EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA MATERI FUNGSIKUADRAT DITINJAU DARI KEMANDIRIAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X SMK N 1 SAPTOSARI.

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia diatur dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003. Berdasarkan Undang-undang tersebut, pada pasal 5 menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Dari Undang-undang tersebut, dapat disimpulkan bahwa setiap elemen yang terlibat dalam pendidikan di Indonesia wajib mengusahakan terciptanya pendidikan yang bermutu. Salah satu yang terlibat dalam hal ini adalah guru, karena pendidikan yang bermutu hanya akan tercapai jika pembelajaran yang berlangsung di kelas berjalan sebagai mana mestinya seperti yang direncanakan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Model pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk merancang pembelajaran akan berpengaruh pada hasil pencapaian pembelajaran itu sendiri. Telah berkembang berbagai macam teori tentang model pembelajaran yang ada, salah satunya adalah model Problem Based Learning (PBL). M.Hosnan (2014:295) model Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan ketrampilan yang lebih tinggi dan inquiry, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.


(2)

2

Model PBL seperti yang disebutkan sebelumnya dapat mengembangkan aspek kemandirian belajar. Pada UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 yaitu Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Penerapan model PBLdapat menjadi salah satu cara untuk mencapai fungsi pendidikan nasional karena dapat mengembangkan kemandirian belajar.

Model PBL memiliki karakteristik khusus, salah satunya adalah melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Jamil (2013 : 216) menyatakan bahwa Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran, yang mana siswa sejak awal dihadapkan pada suatu masalah, kemudian diikuti oleh proses pencarian informasi yang bersifat student centered. Apabila siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, maka pengetahuan yang didapat akan bertahan dalam jangka waktu yang lebih panjang dibandingkan siswa yang pasif. Dari pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan model PBL membantu siswa memahami materi pelajaran sehingga prestasi yang diperoleh akan optimal.

Pembelajaran yang menggunakan model PBL cocok diterapkan pada siswa yang telah memiliki struktur kognitif yang tinggi karena pada pembelajaran ini siswa dituntut untuk berpikir tingkat tinggi. Atas dasar alasan tersebut, maka model pembelajaran semacam ini cocok bagi siswa SMA atau sederajat. Pada


(3)

3

penelitian ini, siswa yang dipilih sebagai objek penelitian adalah siswa kelas X SMK N 1 Saptosari.

SMK N 1 Saptosari merupakan salah satu Sekolah Menengah Kejuruan di Gunungkidul. Salah satu jurusan yang ada di SMK N 1 Saptosari adalah Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ). Siswa pada jurusan ini seharusnya memiliki prestasi belajar tinggi di bidang eksak. Salah satu pelajaran eksak yang wajib dipelajari pada jenjang ini adalah matematika. Akan tetapi, pada kenyataannya prestasi belajar matematika siswa kelas X TKJ SMK N 1 Saptosari bisa dikatakan rendah dilihat dari nilai Ujian Tengah Semester (UTS) genap tahun 2014/2015. Berikut diskripsi data nilai UTS siswa kelas X TKJ SMK N 1 Saptosari.

Dari Tebel 1 tentangdiskripsi data nilai UTS, dapat diketahui bahwa rata-rata nilai UTS siswa kelas X TKJ SMK N 1 Saptosari adalah 40,8656. Padahal di SMK N 1 Saptosari, Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata pelajaran matematika adalah 75. Dengan KKM tersebut, hanya terdapat 3 dari 61 siswa

Tabel 1. Diskripsi Data Nilai UTS

Statistic Std. Error

Uts Mean 40,8656 2,40909

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 36,0467 Upper Bound 45,6845

5% Trimmed Mean 39,9961

Median 36,7000

Variance 354,027

Std. Deviation 18,81561

Minimum 10,00

Maximum 93,00

Range 83,00

Interquartile Range 24,50

Skewness ,674 ,306


(4)

4

dapat dikatakan tuntas. Hal ini memperlihatkan bahwa prestasi belajar matematika untuk siswa kelas X TKJ SMK N 1 Saptosari masih rendah.

Selain prestasi belajar di bidang eksak, siswa SMK N 1 Saptosari harus memiliki kemandirian belajar. Hal ini disebabkan karena siswa lulusan SMK dipersiapkan untuk langsung terjun ke dunia kerja. Agar dapat menjadi pekerja yang profesional, maka dibutuhkan kemandirian dari siswa lulusan SMK tersebut.

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti dengan cara mengamati pembelajaran di kelas, siswa kelas X TKJ SMK N 1 Saptosari kurang memiliki kemandirian belajar. Hal ini ditunjukan dengan ketergantungan siswa terhadap guru masih begitu tinggi. Siswa cenderung pasif dalam mengikuti pembelajaran matematika. Bahkan ketika guru berhalangan hadir dan meninggalkan tugas, siswa lebih sering mengabaikan tugas tersebut.

Penggunaan model pembelajaran Ekspositori yang masih dominan menjadi salah satu alasan kemandirian dan prestasi belajar matematika siswa kelas X TKJ SMK N 1 Saptosari masih rendah. Hal tersebut juga berdampak pada hasil Ujian Nasional siswa SMK N 1 Saptosari pada tahun 2013. Berikut Tabel 2 tentang daya serap Ujian Nasional mata pelajaran matematika pada materi yang diajarkan di kelas X.

Tabel 2. Daya Serap Ujian Nasional Matematika SMK N 1 Saptosari

No Kemampuan yang diuji Daya Serap

1. Data dan Pengukurannya 53,36

2. Fungsi dan Program Linear 54,63

3. Operasi Hitung Bilangan Real 56,48

4. Matriks dan Vektor 63,58

5. Logika Matematika 65,12


(5)

5

Dari Tabel 2 di atas, terdapat 3 kemampuan yang duijidengan daya serap kurang dari 60, yaitu data dan pengukuran, fungsi dan program linear, serta operasi hitung bilangan real. Apabila memperhatikan keluasan materi, maka materi fungsi dan program linear merupakan materi yang cukup luas. Pada materi fungsi sendiri masih terbagi menjadi beberapa jenis fungsi yang harus dipelajari oleh siswa. Hal tersebut dapat menjadi salah satu alasan mengapa daya serap untuk materi fungsi masih rendah.

Materi fungsi di kelas X SMK meliputi fungsi linear, kuadrat, eksponen, logaritma, dan trigonometri. Namun, di kelas X TKJ SMK N 1 Saptosari materi fungsi yang akan diajarkan adalah fungsi linear dan fungsi kuadrat saja. Guru beralasan karena di kelas XI, siswa akan mendapatkan materi eksponen, logaritma, dan juga trigonometri. Selain itu, alokasi waktu yang telah direncanakan pada pembelajaran di kelas X sedikit terganggu dengan persiapan Ujian Nasional yang akan dikuti siswa kelas XII.

Fungsi kuadrat merupakan salah satu bentuk dari fungsi aljabar yang banyak digunakan untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan perubahan variabel dan berkaitan dengan nilai ekstrim (maksimum dan minimum). Berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari sering menggunakan kaidah fungsi kuadrat untuk menyelesaikannya. Biasanya masalah tersebut disajikan dalam bentuk kalimat, sehingga perlu memahami dan menentukan strategi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Paul Eggen dan Don Kauchak (2012:136) menyatakan bahwa langkah pembelajaran dengan menggunakan Problem Based Learning meliputi (1) meriview dan menyajikan masalah, (2)


(6)

6

menyusun strategi (3) menerapkan strategi, dan (4) membahas dan mengevaluasi hasil. Dari pernyataan tersebut, maka materi fungsi kuadrat yang banyak terkait dengan masalah sehari-hari cocok menggunakan model Problem Based Learning. Umdatun Nafiah (2013) melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Bahan Ajar Matematika Pokok Bahasan Fungsi Kuadrat bercirikan Problem Based Learning untuk Siswa Kelas X SMA RSBI”. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa bahan ajar yang dikembangkan memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif. Hal ini memperkuat pernyataan bahwa model Problem Based Learning cocok digunakan untuk materi fungsi kuadrat. Dengan beberapa alasan tersebut, penelitian ini akan mengambil materi fungsi kuadrat sebagai materi yang digunakan untuk penelitian.

Beberapa fakta di atas menjadi latar belakang peneliti untuk melakukan penelitian tentang efektifitas model Problem Based Learning pada pembelajaran matematika ditinjau dari kemandirian dan prestasi belajar siswa. Sesuai dengan penjelasan di atas bahwa PBL cocok bagi siswa SMA atau sederajat, maka dipilih siswa kelas X TKJ SMK N 1 Saptosari sebagai objek penelitian. Selain itu, penelitian ini juga akan menguji efektifitas model Problem Based Learning dibandingkan dengan model pembelajaran yang biasa dilakukan di kelas X TKJ SMK N 1 Saptosari pada pembelajaran matematika, yaitu model Ekspositori.


(7)

7 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut.

1. Salah satu tujuan pendidikan nasioanal adalah mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang mandiri, namun pembelajaran matematika di kelas X TKJ SMK N 1 Saptosari belum berorientasi untuk memumbuhkembangkan kemandirian belajar siswa. Hal tersebut dilihat dari masih dominannya penggunaan model pembelajaran Ekspositori.

2. PBL yang memiliki karakteristik khusus dan secara teori dapat memfasilitasi siswa dalam mengembangkan kemandirian serta prestasi belajar siswa belum diuji keefektifannya di kelas X TKJ SMK N 1 Saptosari.

3. Lulusan siswa SMK yang disiapkan untuk langsung terjun ke dunia kerja seharusnya memiliki kemandirian belajar tinggi agar menjadi pekerja yang profesional. Namun dari hasil observasi di SMK N 1 Saptosari, tingkat ketergantungan belajar siswa kelas X terhadap guru masih sangat tinggi. Hal ini menunjukan bahwa kemandirian belajar siswa masih kurang. Masih kurangnya kemandirian belajar siswa dilihat dari kesadaran siswa untuk belajar secara mandiri tidak berjalan dengan baik.

