PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGHAFAL TERJEMAH HADITS MENGGUNAKAN MODEL SAVI PADA MATA PELAJARAN AL-QUR’AN HADITS KELAS III MI DARUN NAJAH KAJEKSAN TULANGAN SIDOARJO.

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGHAFAL TERJEMAH HADITS MENGGUNAKAN MODEL SAVI PADA MATA PELAJARAN AL-QUR’AN

HADITS KELAS III MI DARUN NAJAH KAJEKSAN TULANGAN SIDOARJO

SKRIPSI

Oleh:

AMALIYA IRANTY NINGSIH NIM. D07212002

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDA’IYAH FEBRUARI 2016


(2)

ii SIDOARJO

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Tarbiyah dan Keguruan

Oleh:

AMALIYA IRANTY NINGSIH NIM. D07212002

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDA’IYAH FEBRUARI 2016


(3)

(4)

(5)

(6)

iii

ABSTRAK

Amaliya Iranty Ningsih, D07212002, Peningkatan Kemampuan Menghafal Terjemah Hadits Menggunakan Model SAVI pada Mata Pelajaran

Al-Qur’an Hadits Kelas III MI Darun Najah Kajeksan Tulangan Sidoarjo,

Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtida’iyah (PGMI). Fakultas Tarbiyyah dan Keguruan (FTK). Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, Skripsi Februari 2016.

Kata Kunci: Kemampuan Menghafal Terjemah Hadits, Al-Qur’an Hadits, Model SAVI

Peserta didik MI Darun Najah selalu merasa bosan dan kesulitan menghafal terjemah hadits dikarenakan pembelajaran yang masih menggunakan metode konvensional. Dari 16 peserta didik hanya 4 peserta didik saja yang lancar menghafal terjemahnya baik menghafal setiap mufrodat maupun secara keseluruhan. Maka dari itu, untuk meningkatkan kemampuan menghafal terjemah hadits, peneliti mengambil tindakan pembelajaran melalui model SAVI yang sintaksnya meliputi: persiapan, penyampaian, pelatihan, dan penampilan hasil yang dilakukan dalam 2 siklus.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Bagaimana penerapan model SAVI dalam rangka meningkatkan kemampuan menghafal terjemah hadits pada mata pelajaran Al-Qur’an Hadits kelas III MI Darun Najah Kajeksan Tulangan Sidoarjo? (2) Bagaimana peningkatan kemampuan menghafal hadits pada mata pelajaran Al-Qur’an Hadits setelah menggunakan model SAVI bagi peserta didik kelas III MI Darun Najah Kajeksan Tulangan Sidoarjo?

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode kolaboratif antara kuantitatif dan kualitatif dengan tujuan meningkatkan kemampuan menghafal terjemah hadits. Subjek penelitian adalah peserta didik kelas III MI Darun Najah Kajeksan Tulangan Sidoarjo. Dalam pengumpulan data penulis menggunakan teknik tes yang berupa tes lisan dan juga teknik non tes yang terdiri dari: observasi, wawancara, dokumentasi, dan catatan lapangan. Model PTK yang digunakan yaitu model Kurt Lewin yang dalam satu siklus terdiri dari empat komponen, meliputi: Perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Penerapan model SAVI berjalan dengan baik melalui perbaikan pada setiap siklus. Dalam kegiatan pembelajaran dapat dilihat dari aktivitas guru dan siswa yang mengalami peningkatan dari siklus I dengan kategori baik dan cukup kemudian menjadi kategori sangat baik dalam siklus II. (2) Kemampuan menghafal terjemah hadits juga mengalami peningkatan, dari KKM 75 yang harus dicapai oleh setiap individu pada siklus I sebanyak 8 peserta didik menjadi 11 peserta didik yang tuntas pada siklus II. Nilai rata-rata yang dicapai secara klasikal pada siklus I sebesar 72 menjadi 84,5 pada siklus II dan dinyatakan tuntas. Sedangkan prosentase ketuntasan menghafal terjemah hadits pada siklus I masih mencapai 50% menjadi 68,75% pada siklus II dengan kategori baik.


(7)

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN MOTTO ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tindakan yang dipilih ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Lingkup Penelitian ... 10

F. Signifikansi Masalah ... 10

BAB II : KAJIAN TEORI A. Tinjauan Kemapuan Menghafal 1. Kemampuan Menghafal ... 12


(8)

iv

2. Perlunya Kemampuan Menghafal ... 14

3. Cara Meningkatkan Kemampuan Menghafal ... 15

4. Indikator Kemampuan Menghafal ... 16

B. Definisi Terjemah ... 19

C. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits ... 21

D. Tinjauan Hadits tentang Sholat Berjama’ah 1. Pengertian Hadits ... 21

2. Fungsi Hadits ... 22

3. Pengertian Sholat Berjama’ah ... 22

4. Materi Hadits tentang Sholat Berjama’ah a. Bacaan Hadits tentang Sholat Berjama’ah ... 23

b. Arti Mufrodat Hadits tentang Sholat Berjama’ah ... 23

c. Pokok Kandungan Hadits tentang Sholat Berjama’ah ... 24

d. Hikmah Sholat Berjama’ah ... 24

e. Perilaku Cermin Pemahaman Hadits tentang Sholat Berjama’ah ... 25

E. Model Pembelajaran SAVI 1. Pengertian Model SAVI ... 26

2. Komponen Model SAVI ... 27


(9)

v

4. Prinsip-Prinsip Model Pembelajaran SAVI ... 35

5. Kelemahan dan Kelebihan Model Pembelajaran SAVI .. 36

6. Aplikasi Model Pembelajaran SAVI pada Pembelajaran Al-Qur’an Hadits di Madrasah Ibtida’iyah Darun Naajah ... ... 38

BAB III : METODE PENELITIAN A. Metode penelitian ... 41

B. Setting Penelitian dan Karakteristik Subyek Penelitian ... 45

C. Variabel yang di Teliti... 46

D. Rencana Tindakan ... 46

E. Data dan Cara Pengumpulannya ... 51

F. Indikator Kinerja ... 55

G. Tim Peneliti dan Tugasnya ... 56

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 58

1. Siklus I ... 59

2. Siklus II ... 79

B. Pembahasan ... 93

BAB V : PENUTUP A. Simpulan ... 98


(10)

vi DAFTAR PUSTAKA

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN RIWAYAT HIDUP

LAMPIRAN-LAMPIRAN SURAT TUGAS

SURAT KOSNSULTASI BIMBINGAN SURAT IZIN PENELITIAN


(11)

vii

DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13

Hasil Observasi Guru Siklus I ... Hasil Observasi Peserta Didik pada Siklus I ... Hasil Nilai Peserta Didik pada Tes Hafalan Terjemah

Mufrodat Siklus I ... Hasil nilai peserta didik dalam hafalan terjemah hadits

sholat berjama’ah secara keseluruhan pada Siklus I ...

Hasil Nilai Peserta didik pada siklus I yang didapat dari penjumlahan nilai hafalan terjemah mufrodat dan terjemah keseluruhan ...

Rekapitulasi Hasil Tes Siklus I ... Langkah Perbaiakan untuk siklus II ... Hasil Observasi Guru Siklus II ... Hasil Observasi Peserta Didik pada Siklus II ... Hasil Nilai Peserta Didik pada Tes Hafalan Terjemah

Mufrodat Siklus II ... Hasil nilai peserta didik dalam hafalan terjemah hadits sholat

berjama’ah secara keseluruhan pada Siklus II... Hasil Nilai Peserta didik pada siklus I yang didapat dari

penjumlahan nilai hafalan terjemah mufrodat dan terjemah keseluruhan...

Rekapitulasi Hasil Tes Siklus II ... ... 62 68 72 73 74 75 77 80 85 89 89 90 91


(12)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Alur Penelitian Tindakan Kelas ... 43 Gambar 4.1 Diagram batang 1 ... 92


(13)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Gambaran Umum tentang MI Darun Najah Lampiran 2 Nilai KKM di MI Darun Najah

Lampiran 3 Lembar Validasi Siklus I

Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 108

Lampiran 5 Hasil Nilai Siklus I ... 122

Lampiran 6 Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I ... 125

Lampiran 7 Hasil Observasi Aktivitas Peserta Didik Siklus I ... 128

Lampiran 8 Pedoman Wawancara untuk Peserta Didik Siklus I ... 131

Lampiran 9 Pedoman Wawancara untuk Guru Siklus I ... 132

Lampiran 10 Lembar Validasi Siklus II Lampiran 11 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 133

Lampiran 12 Hasil Nilai Siklus II ... 148

Lampiran 13 Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus II ... 151

Lampiran 14 Hasil Observasi Aktivitas Peserta Didik Siklus II ... 154

Lampiran 15 Pedoman Wawancara untuk Peserta Didik Siklus II ... 157

Lampiran 16 Pedoman Wawancara untuk Guru Siklus II ... 158


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Salah satu materi terpenting bagi umat Islam adalah belajar membaca Al-Qur’an, karena Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam. Oleh sebab itu, belajar Al-Qur’an adalah suatu kewajiban.1 Mata pelajaran Al-Qur’an Hadits di Madrasah Ibtida’iyah adalah salah satu mata pelajaran PAI yang menekankan pada kemampuan membaca dan menulis Al-Qur’an dan hadits dengan benar, serta hafalan terhadap surat-surat pendek dalam Al-Qur’an, pengenalan arti atau makna secara sederhana dari surat-surat pendek tersebut dan hadits-hadits tentang akhlak terpuji untuk di amalkan dalam kehidupan sehari-hari melalui keteladanan dan pembiasaan.

Menghafal hadits beserta terjemahannya sangatlah penting, karena Al-Qur’an dan hadits merupakan pedoman hidup manusia yang utama. Al-Qur’an adalah kitab suci yang di turunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Sedangkan hadits adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad saw yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya.2

1

Suryani, Hadits Tarbawi: Analisis Pedadogis Hadits-Hadits Nabi, (Yogyakarta: Teras, 2012), 55. 2


(15)

2

Nabi Muhammad bersabda: “Cintailah Allah yang telah mencurahkan nikmat pada kalian, cintailah aku (Muhammad) dikarenakan aku mencintai Allah, dan cintailah Ahlu Baitku.”(HR. Baihaqi).3 Hadits ini menerangkan bahwa kita semua dianjurkan untuk mencintai beliau (Nabi Muhammad) tidak hanya sekedar mengikuti segala jejaknya namun juga dengan mengamalkan segala perkataan dan perbuatannya (sunnah-sunnahnya).

