angkatan 2007.Terima kasih atas dukungan, masukan, dan canda tawanya. Semoga pertemanan ini tetap berlanjut sepanjang masa.


(7)

11.Teman-teman psikologi yang sudah membeli kueku, terima kasih ya teman-teman!

12.Formasi Al-Qalb USU, UKMI Ad-Dakwah USU serta lembaga dakwah lainnya yang telah men-tarbiah diriku, semoga rahmat Allah selalu tercurah pada kalian.Amin.

13.Wakil kepala sekolah SMP AN-Nizam, Kepala sekolah SMP Al-ulum, SMP Muhammadiyah 1, MTsN 1 Medan, dan SMPN 1 Medan terima kasih atas kerelaan hati memberi izin pada saya.

14.Para siswa yang telah membantu, senang bisa berkenalan dengan kalian. 15.Teman-teman SD, MTsN 1 Medan, MAN 1 Medan aku merindukan kalian. 16.Untuk semua pihak yang telah memberi bantuan baik moril dan materil.

Penulis ucapkan terima kasih.

17.Untuk para pembaca skripsi ini, ingatlah sesungguhnya disetiap kesulitan ada kemudahan. Firman Allah “Sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan. Karena sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan, (al-insyiro 5-6)”

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan tugas-tugas penelitian selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan dunia psikologi pendidikan pada khususnya.

Medan, 28 Februari 2011


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN

………

i

ABSTRAK

………ii

ABSTRACT

………

……….

iii

KATA PENGANTAR……….

iv

DAFTAR ISI

………vii

DAFTAR TABEL

………xi

DAFTAR LAMPIRAN

………

... xiii

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang……….………... 1

B.Rumusan Masalah……….. 9

C.Tujuan Penelitian... 10

D.Manfaat Penelitian... 10

E. Sistematika Penulisan... 11

BAB II LANDASAN TEORI

A.Persepsi terhadap Iklim Kelas 1. Persepsi………... 13

a. Definisi persepsi……… 13

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi……….. 14

2. Iklim kelas………... 15

a. Definisi iklim kelas……… 15


(9)

c. Iklim kelas yang positif………. 18

3. Persepsi terhadap iklim kelas……….. 21

B.Stres Akademik……… 23

1. Stres…………..……….. 23

a. Definisi stress………. 23

b. Stresor……… 24

c. Respon terhadap stress……….. 25

2. Stres akademik……… 26

a. Definisi stres akademik………. 26

b. Stresor akademik……… 27

c. Respon terhadap stres akademik……… 31

d. Penggolongan stres akademik……… 32

C.Kelas Internasional……….. 34

1. Definisi kelas internasioanal………... 34

2. Gambaran umum kelas internasional SMPN 1 Medan………. 36

3. Landasan hukum kelas internasional….………. 39

D.Hubungan antara Persepsi Iklim Kelas dengan Stres Akademik Di Kelas Internasional SMPN 1 Medan……… 39

E. Hipotesa Penelitian……… 44

BAB III METODE PENELITIAN

A.Identifikasi Variabel Penelitian……….. 46

B.Definisi Operasional Variabel Penelitian……… 46


(10)

2. Stres akademik ………... 47

C.Populasi dan Sampel………. ……... 49

1. Populasi ……… 49

2. Sampel……… 49

D.Instrument atau Alat Ukur yang Digunakan……..……….. 50

1. Alat ukur... 50

a. Skala Persepsi terhadap Iklim Kelas... 50

b. Skala Stres Akademik... 52

2. Validitas dan reliabilitas... 54

a. Validitas... 54

b. Reliabilitas... 56

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian……….. 58

1. Tahap persiapan penelitian……….. 58

2. Tahap pelaksanaan penelitian……….. 60

3. Tahap pengolahan data penelitian……… 60

F. Metode Analisis Data……….. 61

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A.Analisis Data………. 62

1. Gambaran umum subjek penelitian……….. 62

a. Jenis kelamin……… 62

b. Usia……… 63

c. Kelas………. 63


(11)

a. Uji asumsi penelitian………..64

a. Uji normalitas sebaran………. 64

b. Uji linearitas hubungan……… 65

b. Hasil analisa data……… 66

1. Hasil perhitungan korelasi……….. 66

2. Katagorisasi………. 67

B.Pembahasan ……….. 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan……… 80

B.Saran……… 81

1. Untuk pengenbangan penelitian 2. Saran praktis

DAFAR PUSTAKA

………

82


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perlengkapan Kelas……… 37

Tabel 2. Jadwal pelajaran di SMPN 1 Medan……….. 38

Tabel 3. Blue print Skala Persepsi terhadap Iklim Kelas... 51

Tabel 4. Distribusi Aitem Skala Persepsi terhadap Iklim Kelas... 52

Tabel 5. Blue Print Skala Stres Akademik……… 53

Tabel 6. Distribusi Aitem Skala Stres Akademik………. 53

Tabel 7. Distribusi Aitem Skala Persepsi terhadap Iklim Kelas yang Lolos Uji Coba………... 55

Tabel 8. Distribusi Skala Stres Akademik yang Lolos Uji Coba……... 56

Tabel 9. Blue Print Skala Persepsi terhadap Iklim Kelas setelah Uji Coba..57

Tabel 10. Distribusi Aitem Skala Persepsi terhadap Iklim Kelas setelah Uji Coba……… 57

Tabel 11. Blue Print Skala Stres Akademik setelah Uji Coba……….. 58

Tabel 12. Distribusi Skala Stres Akademik Setelah Uji Coba….…………. 58

Tabel 13. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis kelamin…... 62

Tabel 14. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia……… 63

Tabel 15. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Kelas……….. 63

Tabel 16. Normalitas Sebaran Variabel Persepsi terhadap Iklim Kelas dengan Stres Akademik ……….……….. 64


(13)

Tabel 18. Korelasi Antara Persepsi terhadap Iklim Kelas dan Stres

Akademik……….. 66

Tabel 19. Hasil Model Summarypada Analisis Regresi……….………….. 67 Tabel 20. Deskriptip Data Penelitian Persepsi terhadap Iklim Kelas……... 67 Tabel 21. Katagorisasi Data Persepsi terhadap Iklim Kelas………. 69 Tabel 22. Deskriptip Data Penelitian Stres Akademik………. 70 Tabel 23. Katagorisasi Data stres akademik………. 72


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Uji Validitas dan Reliabilitas Uji Coba Skala Persepsi terhadap

Iklim Kelas ………. 86

Lampiran 2. Uji Validitas dan Reliabilitas Uji Coba Skala Stres Akademik… 87 Lampiran 3. Alat Ukur yang Digunakan pada Penelitian………. 90 Lampiran 4. Hasil Skoring Skala Persepsi terhadap Iklim Kelas……….00 Lampiran 5. Hasil Skoring Skala Stres Akademik………00 Lampiran 6. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Persepsi terhadap

Iklim Kelas ……… 86 Lampiran 7. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Stres Akademik………….. 87 Lampiran 8. Hasil Pengolahan Data………. 98


(15)

Hubungan antara persepsi terhadap iklim kelas dengan stres akademik pada siswa kelas 1 di kelas internasional smpn 1 medan

Noni Lara Sestia dan

Rr. Lita H Wulandari, S. Psi., psikolog

ABSTRAK

Stres akademik adalah suatu kondisi yang bersumber dari tuntutan akademik (misalnya: PR, ujian, standar akademik yang tinggi, kompetisi). Tinggi rendahnya tuntutan ini berhubungan dengan bagaimana siswa mempersepsikan lingkungan disekitarnya. Lingkungan yang dimaksud di sini adalah iklim kelas.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi terhadap iklim kelas dengan stres akademik pada siswa kelas satu di kelas internasional SMPN 1 Medan. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster sampling dan jumlah sampel penelitian adalah 106 siswa. Penelitian ini menggunakan dua buah skala sebagai alat ukur, yaitu Skala Persepsi terhadap Iklim Kelas yang disusun berdasarkan teori Creemers dan Reezigt (1994) dan Skala Stres Akademik yang disusun berdasarkan teori Olejnik dan Holschuh (2007). Nilai reliabilitas Skala Persepsi terhadap Iklim Kelas adalah 0,918 yang terdiri dari 37 aitem dan Skala Stres Akademik adalah 0,95 yang terdiri 46 aitem.

Analisis data menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Berdasarkan hasil analsis diketahui bahwa ada hubungan antara persepsi terhadap iklim kelas dengan stres akademik pada siswa (r = -.595) dengan (ρ =0,000). Implikasi dari penelitian ini adalah jika persepsi terhadap iklim kelas negatif maka stres akademik tinggi dan iklim kelas positif maka stres akademik rendah.


(16)

The Relationship between the perception of class climate with academic stress at grade 1st in 1st internasional junior high school

Noni Lara Sestia and

Rr. Lita H Wulandari, S. Psi., psikolog

ABSTRACT

Academic stress is a condition resources from academic demand (for example: homework, examination, high academic standart, competition). Level of demand related with how student`s perception about their environment. Environment in this case refer to class climate.

This research was a correlational study is aimed to correlated with the perception of class climate with stress academic at grade 1st in 1st internasional junior high school. The sampling method was using cluster sampling and the number of sample was 106. This study used two scales as a measurement, the perception of Class Climate Scale which is based on the theory of Creemers dan Reezigt (1994) and Academic Stress Scale which is based on the theory of Olejnik dan Holschuh (2007). The reliability of perception of Class Climate Scale was 0,918 and consisted of 37 items while the realibility of Academic Stress Scale was 0,95 and consisted 46 items.

Analysis of data was using Pearson Product Moment correlation. Based on analysis found that there was a relationship between perception of class climate with stress academic (r = -.595) dengan (ρ =0,000). Implication of this research is

the negative of percetption of class climate the higher stress and positive of percetption of class climate the lower stress.


