INTENSITAS MENONTON KOREAN DRAMA DAN FASHION REMAJA PUTRI DI SURAKARTA

INTENSITAS MENONTON KOREAN DRAMA DAN FASHION REMAJA PUTRI DI SURAKARTA

( Studi Korelasi Intensitas Menonton Korean Drama Dengan Fashion Siswi di SMA Negeri

3 Surakarta Tahun 2011)

Oleh: NURISA DARA GINARI D1209063 KOMUNIKASI NON REGULER FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro dan Erdinaya, Liluati Komala, 2004. Komunikasi Massa Suatu

Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Bernard, Malcolm, 1996. Fashion Sebagai Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra. Danim, Sudarwan, 1995. Media Komunikasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara. Effendy, Onong Uchyana 2008. Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja

Rosdakarya. -------------, 2003. Komunikasi Teori dan Prakterk. Bandung: Remaja Rosdakarya. Kotler, Philip, 1997. Manajemen Pemasaran Jilid 1, Jakarta: UI Press. Monks, F.J, Knoers,A.M.P, Haditono, S.R, 1991. Psikologi Perkembangan:

Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Nawawi, Hadari 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press. Nurudin, 2006. Komunikasi Massa.Malang: Cespur. Rakhmat, Jalaluddin, 2005. Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: Remaja

Rosdakarya. Republik Indonesia, 1998. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sarwono, 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif, Yogyakarta: Graha Ilmu. Singarimbun, Masri, 1991. Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES.

Skripsi

Retno Wulandari, 2009. Pengaruh Gaya Busana Musisi Pop Terhadap Fashion di

Tahun 2000-an. Bandung: Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknik Bandung.

Internet

http://www.thelanguagejournal.com/2011/11/hallyu-korean-wave.html http://www.inakos.org/jurnal/Hallyu.thtm

Jurnal

Shim, Doobo. 2006 Hibridity and The Rise of Korean Popular Culture in Asia ,

Media, Culture, and Society . Vol 28 (1). London: SAGE Publication. Nancy Snow dan Philip M. Taylor, 2006 The Revival Of The Propaganda State. The

International Of Communication Gazette . Vol. 68 (5-6). London: SAGE Publication.

INTENSITAS MENONTON KOREAN DRAMA DAN GAYA FASHION REMAJA PUTRI DI SURAKARTA

( Studi Korelasi Intensitas Menonton Korean Drama Dengan Fashion Siswi di SMA Negeri

3 Surakarta Tahun 2011)

Oleh: NURISA DARA GINARI

D1209063

OMUNIKASI NON REGULER FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI

Skripsi ini berjudul: INTENSITAS MENONTON KOREAN DRAMA DAN GAYA FASHION REMAJA PUTRI DI SURAKARTA (Studi Korelasi Intensitas Menonton Korean Drama Terhadap Fashion Siswi di SMA Negeri 3 Surakarta Tahun 2011)

Disusun oleh:

Nama : Nurisa Dara Ginari NIM : D1209063

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Skripsi S1 Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, 22 Desember 2011 Menyetujui Pembimbing,

Mahfud Anshori, S. Sos, M.Si Drs. H. Dwi Tiyanto,SU NIP.19790908 200312 1 001

NIP. 19540414 198003 1 007

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah disetujui dan disahkan oleh panitia penguji skripsi program Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas sebelas Maret Surakarta. Hari

Tim Penguji Skripsi : Ketua

: Dra.H. Sofiah, M.Si

NIP 19530726 197903 2001

Sekretaris

: Sri Hastarjo, S.Sos, Ph.D

NIP 19710217 199802 1 001

Penguji I

: Drs. H Dwi Tiyanto, SU

NIP. 19540414 198003 1 007

Penguji II

: Mahfud Anshori, S. Sos, M.Si

NIP. 19790908 200312 1 001

Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Prof. Drs. Pawito. Ph.D NIP. 195408051985031002

MOTTO

Masalah bukanlah masalah, masalah adalah tergantung bagaimana kita menghadapi masalah tersebut [pelatih breevin]

Kegigihan adalah kerja keras yang kita lakukan setelah kita lelah melakukan kerja keras yang kita kerjakan [tulisan tangan di belakang novel]

Imajinasi lebih penting daripada pengetahuan [Albert Einstein]

Skripsi ini ku persembahkan untuk . . .

Ayah dan Mamah ku Kakak dan Adek Kawan-kawan INDONEED’SYA Kawan-kawan S1 Non Reg 2009 Sholeh Hyeon bin oppa yang sedang wamil Mi mpi ku…

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayahnya penulis dapat melaksanakan penelitian dengan lancar. Berbagai halangan, rintangan, dan cobaan yang datang, pada akhirnya telah terlewati sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Skripsi ini berisi tentang pengamatan terhadap fenomena dan teori yang mendukung demi ke validan data di dalam penelitian. Selain itu dengan ditulisnya skripsi yang berjudul Intensitas Menonton Korean Drama Dan Gaya Fashion Remaja Putri Di Surakarta (Studi Korelasi Tentang Intensitas Menonton Korean Drama Terhadap Gaya Fashion Remaja di SMA Negeri 3 Surakarta Tahun 2011) diharapkan dapat memenuhi syarat menyelesaikan studi pada program sarjana Strata Satu (S1) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Perencanaan dan penyusunan Tugas Akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk segala bantuannya penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Pawito Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret.

2. Dra. Prahastiwi Utari, M.Si, Ph.D selaku Ketua Jurusan Program S1 Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret.