Dengan demikian, kita perlu menanamkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad saw melalui hadits-hadits sederhana yang harus dikenalkan kepada anak-anak di usia dini, terutama di tingkatan MI. Bukan hanya dikenalkan, akan tetapi hadits juga harus dihafal dan diterapkan oleh anak-anak usia dini di kehidupan sehari-hari dengan harapan agar anak-anak-anak-anak terbiasa melakukan perkataan dan perbuatan yang sesuai dengan Nabi Muhammad dan baik menurut agama Islam. Jika hadits sudah dikenalkan, dihafal, difahami terjemahannya dan diterapkan kepada anak-anak usia dini, maka mereka akan mudah mengingatnya walaupun sudah beranjak dewasa.

Pepatah mengatakan: “Menuntut ilmu di waktu kecil bagai mengukir di atas batu, sedangkan menuntut ilmu di waktu tua bagai mengukir di atas air.” Bukan hanya itu saja, apabila kita mengenalkan hadits beserta terjemahannya kepada anak-anak, apalagi menghafal dan menerapkan pada kehidupan sehari-hari pemahaman anak lebih mudah untuk kita bentuk dan arahkan ke tingkah laku yang lebih baik.

3


(16)

Oleh karena itu, KKM mata pelajaran Al-Qur’an Hadits di MI Darun Najah yang ditetapkan dan harus dicapai adalah 7,5, namun sangat sulit untuk dicapai bagi peserta didik di MI Darun Najah. Ternyata masalah ini ditimbulkan karena banyak peserta didik yang merasa kesulitan menghafal hadits beserta terjemahannya setiap mufrodat maupun terjemahan secera keseluruahan dengan cepat dan tepat.

Pada saat apersepsi di pelajaran berikutnya, peseta didik sudah banyak yang lupa, dari 16 peserta didik dalam satu kelas hanya 25% dari peserta didik yang masih mampu menghafal hadits yang sudah dipelajari. Artinya hanya 4 peserta didik yang masih mampu mengingat dan menghafal hadits beserta terjemahannya dengan tepat dan benar.4

Setelah di analisis, ternyata ditemukan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan peserta didik MI Darun Najah dalam menghafal yakni:

1. Kondisi kelas yang kurang kondusif. 2. Pembahasan yang kurang menantang.

3. Kurang tertariknya peserta didik dalam pembelajaran menghafal. 4. Peserta didik sering merasa bosan apabila guru menyuruhnya

menghafalkan hadits terus menerus, apalagi mengingat beserta artinya dengan melengkapi hadits pada soal ulangan.

4

Hasil wawancara dengan A. Anshori guru kelas V dan Siti Mariyati guru kelas III MI Darun Najah, pada tanggal 27 Maret 2015.


(17)

4

5. Peserta didik merasa kesulitan menghafal hadits beserta terjemahannya dengan cepat dan tepat.

6. Kurangnya peran peserta didik MI Darun Najah dalam proses pembelajaran.

Suasana pada saat pembelajaran Al-Qur’an Hadits selalu tenang dan membosankan, karena peserta didik hanya mendengarkan guru ceramah dan menghafalkan beberapa hadits yang ada di buku peserta didik. Alokasi waktu yang disediakan untuk pembelajaran Al-Qur’an Hadits adalah 2 JP/minggu. Sebelum mengajar, guru tidak menyiapkan RPP terlebih dahulu ataupun melihat dan membaca RPP terlebih dahulu. Biasanya guru meminta peserta didik membuka buku pelajaran, diterangkan sekilas tentang hadits tersebut, membaca haditsnya, lalu menghafal dan maju satu persatu di depan kelas. Seakan-akan menghafal hadits dirasa tidak penting dan bapak/ibu guru juga sering tidak menindak lanjuti apa yang sudah peserta didik hafalkan.

Dampaknya peserta didik akan merasa bosan dalam mengikuti pelajaran tersebut, peserta didik juga hanya mampu menghafal hadits pada saat pembelajaran berlangsung itu saja, satu pekan kemudian pada saat apersepsi untuk melafadzkan hadits yang sudah dihafalkan pada pembelajaran sebelumnya banyak yang sudah lupa dan tidak mampu mengingatnya kembali.

Disisi lain, guru mata pelajaran Al-Qur’an Hadits jarang meminta peserta didik untuk menghafal terjemahan hadits tiap mufrodat. Hal ini mengakibatkan peserta didik merasa kesulitan untuk mengerjakan soal yang


(18)

berisi perintah untuk melengkapi hadits, menterjemahkan hadits tiap mufrodat maupun menterjemahkan hadits secara keseluruhan pada saat ulangan harian, UTS, maupun UAS.

Berdasarkan paparan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa masalah pembelajaran menghafal hadits beserta terjemahannya dikarenakan kurangnya kreativitas dan inovasi seorang guru dalam menyampaikan pembelajaran karena pada saat proses belajar mengajar guru hanya mengajarkan hadits beserta terjemahannya pada mata pelajaran Al-Qur’an Hadits dengan menggunakan metode ceramah dan sekedar menghafal saja. Pada saat pembelajaran, gurunya juga belum ada perencanaan.

Oleh karena itu dalam meningkatkan kemampuan peserta didik MI Darun Najah diperlukan upaya pengembangan dengan memilih dan menerapkan model pembelajaran tertentu yang sekaligus dapat menghasilkan peningkatan kemampuan menghafal terjemah hadits MI Darun Najah. Tidak hanya dibaca dan dihafal saja, karena penyediaan pengalaman belajar adalah: 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat. 50% dari apa yang kita lihat dan dengarkan, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan. Hal ini sesuai dengan karakteristik peserta didik MI yang aktif dan selalu ingin pembelajaran yang menyenangkan. Jadi seorang guru harus membawa pembelajaran dengan menekankan keaktifan peserta didik untuk mengalami dan berlatih sendiri. Peneliti berharap menghafal hadits beserta


(19)

6

terjemahannya sebaiknya juga harus menyenangkan dan menggunakan sumber serta alat pembelajaran dari anggota tubuh kita dan sekeliling kita, seperti di saat mengucapkan kosa kata yang langsung kita praktekkan dengan gerakan tubuh untuk menggabungkan antara bayangan, imajinasi, dan kreatifitas yang ada di otak kanan. 5

Setelah mempelajari berbagai model pembelajaran yang telah dikembangkan dan diaplikasikan dalam dunia pendidikan, maka secara hipotesis model pembelajaran yang memungkinkan dapat tercapainya kemampuan menghafal seperti yang disebutkan di atas adalah model SAVI (Somatis, Auditory, Visual, dan Intelektual) yang pertama kali di perkenalkan oleh Dave Meier dengan menyajikan suatu sistem lengkap untuk melibatkan kelima indra dan emosi dalam proses belajar yang merupakan cara belajar secara alami. 6 Somatis artinya belajar dengan bergerak dan berbuat. Auditori artinya belajar dengan berbicara dan mendengar. Visual artinya belajar mengamati dan menggabarkan. Intelektual artinya belajar dengan memecahkan masalah dan menerangkannya.7

Peneliti menyimpulkan bahwa menghafal hadits beserta terjemahannya menggunakan model SAVI memiliki peran untuk memudahkan belajar peserta didik terutama pada bidang studi Al-Qur’an Hadits, sebab model ini

5

Khoirotul Idawati, Teknik Menghafal Al-Qur’an Model File Komputer Metode Hanifida, 2011.

6

Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Persada, 2013), 373-374

7

Dave Meier, The Accelerated Learning Handbook: Panduan Kreatif dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan, (Bandung: Kaifa, 2002), 90.


(20)

merupakan suatu cara mengajar dimana peserta didik melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan membawa suasana pembelajaran yang menyenangkan. Selain itu peneliti juga menkaji dari penelitian-penelitian terdahulu bahwa model pembelajaran SAVI telah memberikan hasil yang baik. Adapun hasil dari penelitian-penelitian terdahulu antara lain:

Pertama, penelitian dari Qismiyatil Hasanah yang berjudul PENERAPAN MODEL SAVI (SOMATIC, AUDITORY, VISUALIZATION, AND INTELECTUALLY) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VA SDN KERTOSONO 01 PADA MATA PELAJARAN PKn POKOK BAHASA KEPUTUSAN BERSAMA TAHUN PELAJARAN 2013. Subyek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VA SDN Kertosono 01 yang berjumlah 36 peserta didik. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara, dokumentasi, dan metode tes. Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus dimana tiap siklusnya . berdasarkan analisis yang diperoleh, menunjukkan bahwa penerapan model SAVI dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik. Hal tersebut dapat diketahui dari ketuntasan belajar peserta didik mulai dari siklus I sebesar 58,33% dan siklus II sebesar 91,66%.

Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan di atas, maka dalam Penelitian Tindakan Kelas ini peneliti memilih judul


(21)

8

MENGGUNAKAN MODEL SAVI PADA MATA PELAJARAN AL-QUR’AN HADITS KELAS III MI DARUN NAJAH KAJEKSAN TULANGAN SIDOARJO .”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti dapat merumuskan masalah seperti berikut:

1. Bagaimana penerapan model SAVI (Somatis, Auditory, Visual, dan Intelektual) dalam rangka meningkatkan kemampuan menghafal terjemah hadits pada mata pelajaran Al-Qur’an Hadits kelas III MI Darun Najah Kajeksan Tulangan Sidoarjo?

2. Bagaimana peningkatan kemampuan menghafal terjemah hadits pada mata pelajaran Al-Qur’an Hadits setelah menggunakan model SAVI bagi peserta didik kelas III MI Darun Najah Kajeksan Tulangan Sidoarjo?

C. Tindakan yang di Pilih

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, tindakan yang dipilih oleh peneliti untuk meningkatkan kemampuan menghafal hadits tentang sholat berjama’ah beserta terjemahannya pada mata pelajaran Al-Qur’an Hadits kelas III MI Darun Najah Kajeksan Tulangan Sidoarjo adalah menggunkan model SAVI (Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual) dimana


(22)

bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indra yang dimiliki oleh peserta didik.

Dengan menggunakan model SAVI diharapkan untuk mempermudah peserta didik dalam menghafal terjemah hadits selain itu juga menggunakan media gerakan tubuh yang melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indra, dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi dengan cara menghafal hadits menggunakan gerakan tubuh yang sesuai dengan kosa kata terjemahannya.