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada tahun 1990, banyak sekolah-sekolah yang didirikan oleh suatu yayasan dengan menggunakan identitas internasional tetapi tidak jelas kualitas dan standarnya. Selain itu, payung hukum yang mengatur penyelenggaraan sekolah internasional ini pada saat itu juga belum ada. Akan tetapi, membangun sekolah berkualitas sebagai pusat unggulan (center of excellence) pendidikan dirasa sangat perlu dan sebagai bangsa yang besar, Indonesia perlu pengakuan secara internasional terhadap kualitas proses, dan hasil pendidikannya. Atas dasar fenomena ini, pemerintah mulai mengatur dan merintis sekolah bertaraf internasional (Ditjen Mandikdasmen, 2010).

Selanjutnya, pada tahun 2003 Indonesia sudah memiliki dasar hukum sekolah bertaraf internasional, yaitu UU No. 20/2003 (Sistem Pendidikan Nasional) pasal 50 ayat 3 yang berbunyi pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.

Purnama (2010) menyatakan sekolah bertaraf internasional adalah sekolah yang telah memenuhi standar nasional pendidikan dan mulai mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Coorporation and Development (OECD). OECD merupakaan sebuah organisasi


(18)

internasional yang membantu negara-negara anggotanya untuk menghadapi globalisasi ekonomi. Organisasi ini berpusat di kota Paris, Perancis dan beranggotakan negara-negara maju seperti Australia, Jepang, Inggris, Amerika Serikat, dan lain-lain. Menurut Ditjen Mandikdasmen (2010) hingga saat ini, mayoritas sekolah bertaraf internasional di Indonesia masih berstatus rintisan

Indonesia International Standard School (IISS) (2010) menyatakan bahwa rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) adalah Sekolah Standar Nasional (SSN) yang menyiapkan peserta didik berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) Indonesia dan bertaraf internasional sehingga diharapkan lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional. Saat ini di Medan baru ada satu sekolah menengah pertama (SMP) dengan status RSBI yaitu SMPN 1 Medan (“RSBI”, 2010).

Sebagai sekolah yang berstatus RSBI, SMPN 1 Medan menerapkan konsep

bilingual dalam kegiatan belajar mengajarnya. Triyono (2009) menyatakan bahwa penerapan bahasa Inggris dalam SBI pada tahun pertama guru menggunakan sekitar 75% bahasa Indonesia 25% bahasa Inggris, tahun kedua 50% bahasa Indonesia 50% bahasa Inggris, dan tahun ke tiga 75% bahasa Inggris 25% bahasa Indonesia, dari sini dapat dibayangkan pada tahun ketiga siswa yang tingkat bahasa Inggrisnya kurang akan mengalami degradasi prestasi karena sulit mencerna pembicaraan dari guru.

Hasil komunikasi personal yang dilakukan oleh peneliti dengan salah satu siswa kelas internasioanl di SMPN 1 Medan yang berinisial BB juga


(19)

menunjukkan demikian, permasalah yang sering dihadapi oleh siswa kelas internasional adalah bahasa pengantar yang menggunakan bahasa Inggris:

“....permasalah yang sering dihadapi di sekolah internasional itu Kak, gurunya. Kamikan Kak, pakai pengantar bahasa Inggris kalau di kelas, jadinya kadang gurunya asyik sendiri. Dia ngomong terus pakai bahasa Inggris. Apa lagi itu fisika dan biologi, itu asli full bahasa Inggris, bukan

bilingual lagi. Terus kalau pelajaran lain, juga pakai bahasa Inggris, seperti agama, IPS, Matematika itu juga pakai bahasa Inggris. Cuma bahasa Indonesia aja yang pakai bahasa Indonesia (BB, komunikasi personal, 8/10/2010).

Selain masalah bahasa pengantar masalah lain yang dihadapi siswa kelas internasional menurut BB adalah kompetisi akademik diantara siswa, yaitu sebagai berikut:

“….kalau saingannnya Kak, uuh……!, banyaklah Kak. Apa lagi, orang itukan pada les di rumah lagi…, kamikan waktu itu diseleksi tes gitu, ada tes IPA, bahasa Inggris, sama tes IQ gitu”. (BB, komunikasi personal, 8/10/2010).

Moko (1997) mengemukakan bahwa untuk dapat masuk di kelas unggulan peserta didik harus melalui seleksi ketat dengan kriteria tertentu. Dalam konsep Depdikbud (1993), kriteria itu antara lain prestasi belajar yang superior dengan indikator rapor, NEM, hasil tes prestasi akademik, skor psikotes yang meliputi inteligensi dan kreativitas, serta tes fisik.

Pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas internasional di SMPN 1 Medan berlangsung dari pagi hingga sore pada hari Senin sampai Kamis, sedangkan pada hari Jumat sampai Sabtu siswa belajar sampai siang. Hal ini dapat dilihat dari komunikasi personal antara peneliti dan BB.

“….satu hari itu sembilan pelajaran, satu pelajaran dua guru, ada guru materi dan guru soal, ya sesuai dengan tugasnya Kak, guru soal, datang-datang nyuruh ngerjain soal. Satu hari itu bisa lima PRnya, kami belajar


(20)

kalau dari hari Senin-Kamis, sampai jam 4 kalau hari Jumat sampai Sabtu, normal.” (BB, komunikasi personal, 8/10/2010).

Banyaknya PR bukan hanya dikeluhkan oleh BB, tetapi juga NM yang berbeda kelas dengan BB, berikut pemaparan NM:

“….PR kak, oww…, ya gitulah Kak, abangku yang kusuruh ngerjain Kak! Aku pulang sekolah sore terus ambil bimbel lagi jam lima sore. Kalau gak siap ku kerjain ntuh PR, aku suruh abangku. PRnya itu Kak pertanyaannya cuma satu tapi beranak-anak. (NM, komunikasi personal,21 Februari 2011). Hasil keseluruhan komunikasi personal sebelumnya, dapat diperoleh gambaran mengenai tuntutan yang harus dijalani oleh siswa kelas internasional, mulai dari kurikulum, bahasa pengantar yang menggunakan bahasa Inggris, kompetisi di dalam kelas, beban pelajaran yang terlalu banyak dalam sehari, dan tugas yang menumpuk. Kondisi ini dapat menimbulkan stres pada siswa apabila siswa tidak mampu memenuhi tuntutan yang diberikan padanya. Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyatakan bahwa stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau oleh kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai membahayakan tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya. Oon (2007) mengemukakan bahwa stres telah menjadi masalah nyata dalam kehidupan sekolah anak.

Kondisi tersebut juga diperuncing dengan harapan orang tua. Perioritas utama orang tua pada saat ini adalah pendidikan anak. Hanya sekedar lulus tidaklah memuaskan, dan kegagalan adalah sebuah duka cita. Keunggulan akademik anak-anaklah yang dikejar oleh setiap orang tua. Meningkatnya persaingan akademik mengakibatkan para orang tua menjadi lebih terlibat agar dapat memastikan anak-anak mereka patut diperhitungkan. Sekarang ini, para


(21)

orang tua menjejalkan jadwal anak-anak mereka dengan segudang kegiatan, bahkan setelah jam sekolah biasa. Mereka harus ikut kelas bimbingan belajar, program matematika, kelas seni, pelajaran balet, dan masih sederet daftar lagi (Oon, 2007).

Tekanan dan tuntutan yang bersumber dari kegiatan akademik disebut dengan stres akademik. Carveth, Gesse, dan Moss (dalam Misra & McKean, 2000) menyatakan bahwa stres akademik meliputi persepsi siswa terhadap banyaknya pengetahuan harus dikuasai dan persepsi terhadap ketidakcukupan waktu untuk mengembangkan itu.

Oon (2007) mengungkapkan stres akademik yang dialami siswa secara terus menerus akan mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh siswa sehingga mudah mengalami sakit dan apabila ini tidak ditangani dengan segera maka dapat memicu penyakit kardiovaskuler seperti tekanan darah tinggi, kolesterol dan serangan jantung. Stres jangka panjang juga dapat mempengaruhi mental siswa. Siswa menderita kelelahan mental dan patah semangat. Bagi siswa yang memiliki kemampuan mengatasi stres yang rendah dapat merusak rasa percaya diri. Kombinasi ketidakmampuan siswa mengatasi stres dapat menyebabkan siswa mengalami masalah perilaku, seperti berbuat onar di dalam kelas, berperilaku aneh, merusak diri sendiri, pasif, emosi meledak-ledak, berperilaku anti sosial, menyendiri, mengkonsumsi rokok, obat-obatan, dan alkohol.

Stres yang dialami oleh individu yang satu akan berbeda dengan individu lainnya. Hal ini karena adanya faktor internal seperti motivasi, kepribadian dan intelektual (Sarafino, 2006). Begitu juga dengan siswa, khususnya siswa kelas


(22)

satu merupakan siswa yang mudah sekali terkena stres dibanding siswa kelas dua, dan tiga, karena siswa kelas satu memerlukan penyesuaian diri dengan lingkungan yang baru, terjadi perubahan level akademik, dan penyesuain terhadap lingkungan sosial (Ross, Niebling, & Heckert, 1999). Stres yang dialami siswa SMP, akan berbeda juga dengan stres yang dialami siswa SD dan SMA. Jika dilihat dari rentang perkembangan manusia, maka siswa SMP berada di periode pubertas. Periode pubertas adalah salah satu dari dua periode kehidupan yang ditandai oleh pertumbuhan yang pesat dan perubahan yang mencolok dalam proporsi tubuh. Perubahan-perubahan pesat yang terjadi selama masa pubertas menimbulkan keraguan, perasaan tidak mampu dan tidak aman, dan dalam banyak kasus mengakibatkan perilaku yang tidak baik (Hurlock, 1980). Keraguan, perasaan tidak mampu dan tidak aman, dan perilaku yang tidak baik merupakan aspek psikologis dari stres. Sarafino (2006) mengemukakan ada tiga respon stres psikologis yaitu: kognitif, perilaku, dan emosi.

Adapun yang menjadi sumber stres akademik atau stresor akademik adalah test, kompetisi kelas, tuntutan waktu, guru dan lingkungan kelas, karier, dan kesuksesan masa depan (Murphy & Archer, dalam Gupchup, Borrego, & Konduri, 2004). Hal tersebut juga didukung dengan pendapat Abouserie, dkk (dalam Misra & McKean, 2000) bahwa siswa melaporkan pengalaman stres akademik diprediksi tiap semester dengan sumber yang lebih besar, dihasilkan dari belajar untuk ujian, kompetisi tingkat, dan harus memahami sejumlah materi dalam jumlah waktu yang singkat.