3. Drs. H. Dwi Tiyanto, SU selaku Pembimbing satu Skripsi.

4. Mahfud Anshori, S.Sos, M.Si selaku Pembimbing dua Skripsi.

5. Dra. Prahastiwi Utari, M.Si, Ph.D sekali lagi, selaku Pembimbing Akademik.

6. Ibu E. P Agustina M,Pd selaku Wakasek Kesiswaan yang telah membantu selama penelitian di SMA Negeri 3 Surakarta

7. Mamah, Ayah, Kakak dan Adik tercinta atas limpahan kasih sayang, do’a, dan semua dukungan baik moril maupun materiil.

8. Teman-teman INDONEED’SYA terimakasih atas semua pengalaman, pengetahuan yang selalu kalian bagi.

9. Teman-teman S1 Non Reguler angkatan 2009 terimakasih semangat yang selalu kalian tularkan.

10. Sholeh.

11. Dan semua pihak yang telah membantu yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih telah membantu penulis dalam penyusunan Skripsi ini.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis yakin masih terdapat kekurangan- kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis guna perbaikan di masa mendatang.

Sekian dari penulis, dan semoga Skripsi ini dapat membantu dan bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Surakarta, Desember 2011

Nurisa Dara Ginari

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……………………………………..…………………

HALAMAN PERSETUJUAN ……………………….……………………..

ii

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………

iii

HALAMAN MOTTO ………………………………….…………………….

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ………………….…………………………

KATA PENGANTAR ………………………………………………………

vi

DAFTAR ISI ……………………………..………………………………….

viii

DAFTAR TABEL ……………………..…………………………………….

xi

DAFTAR DIAGRAM ……………..………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………….

A. Latar Belakang Masalah ……………………..…………..

B. Rumusan Masalah ………………………….……………

C. Tujuan …………………………………….……………..

D. Manfaat Penelitian …………………….…………………

E. Kerangka Teori ……………………………….………….

F. Hipotesis ………………………………..………………..

G. Definisi Konsepsional dan Operasional ………….…….....

1. Definisi Konsepsional ………………………………….

2. Definisi Operasional ……………………………………

H. Metodologi Penelitian ……………………………………..

1. Populasi dan Sampel ……………………………………

2. Lokasi Penelitian ………………………………………..

3. Jenis Data ……………………………………………….

4. Cara Pengumpulan Data ………………………………...

5. Teknik Analisis Data ……………...…………………….

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN ……………………..

A. Drama Korea ….…………………………………………..

a. Sejarah Drama Korea ………………………………….

b. Perkembangan K-Drama di Indonesia …………………

B. SMA Negeri 3 Surakarta …………………………………..

a. Sejarah SMA Negeri 3 Surakarta ………………………

b. Visi dan Misi SMA Negeri 3 Surakarta ………………..

c. Profil SMA Negeri 3 Surakarta ………….……………..

d. Profil Siswa SMA Negeri 3 Surakarta ….……………...

e. Data Prestasi Siswa ………………….…………………

BAB III PENYAJIAN DATA …………………………………………

A. Langkah-langkah Pengolahan Data ……….………………..

B. Analisa Tabel Tunggal …………………….……………….

a. Intensitas Menonton K-Drama …….…………………...

b. Fashion Remaja ………………….……………………..

BAB IV ANALISA DATA ……………………………………………..

A. Uji Hipotesis ……….……………………………………….

B. Pembahasan ………………………………………………… 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………….

A. Kesimpulan ………………………………………………… 85

B. Saran ………………………………………………………..

86 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Profil Data Siswa …………………………………………………….. 47 Tabel 2.2 Data Prestasi Siswa Melalui Proses Berjenjang ……………………… 47 Tabel 2.3 Rekap Data Prestasi Siswa Melalui Proses Berjenjang ………………. 48 Tabel 2.4 Data Prestasi Siswa Tanpa Melalui Proses Berjenjang ………………. 48 Tabel 2.5 Rekap data Prestasi Siswa Tanpa Melalui Proses Berjenjang …………. 48 Tabel 2.6 Rincian Perolehan Medali …………………………………………….. 49

Tabel 3.1 Frekwensi Menonton Responden …………………………………….. 53 Tabel 3.2 Keseriusan Menonton Responden ……………………………………. 55 Tabel 3.3 Lama Responden menonton K-Drama ……………………………….. 56 Tabel 3.4 Kemiripan Pakaian Responden ………………………………………. 58 Tabel 3.5 Kemiripan Aksesoris Responden …………………………………….. 59 Tabel 4.1 Tabel Rangking Intensitas menonton K-drama (X) ………………….. 63 Tabel 4.2 tabel Rangking Fashionn Remaja Putri (Y) …………………………... 64

DAFTAR DIAGRAM

Halaman

Diagram 3.2 Frekwensi Menonton Responden ……………………………..….. 54 Diagram 3.3 Keseriusan Menonton Responden ………………………………… 55 Diagram 3.4 Lama Responden menonton K-Drama ……………………………. 57 Diagram 3.5 Kemiripan Pakaian Responden …………………………………… 58 Diagram 4.6 Kemiripan Aksesoris Responden …………………………………. 59

ABSTRAK

Nurisa Dara Ginari, D 1209063, INTENSITAS MENONTON KOREAN DRAMA DAN FASHION REMAJA PUTRI DI SURAKARTA (Studi Korelasi Intensitas Menonton Korean Drama Dengan Fashion Siswi di SMA Negeri 3 Surakarta Tahun 2011).

Fenomena Hallyu tidak bisa dipungkiri merupakan fenomena yang sedang melanda remaja-remaja saat ini. Menyebarnya elemen budaya pop Korea, khususnya film, menjadi semakin lancar karena adanya teknologi informasi yang lebih maju. Teknologi tersebut meliputi televisi, sistem internet, dan media. Kemudian gencarnya film-film drama korea diikuti dengan munculnya tren baru. Tren ini muncul dalam berbagai bentuk fashion bergaya korea, musik bercitarasa korea, komunitas dan blog- blog yang juga banyak membahas film-film drama, musik, dan semua tentang kebudayaan korea. Semuanya merujuk kepada elemen budaya populer ala korea yang seperti banyak digambarkan dalam film-film drama Korea atau yang biasa kita sebut K-drama, khususnya dalam penelitian ini adalah fashion korea. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara intensitas menonton K-drama terhadap fashion yang meliputi gaya busana, dan aksesoris di siswi – siswi SMA Negeri 3 Surakarta.