4. Siswa SMK jurusan TKJ seharusnya kuat dalam pelajaran di bidang eksak, seperti matematika. Namun dari data hasil Ujian Tengah Semester siswa SMK N 1 Saptosari kelas X menunjukan prestasi belajar masih sangat kurang. Hal tersebut didasarkan pada rata-rata nilai UTS sebesar 40,8656 dan


(8)

8

hanya 3 dari 61 siswa yang mampu melampaui nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

5. Daya serap Ujian Nasional siswa SMK N 1 Saptosari pada materi fungsi masih rendah, yaitu sebesar 54,63.

C. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan masalah tidak terlalu luas serta keterbatasan dari pihak peneliti dari segi waktu dan kemampuan, maka guna keefektifan dan keefisienan penelitian, peneliti membatasi bahasan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah kemandirian dan prestasi belajar siswa SMK N 1 Saptosaari kelas X dalam pembelajaran matematika pada materi Fungsi Kuadrat dengan menggunakan model Problem Based Learning.

D. Perumusan Masalah

Dari batasan masalah yang dibuat oleh penulis, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah penerapan model Problem Based Learning efektif ditinjau dari kemandirian belajar siswa pada materi fungsi kuadrat?

2. Apakah penerapan model Problem Based Learning efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa pada materi fungsi kuadrat?

3. Apakah penerapan model pembelajaran Ekspositori efektif ditinjau dari kemandirian belajar siswa pada materi fungsi kuadrat?

4. Apakah penerapan model pembelajaran Ekspositori efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa pada materi fungsi kuadrat?


(9)

9

5. Apakah model Problem Based Learning lebih efektif dari pada pembelajaran Ekspositori jika ditinjau dari kemandirian belajar siswa pada materi fungsi kuadrat?

6. Apakah model Problem Based Learning lebih efektif dari pada model pembelajaran Ekspositori jika ditinjau dari prestasi belajar siswa pada materi fungsi kuadrat?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan diantaranya:

1. Untuk mendiskripsikan keefektifan penerapan model Problem Based Learning ditinjau dari kemandirian belajar siswa pada materi fungsi kuadrat. 2. Untuk mendiskripsikan keefektifan penerapan model Problem Based

Learning ditinjau dari prestasi belajar siswa pada materi fungsi kuadrat. 3. Untuk mendiskripsikan keefektifan penerapan model pembelajaran

Ekspositori ditinjau dari kemandirian belajar siswa pada materi fungsi kuadrat.

4. Untuk mendiskripsikan keefektifan penerapan model pembelajaran Ekspositori ditinjau dari prestasi belajar siswa pada materi fungsi kuadrat. 5. Untuk mendiskripsikan apakah penerapan model Problem Based Learning

lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran Ekspositori ditinjau dari kemandirian belajar siswa pada materi fungsi kuadrat.

6. Untuk mendiskripsikan apakah penerapan model Problem Based Learning lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran Ekspositori ditinjau dari prestasi belajar siswa pada materi fungsi kuadrat.


(10)

10 F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Pihak Sekolah, yaitu sebagai bahan pertimbangan untuk menerapkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning. 2. Bagi Guru penelitian ini bisa digunakan sebagai masukan dan inovasi baru

dalam pemilihan model yang tepat dalam pembelajaran matematika.

3. Bagi Peneliti, sebagai sarana menambah pengalaman penelitian dan juga sebagai sarana untuk mengimplementasikan teori-teori yang didapatkan selama perkuliahan.


(11)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Pembelajaran Matematika

Gagne dalam Eveline (2011:12) mendefinisikan pembelajaran sebagai pengaturan peristiwa secara seksama dengan maksud agar terjadi belajar dan membuatnya berhasil guna. Sugihartono (2007: 81) menyebutkan bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal. Pembelajaran juga dapat didefinisikan menggunakan beberapa pandangan, seperti: a. Menurut aliran Behavioristik, pembelajaran adalah usaha guru membentuk

tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan (stimulus). b. Menurut pandangan Kognitif, Pembelajaran adalah cara guru memberikan

kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar dapat mengenal dan memahami apa yang sedang dipelajari.

c. Menurut pandangan Gestalt, pembelajaran adalah usaha guru untuk memberikan materi pembelajaran sedemikian rupa sehingga siswa lebih mudah mengorganisasinya menjadi pola bermakna.

d. Menurut pendangan Humanistik, pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada siswa sesuai dengan minat kemampuannya. (Darsono dkk, 2000: 24-25).

Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa, “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.” Isi dari Undang -Undang tersebut menjelaskan bahwa dalam pembelajaran sesungguhnya tidak


(12)

12

sebatas interaksi guru dan siswa, melainkan juga juga melibatkan pihak lain yaitu sumber belajar, lingkungan belajar, ataupun model pembelajaran.

Pembelajaran juga memiliki ciri, salah satu yang mengemukakan ciri-ciri pembelajaran adalah Darsono, yaitu sebagai berikut:

a. Pembelajaran dilakukan secara sistematis.

b. Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam belajar.

c. Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran baik secara fisik maupun psikologis.

d. Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik dan menantang bagi siswa.

e. Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik. f. Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan

menyenangkan bagi siswa.

Pembelajaran sering disamakan dengan pengajaran, padahal jika dilihat dari beberapa aspek maka terlihat perbedaan diantaara keduanya. Perhatikan tabel berikut untuk membedakan pembelajaran dan pengajaran.

Tabel 3. Perbedaan pengajaran dan pembelajaran

No. Pengajaran Pembelajaran

1. Dilaksanakan oleh orang yang berprofesi sebagai pengajar

Dilakukan oleh orang yang dapat membuat orang belajar

2. Tujuannya menyampaikan informasi kepada si belajar

Tujuannya agar terjadi belajar pada diri siswa belajar

3. Merupakan penerapan salah satu strategi pembelajaran

Merupakan cara untuk

mengembangkan rencana yang terorganisir untuk keperluan belajar

4. Kegiatan belajar berlangsung jika ada guru/pengajar

Kegiatan belajar dapat

berlangsung dengan atau tanpa hadirnya guru

(Sumber: Eveline dan Hartini, 2011 :13)

Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, guru harus mengorganisir semua komponen supaya semua komponen dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan dapat bejalan harmonis satu sama lain. Sedangkan matematika memiliki fungsi untuk mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan


(13)

13

menggunakan rumus matematika yang diperlukan. Dilihat dari tujuannya, maka tujuan dari pembelajaran maatematika adalah melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, ekspolari, eksperimen, menunjukkan kesamaan, peredaan, konsisten dan inkonsisten.

Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, guru harus mampu mengorganisir semua komponen sedemikian rupa sehingga antara komponen yang satu dengan yang lainnya dapat berinteraksi secara harmonis (Suhitno, 2000:12). Potensi siswa harus dapat dikembangkan secara optimal dalam proses belajar dan siswa dituntut untuk memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Melakukan kegiatan penelusuran dan pola hubungan

b. Mengembangkan kreatifitas dengan imajinasi, intuisi dan penemuannya c. Melakukan kegiatan pemecahan masalah

d. Mengkomunikasikan pemikiran matematisnya kepada orang lain.

Untuk mencapai kemampuan tersebut perlu dikembangkan proses belajar matematika yang menyenangkan, memperhatikan keinginan siswa, membangun pengetahuan dari apa yang diketahui siswa, menciptakan suasana yang mendukung dalam kegiatan belajar, memberikan kegiatan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, memberikan kegiatan yang menantang, memberikan kegiatan yang memberi harapan keberhasilan, dan menghargai setiap pencapaian siswa.

Dari uraian di atas, dapat diartikan bahwa pembelajaran matematika adalah upaya sadar peningkatan pengetahuan matematika melalui berbagai


(14)

14

macam kegiatan yang melibatkan siswa, guru, sumber belajar, lingkungan belajar, model pembelajaran, serta komponen-kompenen terkait lainnya. 2. Efektivitas Pembelajaran Matematika

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata efektivitas yang berasal dari kata dasar efektif dapat diartikan memiliki efek, akibat, atau pengaruh. Apabila kata efektivitas digunakan dalam konteks pembelajaran, maka kata efektiktivitas memiliki arti ketepatgunaan pembelajaran yang dapat diukur melalui tujuan pembelajaran.

Efektivitas menekankan perbandingan antara rencana dan hasil atau realita. Oleh karena itu, efektivitas suatu pembelajaran sering kali diukur menggunakan instrumen untuk mendapatkan data yang diolah guna mengetahui efektif atau tidaknya suatu pembelajaran.

Institute of Education University of London (2002: 4) menyatakan

Although the term ‘effective’ has been widely used, it only makes sense when

context and goals are specified. Dari pernyataan tersebut, dapat diartikan efektif memiliki konteks dan tujuan yang spesifik.

Pernyataan di atas menimbulkan suatu pemahaman apabila dikaitkan dengan konteks dan tujuan, pembelajaran dapat dikatakan efektif jika dipandang dari pengaruh atau efek yang terjadi terhadap tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Maka efektif atau tidaknya pembelajaran metematika dapat dilihat dari seberapa besar pengaruh atau efek yang terjadi setelah dilaksanakannya pembelajaran matematika apabila ditinjau dari beberapa hal yang merupakan


(15)

15

tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada penelitian ini, hal yang ditinjau ada dua, yaitu kemandirian belajar siswa dan juga prestasi belajar siswa.

Pembelajaran matematika yang efektif menurut Nightingale dan O’Neil (Killen, 2009: 4) memiliki karakteristik sebagai berikut.

a. Students are able to apply knowledge to solve problems. b. Students are able to communicate their knowledge to others.

c. Students are able to perceive relationship between their existing knowlegde and the new things they are learning.

d. Students retain newly acquired knowledge for a long time.

e. Students are able to discover or create new knowlegde for themselves. f. Students want to learn more.

Karakteristik di atas dapat diartikan sebagai berikut.

a. Siswa mampu mengaplikasikan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah. b. Siswa mampu mengomunikasikan pengetahuan yang dimiliki kepada orang

lain.

c. Siswa mampu menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan pengetahuan baru yang dipelajari.

d. Siswa mampu mempertahankan yang dimiliki dalam jangka waktu lama. e. Siswa mampu menemukan atau membuat pengetahuan bagi dirinya

masing-masing.

f. Siswa memiliki keinginan untuk belajar lebih banyak.