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditetapkan di muka, maka tujuan PTK ini adalah:

1. Untuk mengetahui penerapan model SAVI (Somatis, Auditory, Visual, dan Intelektual) dalam rangka meningkatkan kemampuan menghafal terjemah hadits pada mata pelajaran Al-Qur’an Hadits kelas III MI Darun Najah Kajeksan Tulangan Sidoarjo.

2. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan menghafal terjemah hadits pada mata pelajaran Al-Qur’an Hadits setelah menggunakan model SAVI bagi peserta didik kelas III MI Darun Najah Kajeksan Tulangan Sidoarjo.


(23)

10

E. Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi:

1. Penerapan model SAVI untuk meningkatkan kemampuan menghafal terjemah hadits tentang Sholat Berjama’ah pada peserta didik kelas III MI Darun Najah Kajeksan Tulangan sidoarjo.

2. Kemampuan menghafal terjemah hadits tentang sholat Berjama’ah yang diperoleh peserta didik pada mata pelajaran Al-Qur’an Hadits.

Adapun SK, KD, dan indikatornya sebagai berikut:

SK : 3. Memahami hadits tentang sholat berjama’ah

KD : 3.1. Menghafal hadits tentang sholat berjama’ah

Indikator :

1. Peserta didik mampu menghafal terjemah mufrodat hadits tentang sholat berjama’ah secara benar, tepat dan lancar.

2. Peserta didik mampu menghafal terjemah hadits tentang sholat berjama’ah secara keseluruhan dengan lancar.

F. Signifikansi Penelitian

Jika tujuan di atas dapat dicapai, maka hasil PTK ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Peserta didik. Untuk meningkatkan kemampuan menghafal terjemah hadits bagi peserta didik dalam proses pembelajaran mata pelajaran Al-Qur’an Hadits.


(24)

2. Guru mata pelajaran Al-Qur’an Hadits. Hasil PTK ini dapat menjadi masukan, menambah wawasan dan pengalaman serta memperkaya alternatif pilihan model pembelajaran sehingga guru Al-Qur’an Hadits dapat memilih atau mengkombinasikan dengan model lain untuk kepentingan peningkatan kualitas pada proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kemampuan peserta didik.

3. Guru Madrasah Ibtida’iyah. Sebagai guru MI khususnya MI Darun Najah dapat memperoleh informasi faktual PTK ini, dan dapat memanfaatkan dengan melakukan uji coba dengan setting kelas dan peserta didik yang lain.

4. Peneliti lain. Hasil PTK ini dapat menjadi bahan refleksi untuk melakukan PTK lebih lanjut pada setting kelas, lokasi, waktu, dan subjek yang berbeda, sehingga keajegan model/metode SAVI dapat dibuktikan secara empiris.


(25)

12

BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Kemampuan Menghafal

1. Kemampuan Menghafal

Dalam proses pembelajaran di sekolah kemampuan yang dimiliki oleh setiap peserta didik itu dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana tingkat perkembangannya. Adapun kemampuan berasal dari kata “mampu” yang mempunyai arti dapat atau bisa.

Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan.1 Menurut Albert Einsten, tokoh sains dengan kemampuan intelektual yang sangat tinggi. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas mental berfikir, menalar, dan memecahkan masalah.2

Menurut Mohammad zain dalam Milman Yusdi mengartikan bahwa kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan kita berusaha sendiri. Sedangkan anggit M. Sinaga dan Sri Hadiati mendefinisikan kemampuan sebagai suatu dasar seseorang yang dengan

1

Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini, (Jakarta: Kencana Persada Media Group, 2011), 97.

2

Wikipedia. Motivasi. http://id.wikipedia.org/wiki/kemampuan. Di akses pada tanggal 2015 Oktober 25


(26)

sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil. 3

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan seorang individu dalam menguasai suatu keahlian dan digunakan untuk mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan

Kata menghafal berasal dari kata ظفح – ظفحي – اظفح yang berarti menjaga, dan melindungi.4 Dalam kamus besar Bahasa Indonesia kata menghafal berasal dari kata hafal yang artinya telah masuk dalam ingatan tentang pelajaran atau dapat mengucapkan diluar kepala tanpa melihat buku atau catatan lain. Kemudian mendapat awalan me- menjadi menghafal yang artinya adalah berusaha meresapkan kedalam pikiran agar selalu ingat.5

Kata menghafal dapat disebut juga sebagai memori dimana apabila mempelajarinya maka membawa seseorang pada psikologi kognitif, terutama bagi manusia sebagai pengolah informasi. Secara singkat memori melewati tiga proses yaitu perekaman, penyimpanan dan pemanggilan.6

3

Milman Yusdi, http://milmanyusdi.blogspot.com, Pengertian Kemampuan. Diakses pada 2011 Juli 4

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia,, (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wadzuhryah, 1990), 105. 5

Desy anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Amelia, 2003), 318. 6


(27)

14

Menurut Kuswana menghafal artinya mendapatkan kembali atau pengembalian pengetahuan relevan yang tersimpan dari memori jangka panjang. 7

Menurut Bobbi menghafal adalah proses menyimpan data ke memori otak. Pikiran menyimpan segala sesuatu yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Artinya manusia memiliki memori yang sempurna, sedangkan kemampuan menghafal adalah kemampuan manusia dalam berfikir, menganalisa, berimajinasi, dan menyimpan informasi. Serta mengeluarkan atau memanggil informasi tersebut kembali.8

Kemampuan dalam menghafal adalah kesanggupan atau kecakapan seorang individu dalam menguasai suatu keahlian dan digunakan untuk mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan dengan menghafal yakni mengucapkan di luar kepala tanpa melihat buku atau catatan lain dalam pengajaran pelajaran tersebut.

2. Perlunya Kemampuan Menghafal

Dalam suatu pembelajaran, kemampuan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran merupakan hal yang penting. Untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik dalam menerima materi pelajaran dapat dilihat melalui data nilai. Hasil penilaian merupkan perwujudan dari penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang

7

Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Kognitif: Perkembangan Ragam Berfikir, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 115.

8


(28)

dipahami. Kemampuan merupakan kompetensi mendasar yang perlu dimiliki peserta didik yang mempelajari ruang lingkup materi tertentu dalam suatu mata pelajaran pada jenjang tertentu. Oleh karena itu perlunya kemampuan menghfal harus dimiliki oleh setiap peserta didik.

3. Cara Meningkatkan Kemampuan Menghafal

Untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menghafal terjemah hadits tentang Sholat Berjama’ah, usaha guru dalam pembelajaran diantaranya adalah peserta didik mampu menguasai materi pelajaran dengan baik, model dan media pembelajaran sesuai dengan materi yang sedang dipelajari. Pembelajaran Model SAVI dalam belajar memunculkan sebuah konsep belajar yang disebut Belajar Berbasis Aktivitas (BBA). Artinya, belajar dengan bergerak aktif dengan memanfaatkan indra sebanyak mungkin, dan membuat seluruh tubuh dengan pikiran terlibat dalam proses pembelajaran.

Proses pembelajaran yang dirancang dengan semenarik mungkin baik strategi, metode, dan medianya akan membawa peserta didik pada pembelajaran yang tidak membosankan, sehingga kemampuan peserta didik dalam menyerap materi akan lebih mudah, dan nantinya kemampuan peserta didik dalam menghafal hadits dapat meningkat dengan baik. Oleh karena itu, guru harus betul-betul memperhatikan dan harus kreatif dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik


(29)

16

Oleh karena itu, guru harus memperhatikan dan harus kreatif dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.

Dalam proses menghafal terjemah hadits, peserta didik akan dibantu dengan gerakan tubuh atau isyarat tubuh dan irama yang menarik kemudian materi hafalannya diulang beberapa kali sampai tertanam dalam ingatan.

Pada saat mempelajari materi untuk pertama kalinya peserta didik mengolah bahan pelajaran yang diterimanya, kemudian disimpan dalam ingatan hingga akhirnya pengetahuan dan pemahaman yang telah diproses dapat diingat kembali. Teknik mengingat yang banyak dilakukan adalah dengan mengulang-ulang informasi yang diterima. Pengulangan informasi ini akan tersimpan lebih lama dan lebih mudah untuk diingat kembali.9

4. Indikator Kemampuan Menghafal

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak).10 Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal. Didalam Taksonomi Bloom juga dijelaskan indikator menghafal

9

Winkle. WS, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: PT. Gramedia, 2007), 22. 10


(30)

termasuk di dalam C1 yang diantaranya adalah mendefinisikan, mendiskribsikan, mengidentifikasi, mendaftar, menyebutkan, mengingat, menyimpulkan, mencatat, menceritakan, mengulang, dan menggaris bawahi.11

Kuswana menjelaskan bahwa perilaku yang harus ditunjukkan pada ranah kognitif adalah:12

1. Kelancaran, menghasilkan sejumlah besar gagasan 2. Fleksibel, bisa mengubah kategori

3. Orisinalitas, mampu dengan pikiran yang unik.

4. Elaborasi, bisa mengambil satu ide dan menambahkannya.

Sedangkan menurut Kenneth cara untuk mengukur kemampuan menghafal sebagai berikut:13

1. Recall merupakan upaya untuk mengingat kembali apa yang diingatnya.

Contoh: menceritakan kembali apa yang diingatnya.

2. Recognation merupakan upaya untuk mengenali kembali apa yang pernah dipelajari.

Contoh: dapat meminta peserta didik untuk menyebutkan item-item yang diingatnya dari ssekelompok item-item.

11

Burhan Nugiantoro, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Yogyakarta: BPEE, 1988), 42

12

Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Kognitif, 114. 13

Suroso, Smart Brain: Metode Menghafal Cepat dan Meningkatkan Ketajaman Memori, (SIC, 2004), 108-109.


(31)

18

3. Relearning merupakan upaya untuk mempelajari kembali suatu materi untuk kesekian kalinya.

Contoh: kita dapat mencoba, mudah tidaknya ia mempelajari materi tersebut untuk kedua kalinya.

Bentuk tes kognitif diantaranya yaitu: tes atau pertanyaan lisan di kelas, pilihan ganda, uraian objektif, uraian non obyektif atau uraian bebas, jawaban atau isian singkat, menjodohkan, portofolio, dan performans.

Adapun Indikator keberhasilan peserta didik dalam menghafal terjemah setiap mufrodat hadits tentang sholat berjama’ah peneliti merumuskn sendiri sebagai berikut:

1. Ketepatan arti : Peserta didik dikatakan mampu menghafal setiap terjemah mufrodat apabila antara mufrodat dan terjemahnya tepat.