Teori yang dipergunakan sebagai dasar penelitian ini adalah teori Peluru atau Hypodermic Needle. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional. Populasinya adalah para siswi di SMA Negeri 3 Surakarta yang menonton K-drama. Sampel ini sendiri berjumlah 88 orang yang diperoleh melalui penarikan cluster sampling, yaitu pemelihan sampel secara acak sehingga setiap unsur populasi yang terkecil pun memperoleh peluang yang sama untuk menjadi sampel atau untuk mewakili populasi. Data penelitian diperoleh dari kuesioner yang berisikan 5 pertanyaan yang berkaitan dengan K-drama dan fashion siswi di SMA Negeri 3 Surakarta. Selanjutnya, data yang telah diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa tabel tunggal dan uji hipotesis.

Di dalam pengujian hipotesis ini, peneliti menggunakan rumus korelasi koefisien rank spearman, dan didapatkan hasil r s = 0,449 yang menurut skala Guilford berarti memiliki hubungan yang cukup berarti. Dengan t hitung = 5,608 yang lebih besar dari t tabel = 1,662 maka bisa dinyatakan bahwa hubungan kedua variable tersebut adalah signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis terdapat hubungan antara K-drama terhadap gaya fashion remaja putri di SMA Negeri 3. Demikian hasil penelitian ini menunjukkan bahwa K-drama mempengaruhi gaya fashion remaja putri di SMA Negeri 3 Surakarta.

ABSTRACT

Nurisa Dara Ginari, D1209063, THE INTENSITY OF WATCHING KOREAN DRAMA AND FEMALE TEENAGERS’ FASHION IN SURAKARTA (A Correlational Study on the Intensity of Watching Korean Drama and the Female Students’ Fashion in SMA Negeri 3 Surakarta in 2001).

The Hallyu phenomenon is established as the phenomenon befalling the teenagers presently. The Korean popular culture, particularly movie, spreads more widely because of the advance information technology presence. Such the technology includes television, internet system, and media. The emergence of Korean drama movies is followed by new trend. This trend emerges in a variety of Korean-style fashion, Korean-taste music, community and blog addressing Korean drama movie, music, and anything about Korea. Everything refers to Korean-style popular culture element as illustrated in Korean drama movies we frequently call K-drama, particularly in this case, Korean fashion. This research aims to find out the correlation between the intensity of watching K-drama and the fashion including dressing style, and accessories in the students of SMA Negeri (Public Senior High School) 3 Surakarta.

The theory used as the research foundation was Projectile and Hypodermic Needle theories. Meanwhile the research method used was correlational one. The population was the female students of SMA Negeri 3 Surakarta who watched K- drama. The sample consisted of 88 students taken using cluster sampling technique, in which the sample was selected randomly so that even the smallest element of population had equal opportunity to become the sample or to represent the population. The data of research was obtained from questionnaire containing 5 items relating to K-drama and fashion of female students of SMA Negeri 3 Surakarta. Then, the data obtained was analyzed using single tabulation analysis and hypothesis testing.

In this hypothesis testing, the author used rank spearman correlation coefficient formula, and it was obtained the result r s = 0.449, that according to Guildford scale means having significant relationship. With t statistic = 5.608 higher than t table = 1.662, it could be stated that the relationship between two variables was significant. It indicated that the hypothesis that there is a relationship of K-drama to the fashion style of female students of SMA Negeri 3 was supported. Thus, the result of research indicated that K-drama affected the fashion style of female students of SMA Negeri 3 Surakarta.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Budaya populer merupakan suatu sistem yang menghasilkan produk budaya yang diterima dan diadopsi oleh sebagian besar populasi. Sejarah busana telah mencatat bahwa perkembangan fashion sangat erat kaitannya dengan perkembangan film sebagai bagian dari budaya populer.

Budaya populer yang berasal dari negara-negara yang bersistem kapitalis termasuk Korea menjadi suatu tren yang menjelma ke dalam berbagai jenis musik, film, media, gaya hidup, sistem industri, dan sebagainya. Menyebarnya elemen budaya pop Korea, khususnya film, menjadi semakin lancar karena adanya teknologi informasi yang lebih maju. Teknologi tersebut meliputi televisi, sistem internet, dan media.

Fenomena Hallyu tidak bisa dipungkiri merupakan fenomena yang sedang melanda remaja-remaja saat ini. Tren ini muncul dalam berbagai bentuk fashion bergaya korea, musik bercitarasa korea, komunitas dan blog-blog yang juga banyak membahas film-film drama, musik, dan semua tentang kebudayaan korea. Semuanya merujuk kepada elemen budaya populer ala korea yang seperti banyak digambarkan dalam film-film drama Korea atau yang biasa kita sebut K-drama, khususnya fashion korea.

Penelitian ini meninjau efek yang ditimbulkan dari menonton film-film K- drama serial sebagai representasi dari fashion siswi akhir-akhir ini. Aktris-aktris dan tokoh-tokoh di dalam K-drama diambil karena peneliti memiliki asumsi bahwa gaya busananya lebih fleksibel dan wearable untuk busana sehari-hari karena selain aktris- aktris tersebut banyak mengadopsi gaya busana dari berbagai sumber, mereka juga kerap membuat gaya tersebut terlihat lebih kasual dari aslinya. Aktris dalam K-drama dipilih karena peneliti mengidentifikasi kecenderungan masyarakat akan fenomena hallyu yang terimplementasi dalam berbagai kegiatan, ketertarikan, dan sugesti media.

Masa remaja adalah masa pencarian identitas. Remaja mulai mencari gaya hidup yang pas dan sesuai dengan selera. Remaja juga mulai mencari seorang idola atau tokoh identifikasi yang bisa dijadikan panutan, baik dalan pencarian gaya bicara, gaya berpakaian, gaya rambut, gaya berpacaran sampai gaya bergaul.