Efektivitas pembelajaran merujuk pada berdaya dan berhasil guna seluruh komponen pembelajaran yang diorganisir untuk mencapai tujuan pembelajaran (Suwarjono, 2009: 16). Dalam penelitian ini, komponen pembelajaran yang diuji keefektivitasannya adalah model Problem Based Learning. Efektivitas pembelajaran yang dimaksud adalah tingkat keberhasilan pembelajaran


(16)

16

matematika dengan model Problem Based Learning tersebut apabila ditinjau dari kemandirian dan juga prestasi belajar siswa.

Untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran tersebut akan dilaksanakan tes untuk mengukur kemandirian dan prestasi belajar siswa. Kemandirian belajar siswa diukur menggunakan hasil angket kemandirian siswa, sedangkan untuk keefektifan prestasi belajar dapat diukur dari hasil tes prestasi belajar. Pada penelitian ini, kriteria pembelajaran yang efektif adalah sebagai berikut.

a. Pembelajaran dikatakan efektif ditinjau dari kemandirian belajar apabila rata-rata skor kemandirian belajar siswa dapat mencapai klasifikasi baik, cara menentukan klasifikasinya adalah sebagai berikut.

Rata-rata ideal:

2

min skor maks skor

Xi  

Satuan lebar wilayah:

6

min skor maks skor

Sbi  

Tabel 4.Rumus Klasifikasi Kemandirian Belajar

Rumus Klasifikasi

̅ Sangat Baik ̅ ̅ Baik ̅ ̅ Cukup ̅ ̅ Kurang

̅ Sangat Kurang (Eka Putra Widoyoko, 2009 : 238)

b. Pembelajaran dikatakan efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa apabila rata-rata nilai hasil tes prestasi belajar siswa dapat melampaui Kriteria


(17)

17

Ketuntasan Minimal (KKM). Pada SMK N 1 Saptosari, KKM untuk mata pelajaran matematika adalah 75, maka pada penelitian ini pembelajaran dikatakan efektif apabila rata-rata nilai posttest dapat melampaui 75 ( ). c. Apabila kelas yang diberi perlakuan menggunakan model Problem Based

Learning (PBL) dan model pembelajaran Ekspositori memiliki kemampuan awal yang sama. Pembelajaran menggunakan PBL dikatakan lebih efektif dari pada menggunakan model pembelajaran Ekspositori ditinjau dari kemandirian belajar apabila rata-rata skor kemandirian belajar kelas yang menggunakan PBL lebih tinggi dari pada kelas yang menggunakan model Ekspositori.

d. Apabila kelas yang diberi perlakuan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dan model pembelajaran Ekspositori memiliki kemampuan awal yang sama. Pembelajaran menggunakan PBL dikatakan lebih efektif dari pada menggunakan model pembelajaran Ekspositori ditinjau dari prestasi belajar apabila rata-rata nilai posttest kelas yang menggunakan PBL lebih tinggi dari pada kelas yang menggunakan model Ekspositori.

3. Model Problem Based Learning

Eveline dan Hartini (2011:119) menyatakan bahwa PBL (Problem Based Learning) merupakan model pembelajaran yang sangat populer dalam dunia kedokteran sejak 1970-an. PBL berfokus pada penyajian suatu permasalahan (nyata atau simulasi) kepada siswa, kemudian siswa diminta mencari pemecahannya melalui serangkaian penelitian dan investigasi berdasarkan teori,


(18)

18

konsep, prinsip dan yang dipelajarinya dari berbagai bidang ilmu (multiple perspective).

Menurut Jamil (2013:215-216) PBL adalah suatu model pembelajaran, yang mana siswa sejak awal dihadapkan pada suatu masalah, kemudia diikuti oleh proses pencarian informasi yang bersifat student centerd. Di dalam PBL, dikenal adanya conseptual fog yang bersifat umum, mencakup kombinasi antara metode pendidikan dan filosofi kurikulum. Pada aspek filosofi, PBL dipusatkan pada siswa yang dihadapkan pada suatu masalah. Sementara pada subject based learning guru menyampaikan pengetahuannya kepada siswa sebelum menggunakan masalah untuk memberi ilustrasi pengetahuan tadi.

Pembelajaran PBL memberikan kesempatan kepada siswa mempelajari materi akademis dann keterampilan megatasi masalah dengan terlibat diberbagai situasi kehidupan nyata. Ini dapat memberikan makna bahwa sebagian besar konsep atau generalisasi dapat diperkenalkan dengan efektif melalui pemberian masalah.

Permasalahan menjadi fokus, stimulus dan pemandu proses belajar, sementara guru menjadi fasilitator dan pembimbing, PBL memiliki banyak variasi, diantaranya terdapat lima bentuk belajar berbasis masalah, yaitu: (1) Permasalahan sebagai pemandu (2) Permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi (3) Permasalahan sebagai contoh (4) Permasalahn sebagai fasilitasi proses belajar (5) Permasalahan sebagai stimulus. (Eviline dan Hartiti, 2011:120).


(19)

19

Pembelajaran yang menggunakan model Problem Based Learning terdiri dari 5 langkah utama, berikut tabel sintaks pembelajaran berbasis masalah menurut Ibrahim dalam Jamil (2013:223)

Tabel 5. Sintaks PBL menurut Ibrahim

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap-1

Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, mengajukan fenomena, demostrasi, atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah. Tahap-2

Mengorganisasi siswa untuk belajar

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

Tahap-3 Membimbing

penyelidikan individual maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

Tahap-4

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

Tahap-5

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Menurut Arends (2008: 56-60) langkah-langkah dalam menerapkan model problem based learning dalam pembelajaran dikelas yaitu:

a. Memberikan orientasi permasalahan pada siswa b. Mengorganisasi siswa untuk meneliti

c. Membantu investigasi mandiri maupun kelompok

d. Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Menurut Paul Eggen dan Don Kauchak (2012:136) langkah pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan model Problem Based Learning yaitu:

a. Mereview dan menyajikan masalah b. Menyusun strategi

c. Menerapkan strategi


(20)

20

Dari bebapa pendapat ahli di atas, apabila disimpulkan, pembelajaran yang menggunakan model Problem Based Learning memiliki 5 (lima) tahapan belajar, meliputi: (1) Orientasi siswa pada masalah (2) Mengorganisasi siswa untuk belajar (3) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

4. Model Pembelajaran Ekspositori (Ceramah)

Paul Eggen dan Don Kauchak (2012: 400) menyatakan bahwa model ceramah adalah sebuah model pengajaran yang dirancang untuk membantu siswa memahami bangunan pengetahuan. Meskipun model pembelajaran ini kerap dikritik, namun pada kenyataannya model pembelajaran Ekspositori atau ceramah ini masih begitu dominan untuk digunakan. Alasan model ini banyak digunakan karena model pembelajaran Ekspositori membantu siswa mendapatkan informasi yang sulit diakses dengan cara lain, ceramah bisa efektif jika tujuannya adalah memberi siswa informasi yang memerlukan waktu berjam-jam untuk memahami suatu materi (Ausubel dalam Eggen, 2012: 401).

Ceramah memiliki kelebihan lain. Pertama, karena terbatasnya waktu perencanaan untuk mengatur materi, ceramah menjadi efisien. Kedua, ceramah itu fleksibel karena bisa diterapkan pada nyaris semua bidang materi. Ketiga, ceramah itu sederhana, ketimbang merencanakan cara untuk melibatkan siswa atau memikirkan faktor-faktor pembelajaran dan motivasi lain, upaya guru berfokus pada mengatur dan menyajikan materi. Bahkan guru pemula bisa belajar menyampaikan ceramah-ceramah yang memadahi (Eggen, 2012:401).


(21)

21

Menurut Arends (2008: 262), pembelajaran ceramah dapat digunakan di semua bidang dan di semua tingkat kelas. Dalam pembelajaran ceramah terdapat 4 fase utama, meliputi:

a. Guru mengemukakan tujuan pembelajaran dan menyiapkan siswa;

b. Guru memberi kerangka belajar berkaitan dengan materi sebelumnya sudah dimiliki siswa;

c. Guru memresentasikan materi belajar dengan memperhatikan urutan logis dan maknanya bagi siswa;

d. Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan sehingga membangkitkan respon siswa.

Pada penilitian ini, pembelajaran dengan model Ekspositori atau ceramah terdiri atas tiga tahap utama, yaitu:

a. Pendahuluan

Pada tahap pendahuluan, guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan menyiapkan siswa. Elain itu, guru juga bertugas untuk memotivasi siswa untuk belajar. Agar siswa fokus terhadap pembelajaran, maka juga diperlukan apersepsi dengan menggunakan materi yang sebelumnya telah dikuasai oleh siswa. Smentara itu, pada tahap ini siswa lebih banyak pasif dan hanya bertugas untuk mendengarkan penjelasan dari guru.

b. Kegiatan Inti

Pada tahap ini, guru bertugas untuk memresentasikan materi pembelajaran seperti yang telah direncanakan. Guru juga memberi contoh soal dan penyelesaiannya. Selanjutnya tugas siswa pada tahap ini adalah menyimak informasi yang diberikan kepada guru dan bertanya apabila belum jelas. Selain itu, siswa juga mengerjakan soal latihan agar memiliki pengalaman menyelesaikan soal menggunakan materi yang dijelaskan oleh guru. Secara garis


(22)

22

besar, kegiatan inti dibagi menjadi tiga tahap yang sistematis, yaitu ekspolari, elaborasi, dan konfrimasi.

c. Penutup

Pada tahap ini, guru bersama-sama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran. Peran siswa pada tahap ini adalah menyimpulkan apa saja yang dipelajari selama satu kali pelajaran yang telah dialui.

Dari uraian di atas, terlihat bahwa model Ekspositori adalah pembelajaran yang menekannkan pada proses deduksi. Pada proses pembelajaran, guru adalah hal yang sangat penting karena pembelajaran lebih cenderung berpusat kepada guru yang memberikan pelayanan yang sama kepada setiap siswa.