2. Ketepatan gerakan : Peserta didik dikatakan mampu menghafal setiap gerakan mufrodat apabila antara mufrodat dan gerakan tangan tepat.

3. Kelancaran : Peserta didik dikatakan lancar menghafal setiap terjemah mufrodat apabila hafalannya lancar antara mufrodat dan terjemahannya runtut.


(32)

4. Percaya diri : Peserta didik dikatakan mampu menghafal mufrodat apabila peserta didik melafalkan mufrodat beserta terjemahannya secara lantang dan jelas.

Indikator keberhasilan peserta didik dalam menghafal seluruh terjemah hadits tentang sholat berjama’ah sebagai berikut:

1. Kelancaran : Peserta didik dikatakan mampu menghafal seluruh terjemah hadits tentang sholat berjama’ah apabila menterjemahkannya lancar secara sempurna.

2. Percaya diri : Peserta didik dikatakan mampu menghafal seluruh terjemah hadits tentang sholat berjama’ah apabila menterjemahkannya

dengan lantang dan jelas.

B. Definisi Terjemah

Kata terjemah berasal dari bahasa Arab, “tarjamah” yang berarti menafsirkan dan menerangkan dengan bahasa yang lain (fassaro wa syaraha bi lisanin akhar),

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, dijumpai arti terjemah, yaitu menyalin (memindahkan) dari suatu bahasa lain atau mengalih bahasakan. Jadi terjemah menurut bahasa adalah memindahkan atau menyalin bahasa


(33)

20

pokok menjadi ke bahasa yang menjadi sasaran (dalam hal ini dari bahasa Arab menuju bahasa Indonesia)

Sedangkan terjemah menurut istilah adalah mengartikan teks bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan tujuan untuk meyakinkan bahwa makna luar dari kedua bahasa sama dan meyakinkan bahwa susunan dari sumber dipertahankan sedekat mungkin, namun tidak terlalu dekat hingga menjadikan susunan bahasa sasaran menjadi sangat jelas.

Muhammad ‘Abd Al-‘Azhim al zarqani juga mendefinisikan terjemah sebagai berikut: Tarjamah ialah mengungkapkan makna kalam (pembicaraan) yang terkandung dalam suatu bahasa dengan kalam yang lain dan dengan menggunakan bahasa yang lain (bukan bahasa pertama), lengkap dengan semua makna-maknanya dan maksud-maksudnya.

Kata “terjemah” dapat dipergunakan pada dua arti:

1. Terjemah Harfiyah, yaitu mengalihkan lafadz-lafadz dari satu bahasa ke dalam lafadz-lafadz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama.

2. Terjemah Tafsiriyah atau Terjemah Maknawiyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya.


(34)

C. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits

Ruang lingkup mata pelajaran Al-Qur’an Hadits di Madrasah Ibtidaiyah meliputi :

1. Pengetahuan dasar membaca dan menulis Al-Qur’an yang benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.

2. Hafalan surah-surah pendek dalam Al-Qur’an dan pemahaman sederhana tentang arti dan makna kandungannya, serta pengamalannya melalui keteladanan dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Pemahaman dan pengamalan melalui keteladanan dan pembiasaan mengenai hadits-hadits yang berkaitan dengan keutamaaan membaca Al-Qur’an, kebersihan, niat, menghormati orang tua, persaudaraan, silaturahmi, takwa, keutamaan memberi, menyayangi anak yatim, shalat berjamaah, ciri-ciri orang munafik, dan amal salih.

D. Tinjauan tentang Hadits Sholat Berjama’ah 1. Pengertian Hadits

Pengertian hadits menurut bahasa adalah sesuatu yang baru. Dikatakan baru karena hadits ada bersamaan dengan diangkatnya Muhammad menjadi Rasul oleh Allah. Sedangkan menurut istilah hadits


(35)

22

adalah perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi Muhammad saw yang sudah tertulis. 14

Adapun menurut muhadditsin, hadits itu adalah “Segala apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik itu hadits marfu’(yang disandarkan kepada Nabi), hadits mauquf (yang disandarkan kepada sahabat) ataupun hadits maqthu’ (yang disandarkan kepada tabi’in).

2. Fungsi Hadits

Seorang Muslim tidak hanya menggunakan Al-Qur’an, tetapi juga harus percaya pada al-Hadits sebagai sumber hukum, sumber ilmu, dan sumber peradaban. Al-Qur’an sendiri memerintahkan kita taat pada Allah dan taat pada Rasul-Nya. Taat kepada Allah adalah mengikuti perintah yang tercantum dalam Al-qur’an sedangkan taat kepada Rasul adalah mengikuti Al-Hadits.15

3. Pengertian Sholat Berjama’ah

Sholat Berjama’ah adalah sholat yang dilakukan bersama 2 orang atau lebih, seorang menjadi imam dan lainnya menjadi makmum (yang mengikutinya).

Hukum sholat berjama’ah adalah sunnah muakkad (sunat yang di anjurkan). Sholat berjama’ah lebih utama dikerjakan di masjid atau

14

Deden Makbuloh, Pendidikan Agama Islam: Arah BaruPengembangan Ilmu dan Kepribadian di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 195-196

15


(36)

mushollah. Keutamaan sholat berjama’ah dibanding sholat sendiri adalah 27 banding satu.

4. Materi Hadits tentang Sholat Berjama’ah a. Bacaan Hadits tentang Sholat Berjama’ah

ه ىلص ه ل ْوسر َ أ ا ْنع ه يضر ر ع نْبا نع

لاق ملس هيلع

:

دفْلْا َص ْنم لضْفا ةعا جْلا َص

ًةجرد نْيرْشع عْ سب

هيلع قفتم

Artinya: Dari Ibnu Umar ra. Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “ Sholat berjama’ah itu lebih utama dari pada sholat sendirian dengan dilipatkan pahalanya dua puluh tujuh derajat.” (Hadits di riwayatkan oleh Bukhori-Muslim)

b. Arti Mufrodat Hadits tentang Sholat Berjama’ah

ر ع نْبا نع

ا ْنع ه ىضر

Dari ibnu umar

r.a

ْنم

Dari pada

َ أ

Sesungguhnya

دفْلا َص

Sholat

sendirian


(37)

24

ملس هيلع ه

:

نْيرْشع

َص

.

ةعا جْلا

Sholar

berjama’ah

ًةجرد

Derajat

لضْفأ

Lebih utama

c. Pokok Kandungan Hadits tentang Sholat Berjama’ah

Hadits tentang sholat berjama’ah menjelaskan bahwa sholat berjamaah kedudukannya lebih unggul atau lebih utama daripada sholat sendirian dengan tingkat keutamaannya satu banding dua puluh tujuh derajat.

Sholat berjama’ah adalah sholat yang di lakukan secara bersama paling sedikit dua orang, satu sebagai makmum dan satu sebagai imam. Sholat wajib lebih utama dilakukan dengan berjama’ah dimasjid atau mushollah. Sholat yang kita lakukan dapat menghindarkan diri dari perbuatan keji dan munkar.

d. Hikmah Sholat Berjama’ah

 Mengikuti persaudaraan sesama muslim  Melatih kesabaran

 Membina kedisplinan

 Merupakan wujud kesamaan martabat manusia


(38)

e. Perilaku Cermin Pemahaman Hadits tentang Sholat Berjama’ah  Sholatlah dengan berjama’ah terutama sholat fardhu dan sebagian

sholat sunnah. Karena sholat itu lebih utama dikerjakan dengan berjama’ah daripada sholat sendirian. Sholat sunnah yang lebih baik dengan berjama’ah diantaranya sholat Tarawih, sholat Idul Fitri, sholat Idul Adha, sholat Gerhana juga sholat Istisqo’ (sholat minta hujan).

 Sholatlah berjama’ah karena pahala sholat berjama’ah tidak sama dengan sholat sendirian. Sholat sendirian pahalanya hanya satu sedangkan sholat berjama’ah pahalanya dua puluh tujuh kali lipat.  Sholatlah berjama’ah karena sholat berjama’ah dapat mempererat

persahabatan antara teman sekampung, juga antara tetangga karena setiap hari dapat bertemu.

 Sholatlah dengan berjama’ah di mushollah atau masjid terdekat. Bila berhalangan seperti saat hujan lebat, sholat berjama’ah dapat di lakukan di rumah bersama keluarga, sehingga bisa menjaga ketentraman, keharmonisan hidup dalam rumah tangga. Oleh karena itu disarankan setiap rumah agar ada mushollah. Wallahu A’lam.


(39)

26

E. Model Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditory, Visualisasi, dan Intelegensi)

1. Pengertian Model SAVI

Pembelajaran pada hakikatnyya merupakan suatu proses interaksi antara guru dan peserta didik, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media.16 Secara kaffah model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan sesuatu hal. Sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif.17

Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.

Istilah model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolahannya. Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur.18

Pembelajaran SAVI diperkenalkan pertama kali oleh Dave Meier. Dave Meier menyajikan suatu sistem lengkap untuk melibatkan kelima

16

Rusman, Model-Model Pembelajaran, 144-145. 17

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2010), 21. 18


(40)

indra dan emosi dalam proses belajar yang merupakan cara belajar secara alami yang dikenal dengan model SAVI, yaitu, Somasi, Auditori, Visual, dan Intelektual.19

Model SAVI dalam belajar memunculkan sebuah konsep belajar yang disebut Belajar Berbasis Aktivitas (BBA). Artinya, belajar dengan bergerak aktif dengan memanfaatkan indar sebanyak mungkin, dan membuat seluruh tubuh dengan pikiran terlibat dalam proses pembelajarn. Belajar model ini jauh lebih efektif daripada yang didasarkan pada prestasi, materi, dan media, sebab gerakan fisik meningkatkan proses mental. Bagian otak yang akan terkoneksi oleh gerakan fisik adalah konteks motor, dimana fungsi otak bagian ini untuk berfikir memecahkan masalah. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus menggabungkan antara gerakan fisik dan seluruh indra yang ada. 20

2. Komponen Model SAVI a. Somatis

Somatis berasal dari bahasa Yunani yang berarti tubuh. Belajar somatis berarti belajar dengan indra peraba, kinestesis, praktis melibatkan fisik dan menggunakan tubuh sewaktu belajar secara berkala. Meier juga menguatkan pendapatnya dengan menyampaikan hasil penelitian neurologis yang menemukan bahwa pikiran tersebut di

19

Rusman, Model-Model Pembelajaran, 373-374. 20


(41)

28

seluruh tubuh. Jadi dari temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menghalangi pembelajar somatis menggunakan tubuh mereka sepenuhnya.