Dengan terpaan media yang begitu kuat, maka dengan mudah remaja-remaja yang merupakan heavy viewer akan dengan mudah terpengaruh oleh pesan-pesan yang disampaikan dari media televisi. Intensitas menonton akan berpengaruh terhadap seberapa kuat terpaan media untuk mengubah sikap dan perilaku konsumen. Terpaan media adalah suatu keadaan dimana terkena pesan-pesan yang disampaikan oleh media massa (Effendy, 1990:59). Terpaan isi media dapat memberikan petunjuk kepada individu untuk mengidentifikasi kondisi perasaan yang tidak jelas terpaan secara berulang kali terhadap gambaran yang positif dan netral meningkatkan rasa senang, namun tidak menghasilkan apapun terhadap gambaran negatif. Terpaan Dengan terpaan media yang begitu kuat, maka dengan mudah remaja-remaja yang merupakan heavy viewer akan dengan mudah terpengaruh oleh pesan-pesan yang disampaikan dari media televisi. Intensitas menonton akan berpengaruh terhadap seberapa kuat terpaan media untuk mengubah sikap dan perilaku konsumen. Terpaan media adalah suatu keadaan dimana terkena pesan-pesan yang disampaikan oleh media massa (Effendy, 1990:59). Terpaan isi media dapat memberikan petunjuk kepada individu untuk mengidentifikasi kondisi perasaan yang tidak jelas terpaan secara berulang kali terhadap gambaran yang positif dan netral meningkatkan rasa senang, namun tidak menghasilkan apapun terhadap gambaran negatif. Terpaan

Analisis korelasi gaya busana tokoh-tokoh dan aktris dalam serial drama korea terhadap fashion siswi ini dilakukan atas dasar kemiripan, baik dari segi bentuk siluet pakaian, cara memakai, warna, motif, ukuran, dan pilihan bahan. Penelitian ini kemudian akan mengidentifikasi gaya-gaya yang serupa dengan gaya busana tokoh- tokoh dan aktris dalam K-drama yang muncul dalam fashion di siswi ditahun 2011. Fashion tokoh-tokoh dan aktris di dalam serial drama asia ini kemudian akan mempengaruhi fashion siswi Surakarta, walaupun kemungkinan akan terjadi berbagai proses akulturasi dan penyesuaian budaya. Penyebaran item-item yang dipengaruhi ini, khususnya di Surakarta, terjadi melalui sugesti media, industri garmen, serta toko-toko pakaian yang populer di kalangan konsumen seperti department store, online shop dan factory outlet.

Dari latar belakang yang diuraikan diatas, maka dalam penelitian ini peneliti memilih siswi SMA Negeri 3 Surakarta sebagai responden penelitian. Dalam pengetahuan penulis SMA Negeri 3 adalah sekolah yang pendidikan dan pengajarannya berorientasi pada mutu dan relevansi menuju standar internasional. Sehingga siswi-siswi SMA Negeri 3 Surakarta lebih terbuka terhadapan wawasan dan Dari latar belakang yang diuraikan diatas, maka dalam penelitian ini peneliti memilih siswi SMA Negeri 3 Surakarta sebagai responden penelitian. Dalam pengetahuan penulis SMA Negeri 3 adalah sekolah yang pendidikan dan pengajarannya berorientasi pada mutu dan relevansi menuju standar internasional. Sehingga siswi-siswi SMA Negeri 3 Surakarta lebih terbuka terhadapan wawasan dan

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah utama penelitian ini adalah:

1. Adakah hubungan antara intensitas menonton K-drama dengan fashion siswi di Surakarta?

2. Seberapa besar hubungan intensitas menonton K-drama dengan fashion siswi di Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah terpapar diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan karya tulis ini adalah:

1) Mengetahui hubungan intensitas menonton K-drama dengan fashion remaja

2) Mengetahui seberapa besar hubungan intensitas menonton K-drama dengan fashion remaja saat ini.

D. Manfaat Penelitian

1) Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah khasanah pengetahuan ilmu komunikasi, khususnya yang terkait dengan teori peluru. Serta menjadi pembuktian teori teori peluru yang sebenarnya. Selain itu diharapkan juga dapat menjadi acuan untuk penelitian yang selanjutnya.

2) Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk menggali lebih dalam dampak televisi bagi remaja.

E. Kerangka Teori

Di dalam penelitian peneliti yang berjudul Intensitas Menonton Korean Drama dan Fashion Siswi di Surakarta yang merupakan Studi Korelasi tentang Intensitas Menonton Korean Drama Terhadap Fashion Remaja di SMA Negeri 3 Surakarta. Maka dibutuhkan sebuah kerangka teori untuk memahami lebih jauh landasan dan isi dari penelitian ini.

Suatu penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok yang menggambarkan dari sudut mana masalah

penelitian akan disorot 1 .

1 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 1995) Hal 39.

Ada pun teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah teori peluru atau biasa disebut teori jarum suntik sebagai teori utama, dimana penelitian ini difokuskan kepada hubungan intensitas menonton K-drama korea terhadap fashion siswi di SMA Negeri 3 Surakarta. Sedangkan teori pendukung dalam penelitian ini adalah komunikasi dan komunikasi massa, film dan K-drama, fashion, remaja.

1. Komunikasi

Sebelum menjelaskan tentang teori peluru, adalah pemahaman tentang komunikasi dan Komunikasi massa terlebih dahulu yang harus dipahami. Menjelaskan tentang komunikasi sangatlah mudah, karena semua orang mengalaminya. Setiap manusia yang hidup dalam masyarakat, sejak bangun tidur sampai tidur lagi, secara kodrati senantiasa terlibat dalam komunikasi.

Terjadinya komunikasi adalah sebagai konsekuensi hubungan sosial (sosial relations ). Masyarakat paling sedikit terdiri dari dua orang yang saling berhubungan satu sama lain yang karena hubungan itu menimbulkan interaksi sosial (sosial interactions). Terjadinya interaksi sosial disebabkan interkomunikasi (intercommunication).

