Perbedaan Pendekatan Belajar Siswa SMA yang Stres dan yang Tidak Stres dalam Menghadapi Ujian Nasional di Kota Medan

(1)

PERBEDAAN PENDEKATAN BELAJAR SISWA SMA

YANG STRES DAN YANG TIDAK STRES DALAM

MENGHADAPI UJIAN NASIONAL DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

SUSTRIANA SARAGIH

071301053

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010/2011


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul:

Perbedaan Pendekatan Belajar Siswa SMA yang Stres dan yang Tidak Stres dalam Menghadapi Ujian Nasional di Kota Medan

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Maret 2011

SUSTRIANA SARAGIH NIM: 071301053


(3)

ABSTRAK

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Maret 2011 Sustriana Saragih : 071301053

Perbedaan Pendekatan Belajar Siswa SMA yang Stres dan yang Tidak Stres dalam Menghadapi Ujian Nasional di Kota Medan

x + 64 halaman + 10 tabel + 5 lampiran Bibliografi 23 (1934-2009)

Beberapa siswa di Kota Medan mengalami stres dalam menghadapi Ujian Nasional (UN) tetapi beberapa siswa yang lainnya tidak. Pelaksanaan UN mungkin menjadi stresor bagi seseorang tetapi tidak pada orang lainnya tergantung pada proses penilaian manusia terhadap suatu peristiwa. Stres adalah suatu kondisi mengatasi kejadian yang melebihi kapasitas normal seseorang dan dapat memunculkan penyakit fisik maupun mengganggu kejiwaan. Kondisi individu ini mempengaruhi pendekatan belajar yang dipilih oleh individu tersebut. Individu memakai pendekatan surface, deep, atau achieving dalam belajar tergantung pada keadaan atau kebutuhan individu tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan pendekatan belajar siswa SMA yang stres dan yang tidak stres dalam menghadapi Ujian Nasional. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik acak klaster (cluster random sampling) dengan jumlah subjek sebanyak 103 orang. Alat ukur pada penelitian ini adalah skala Stres dan skala Pendekatan Belajar. Skala Stres disusun berdasarkan respon individu terhadap stres yang dikemukakan oleh Sarafino (2006) dan Taylor (2009) yang setelah diuji coba memiliki nilai alpha Cronbach 0,828. Skala Pendekatan Belajar disusun berdasarkan tipe-tipe pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Biggs (1934 dan 2007) yang setelah diuji coba memiliki nilai aplha Cronbach, surface 0,767, deep 0,847,dan achieving 0,828.

Hasil analisa data penelitian menggunakan ANOVA menunjukkan koefisien signifikansi p>0.05 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan pendekatan belajar siswa SMA yang stres dan yang tidak stres dalam mengahadapi Ujian Nasional.

Kata kunci : stres, pendekatan belajar


(4)

KATA PENGANTAR

Pujian, ucapan syukur dan penyembahan peneliti ucapkan ke pada Tuhan Allah, berkat kasih dan penyertaanNya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S-1) di Fakultas Psikologi Sumatera Utara dengan judul : Perbedaan Pendekatan Belajar pada Siswa SMA yang Stres dan yang Tidak Stres dalam Menghadapi Ujian Nasional di Kota Medan.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ke dua orangtua peneliti Bapak DJ. Saragih dan Ibu M. Manalu atas setiap doa dan dukungan selama peneliti berkuliah di Fakultas Psikologi. Semoga bapak dan ibu panjang umur, sehat selalu, dan dapat mengantarkan kami anak-anaknya ke pintu gerbang kedewasaan.

Terselesaikannya penelitian ini tentu tidak terlepas dari bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih setulusnya kepada :

1. Prof. Dr. Irmawati, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi.

2. Ibu Filia Dina, M. Pd sebagai dosen pembimbing skripsi. Terima kasih bu buat banyak waktu yang telah diluangkan buat saya, terimakasih buat setiap wejangan dan arahan yang ibu berikan. Maaf bu, saya mengganggu ibu setiap hari. Semoga ibu panjang umur dan sehat selalu. Kiranya Tuhanlah yang membalas setiap kebaikan ibu.


(5)

selama ini. Terima kasih atas waktu yang ibu luangkan untuk saya dan kesempatan yang masih ibu berikan pada saya. Saya mohon maaf atas perilaku saya yang kurang berkenan di hati Ibu. Semoga Tuhan membalas segala kebaikan ibu dengan kasih dan berkatNya yang melimpah.

4. Bapak Ari Widyanta, M.Si, Psikolog dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas masukan, nasehat, dan ide-ide yang bapak berikan selama ini. Semoga Tuhan membalas segala kebaikan bapak selama ini dengan berkat dan anugerahNya.

5. Kak Arliza, M.Si, Psikolog, ibu Etti Rahmawati, M.Si, dan kak Rahmi, M.Psi yang telah bersedia memberikan pembekalan ilmu selama proses penyusunan skripsi ini. Semoga bisa menjadi bekal penulis dikemudian hari. 6. Bapak dan Ibu Dosen staf pengajar Departemen Pendidikan Fakultas

Psikologi Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas segala ilmu dan pengalaman yang telah diberikan. Semoga ilmu dan pengalaman yang diberikan menjadi bekal dikemudian hari.

7. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kepala Sekolah dan guru-guru SMA N 4 Medan, SMA Swasta Pencawan, SMA Swasta PGRI 1, SMA N 17 Medan, SMA N 2 Medan, Perguruan Budi, SMA Swasta St. Petrus atas kesempatan dan dukungan yang diberikan kepada peneliti selama proses pengambilan data berlangsung.

8. Saudaraku tersayang bang Feber, bang Kiki, dan Dedi. Terima kasih atas semangat dan bantuan yang begitu berarti untuk saya. Semoga kita bisa bersama-sama menyenangkan Tuhan dan kedua orangtua kita.


(6)

9. Kepada teman-teman senasib sepenanggungan ku, Desmi, Helen, Irene, Rora, dan Nela. Terima kasih buat semangat juang yang diberikan, terima kasih buat doa, penguatan dan bantuannya. Buat Erni, Dermika, Ve, dan Vety terima kasih karena kalian ada disaat saya membutuhkan bantuan.

10.Kepada teman-teman seperjuangan di Departemen Pendidikan dan Stambuk 2007, terima kasih buat semangat juang yang diberikan, terima kasih buat penguatan dan bantuannya.

11.Kepada teman-teman KTB Yesipa, bang Sasti, bang Barton, Agus, kak Polma terima kasih buat doa-doanya.

12.Untuk Hasian yang selalu menjadi tempat curahan hati saya, tempat tumpahan air mata dan keluh kesah, dan selalu memberikan bantuan, dukungan, dan semangat, terima kasih atas segalanya. Maaf saya sering merepotkan.

13.Terima kasih juga peneliti ucapkan pada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penelitian ini, untuk itu peneliti mengharapkan saran yang membangun dari semua pihak guna menyempurnakan penelitian ini. Akhirnya semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Amin.

Medan, Maret 2011 Peneliti


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian... 8

1. Manfaat teoritis ... 8

2. Manfaat praktis... 8

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN TEORI ... 10

A. Pendekatan Belajar ... 10

1. Pengertian Belajar ... 10

2. Pendekatan Belajar ... 10

a. Pengertian pendekatan belajar ... 10

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendekatan belajar ... 11

c. Pendekatan belajar Biggs ... 11

d. Pendekatan belajar lainnya ... 16

B. Stres ... 18

1. Pengertian Stres ... 18

2. Karakteristik Kejadian yang Menimbulkan Stres ... 19

3. Respon Terhadap Stres ... 20

4. Pengukuran Stres ... 23

5. Sumber Stres Pada Remaja ... 25


(8)

D. Perbedaan Pendekatan Belajar pada Siswa yang Stres dan yang Tidak

Stres dalam Menghadapi Ujian Nasional ... 28

E. Hipotesis Penelitian ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Identifikasi Variabel Penelitan ... 31

B Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 32

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 35

D. Metode Pengambilan Data ... 36

1. Skala Stres ... 37

2. Skala Pendekatan Belajar ... 39

E. Validitas dan Reliabilitas Alat ukur ... 42

1. Validitas alat ukur. ... 42

2. Reliabilitas alat ukur ... 43

3. Hasil uji coba alat ukur ... 44

F. Prosedur Penelitian ... 46

1. Tahap persiapan penelitian ... 46

2. Pelaksanaan penelitian ... 48

3. Tahap pengolahan data ... 48

G. Metode Analisis Data... 48

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Gambaran Subjek Penelitian ... 50

1. Gambaran subjek berdasarkan kelas... 50

2. Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin ... 51

B Hasil Penelitian ... 51

1. Kategorisasi data penelitian ... 51

2. Hasil uji asumsi ... 53

3. Hasil penelitian ... 54


(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 59

1. Saran metodologis ... 59

2. Saran praktis... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbandingan Prototipe Pendekatan Belajar Biggs ... 16

Tabel 2 Cetak biru skala stres ... 38

Tabel 3 Cetak biru skala pendekatan belajar ... 41

Tabel 4 Evaluasi indeks diskriminasi aitem ... 44

Tabel 5 Distribusi aitem-aitem hasil uji coba skala stres ... 45

Tabel 6 Distribusi aitem-aitem skala pendekatan belajar... 46

Tabel 7 Gambaran subjek penelitian berdasarkan kelas ... 50

Tabel 8 Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin ... 51

Tabel 9 Gambaran pendekatan belajar pada kategori stres ... 54


(11)

ABSTRAK

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Maret 2011 Sustriana Saragih : 071301053

Perbedaan Pendekatan Belajar Siswa SMA yang Stres dan yang Tidak Stres dalam Menghadapi Ujian Nasional di Kota Medan

x + 64 halaman + 10 tabel + 5 lampiran Bibliografi 23 (1934-2009)

Beberapa siswa di Kota Medan mengalami stres dalam menghadapi Ujian Nasional (UN) tetapi beberapa siswa yang lainnya tidak. Pelaksanaan UN mungkin menjadi stresor bagi seseorang tetapi tidak pada orang lainnya tergantung pada proses penilaian manusia terhadap suatu peristiwa. Stres adalah suatu kondisi mengatasi kejadian yang melebihi kapasitas normal seseorang dan dapat memunculkan penyakit fisik maupun mengganggu kejiwaan. Kondisi individu ini mempengaruhi pendekatan belajar yang dipilih oleh individu tersebut. Individu memakai pendekatan surface, deep, atau achieving dalam belajar tergantung pada keadaan atau kebutuhan individu tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan pendekatan belajar siswa SMA yang stres dan yang tidak stres dalam menghadapi Ujian Nasional. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik acak klaster (cluster random sampling) dengan jumlah subjek sebanyak 103 orang. Alat ukur pada penelitian ini adalah skala Stres dan skala Pendekatan Belajar. Skala Stres disusun berdasarkan respon individu terhadap stres yang dikemukakan oleh Sarafino (2006) dan Taylor (2009) yang setelah diuji coba memiliki nilai alpha Cronbach 0,828. Skala Pendekatan Belajar disusun berdasarkan tipe-tipe pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Biggs (1934 dan 2007) yang setelah diuji coba memiliki nilai aplha Cronbach, surface 0,767, deep 0,847,dan achieving 0,828.