(23)

Kohn dan Frazer (dalam Harun, 2005) juga mengemukakan bahwa sumber stres akademik meliputi pekerjaan yang bertumpuk, tugas yang tidak jelas, dan ruang belajar yang tidak nyaman. Dalam hal ini, Kohn dan Frezer, memasukan ruang belajar sebagai sumber stres akademik. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Oon (2007) yang mengemukakan bahwa lingkungan fisik anak turut mempengaruhi stres yang dialaminya. Berikut merupakan komunikasi personal dengan salah satu siswi kelas 1 internasional SMPN 1 Medan:

“…hmmm…., suasana kelas kami Kak, aduh dindingnya mau retak Kak, tengok ini Kak (menyuruh melihat ke dinding) kanyak mau roboh (ada retakan di dinding). (kemudian siswi berjalan menuju layar OHP dan menggulungnya) Kakak mau tahu whiteboard kami yang aslinya kayak mana? Jelekkan Kak?, kalau TV ini gak bisa hidup Kak.” (SS, komunikasi personal, 22 Februari 2011).

Hasil komunikasi personal tersebut dapat dilihat bahwa siswi tersebut merasa bahwa kelasnya seperti mau roboh. Perasaan ini bisa menimbulkan rasa takut pada diri siswi. Rasa takut merupakan salah satu respon dari stres akademik (Olejnik dan Holschuh (2007).

Selanjutnya Gupchup dkk. (2004) juga menyatakan bahwa stres akademik bisa diasosiasikan dengan tipe dari institusi yang diikuti siswa. Hal ini karena terdapat perbedaan iklim atau suasana dimasing-masing tipe pendidikan. Perbedaan iklim bukan hanya terjadi pada tipe pendidikan, pada komunitas yang lebih kecil seperti kelas juga terjadi perbedaan. Iklim di kelas yang satu akan berbeda dengan iklim di kelas yang lainnya.

Creemers dan Reezigt (1994) menyatakan bahwa iklim kelas adalah suasana yang terjadi dalam kelas, meliputi interaksi yang terjadi antara siswa dan guru,


(24)

antara siswa dan siswa, dan dengan unsur fisik dari kelas yang dapat mempengaruhi hasil pencapaian siswa.

Kelas merupakan lingkungan yang kompleks dimana siswa berinteraksi, saling ketergantungan satu sama lain, dan dengan karakteristik unik dari lingkungan fisik dan sosial yang spesifik (Parson, Hinson, & Deborah, 2001). Karakteristik unik inilah yang disebut dengan iklim kelas, dimana setiap kelas memiliki iklim yang berbeda dengan kelas-kelas yang lainnya walaupun bangunan dan material yang berada di setiap kelas memiliki kualitas dan kuantitas yang sama.

Karakteristik unik dari suatu kelas dimaknai secara berbeda-beda oleh siswa. Menurut Irwanto (2002) persepsi merupakan proses pemaknaan terhadap lingkungan. Pemaknaan terhadap lingkungan oleh individu yang berbeda akan menghasilkan persepsi yang berbeda, hal ini karena beberapa faktor yaitu: ciri-ciri rangsangan, nilai-nilai dan kebutuhan individu, dan pengalaman terdahulu.

Rookes dan Willson (2000) mengemukakan persepsi adalah proses yang meliputi rekognisi dan interpretasi dari suatu stimulus. Lahey (2007) juga mengemukakan persepsi adalah proses mengorganisasi dan menginterpretasikan informasi yang diterima dari dunia luar. Persepsi iklim kelas adalah suatu hasil dari proses organisasi dan interpretasi yang dihasilkan dari interaksi yang terjadi antara siswa dan guru, antara siswa dan siswa, dan dengan unsur fisik dari kelas seperti ruangan fisik kelas dan material pendukung belajar.

Siswa yang memiliki persepsi positif terhadap iklim kelas merasa kelas merupakan tempat yang aman (safe), tempat dimana siswa yakin mereka dapat


(25)

belajar. Akan tetapi siswa yang memiliki persepsi negatif terhadap iklim kelas merasa kelas merupakan tempat yang menakutkan. Tempat untuk mengevaluasi penampilan (performance) dan kepribadian siswa (Parson dkk, 2001). Respon takut dan cemas berada di dalam kelas merupakan salah satu respon dari stres akademik yang dialami siswa yang disebabkan oleh persepsi siswa terhadap iklim kelas (Olejnik dan Holschuh (2007).

Berdasarkan ilustrasi tersebut, peneliti berasumsi bahwa ada hubungan antara persepsi iklim kelas dengan stres akademik. Dalam penelitian ini peneliti mengkhususkan pada kelas internasional karena tuntutan yang ada di kelas internasional lebih tinggi daripada kelas regular. Selain itu juga, kelas internasional memiliki fasilitas yang cukup memadai dibanding kelas regular. Ditjen Mandikdasmen (2010) menyatakan kriteria saran prasaran SBI berbasis Teknologi Informasi komunikasi (TIK). Peneliti mengambil tempat penelitian di SMPN 1 Medan karena SMPN 1 Medan merupakan sekolah rintisan sekolah bertaraf internasional di kota Medan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian “Hubungan Persepsi terhadap Iklim Kelas dengan Stres Akademik pada Siswa Kelas 1 di Kelas Internasional SMPN 1 Medan”, yaitu: apakah ada hubungan antara persepsi terhadap iklim kelas dengan stres akademik pada siswa kelas 1 di kelas internasional SMPN 1 Medan?


(26)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana stres akademik pada siswa kelas1 di kelas internasional SMPN 1 Medan, bagaimana gambaran iklim kelas 1 di kelas internasional SMPN 1 Medan, dan bagaimana hubungan antara stres akademik dengan iklim kelas pada siswa tersebut.

D. Manfaat Penelitian

Apabila rumusan masalah dalam penelitian ini sudah terjawab dan tujuan penelitian sudah tercapai, maka penelitian yang berjudul “Hubungan Persepsi terhadap Iklim Kelas dengan Stres Akademik pada Siswa Kelas 1 di Kelas Internasional SMPN 1 Medan” ini diharapkan akan membawa manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah diharapkan akan dapat memberikan kontribusi informasi di bidang psikologi pada umumnya dan secara khusus dapat menambah wawasan dan khasanah ilmiah dalam bidang Psikologi Pendidikan, terutama mengenai persepsi iklim kelas, stres akademik dan kelas internasional.

2. Manfaat praktis a. Bagi siswa

Dengan mengukur tingkatan stres yang terjadi pada siswa. Baik guru, kepala sekolah, maupun siswa sebagai subjek yang mengalami stres dapat melakukan intervensi dini untuk mengurangi dampak yang terjadi pada siswa, misalnya membuat program bimbingan konseling.


(27)

b. Bagi sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pihak sekolah mengenai iklim kelas, bagaimana iklim kelas yang positif, sehingga tercipta lingkungan belajar yang menyenangkan dan tentunya akan berpengaruh pada afektif, kognitif dan konatif siswa.

c. Bagi peneliti lainnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau acuan bagi penelitian selanjutnya khususnya pada penelitian yang berkaitan dengan persepsi iklim kelas, stres akademik, dan kelas bertaraf internaional. E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disajikan dalam beberapa BAB dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I :Pendahuluan berisikan uraian mengenai latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan

BAB II :Landasan teori berisi teori-teori yang berkaitan dengan variabel yang diteliti dan hubungan antara variabel dan hipotesa penelitian. Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini yaitu persepsi terhadap iklim kelas, stres akademik, dan kelas internasional. BAB III: Metode penelitian berisi uraian mengenai metodelogi penelitian

yang terdiri dari: identifikasi variabel, definisi variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, instrument/alat ukur yang digunakan, prosedur penelitian, dan metode analisi data.


(28)

BAB IV : Analisi data dan pembahasan yang berisi mengenai gambaran mengenai subjek penelitian, laporan hasil penelitian, hasil uji asumsi meliputi hasil uji asumsi normalitas dan linearitas, hasil utama penelitian, dan pembahasan.

BAB V : Bab ini memuat kesimpulan dari hasil penelitian. Selain itu memuat juga saran penelitian yang bermanfaat.


(29)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Persepsi terhadap Iklim Kelas 1. Persepsi

a. Definisi persepsi

Secara etimologi persepsi berasal dari bahasa Inggris yaitu “perception”

yang berarti penglihatan, tanggapan, daya memahami dan menanggapi sesuatu (Echlos & Shadily, 2006). Rookes dan Willson (2000) mengemukakan persepsi adalah proses yang meliputi rekognisi dan interpretasi dari suatu stimulus. Lahey (2007) juga mengemukakan pengertian persepsi, yaitu proses mengorganisasi dan menginterpretasikan informasi yang diterima dari dunia luar. Selanjutnya Taylor dkk. (2009) mengemukakan persepsi adalah kesan yang dihasilkan dari suatu individu atau pun objek.

Chaplin (2006) mendefinisikan persepsi kedalam lima hal yaitu:1) proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indra, 2) kesadaran dari proses-proses organis, 3) mengemukakan persepsi adalah satu kelompok pengindraan dengan menambah arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa lalu, 4) variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisme untuk melakukan pembedaan diantara perangsang-perangsang, 5) kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu.


(30)

Jadi persepsi adalah suatu hasil dari proses organisasi dan interpretasi situasi yang ada di sekitar individu dan hasil dari proses ini akan berbeda-beda antara individu yang satu dengan yang lainnya karena dipengaruhi oleh faktor yang mempengaruhi persepsi.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Psikologi kontemporer (dalam Chaplin, 2006) mengemukakan persepsi bergantung pada faktor-faktor perangsang, cara belajar, perangkat, keadaan jiwa atau suasana hati, dan faktor-faktor motivasional, sehingga arti suatu objek atau suatu kejadian objektif ditentukan baik oleh kondisi perangsang maupun oleh faktor-faktor individu.

Irwanto (2002) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu:

1. Perhatian yang selektif

Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali rangsangan dari lingkungannya. Meskipun demikian individu tidak harus menanggapi semua rangsangan yang diterima. Individu akan memusatkan perhatian pada rangsangan tertentu saja.