Somatis berarti bangkit dari tempat duduk dan bertindak aktif secara fisik selama proses belajar.21 Berdiri dan bergerak kesana kemari meningkatkan sirkulasi dalam tubuh dan oleh karena itu mendatangkan energi segar ke dalam otak. Belajar somatis merupakan belajar dengan indra peraba, kinestetis, praktis dengan melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Belajar somatis ini bias terhadapa tubuh dimana anak-anak yang bersifat somatis, yang tidak dapat duduk tenang dan harus menggerakkan tubuh mereka untuk membuat pikiran mereka tetap hidup. Dalam belajar somatis ini tubuh dan pikiran itu satu dimana penelitian neurologis telah menemukan bahwa pikiran tersebar diseluruh tubuh. Tubuh adalah pikiran dan pikiran adalah tubuh. Jadi dengan menghalangi pembelajar somatis menggunakan tubuh dalam belajar maka menghalangi fungsi pikiran sepenuhnya. Melibatkan tubuh, untuk merangsang hubungan pikiran dan tubuh maka harus tercipta suasana belajar yang dapat membuat orang bangkit dan berdiri dari tempat duduk dan aktif secara fisik dari waktu ke waktu

21

Dave Meier, The Accelerated Handbook: Panduan Kreatif dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan, (Bandung: Kaifa, 2002), 94.


(42)

b. Auditori

Pikiran auditori lebih kuat dari apa yang di sadari. Telinga bekerja terus menerus menangkap dan menyimpan informasi auditori. Dan ketika membuat suara sendiri dengan berbicara, maka beberapa area penting di otak pun menjadi aktif. Dalam merancang pelajaran yang menarik bagi saluran auditori yang kuat dalam diri pembelajar, maka dengan cara mendorong pembelajar untuk mengungkapkan dengan suara. Pembelajaran auditori merupakan belajar paling baik jika mendengar dan mengungkapkan kata-kata.

Belajar Auditori merupakan cara belajar standar bagi semua orang sejak awal sejarah.22 Seperti kita ketahui sebelum manusia mengenal baca tulis banyak informasi yang disampaikan dari generasi ke generasi secara lisan misalnya mitos, dongeng-dongeng, cerita-cerita rakyat. Bangsa yunani kuno juga mendorong orang untuk belajar dengan suara lantang melalui dialog. Filosofi mereka adalah “jika kita mau belajar lebih banyak tentang apa saja, bicaralah tanpa henti”. c. Visual

Ketajaman penglihatan setiap orang itu kuat, disebabkan oleh fikiran manusia lebih merupakan prosesor citra dari prosesor kata. Citra karena konkret mudah untuk diingat dan kata, karena abstrak sehingga sulit untuk disimpan. Didalam otak terdapat lebih banyak

22


(43)

30

perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indra yang lain. Pembelajar visual belajar paling baik jika dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar dan gambaran dari segala macam hal ketika sedang belajar. Dengan membuat yang visual paling tidak sejajar dengan yang verbal sehingga dapat membantu pebelajar untuk belajar lebih cepat dan baik.23

Menurut Meier setiap orang memiliki ketajaman visual yang sangat kuat. Hal ini dikarenakan didalam otak terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual dari pada semua indra yang lainnya. Lebih lanjut meier mengungkapkan bahwa beberapa peserta didik (terutama pembelajar visual) akan lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang dibicarakan guru atau sebuah buku.

d. Intelektual

Intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta, memecahkan masalah dan membangun makna. Intelektual adalah pencipta makna dalam pikiran, sarana yang digunakan manusia untuk berfikir, meyatukan pengalaman, menciptakan jaringan saraf baru dan belajar. Pada intelektual identik dengan melibatkan pikiran untuk menciptakan pembelajarannya sendiri. Belajar bukanlah menyimpan informasi tetapi menciptakan makna, pengetahuan dan nilai yang dapat dipraktekkan oleh pikiran pebelajar.

23


(44)

Menurut Meier, kata intelektual menunjukkan apa yang dilakukan peserta didik dalam pikirannya secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan mereka untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan makna, rencana dan nilai dari pengalaman tersebut. Lebih lanjut meier mendefinisikan intelektual sebagai pencipta makna dalam pikiran, sarana yang digunakan manusia untk berfikir, menyatukan pengalaman, menghubungkan pengalaman mental, fisik, emosional dan unuititif tubuh untuk membat makna baru bagian dirinya sendiri.24

Dave Meier juga menambahkan satu lagi gaya belajar intelektual. Gaya belajar intelektual bercirikan sebagai pemikir. Pembelajar menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. “Intelektual” adalah bagian diri yang merenung, mencipta, memecahkan masalah, dan membangun makna. Itulah sarana yang digunakan pikiran untuk mengubah pengalaman menjadi pengetahuan, pengetahuan menjadi pemahaman, dan pemahamanmenjadikearifan.

24


(45)

32

3. Langkah-Langkah Model SAVI

Tahapan yang perlu ditempuh dalam SAVI adalah persiapan, penyampaian, pelatihan, dan penampilan hasil. Kreasi apapun, guru perlu dengan matang, dalam keempat tahap tersebut. 25

a. Tahap Persiapan26

Pada tahap ini guru membangkitkan minat peserta didik, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar. Secara spesifik meliputi hal:

1) Memberikan sugesti positif

2) Meberikan pernyataan yang memberi manfaat kepada peserta didik

3) Memberikan tujuan yang jelas dan bermakna 4) Membangkitkan rasa ingin tahu

5) Menciptakan lingkungan fisik yang positif 6) Menciptakan lingkungan emosional yang positif 7) Menciptakan lingkungan social yang positif 8) Menenangkan rasa takut

9) Menyingkirkan hambatan-hambatan belajar

10)Banyak bertanya dan mengemukakan berbagai masalah

25

Rusman, Model-Model Pembelajaran, 373-374. 26


(46)

11)Merangsang rasa ingin tahu peserta didik 12)Mengajak pembelajar terlibat penuh sejak awal b. Tahap Penyampaian (Kegiatan Inti)

Pada tahap ini guru hendaknya membantu peserta didik menemukan materi belajar yang barudengan cara melibatkan panca indera, dan cocok untuk semua gaya belajar. Hal-hal yangdapat dilakukan guru:

1) Uji coba kolaboratif dan berbagai pengetahuan 2) Pengamatan fenomena dunia nyata

3) Pelibatan seluruh otak, seluruh tubuh 4) Presentasi interaktif

5) Grafik dan sarana yang presetasi berwarna-warni

6) Aneka macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar 7) Proyek belajar berdasar kemitraan dan berdasar tim

8) Latihan menemukan (sendiri, berpasangan, berkelompok) 9) Pengalaman belajar di dunia nyata yang kontekstual 10)Pelatihan memecahkan masalah

c. Tahap Pelatihan (Kegiatan Inti)

Pada tahap ini guru hendaknya membantu peserta didik mengintegrasikan dan menyerapengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. Secara spesifik, yang dilakukan guru yaitu:


(47)

34

2) Usaha aktif atau umpan balik atau renungan atau usaha kembali 3) Simulasi dunia-nyata

4) Permainan dalam belajar 5) Pelatihan aksi pembelajaran 6) Aktivitas pemecahan masalah 7) Refleksi dan artikulasi individu

8) Dialog berpasangan atau berkelompok 9) Pengajaran dan tinjauan kolaboratif 10)Aktivitas praktis membangun keterampilan 11)Mengajar balik

d. Tahap penampilan Hasil (Tahap Penutup)

Pada tahap ini hendaknya membantu peserta didik menerapkan dan memperluas pengetahuanatau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat. Hal-hal yang dapat dilakukan adalah:

1) Penerapan dunia nyata dalam waktu yang segera 2) Penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi

3) Aktivitas penguatan penerapan 4) Materi penguatan persepsi 5) Pelatihan terus menerus


(48)

7) Aktivitas dukungan kawan,Perubahan organisasi dan lingkungan yang mendukung.

Belajar akan optimal jika mampu menggabungkan keempat unsur (S-A-V-I) dalam sebuah praktik pembelajaran. Sekedar contoh, peserta didik dapat sedikit belajar dengan melihat presentasi (V), tetapi mereka akan lebih banyak menyerap dan mengolah informasi jika dapat mempraktikkan (S), membicarakan atau mendiskusikan (A), dan memikirkan cara menerapkannya dalam berbagai persoalan yang dihadapi (I). 27

4. Prinsip-Prinsip Model Pembelajaran SAVI

Meier mengajukan sejumlah prinsip pokok dalam belajar dengan menggunakan pendekatan SAVI, yaitu sebagai berikut.

a. Belajar melibatkan seluruh tubuh dan pikiran. b. Belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi. c. Kerjasama membantu proses belajar.

d. Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan. e. Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri.

f. Emosi positif sangat membantu pembelajaran.

27


(49)

36

5. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran SAVI a. Kelebihan

1) Membangkitkan kecerdasan terpadu peserta didik secara penuh melalui penggabungan gerak fisik dengan aktivitas intelektual 2) Peserta didik tidak mudah lupa karena peserta didik membangun

sendiri pengetahuannya.

3) Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena peserta didik merasa diperhatikan sehingga peserta didik tidak cepat bosan untuk belajar matematika.

4) Memupuk kerjasama karena peserta didik yang lebih pandai diharapkan dapat membantu yang kurang pandai.

5) Memunculkan suasana belajar yang lebih baik, menarik dan efektif

6) Memaksimalkan ketajaman konsentrasi peserta didik

7) Peserta didik akan lebih termotivasi untuk belajar lebih baik. 8) Melatih peserta didik untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan

pendapat dan berani menjelaskanjawabannya.

9) Merupakan variasi yang cocok untuk semua gaya belajar b. Kelemahan

1) Model ini menuntut adanya guru yang sempurna sehingga dapat memadukan keempat komponen dalam SAVI secara utuh.


(50)

2) Penerapan model ini membutuhkan kelengkapan sarana dan prasarana pembelajaran yang menyeluruh dan disesuaikan dengan kebutuhannya, sehingga memerlukan biaya pendidikan yang sangat besar. Terutama untuk pengadaan media pembelajaran yang canggih dan menarik. Ini dapat terpenuhi pada sekolah-sekolah maju. Karena peserta didik terbiasa diberi informasi terlebih dahulu sehingga peserta didik kesulitan dalam menemukan jawaban ataupun gagasannya sendiri.