Hasil analisa data penelitian menggunakan ANOVA menunjukkan koefisien signifikansi p>0.05 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan pendekatan belajar siswa SMA yang stres dan yang tidak stres dalam mengahadapi Ujian Nasional.

Kata kunci : stres, pendekatan belajar


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah syarat utama untuk meningkatkan martabat dan kualitas suatu bangsa. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan yang telah diselenggarakan adalah dengan melaksanakan Ujian Nasional (Purba, 2010).

Tujuan pelaksanaan Ujian Nasional di Indonesia dapat dilihat dalam beberapa pasal dalam Peraturan Pemerintah. Dalam Pasal 66 ayat (1) bagian IV Bab X Peraturan Pemerintah RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Ujian Nasional (UN) bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 68 Bagian IV Bab X Peraturan Pemerintah RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, menjelaskan bahwa UN berfungsi sebagai alat pemeta mutu program dan atau satuan pendidikan, dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, penentu kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan, dan sebagai dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan).

Menurut tujuan pelaksanaan UN yang telah dipaparkan diatas, pelaksanaan UN oleh pemerintah mempunyai tujuan yang baik. Akan tetapi, niat baik


(13)

pemerintah melaui UN ini menuai kontroversi dari masyarakat. Beberapa masyarakat pro dan yang lainnya kontra terhadap pelaksanaan UN (Tempo, 2005). Masyarakat yang pro UN menganggap bahwa pelaksanaan UN adalah hal yang tepat. Gultom (2010) mengatakan bahwa UN memunculkan banyak kesadaran yang kesemuanya bermuara pada peningkatan daya juang dan rasa percaya diri siswa untuk menghadapi UN. Tanpa kehadiran UN, pendidikan menjadi stagnan dan akhirnya praktisi pendidikan tidak akan menyadari berbagai persoalan yang ada di sekolah selama ini. Gultom (2010) juga berpendapat bahwa UN adalah satu-satunya alat yang dapat digunakan pemerintah untuk memetakan mutu satuan pendidikan.

Lain hal menurut Ipriansyah (2009), UN harus dihapuskan karena mengandung sejumlah masalah, seperti adanya praktik kecurangan dalam pelaksanaan ujian, ketidakadilan penetapan standar nilai kelulusan antara standar sekolah di daerah dan di kota, dan permasalahan psikologis seperti stres yang dialami peserta ujian. Panyaruwe (2010) menilai bahwa UN menyebabkan para guru di kelas terakhir berupaya keras untuk memicu semangat belajar dan memacu peningkatan kemampuan siswanya agar pada saatnya nanti dengan mudah melewati nilai minimal UN. Dari pada menggunakan metode pembelajaran lain yang lebih menjamin akan kemampuan siswa menanamkan pengetahuan, pemahaman dan penerapan ilmu secara awet, para guru hanya dituntut memberikan cara penyelesaian atau cara menjawab sebanyak mungkin soal pilihan ganda yang pernah diujikan pada UN di tahun-tahun sebelumnya, tanpa perlu bersusah payah menyampaikan pendalaman materinya.


(14)

Terlepas dari pro dan kontra masyarakat terhadap pelaksanaan UN, yang merasakan dampaknya adalah siswa. Pelaksanaan UN dinilai memberatkan siswa. Pemerhati pendidikan Sutrisno (2009) mengatakan bahwa para siswa umumnya terbebani dengan UN karena UN merupakan tujuan dan sasaran akhir kelulusan siswa dalam pendidikan. Siswa juga terbebani karena peningkatan angka Standar Kompetensi Kelulusan UN (SKLUN) terjadi secara terus menerus. Dari tahun 2003 hingga tahun 2010, terus terjadi peningkatan SKLUN. Upaya meningkatkan mutu pendidikan dengan menaikkan angka SKLUN menimbulkan permasalahan tersendiri, yakni selalu saja ada siswa yang gagal lulus UN setiap tahunnya.

Kondisi di atas tercermin dalam wawancara prapenelitian dengan salah satu siswa yang duduk di bangku kelas 3 SMA di Medan, K (17) pada tanggal 2 Desember 2010.

“Takutlah kak gak lulus, siapa yang gak takut coba... setiap tahun standar

kelulusannya naik terus, sementara yang diuji pun banyak kali. Kakak tengok lah, banyak kali yang tak lulus. Gak tau awak mau gimana lagi. Usaha 3 tahun kak... Cuma berapa hari lah itu nanti. Bagusan sekolah aja

yang nguji, toh yang tau kita kan guru kita” (Komunikasi Personal, Desember 2010).

Pelaksanaan UN juga dirasakan sebagai beban yang semakin bertambah berat. Orang tua murid yang menghendaki anak-anaknya sukses dalam UN, mengupayakan tambahan pendalaman mata pelajaran melalui bimbingan belajar atau privat mata pelajaran yang diujiankan, meskipun mungkin sekolah telah melakukan hal serupa bagi peserta didiknya. Seolah tidak mau ketinggalan, sekolah juga melakukan penekanan habis-habisan untuk memacu produktivitas peserta didiknya, untuk bisa lulus 100 % (Tukimin, 2010).


(15)

Tingginya harapan atau paksaan orang tua agar anaknya bisa lulus UN serta lingkungan tempat anak bersekolah merupakan pemicu anak stres (Gultom, 2010). Kondisi ini tercermin dalam wawancara prapenelitian dengan siswa yang duduk di bangku kelas 3 SMA di Medan, Jo (16), pada tanggal 5 November 2010 dan K (17) pada tanggal 2 Desember 2010.

“Les di sekolah di wajibkan lho kak sama guru, mereka bilang, kalo les di

sekolah guru bisa liat perkembangan kita gitu. Meskipun aku uda ada

bimbingan di luar, les di sekolah tetap diharuskan” (Jo, Komunikasi Personal, November 2010).

“Perut ku terasa mulas kalau mau melakukan sesuatu ka, kalau ingat UN jantung berdebar-debar, takut ga lulus. Malu nya itu ka, gimana dengan

nasib ku dan orangtua ku” (Jo, Komunikasi Personal, Oktober 2010).

“Ya gak pernah lah dibilang, harus lulus, harus lulus. Awak kan nyadar juga nya, pasti besar harapan itu sama awak. Banyak uda pengorbanan

mereka...” (K, Komunikasi Personal, Oktober 2010).

Penelitian Raharjo (2007) yang berjudul faktor-faktor penyebab stres pada siswa SMA yang merupakan penelitian deskriptif terhadap siswa SMAN 5 Bandung tahun pelajaran 2006/2007 menemukan bahwa stresor dominan yang dialami siswa adalah aspek lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Sementara itu, penelitian Muharrifah (2009) yang berjudul interaksi antara remaja, ayah, dan sekolah serta hubungannya dengan tingkat stres dalam menghadapi UN di Bogor, menemukan bahwa siswa SMA yang akan menghadapi UN mengalami tingkat stres sedang.

Bertolak belakang dengan hal di atas, ternyata tidak semua siswa mengalami stres dalam menghadapi UN. Misalnya pada Ad (17) dan P (17) yang duduk di bangku kelas 3 SMA.


(16)

“Biasa aja sih ka.. ga stres pun untuk un ini. Biasa aja semua ku rasa. Ga ada bedanya pun sama ujian yang lain. Mungin lebih stres aku untuk spmb

ini” (Ad, Komunikasi personal, Februari 2011).

“Gak ka, ga stres. Yang penting kita berusaha dan berserah pada Tuhan

aja. Ngapain juga terlalu khawatir, ntar malah ga tenang ngelewatinya.

Gak ka, aku belajar kok, makan enak kok, gak terganggu tuh” (P,

Komunikasi Personal, Februari 2011).

Bagi Jo (16), UN menimbulkan stres, tetapi bagi Ad dan P tidak demikian. Ad dan P tidak merasa stres dalam menghadapi UN. UN tidak menjadi stresor bagi Ad dan P. Suatu kejadian mungkin menjadi stresor bagi seseorang tetapi tidak pada orang lainnya tergantung pada proses penilaian manusia terhadap suatu peristiwa (yang membahayakan, mengancam, sekaligus menantang) (Taylor, 2009). Cooper (2005) menyatakan bahwa banyaknya tuntutan (stressor), seperti ketidaksesuaian antara apa yang individu butuhkan dan apa yang individu mampu, dan apa yang ditawarkan oleh lingkungan dan apa yang dituntut oleh lingkungan dapat menyebabkan stres.

Stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik kepada beberapa tuntutan (Everly, 2002). Sedangkan menurut Hamilton (2007), stres adalah suatu kondisi mengatasi kejadian yang melebihi kapasitas normal seseorang dan dapat memunculkan penyakit fisik maupun mengganggu kejiwaan. Kondisi individu ini mempengaruhi pendekatan belajar yang dipilih oleh individu tersebut. Individu memakai pendekatan surface, deep,atau achieving dalam belajar tergantung pada keadaan atau kebutuhan individu tersebut.

Pendekatan belajar adalah metode dan strategi yang digunakan untuk melakukan kegiatan belajar. Pendekatan belajar dilakukan agar belajar lebih


(17)

efisien dan efektif serta lebih mudah dan cepat menguasai ilmu pengetahuan sesuai dengan kapasitas tenaga dan pikiran (Biggs, 1987).

Biggs (dalam Syah, 2003) membagi pendekatan belajar ke dalam tiga bentuk dasar, yaitu pendekatan surface (permukaan/bersifat lahiriah), pendekatan deep (mendalam), dan pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi). Biggs (1934) mendeskripsikan tiga pendekatan belajar tersebut. Pendekatan surface berdasarkan pada motivasi ektrinsik, siswa belajar hanya untuk memenuhi beberapa tujuan. Biggs (dalam Syah, 2003) menyatakan bahwa siswa yang menggunakan pendekatan surface belajar karena takut tidak lulus yang mengakibatkan rasa malu.

Pendekatan deep berdasarkan pada ketertarikan secara intrinsik pada tugas dan menggunakan strategi yang logis untuk memuaskan rasa keingintahuan dengan menemukan pengetahuan sebanyak mungkin dan memahaminya. Pendekatan achieving menggunakan strategi yang meliputi membuat catatan yang sistematis, membuat jadwal (terlalu banyak waktu untuk subjek ini, terlalu banyak untuk yang itu, dan mengatur tugas untuk menghindari waktu terbuang). Hal ini menunjukkan adanya “study skill”. Biggs (dalam Syah, 2003) menyatakan bahwa siswa yang menggunakan pendekatan achieving pada umumnya dilandasi oleh motif ekstrinsik yang berciri khusus yang disebut ego-enhancement yaitu ambisi pribadi yang besar dalam meningkatkan prestasi keakuan dirinya dengan cara meraih indeks prestasi setinggi-tingginya.