Komunikasi adalah preoses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk member tahu atau mengubah sikap, pendapat, perilaku, baik secara langsung, maupun

tidak langsung melalui media. 2

Sehingga jelas kita lihat, bahwa hubungan sosial selalu membutuhkan komunikasi untuk terus berinteraksi di dalamnya. Mudahnya, kegiatan ini kita artikan dengan sebuah proses sederhana yang tak kasat mata yang melibatkan komunikator,

2 Onong Uchyana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung , Remaja Rosdakarya, 2008) Hal 5 2 Onong Uchyana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung , Remaja Rosdakarya, 2008) Hal 5

Seperti yang sering dikutip oleh para peminat komunikasi, sebuah paradigma yang di kemukakan oleh Harrold Lasswell dalam karyanya the structure and function of society mengungkapkan komunikasi meliputi 5 unsur yaitu:

a. Komunikator (communicator source)

b. Pesan (message)

c. Media (channel, media)

d. Komunikan (communicant, receive)

e. Efek (effect, impact, influence) 3

Berdasarkan paradigma Laswell tersebut, pengertian komunikasi secara lebih sederhana adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan kepada media yang menimbulkan efek tertentu. Dari pengertian komunikasi antar manusia hanya bisa teparjadi jika ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima dan efek. Unsur-unsur inilah yang disebut elemen komunikasi.

Yang terpenting dalam komunikasi adalah bagaimana caranya agar suatu pesan yang disampaikan komunikator itu menimbulkan dampak atau efek tertentu pada komunikan.

3 Onong Uchyana Effendy, Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung , Remaja Rosdakarya, 2003) Hal 10

Dampak yang ditimbulkan dapat diklasifikasikan menurut kadarnya, yakni :

a. Dampak kognitif, dampak yang timbul pada komunikan sehingga komunikan menjadi tahu dan meningkat intelektualitasnya.

b. Dampak afektif, tujuan komunikator bukan hanya sekedar membuat komunikan tahu, tapi tergerak hatinya; menimbulkan perasaan tertentu, misalnya perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah, dan sebagainya.

c. Dampak behavioral, dampak yang timbul pada komunikan dalam bentuk

perilaku, tindakan, atau kegiatan. 4

2. Komunikasi Massa

Josep A Devito mengemukakan definisi komunikasi massa yakni: “… Mass communication is communication addressed to masses, to an

extremely large science. This does not means that audience includes all people or everyone who reads or everyone who watches television; rather it means an audience that is large and generally rather poorly defined. Second, mass communication is communication mediated by audio and/or visual transmitter. Mass communication is perhaps most easily and most logically defined by its form: television, radio, newspaper, magazine, films, books, and

tapes .” 5 (“… Komunikasi adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada

khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini tidak berarti pula bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk dedifinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio atau visual. Komunikasi massa

4 Onong Uchyana Effendi, Op. Cit Hal 6 5 Onong Uchyana Effendy, Op. Cit. Hal 21 4 Onong Uchyana Effendi, Op. Cit Hal 6 5 Onong Uchyana Effendy, Op. Cit. Hal 21

Definisi diatas, dapat ditafsirkan bahwa komunikasi massa diperuntukan kepada orang dalam jumlah yang banyak dan tersebar, namun tidak diatur seberapa banyaknya. Yang pasti adalah komunikasi massa bersifat umum dan bebas. Selain itu, definisi diatas juga menjelaskan bahwa komunikasi massa harus selalu menggunakan peralatan yang modern untuk menyebarkan pesan, karena ini adalah salah satu cirri dari komunikasi massa itu sendiri yang tidak boleh ditinggalkan.

Sementara itu, menurut Jay Black dan Frederick C disebutkan bahwa komunikasi massa adalah sebuah proses dimana pesan-pesan yang diproduksi secara massal/tidak sedikit itu disebarkan kepada massa penerima pesan yang luas, anonim,

dan heterogen 6 .

Luas disini berarti lebih besar daripada sekadar kumpulan orang yang berdekatan secara fisik, sedangkan anonim berarti individu yang menerima pesan cenderung asing satu sama lain, dan heterogen berarti pesan dikirimkan kepada orang-orang dari berbagai macam status, pekerjaan, dan jabatan dengan karakteristik yang berbeda satu sama lain dan bukan penerima pesan yang homogen.

Berdasarkan pengertian tentang komunikasi massa yang sudah dikemukakan oleh para ahli komunikasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa

6 Nurudin. Komunikasi Massa.(Malang, Cespur, 2006) hal 12 6 Nurudin. Komunikasi Massa.(Malang, Cespur, 2006) hal 12

Berdasarkan sifat-sifat komponen, komunikasi massa memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Berlangsung satu arah. Artinya tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunikator. Hal ini terjadi karena di dalam komunikasi massa feedback baru diperoleh setelah komunikasi berlangsung.

2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga. Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi. Dikarenakan seorang komunikator dalam media massa bertindak atas nama lembaga, sehingga di dalamnya komunikator nyaris tidak memiliki kebebasan individual. Ungkapan seperti kebebasan mengemukakan pendapat (freedom of expression atau freedom of opinion ) merupakan kebebasan terbatasi (restricted freedom). Lebih dari itu, karena pesan-pesan yang disebarkan melalui media massa merupakan hasil kerja sama (collective), maka komunikatornya disebut juga collective communicator.

3. Pesan-pesan bersifat umum. Pesan-pesan yang disampaikan melalui media massa pada umumnya bersifat umum atau untuk orang banyak. Karena bersifat umum dan untuk kepentingan umum, maka tidak ditujukan kepada serseorangan atau kepada kelompok.

4. Melahirkan keserempakan. Coba perhatikan bagaimana kekuatan sebuah radio siaran yang melalui acara tertentu mampu memaksa pendengarnya untuk serempak mendengarkan acara tersebut. Demikian pula dengan siaran televisi dan media cetak di negara-negara maju yang pada saat yang sama paling tidak dibaca oleh kurang lebih satu juta pembaca. Hal inilah yang merupakan ciri paling hakiki dibandingkan dengan media komunikasi lainnya.

5. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen. Dalam keberadaan audience yang terpencar-pencar, dimana satu sama lain tidak saling mengenal dan tidak memiliki kontak pribadi, masing-masing berbeda dalam berbagai hal : jenis kelamin, usia, agama, ideologi, pekerjaan, pengalaman, kebudayaan, pandangan hidup, keinginanan, cita-cita, dan lain sebagainya. Kemajemukan audience komunikasi massa ini yang menyebabkan pelaksana komunikasi massa harus benar-benar mempersiapkan semua idea tau informasi yang akan disampaikan sebaik mungkin

sebelum disebarluaskan. 7

Fungsi Komunikasi massa bagi masyarakat menurut Effendy adalah sebagai berikut :

1. Menyampaikan informasi (to inform)

2. Mendidik (to educate)

3. Menghibur (to entertain)

7 Onong Uchyana Effendy, Op. Cit hal 22 - 25

4. Mempengaruhi (to influence) 8

Sebagaimana diketahui,

komunikasi massa

adalah pesan yang

dikomunikasikan dengan memakai media massa sebagai salurannya, sehingga tidak bisa lepas dari media massa sebagai media utama dalam proses komunikasi massa itu sendiri. Dan nyatanya saat ini, tidak semua media massa menjalankan keseluruhan fungsinya sebagai media massa, sebagaimana yang telah diuraikan diatas. Namun media massa tetap saja memiliki kemampuan untuk melakukan keempat fungsi tersebut.

Terdapat berbagai macam jenis teori terpaan media yang ada di dalam komunikasi massa itu sendiri. Dan salah satu teori yang dianggap sangat mewakili fenomena yang menjadi judul penulisan penelitian ini adalah Teori Peluru atau Teori Hypodermic Needle.

3. Teori Peluru

Teori ini berkembang di sekitar tahun 1930 hingga 1940an. Dan ini merupakan teori media massa pertama yang ada. Teori ini mengasumsikan bahwa komunikator yakni media massa digambarkan lebih pintar dan juga lebih segalanya dari audience.

In the early part of the 20th century, concerns about political propaganda, manipulation by the elite and the rising popularity of electronic media led to

8 Ibid., hal 8 8 Ibid., hal 8

effects on a helpless audience. 9

Seperti yang dikatakan sebelumnya, teori ini memiliki banyak istilah lain. Biasa kita sebut Hypodermic needle ( teori jarum suntik ), Bullet Theory ( teori peluru ) transmition belt theory ( teori sabuk transmisi ). Dari beberapa istilah lain dari teori ini dapat kita tarik satu makna , yakni penyampaian pesannya hanya satu arah dan juga mempunyai efek yang sangat kuat terhadap komunikan. Teori ini menganggap media massa memiliki kemampuan penuh dalam mempengaruhi seseorang.

Teori peluru ini merupakan konsep awal sebagai efek komunikasi massa yang oleh para teoritis komunikasi tahun 1970 an dinamakan pula hypodermic needle theory yang dapat diterjemahkan sebagai teori jarum hipodermik. Teori ini ditampilkan pada tahun 1950 an setelah peristiwa penyiaran kaleidoskop stasiun radio

CBS di Amerika berjudul “The Invasion From Mars” 10 .

Teori ini mengasumsikan bahwa media memiliki kekuatan yang sangat perkasa, dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Seorang komunikator dapat menembakkan peluru komunikasi yang begitu ajaib kepada khalayak yang tidak berdaya (pasif). Seperti yang dikatakan Wilbur Schramm pada tahun 1950-an bahwa seorang komunikator dapat menembakkan peluru komunikasi yang begitu ajaib kepada khalayak yang pasif tidak berdaya. Pengaruh media sebagai

9 Nancy Snow & Philip M. Taylor, The Revival Of The Propaganda State, The International Communication Gazette Vol. 69(5-6), (London SAGE Publication 2006), hal. 394

10 Ardianto dkk, Komunikasi Massa Suatu Pengantar (Bandung, Simbiosa Rekatama Media, 2004) hal. 64 10 Ardianto dkk, Komunikasi Massa Suatu Pengantar (Bandung, Simbiosa Rekatama Media, 2004) hal. 64

4. K-Drama

Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu kepada masyarakat umum. Film dapat dikatakan sebagai suatu penemuan teknologi modern paling spektakuler yang melahirkan berbagai kemungkinan. Film memiliki pengertian umum, yaitu untuk menampilkan serangkaian gambar yang diambil dari objek yang bergerak. Gambar objek itu memperlihatkan suatu seri gerakan atau momen yang berlangsung secara terus-menerus, kemudian diproyeksikan ke sebuah layar dengan memutarnya dengan kecepatan tertentu sehingga menghasilkan sebuah gambar hidup. Film dalam batasan sinematografis, sepanjang sejarahnya memberikan keleluasaan tema bila dilihat dari isi dan sasaran atau tujuannya.

Film, seperti yang tertuang dalam UU Republik Indonesia No. 08 tahun 1992 didefinisikan sebagai suatu karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat Film, seperti yang tertuang dalam UU Republik Indonesia No. 08 tahun 1992 didefinisikan sebagai suatu karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat

K-drama atau Korean drama adalah serial drama atau film-film yang berasal dari korea. K-drama mulai masuk ke Indonesia sekitar awal tahun 2000-an. Beberapa stasiun televisi swasta di tanah air gencar bersaing menayangkan film-film maupun K-drama. Bahkan, terdapat beberapa K-drama yang sempat ‘sukses’ di layar kaca, sebut saja Winter Sonata, Endless Love, dan Daejanggeum. Sinetron buatan negeri ginseng ini telah berhasil menarik perhatian sebagian masyarakat Indonesia, bahkan beberapa bintang sinetron tersebut telah menjadi idola di tanah air.

Sebuah jurnal dari Dine Racoma, menyebutkan bahwa : Basically, South Korean dramas are like soap operas or Mexican telenovelas.