2. Ciri-ciri rangsangan

Ciri-ciri tertentu dari suatu objek atau rangsangan akan memepengaruhi persepsi individu atau subjek. Rangsangan yang bergerak diantara rangsangan yang diam akan lebih menarik perhatian. Demikian juga rangsangan yang paling besar diantara yang paling kecil.


(31)

Nilai dan kebutuhan yang dianut oleh individu akan mempengaruhi pengamatan individu tersebut, misalnya: seorang seniman tentu punya pola dan cita rasa yang berbeda dibanding seorang yang bukan seniman dalam memaknai karya seni.

4. Pengalaman terdahulu

Pengalaman-pengalaman pada masa lalu akan mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan suatu benda.

Persepsi mengenai dunia oleh satu individu akan berbeda dengan individu lain, karena setiap individu menanggapi persepsi berkaitan dengan aspek-aspek situasi yang mengandung arti khusus sekali pada dirinya.

2. Iklim kelas

a. Definisi iklim kelas

Parson dkk. (2001) membagi kelas menjadi tiga elemen, yaitu lingkungan fisik kelas (meliputi bangunan sekolah, kelas, serta perlengkapan belajar), lingkungan sosial (meliputi proses interaksi yang terjadi di dalam kelas, baik antara guru dan murid maupun antara siswa dan siswa), dan personal (terdiri dari guru dan siswa).

Kelas merupakan lingkungan yang kompleks dimana siswa berinteraksi, saling ketergantungan satu sama lain dan dengan karakteristik unik dari lingkungan fisik dan sosial yang spesifik (Parson dkk., 2001). Karakteristik unik inilah yang disebut dengan iklim kelas, dimana setiap kelas memiliki iklim yang berbeda dengan kelas-kelas yang lain walaupun bangunan dan material yang berada di setiap kelas memiliki kualitas dan kuantitas yang sama.


(32)

Creemers dan Reezigt (1994) menyatakan bahwa iklim kelas adalah suasana yang terjadi dalam kelas, meliputi interaksi yang terjadi antara siswa dan guru, antara siswa dan siswa, dan dengan unsur fisik dari kelas yang dapat mempengaruhi hasil pencapaian siswa.

Maslowski (dalam Creemers dkk., 2006) mengambarkan iklim kelas sebagai sekumpulan persepsi dari siswa mengenai mutual relationship yang terjadi di dalam kelas, pengorganisasian dari pelajaran, dan tugas belajar (learning task) siswa.

Jadi, iklim kelas adalah suasana yang terjadi dalam kelas meliputi interaksi yang terjadi antara siswa dan guru, antara siswa dan siswa, dan dengan unsur fisik dari kelas, seperti: ukuran kelas dan material pendukung belajar.

b. Faktor-faktor iklim kelas

Creemers dan Reezigt (1994) mengemukakan mengenai faktor-faktor iklim kelas yaitu:

1. Lingkungan fisik kelas

Creemers dan Reezigt (1994) mengemukakan contoh dari lingkungan fisik kelas yaitu ukuran kelas dan lokasi kelas. Parson dkk. (2001) menyatakan bahwa ada dua aspek dari lingkungan fisik kelas, yaitu aspek material kelas dan ukuran kelas. Aspek material kelas meliputi bentuk dan luas kelas, pewarnaan kelas, dan perlengkapan kelas. Ukuran kelas meliputi jumlah individu yang terlibat di dalamnya.


(33)

Creemers dan Reezigt (1994) mengemukakan sistem sosial yang terdiri dari hubungan dan interaksi antar siswa dan hubungan interaksi antara siswa dan guru. Relasi guru dengan siswa biasanya ditunjukan melalui perhatian yang diberikan kepada siswa sehingga siswa merasa bahwa gurunya ramah dan bersahabat. Interaksi yang terjadi antar siswa bergantung pada struktur tujuan (goal structures) yang ada di dalam kelas. Penelitian Johson dan Johson (dalam Parson dkk., 2001) memperkenalkan konsep tujuan yang terstuktur (goal structures) sebagai kunci dalam iklim kelas. Tujuan yang terstuktur (goal structures) akan mengakibatkan perbedaan atmospir dan hubungan di dalam kelas. Ada tiga bentuk dari tujuan yang terstuktur (goal structures) yaitu: - Kerja sama

Siswa memiliki keyakinan bahwa tujuan dapat dicapai hanya jika yang lainnya mencapai tujuan dengan baik. Ini merupakan dasar untuk “pulling together” bekerja sama sebagai sebuah tim.

- Persaingan

Siswa saling berkompetisi satu sama lain. Siswa yakin bahwa mereka dapat mencapai tujuan mereka jika dan hanya jika yang lainnya tidak mencapai tujuan.

- Individual

Aktivitas siswa tidak berhubungan satu sama lain. Prinsip individual ini adalah “kamu mencapai atau tidak mencapai itu tidak mempengaruhi saya”. 3. Kerapian lingkungan kelas


(34)

Creemers dan Reezigt (1994) mencontohkan kerapian lingkungan kelas yaitu susunan kelas, kenyamanan, dan keberfungsian yang ada di kelas. kerapian kelas diperlukan pengelolaan kelas yang baik.

4. Harapan guru terhadap hasil yang dicapai siswa

Creemers dan Reezigt (1994) mencontohkan harapan guru terhadap hasil yang dicapai siswa berupa harapan yang positif, self-efficacy, dan sikap profesional. Dalam proses pembelajaran di kelas, cara guru memandu transaksi pembelajaran bertumpu pada faktor yang memicu tumbuhnya rasa keberhasilan dalam belajar (success experience). Pengalaman keberhasilan yang berulang-ulang cenderung memicu tumbuhnya rasa percaya diri (selfefficacy). Ini berarti bahwa dalam memandu proses berpikir siswa sepanjang rentang transaksi pembelajaran, guru perlu menyediakan tuntunan secukupnya - tidak berlebihan, dan juga tidak kurang dari yang dibutuhkan oleh siswa (scaffolding, Vygotsky, dalam Nessyana, 2009).

c. Iklim kelas yang positif

Creemers (1994) mengemukakan faktor iklim kelas yang efektif, yaitu: 1. Kualitas dari intruksi, terdiri dari:

a. kurikulum, meliputi:

-secara tegas menyatakan tujuan dan isi pembelajaran -struktur dan kejelasan isi

- advance organizer

-evaluasi, umpan balik (feedback), dan memperbaiki intruksi b. sejumlah prosedur, meliputi:


(35)

-penguasaan pembelajaran -kesanggupan kelompok

-belajar bekerjasama (tergantung pada perbedaan bahan (material), evaluasi, umpan balik (feedback), dan memperbaiki intruksi)

c. perilaku guru, meliputi: -menejemen kelas -pekerjaan rumah (PR)

-kejelasan tujuan (batasan dari tujuan, menekankan pada keahlian dasar, menekankan pada proses belajar kognitif (cognitive learning), dan pemindahan).

-susunan isi (tujuan dan isi, pengetahuan utama, dan advance organizer) -kejelasan presentasi

-pertanyaan atau questioning

-latihan dengan segera

-evaluasi, umpan balik (feedback), dan memperbaiki intruksi. 2. Waktu belajar

3. Kesempatan belajar

Selanjutnya, Parson dkk. (2001) juga mengemukakan mengenai iklim kelas yang efektif, yaitu:

1. Lingkungan fisik kelas, harus memenuhi hal-hal berikut:

a. visibility, lingkungan fisik kelas harus diatur sedemikian rupa sehingga individu-individu (guru dan murid) yang ada di kelas dapat saling melihat aktivitas belajar yang terjadi,


(36)

b. accessibility, siswa memerlukan akses yang mudah untuk mencapai semua material belajar sehingga diperlukan penataan kelas yang akan memudahkan siswa dalam memperoleh material belajar, seperti kapur, penghapus, rol. Kemudahan untuk mengakses materi pengajaran dan perlengkapan murid yang mudah diakses akan meminimalkan waktu persiapan dan perapian, dan mengurangi kelambatan dan gangguan aktivitas (Santrock, 2007),

c. bebas dari gangguan

Selain faktor guru dan lingkungan fisik kelas, juga perlu diperhatikan stimulus-stimulus dari lingkungan yang dapat mempengaruhi perhatian siswa. Pengaturan tempat duduk harus diatur sedemikian rupa untuk meningkatkan perhatian siswa dan meminimalkan gangguan yang mungkin akan hadir.

2. Lingkungan sosial kelas harus mampu menimbulkan perasaan:

a. entitavity adalah persepsi anggota kelompok yang mempersepsikan kelompoknya merupakan suatu yang unik. Entitavity merupakan

perkembangan dari ”kita (we-ness)” yang kemudian memberikan gambaran

perbedaan antara ”kita dan mereka”. Dalam hal ini, kelas biasanya memiliki nama (nikcname), dan logo tersendiri yang kemudian akan menfasilitasi perkembangan entitavity,

b. kepaduan (cohesiveness), yaitu dimana anggota yang ada di dalam kelas melihat diri mereka sebagai satu kesatuan.


(37)

3. Persepsi terhadap iklim kelas

Persepsi adalah proses mengorganisasi dan menginterpretasikan informasi yang diterima dari dunia luar (Lahey,2007). Individu menangkap berbagai gejala dari luar diri melalui lima indra, yaitu indra penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, dan perasa. Proses penerimaan indra ini disebut dengan pengindraan (sensation), tetapi pengertian individu akan lingkungan atau dunia di sekitar individu bukan hasil pengindraan itu. Ada unsur interpretasi terhadap rangsang-rangsang yang diterima yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu perhatian yang selektif, ciri-ciri rangsangan, nilai-nilai dan kebutuhan individu, dan pengalaman terdahulu. Rangsang-rangsangan yang diterima dari lingkungan inilah yang menyebabkan individu mempunyai suatu pengertian atau interpretasi terhadap lingkungan (Irwanto, 2002).