Siswa yang stres dalam menghadapi ujian akan menggunakan pendekatan belajar surface (Biggs, 1987), mereka memandang ujian sebagai tugas yang harus


(18)

diselesaikan dan belajar karena takut tidak lulus yang mengakibatkan rasa malu. Jika siswa yang stres dalam menghadapi ujian memakai pendekatan belajar surface, bagaimanakah pendekatan belajar siswa yang tidak stres? apakah ada perbedaan pendekatan belajar siswa yang stres dan yang tidak stres? untuk menjawab pertanyaan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perbedaan pendekatan belajar pada siswa SMA yang stres dan yang tidak stres dalam menghadapi UN.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti mengidentifikasikan pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini, adalah: apakah terdapat perbedaan pendekatan belajar pada siswa SMA yang stres dan yang tidak stres dalam menghadapi UN di Kota Medan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dilaksanakan adalah untuk menjawab pertanyaan penelitian, apakah terdapat perbedaan pendekatan belajar pada siswa SMA yang stres dan yang tidak stres dalam menghadapi UN di Kota Medan.

D. Manfaat penelitian 1. Manfaat teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat untuk perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi pendidikan dan psikologi belajar yang


(19)

berhubungan dengan pendekatan belajar dan psikologi kesehatan yang berhubungan dengan stres.

b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian lanjutan yang berhubungan dengan pendekatan belajar dan stres.

2. Manfaat Praktis

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi pembaca untuk mengetahui pendekatan belajar siswa yang stres dalam menghadapi UN.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kondisi siswa dalam menghadapi UN serta memberikan informasi pendekatan belajar yang mereka gunakan dalam kondisi tersebut.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi pelajar yang stres dan yang tidak stres dalam menghadapi UN tentang pendekatan belajar yang selama ini mereka pergunakan dalam menghadapi UN.

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah :

Bab I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, identifikasi masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.


(20)

Bab II : Landasan Teori

Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang dimuat adalah teori pendekatan belajar, stres dan kaitan diantara keduanya.

Bab III : Metodologi Penelitian

Pada bab ini dijelaskan mengenai metode penelitian yang berisikan tentang metode penelitian kuantitatif, partisipan, metode pengumpulan data, prosedur penelitian, dan metode analisis data.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendekatan Belajar 1. Pengertian Belajar

Syah (2003) menyatakan bahwa belajar sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sedangkan Suryabrata (1984) menyatakan bahwa belajar itu membawa perubahan dan perubahan itu mencakup kecakapan baru dan terjadi karena usaha.

Dalam belajar siswa memakai pendekatan belajar untuk mempelajari bidang studi atau materi yang sedang mereka tekuni. Pendekatan- pendekatan belajar itu antara lain adalah pendekatan belajar Biggs, pendekatan hukum Jost, dan pendekatan Ballard & Clanchy.

2. Pendekatan Belajar

a. Pengertian Pendekatan Belajar

Pendekatan belajar adalah metode dan strategi yang digunakan untuk melakukan kegiatan belajar. Pendekatan belajar dilakukan agar belajar lebih efisien dan efektif serta lebih mudah dan cepat menguasai ilmu pengetahuan sesuai dengan kapasitas tenaga dan pikiran. Siswa menggunakan pendekatan belajar yang khusus pada pembelajaran akademik. Pendekatan belajar digunakan


(22)

untuk menggambarkan bagaimana cara siswa mempelajari tugas-tugas tertentu (Biggs dan Tang, 2007).

Pengertian pendekatan belajar dalam penelitian ini adalah metode dan strategi yang digunakan untuk melakukan kegiatan belajar.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendekatan Belajar

Biggs (1987) menyatakan bahwa pendekatan belajar dipengaruhi oleh segi personal (latar belakang individu dan kondisi individu) dan segi pengajaran (tekanan waktu dan tes yang terstandarisasi). Biggs juga menyatakan bahwa pendekatan belajar mempunyai 2 komponen, yaitu bagaimana pendekatan siswa terhadap tugas (strategy) dan mengapa siswa melakukan pendekatan terhadap tugas tersebut (motive).

c. Pendekatan Belajar Biggs

Biggs (dalam Syah, 2003) membagi pendekatan belajar ke dalam tiga bentuk dasar, yaitu pendekatan surface (permukaan/bersifat lahiriah), pendekatan deep (mendalam), dan pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi).

Biggs (dalam Syah, 2003), menyimpulkan bahwa tipe-tipe pendekatan belajar tadi pada umumnya digunakan para siswa berdasarkan motivasinya. Biggs (1934) mendeskripsikan tiga pendekatan belajar tersebut:

i. Pendekatan Belajar Surface

Pendekatan surface berdasarkan pada motivasi ekstrinsik yaitu, siswa belajar hanya untuk memenuhi beberapa tujuan. Pendekatan belajar tipe ini


(23)

berhubungan dengan konsep belajar kuantitatif yang telah dijelaskan diatas. Strategi yang digunakan adalah menemukan topik yang penting dan menirukannya kembali dengan tepat dan masuk akal dan menggunakan pengulangan yang berdasarkan pada prosedur. Tugas-tugas secara khusus dihadapi dalam unit tersendiri yang dihubungkan bersama-sama dengan sewenang-wenang. Siswa tidak melihat tugas tersebut secara keseluruhan, tetapi seperti rangkaian sub-task yang tidak berhubungan, makna dan hubungannya dihindari. Biggs dan Tang (2007) menyatakan bahwa individu dengan pendekatan belajar surface lebih memilih untuk membuat daftar pokok-pokok tertentu dari pada mengargumenkannya, memiliki ingatan kata demi kata yang telah dihafalkan dan dapat diucapkan kembali dengan tepat. Penghafalan menjadi bagian pendekatan surface ketika pemahaman dibutuhkan dan penghafalan digunakan untuk memberi kesan munculnya pemahaman tersebut.

Marton (dalam Biggs dan Tang, 2007) menyatakan bahwa, siswa yang menggunakan pendekatan belajar surface fokus pada „sign‟ dari belajar, seperti, kata-kata yang digunakan, fakta-fakta yang diasingkan, materi diperlakukan secara terpisah satu sama lain. Hal ini seperti membuat siswa tidak dapat melihat kayu dari pohon. Secara emosional, belajar menjadi sebuah paksaan dan menghasilkan emosi negatif seperti rasa bosan, cemas, dan sinisme. Kegembiraan atau perasaan nyaman terhadap tugas bukanlah bagian dari pendekatan belajar surface.

Biggs (dalam Syah, 2003) menyatakan bahwa siswa yang menggunakan pendekatan surface belajar karena takut tidak lulus yang mengakibatkan rasa


(24)

malu. Oleh karena itu, gaya belajarnya asal hapal dan tidak mementingkan pemahaman yang mendalam. Sebaliknya, siswa yang menggunakan deep biasanya mempelajari materi karena memang dia tertarik dan merasa membutuhkannya (intrinsik).

Hal-hal yang mendorong siswa menggunakan pendekatan belajar surface adalah tidak cukupnya waktu ataupun beban kerja yang terlalu tinggi (overload), kecemasan yang tinggi, adanya tujuan untuk mencapai standar minimum saja, prioritas lebih kepada non akademik dari pada yang akademik, persyaratan pembelajaran yang kurang dimengerti, seperti pemikiran bahwa mengingat fakta-fakta saja sudah cukup, pandangan yang sinis pada pendidikan dan tidak mampu memahami isi pada level yang mendalam dan pengajaran guru di kelas (Biggs & Tang, 2007). Biggs (1987) menyatakan bahwa siswa yang stres dalam menghadapi ujian akan menggunakan pendekatan belajar surface.

ii. Pendekatan Belajar Deep

Biggs (1934) menyatakan bahwa pendekatan deep didasarkan pada ketertarikan secara intrinsik pada tugas dan menggunakan strategi yang logis untuk memuaskan rasa keingintahuan dengan menemukan sebanyak mungkin pengetahuan dan memahaminya. Pendekatan belajar deep adalah pendekatan yang kompleks dan hasil emosional yang memuaskan.

Pendekatan belajar deep timbul dari sebuah kebutuhan untuk mengerjakan tugas dengan tepat dan bermakna, sehingga siswa mencoba untuk menggunakan aktifitas kognitif yang paling tepat untuk mengatasinya. Ketika siswa memiliki rasa ingin tahu, secara otomatis mereka akan fokus pada makna-makna yang


(25)

mendasari, ide-ide utama, tema, prinsip atau pada pengaplikasiannya. Individu secara natural mencoba untuk mempelajari bagian yang kecil sambil memahami bagian keseluruhan. Karena sebenarnya, gambaran keseluruhan tidak akan didapatkan tanpa bagian yang kecil. Ketika menggunakan pendekatan belajar deep, siswa memiliki perasaan yang positif, rasa tertarik, tantangan, dan kegembiraan. Belajar menjadi hal yang disenangi (Biggs dan Tang, 2007).

Biggs (dalam Syah, 2003) menyatakan bahwa siswa yang menggunakan deep biasanya mempelajari materi karena memang dia tertarik dan merasa membutuhkannya (intrinsik). Oleh karena itu, gaya belajarnya serius dan berusaha memahami materi secara mendalam serta memikirkannya cara mengaplikasikannnya. Bagi siswa ini, lulus dengan nilai baik adalah hal penting, tetapi yang lebih penting adalah memiliki pengetahuan yang cukup banyak dan bermanfaat bagi kehidupannya.

iii. Pendekatan Belajar Achieving

Biggs (1934) menyatakan bahwa pendekatan achieving didasarkan pada motivasi berprestasi dan pendekatan ini berbeda dengan dua lainnya yang telah dijelaskan diatas. Pendekatan achieving menggunakan strategi yang meliputi membuat catatan yang sistematis, membuat jadwal (terlalu banyak waktu untuk subjek ini, terlalu banyak untuk yang itu, mengatur tugas untuk menghindari waktu terbuang), hal ini menunjukkan “study skill”.

Biggs (dalam Syah, 2003) menyatakan bahwa siswa yang menggunakan pendekatan achieving pada umumnya dilandasi oleh motif ekstrinsik yang berciri khusus yang disebut ego-enhancement yaitu ambisi pribadi yang besar dalam


(26)

meningkatkan prestasi keakuan dirinya dengan cara meraih indeks prestasi setinggi-tingginya. Gaya belajar siswa ini lebih serius dari pada siswa-siswi yang memakai pendekatan-pendekatan lainnya. Pendekatan belajar achieving memiliki keterampilan belajar (study skill) dalam arti sangat cerdik dan efisien dalam mengatur waktu, ruang kerja, dan penelaahan isi silabus. Baginya, berkompetisi dengan teman-teman dalam meraih nilai tertinggi adalah penting, sehingga ia sangat disiplin, rapi dan sistematis serta berencana untuk terus maju kedepan (plan ahead).

Individu dengan pendekatan belajar achieving seperti surface yaitu fokus pada produk (mendapatkan nilai A atau memenangkan hadiah). Strateginya adalah memaksimalkan kesempatan untuk memperoleh nilai yang tinggi. Individu dengan pendekatan belajar achieving berusaha untuk mempelajari dan memahami topik seperti pada strategi deep (Biggs, 1987).


(27)

Untuk melengkapi penjelasan mengenai tipe-tipe pendekatan belajar yang dikembangkan Biggs itu dapat dilihat perbandingannya di tabel 1.

Tabel 1.

Perbandingan Prototipe Pendekatan Belajar Biggs Pendekatan Belajar Motif dan Karakteristik Strategi 1. Surface Approach

Ekstrinsik dengan ciri menghindari kegagalan tapi tidak belajar keras.