3) Membutuhkan waktu yang lama terutama bila peserta didik yang lemah.

4) Membutuhkan perubahan agar sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu.

5) Belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan dalam evaluasi atau memberi nilai.

6) Pendekatan SAVI masih tergolong baru, sehingga banyak pengajar guru yang belum mengetahui pendekatan SAVI tersebut

7) Pendekatan SAVI ini cenderung kepada keaktifan peserta didik, sehingga untuk peserta didik yang memiliki tingkat kecerdasan kurang, menjadika peserta didik itu minder.

8) Pendekatan ini tidak dapat diterapkan untuk semua pelajaran matematika


(51)

38

6. Aplikasi Model Pembelajaran SAVI pada Pembelajaran Al-Qur’an Hadits di Madrasah Ibtida’iyah

Suasana belajar dikatakan baik apabila didukung dengan keadaan yang positif dan adanya minat dalam diri pembelajar sehingga dapat mengoptimalkan pembelajaran. Menurut Dave Meier ada beberapa alasan yang melandasi perlunya diterapkan pendekatan SAVI dalam kegiatan belajar sehari-hari khususnya belajar mata pelajaran Al-Qur’an Hadits pada materi menghafal hadits tentang menyayangi anak yatim.

a. Dapat terciptanya lingkungan yang posotif b. Keterlibatan pembelajar sepenuhnya c. Adanya kerjasama diantara pembelajar

d. Menggunakan metode yang bervariasi tergantung dari pokok bahasan yang dipelajari

e. Dapat menggunakan belajar kontekstual f. Dapat menggunakan alat peraga

Setelah mengetahui definisi pendekatan SAVI dan empat segmen pembelajaran, berikut akan dipaparkan aplikasi secara konkrit pada proses pembelajaran. Untuk peserta didik yang dominan dengan Somatis, dimana mereka lebih banyak menyerap informasi melalui gerakan fisik, aktifitas yang bisa dilakukan untuk memaksimalkan kemampuan belajar adalah dengan memperbanyak praktek di lapangan, melakukan demonstrasi langsung terhadap suatu proses, belajar tidak


(52)

harus dengan duduk, namun bisa dilakukan dengan berbagai macam gerakan yang penting bisa membuat peserta didik nyaman dan tujuan tetap tercapai.

Dalam satu kelas biasanya terdiri dari berbagai macam karakater peserta didik, karena itulah seorang guru tidak bisa hanya menggunakan satu metode saja, akan tetapi gabungkan berbagai macam metode dengan harapan peserta didik lebih aktif dan termotivasi dalam belajar karena peserta didik somatis akan mulai bosan dengan apa yang diceramahkan. Mereka akan mulai mencari perhatian dengan melakukan aktivitas mengganggu temanya, tidak mendengarkan apa yang disampaikan atau bahkan tidur di bangku. Dalam situasi seperti ini kreatifitas dan inovasi guru yang tinggi sangat diperlukan untuk menciptakan efektifitas belajar.

Bagi peserta didik yang memiliki karakter Auditory, dimana mereka lebih mudah menyerap informasi melalui pendengaran maka aktivitas yang bisa dilakukan untuk memaksimalkan kemampuan belajarnya adalah dengan menggunakan audio dalam pembelajaran (musik, radio dll), membiarkan membaca dengan nyaring dan suara yang keras, membuat diskusi dalam kelas, menggunakan rekaman, sering memberikan pertanyaan, lebih ditonjolkan belajar berkelompok.

Sedangkan bagi peserta didik yang berkarakter visual, dimana lebih mudah menyerap informasi melalui daya pengelihatan maka aktivitas yang bisa dilakukan untuk memaksimalkan kemampuannya


(53)

40

adalah membiarkan mereka duduk di posisi paling depan sehingga mereka bisa langsung melihat apa yang dituliskan atau digambarkan oleh guru, lebih banyak membuat media dengan bagan-bagan, diagram, dan flow chart untuk menjelaskan sesuatu, menggunakan media film atau power poin flash, meminta mereka membuat poin-poin penting untuk dihafalkan, menggunakan berbagai macam ilustrasi dan gambar, dan menggunakan warna-warni yang bervariasi pada tulisan

Belajar bisa menjadi optimal jika keempat unsur SAVI ada dalam suatu peristiwa pembelajaran. Dalam pokok bahasan menghafal hadits tentang sholat berjama’ah dengan menerapkan model SAVI.


(54)

41 BAB III

PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan untuk melakukan penelitian pembelajaran di kelas dalam rangka perbaikan mutu pembelajaran. Dalam penelitian ini, peneliti langsung terjun ke lapangan dalam kegiatan pembelajaran bersama guru dan peserta didik selama pembelajaran berlangsung, yakni menggunakan bentuk kolaboratif, yang mana guru merupakan mitra kerja peneliti.

Menurut Suharsimi, Suhardjono, dan Supardi menjelaskan PTK dengan memisahkan kata-kata dari penelitian – tindakan – kelas:1

1. Penelitian adalah menunjukkan pada kegiatan mencermati suatu objek, dengan menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang diminati.

2. Tindakan menunjukkan pada suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu, dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk peserta didik.

1

Jauhar Fuad, Hamam, Teori dan Praktik Penelitian Tindakan Kelas (PTK), (Tulungangung: STAIN Tulungagung Press, 2012), 2.


(55)

42

3. Kelas adalah dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik, yakni sekelompok peserta didik dalam waktu sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula.

Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantif, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inquiri, atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi, sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan.2

Penelitian ini menggunakan model SAVI untuk mendukung kegiatan interaksi edukatif berproses guna mengembangkan kemampuan menghafal hadits tentang menyayangi anak yatim mata pelajaraan Al-Qur’an Hadits.

Peniliti menggunakan model penelitian tindakan kelas dalam melaksanakan model SAVI, “guru sebagai observer dan peneliti sebagai guru” dengan acuan model sikus PTK ang dikembangkan oleh Kurt Lewin yang menyatakan bahwa ada empat hal yang harus dilakukan dalam proses penelitian tindakan kelas yakni perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.3

2

Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), 11.

3


(56)

Gambar 3.1 Prosedur PTK Model Kurt Lewin4

4

Ibid

Identifikasi Masalah

Perencanaan (planning)

Tindakan (acting) Refleksi

(reflecting

SIKLUS I

Observasi (observing)

Perencanaa n ulang

Perencanaan (planning)

Tindakan (acting) Refleksi

(reflecting

SIKLUS II

Observasi (observing)


(57)

44

Secara keseluruhan, bagan tersebut mempunyai empat tahapan dalam PTK yang membentuk suatu siklus PTK yang digambarkan dalam bentuk spiral. Untuk mengatasi masalah dan memperbaiki proses pembelajaran agar lebih bermutu maka mungkin diperlukan lebih dari satu siklus. Tahapan-tahapan dalam siklus tersebut meliputi:

1. Sebelum melaksanakan tindakan, peneliti harus menyusun perencanaan (planning), yaitu:

a. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

b. Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan dikelas

c. Mempersiapkan instrumen untuk merekam dan menganalisis data mengenai proses dan hasil tindakan.

2. Setelah perencanaan tersusun dengan rapi dan matang, barulah peneliti melaksanakan tindakan (acting) yang telah dirumuskan pada RPP pada situasi yang aktual, yang meliputi kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup.

3. Pada tahapan ini peneliti melaksanakan pengamatan (observing) dikelas yang meliputi:

a. Mengamati perilaku peserta didik-siswi dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

b. Memantau kegiatan diskusi/kerja sama antar peserta didik-siswi dalam kelompok.


(58)

c. Mengamati pemahaman tiap-tiap anak terhadap penguasaan materi pembelajaran yang telah dirancang sesuai dengan tujuan PTK

B. Setiing Penelitian dan Karakteristik Subyek Penelitian a. Setting Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan 2 siklus pada akhir semester ganjil tahun ajaran 2015-2016 tepatnya siklus I dilaksanakan pada tanggal 01 desember dan siklus II dilaksanakan pada tanggal 18 Desember 2016.

Tempat pelaksanaan penelitian ditetapkan di MI Darun Najah Kajeksan – Tulangan – Sidoarjo sesuai dengan kesepakatan antara peneliti dan kepala sekolah MI Darun Najah Kajeksan Tulangan Sidoarjo.

b. Karakteristik Subyek Penelitian

Penelitian ini adalah untuk peserta didik kelas III MI Darun Najah Kajeksan Tulangan Sidoarjo dengan jumlah peserta didik 16 yang terdiri dari 10 peserta didik perempuan dan 6 peserta didik laki-laki yang diselenggarakan pada semester ganjil tahun akademik 2015-2016.

Adapun latar belakang peserta didik kelas III MI Darun Najah ini rata-rata dari keluarga yang menengah dan menengah ke bawah. Kemampuan dalam menghafal pada mata pelajaran Al-Qur’an Hadits rendah dikarenakan kuranganya motivasi, serta sebagian besar peserta didiknya juga masih banyak yang belum lancar dalam membaca Al-Qur’an.


(59)

46

C. Variabel yang Diselidiki

Variabel yang menjadi sasaran dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah meningkatkan kemampuan menghafal terjemah hadits mata pelajaran Al-Qur’an Hadits dengan menggunakan model SAVI (Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual) pada peserta didik kelas III MI Darun Najah Kajeksan Tulangan Sidoarjo. Disamping variabel tersebut masih ada beberapa variabel yang lain yaitu:

1. Varibel input : peserta didik kelas III MI Darun Najah. 2. Variabel proses : penerapan model SAVI

3. Variabel output : kemampuan menghafal terjemah hadits tentang sholat berjama’ah pada mata pelajaran Al-Qur’an Hadits.

D. Rencana Tindakan

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam dua siklus. Tiap siklus dikenakan perlakuan yang berbeda dengan tingkat kesulitan yang sama. Berdasarkan hasil wawancara, diskusi, dan pengamatan di kelas melalui proses refleksi ditetapkan bahwa kemampuan menghafal terjemah hadits peserta didik ditingkatkan dengan menerapkan model SAVI.

Tiap siklus penelitian tindakan kelas ini diterapkan dalam satu kali pertemuan. Setiap siklus penelitian terdiri atas tiga tahap. Ketiga tahap


(60)

tersebut ialah (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi.