Lingkungan atau dunia luar disekitar individu yang dimaksud disini adalah lingkungan belajar, yang umumnya disebut kelas. Iklim kelas merupakan suasana yang terjadi dalam kelas meliputi interaksi yang terjadi antara siswa dan guru, antara siswa dan siswa, dan dengan unsur fisik dari kelas seperti ukuran kelas dan material pendukung belajar.

Creemers dan Reezigt (1994) mengemukakan mengenai faktor-faktor iklim kelas yaitu:

1. Lingkungan fisik kelas, sebagai contoh ukuran kelas dan lokasi kelas.

2. Sistem sosial, terdiri dari interaksi antar siswa dan interaksi antara siswa dan guru.


(38)

3. Kerapian lingkungan kelas, seperti susunan kelas, kenyamanan, dan keberfungsian.

4. Harapan guru terhadap hasil yang dicapai siswa.

Murai (dalam Fraser, 1986) mengemukakan suatu konsep mengenai pengukuran lingkungan, yang disebut dengan alpha press dan beta press. Alpha press untuk menggambarkan lingkungan yang dinilai dengan metode observasi dan beta press untuk menggambarkan lingkungan yang dinilai melalui persepsi seseorang terhadap lingkungan.

Selanjutnya Rosenhine (dalam Fraser, 1986) mengemukakan konsep yang sama, yang disebut dengan low inference dan high inference. Low inference

mengukur fenomena yang tampak, sedangkan high inference mengukur respon yang dibuat mengenai arti dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di kelas. Jika dibanding dengan pengukuran low inference, pengukuran menggunakan high inference lebih kepada psikologis siswa dan guru terhadap kelas.

Kelas merupakan sebuah “ruang psikologis” dan “ruang sosiokultural” yang mengintegrasikan berbagai komponen penting yang antara satu dengan yang lain saling berkaitan. Proses pendidikan yang terjadi di sebuah ruang kelas, sama halnya dengan ruang-ruang lain di luar kelas, di dalamnya terjadi berbagai bentuk dan kualitas relasi-relasi sosiokultural-psikologikal dari berbagai jenis dan karakter individu (Farisi, 2006).

Fraser dan Walberg (dalam Fraser, 1986) mengemukakan beberapa keuntungan mengukur iklim kelas menggunakan persepsi siswa dan guru dibanding dengan metode observasi, yaitu:


(39)

1. Lebih ekonomis, hanya memerlukan kertas dan pensil.

2. Pengukuran menggunakan persepsi lebih kepada pengalaman siswa dibanyak pelajaran, sedangkan observasi hanya bisa digunakan pada pelajaran tertentu. 3. Pengukuran menggunakan persepsi bisa mencakup seluruh pendapat siswa di

kelas.

4. Persepsi lebih penting dari perilaku yang ditampilkan.

5. Pengukuran persepsi mengenai lingkungan kelas lebih menentukan hasil belajar siswa dari pada variabel-variabel lain yang diobservasi.

Jadi, persepsi iklim kelas adalah suatu hasil dari proses organisasi dan interpretasi interaksi yang terjadi antara siswa dan guru, antara siswa dan siswa, dan dengan unsur fisik dari kelas, seperti ruangan fisik kelas dan material pendukung belajar.

B. Stres Akademik 3. Stres

d. Definisi stres

Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyatakan stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau oleh kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai membahayakan tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya. Selanjutnya Sarafino (2006) mendefinisikan stres sebagai keadaan yang membuat seseorang merasa adanya ketidakcocokan antara tuntutan psikologis dan fisiologis dari situasi dan sumber dari sistem biologis, psikologis, atau sosial dari orang tersebut. Agolla dan Ongori


(40)

(2009) juga mendifinisikan stres sebagai persepsi dari kesenjangan antara tuntutan lingkungan dan kemampuan individu untuk memenuhinya.

Berdasarkan pada beberapa definisi stres yang dikemukakan oleh beberapa ahli, maka dapat dipahami stres adalah suatu keadaan yang berasal dari tuntutan fisik dan lingkungan (stimulus) yang menimbulkan kesenjangan dalam diri individu karena individu tersebut tidak dapat memenuhi tuntutan tersebut.

e. Stresor

Lazarus (dalam Sarafino, 2006) menyatakan bahwa stresor adalah stimulus atau kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stres. Sarafino (2006) mengolongkan stimulus atau kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stres ini, menjadi:

1. Stres yang bersumber dari individu tersebut, sebagai contoh sakit yang diderita individu.

2. Stres yang bersumber dari keluarga, sebagai contoh: penambahan anggota keluarga, perceraian, kematian, dan sebagainya.

3. Stres yang bersumber dari komunitas, meliputi lingkungan pekerjaan dan lingkungan sekitar.

Sarafino (2006) juga menyatakan stresor yang dialami individu tergantung pada dua faktor, yaitu:

1. Faktor personal, meliputi: intelektual, motivasi, dan karakterisik kepribadian. 2. Faktor situasi, meliputi: melewati satu kondisi atau fase kehidupan, peristiwa


(41)

diharapkan, kurangnya kejelasan dari suatu situasi, keadaan yang tidak menyenangkan, dan keadaan yang sulit dikontrol.

Jadi stresor adalah stimulus atau kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stres, baik yang bersumber dari individu, keluarga, dan komunitas. c. Respon terhadap stres

Sarafino (2006) mengemukakan bahwa ada dua reaksi tubuh terhadap stres yaitu:

1. Aspek biologis

Canon (dalam Sarafino, 2006) menyajikan suatu uraian dasar mengenai bagaimana tubuh bereaksi terhadap keadaan yang darurat. Reaksi ini disebut dengan respon fight-or-flight, yaitu suatu pilihan untuk menyerang ancaman atau melarikan diri dari ancaman. Fight-or-flight respon dapat mengerahkan individu untuk merespon secara cepat terhadap bahaya, akan tetapi level ketegangan yang tinggi dapat berbahaya bagi kesehatan jika berkepanjangan. 2. Aspek psikologis

Reaksi psikologis terhadap stres dapat meliputi: a. Kognitif

Stres dapat mempengaruhi fungsi dari cara berfikir seseorang, yaitu seringnya dengan cara mengganggu perhatian dan mengakibatkan sulit berkonsentrasi.

b. Emosi

Respon emosi yang muncul berupa ketakutan (phobia dan anxiety), perasaan sedih dan depresi.


(42)

c. Perilaku sosial

Stres dapat merubah tingkah laku seseorang berubah ke arah yang lain. Dalam suatu situasi yang penuh dengan stres seperti bencana alam, situasi darurat, ataupun situasi lainnya, banyak orang yang akan saling bekerja sama untuk menolong orang lain agar bisa bertahan. Namun dalam situasi stres lainnya, individu mungkin akan menjadi kurang bergaul atau kurang peduli dan lebih bermusuhan juga kurang sensitif terhadap individu lainnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa, ada dua respon terhadap stres yaitu respon biologis dan psikologis.

2. Stres akademik

e. Definisi stres akademik

Carveth dkk. (dalam Misra & McKean, 2000) mengemukakan stres akademik meliputi persepsi siswa terhadap banyaknya pengetahuan harus dikuasai dan persepsi terhadap ketidakcukupan waktu untuk mengembangkan itu. Stres akademik adalah stres yang berhubungan dengan aspek pembelajaran, khususnya pengalaman belajar (Nanwani, 2010).

Olejnik dan Holschuh (2007) mengambarkan stres akademik ialah terlalu banyaknya tugas yang harus dikerjakan siswa misalnya dalam minggu ini memiliki tugas ilmu politik, selanjutnya ada kuis kalkulus, selain itu juga harus membaca novel setebal 350 halaman sebagai literatur kelas.

Berdasarkan pada penjelasan tersebut, dapat disimpulkan stres akademik adalah suatu keadaan yang berasal dari tuntutan akademik (misalnya: pekerjaan rumah (PR), ujian, standar akademik yang tinggi) yang menimbulkan kesenjangan


(43)

dalam diri individu (siswa) karena individu (siswa) tersebut tidak dapat memenuhi tuntutan tersebut.

f. Stresor akademik

Murphy dan Archer (dalam Gupchup dkk. 2004) mengemukakan beberapa stresor akademik, yaitu test, kompetisi kelas, tuntutan waktu, guru dan lingkungan kelas, karier, dan kesuksesan masa depan. Agolla dan Ongori (2009) juga mengidentifikasikan stresor akademik dengan banyaknya tugas, kompetisi dengan siswa lain, kegagalan, kekurangan uang, relasi yang kurang antara sesama siswa dan guru, lingkungan yang bising, sistem semester, dan kekurangan sumber belajar. Pendapat tersebut juga didukung dengan pendapat Abouserie dkk. (dalam Misra & McKean, 2000) bahwa siswa melaporkan pengalaman stres akademik diprediksi tiap semester dengan sumber yang lebih besar, dihasilkan dari belajar untuk ujian, kompetisi tingkat, dan harus memahami sejumlah materi dalam jumlah waktu singkat.

Olejnik dan Holschuh (2007) menyatakan beberapa sumber stres akademik atau stresor akademik yang umum:

1. Ujian, menulis, atau kecemasan berbicara di depan umum

Beberapa siswa merasa stres sebelum ujian atau menulis sesuatu, mereka tidak bisa mengingat apa yang mereka pelajari. Telapak tangan mereka berkeringat, dan jantung mereka berdetak kencang. Mereka mengalami sakit kepala atau merasa kedinginan ketika mereka berada dalam situasi ujian. Biasanya siswa-siswa ini tidak melakukan dengan baik sebaik yang seharusnya mereka bisa, karena mereka terlalu cemas untuk merefleksikan apa yang mereka pelajari.


(44)

2. Penundaan

Beberapa guru berfikir bahwa siswa yang melakukan penundaan

(procrastination), tidak peduli dengan pekerjaan mereka, tetapi ternyata banyak siswa yang peduli dan tidak dapat melakukan itu secara bersamaan. Siswa ini merasa sangat dan sangat stres terhadap perkembangan semester. 3. Standar akademik yang tinggi

Para siswa ingin menjadi yang terbaik, mungkin mereka merupakan siswa terbaik di sekolah mereka dahulu, dan guru memiliki harapan yang besar terhadap mereka. Hal ini tentu saja membuat siswa merasa tertekan untuk sukses di level yang lebih tinggi.