Memusatkan pada rincian-rincian materi dan semata-mata mereproduksi secara persis.

2. Deep Approach Intrinsik dengan

ciri berusaha memuaskan

keingintahuan terhadap isi materi.

Memaksimalkan pemahaman dengan berpikir, banyak membaca dan diskusi.

3. Achieving Approach

Ego-enhancement dengan ciri bersaing untuk meraih

nilai/prestasi tertinggi.

Mengoptimalkan pengaturan waktu dan usaha belajar (study skill).

Dikutip dari: Biggs, John B., 1991, Introduction and Overview, dalam Biggs, John B. (editor), Teaching for Learning: The View from Cognitive Psychology, Howthorn: The Australia Council for Educational Research Ltd.

d. Pendekatan Belajar lainnya

Beberapa pendekatan belajar lain adalah: i. Pendekatan Hukum Jost


(28)

Menurut Reber (dalam Syah, 2003), salah satu asumsi penting yang mendasari hukum Jost (Jost’s Law) adalah siswa yang lebih sering mempraktikkan materi pelajaran akan lebih mudah memanggil kembali memori lama yang berhubungan dengan materi yang sedang ia tekuni. Selanjutnya, berdasarkan asumsi hukum Jost, belajar dengan kiat 4 x 2 adalah lebih baik dari pada 2 x 4 walaupun hasil perkalian kedua kiat tersebut adalah sama.

Maksudnya, mempelajari sebuah materi khususnya yang panjang dan kompleks dengan alokasi waktu 2 jam per hari selama 4 hari akan lebih efektif dari pada mempelajari materi tersebut dengan alokasi waktu 4 jam sehari tetapi hanya selama 2 hari. Perumpamaan pendekatan belajar seperti ini dipandang cukup berhasil guna terutama untuk materi-materi yang bersifat hafalan.

ii. Pendekatan Ballard & Clanchy

Menurut Ballard & Clanchy (dalam Syah, 2003), pendekatan belajar siswa pada umumnya dipengaruhi oleh sikap terhadap ilmu pengetahuan (attitude to knowledge). Ada dua macam siswa dalam menyikapi ilmu pengetahuan, yaitu: 1). Sikap melestarikan apa yang sudah ada (conserving); dan 2). Sikap memperluas (extending).

Siswa yang bersikap conserving pada umumnya menggunakan pendekatan

belajar “reproduktif” (bersifat menghasilkan kembali fakta dan informasi).

Sementara itu, siswa yang bersikap extending, biasanya menggunakan pendekatan

belajar “analitis” (berdasarkan pemilahan dan interpretasi fakta dan informasi). Bahkan diantara mereka yang bersikap extending cukup banyak yang menggunakan pendekatan belajar yang lebih ideal yaitu pendekatan spekulatif


(29)

(berdasarkan pemikiran mendalam), yang bukan saja bertujuan menyerap pengetahuan melainkan juga mengembangkannnya.

Dari beberapa pendekatan belajar yang dijelaskan diatas, pendekatan belajar yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan belajar Biggs.

B. Stres

1. Pengertian Stres

Stres adalah kondisi mengatasi kejadian yang melebihi kapasitas normal seseorang dan dapat memunculkan penyakit fisik maupun mengganggu kejiwaan (Hamilton, 2007). Cooper (2005) menyatakan bahwa stres disebabkan oleh banyaknya tuntutan (stressor), seperti ketidaksesuaian antara apa yang kita butuhkan dan apa yang kita mampu, dan apa yang ditawarkan oleh lingkungan dan apa yang dituntut oleh lingkungan.

Selye (dalam Everly, 2002) menyatakan bahwa stres adalah jumlah setiap perubahan yang tidak spesifik di dalam organisme yang disebabkan oleh fungsi atau kerusakan. Lebih lanjut Selye (dalam Everly, 2002) menyatakan bahwa stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik kepada beberapa tuntutan. Sedangkan menurut Everly (2002) menyatakan bahwa stres adalah reaksi ataupun respon psikologikal tanpa menghiraukan sumber reaksi tersebut.

Selye (dalam Everly, 2002) membedakan stres menjadi stres yang positif (eustress) dan stres yang negatif (distress). Stres yang positif memotivasi untuk meningkatkan kualitas hidup sedangan stres yang negatif bersifat destruktif.


(30)

Zimbardo (1985) menjelaskan reaksi psikologis terhadap stres, tergantung pada persepsi dan interpretasi individu pada dunia dan kapasitas individu dalam menghadapinya. Hal itu termasuk perilaku, emosional, dan aspek kognitif. Taylor (2009) menyatakan bahwa stres adalah suatu proses penilaian manusia terhadap suatu peristiwa (yang membahayakan, mengancam, sekaligus menantang), memperkirakan respon yang mungkin ditunjukkan. Dalam hal ini respon yang dimunculkan oleh individu terhadap situasi-situasi tersebut termasuk respon fisiologis, kognitif, emosional ataupun perubahan dalam tingkah laku.

Baum (dalam Taylor, 2009) menyatakan bahwa stres adalah pengalaman emosional yang negatif yang disertai dengan biokimia yang dapat diramalkan, fisiologikal, kognitif, dan perubahan perilaku yang secara langsung diarahkan untuk mengubah kejadian yang menimbulkan stres atau memindahkan efek stres tersebut.

Pengertian stres dalam penelitian ini adalah respon individu baik respon fisiologis, kognitif, emosional ataupun perubahan dalam tingkah laku terhadap keadaan atau kejadian yang mengancam dan mengganggu individu untuk menghadapinya.

2. Karakteristik Kejadian yang Menimbulkan Stres

Taylor (2009) mendeskripsikan karakteristik stresor yang potensial untuk dinilai individu sebagai kejadian yang stressful, yaitu:


(31)

Kejadian negatif lebih menghasilkan stres dari pada kejadian yang positif, seperti kematian pasangan maupun perceraian.

b. Kejadian yang tidak dapat dikontrol

Kejadian yang tidak dapat dikontrol atau yang tidak dapat diprediksi lebih menimbulkan stres dari pada kejadian yang dapat dikontrol dan diprediksi. Ketika seseorang merasa bahwa mereka dapat memprediksi, memodifikasi, atau mengkhiri kejadian yang tidak menyenangkan atau merasa mempunyai akses pada orang yang dapat mempengaruhinya, kejadian tersebut akan semakin tidak stressful, dibandingkan jika mereka tidak dapat melakukan apa-apa (Thompson dalam Taylor, 2009).

c. Kejadian yang ambigu

Kejadian yang ambigu lebih stressful dari pada kejadian yang jelas. Ketika kejadian yang potensial menimbulkan stres ambigu, seseorang tidak mempunyai peluang untuk mengambil tindakan.

d. Overload

Seseorang yang overload akan lebih stres dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki tugas yang lebih sedikit.

3. Respon Terhadap Stres

Baum, dkk (dalam Sarafino, 2006) mengatakan bahwa stres berdampak pada aspek biologis dan psikososial seseorang. Stres harus dilihat sebagi fungsi dari individu yang menafsirkan situasi. Reaksi antara satu individu dengan individu yang lainnya belum tentu sama terhadap stres yang sama, tergantung


(32)

pada derajat keparahan stres yang dialami, karakteristik individu, dan lingkungan (Zimbardo, 1985).

Zimbardo (1985) menjelaskan reaksi psikologis terhadap stres tergantung pada persepsi dan interpretasi kita pada dunia dan kapasitas kita dalam menghadapinya. Hal itu termasuk perilaku, emosional, dan aspek kognitif.

Taylor (2009) menyatakan bahwa stres dapat menghasilkan berbagai respon. Berbagai peneliti telah membuktikan bahwa respon-respon tersebut dapat berguna sebagai indikator terjadinya stres pada individu, dan mengukur tingkat stres yang dialami individu.

a. Respon Fisiologikal/Biologis Terhadap Stres

Setiap orang yang dihadapkan pada kondisi atau situasi yang mengancam atau berbahaya, maka akan ada reaksi fisiologis dari tubuhnya. Reaksi fisiologis/biologis yang muncul akibat stres adalah detak jantung dan nafas meningkat, perut terasa mual, otot-otot menjadi tegang, khususnya lengan dan kaki. Sistem syaraf dan sistem endokrin memungkinkan reaksi tersebut terjadi yang disebut fight or flight syndrome (Sarafino, 2006).

b. Respon Kognitif Terhadap Stres

Stres yang besar menyebabkan pengurangan efisiensi kognitif yang besar dan mengganggu pemikiran yang fleksibel. Atensi adalah sumber yang terbatas, fokus pada aspek situasi yang mengancam dan pada kecemasan mengurangi sejumlah atensi yang tersedia untuk coping tugas yang efektif. Memori juga dipengaruhi, short term memory terbatas pada sejumlah atensi yang diberikan pada hal baru dan retrieval pada memori masa lalu yang relevan. Stres dapat


(33)

mempengaruhi penilaian, problem solving, dan pengambilan keputusan (Zimbardo, 1985).

Sarafino (2006) berpendapat bahwa stres dapat merusak fungsi kognitif yaitu dengan mengacaukan perhatian individu. Sementara itu, Cohen, dkk (dalam Taylor, 2009) mengatakan bahwa respon kognitif terhadap stres termasuk adanya keyakinan bahwa sebuah kejadian dapat mengancam atau merusak, adanya respon tidak mampu dan gangguan dalam berkonsentrasi, gangguan pada tugas kognitif. Lebih lanjut, Taylor (2009) menambahkan respon kognitif terhadap stres meliputi pikiran yang mengganggu, tidak wajar, dan berulang.

c. Respon Emosional Terhadap Stres

Zimbardo (1985) berpendapat bahwa reaksi emosional sebagai respon terhadap stres meliputi kegembiraan, dimana stresor dianggap menggairahkan dan tantangan yang dapat dihadapi, sampai kepada emosi negatif seperti kejengkelan, marah, cemas, putus asa, dan depresi. Kebanyakan stres pada umumnya menghasilkan emosi negatif dan ketidaknyamanan langsung maupun tidak langsung. Glynn, dkk (dalam Taylor, 2009) mengatakan bahwa reaksi emosional terhadap stres meliputi rasa takut, cemas, rasa malu, marah, depresi, dan kadang sikap tenang atau menyangkal.

d. Respon Perilaku Terhadap Stres

Zimbardo (1985) berpendapat bahwa perubahan perilaku yang disebabkan oleh stres berbeda-beda tergantung pada derajat keparahan (level) stres yang dialami. Zimbardo berpendapat bahwa terdapat tiga level stres, yaitu: mild stress, moderately severe stress, dan severestress.


(34)

Mild stress meningkatkan perilaku biologis, seperti makan, agresif, dan perilaku seksual. Mild stress membuat individu semakin waspada, pemusatan energi dan prestasi mungkin meningkat. Mild stress dapat menghasilkan perilaku yang positif, seperti menjadi pemberi informasi yang baik, waspada terhadap ancaman, mencari perlindungan dan pertolongan kepada orang lain, dan belajar perilaku dan coping skill yang lebih baik. Itu semua adalah reaksi perilaku positif yang mungkin muncul pada mild stress dalam merespon jenis stresor tertentu.