5. Kemandirian Belajar Matematika a. Pengertian Kemandirian Belajar

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia mandiri adalah ”berdiri sendiri”. Sebagai salah satu unsur kepribadian yang dimilki oleh manusia, kepribadian merupakan suatu hal yang penting. Kemandirian dianggap penting karena kemandirian itu sendiri dibutuhkan oleh manusia untuk menyesuaikan diri secara aktif dalam lingkungannya.

Kemandirian belajar menurut Haris Mudjiman (2007) adalah kegiatan belajar aktif yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki.

Istilah kemandirian belajar berhubungan dengan beberapa istilah lain diantaranya self regulated learning, self regulated thinking, self directed learning,


(23)

23

self efficacy, dan self –esteem. Pengertian kelima istilah terakhir di atas tidak tepat sama, namun mereka memiliki beberapa kesamaan karakteristik (Utari Sumarmo, 2004:1). Menurut Utari Sumarmo karakteristik kemandirian belajar, yaitu bahwa individu :

1) Merancang belajar sendiri sesuai dengan tujuannya.

2) Memilih strategi kemudian melaksanakan rancangan belajarnya.

3) Memantau kemajuan belajarnya, mengevaluasi hasilnya dan dibandingkan dengan standar tertentu.

Schunk dan Zimmerman (Utari Sumarmo, 2004:2) merinci kegiatan yang berlangsung pada tiap fase self regulated learning sebagai berikut

1) Fase merancang belajar : menganalisis tugas belajar, menetapkan tujuan belajar, dan merancang strategi belajar.

2) Fase mengevaluasi, memuat kegiatan memeriksa bagaimana jalannya evaluasi strategi: apakah strategi telah berjalan dengan baik? (evaluasi proses); hasil belajar apa yang telah dicapai? (evaluasi produk); dan sesuaikah strategi dengan tugas belajar yang dihadapi.

3) Pada fase merefleksi: pada dasarnya fase ini tidak hanya berlangsung pada fase ketiga dalam siklus self regulated learning, namun refleksi berlangsung pada tiap fase selama siklus berjalan.

Anton Sukarno (1999:64) menyebutkan ciri-ciri kemandirian belajar sebagai berikut:

1) Siswa merencanakan dan memilih kegiatan belajar sendiri.

2) Siswa berinisiatif dan memacu diri untuk belajar secara terus-menerus. 3) Siswa dituntut bertanggung jawab dalam belajar

4) Siswa belajar secara kritis, logis, dan penuh keterbukaan 5) Siswa belajar dengan penuh percaya diri

Dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar seorang siswa mengarah kepada sikap inisiatif belajar untuk dirinya dan tidak bergantung pada orang lain, kemudian diupayakan dengan sungguh-sungguh sehingga siswa bertanggung jawab sepenuhnya atas proses dan hasil belajarnya.


(24)

24

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar

Mohammad Noor Syam (1999:10) menyatakan ada dua faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar yaitu sebagai berikut:

Pertama, faktor internal dengan indikator tumbuhnya kemandirian belajar yang terpancar dalam fenomena antara lain:

1) Sikap bertanggung jawab untuk melaksanakan apa yang dipercayakan dan ditugaskan.

2) Kesadaran hak dan kewajiban siswa disiplin moral yaitu budi pekerti yang menjadi tingkah laku.

3) Kedewasaan diri mulai konsep diri, motivasi sampai berkembangnya pikiran, karsa, cipta dan karya (secara berangsur).

4) Kesadaran mengembangkan kesehatan dan kekuatan jasmani, rohani dengan makanan yang sehat, kebersihan dan olahraga.

5) Disiplin diri dengan mematuhi tata tertib yang berlaku, sadar hak dan kewajiban, keselamatan lalu lintas, menghormati orang lain, dan melaksanakan kewajiban.

Kedua, faktor eksternal sebagai pendorong kedewasaan dan kemandirian belajar meliputi: potensi jasmani rohani yaitu tubuh yang sehat dan kuat, lingkungan hidup, dan sumber daya alam, sosial ekonomi, keamanan dan ketertiban yang mandiri, kondisi dan suasana keharmonisan dalam dinamika positif atau negatif sebagai peluang dan tantangan meliputi tatanan budaya dan sebagainya secara komulatif.

Kemandirian belelajar siswa dapat diukur dari faktor internal yang mempengaruhi kemandirian belajar siswa tersebut. Dari uraian mengenai faktor internal yang mempengaruhi kemandirian belajar, dapat disimpulkan bahwa ada tiga aspek utama pada faktor internal, yaitu tanggung jawab, inisiatif, dan tidak bergantung pada orang lain.


(25)

25 1) Tanggung Jawab

Seorang siswa dapat dikatakan mandiri apabila bisa bertanggung jawab minimal atas dirinya sendiri. Siswa yang bertanggung jawab pastilah siswa yang mampu mengontrol dirinya dan mau menerima konsekuensi terhadap apa yang dia lakukan. Selain itu, tanggung jawab juga membuat siswa memiliki komitmen yang tinggi atas tugas yang diberikan kepadanya. Tingginya komitmen terhadap tugas juga akan berimbas kepada orientasi siswa untuk mendapatkan prestasi belajar yang tinggi.

Dalam penelitian ini, indikator tanggung jawab siswa yang dapat diamati meliputi:

a) Keikutsertaan melaksanakan tugas kelompok b) Komitmen dalam mengerjakan tugas

c) Bersungguh-sungguh dalam mengikuti pelajaran d) Ketepatan waktu pengumpulan tugas

e) Ketepatan waktu kehadiran di kelas. 2) Memiliki Inisiatif

Menurut Suryana (2006:2) inisiatif adalah kemampuan mengembangkan ide dan cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan menemukan peluang (thinking new things).

Ciri-ciri orang yang memiliki inisiatif menurut Sund dalam Slameto (2003 : 147) yaitu:

a) Hasrat keingintahuan yang besar

b) Bersikap terbuka dalam pengalaman baru c) Panjang akal


(26)

26

e) Cenderung menyukai tugas yang berat dan sulit

f) Cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan

g) Memiliki dedikasi bergairah secara aktif dalam melaksanakan tugas h) Berpikir fleksibel

i) Menanggapi pertanyaan yang diajukan serta cenderung memberi jawaban lebih banyak.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka definisi inisiatif adalah keterampilan atau kemampuan individu untuk mencipta sesuatu yang baru, baik berupa ide atau karya nyata yang bersifat orisinil. Pada penelitian ini, inisiatif siswa dapat diamati dari:

a) Keikutsertaan dalam mengemukakan pendapat. b) Keikutsertaan dalam mengajukan pertanyaan c) Mencari sumber belajar lain

d) Cenderung memilih tugas yang sulit. 3) Tidak Bergantung pada Orang Lain

Hamzah (2008: 77) menyatakan bahwa kemandirian adalah kemampuan untuk mengarahkan dan mengendalikan diri sendiri dalam berpikir dan bertindak, serta tidak merasa bergantung pada orang lain secara emosional. Tidak bergantung pada orang lain menjadi salah satu aspek pokok sehingga siswa dapat dikatakan mandiri.

Pada penelitian ini, ketidakbergantungan siswa pada orang lain yang diamati meliputi:

a) Menentukan gaya/cara belajar sendiri b) Belajar tanpa ada paksaan dari pihak lain c) Mengerjakan soal tanpa bantuan orang lain


(27)

27 6. Prestasi Belajar

Suatu pembelajaran selakyaknya memiliki tujuan yang harus dicapai. Tujuan pembelajaran tersebut disusun sebelum proses pembelajaran berlangsung. Menurut Bloom dalam Ratna (2011 :118) menganjurkan kita merumuskan tujuan instruksional khusus, yang didasarkan pada Taksonomi Bloom tentang tujuan-tujuan prilaku, yang meliputi tiga domain: kognitif, afektif, dan psikomotorik. Gagne dalam Ratna (2011: 118) mengemukakan lima aspek hasil belajar, tiga diantaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu lagi bersifat psikomotorik.

Menurut Gagne dalam Ratna (2011 :118) penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar disebut kemampuan. Salah satu penampilan yang dapat diamati adalah prestasi belajar. Prestasi belajar dinilai masuk kedalam salah satu dari lima aspek hasil belajar yang dikemukakan oleh Gagne, yaitu bersifat kognitif.

Berhasil atau tidaknya siswa mengikuti suatu pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajarnya. Untuk mengetahui prestasi belajar siswa, maka dilakukan suatu tes yang dimaksudkan untuk mengujinya setelah siswa mengikuti pembelajaran. Prestasi belajar adalah suatu aspek yang tidak bisa lepas dari proses pembelajaran, hal ini dikarenakan karena proses pembelajaran butuh evaluasi agar lebih baik dari waktu ke waktu dan salah satu yang bisa digunakan untuk mengevaluasi proses pembelajaran adalah dengan melihat prestasi belajar siswa.

Mujis dan Reynolds (2005: 232) menyatakan bahwa,”achievement test measure pupils performance in a particular school subject or topic at a given


(28)

28

time”. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa test prestasi belajar yang dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui kinerja siswa pada suatu mata pelajaran dalam waktu tertentu. Pada dasarnya prestasi belajar matematika diperoleh melalui seluruh proses pembelajaran. Prestasi belajar metematika juga dapat dikatakan sebagai cerminan dari hasil upaya yang telah dilakukan selama proses pembelajaran. Prestasi belajar matematika dapat diukur dengan menggunakan tes yang berupa soal matematika.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan suatu hasil pembelajaran yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: kemampuan dasar (intelegensi), bakat, cara belajar, motivasi, kondisi fisik anak, fasilitas belajar, lingkungan fisik, keadaan psikologis di rumah, hubungan siswa dengan orang tua, hubungan siswa dengan guru, serta hubungan siswa dengan sesama teman.

B. Penelitian yang Relevan

Beberapa Penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain

1. Penelitian yang berjudul Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa oleh Buang Saryantono, dosen PNSD pada STKIP Bandar Lampung. Eksperimen dilakukan di SMA Adiguna Bandar Lampung pada tahun 2013. Penelitian ini menyimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar matematika yang pembelajarannya menggunakan model PBL lebih tinggi dibanding dengan pembelajaran konvensional.