Oon (2007) mengemukakan bahwa stres akademik ini diakibatkan oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal.

1. Faktor internal yang mengakibatkan stres akademik, yaitu: a. Pola pikir

Individu yang berfikir mereka tidak dapat mengendalikan situasi mereka cenderung mengalami stres lebih besar. Semakin besar kendali yang siswa pikir dapat ia lakukan, semakin kecil kemungkinan stres yang akan siswa alami.

b. Kepribadian

Kepribadian seorang siswa dapat menentukan tingkat toleransinya terhadap stres. Tingkat stres siswa yang optimis biasanya lebih kecil dibandingkan siswa yang sifatnya pesimis.


(45)

c. Keyakinan

Penyebab internal selanjutnya yang turut menentukan tingkat stres siswa adalah keyakinan atau pemikiran terhadap diri. Keyakinan terhadap diri memainkan peranan penting dalam menginterpretasikan situasi-situasi disekitar individu. Penilaian yang diyakini siswa, dapat mengubah cara berfikirnya terhadap suatu hal bahkan dalam jangka panjang dapat membawa stres secara psikologis.

2. Faktor eksternal yang mengakibatkan stres akademik a. Pelajaran lebih padat

Kurikulum dalam sistem pendidikan telah ditambah bobotnya dengan standar lebih tinggi. Akibatnya persaingan semakin ketat, waktu belajar bertambah dan beban pelajar semakin berlipat. Walaupun beberapa alasan tersebut penting bagi perkembangan pendidikan dalam negara, tetapi tidak dapat menutup mata bahwa hal tersebut menjadikan tingkat stres yang dihadapi siswa meningkat pula.

b. Tekanan untuk berprestasi tinggi

Para siswa sangat ditekan untuk berprestasi dengan baik dalam ujian-uijan mereka. Tekanan ini terutama datang dari orang tua, keluarga guru, tetangga, teman sebaya, dan diri sendiri sehingga muncul ungkapkan “tidak dapat A kamu mati”, terdengar sangat dramatis tetapi itulah yang dirasakan para siswa.


(46)

c. Dorongan meneliti tanggal sosial

Pendidikan selalu menjadi simbol status sosial. Orang-orang dengan kualifikasi akademik tinggi akan dihormati masyarakat dan yang tidak berpendidikan tinggi akan dipandang rendah. Siswa yang berhasil secara akademik sangat disukai, dikenal, dan dipuji oleh masyarakat, mereka menjadi kebanggan dan kebahagiaan orang tuanya. Karena itu, dapat dimengerti mengapa banyak orang tua yang ingin anak-anaknya mendapat pendidikan yang baik sehingga mencerminkan keberhasilan orang tua, sekaligus menentukan status bagi masyarakat. Sebaliknya, siswa yang tidak berprestasi di sekolah disebut lamban, malas atau sulit. Mereka dianggap sebagai pembuat masalah dan cendrung ditolak oleh guru, dimarahi orang tua, dan diabaikan teman-teman sebayanya. Siswa tersebut sulit diharapkan untuk berprestasi dan biasanya membuat mengalami kesulitan meningkatkan diri dalam pendidikan dan keterampilan.

d. Orang tua saling berlomba

Dikalangan orang tua yang lebih terdidik dan kaya informasi, persaingan untuk menghasilkan anak-anak yang memiliki kemampuan dalam berbagai aspek juga lebih keras. Seiring dengan menjamurnya pusat-pusat pendidikan informal, berbagai macam program tambahan, kelas seni rupa, musik, balet, dan drama yang juga menimbulkan persaingan siswa terpandai, terpintar dan serba bisa. Ditambah dengan tekanan dari teman sebaya siswa, kebanyakan orang tua mengabaikan perkembangan lain, yang sebenarnya tidak kalah


(47)

penting bagi perkembangan siswa, seperti nilai moral dan perilaku yang baik.

Dari penjelasan beberapa tokoh sebelumnya dapat disimpulkan bahwa stresor akademik terdiri dari dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pola fikir, kepribadian dan keyakinan, sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan tuntutan dan kegiatan akademik itu sendiri yaitu test, kompetisi kelas, tuntutan waktu, pelajaran yang begitu padat, standar akademik yang tinggi, guru dan lingkungan kelas.

g. Respon terhadap stres akademik

Olejnik dan Holschuh (2007) mengemukakan reaksi terhadap stresor akademik yang terdiri dari:

1. Pemikiran

Respon yang muncul dari pemikiran, seperti: kehilangan rasa percaya diri, takut gagal, sulit berkonsentrasi, cemas akan masa depan, melupakan sesuatu, berfikir terus-menerus mengenai apa yang seharusnya mereka lakukan.

2. Perilaku

Respon yang muncul dari perilaku, seperti menarik diri, menggunakan obat-obatan dan alkohol, tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit, makan terlalu banyak atau terlalu sedikit, dan menangis tanpa alasan.

3. Reaksi tubuh

Respon yang muncul dari reaksi tubuh, seperti: telapak tangan berkeringat, kecepatan jantung meningkat, mulut kering, merasa lelah, sakit kepala, rentan sakit, mual, dan sakit perut.


(48)

4. Perasaan

Respon yang muncul dari perasaan, seperti: cemas, mudah marah, murung, dan merasa takut.

Dari penjelasan tersebut terdapat empat respon terhadap stresor akademik yaitu pemikiran, perasaan, reaksi tubuh, dan perilaku. Hal ini sejalan dengan pendapat Sarafino (2006) yang menyatakan bahwa stres dapat mempengaruhi kondisi fisiologis (reaksi tubuh) dan psikologis (pemikiran, perasaan, dan perilaku) individu.

d. Penggolongan stres akademik

Olejnik dan Holschuh (2007) juga menjelaskan ada beberapa jenis stres akademik. Siswa mungkin merasa cemas ketika mengikuti ujian, memberikan pidato atau mengerjakan tugas, atau siswa merasa pada tingkat stres yang umum (general level of stres) sepanjang waktu karena siswa cemas berada di dalam kelas. Stres yang ringan merupakan hal yang baik untuk siswa. Jika siswa tidak merasa cemas ketika mengikuti ujian, siswa mungkin tidak mempersiapkan diri dengan baik. Tetapi stres yang berat dapat mempengaruhi penampilan akademik siswa, sebagai contoh siswa mengetahui setiap kata yang harus diberikan ketika sedang berpidato, tetapi siswa terlalu gugup untuk mengatakannya di dalam kelas, sehingga siswa lupa apa yang akan dikatakannya.

Untuk lebih jelasnya Olejnik dan Holschuh (2007), menggolongkannya menjadi dua, yaitu:


(49)

1. Stres yang buruk (bad stress)

Stres akan menjadi buruk apabila permintaan atau hasil yang harus dipenuhi melebihi apa yang bisa individu penuhi.

2. Stres yang baik (good stress)

Stres terkadang bisa membuat hidup menjadi lebih berharga, misalnya siswa merasa hal yang luar biasa atau merasa lebih berharga setelah berhasil melalui ujian.

Oon (2007) juga mengemukakan empat tipe stres, yaitu: 1. Stres reaktif

Disebabkan oleh tekanan dan tuntutan terhadap siswa yang melebihi kemampuannya. Contohnya: reaksi terhadap tes mendadak, terlambat menghadiri kegiatan penting di sekolah, atau dimarahi di depan kelas.

2. Stres kumulatif

Respon terhadap stres yang masih berlangsung dan gejalanya meningkat dari waktu ke waktu. Masalah-masalah tersebut sering menjadi penyebab siswa tidak produktif. Contohnya: siswa tidak mampu mengerti instruksi di kelas atau terus menerus diomeli atau dimarahi.

3. Stres insiden kritis

Reaksi terhadap tuntutan yang mendadak, diluardugaan, ancaman, dan insiden-insiden khusus. Stres jenis ini menyebabkan reaksi emosional yang kuat. Contohnya: diganggu secara fisik oleh kakak kelas di sekolah atau terlibat dalam kecemasan yang mengancam jiwa.


(50)

4. Stres postraumatis

Reaksi terhadap ingatan tentang suatu insiden traumatis yang berhubungan dengan stres. Ingatan ini bersifat menganggu menjadi pemicu reaksi stres. Stres ini juga sering disebut disfungsi kesadaran. Ini terjadi ketika pikiran selama kondisi sadar diisi oleh ingatan traumatis akibat insiden kritis, misalnya dibawah ancaman sebilah pisau.

Stres ini membutuhkan pengobatan dan pertolongan psikologis jangka panjang. Stres akademik biasanya hanya meliputi dua katagori stres yang pertama, yaitu stres reaktif dan kumulatif.

C. Kelas Internasional

4. Definisi kelas internasioanal

Secara definitif, Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah sekolah yang sudah memenuhi dan melaksanakan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi; standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Kedelapan aspek SNP ini kemudian diperkaya, diperkuat, dikembangkan, diperdalam, dan diperluas melalui adaptasi atau adopsi standar pendidikan dari salah satu anggota organization for economic co-operation and development (OECD) (Ditjen Mandikdasmen, 2010).

Purnama (2010) menyatakan sekolah bertaraf internasional adalah sekolah yang telah memenuhi standar nasional pendidikan dan mulai mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota (OECD). OECD merupakaan sebuah organisasi internasional yang membantu negara-negara anggotanya untuk


(51)

menghadapi globalisasi ekonomi. Organisasi ini berpusat di kota Paris, Perancis dan beranggotakan negara-negara maju seperti Australia, Jepang, Inggris, Amerika Serikat, dan lain-lain.

Hingga saat ini, mayoritas sekolah bertaraf internasional masih berstatus rintisan (RSBI) (Ditjen Mandikdasmen, 2010). Sekolah dengan status RSBI ini biasanya memulai dengan membuka beberapa kelas internasional, sehingga selain memiliki kelas internasional juga memiliki kelas reguler.