Jika stress yang tidak dapat diselesaikan berlanjut, maka akan berakumulasi menjadi lebih parah, menyebabkan reaksi perilaku yang maladaptif seperti meningkatkan sifat lekas marah, menurunkan produktifitas, dan ketidaksabaran yang kronis. Moderately severe stress mengganggu perilaku, khususnya perilaku kompleks yang membutuhkan kordinasi kemampuan. Moderately severe stress juga dapat menghasilkan pengulangan, tindakan stereotipe, dan menyesuaikan dengan keperluan lingkungan.

Severe stress menghambat dan menekan perilaku dan dapat menyebabkan immobilitas total. Hal ini adalah reaksi defensif yang menunjukkan sebuah percobaan yang dilakukan organisme untuk mengurangi atau mengeliminasi dampak stres yang mengganggu.

Sarafino (2006) mengatakan bahwa stres meningkatkan perilaku agresi, mudah marah, sikap bermusuhan, dan juga mempengaruhi perilaku menolong seseorang.


(35)

4. Pengukuran Stres

Pengukuran stres bukanlah hal yang baru lagi, sudah banyak skala atau kuisioner yang dibuat untuk melihat apakah seseorang mengalami stres atau tidak. Beberapa skala mungkin melihat seseorang stres atau tidak dengan mengukur respon kognitif, emosi atau perilaku (Ice dan James, 2007). Berikut ini akan adalah skala untuk mengukur stres yang pernah dipublikasikan:

a. Appraisal

Appraisal adalah persepsi keseimbangan antara tuntutan dengan sumber yang ada. Dengan pendekatan ini, individu akan diminta untuk menilai seberapa stressful suatu kejadian atau apakah mereka mampu untuk mengatasi kejadian tersebut dalam skala Likert. Chang (dalam Ice dan James, 2007) yang dalam penelitiannya ingin mengetahui bagaimanakah appraisal mahasiswa psikologi, menanyakan pertanyaan berikut ini:

“seberapa pentingkah kejadian ini bagi kamu”, “seberapa besar kontrol yang kamu miliki terhadap hasil yang akan keluar”, “seberapa efektif persiapan yang mampu kamu lakukan untuk kejadian tersebut”, “berapa

besar stres yang ditimbulkan kejadian tersebut”. Selain contoh pertanyaan

diatas, ada beberapa skala yang disusun untuk mengukur appraisal seseorang terhadap stres seperti, Stress Appraisal Measure (SAM) oleh Lazarus/Folkman, the Perceived Stress Scale (PSS) oleh Cohen dan the Perceived Stress Questionnaire (PSQ).


(36)

b. Affective Respone

Skala untuk mengukur stres yang pernah dipublikasikan dikembangkan dengan menguji respon afektif terhadap stres. Beberapa menggunakan aitem tunggal seperti kecemasan, rasa marah, sediah atau bahagia. Contoh skala yang biasa digunakan adalah Positive-Affect and Negative-Affect Schedule (PANAS) (Watson et al.,1988) dan the Profile of Mood States (POMS) (McNair et al., 1971).

c. Behavioral Response

Mengukur respon perilaku terhadap stres lebih merujuk kepada coping. Coping adalah proses mengatur tuntutan (eksternal atau internal) yang dinilai memberatkan atau melebihi kemampuan individu. Coping ini tidak harus selalu positif atau efektif, contohnya: merokok. Contoh skala untuk mengukur respon perilaku terhadap stres adalah the Ways of Coping Questionnaire (WCQ) (Folkman dan Lazarus, 1980) dan the COPE Scale.

5. Sumber Stres Pada Remaja

Menurut Needlman (2004) menyatakan bahwa ada beberapa sumber stres yang dialami remaja:

a. Biological stress (stres biologis)

Perubahan fisik pada remaja terjadi sangat cepat dari umur 12-14 tahun pada remaja perempuan dan antara 13 dan 15 tahun pada remaja laki-laki. Tubuh remaja berubah sangat cepat, remaja merasa bahwa semua orang melihat dirinya.


(37)

Tubuh remaja berubah sangat cepat, remaja merasa bahwa semua orang melihat dirinya. Jerawat juga dapat membuat remaja stres, terutama bagi meraka yang mempunyai pikiran sempit tentang kecantikan ideal. Saat yang sama, remaja menjadi sibuk di sekolah, bekerja dan bersosialisasi sehingga dapat membuat remaja kekurangan tidur. Hasil penelitian mengatakan bahwa kekurangan tidur dapat menyebabkan stres.

b. Family stress (stres keluarga)

Salah satu sumber stres pada remaja adalah hubungannya dengan orangtua karena remaja merasa bahwa mereka ingin mandiri dan bebas. Namun, di lain pihak mereka juga ingin diperhatikan.

c. School stress (stres sekolah)

Tekanan dalam masalah akademik cenderung tinggi pada dua tahun terakhir di sekolah, keinginan untuk mendapat nilai tinggi atau keberhasilan dalam bidang olahraga dimana remaja selalu berusaha untuk tidak gagal. Hal ini semua dapat menyebabkan stres, termasuk juga ujian akhir nasional yang dijadikan acuan bagi kelulusan siswa dalam menempuh pendidikan.

d. Peer (stres teman sebaya)

Stres pada kelompok teman sebaya cenderung tinggi pada pertengahan tahun sekolah. Remaja yang tidak diterima oleh teman-temannya biasanya akan menderita, tertutup, dan mempunyai harga diri yang rendah. Pada beberapa


(38)

remaja, agar dapat diterima oleh teman-temannya, mereka melakukan hal-hal negatif seperti merokok, minum alkohol, dan menggunakan obat terlarang. Beberapa remaja merasa bahwa alkohol, rokok, dan obat-obatan terlarang dapat mengurangi stres. Namun, bagaimanapun juga secara psikologis itu semua tidak dapat mengurangi stres, tetapi justru meningkatkan stres.

e. Social stress (stres sosial)

Remaja tidak mendapat tempat pergaulan orang dewasa karena mereka tidak diberikan kebebasan mengungkapkan pendapat mereka, tidak boleh membeli rokok secara legal dan tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang bayarannya tinggi. Pada saat yang sama mereka tahu bahwa mereka semua nantinya akan mewarisi masalah besar dalam kehidupan sosial, seperti perang, polusi, dan masalah ekonomi yang tidak stabil. Hal ini dapat membuat remaja menjadi stres.

C. Siswa SMA

Pada umumnya di Indonesia, siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) memiliki usia berkisar 15/16- 18/19. Pada usia tersebut, individu berada pada tahapan masa remaja. Hurlock (1999) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dimulai saat anak secara seksual matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Sedangkan menurut Monks (1999) remaja adalah individu yang berusia antara 12-21 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa


(39)

dewasa, dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan dan 18-21 tahun masa remaja akhir.

Menurut Gunarsa & Gunarsa (2004) masa remaja merupakan masa transisi dimana pada masa ini remaja mengalami tahap kehidupan yang penuh gejolak, perubahan, dan penyesuaian dalam rangka mencari identitas diri. Dalam tahap perkembangannya, jiwa remaja mengalami kondisi emosi yang tidak stabil dan cenderung sensitif terhadap semua hal yang berkaitan dengan pribadinya. Oleh karena itu, remaja relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan emosi serta juga harus menghadapi tekanan psikologis dan sosial yang saling bertentangan sehingga rentan terhadap stres.

Pengertian siswa SMA yang dipakai dalam penelitian ini adalah memiliki usia berkisar 15/16- 18/19.

D. Perbedaan Pendekatan Belajar pada Siswa yang Stres dan yang Tidak Stres dalam Menghadapi UN

Pemerhati pendidikan Sutrisno (2009) mengatakan bahwa para siswa umumnya terbebani dengan Ujian Nasional (UN) karena UN merupakan tujuan dan sasaran akhir kelulusan siswa dalam pendidikan. Siswa juga terbebani karena peningkatan angka Standar Kompetensi Kelulusan UN (SKLUN) terjadi secara terus menerus. Dari tahun 2003 hingga tahun 2010, terus terjadi peningkatan SKLUN. Upaya meningkatkan mutu pendidikan dengan menaikkan angka SKLUN menimbulkan permasalahan tersendiri, yakni selalu saja ada siswa yang gagal lulus UN setiap tahunnya.


(40)

Pelaksanaan UN juga dirasakan sebagai beban yang semakin bertambah berat. Orang tua murid yang menghendaki anak-anaknya sukses dalam UN, mengupayakan tambahan pendalaman mata pelajaran melalui bimbingan belajar atau privat mata pelajaran yang diujiankan, meskipun mungkin sekolah telah melakukan hal serupa bagi peserta didiknya. Seolah tidak mau ketinggalan, sekolah juga melakukan penekanan habis-habisan untuk memacu produktivitas peserta didiknya, untuk bisa lulus 100 % (Tukimin, 2010).

Tingginya harapan atau paksaan orang tua agar anaknya bisa lulus UN 2010 ini serta lingkungan tempat anak bersekolah merupakan pemicu anak stres (Gultom, 2010). Penelitian Raharjo (2007) menemukan bahwa stresor yang dominan yang dialami siswa adalah aspek lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Sementara itu, penelitian Muharrifah (2009) menemukan bahwa siswa SMA yang akan menghadapi UN mengalami tingkat stres sedang.

Dari hasil komunikasi personal yang dilakukan ditemukan bahwa, bagi Jo (16), UN menimbulkan stres, tetapi bagi Ad dan P tidak demikian. Ad dan P tidak merasa stres dalam menghadapi UN. UN tidak menjadi stresor bagi Ad dan P. Suatu kejadian mungkin menjadi stresor bagi seseorang tetapi tidak pada orang lainnya tergantung pada proses penilaian manusia terhadap suatu peristiwa (yang membahayakan, mengancam, sekaligus menantang) (Taylor, 2009). Cooper (2005) menyatakan bahwa banyaknya tuntutan (stressor), seperti ketidaksesuaian antara apa yang individu butuhkan dan apa yang individu mampu, dan apa yang ditawarkan oleh lingkungan dan apa yang dituntut oleh lingkungan dapat menyebabkan stres.


(41)

Stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik kepada beberapa tuntutan (Everly, 2002). Stres adalah suatu kondisi mengatasi kejadian yang melebihi kapasitas normal seseorang dan dapat memunculkan penyakit fisik maupun mengganggu kejiwaan (Hamilton, 2007). Kondisi individu ini mempengaruhi pendekatan belajar yang dipilih oleh individu tersebut. Individu memakai pendekatan surface, deep,atau achieving dalam belajar tergantung pada keadaan atau kebutuhan individu tersebut.

Pendekatan belajar adalah metode dan strategi yang digunakan untuk melakukan kegiatan belajar. Pendekatan belajar dilakukan agar belajar lebih efisien dan efektif serta lebih mudah dan cepat menguasai ilmu pengetahuan sesuai dengan kapasitas tenaga dan pikiran (Biggs, 1987). Biggs (dalam Syah, 2003) membagi pendekatan belajar ke dalam tiga bentuk dasar, yaitu pendekatan surface (permukaan/bersifat lahiriah), pendekatan deep (mendalam), dan pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi).