Adapun rencana tindakan pada setiap siklus diuraikan sebagai berikut : 1. Siklus 1

a. Tahap perencanaan

Peneliti menyusun perencanaan awal mengenai tindakan yang sesuai dengan studi pendahuluan yang sudah dilakukan. Peneliti merencanakan beberapa hal yaitu:

1) Mencari guru yang akan dijadikan kolaborasi, yang faham tentang mata pelajaran yang akan menjadi sumber PTK.

2) Mempersiapkan perangkat pembelajaran.

3) Membuat instrumen pembelajaran seperti RPP, lembar materi, lembar observasi, rubrik penilaian, khususnya pedoman observasi sebagai alat pengumpul data untuk mengumpulkan informasi tentang efek yang ditimbulkan dari perlakuan atau tindakan oleh penulis.

b. Tahap pelaksanaan

Pada tahapan pelaksanaan ini peneliti melaksanakan tindakan yang telah dirumuskan pada RPP meliputi kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup yang sesuai dengan sintaks model SAVI yang telah ditentukan.


(61)

48

Persiapan

- Guru mengajak peserta didik untuk bernyanyi dan bertanya jawab

tentang ruang lingkup Sholat Berjama’ah sebagai motivasi peserta didik

- Peserta didik bernyanyi bersama dengan bertepuk tangan.

- Guru menyampaikan tujuan pembelajaran pada pertemuan

tersebut dan ruang lingkup materi yang akan dipelajari, yaitu hadits beserta terjemah tentang sholat berjama’ah.

Penyampaian

- Peserta didik mendengarkan penjelasan mengenai kegiatan yang

akan dilaksanakan selama pembelajaran, yaitu menghafal hadits tentang sholat berjama’ah.

- Peserta didik melihat dan mendengarkan guru melafadzkan

mufrodat hadits tentang sholat berjama’ah dengan menggunakan gerakan tangan yang sesuai dengan terjemahannya. (Auditori, Visual)

Pelatihan

- Peserta didik melihat dan menirukan guru melafadzkan mufrodat

hadits tentang sholat berjama’ah kembali dengan menggunakan gerakan tangan yang sesuai dengan terjemahnya. (Somatis, Auditori, Visual)


(62)

- Pelafalan diulang beberapa kali sampai peserta didik hafal.

Penampilan Hasil

- Peserta didik melafadzkan dan menterjemahkan hadits tentang

sholat berjama’ah tiap mufrodat dilanjutkan menterjemahkan secara keseluruhan beserta gerakannya secara individu dan bergantian di depan kelas.

- Peserta didik yang lain menyimak hafalan temannya.

- Guru memberikan beberapa pertanyaan seputar hafalan arti

mufrodat tentang sholat berjama’ah secara acak.

- Guru memberikan 1 pertanyaan tentang isi kandungan hadits

sholat berjama’ah.

- Guru memberi penguatan terhadap hasil jawaban peserta didik. - Guru dan peerta didik bertanya jawab.

c. Tahap pengamatan atau observasi

1) Mengamati perilaku peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

2) Mengamati kelancaran dalam menghafalkan yang diperoleh dari tiap peserta didik terhadap penguasaan pada saat pembelajaran. 3) Mengamati aktifitas guru.


(63)

50

d. Tahap Refleksi

1) Merefleksi proses pembelajaran yang telah terlaksana.

2) Mencatat kendala-kendala yang dihadapi selama proses pembelajaran.

3) Mengevaluasi hasil selama pembelajaran yang telah diberikan kepada peserta didik.

2. Siklus II

a. Tahap perencanaan

Tim peneliti membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleksi pada siklus pertama.

b. Tahap pelaksanaan

Guru melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model SAVI berdasarkan rencana pembelajaran hasil refleksi pada siklus pertama.

c. Tahap pengamatan

Tim peneliti (guru dan mahapeserta didik) melakukan pengamatan terhadap aktifitas pembelajaran model Pembelajaran SAVI seperti pada siklus pertama.

d. Tahap refleksi

Tim peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus kedua seperti pada siklus pertama, serta menganalisis untuk membuat kesimpulan atas pelaksanaan pembelajaran menghafal haditts tentang


(64)

sholat berjama’ah mata pelajaran Al-Qur’an Hadits kelas III MI Darun Najah Kajeksan Tulangan Sidoarjo.

E. Data dan Cara Pengumpulannya. 1. Sumber Data

Sumber data dalam penelitihan ini diperoleh dari peserta didik kelas III MI Darun Najah yang berjumlah 16 peserta didik, 6 peserta didik laki-laki dan 10 peserta didik perempuan dan guru kelas mata pelajaran Al-Qur’an Hadits sebagai sumber data primer. Sumber data yang lain adalah data sekunder yaitu arsip, dokumen, tes hasil belajar, hasil observasi dan hasil wawancara.

2. Jenis Data

a. Data Kuantitatif

Data kuantitatif adalah data yang berupa angka-angka dan sifat informasi yang dikandungnya berupa informasi angka-angka.5

Data yang didapatkan adalah nilai kemampuan menghafal hadits tentang sholat berjama’ah yang diperoleh dari tes lisan pada akhir siklus.

5

Santosa dan Ashari, Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS, (Yogyakarta: ANDI, 2005),


(65)

52

b. Data Kualitatif

Data kualitatif adalah jenis data yang mempunyai sifat non-angka dari informasi yang dikandungnya adalah informasi yang bukan angka-angka.6

Data kualitatif dalam penelitian ini berupa kalimat penjelas yang merupakan hasil pengamatan observer terhadap aktivitas peserta didik pada pembelajaran melalui model SAVI.

3. Cara Pengumpulan Data a. Teknik Tes

Tes yaitu alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui angka atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Teknik tes yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tes lisan.

b. Teknik Non-Tes 1) Observasi

Bentuk alat pengumpulan data yang lain dilakukan dengan cara observasi atau pengamatan. Observasi dilakukan sesuai kebutuhan penelitian mengingat tidak setiap penelitian menggunakan alat penggumpul data demikian. Pengamatan atau observasi dilakukan memakan waktu yang lebih lama apabila ingin melihat suatu proses perubahan, dan pengamatan dilakukan

6


(66)

dan dapat tanpa suatu pemberitahuan khusus atau dapat pula sebaliknya.7

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala- gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan.8

Observasi sebagai alat pengumpul data dapat dilakukan secara spontan dapat pula dengan daftar isian yang telah disiapkan sebelumnya.

Observasi dilakukan untuk mengamati aktifitas peserta didik pada saat pembelajaran berlangsung, yaitu dari tahap awal sampai tahap akhir. Dalam hal ini peneliti menggunakan observasi partisipatif, dimana peneliti ikut turut serta mengamati aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung melalui lembar pengamatan aktivitas peserta didik.

Observasi juga dilakukan peneliti dalam hal ini mahapeserta didik untuk mengamati guru mata pelajaran selama pembelajaran berlangsung melalui lembar pengamatan guru. 2) Wawancara

Salah satu metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk

7

P. Joko Subagyo, Metode Penelitian, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), 62-63. 8


(67)

54

mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan pada para responden. Wawancara bermakna berhadapan langsung antara interviewer (s) dengan responden, dan kegiatannya dilakukan secara lisan.9

Wawancara juga bisa diartikan suatu teknik atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan cara tanya jawab sepihak. Dikatakan sepihak karena dalam wawancara ini responden tidak diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan pertanyaan.10

3) Dokumentasi

Untuk mendapatkan deskripsi dan pemahaman mendalam atas fokus penelitian, peneliti akan mengumpulkan sejumlah dokumen seperti RPP, pekerjaan peserta didik, dan berbagai dokumen yang terkait lainnya. Dokumen-dokumen itu dianalisis untuk memperdalam, dan memperinci temuan penelitian.11

4) Catatan Lapangan

Catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang segala hal yang muncul saat penelitian berlangsung. Catatan lapangan sangat penting karena dapat berisi data-data yang sangat dibutuhkan untuk menarik kesimpulan yang tepat.

9

P. Joko Subagyo, Metode Penelitian, 39. 10

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 44. 11


(68)

Catatan lapangan merupakan uraian tertulis tentang apa ang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan peneliti selama pengumpulan dan refleksi data dalam sebuah studi kualitatif.12

F. Indikator Kinerja

Indikator kinerja adalah suatu kriteria yang digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan dari kegiatan PTK dalam meningkatkan atau memperbaiki proses belajar mengajar dikelas. Indikator kinerja harus realistik dan data dapat diukur (jelas cara pengukurannya).13

Adapun indikator yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut :

1. Meningkatnya aktifitas peserta didik dan guru mencapai nilai akhir ≥80. 2. Peserta didik dikatakan tuntas dalam menghafal secara individu, apabila

telah mencapai nilai minimal 75 sesuai dengan KKM yang telah ditentukan oleh sekolah.

3. Meningkatnya kemampuan menghafal secara klasikal dengan rata-rata menjadi ≥80

4. Diukur dari prosentase ketuntasan kemampuan menghafal peserta didik menggunakan model SAVI sebesar ≥ 50%.

12

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 66. 13


(69)

56

G. Tim Peneliti dan Tugasnya.

Menurut Suharsimi Arikunto, penelitian tindakan yang ideal sebetulnya adalah yang dilakukan berpasangan antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan yakni istilah lain untuk cara ini adalah “penelitian kolaborasi”. Cara ini dikatakan ideal karena adanya upaya untuk mengurangi unsur subjektifitas pengamat serta mutu kecermatan yang dilakukan.14

Identitas peneliti dan rekan guru: 1. Identitas Peneliti

a. Nama : Amaliya Iranty Ningsih

b. NIM : D07212002

c. Progaram Studi : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah d. Fakultas : Fakultas Tarbiyah dan Keguruan e. Institusi : UIN Sunan Ampel

f. Unit Penelitian : MI Darun Najah Kajeksan Tulangan

g. Tugas :

Peneliti menyusun rancangan pembelajaran yang berupa RPP, sebagai perencanaan pelaksanaan PTK. Kemudian peneliti melakukan praktek penelitian sebagaimana yang tertera di dalam rancangan pembelajaran yang telah dibuat, berupa observasi

14

Suharsimi dalam Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian, (Yogyakarta: Ar Ruzzmedia, 2011), 243.