(29)

29

2. Penelitian yang dilakukan oleh Desak Putu Kartiwi yang berjudul Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Ditinjau Dari Bakat Numerik dan Kecemasan Siswa Terhadap Prestasi Belajar Matematika SiswaKelas X SMA Negeri 1 Kuta. Dari penelitian ini menunjukan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah dinilai lebih baik daripada Pembelajaran Konvensional jika ditinjau dari bakat numerik dan kecemasan siswa terhadap prestasi belajar siswa. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Asep Ikin Sugandi dan Utari Sumarmo (2010)

yang berjudul Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Setting Jigsaw terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis serta Kemandirian Belajar Siswa SMA. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pembelajaran berbasis masalah dengan setting Jigsaw memberikan pengaruh paling besar dibandingkan dengan pengaruh pembelajaran konvensional, level sekolah, dan kemampuan awal matematika siswa terhadap pencapaian kemampuan komunikasi matematik serta kemandirian belajar.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Alif Nurhidayah (2012) tentang Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terstruktur Terhadap Kemampuan Penalaran Matematis dan Kemandirian Belajar Matematika Siswa Kelas VII MTsN 2 Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa model pembelajaran berbasis masalah terstruktur memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan penalaran matematis siswa. Namun model pembelajaran berbasis masalah terstruktur tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian belajar matematika siswa.


(30)

30 C. Kerangka Berpikir

Gambar 1. Skema kerangka berpikir

UU no 20 tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kemandirian dan prestasi belajar siswa penting untuk

ditumbuhkembangkan

Berdasarkan observasi, kemandirian belajar siswa kelas X SMK N 1 Saptosari masih rendah.

Berdasarkan nilai UTS, prestasi belajar siswa kelas X SMK N 1 Saptosari masih rendah

Dibutuhkan model pembelajaran yang tepat untuk menumbuhkembangkan kemandirian dan prestasi belajar siswa kelas X SMK N 1 Saptosari

Model Problem Based Learning (PBL)

Akan diuji keefektifan model pembelajaran ditinjau dari kemandirian dan prestasi belajar siswa pada materi fungsi kuadrat

Model pembelajaran Ekspositori

Memiliki karekteristik student centered

Memiliki karekteristik teacher centered Kemandirian

Belajar Prestasi Belajar


(31)

31 D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara suatu masalah yang kemudian akan diuji kebenarannya. Berdasarkan anggapan awal, pada penelitian ini ada enam hipotesis yang diajukan, meliputi:

a. Model pembelajaran Problem Based Learning efektif ditinjau dari kemandirian belajar pada materi fungsi kuadrat,

b. Model pembelajaran Problem Based Learning efektif ditinjau dari prestasi belajar pada materi fungsi kuadrat,

c. Model pembelajaran Ekspositori efektif ditinjau dari kemandirian belajar pada materi fungsi kuadrat,

d. Model pembelajaran Ekspositori efektif ditinjau dari prestasi belajar pada materi fungsi kuadrat,

e. Model pembelajaran pembelajaran Problem Based Learning lebih efektif daripada pembelajaran Ekspositori jika ditinjau dari kemandirian belajar siswa pada materi fungsi kuadrat,

f. Model pembelajaran pembelajaran Problem Based Learning lebih efektif daripada pembelajaran Ekspositori jika ditinjau dari prestasi belajar siswa pada materi fungsi kuadrat.


(32)

32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuasi eksperimen. Menurut Suharsimi Arikunto (2000: 272) penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada dan tidaknya akibat dari sesuatu yang dikenakan pada subjek selidik. Sebuah penelitian eksperimen minimal melibatkan dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok kontrol merupakan kelompok yang mengikuti pembelajaran menggunakan model Ekspositori, sedangkan kelompok eksperimen merupakan kelompok yang mengikuti pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning. Penentuan kelompok pada penelitian ini tidak memungkinkan untuk dipilih secara benar-benar acak karena peneliti hanya menggunakan kelompok kelas yang sudah ada di sekolah, dan kelas yang digunakan sebanyak dua kelas yang terdiri atas satu kelas kontrol dan satu kelas eksperimen.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMK N 1 Saptosari yang terdiri dari 4 jurusan keahlian, meliputi Teknik Otomotif (OT), Teknik Busana (TB), Teknik Audio Video (AV), dan Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ). Masing-masing jurusan terdiri atas dua kelas dengan banyak siswa yang bervareasi seperti disajikan pada Tabel 6 sebagai berikut.


(33)

33

Tabel 6. Data Siswa Kelas X SMK N 1 Saptosari

OT TB AV TKJ

A B A B A B A B

Banyak siswa

laki-laki 32 33 2 1 25 28 8 10

Banyak siswa

Perempuan 2 1 32 32 9 6 22 21

Total 34 34 34 33 34 34 30 31

Sempel pada penelitian ini adalah salah satu dari keempat jurusan yang ada di kelas X SMK N 1 Saptosari. Sempel penelitian dipilih menggunakan metode pengambilan sampel gugus sederhana (simple cluster sampling). Akhirnya terpilih jurusan Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) sebagai sampel dari penelitian ini. Penentuan kelas eksperimen dan control menggunakan undian sederhana dengan hasil kelas X TKJ A sebagai kelas eksperimen dan kelas X TKJ B sebagai kelas kontrol.

C. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran, yaitu model Problem Based Learning. Model pembelajaran ini digunakan pada kelas eksperimen, sedangkan kelas kontrol menggunakan model pembelajaran yang biasa digunakan guru matematika di SMK N 1 Saptosari, yaitu model Ekspositori. 2. Variabel terikat

Variabel terikat pada penelitian ini ada dua, yaitu kemandirian belajar dan prestasi belajar siswa.


(34)

34 3. Variabel kontrol

Variabel kontrol pada penelitian ini adalah guru, materi pelajaran, dan jumlah jam pelajaran. Kelas eksperimen dan kontrol akan diampu oleh guru yang sama. Kedua kelas tersebut juga akan mendapat materi yang sama selama penelitian, yaitu Fungsi Kuadrat. Jumlah jam pelajaran kedua kelas sama, yaitu 2 jam pelajaran untuk pretest, 8 jam pelajaran untuk materi, dan 2 jam pelajaran untuk posttest, jadi jumlah jam pelajaran setiap kelas adalah 12 jam pelajaran. D. Definisi Oprasional Variabel

1. Model Problem Based Learning

Problem Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang berkembang sejak tahun 1970an. Model pembelajaran ini menggunakan masalah sebagai basis pembelajaran. Model Problem Based Learning memiliki 5 (lima) tahapan belajar, meliputi: (1) Orientasi siswa pada masalah (2) Mengorganisasi siswa untuk belajar (3) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

2. Kemandirian belajar siswa

Kemandirian belajar siswa merupakan kesadaran belajar yang timbul dari diri siswa sendiri. Siswa dapat dikatakan memiliki kemandirian yang baik apabila memenuhi tiga aspek kemandirian belajar, meliputi: (1) Bertanggung jawab (2) Memiliki inisiatif (3) Tidak bergantung pada orang lain.


(35)

35 3. Prestasi belajar siswa

Prestasi belajar siswa adalah nilai yang dicapai siswa saat mengikuti tes prestasi belajar. Siswa dapat dikatakan tuntas ketika nilai yang dicapai pada saat tes prestasi belajar mampu mencapai Kreteria Ketuntasan Minimal (KKM).

E. Tempat dan Jadwal Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di SMK Negeri Saptosari pada tanggal 23 April 2015 sampai dengan 13 Mei 2015 tahun pelajaran 2014/2015 di kelas X TKJ A dan B, dengan rincian sebagai berikut.

Tabel 7. Jadwal Penelitian

No

Hari, Tanggal

Materi X TKJ A

(kelas eksperimen)

X TKJ B (kelas kontrol)

1 Kamis, 23 April 2015 Kamis, 23 April 2015 Pretest dan angket awal 2 Rabu, 29 April 2015 Senin, 27 April 2015 Definisi fungsi kuadrat

3 Kamis, 30 April 2015 Kamis, 30 April 2015

Menggambar grafik fungsi kuadrat dan

sifat-sifatnya

4 Rabu, 6 Mei 2015 Senin, 4 Mei 2015 Menentukan persamaan fungsi kuadrat 5 Kamis, 7 Mei 2015 Kamis, 7 Mei 2015 Penerapan fungsi kuadrat 6 Rabu, 13 Mei 2015 Senin, 11 Mei 2015 Posttest dan angket akhir

F. Rancangan Penelitian

Rancangan atau desain penelitian merupakan rencana dan struktur penelitian yang disusun oleh peneliti sehingga nantinya peneliti dapat menjawab rumusan masalah. Darsono (2005 : 73) menyatakan rancangan penelitian adalah sebagai model pendekatan penelitian yang sekaligus juga merupakan rancangan


(36)

36

analisis data. Di samping itu dengan adanya rancangan penelitian, penentuan sampel sudah diberi arah oleh rancangan penelitinya.

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui akibat manipulasi yang diberikan terhadap individu atau kelompok untuk selanjutnya dilihat pengaruh dari manipulasi tersebut. Selain ada objek yang dimanipulasi atau diberi perlakuan yang berbeda, penelitian eksperimen juga membutuhkan objek kontrol yang nantinya berfungsi untuk membandingkan pengaruh sesuai tujuan dari eksperimen tersebut.

Dalam sebuah penelitian eksperimen, objek eksperimen dibedakan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok eksperimen, yaitu kelompok yang mendapat perlakuan yang berbeda dari biasanya (dimanipulasi). Sedangkan kelompok yang lain adalah kelompok kontrol, yaitu kelompok yang mendapat perlakuan sam seperti biasanya (tidak ada manipulasi).