Siswa yang stres dalam menghadapi ujian akan menggunakan pendekatan belajar surface (Biggs, 1987), mereka memandang ujian sebagai tugas yang harus diselesaikan, belajar karena takut tidak lulus yang mengakibatkan rasa malu. Jika siswa yang stres dalam menghadapi ujian memakai pendekatan belajar surface. Siswa yang tidak stres dalam menghadapi UN akan menggunakan pendekatan belajar deep, yaitu siswa memiliki perasaan yang positif, rasa tertarik, tantangan, dan kegembiraan dalam belajar dan belajar menjadi hal yang disenangi (Biggs dan Tang, 2007) atau pendekatan belajar achieving berusaha untuk mempelajari dan memahami topik seperti pada strategi deep (Biggs, 1987).


(42)

E. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan pendekatan belajar pada siswa SMA yang stres dengan siswa yang tidak stres dalam menghadapi UN.


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian sangat menentukan suatu penelitian, karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpuan data, analisa data, dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian yang meliputi: identifikasi variabel penelitian, defenisi operasional, subjek penelitian, prosedur penelitian, dan metode analisa data (Hadi, 2004).

Penelitian ini menggunakan analisis komparasi (analisis perbedaan), yaitu bentuk analisis variabel (data) untuk mengetahui perbedaan diantara dua kelompok variabel (data) atau lebih. Teknik statistik yang digunakan dalam analisis komparatif ini adalah uji statistik, yaitu pengujian hipotesis komparatif (Hasan, 2004)

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Ada dua variabel yang terdapat dalam penelitian ini yaitu variabel tergantung dan variabel bebas. Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini yaitu:

Variabel Tergantung : Pendekatan Belajar

Variabel Bebas : Kondisi siswa dalam menghadapi Ujian Nasional, yang dibedakan menjadi:

1. Siswa yang stres 2. Siswa yang tidak stres


(44)

B. Defenisi Operasional Variabel

Defenisi operasional variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan Belajar

Pendekatan belajar adalah metode dan strategi yang digunakan untuk melakukan kegiatan belajar. Terdapat tiga tipe pendekatan belajar, yaitu:

a. Pendekatan Surface

i. Motivasi ekstrinsik (Siswa belajar hanya untuk memenuhi beberapa tujuan)

ii. Strategi yang digunakan adalah menemukan topik yang penting, menghapalkannya dan menirukannya kembali dengan tepat dan masuk akal

iii. Siswa tidak melihat tugas tersebut secara keseluruhan, tetapi seperti rangkaian sub-task yang tidak berhubungan, makna dan hubungannya dihindari

Semakin tinggi skor total aitem-aitem pendekatan belajar surface pada skala pendekatan belajar maka semakin tinggi tingkat kecenderungan subjek penelitian untuk memiliki tipe pendekatan belajar surface. Individu yang memiliki skor dominan pada pendekatan belajar ini berarti memiliki pendekatan belajar surface.

b. Pendekatan Deep


(45)

ii. Menggunakan strategi yang logis untuk memuaskan rasa keingintahuan dengan menemukan sebanyak mungkin pengetahuan dan memahaminya iii. Siswa akan menghubungkan tugas dengan kode-kode umum atau kedalam

konteks personal yang bermakna

Semakin tinggi skor total aitem-aitem pendekatan belajar deep pada skala pendekatan belajar maka semakin tinggi tingkat kecenderungan subjek penelitian untuk memiliki tipe pendekatan belajar deep. Individu yang memiliki skor dominan pada pendekatan belajar ini berarti memiliki pendekatan belajar deep.

c. Pendekatan Achieving

i. Motivasi ekstrinsik dengan ciri ego-enhancement (Ambisi pribadi yang besar dalam meningkatkan prestasi keakuan dirinya dengan cara meraih indeks prestasi setinggi-tingginya)

ii. Memiliki keterampilan belajar (study skill) yaitu cerdik dan efisien dalam mengatur waktu, ruang kerja, dan penelaahan isi silabus

iii. Sangat disiplin, rapi dan sistematis serta berencana untuk terus maju kedepan (plan ahead).

Semakin tinggi skor total aitem-aitem pendekatan belajar achieving pada skala pendekatan belajar maka semakin tinggi tingkat kecenderungan subjek penelitian untuk memiliki tipe pendekatan belajar achieving. Individu yang memiliki skor dominan pada pendekatan belajar ini berarti memiliki pendekatan belajar achieving.


(46)

2. Stres

Stres adalah respon individu baik respon fisiologis, kognitif, emosional ataupun perubahan dalam tingkah laku terhadap keadaan atau kejadian yang mengancam dan mengganggu individu untuk menghadapinya. Respon individu terhadap stres, yaitu:

a. Respon fisiologis; dapat ditandai dengan detak jantung dan nafas meningkat, perut terasa mual, otot-otot menjadi tegang, khususnya lengan dan kaki

b. Respon kognitif; dapat terlihat lewat adanya keyakinan bahwa sebuah kejadian dapat mengancam atau merusak, tidak mampu dan gangguan dalam berkonsentrasi, gangguan pada tugas kognitif, adanya pikiran yang mengganggu, tidak wajar, dan berulang

c. Respon emosi; dapat muncul sangat luas, menyangkut emosi yang mungkin dialami individu meliputi rasa takut, cemas, rasa malu, dan kadang sikap tenang atau menyangkal

d. Respon tingkah laku; perilaku agresi, mudah marah, dan juga mempengaruhi perilaku menolong seseorang.

Siswa yang stres dalam menghadapi Ujian Nasional adalah siswa yang memiliki skor total aitem-aitem yang tinggi dan dominan pada kuesioner Stres yang disusun berdasarkan Sarafino (2006) dan Taylor (2009). Siswa yang tidak stres dalam menghadapi Ujian Nasional adalah siswa yang memiliki skor total aitem-aitem yang rendah pada kuesioner Stres yang disusun berdasarkan Sarafino (2006) dan Taylor (2009).


(47)

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi adalah seluruh individu atau penduduk yang dimaksudkan untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai jumlah penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai sifat yang sama (Hadi, 2004).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA kelas 3 di Kota Medan. Karakteristik sampel penelitian ini adalah :

a. Remaja tengah 15-18 tahun

Hal ini disebabkan siswa SMA umumnya berada dalam rentang usia ini. b. Siswa kelas 3

Pemilihan siswa kelas 3 SMA dalam penelitian ini karena siswa SMA kelas 3 akan segera menghadapi Ujian Nasional.

Sugiarto (2003) berpendapat bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan analisis data dengan statistik, besar sampel yang paling kecil adalah 30, walaupun ia juga mengakui bahwa banyak peneliti lain menganggap bahwa sampel sebesar 100 merupakan jumlah minimum. Oleh sebab itu, sampel dalam penelitian ini berjumlah 400 orang.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster random sampling adalah metode yang digunakan untuk memilih sampel yang berupa kelompok dari beberapa kelompok (group atau cluster) dimana setiap kelompok terdiri dari beberapa unit yang lebih kecil (element), jumlah element dari masing-masing kelompok (size of cluster) bisa sama maupun berbeda. Kelompok-kelompok tersebut dapat dipilih dengan baik dengan menggunakan metode acak sederhana maupun acak sistematis dengan pengacakan pada kelompok


(48)

pertamanya saja (Sugiarto, 2003). Dalam teknik pengambilan sampel ini, sampel diambil secara acak terhadap kelompok, bukan terhadap subjek secara individual (Azwar, 2000). Pengambilan sampel dilakukan secara acak terhadap cluster bukan terhadap individu, melainkan dari kelompok-kelompok individu. Sampling ini dipandang ekonomis, lebih mudah dan lebih murah.

Prosedur random (undian) pertama sekali dilakukan terhadap 21 Kecamatan di Kota Medan, kemudian diambil 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Medan Johor, Medan Petisah dan Medan Tuntungan. Dari masing-masing kecamatan diambil 2 sekolah. Pada Kecamatan Medan Johor yaitu SMA St. Petrus dan SMA Budi, pada Kecamatan Medan Petisah yaitu SMA N 4 dan SMA PGRI 1, dan di Kecamatan Tuntungan yaitu SMA N 17 dan SMA Pencawan. Selanjutnya dilakukan prosedur random terhadap kelas-kelas yang ada pada sekolah-sekolah yang telah terpilih, yaitu berjumlah 6 sekolah. Tiap sekolah akan diambil 1 kelas. Pada SMA St. Petrus yaitu kelas XII IPS 1, SMA Budi yaitu kelas XII IPA, SMA N 4 yaitu kelas XII IPA 4, SMA PGRI 1 yaitu kelas XII IPS, SMA N 17 yaitu kelas XII IPA 2, dan pada SMA Pencawan yaitu kelas XII IPA.

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala. Skala Likert dan skala Rating berisi kumpulan pernyataan yang diajukan kepada responden untuk diisi oleh responden.


(49)

1. Skala Stres

Skala ini merupakan skala dalam bentuk Rating (Rating Scale). Skala ini disusun berdasarkan respon individu terhadap stres menurut Sarafino (2006) dan Taylor (2009) yang terdiri dari respon fisiologis, emosi, kognitif, dan respon tingkah laku. Respon jawaban dalam penelitian menggunakan tiga pilihan yaitu sering, kadang-kadang, tidak pernah. Nilai pilihan bergerak dari 0 sampai 2. Bobot pernyataan yaitu, Selalu = 2, Jarang = 1, Tidak Pernah = 0. Di dalam skala Stres ini, setiap respon terhadap stres akan diukur berdasarkan respon stres yaitu fisiologs, kognitif, emosi dan tingkah laku sebagai berikut:

a. Respon fisiologis; dapat ditandai dengan detak jantung dan nafas meningkat, perut terasa mual, otot-otot menjadi tegang, khususnya lengan dan kaki

b. Respon kognitif; dapat terlihat lewat adanya keyakinan bahwa sebuah kejadian dapat mengancam atau merusak, tidak mampu dan gangguan dalam berkonsentrasi, gangguan pada tugas kognitif, adanya pikiran yang mengganggu, tidak wajar, dan berulang

c. Respon emosi; dapat muncul sangat luas, menyangkut emosi yang mungkin dialami individu meliputi rasa takut, cemas, rasa malu, dan kadang sikap tenang atau menyangkal

d. Respon tingkah laku; perilaku agresi, mudah marah, dan juga mempengaruhi perilaku menolong seseorang.