Purnama (2010) mendefinisikan kelas internasional sebagai kelas yang menggunakan standar internasional, misalnya Cambridge. Bahasa pengantar pembelajaran di kelas adalah bahasa Inggris. Untuk dapat masuk kelas ini sebelumnya dilakukan serangkaian tes (tes potensi, akademik, psikotes) termasuk tes TOEFL. Kemampuan bahasa Inggris yang baik sangat penting agar memudahkan penyerapan materi yang disampaikan. Program pembelajaran kelas internasionl adalah selama tiga tahun, sama seperti kelas regular, namun lulusan kelas internasional dibekali ijazah yang berstandar internasional.

Sujarwo (2010) kelas internasional merupakan sebuah program kelas dimana siswa di dalamnya merupakan siswa Indonesia yang diharapkan setelah lulus dari program tersebut kemampuan atau capability yang mereka miliki berdaya saing internasional. Hal utama yang harus dipenuhi, jika sebuah institusi atau individu akan menjadi warga internasional adalah bahwa setiap perilaku dan

lifestyle hendaknya sesuai dengan masyarakat di dunia internasional dengan tidak membedakan etnis, suku maupun ras dari sisi pola pikir maupun perilaku, akan


(52)

tetapi budaya daerah yang masih melekat harus tetap dijaga dan dipromosikan dengan cara-cara yang sesuai.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kelas internasional adalah kelas dimana siswa di dalamnya merupakan siswa Indonesia yang dalam proses belajar mengajarnya menggunakan bahasa pengantar bahasa dan kurikulum internasional, sehingga diharapkan setelah lulus dari program tersebut kemampuan atau capability yang berdaya saing internasional,

2. Gambaran umum kelas internasional SMPN 1 Medan

Pada tahun ajaran 2010/2011 SMPN 1 Medan hanya membuka kelas internasional yang terdiri dari sembilan kelas. Kelas-kelas ini memiliki nama-nama yang unik, jika umumnya kelas dinama-namai dengan huruf (misalnya: 1-A, 1-B, 1-C) atau dinamai dengan angka (1-1, 1-2, dan 1-3) maka kelas internasional di SMPN 1 Medan dinamai dengan nama-nama ilmuan dunia (seperti: Archimedes, Aristotelles, Thomas A.E, Herodotus, dan Galileo).

Kelas internasional di SMPN 1 Medan memiliki luas 8m x 8m dan menampung ± 25 siswa setiap kelasnya. Perlengkapan belajar di kelas internasionl SMPN 1 Medan ini dilengkapi dengan sarana dan prasaran yang berbasis TIK, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1. Di kelas internasional pelajaran yang diajarkan berupa religion, social science, mandarin, physics, Bahasa Indonesia, mathematics, english, sport, ICT, biology, BK, art, lifeskill, dan civic education dengan SKBM masing-masing pelajaran bernilai 8. Penyajian pelajaran menggunakan konsep bilingual, yaitu memadukan pelajaran bahasa Indonesia dan


(53)

bahasa Inggris. Pada pelajaran-pelajaran tertentu seperti fisika dan biologi kini mengunakan bahasa Inggris sepenuhnya.

Penyajian yang menggunakan bahasa Inggris tersebut tentunya menuntut siswa untuk lebih menguasai bahasa Inggris, sehingga untuk masuk di kelas internasional SMPN 1 Medan siswa harus melewati tes bahasa Inggris (TOEFEL). Selain tes tersebut, siswa juga melewati tes psikologi dan tes prestasi.

Jam belajar yang berlangsung di kelas internasional SMPN 1 Medan pada hari Senin-Kamis berlangsung dari pagi hingga sore dan pada hari Jumat-Sabtu berlangsung secara normal. Jadwal pelajaran di kelas internasional dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 1. Perlengkapan Kelas

Nama Jumlah Nama jumlah

TV 1 Kipas angin 2

AC (Air Condition) 2 Sapu 2

Komputer 1 Alat pel 2

Meja Komputer 1 Penghapus 1

Layar OHP 1 Gorden 2

Lampu 5 Gambar

pemandangan

2

Jam 1 Gambar burung

garuda

1 Loker biasa 2 Gambar presiden 1 Loker merah 1 Wakil presiden 1 Meja siswa 25 White Board 1 Bangku siswa 25 Dispenser 1

Meja guru 1 Aqua 2


(54)

Tabel 2. Jadwal pelajaran di SMPN 1 Medan

Day Time schedule

Monday 07.30-08.10 08.10-08.40 08.40-09.20 09.55-10.35 10.35-11.15 11.15-11.55 12.05-12.50 13.30-14.10 14.10-14.50 14.50-15.30 Uapacara bendera Region Region Social science Social science Mandarin Mandarin Physics Phusics Reflexi Tuesday 07.30-08.10

08.10-08.40 08.40-09.20 09.55-10.35 10.35-11.15 11.15-11.55 12.05-12.50 13.30-14.10 14.10-14.50 14.50-15.30 Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia Mathematics Mathematics Mathematics English English Mathematics Mathematics Reflexi Wednesday 07.30-08.10

08.10-08.40 08.40-09.20 09.55-10.35 10.35-11.15 11.15-11.55 12.05-12.50 13.30-14.10 14.10-14.50 14.50-15.30 Sport Sport ICT ICT Mathematics Mathematics Bahasa Indonesia Biology Biology BK Thursday 07.30-08.10

08.10-08.40 08.40-09.20 09.55-10.35 10.35-11.15 11.15-11.55 12.05-12.50 13.30-14.10 14.10-14.50 14.50-15.30 Art Art Social science Social science English English Life Skill English English Replexi Friday 07.30-08.10

08.10-08.40 08.40-09.20 09.55-10.35 Civic Education Civic Education English Bahasa Indonesia


(55)

10.35-11.15 Bahasa indonesia Saturday 07.30-08.10

08.10-08.40 08.40-09.20 09.55-10.35 10.35-11.15 11.15-11.55

Physics Physics Physics Biology Biology Biology

5. Landasan hukum kelas internasional

Landasan hukum sekolah bertaraf internasional ialah:

- UU No. 20 tahun 2003, pasal 50, ayat 3, yang menyatakan bahwa pemerintah dan/atau pemda menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.

- PP No 19 tahun 2005, pasal 61, ayat 1 yang menyatakan bahwa pemerintah bersama-sama pemda menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.

D. Hubungan antara Persepsi Iklim Kelas dengan Stres Akademik di Kelas Internasional SMPN 1 Medan

Stres akademik adalah suatu keadaan yang berasal dari tuntutan akademik (misalnya: pekerjaan rumah (PR), ujian, standar akademik yang tinggi) yang menimbulkan kesenjangan dalam diri individu (siswa) karena individu (siswa) tersebut tidak dapat memenuhi tuntutan tersebut (proses).


(56)

Sumber stres yang dialami siswa dikatagorisasikan dalam masalah interpersonal, intrapersonal, akademik, dan lingkungan (Ross dkk., 1999). Lingkungan yang menjadi fokus dalam hal ini adalah lingkungan akademik yaitu lingkungan tempat siswa belajar yang lazimnya disebut kelas. Kelas juga bisa menjadi sumber stres. Faktor-faktor fisik, seperti suhu udara, warna, dan bau juga dapat menjadi sumber stres dikalangan siswa (Oon, 2007). Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Kohn dan Frazer (dalam Harun, 2005) yang mengemukakan bahwa sumber stres akademik meliputi: pekerjaan yang bertumpuk, tugas yang tidak jelas, dan ruang belajar yang tidak nyaman. Kelas merupakan salah satu bentuk dari ruang belajar.

Agolla dan Ongori (2009) juga mengidentifikasikan stresor akademik dengan banyaknya tugas, kompetisi dengan siswa lain, kegagalan, kekurangan uang, relasi yang kurang antara sesama siswa dan guru, lingkungan yang bising, sistem semester, dan kekurangan sumber belajar. Stresor akademik yang dikemukakan oleh Agolla dan Ongori (2009) dapat digolongkan menajadi tiga katagori yaitu fisik, sistem sosial, dan pribadi.

Penggolongan stresor akademik yang dikemukakan sebelumnya sesuai dengan elemen kelas yang dikemukakan Parson dkk. (2001) yaitu lingkungan fisik kelas (meliputi bangunan sekolah, kelas, serta perlengkapan belajar), lingkungan sosial (meliputi proses interaksi yang terjadi di dalam kelas, baik antara guru dan murid maupun antara siswa dan siswa), dan personal.

Kelas merupakan tempat yang aman (safe), tempat dimana siswa yakin mereka dapat belajar. Kelas juga bisa terlihat menakutkan sebagai suatu tempat


(57)

untuk mengevaluasi penampilan (performance) dan kepribadian Parson dkk. (2001). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan persepsi mengenai iklim kelas yang diterima siswa. Rookes dan Willson (2000) mengemukakan persepsi adalah proses yang meliputi rekognisi dan interpretasi dari suatu stimulus. Persepsi individu terhadap suatu objek dipengaruhi oleh perhatian yang selektif, ciri-ciri rangsangan, nilai-nilai dan kebutuhan individu, dan pengalaman terdahulu. Pengaruh inilah yang mengakibatkan persepsi seseorang berbeda dengan orang lain.

Persepsi iklim kelas adalah suatu hasil dari proses organisasi dan interpretasi yang dihasilkan dari interaksi yang terjadi antara siswa dan guru, antara siswa dan siswa, dan dengan unsur fisik dari kelas seperti: ruangan fisik kelas dan material pendukung belajar. Creemers dan Reezigt (1994) mengemukakan mengenai faktor-faktor iklim kelas yaitu lingkungan fisik kelas, sistem sosial, kerapian lingkungan kelas, dan harapan guru terhadap hasil yang dicapai siswa.

Parson dkk. (2001) menyatakan bahwa ada dua aspek dari lingkungan fisik kelas yaitu aspek material kelas dan ukuran kelas. Aspek material meliputi seluruh aspek fisik yang ada di kelas, seperti: bangunan sekolah, lokasi kelas, ukuran kelas serta perlengkapan yang ada di kelas. Kelas internasional SMPN 1 Medan di fasilitasi dengan fasilitas pendukung belajar yang cukup memadai seperti ketersediaan AC, TV, OHP, laptop, dan lain-lain. Fasilitas-fasilitas pendukung ini juga dapat menimbulkan stres, misalnya suara yang bersumber dari AC, kekontrasan layar OHP dan lain-lain.