They are mini-series that are 16 to over a hundred episodes long, with Korean themes acted out by native South Korean actors and actresses and filmed not only in South Korea but also abroad. Some dramas deal with every day life, romance, comedy, tragedy while some are based or partially based on historical annals. These historical dramas are called “sageuk” in Korean. Best examples of this genre include Jumong, Dae Jang Geum or Jewel in the Palace, Damo, Chuno, Painter in the Wind or the more current King Gwanggaeto The Great and Tree with Deep Roots, which is about King Sejong, who invented the Korean alphabet, Hangul. Since the late 90’s, South Korean dramas have been occupying the boob tubes across China, Japan, the Philippines and other parts of Southeast Asia, and have made its stars popular outside South Korea. This genre of South Korean shows has also been showing up in North America and Europe. Although Mexican telenovelas still reign supreme, the South Korean dramas are not far behind. These South Korean dramas are dubbed in the local language of the country

they are shown. 11

(“ Pada dasarnya, K-drama sama seperti opera sabun atau telenovela di Meksiko. K-drama adalah mini seri yang terdiri dari 16 episode atau lebih, yang tidak

11 http://www.thelanguagejournal.com/2011/11/hallyu-korean-wave.html diakses pada 2 Juni 2011

hanya diperankan oleh aktor dan aktris Korea Selatan sendiri, namun terkadang juga aktor dan aktris dari luar negeri. Beberapa K-drama menceritakan kehidupan keseharian, roman, komedi, tragedi, dan juga yang berdasarkan pada cerita sejarah. Di Korea, K-drama yang menceritakan tentang sejarah disebut sebagai “saeguk”. Beberapa contoh K-drama yang berdasarkan sejarah adalah Jumong, Dae Jang Geum atau Jewel in the Palace, Damo, Chuno, Painter in the Wind atau lebih tepatnya King Gwanggaeto The Great and Tree with Deep Roots yang menceritakan tentang Kaisar Sejong, yaitu seorang kaisar yang memperkenalkan huruf abjad korea, atau yang biasa disebut Hangul. Sejak akhir tahun 90-an, K-drama telah disiarkan sampai ke Cina, Jepang, Filipina, dan beberapa negara di Asia Selatan, dan hal ini membuat artis-artis korea pun terkenal sampai ke manca negara. Genre film Korea Selatan ini pun telah muncul di Amerika selatan dan Eropa. Meskipun telenovela Meksiko masih yang menjadi bintangnya, tapi K-drama tidak jauh tertinggal. Dan setiap pemutaran K-drama ini telah di dubing sebelumnya menggunakan bahasa-bahasa lokal di setiap negara yang menayangkannya..”)

Satu hal penting yang mesti digaris bawahi dari tulisan Dine Racoma diatas bahwa keberadaan K-drama di dunia sudah tidak bisa dipandang sebelah mata lagi. Berbagai penyewaan VCD dan DVD pun marak di berbagai pelosok negeri ini. Insan Indonesia sudah begitu terbiasa dengan film-film Hollywood yang hampir menguasai rak-rak film di tempat-tempat seperti itu.

Namun, sejak tahun 2002 yang lalu, selain film-film Mandarin dan India, ternyata film-film Korea juga telah mulai termasuk dalam jajaran film-film yang disewakan—terlepas asli atau bajakan. Secara khusus bahkan film-film

Korea mulai menempati rak tersendiri—suatu tanda semakin banyaknya produksi dan masukknya film Korea tersebut ke Indonesia. Hal- hal ini menandakan bahwa film-film Korea pun telah masuk ke dalam lingkaran film-

film yang mulai diminati 12 .

Tidak berhenti disitu, kepopuleran drama-drama korea ini kemudian diikuti dengan populernya berbagai hal dari Korea seperti fashion, aksesoris, yang digunakan oleh tokoh-tokoh dalam film. Makanan yang menjadi makanan dalam tokoh film tersebut. Bahasa, serta musik yang akan kita kenal sebagai k-pop. Hal tersebut membuat Korea menjadi salah satu eksportir budaya di Indonesia, selain Jepang dan Amerika Serikat tentunya.

Dan dengan demikian, pada penelitian ini akan lebih di tekankan pada fashion korea yang sudah mulai mempengaruhi fashion ramaja putri saat ini. bagaimana bentuk fashion dari tokoh-tokoh karakter dalam film dan serial K-drama yang diimitasi menjadi fashion siswi di SMA Negeri 3 Surakarta, akan dijelaskan dalam uraian berikutnya.

5. Fashion

Malcolm Barnard membagi definisi fashion dalam dua jenis sifat kata, yaitu kata benda dan kata kerja. Sebagai kata kerja, ‘fashion’ memiliki arti kegiatan

membuat atau melakukan. 13 Dalam kamus bahasa Inggris, fashion sebagai kata kerja

berarti ‘membuat sesuatu, yang umumnya dengan cara-cara yang telah

12 http://www.inakos.org/jurnal/Hallyu.htm diakses pada 25 Mei 2011 13 Malcolm Barnard, Fashion Sebagai Komunikasi, terj. Idi Subandy Ibrahim ( Yogyakarta: Jalasutra,

1996) hal 13

diimprovisasi’. Sebagai kata benda, fashion diterjemahkan sebagai ‘benda konsumsi yang dipakai oleh pembelinya’. Nystrom mendefinisikan fashion sebagai ‘tidak lebih dan tidak kurang daripada gaya kebanyakan dalam ke-kini-an’. Gregory mengajukan definisi yang kurang lebih sama, yaitu bahwa ‘fashion adalah gaya yang mendominasi dalam setiap jangka waktu tertentu’. Secara lebih mendetail, fashion dapat diartikan sebagai suatu gaya busana yang dalam jangka waktu tertentu diadopsi oleh anggota kelas sosial dalam proposi yang dominan, karena gaya terpilih tersebut dapat dianggap sesuai secara sosial dengan waktu dan situasi saat itu. Fashion dalam

kata benda juga mengacu kepada setiap produk aksesoris. 14

Dari semua teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa fashion berarti gaya atau paduan gaya, yang populer, banyak digemari dan dianut oleh masyarakat, dalam kurun waktu tertentu, dan secara umum dipengaruhi secara kuat oleh budaya Barat.