Berikut blue print berupa rancangan jumlah dan distribusi aitem dalam skala penelitian Stres sebelum diujicobakan :


(50)

Tabel 2. Distribusi aitem-aitem Stres No. Respon

terhadap stres

Indikator perilaku Aitem Jumlah

1. Fisiologis Detak jantung meningkat 1, 31, 32, 34 4

Perut terasa mual 2, 5, 6, 29 4

Otot-otot menjadi tegang khususnya tangan dan kaki

3, 4, 30, 33 4 2. Kognitif Adanya keyakinan bahwa sebuah kejadian

dapat mengancam atau merusak

27, 45, 47, 48 4 Tidak mampu dan gangguan dalam

berkonsentrasi

9, 10, 28, 46 4 Adanya pikiran yang mengganggu, tidak

wajar, dan berulang

7, 8, 25, 26 4

3. Emosi Rasa takut dan cemas 23, 40, 43, 44 4

Rasa malu 11, 12, 24, 39 4

Sikap tenang atau menyangkal 21, 22, 41, 42 4 4. Tingkah

laku

Perilaku agresi 13, 14, 20, 36 4

Mudah marah 17, 18, 37, 38 4

Perilaku menolong menurun 15, 16, 19, 35 4

Jumlah 48

Skala dalam penelitian ini akan diproses dengan diuji coba untuk mengetahui kualitas aitem-aitem sebelum digunakan pada penelitian yang sesungguhnya. Aitem-aitem yang kualitasnya kurang baik akan dibuang dan aitem-aitem yang berkualitas baik akan digunakan sebagai alat ukur penelitian yang sesungguhnya. Aitem-aitem yang berkualitas akan ditunjukan oleh koefisiensi korelasi yang tinggi, yaitu korelasi antara masing-masing aitem dengan aitem total.

Selain aitem-aitem tersebut, di dalam alat ukur juga tertera identitas diri yang harus diisi oleh subjek penelitian. Identitas diri itu meliputi nama, jenis kelamin, dan usia. Setelah uji coba selesai, maka selanjutnya peneliti melakukan


(51)

penomoran kembali terhadap aitem-aitem skala untuk dijadikan sebagai alat pengumpulan data penelitian yang sebenarnya.

2. Skala Pendekatan Belajar

Skala ini merupakan Skala dalam bentuk Skala Likert. Skala ini disusun berdasarkan tipe-tipe pendekatan belajar Biggs yaitu surface, deep, dan achieving. Respon jawaban dalam penelitian menggunakan 5 pilihan jawaban yaitu sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, sangat tidak setuju. Nilai pilihan bergerak dari 1 sampai 5. Bobot pernyataan yaitu, Sangat setuju = 5, Setuju = 4, Netral = 3, Tidak Setuju = 2 Sangat Tidak Setuju = 1.

Di dalam skala Pendekatan Belajar ini, setiap tipe pendekatan belajar akan diukur berdasarkan karakteristik masing-masing pendekatan belajar sebagai berikut:

a. Pendekatan Surface

i. Motivasi ekstrinsik (Siswa belajar hanya untuk memenuhi beberapa tujuan)

ii. Strategi yang digunakan adalah menemukan topik yang penting, menghapalkannya dan menirukannya kembali dengan tepat dan masuk akal, menggunakan pengulangan yang berdasarkan pada prosedur

iii. Siswa tidak melihat tugas tersebut secara keseluruhan, tetapi seperti rangkaian sub-task yang tidak berhubungan, makna dan hubungannya dihindari

b. Pendekatan Deep


(52)

ii. Menggunakan strategi yang logis untuk memuaskan rasa keingintahuan dengan menemukan sebanyak mungkin pengetahuan dan memahaminya iii. Siswa akan menghubungkan tugas dengan kode-kode umum atau kedalam

konteks personal yang bermakna c. Pendekatan Achieving

i. Motivasi ekstrinsik dengan ciri ego-enhancement (Ambisi pribadi yang besar dalam meningkatkan prestasi keakuan dirinya dengan cara meraih indeks prestasi setinggi-tingginya)

ii. Memiliki keterampilan belajar (study skill) yaitu cerdik dan efisien dalam mengatur waktu, ruang kerja, dan penelaahan isi silabus

iii. Sangat disiplin, rapi dan sistematis serta berencana untuk terus maju kedepan (plan ahead).

Berikut blue print berupa rancangan jumlah dan distribusi aitem dalam skala Pendekatan Belajar sebelum diujicobakan :


(53)

Tabel 3. Distribusi aitem-aitem Pendekatan Belajar

Skala dalam penelitian ini akan diproses dengan diuji coba untuk mengetahui kualitas aitem-aitem sebelum digunakan pada penelitian yang sesungguhnya. Aitem-aitem yang kualitasnya kurang baik akan dibuang dan aitem-aitem yang berkualitas baik akan digunakan sebagai alat ukur penelitian yang sesungguhnya. Aitem-aitem yang berkualitas akan ditunjukan oleh koefisiensi korelasi yang tinggi, yaitu korelasi antara masing-masing aitem dengan aitem total

No. Tipe-tipe pendekatan

belajar

Indikator Perilaku Aitem Jumlah

1. Surface Motivasi ekstrinsik (Belajar hanya untuk memenuhi beberapa tujuan)

1, 14, 44, 45, 32

5 Strategi yang digunakan adalah

menemukan topik yang penting dan mengulangi/ menghapal dengan tepat

26, 28, 29, 33, 41

5

Tidak melihat tugas tersebut secara keseluruhan

5, 6, 21, 22, 34

5 2. Deep Motivasi intrinsik (Ketertarikan

secara intrinsik pada tugas)

3, 11, 12, 35, 36

5 Memahami apa yang dipelajari 4, 7, 8, 17, 25 5 Menghubungkan tugas dengan

kode-kode umum atau konteks personal yang bermakna

9, 10, 18, 19, 27

5

3. Achieving Motivasi ekstrinsik dengan ciri ego-enhancement (Ambisi pribadi)

20, 23, 24, 30,31

5 Memiliki keterampilan belajar

(study skill)

37, 38, 40, 42, 43

5 Sangat disiplin, rapi dan sistematis 2, 13, 15, 16,

39

5


(54)

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas

Pengujian validitas diperlukan untuk mengetahui apakah skala pada penelitian ini mampu menghasilkan data akurat sesuai dengan tujuan ukurnya. Validitas alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini adalah validitas isi yaitu validitas yang menunjukkan sejauh mana aitem dalam skala mencakup keseluruhan isi yang hendak diungkap oleh tes tersebut. Hal ini berarti isi alat ukur tersebut harus komprehensif dan memuat isi yang relevan serta tidak keluar dari batasan alat ukur (Azwar, 2000). Validitas isi memiliki dua tipe yaitu validitas muka dan validitas logik.

a. Validitas muka

Validitas muka adalah tipe validitas yang paling rendah signifikansinya karena hanya didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan tes. Apabila penampilan tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkap apa yang hendak diukur maka dapat dikatakan bahwa validitas muka telah terpenuhi. Tes yang memiliki validitas muka yang tinggi akan memancing motivasi individu yang dites untuk menghadapi tes tersebut dengan sungguh-sungguh (Azwar, 2000).

b. Validitas logik

Validitas logik disebut juga validitas sampling. Validitas tipe ini menunjuk pada sejauhmana isi tes merupakan representasi dari ciri-ciri atribut yang hendak diukur. Untuk memperoleh validitas logik yang tinggi, suatu tes harus dirancang sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi aitem yang relevan


(55)

dan perlu menjadi bagian tes secara keseluruhan. Suatu objek ukur yang yang hendak diungkap oleh tes haruslah dibatasi lebih dahulu kawasan perilakunya secara seksama dan konkret. Batas-batas perilaku yang kurang jelas akan menyebabkan terikutnya aitem-aitem yang tidak relevan dan tertinggalnya bagian penting dari tes yang bersangkutan (Azwar, 2000).

Penilaian validitas isi tergantung pada penilaian subjektif individual. Hal ini dikarenakan estimasi validitas isi tidak melibatkan perhitungan statistik apapun melainkan dengan analisis rasional dan melalui professional judgement (Azwar, 2004). Dalam penelitian ini, peneliti meminta professional judgement yaitu dosen pembimbing peneliti dan dosen bidang psikometri.

2. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas alat ukur menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya (Suryabrata, 2000). Uji reliabilitas yang digunakan adalah koefisien alpha Chronbach. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx‟) yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendahnya reliabilitas.

Ebel (dalam Azwar, 2005) terdapat suatu panduan dalam evaluasi indeks diskriminasi aitem, yaitu :


(56)

Tabel 4. Evaluasi Indeks Diskriminasi Aitem No Indeks diskriminasi

(d)

Evaluasi

1. ≥ 0,40 Bagus sekali

2. 0,30-0,39 Lumayan bagus

3. 0.20-0,29 Belum memuaskan, perlu diperbaiki 4. < 0,20 Jelek dan harus dibuang

Uji reliabilitas alat ukur dilakukan dengan menggunakan program SPSS for Windows Versi 13.0.

3. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba skala Stres dan skala Pendekatan Belajar dilakukan pada siswa SMA N 2 Medan yang memenuhi syarat menjadi sampel dalam uji coba penelitian. Untuk melihat daya diskriminasi aitem, dilakukan analisa uji coba dengan menggunakan aplikasi komputerSPSS versi 14.

1. Skala Stres

Hasil uji coba skala Stres menghasilkan 40 aitem yang diterima dari 48 aitem yang diujicobakan. Empat puluh aitem sahih yang akan digunakan dalam penelitian, memiliki koefisien korelasi yang berkisar antara rxx = 0.303 sampai

dengan rxx = 0,587 (N= 48) dan reliabilitas sebesar 0.922.

Aitem-aitem yang sahih ini kemudian disusun kembali dengan melakukan penomoran ulang untuk dijadikan alat pengumpulan data penelitian yang sebenarnya. Penomoran kembali ini, dapat dilihat dari tabel berikut :


(57)

Tabel 5. Distribusi Aitem-Aitem Skala Stres

No. Respon

terhadap stres

Aitem Jumlah

1. Fisiologis 1, 2, 3, 4, 5, 6, 23, 24, 25, 26, 27, 28

12 2. Kognitif 7, 8, 9, 10, 12, 19, 20, 22, 31, 38,

39, 40

12 3. Emosi 11, 16, 17, 18, 21, 32, 33, 34, 35,

36, 37

11

4. Tingkah laku 13, 14, 15, 29, 30 5

Jumlah 40

2. Skala Pendekatan Belajar

Hasil uji coba skala Stres menghasilkan 40 aitem yang diterima dari 45 aitem yang diujicobakan. Dari 40 aitem yang sahih hanya akan digunakan 39 aitem agar masing-masing tipe pendekatan belajar mempunyai jumlah yang sama. Tiga belas aitem durface yang digunakan dalam penelitian, memiliki koefisien korelasi yang berkisar antara rxx = 0.300 sampai dengan rxx = 0,554 dan reliabilitas

sebesar 0.767 (N = 15). Tiga belas aitem deep yang digunakan dalam penelitian, memiliki koefisien korelasi yang berkisar antara rxx = 0.337 sampai dengan rxx =

0,632 dan reliabilitas sebesar 0.847 (N = 15). Tiga belas aitem achieving yang digunakan dalam penelitian, memiliki koefisien korelasi yang berkisar antara rxx =

0.305 sampai dengan rxx = 0,605 (N = 45) dan reliabilitas sebesar 0.828 (N = 15).

Aitem-aitem yang sahih ini kemudian disusun kembali dengan melakukan penomoran ulang untuk dijadikan alat pengumpulan data penelitian yang sebenarnya. Penomoran kembali ini, dapat dilihat dari tabel berikut :


(58)

Tabel 6. Distribusi Aitem-Aitem Skala Pendekatan Belajar No. Tipe-tipe

pendekatan belajar

Aitem Jumlah

1. Surface 1, 5, 6, 12, 19, 23, 25, 26, 29, 30, 31, 37, 40 13 2. Deep 3, 4, 7, 8, 9, 11, 15, 16, 17, 22, 24, 32, 33 13 3. Achieving 2, 13, 14, 18, 20, 21, 27, 28, 34, 35, 36, 38, 39 13

Jumlah 39

F. Prosedur Penelitian

Sebelum dilaksanakan penelitian di lapangan maka peneliti perlu melakukan beberapa prosedur, yaitu: tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap pengolahan data.