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kuasi eksperimen. Kuasi eksperimen atau juga sering disebut eksperimen semu merupakan rancangan eksperimen yang pengendaliannya terhadap variabel-variabel non-eksperimental tidak begitu ketat dan penentuan sampelnya pun dipilih bukan secara acak. Pemilihan kuasi eksperimen sebagai jenis dari penilitian ini adalah karena dalam kuasi eksperimen peneliti memungkinkan mengendalikan beberapa variabel dari situasi yang ada. Penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan satu kelompok eksperimen yang mendapat perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning


(37)

37

dalam pembalajarannya dan satu kelompok kontrol yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Ekspositori pada pokok bahasan Fungsi Kuadrat. Kedua kelompok diasumsikan sama kecuali dalam hal model pembelajaran yang digunakan.

Salah satu jenis rancangan yang temasuk dalam kuasi eksperimen adalah "Pretest Posttest Control Group Design". Rancangan ini merupakan rancangan penelitian eksperimen yang dilakukan dengan "Pretest" selanjutnya diberi perlakuan dan diakhiri dengan "Posttest".

Tabel 8. Pretest Posttest Control Group Design

keterangan:

: Rata-rata skor Kemandirian Belajar Awal kelas kontrol : Rata-rata skor Kemandirian Belajar Awal kelas eksperimen : Rata-rata nilai Pretest kelas kontrol

: Rata-rata nilai Pretest kelas eksperiment

: Perlakuan yang diterima kelompok kontrol berupa penerapan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran Ekspositori

: Perlakuan yang diterima kelompok eksperimen berupa penerapan pembelajaran matematika menggunakan model Problem Based Learning

Kelompok Kemandirian

Belajar Awal Pretest Treatment

Kemandirian

Belajar Akhir Posttest

Kontrol Eksperimen


(38)

38

: Rata-rata skor Kemandirian Belajar Akhir kelas kontrol : Rata-rata skor Kemandirian Belajar Akhir kelas eksperimen : Rata-rata nilai Posttest kelompok kontrol

: Rata-rata nilai Posttest kelompok eksperimen G. Perangkat Pembelajaran

Untuk memperlancar proses pembelajaran, perlu disusun perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran pada penelitian ini terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan bahan ajar berupa Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Berikut akan dijelaskan lebih lanjut tentang RPP dan LKS.

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP yang digunakan dalam penelitian ini adalah RPP untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Proses pembelajaran dalam RPP kelas eksperimen terdiri dari langkah-langkah model Problem Based Learning (PBL) dan proses pembelajaran dalam RPP kelas kontrol terdiri dari langkah-langkah model pembelajaran Ekspositori. Penyusunan RPP disesuaikan dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada silabus matematika kelas X SMK jurusan Teknonogi Komputer dan Jaringan (TKJ) tentang materi fungsi kuadrat. RPP dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru mata pelajaran, kemudian direvisi sesuai dengan saran.

2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

LKS disusun untuk membantu siswa kelas eksperimen dalam melaksanakan langkah pembelajaran sesuai dengan model PBL. Materi pada LKS adalah materi fungsi kuadrat. LKS dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru mata pelajaran, kemudian direvisi sesuai dengan saran. Pembelajaran di kelas kontrol tidak


(39)

39

menggunakan LKS karena pembelajaran Ekspositori yang biasa dilakukan oleh guru juga tidak menggunakan LKS.

Kedua perangkat pembelajaran tersebut disusun oleh peneliti melalui tahapan sebagai berikut:

1. Mempelajari Standar Kopetensi dan Kopetensi Dasar pada silabus matematika SMK kelas X.

2. Mempelajari pokok bahasan tentang Fungsi Kuadrat. 3. Menentukan tujuan pembelajaran.

4. Menentukan dan merumuskan indikator ketercapaian pembelajaran. 5. Menyusun draf RPP.

6. Mengkonsultasikan draf RPP kepada dosen pembimbing dan guru mata pelajaran.

7. Merevisi draf RPP yang telah dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan guru mata pelajaran.

8. Menyusun draf LKS.

9. Mengkonsultasikan draf LKS kepada dosen pembimbing dan guru mata pelajaran.

10.Merevisi LKS yang telah dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan guru mata pelajaran.

H. Instrumen Penelitian

Intrumen yang digunakan untuk memperoleh data pada penelitian ini terdiri atas dua jenis, meliputi:


(40)

40 a. Instrumen Tes

Instrumen tes dimaksudkan untuk mengukur prestasi belajar siswa. Dalam penelitian ini, instrumen tes berbentuk tes tertulis yang berkaitan dengan materi yang diuji cobakan. Tes tertulis nantinya akan berupa beberapa butir soal uraian yang mencakup keseluruhan materi yang telah diajarkan selama penelitian berlangsung. Pada penelitian ini, akan diadakan dua tahapan tes tertulis, yaitu pretest dan posttest. Pretest adalah tes yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa sebelum diberi perlakuan apapun. Sementara posttest merupakan tes untuk mengukur kemampuan siswa setelah diberi perlakuan khusus, sehingga dapat dilihat perkembangan prestasi belajar siswa.

Tipe soal uraian dipilih sebab ada beberapa keunggulan dari tes dengan tipe soal ini, antara lain:

a) Peneliti dapat melihat sejauh mana siswa dapat memahami permasalahan yang disajikan dalam bentuk soal.

b) Peneliti dapat mengetahui sejauh mana siswa memahami konsep dari materi yang telah dijelaskan.

c) Peneliti dapat mendeteksi dimana letak kesulitan siswa dalam memecahkan permasalahan matematis.

Hasil tes prestasi belajar siswa dinyatakan tuntas ketika mencapai Kreteria Ketuntansan Minimal (KKM) yang telah ditentukan oleh Sekolah. Pada SMK N 1 Saptosari, KKM dari mata pelajaran matematika adalah 75. Sementara pembelajaran dapat dikatakan efektif ditinjau dari prestasi belajar apabila rata-rata nilai posttest dapat melampaui KKM.


(41)

41 b. Instrumen Non Tes

Instrumen non tes digunakan untuk memperoleh data kualitatif. Data kualitatif selanjutnya diolah dengan cara membandingkan antara data yang diperoleh dengan teori yang ada. Pada penelitian ini, instrumen non tes yang digunakan ada dua, yaitu lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran dan angket kemandirian belajar.

1) Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran

Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran diisi oleh observer yang ikut ke dalam kelas selama pembelajaran berlangsung. Lembar keterlaksanaan pembelajaran ini terdiri dari dua jenis, yaitu lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning dan menggunakan model pembelajaran Ekspositori. Kriteria untuk mengisi lembar observasi adalah dengan memberi tanda checklist (√) pada kolom “ya” jika aspek yang diamati terlaksana, atau memberi tanda checklist (√) pada kolom “tidak” jika aspek yang diamati tidak terlaksana pada saat pembelajaran berlangsung.

2) Angket kemandirian belajar matematika siswa

Angket merupakan metode penyelidikan dengan daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden (siswa yang menjadi objek penelitian). Angket kemandirian belajar dimaksudkan untuk memperoleh data kemandirian belajar siswa yang menjadi objek penelitian. Instrumen angket kemandirian belajar matematika siswa. Berikut kisi-kisi angket kemandirian belajar matematika siswa.


(42)

42 Tabel 9. Aspek Angket Kemandirian Belajar

No Aspek Indikator

Butir Angket

Jumlah

+ -

1 Bertanggung jawab

a. Keikutsertaan melaksanakan tugas kelompok

1 17,

30

3 b. Komitmen dalam mengerjakan

tugas

16 2, 12 3

c. Bersungguh-sungguh dalam mengikuti pelajaran.

3 26 2

d. Ketepatan waktu pengumpulan tugas.

4 22 2

e. Ketepatan waktu kehadiran di kelas.

15 5 2

2 Mempunyai Inisiatif

a. Keikutsertaan dalam mengemukakan dan menanggapi pendapat.

11, 20 6 3

b. Keikutsertaan dalam mengajukan dan menjawab pertanyaan.

18 7 2

c. Mencari sumber belajar lain. 27 8 2 d. Cenderung memilih tugas yang

sulit.

9 13 2

3 Tidak bergantung pada orang lain

a. Menentukan gaya/cara belajar sendiri.

19 28 2

b. Belajar tanpa ada paksaan dari pihak lain.

10, 23 25 3

c. Mengerjakan soal tanpa bantuan orang lain.

14 24 2

d. Berusaha mengatasi masalah belajar pada dirinya sendiri.

21 29 2


(43)

43

Peneliti memberikan empat alternatif jawaban pada angket, yaitu (1) Sangat Setuju (SS) ; (2) Setuju (S) ; (3) Tidak Setuju (TS) ; (4) Sangat Tidak Setuju (STS). Penyekoran untuk setiap butir angket berdasarkan pilihan dan sifat butir sebagai berikut.

Tabel 10. Pedoman Penyekoran Angket Kemandirian Belajar

Sifat

Pilihan Sangat

Setuju Setuju

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

Positif 4 3 2 1

Negatif 1 2 3 4

Karena angket terdiri dari 30 pernyataan, maka klasifikasi kemandirian belajar dapat dihitung dengan cara sebagai beikut.

Rata-rata ideal: 75 2 30 120 2 min    

skormaks skor

Xi

Satuan lebar wilayah:

15 6

30 120 6

min

skormaks skor

Sbi

Tabel 11. Klasifikasi Skor Kemandirian Belajar

Rumus Interval Klasifikasi

̅ Sangat Baik

̅ ̅ Baik

̅ ̅ Cukup

̅ ̅ Kurang

̅ Sangat Kurang

Dilihat dari tabel klasifikasi skor angket kemandirian belajar siswa, dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar siswa dapat dikatakan baik ketika mencapai skor minimal lebih dari 84. Maka model pembelajaran dapat dikatan


(44)

44

efektif ditinjau dari kemandirian belajar siswa ketika rata-rata skor kemandirian belajar akhir lebih dari 84.

I. Validitas

Instrumen penelitian yang berupa angket dan soal tes tentu harus memenuhi kualifikasi yang baik. Untuk soal tes dan angket yang baik harus memenuhi validitas. Validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi menunjukan seberapa valid instrumen tersebut untuk mengukur aspek yang hendak diteliti. Validitas sebuah instrumen akan didapatkan setelah instrumen diuji validitasnya oleh dosen ahli atau dosen validator. Validitas dilakukan untuk memastikan bahwa tiap butir soal dalam instrumen dapat mewakili aspek yang diteliti. Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur (Suharsimi Arikunto, 2002: 65).