(70)

aktifitas peserta didik selama di kelas, wawancara terhadap guru mata pelajaran Al-Qur’an Hadits. Dan didalam penelitian ini peneliti menjadi guru sekaligus observer aktivitas peserta didik. 2. Identitas Rekan Guru

a. Nama : Ratna Mufidah, S.Pd.I

b. NIP : -

c. Unit Kerja : Guru Al-Qur’an Hadits kelas III

d. Tugas :

Guru memberikan waktu untuk melakukan penelitian dan juga menjadi observer aktivitas guru. Kemudian memberikan pengarahan terhadap peneliti selama melakukan penelitian tindakan kelas yang hasilnya di refleksikan bersama-sama.


(1)

dengan penuh semangat dan menempati posisi yang benar, nada yang tidak membosankan, dan dalam mengamati peserta didik dalam pembelajaran melalui rubrik penilaian. Nilai Akhir yang dieroleh pada siklus II mencapai 91,7. Dari hasil tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa nilai akhir yang diperoleh telah mencapai indikator keberhasilan yaitu harus mencapai ≥80.

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktifitas peserta didik dalam proses pembelajaran SAVI dalam siklus ini mengalami peningkatan dari permasalahan sebelumnya. Hal ini berdampak positif terhadap peningkatan kemampuan menghafal terjemah hadits. Nilai akhir dalam aktifitas peserta didik yang diperoleh pada siklus II mencapai 90,9 dengan kategori sangat baik, sedangkan prosentase pada siklus I hanya memperoleh 78,18. Dari hasil tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa prosentase yang diperoleh telah mencapai indikator keberhasilan yaitu harus mencapai ≥80.

Sedangkan kemampuan menghafal terjemah hadits peserta didik menggunakan model SAVI dengan gerakan tangan serta proses pembelajaran secara berpasang-pasangan yang menjadikan peserta didik bersemangat dan percaya diri untuk menghafal, serta guru juga menyiapkan reward bagi peserta didik terbaik. Terbukti dengan semakin meningkatnya jumlah siswa yang tuntas secara individu dalam mencapai nilai KKM 75 sebanyak 11 peserta didik, nilai rata-rata yang ≥80, yakni


(2)

84,5, dan prosentase ketuntasan menghafal yang sebesar ≥ 50%, yakni 68,75%.

Dengan kata lain model SAVI mampu meningkatkan kemampuan menghafal terjemah hadits mata pelajaran Al-Qur’an Hadits kelas III MI Darun Najah Kajeksan Tulangan Sidoarjo. Dibuktikan dengan banyaknya peserta didik yang tuntas sesuai KKM yakni dengan perolehan nilai secara individu sebesar 75, pada siklus I hanya 8 peserta didik yang tuntas, sedangkan pada siklus II sebanyak 11 peserta didik yang tuntas. Pada nilai rata-rata secara klasikal pada siklus I mencapai 72, pada siklus II nilai rata-rata meningkat menjadi 84,5. Dan prosentase ketuntasan menghafal terjemah hadits yang diperoleh dalam siklus I sebesar 50% akhirnya pada siklus II meningkat sebesar 16,75% menjadi 68,75% yang tuntas .


(3)

98 BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Penerapan model SAVI terbukti dapat meningkatkan kemampuan menghafal terjemah hadits pada mata pelajaran Al-Qur’an Hadits kelas III di MI Darun Najah. Hal ini dapat dilihat dari data hasil observasi aktifitas guru dan juga hasil observasi aktifitas peserta didik yang mengalami peningkatan dari siklus I dengan kategori baik dan cukup kemudian

menjadi kategori sangat baik dalam siklus II . Pada siklus I penerapan model SAVI masuk kategori baik akan tetapi peserta didik kurang mampu menumbuhkan rasa percaya diri dalam menghafal terjemah hadits beserta gerakannya, tetapi model SAVI akan lebih efektif serta aktifitas siswa juga dalam kategori sangat baik jika pembelajaran dilakukan secara berpasang-pasangan, hai ini dibuktikan dalam aktivitas siswa pada siklus II.

2. Bahwa kemampuan menghafal terjemah hadits tentang sholat berjama’ah pada mata pelajaran Al-Qur’an Hadits kelas III di MI Darun Najah Kajeksan Tulangan Sidoarjo dapat meningkat setelah menggunakan model SAVI (Somatis, Auditory, Visual, dan Intelektual). Hal ini terbukti


(4)

dari KKM yang harus dicapai setiap individu adalah 75 untuk dinyatakan tuntas dalam menghafal terjemah hadits, pada siklus I hanya 8 peserta didik yang tuntas, nilai rata-rata siswa secara klasikal sebesar 72 dan prosentase ketuntasan menghafal terjemah hadits sebesar 50%, kemudian pada siklus II jumlah peserta didik yang dinyatakan tuntas secara individu bertambah sebanyak 11 peserta didik, dengan nilai rata-rata secara klasikal mencapai 84,5 dan prosentase ketuntasan menghafal mencapai 68,75%. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan menghafal terjemah hadits menggunakan model SAVI dapat meningkat dengan baik.

B. Saran

Seorang guru harus kreatif untuk menggali dan mencari model-model pembelajaran yang kreatif dan inovatif karena model, strategi, dan metode untuk mengaktifkan peserta didik dikelas sekarang sudah banyak sekali dan bisa kita cari dan temukan di buku-buku atau akses internet sehingga seorang guru mampu mengaktifkan peserta didik di dalam kelas, pembelajaran menjadi menarik, bersemangat, dan peserta didik tidak merasa bosan.

Bagi penulis model SAVI merupakan salah satu cara yang tepat dalam upaya meningkatkan kemampuan menghafal terjemah hadits. Adapun pesan untuk peserta didik-siswi MI Darun Naah, dengan pelaksanaan PTK ini, diharapkan kemampuan menghafal terjemah hadits dapat meningkat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Susanto. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. (Jakarta: Kencana Persada Media Group).

Ahmad Thahir. 2014. Fikih Sunnah untuk Anak. (Surakarta: Ziyad Visi Media). Anas Sudijono. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Rajawali Pers). Burhan Nugiatoro. 1988. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah

(Yogyakarta: BPEE).

De Poter, B. 2007. Quantum Teaching. (Bandung: Kaifa).

Deden Makbulah. 2012. Pendidikan Agama Islam: Arah BaruPengembangan Ilmu dan Kepribadian di Perguruan Tinggi. (Jakarta: Rajawali Pers).

Desy Anwar. 2003. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. (Surabaya: Amelia).

Emzir. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. (Jakarta: Rajawali Pers)

Jalaludin Rahmat. 2005. Psikologi Komunikasi. (Jakarta: Remaja Rosda Karya). Jauhar Fuad dan Hamam. 2012. Teori dan Praktik Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

(Tulungangung: STAIN Tulungagung Press).

Khoirotul Idawati. 2011. Teknik Menghafal Al-Qur’an Model File Komputer Metode Hanifida.

Mahmud Yunus. 1990. Kamus Arab-Indonesia,, (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wadzuhryah).

Meier, D. 2002. The Accelerated Handbook: Panduan Kreatif dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan. (Bandung: Kaifa).

Milman Yusdi. http://milmanyusdi.blogspot.com, Pengertian Kemampuan. Diakses pada 2011 Juli

Mudasir. 2010. Ilmu Hadits. (Bandung: Pustaka Setia).


(6)

Nusa Putra. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Pendidikan. (Jakarta: Rajawali Pers). Rusman. 2013. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru.

(Jakarta: Rajawali Persada)

Santosa dan Ashari. 2005. Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS. (Yogyakarta: ANDI)

Soemitro, Ronny Hanitiji. 1985. Metodologi Penelitian Hukum. ( Jakarta: Ghalia Indonesia).

Subagyo, P. Joko. 2006. Metode Penelitian. ( Jakarta: PT Rineka Cipta).

Suharsimi Arikunto. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara).

Suharsimi dalam Andi Prastowo. 2011. Memahami Metode-Metode Penelitian. (Yogyakarta: Ar Ruzzmedia)

Suroso. 2004. Smart Brain: Metode Menghafal Cepat dan Meningkatkan Ketajaman Memori. (SIC).

Suryani. 2012. Hadits Tarbawi: Analisis Pedadogis Hadits-Hadits Nabi. (Yogyakarta: Teras).

Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya).

Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. (Jakarta: Kencana). Wikipedia. Motivasi. http://id.wikipedia.org/wiki/kemampuan. Di akses pada tanggal

2015 Oktober 25

Wina Sanjaya. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. (Bandung: Kencana). Winkle. WS. 2007. Psikologi Pengajaran. (Jakarta: PT. Gramedia.

Wiriaatmadja, Richiati. 2007. Metode Penelitian Tindakan Kelas. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya).

Wowo Sunaryo Kuswana. 2012. Taksonomi Kognitif: Perkembangan Ragam Berfikir. (Bandung: Remaja Rosdakarya)


Dokumen yang terkait

Korelasi antara minat belajar dengan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran al-qur’an hadits di Madrasah Tsanawiyah Ta’lim Al-Mubtadi Cipondoh

2 7 91

Peningkatan pemahaman mata pelajaran IPS materi masalah sosial di daerahnya melalui metode cooperative integrated reading and composition (CIRC) pada siswa kelas IV MI Darun Najah Kajeksan Tulangan Sidoarjo.

0 0 106

PENINGKATAN PEMAHAMAN MATERI SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA MENGGUNAKAN MEDIA BOTOL BLOOD STREAM MATA PELAJARAN IPA SISWA KELAS V MI DARUN NAJAH SIDOARJO.

1 5 110

Perangkat Pembelajaran Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits MI Kelas 1-6 - WARTA MADRASAH

0 0 1

Perangkat Pembelajaran Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits MI Kelas 1-6 - WARTA MADRASAH

0 3 1

Perangkat Pembelajaran Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits MI Kelas 1-6 - WARTA MADRASAH

0 0 1

Perangkat Pembelajaran Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits MI Kelas 1-6 - WARTA MADRASAH

1 10 1

Upaya Meningkatkan Kemampuan Menghafal Surat Pendek Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits dengan Menggunakan Media Short Card di Kelas IV Al-Hidyah Margerejo Surabaya

0 0 14

Upaya Meningkatkan Kemampuan Menghafal Hadits dengan Model SAVI pada Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits Kelas III di MI Darun Najah Tulangan Sidoarjo

0 1 16

KORELASI KEMAMPUAN TAHFIDZ AL-QUR’AN DENGAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK MATA PELAJARAN AL-QUR’AN HADITS MI AL MA’ARIF KARANGSARI TANGGAMUS TAHUN AJARAN 20182019 (Studi pada Peserta Didik Kelas IV Semester Ganjil Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadits di MI Al Ma

0 2 91