1. Tahap persiapan penelitian a. Persiapan alat ukur

Sebelum melakukan uji coba alat ukur, peneliti terlebih dahulu menyiapkan alat ukur yang akan digunakan. Penyusunan skala ini didahului dengan membuat cetak biru yang kemudian dilanjutkan dengan operasionalisasi dalam bentuk aitem-aitem pernyataan.

Skala Stres yang digunakan merupakan alat ukur yang disusun oleh peneliti berdasarkan respon-respon terhadap stres yang dikemukakan oleh Sarafino (2006) dan Taylor (2009). Skala Pendekatan Belajar yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti berdasarkan tipe-tipe pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Biggs (1934 dan 2007).


(59)

Skala Stres dan Pendekatan Belajar dibuat dalam bentuk booklet ukuran kertas A4 yang terdiri dari 93 pernyataan. Dalam booklet ini terdapat dua bagian yaitu Skala Stres dengan 3 alternatif jawaban dan Skala Pendekatan Belajar dengan 5 alternatif jawaban.

Sebelum skala tersebut dijadikan alat ukur yang sebenarnya dalam penelitian, maka terlebih dahulu diujicobakan kepada 280 siswa SMA N 2 Medan yang memiliki karakteristik yang sama dengan sampel penelitian. Pelaksanaan uji coba alat ukur berlangsung sejak pada tanggal 24 Februari 2011.

Setelah diujicobakan, maka data yang diperoleh selanjutnya diuji validitas dan reliabilitasnya melalui koefisien alpha cronbach dengan menggunakan SPSS version 14.0 for windows. Aitem-aitem yang sahih kemudian disusun kembali dalam bentuk booklet untuk dijadikan alat ukur yang sebenarnya.

b. Perizinan

Sebelum melakukan persiapan dalam hal perizinan peneliti menentukan tempat penelitian. Kemudian peneliti meminta surat izin pengambilan data kepada pihak Fakultas Psikologi untuk diajukan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan. Selanjutnya peneliti meminta surat dari Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan untuk memberikan izin melakukan penelitian disekolah yang menjadi sampel penelitian. Disertai dengan surat dari Dinas Pendidikan kemudian peneliti meminta izin kepada Kepala Sekolah yang terkait agar memberi izin dan mengatur jadwal untuk melakukan penelitian.


(1)

3. Kategorisasi Kondisi Siswa Menghadapi Ujian Nasional

Data empirik menunjukkan bahwa subjek penelitian yang tergolong kedalam kategori stres sebanyak 51 orang dan kategori tidak stres sebanyak 52 orang.

4. Pendekatan Belajar

Data empirik menunjukkan bahwa dari 103 subjek penelitian 6 orang menggunakan pendekatan belajar surface, 73 orang menggunakan pendekatan belajar deep, dan 24 orang menggunakan pendekatan belajar achieving.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang dikemukakan, maka peneliti mengemukakan beberapa saran. Saran-saran yang dikemukakan oleh peneliti diharapkan dapat berguna bagi perkembangan kelanjutan studi ilmiah.

1. Saran Metodologis

a. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat labih banyak lagi mengumpulkan informasi dan literatur tentang pendekatan belajar.

b. Pendekatan belajar yang dipilih siswa dipengaruhi oleh kondisi siswa dan pengajaran guru, untuk penelitian selanjutnya diharapkan agar meneliti pengaruh pengajaran guru terhadap pendekatan belajar.


(2)

2. Saran Praktis

a. Agar guru dan orangtua tetap memberi dukungan pada anak dalam kegiatan belajar agar anak tetap menggunakan pendekatan belajar yang baik dalam kegiatan belajarnya.

b. Agar siswa tetap menggunakan pendekatan belajar yang tidak hanya sekedar menghapal tetapi juga memahami dan mengaplikasikan apa yang dipelajari.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2000). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Biggs, J. B. (1934). The Process of Learning. Victoria: Prentice-Hall of Australia Pty Ltd.

Biggs, J.B. (1987). Student approaches to learning and studying. Melbourne: Australian Council for Educational Research.

Biggs, J. B & Tang, C. (2007). Teaching for Quality Learning at University (3rd edition). Berkshire: Open University Press.

Cooper, Cary L. (2005). Handbook of Stress medicine and Health (2nd edition). America: CRC Press LLC.

Evans, C.J., Kirby J.R., & Fabrigar, L.R. (2003). Approaches to learning, need for cognition, and strategic flexibility among university students. British Journal of Educational Psychology, 73, 507–528.

Everly, Jr. George & Lating, Jeffrey M. (2002). A Clinical Guide to the Treatment of the Human Stress Response (2nd edition). New York: Kluwer Academic/Plenum Publishers.

Gultom, Dapot P. (2010). Depresi pada Anak karena Harapan Orang Tua Terlalu Tinggi.http://www.kadnet.info/web/index.php?option=com_content&view =article&id=1993:depresi-pada-anak-karena-harapan-orang-tua-terlalu tinggi&catid=43:rumah-tangga&Itemid=63[on-line] diakses tanggal 21 Oktober 2010.

Gultom, Syawal. (2010). Lima Persepsi Salah Tentang UN.

http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article& id=100688:lima-persepsi-salah-terhadap-un&catid=25:artikel&Itemid=44 [on-line] 12 November 2010.


(4)

Gunarsa, S.D. (2004). Psikologi Praktis: Anak, Remaja & Keluarga. Cetakan ketujuh. Jakarta: Gunung Mulia.

Hadi, S. (2004). Metodologi Research (Jilid 1-2). Yogyakarta: Andi Offset.

Hamilton, Ian Stuart. (2007). Dictionary of Psychological Testing, Assessment, and Treatment (2nd edition). London and Philadelphia: Jessica Kingsley Publishers.

Hasan, Iqbal. (2009). Analisa Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara.

Hurlock, E.B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga.

Ice, Gillian H & Jamen, Gary D.(2007). Measuring Stress in Humans. New York: Cambridge University Press.

Ipriansyah. (2009). 10 Persen Peserta UN Stres.

http://www.hariansumutpos.com/2010/05/44259/10-persen-peserta-un-stres.html [on-line] diakses tanggal 25 Oktober 2010.

Monks. (1999). Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Muharrifah, Asroheni. (2009). Interaksi Antara Remaja, Ayah, dan Sekolah Serta Hubungannya dengan Tingkat Stres dalam Menghadapi Ujian Nasional. http://www.findarticle.com [on-line] diakses tanggal 12 November 2010.

Needlman, R. (2004). Adolescent Stress.

http://www.drspock.com/articel/0,1510,7961,00.html [on-line] 21 November 2010.


(5)

Panyaruwe. (2010). Ujian Nasional 2010.

http://panyaruwe.wordpress.com/category/ujian-nasional-2010/ [on-line] 12 November 2010.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 2008. Bandung: Yrama Widya

Purba, Lambok. (2010). Hakekat Ujian Nasional.

http://lambokpurba.wordpress.com/2010/09/29/contoh-artikel/ [on-line] 09 Februari 2011

Raharjo, Yulianto. (2007). Faktor-Faktor Penyebab Stres Pada Siswa SMA (Penelitian Deskriptif Terhadap Siswa SMAN 5 Bandung Tahun Pelajaran 2006/2007). http://www.findarticle.com [on-line] 12 Oktober 2010.

Sarafino, E. P. (2006). Health Psychology: Biopsychosocial Interactions (4th edition). United State of America: John Willey & Son, Inc.

Sugiarto, Siagian D., Sunaryanto, L.T., Oetomo, D.S. (2003). Teknik Sampling. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Suryabrata, Sumardi. (1984). Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali.

Suryabrata, Sumardi. (2000) Metodologi Penelitian. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Sutrisno, Bambang MPd. (2009). Haruskah Panik Saat Ujian Nasional.

(http://mitrafm.com/blog/ 2009/01/28/haruskah-panik-saat-ujian-nasional/) [on-line] 12 Oktober 2010.

Syah, Muhibbin. (2003). Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Taylor, S. E. (2009). Health psychology (7th edition). New York: McGraw Hills, Inc.


(6)

Tukimin. (2010). Kausalitas Ujian Nasional dan Perilaku Siswa -Guru. http://www.sripoku.com/view/22873/kausalitas_un_dan_prilaku_siswa-guru [on-line] 21 Oktober 2010.

Tempo. (2005). Kontroversi Ujian Nasional.

http://antikorupsi.org/indo/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&i d=3764 [on-line] 09 Februari 2011

Zeeger, Peter. (2002). A Revision of the Biggs‟ Study Process Questionnaire (R

-SPQ). Higher Education Research & Development, Vol. 21, No. 1

Zimbardo. (2000). Psychology and Life. United State of America: Scott, Foresman and Company.


Dokumen yang terkait

STRES MENGHADAPI UJIAN [Compatibility Mode]

0 2 11

KONTROL DIRI DAN KECEMASAN SISWA SMA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL Kontrol Diri Dan Kecemasan Siswa Sma Dalam Menghadapi Ujian Nasional.

0 2 15

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN ANTARA SISWA KELAS X YANG MENGIKUTI DENGAN YANG TIDAK MENGIKUTI Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Siswa Kelas X Yang Mengikuti Dengan Yang Tidak Mengikuti Bimbingan Belajar Dalam Menghadapi Ujian Semester Di SMA N 1 Gubug.

0 1 14

PENDAHULUAN Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Siswa Kelas X Yang Mengikuti Dengan Yang Tidak Mengikuti Bimbingan Belajar Dalam Menghadapi Ujian Semester Di SMA N 1 Gubug.

0 2 5

PERBEDAAN TINGKAT STRES PRIMIGRAVIDA YANG BEKERJA DENGAN YANG TIDAK BEKERJA DI KECAMATAN JAKENAN Perbedaan tingkat stres primigravida yang bekerja dengan yang tidak bekerja di kecamatan jakenan kabupaten pati.

0 1 15

PERBEDAAN TINGKAT STRES PRIMIGRAVIDA YANG BEKERJA DENGAN YANG TIDAK BEKERJA DI KECAMATAN JAKENAN Perbedaan tingkat stres primigravida yang bekerja dengan yang tidak bekerja di kecamatan jakenan kabupaten pati.

0 2 12

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN ANTARA SISWA YANG MENGIKUTI DAN TIDAK MENGIKUTI BIMBINGAN BELAJAR DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL DI SMA NEGERI 5 SURAKARTA.

0 0 10

INTERAKSI ANTARA REMAJA, AYAH, DAN SEKOLAH SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT STRES DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL PADA SISWA SMA

0 0 10

Perbedaan Persiapan Siswa yang Hasil Belajar Tinggi dan Rendah dalam Menghadapi Ujian Nasional

0 0 7

Tingkat stres siswa SMA Kelas XII di Yogyakarta dalam menghadapi ujian nasional - USD Repository

0 1 171