Validitas isi instrumen tes dapat diketahui dari kesesuaian instrumen tes tersebut dengan standar kompetensi dan kompetentensi dasar. Selanjutnya, untuk instrumen non tes berupa angket kemandirian belajar siswa, validitas dapat diketahui dari kesesuaian instrumen yang telah dikembangkan dengan kisi-kisinya. Setelah instrumen delesai dibuat, selanjutnya instrumen akan dikonsultasikan dengan validator. Pada penelitian ini, validator yang dimaksud adalah dosen ahli yaitu Nur Insani, M.Sc. dan Endang Listyani, M.S. Validasi ini bertujuan untuk memperoleh validitas isi, kemudian peneliti melakukan revisi berdasarkan masukan dari validator.


(45)

45 J. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan tiga teknik pengumpulan data, meliputi observasi, angket, dan tes. Teknik observasi keterlaksanaan pembelajaran dilakukan untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan pembelajaran. Angket digunakan untuk mendapatkan data kemandirian belajar matematika siswa, sedangkan tes digunakan untuk mendapatkan data prestasi belajar siswa pada materi Fungsi Kuadrat dari dua kelompok sampel, yaitu kelas eksperimen dan kontrol.

Angket digunakan untuk mengetahui kemandirian belajar matematika siswa. Perolehan skor maksimal dari angket kemandirian belajar siswa adalah 120 poin dan skor minimalnya adalah 30 poin.

Tes yang digunakan pada penelitian ini berupa pretest dan posttest yang berisi tentang materi Fungsi Kuadrat. Data tes diperoleh dari penilaian pada lembar jawab siswa dengan nilai maksimal 100 dan minimal 0.

K. Teknik Analisis Data 1. Analisis Diskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk mendiskripsikan data. Pada penelitian ini, data yang didiskripsikan adalah berupa hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran, angket kemandirian belajar dan berupa nilai pretest dan posttest dari kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Data hasil observasi merupakan data yang diperoleh dari hasil observasi tentang keterlaksanaan pembelajaran matematika di kelas eksperimen dan kontrol berdasarkan lembar observasi. Data hasil observasi akan dianalisis dengan


(46)

46

ketentuan skor 1 untuk jawaban “ya” dan 0 untuk jawaban “tidak. Cara menghitung persentase keterlaksanaan pembelajaran matematika adalah sebagai berikut.

Sementara data yang didapatkan dari angket kemandirian belajar dan tes prestasi belajar, akan dihitung rata-rata, variansi, dan simpangan baku menggunakan rumus berikut.

a. Rata-rata ̅

̅ ∑

(Sumber: Walpole, 1992 :24) b. Variansi

̅

(Sumber: Walpole, 1992 :35) c. Simpangan Baku


(47)

47 2. Uji Asumsi

Sebelum melakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji normalitas, uji homogenitas, dan juga uji kesamaan rata-rata.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Menurut Purbayu dan Ashari (2005: 231) uji normalitas digunakan karena untuk melakukan analisis statistik parametrik, asumsi yang harus dimiliki oleh data adalah data tersebut berdistribusi normal. Uji normalitas yang dilakukan menggunaan statistik uji satu sampel Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan software Minitab 16 dengan taraf kepercayaan yang digunakan sebesar 95%.

Perumusan hipotesis yang digunakan untuk uji normalitas data skor kemandirian awal sebagai berikut.

: Sebaran skor kemandirian belajar matematika awal (kelas eksperimen atau kontrol) berasal dari data yang berdistribusi normal.

: Sebaran skor kemandirian belajar matematika awal (kelas eksperimen atau kontrol) berasal dari data yang tidak berdistribusi normal.

Perumusan hipotesis yang digunakan untuk uji normalitas data skor kemandirian akhir sebagai berikut.


(48)

48

: Sebaran skor kemandirian belajar matematika akhir (kelas eksperimen atau kontrol) berasal dari data yang berdistribusi normal.

: Sebaran skor kemandirian belajar matematika akhir (kelas eksperimen atau kontrol) berasal dari data yang tidak berdistribusi normal.

Perumusan hipotesis yang digunakan untuk uji normalitas data pretest sebagai berikut.

: Sebaran nilai pretest (kelas eksperimen atau kontrol) berasal dari data yang berdistribusi normal.

: Sebaran nilai pretest (kelas eksperimen atau kontrol) berasal dari data yang tidak berdistribusi normal.

Sedangkan perumusan hipotesis yang digunakan untuk uji normalitas data posttest sebagai berikut.

: Sebaran nilai posttest (kelas eksperimen atau kontrol) berasal dari data yang berdistribusi normal.

: Sebaran nilai posttest (kelas eksperimen atau kontrol) berasal dari data yang tidak berdistribusi normal.

Uji normalitas menggunakan taraf signifikansi , dengan kreteria pengujiannya adalah ditolak jika nilai p-value Kolmogorov-Smirnov kurang dari sama dengan .


(49)

49 b. Uji Homogenitas

Menurut Meilia (2010: 238) uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah populasi data dalam penelitian memiliki variansi yang sama atau tidak. Pada penelitian ini, uji homogenitas dimaksudkan untuk menguji apakah variansi data kemandirian belajar dan prestasi belajar dari kedua kelompok sama atau tidak. Hipotesis statistik yang digunakan untuk uji homogenitas data kemandirian belajar adalah sebagai berikut.

: Tidak terdapat perbedaan varians data kemandirian belajar (awal atau akhir) antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. : Terdapat perbedaan varians data kemandirian belajar (awal

atau akhir) antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Hipotesis statistik yang digunakan untuk uji homogenitas data prestasi belajar adalah:

: Tidak terdapat perbedaan varians data prestasi belajar (pretest atau posttest) antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

: Terdapat perbedaan varians data prestasi belajar (pretest atau posttest) antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji homogenitas dibantu menggunakan software Minitab 16 dengan uji Test for Equal Variances. Uji homogenitas menggunakan taraf signifikansi , dengan kriteria keputusan ditolak jika p-value dari Levene’s Test for Equality of Variances kurang dari sama dengan .


(50)

50 c. Uji Kesamaan Rata-rata

Setelah uji normalitas dan homogenitas terpenuhi, maka dilanjutkan dengan uji kesamaan rata-rata. Rumusan hipotesisnya sebagai berikut.

1) Uji kesamaan rata-rata skor kemandirian belajar matematika awal siswa. 2

1 0: 

H : Tidak terdapat perbedaan rata kemampuan awal rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ditinjau dari kemandirian belajar siswa.

2 1 1 : 

H : Terdapat perbedaan rata-rata kemampuan awal rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ditinjau dari kemandirian belajar siswa.

keterangan: 1

 : Rata-rata skor kemandirian belajar matematika awal siswa kelas eksperimen.

2

 : Rata-rata skor kemandirian belajar matematika awal siswa kelas kontrol.

2) Uji kesamaan rata-rata nilai pretest. 2

1 0: 

H : Tidak terdapat perbedaan rata kemampuan awal rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ditinjau dari prestasi belajar siswa.

2 1 1 : 

H : Terdapat perbedaan rata-rata kemampuan awal rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ditinjau dari prestasi belajar siswa.


(51)

51 keterangan:

1

= Rata-rata nilai pretest kelas eksperimen

2

= Rata-rata nilai pretest kelas kontrol

Uji kesamaan rata-rata dibantu menggunakan software Minitab 16 dengan uji Two Samples T Test. Uji kesamaan rata-rata menggunakan taraf signifikansi , dengan kriteria keputusan ditolak jika p-value dari hasil uji Two Samples T Test kurang dari sama dengan .

3.

Uji Hipotesis

a. Uji hipotesis untuk menjawab rumusan masalah pertama

Rumusan masalahnya adalah apakah penerapan model Problem Based Learning efektif ditinjau dari kemandirian belajar matematika siswa pada materi fungsi kuadrat. Pembelajaran dapat dikatakan efektif ditinjau dari kemandirian belajar matematika siswa apabila rata-rata skor kemandirian belajar siswa mencapai klasifikasi baik atau lebih dari 84. Perumusan hipotesisnya adalah

: Pembelajaran dengan model Problem Based Learning tidak efektif ditinjau dari kemandirian belajar matematika siswa.

: Pembelajaran dengan model Problem Based Learning efektif ditinjau dari kemandirian belajar matematika siswa.

Taraf signifikansi yang digunakan adalah . Statistik uji yang digunakan


(52)

52 n s x thit  0

Keterangan:

̅ rata-rata skor kemandirian belajar matematika akhir siswa kelas eksperimen

simpangan baku

banyaknya siswa kelas eksperimen derajat kebebasan

Kriteria keputusannya adalah ditolak jika .

Uji yang dilakukan pada hipotesis pertama adalah uji pihak kanan. Uji hipotesis pada penelitian ini dibantu dengan menggunakan software Minitab 16 dengan uji One-Samples T Test. Taraf signifikansi yang digunakan adalah dengan kriteria keputusan ditolak jika nilai p-value .

b. Uji hipotesis untuk menjawab rumusan masalah kedua

Rumusan masalahnya adalah apakah penerapan model Problem Based Learning efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa pada materi fungsi kuadrat. Pembelajaran dapat dikatakan efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa apabila rata-rata nilai posttest kelas dapat melampaui KKM atau lebih dari 75. Perumusan hipotesisnya adalah

: Pembelajaran dengan model Problem Based Learning tidak efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa.


(53)

53

: Pembelajaran dengan model Problem Based Learning efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika siswa.

Taraf signifikansi yang digunakan adalah . Statistik uji yang digunakan

n s x thit  0

Keterangan:

̅ Rata-rata nilai posttest siswa kelas eksperimen

simpangan baku

banyaknya siswa kelas eksperimen = derajat kebebasan

Kriteria keputusannya adalah ditolak jika .