(58)

Sistem sosial yang terjadi di kelas meliputi hubungan dan interaksi antar siswa dan hubungan interaksi antara siswa dan guru. Hubungan yang terjadi antara siswa dalam kelas biasanya hubungan persahabatan dan kompetisi akademik. Hubungan persahabatan dapat memberikan dukungan sosial sehingga dapat menurunkan stres akademik. Sarafino (2006) mengemukakan bahwa dukungan sosial merupakan salah sau cara untuk menurunkan stres. Oon (2007) juga mengemukakan bahwa dukungan sosial dapat menjauhkan siswa dari stres. Sedangkan kompetisi yang terjadi antara siswa dapat menimbulkan stres akademik dan keadaan ini diperuncing dengan standar kelulusan dari sekolah yang lebih tinggi dari standar kompetensi lulusan (Purnama, 2010). Kelas 1 internasional di SMPN 1 Medan memiliki nilai standar kompetisi delapan untuk setiap mata pelajaranya.

Siswa yang berada di kelas internasional merupakan siswa yang telah melewati seleksi ketat sebelumnya. Moko (1997) mengemukakan bahwa untuk dapat masuk ke kelas unggulan peserta didik harus melalui seleksi ketat dengan kriteria tertentu. Dalam konsep Depdikbud (1993), kriteria itu antara lain prestasi belajar yang superior dengan indikator rapor, NEM, dan hasil tes prestasi akademik, skor psikotes yang meliputi inteligensi dan kreativitas serta tes fisik. Sistem seleksi ini juga digunakan di SMPN 1 Medan. Proses ini membuat siswa yang berada di kelas internasional merupakan siswa yang unggul dan berdaya saing, sehingga kompetisi yang terjadi antara siswa sangat kompetitif.

Guru yang mengajar di kelas internasional dapat lebih bisa memantau perkembangan setiap siswa dalam satu kelas, karena jumlah siswa yang berada di


(59)

kelas internasional lebih sedikit (Purnama, 2010). Di kelas 1 internasional SMPN 1 Medan jumlah siswa dalam satu kelas + 25 siswa. Kondisi ini tentunya dapat meningkatkan interaksi yang terjadi antara guru dan siswa. Akan tetapi dalam proses belajar mengajar di kelas internasional, guru menggunakan bahasa pengantar internasional yaitu bahasa Inggris, sehingga siswa yang tidak memiliki kemampuan berbahasa Inggris dengan baik akan mengalami kesulitan (Triyono, 2009).

Harapan guru terhadap hasil yang dicapai siswa dapat menimbulkan tekanan pada siswa. Seperti yang telah dikemukakan oleh Sujarwo (2010) siswa di kelas internasional merupakan siswa Indonesia yang diharapkan setelah lulus dari program tersebut memiliki kemampuan atau capability yang berdaya saing Internasional. Harapan ini membentuk suatu tekanan untuk berprestasi dengan baik, siswa dijadwalkan dengan waktu belajar yang panjang dalam sehari, beban pelajaran yang terlalu banyak, tugas yang menumpuk, dan tuntutan tuntutan akademik lainnya seperti meraih medali tingkat internasional dalam berbagai bidang kompetisi sains, matematika, teknologi, seni, dan olahraga.

Gupchup, Borrego, dan Konduri (2004) juga menyatakan bahwa stres bisa diasosiasikan dengan tipe dari institusi yang diikuti siswa (seperti swasta, negeri, pesantren, full days school, dan sekolah bertaraf international). Hal ini karena terdapat perbedaan iklim atau suasana dimasing-masing tipe pendidikan.


(60)

E. Hipotesa Penelitian

Hipotesa penelitian ini adalah:

Ho: tidak ada hubungan antara persepsi siswa terhadap iklim kelas dan stres akademik pada siswa kelas 1 di kelas internasional SMPN 1 Medan.

H1: ada hubungan antara persepsi siswa terhadap iklim kelas dan stres akademik pada siswa kelas 1 di kelas internasional SMPN 1 Medan


(61)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan unsur yang penting dalam penelitian ilmiah karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya (Hadi, 2000). Poerwandari (2007) menyatakan bahwa penelitian kuantitatif menampilkan data dalam bentuk angka-angka. Sementara itu, penelitian kualitatif menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkip wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video, dan lain sebagainya.

Patton (dalam Poerwandari, 2007) menyatakan bahwa penelitian kuantitatif dan kualitatif sebagai dua pendekatan yang berbeda, yang harus dipilih bukan karena salah satunya lebih baik, melainkan karena pendekatan yang dipilih memang sesuai dengan masalah penelitian, dan paling baik untuk menjawab masalah tersebut.

Permasalahan yang ingin dilihat dalam penelitian ini sesuai dengan yang dikemukakan pada Bab I Pendahuluan adalah untuk melihat hubungan antara persepsi terhadap iklim kelas dengan stres akademik pada siswa kelas 1 di kelas internasional SMPN1 Medan dan metode korelasional merupakan metode yang mampu menjawab permasalahan tersebut. Metode korelasional adalah penelitian yang bertujuan mengetahui hubungan antar variabel-variabel penelitian.


(1)

No LK/PR kode

37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 jml

51 LK 1 3 3 2 3 2 3 3 3 1 2 113

52 LK 1 1 4 2 2 2 3 4 2 2 2 146

53 LK 1 2 3 3 3 2 3 3 2 1 3 103

54 PR 2 2 2 3 3 3 4 3 3 2 2 118

55 PR 2 1 1 1 1 2 1 3 3 1 1 90

56 PR 2 2 2 3 2 2 2 1 3 3 3 106

57 PR 2 3 2 3 3 1 3 2 2 1 2 126

58 PR 2 2 2 3 4 1 2 3 2 2 2 121

59 PR 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 106

60 PR 2 1 2 2 2 2 3 2 3 2 2 98

61 PR 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 134

62 PR 2 1 2 1 2 3 2 2 2 1 2 88

63 PR 2 3 1 5 5 3 3 2 3 3 2 161

64 PR 2 3 3 2 4 4 2 3 3 3 3 150

65 LK 1 3 3 3 4 3 4 4 2 3 3 155

66 LK 1 3 4 4 4 3 3 4 3 2 3 146

67 LK 1 3 2 3 3 2 4 1 3 3 2 97

68 LK 1 1 1 1 1 2 3 2 3 1 1 82

69 LK 1 3 3 3 3 3 2 4 3 1 3 129

70 LK 1 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 142

71 LK 1 2 2 2 2 2 1 2 2 1 1 97

72 LK 1 3 3 3 4 3 5 3 3 1 3 155

73 LK 1 3 3 3 3 4 2 3 3 3 3 128

74 LK 1 3 3 4 5 4 4 4 3 2 3 152

75 PR 2 3 2 2 2 4 3 3 3 3 3 127

76 PR 2 3 3 3 3 3 3 4 3 2 3 138

77 PR 2 2 3 3 4 2 3 3 2 2 2 136

78 PR 2 4 5 4 5 4 3 3 3 3 4 153

79 PR 2 4 4 4 3 3 4 5 2 2 3 163

80 PR 2 1 1 2 3 2 3 3 3 2 3 134

81 PR 2 3 2 3 5 3 3 2 3 1 3 145

82 PR 2 2 2 3 4 1 3 3 3 4 3 120

83 PR 2 1 2 4 4 3 3 2 2 1 2 120

84 PR 2 3 2 3 4 3 3 4 3 2 2 146

85 PR 2 2 1 5 3 2 2 3 3 2 2 126

86 PR 2 3 1 3 3 3 3 2 3 4 2 142

87 LK 1 2 2 4 3 4 2 2 3 4 4 138

88 LK 1 3 2 4 3 2 3 4 3 2 2 133

89 LK 1 3 2 2 3 3 2 4 3 4 4 139

90 LK 1 2 3 2 2 2 3 4 2 2 1 101

91 LK 1 4 4 5 5 3 4 5 3 1 4 177


(2)

No LK/PR kode

37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 jml

93 LK 1 3 4 4 4 3 4 3 3 3 4 148

94 LK 1 3 4 3 3 3 2 3 3 4 3 134

95 LK 1 2 4 1 4 4 1 3 2 3 2 145

96 LK 1 3 3 3 3 3 3 4 3 2 1 135

97 PR 2 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 120

98 PR 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 98

99 PR 2 3 3 4 4 3 3 1 3 4 3 151

100 PR 2 2 1 1 2 3 3 2 2 2 3 104

101 PR 2 2 4 5 4 3 2 2 3 1 3 139

102 PR 2 3 3 5 5 4 4 1 4 1 3 155

103 PR 2 3 4 4 3 4 4 5 3 1 3 150

104 PR 2 2 1 3 4 4 3 3 2 1 3 134

105 PR 2 1 1 1 3 2 3 3 3 3 2 113


(3)

Lampiran 6. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Persepsi terhadap Iklim Kelas

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.918 37

Scale Statistics

Mean Variance

Std.

Deviation N of Items 136.68 286.106 16.915 37


(4)

Lampiran 7. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Stres Akademik

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.950 46

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items


(5)

Lampiran 8. Hasil Pengolahan Data UJI NORMALITAS

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

persepsi terhadapiklimkel

as Stress akademik

N 106 106

Normal Parametersa,,b Mean 136.68 124.66

Std. Deviation 16.915 25.225

Most Extreme Differences Absolute .046 .073

Positive .046 .044

Negative -.041 -.073

Kolmogorov-Smirnov Z .470 .751

Asymp. Sig. (2-tailed) .980 .626

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Uji Linearitas

ANOVA Table

Sum of Squares Df

Mean

Square F Sig. stresakademik *

persepsiterhadapi klimkelas

Between Groups

(Combined) 42098.378 51 825.458 1.804 .017 Linearity 23649.767 1 23649.76

7

51.680 .000 Deviation from

Linearity

18448.611 50 368.972 .806 .778 Within Groups 24711.395 54 457.618

Total 66809.774 105


(6)

persepsiterhadapi

klimkelas stresakademik persepsiterhadapiklimkelas Pearson Correlation 1 -.595**

Sig. (2-tailed) .000

N 106 106

Stresakademik Pearson Correlation -.595** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 106 106