Uji yang dilakukan pada hipotesis kedua adalah uji pihak kanan. Uji hipotesis pada penelitian ini dibantu dengan menggunakan software Minitab 16 dengan uji One-Samples T Test. Taraf signifikansi yang digunakan adalah dengan kriteria keputusan ditolak jika nilai p-value .

c. Uji hipotesis untuk menjawab rumusan masalah ketiga

Rumusan masalahnya adalah apakah penerapan model Ekspositori efektif jika ditinjau dari kemandirian belajar siswa pada materi fungsi kuadrat. Pembelajaran dapat dikatakan efektif ditinjau dari kemandirian belajar


(54)

54

matematika siswa apabila rata-rata skor kemandirian belajar siswa mencapai klasifikasi baik atau lebih dari 84. Perumusan hipotesisnya adalah

: Pembelajaran dengan model pembelajaran Ekspositori tidak efektif ditinjau dari kemandirian belajar matematika siswa.

: Pembelajaran dengan model pembelajaran Ekspositori efektif ditinjau dari kemandirian belajar matematika siswa.

Taraf signifikansi yang digunakan adalah . Statistik uji yang digunakan

n s x thit  0

Keterangan:

̅ Rata-rata skor kemandirian belajar matematika akhir siswa kelas kontrol

simpangan baku

banyaknya siswa kelas kontrol derajat kebebasan

Uji yang dilakukan pada hipotesis ketiga adalah uji pihak kanan. Uji hipotesis pada penelitian ini dibantu dengan menggunakan software Minitab 16 dengan uji One-Samples T Test. Taraf signifikansi yang digunakan adalah dengan kriteria keputusan ditolak jika nilai p-value .


(1)

58 2

n = Banyaknya siswa kelas kontrol 2

1

s = variansi skor kemandirian belajar matematika akhir siswa kelas eksperimen 2

2

s = variansi skor kemandirian belajar matematika akhir kelas kontrol = derajat kebebasan

Kriteria keputusannya adalah ditolak jika .

Uji yang dilakukan pada hipotesis kelima adalah uji pihak kanan. Uji hipotesis pada penelitian ini dibantu dengan menggunakan software Minitab 16 dengan uji Two-Samples T Test. Taraf signifikansi yang digunakan adalah dengan kriteria keputusan ditolak jika nilai p-value .

f. Uji hipotesis untuk menjawab rumusan masalah keenam

Apablia hasil uji kesamaan rata-rata menyatakan tidak terdapat kemampuan awal antara kelas eksperimen dan kontrol ditinjau dari prestasi belajar siswa, maka dapat dilakukan uji hepotesis rumusan masalah keenam. Rumusan masalahnya adalah apakah model Problem Based Learning lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran Ekspositori jika ditinjau dari prestasi belajar siswa pada materi fungsi kuadrat. Perumusan hipotesisnya adalah

: Model Preblem Based Learning tidak lebih efektif atau sama dengan model pembelajaran Ekspositori ditinjau dari prestasi belajar siswa

: Model Preblem Based Learning lebih efektif dari pada model pembelajaran Ekspositori ditinjau dari prestasi belajar siswa


(2)

59

1. Jika uji homogenitas menyatakan bahwa kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki variansi yang sama, maka statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut. 2 1 2 1 1 1 n n s x x t p    , 2 2 1 

n n

dk , 2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 1 2 2 1 1 2       n n s n s n sp Keterangan: 1

x = Rata-rata nilai posttest kelas eksperimen

2

x = Rata-rata nilai posttest kelas kontrol

1

n = Banyaknya siswa kelas eksperimen

2

n = Banyaknya siswa kelas kontrol 2

1

s = variansi nilai posttest kelas eksperimen 2

2

s = variansi nilai posttest kelas kontrol = variansi gabungan

= derajat kebebasan

2. Jika uji homogenitas menyatakan bahwa kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki variansi yang berbeda, maka statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut.


(3)

60 2 2 2 1 2 1

2 1

n s n s

x x t

 

 ,

2 2 1 

n n

dk Keterangan:

1

x = Rata-rata nilai posttest kelas eksperimen

2

x = Rata-rata nilai posttest kelas kontrol

1

n = Banyaknya siswa kelas eksperimen

2

n = Banyaknya siswa kelas kontrol 2

1

s = variansi nilai posttest kelas eksperimen 2

2

s = variansi nilai posttest kelas kontrol = derajat kebebasan

Kriteria keputusannya adalah ditolak jika .

Uji yang dilakukan pada hipotesis keenam adalah uji pihak kanan. Uji hipotesis pada penelitian ini dibantu dengan menggunakan software Minitab 16 dengan uji Two-Samples T Test. Taraf signifikansi yang digunakan adalah dengan kriteria keputusan ditolak jika nilai p-value .


(4)

94

DAFTAR PUSTAKA

Alif Nurhidayah. (2012). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terstruktur

Terhadap Kemampuan Penalaran Matematis dan Kemandirian Belajar Matematika Siswa Kelas VII MTsN 2 Yogyakarta. Skripsi: UIN.

Anton Sukarno. (1999). Ciri-Ciri Kemandirian Belajar. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Arends, Richard I. (2008). Learning to Teach: Belajar untuk Mengajar.

Penerjemah: Helly Prajitno . & ri Mulyatini. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Asep Ikin S., dan Utari Sumarmo. (2010) Pengaruh Pembelajaran Berbasis

Masalah denga Setting Jigsaw terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis serta Kemandirian Belajar Siswa SMA. Disampaikan pada

seminar nasional pendidikan matematika, Yogyakarta tanggal 27 November 2010.

Buang Saryantono. (2013). PengaruhModel Problem Based Learning (PBL)

Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. Jurnal: STKIP Lampung.

Darsono, Max, dkk. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Semarang: CV. IKIP Semarang Press.

Desak Putu Kartiwi (2010). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Ditinjau

Dari Bakat Numerik dan Kecemasan Siswa Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kuta. Jurnal: Bali.

Eggen, Paul. & Kauchak, Don. (2012). Strategie and Models for Teachers:

Strategi dan Model Pembelajaran. Penerjemah: Satrio Wahono. Jakarta: PT

Indeks.

Eka Putra Widoyoko, S. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Eveline Siregar dan Hartini Nara. (2011). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Haris Mudjiman. (2007). Belajar Mandiri. Solo: UNS Press.

Hamzah B. Uno. (2008). Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad


(5)

95

Institute of Educatian University of London. (2002), Effective Learning. Diakses pada 8 Mei 2015, dari

http://www.ioe.ac.uk/about/documents/Watkins_02_Effective_Lng%281%2 9.pdf.

Jamil Suprihatiningrum. (2013). Strategi Pembelajaran dan Teori Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Killen, Roy. (2009). Effective Teaching Strategies: Lesson From Research and

Practice. Fifth Edition. Outh Melbourne: Cengage Learning Australia.

Meilia Nur Indah Susanti. (2010). Statistika Diskriptif & Induktif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Mohammad Noor Syam. (1999). Filsafat Pendidikan Dan Dasar Filsafat

Pendidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.

Muijis, D. & Reynolds, D. (2005). Effective Teaching: Evidence and Practoce. Second Edition. London: SAGE.

Purbayu Budi Santoso & Ashari. (2005). Analisis Statistik dengan Microsoft Excel

& Dasar dan Menengah. Jakarta: ANDI.

Ratna Wilis Dahar. (2011). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Erlangga. Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:

Rineka Cipta.

Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Suharsimi Arikunto. (2000). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: Reneka Cipta.

______. (2002). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Suryana. (2006). Kewirausahaan, Pedoman Praktis, Kiat san Proses Menuju

Sukses. Jakarta: SALEMBA EMPAT.

Suwarjono Sujono. (2009). Pembelajaran Merdeka. Yogyakarta: Total Media Yogyakarta.

Suhitno, Suyitno Amin, Pandoyo, Hidayah Isti, Suparyan. (2000). Dasar-dasar

dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang: Pendidikan Matematika

FMIPA UNNES.

Umdatun Nafiah. (2013). Pengembangan Bahan Ajar Matematika Materi Pokok

Bahasan Fungsi Kuadrat bercirikan Problem Based Learning untuk Siswa Kelas X SMA RSBI. Tesis: UM.


(6)

96

Undang-Undang. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun

2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: UUD1945.

Utari Sumarmo. (2004). “ Kemandirian Belajar : Apa, Mengapa, dan Bagaimana

Dikembangkan Pada Siswa”. Makalah Disampaikan pada Seminar Tanggal

8 Juli di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.

Walpole, Ronald E. (1992). Pengantar Statistika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


Dokumen yang terkait

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI POKOK APROKSIMASI DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS X SMK TEKNIK SE

0 5 86

EKSPERIMEN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS PENILAIAN PORTOFOLIO DITINJAU DARI KEMANDIRIAN Eksperimen Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbasis Penilaian Portofolio Ditinjau Dari Kemandirian Belajar Siswa Kelas Viii Smp Negeri

0 2 15

EKSPERIMEN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS PENILAIAN PORTOFOLIO DITINJAU DARI KEMANDIRIAN Eksperimen Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbasis Penilaian Portofolio Ditinjau Dari Kemandirian Belajar Siswa Kelas Viii Smp Neg

0 3 16

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PARTNERS IN LEARNING DAN PROBLEM BASED Eksperimen Pembelajaran Matematika Melalui Model Pembelajaran Partners In Learning Dan Problem Based Learning Ditinjau Dari Minat Belajar Siswa Kelas X S

0 3 16

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PARTNERS IN LEARNING DAN PROBLEM BASED Eksperimen Pembelajaran Matematika Melalui Model Pembelajaran Partners In Learning Dan Problem Based Learning Ditinjau Dari Minat Belajar Siswa Kelas X S

0 2 17

PENGARUH PROBLEM BASED LEARNING DAN PROBLEM POSING DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA Pembelajaran Matematika Melalui Problem Based Learning dan Problem Posing Ditinjau dari Motivasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII.

0 3 15

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) Penerapan Pendekatan Saintifik Dengan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Siswa Kelas X SMK Muh

0 2 15

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) Penerapan Pendekatan Saintifik Dengan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Siswa Kelas X SMK Muh

0 1 12

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KLATEN.

1 12 176

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP.

1 1 339