Di dalam konteks busana, desain adalah sebuah kombinasi yang unik dari karakteristik-karakteristik yang, di dalam klasisfikasi produk, membedakan satu benda dengan benda lainnya. Kemeja, gaun, celama panjang, dan topi mungkin masing-masing dilihat sebagai satu definisi kelas dalam produk fashion yang memiliki kemungkinan desain yang tidak terbatas di dalam kategorinya. Perbedaan antar kelas dapat terjadi dalam banyak variabel, khususnya melalui siluet dan konstruksi, juga warna kain, struktur, motif, dan tekstur. Hal-hal tersebut merupakan

14 Retno Wulandari, “Pengaruh Gaya Busana Musisi Pop Terhadap Fashion di Tahun 2000-an” (Bandung: ITB, 2009) Fakultas Seni Rupa dan Desain, hal 38-39 14 Retno Wulandari, “Pengaruh Gaya Busana Musisi Pop Terhadap Fashion di Tahun 2000-an” (Bandung: ITB, 2009) Fakultas Seni Rupa dan Desain, hal 38-39

oleh Sproles bahwa setiap desain tampil sebagai kreasi individualistik yang tinggi. Lingkup Fashion dan Busana

Lingkup fashion atau kategorisasi fashion adalah pengelompokan butir-butir fashion berdasarkan perbedaan sitmatik busana. Maksudnya perbedaan antara hal-hal yang muncul sebelum atau sesudah satu sama lain, atau perbedaan subyek. Misalnya perbedaan jenis garmen, contoh nya perbedaan kemeja, jas, dan celana. Dari pengelompokan tersebut secara garis besar akhirnya dapat dilihat bahwa fashion Asia seperti Jepang dan Korea juga masih berkiblat ke Barat. Namun dengan mengadaptasi fahion yang ada, Asia juga masih menunjukan identitasnya. Dengan menambahkan aksen rajutan, renda dengan warna-warna romantic dan casual.

Dari awal 2009 sampai saat inilah fashion korea mengukuhkan diri. Meskipun tidak jauh berbeda dengan fashion pada umumnya tapi fashion wanita korea lebih condong menyiratklan kesan innocent. Dengan warna-warna romantic, casual, dengan bahan wool, dan detail renda, pita, dan rajutan menjadi pembeda dari yang lain.

6. Remaja

Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolensence, berasal dari bahasa latin, adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Perkembangan lebih lanjut, istilah adolensece sesungguhnya memiliki arti yang luas, mecakup mental, emosional sosial, dan fisik. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi juga belum dapat diterima secara penuh untuk

15 Wulandari. Op. Cit. hal 47 15 Wulandari. Op. Cit. hal 47

secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. 16

Oleh karena itu dengan dibantu oleh terpaan media remaja mudah sekali terpengaruh. Semua jenis media, baik itu internet, televisi, film, ponsel maupun majalah, berpengaruh besar terhadap gaya hidup remaja masa kini. Kebanyakan media menginformasikan tentang gaya hidup remaja perkotaan, yang sebenarnya sudah terimbas pada gaya hidup modern.

Masa remaja adalah masa pencarian identitas. Remaja mulai mencari gaya hidup yang pas dan sesuai dengan selera. Remaja juga mulai mencari seorang idola atau tokoh identifikasi yang bisa dijadikan panutan, baik dalan pencarian gaya bicara,

gaya berpakaian, gaya rambut, gaya berpacaran sampai gaya bergaul. 17 Sehingga sangat wajar apabila remaja mengidolakan beberapa aktor atau aktris, penyanyi, atau siapa saja yang disukainya. Kemudian mereka mengoleksi artikel, foto, dan mengikuti gaya bicara sampai gaya berpakaiannya.

Dari segi modernitas dapat dipahami bahwa tanda-tanda gaya hidup modern tampak pada apa yang dikenakan dan beberapa aktivitas yang dilakukan remaja ternyata sedikit banyak adalah hasil dari pemberontakan atas budaya penampilan di masa lalu. Sedangkan dari segi ideologi penggunaan fashion cukup mempengaruhi

16 Monks, dkk, Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1991)

17 Philip Kotler, Manajemen Pemasaran (Jakarta: UI Press, 1997) hal 159 17 Philip Kotler, Manajemen Pemasaran (Jakarta: UI Press, 1997) hal 159

F. Hipotesis

Hipotesis adalah sebuah jawaban yang bersifat semetara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan penjelasan dalam kerangka teori diatas serta sesuai dengan tujuan penelitian maka disusun hipotisis sebagai berikut:

a. Hipotesis Nihil (Ho): Tidak ada hubungan intensitas menonton K-dram terhadap fashion siswi di SMA Negeri 3, Surakarta.

b. Hipotesis Kerja (Ha): Ada hubungan intensitas menonton K-drama terhadap fashion siswi di SMA Negeri 3, Surakarta.

G. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional

1. Definisi konsepsional

Konsep merupakan abstaraksi suatu fenomena yang dirumuskan dari sejumlah karakteristik, kejadian, keadaan, kelompok, individu tertentu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. 18

Definisi konsepsional digunakan untuk menghindari penafsiran yang berbeda- beda tentang variabel penelitian.

18 Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survey (Jakarta, LP3ES, 1991) hal 33

A. Variabel Independen (X1): Intensitas Menonton Intensitas yaitu keadaan dari tingkatan, ukuran, kedalaman. 19 Sedangkat menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia menonton adalah melihat (pertunjukan, gambar hidup,dsb). Sudarwan Darwin dalam bukunya Media komunikasi pendidikan pun menyatakan bahwa menonton adalah aktivitas melihat sesuatu dengan tingkat

perhatian tertentu. 20 Berdasarkan pengertian di atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa intensitas menonton adalah aktivitas melihat pertunjukan, gambar hidup dengan tingkatan, ukuran, dan kedalaman tertentu. Intensitas menonton K-drama memberikan pengaruh pada fashion siswi. Fashion siswi saat ini mengidentifikasi betapa kuatnya intensitas menonton K-drama terhadap fashion ramaja putri.

Film sudah menjadi konsumsi masyarakat dari bermacam-macam kelas sosial sebagai bentuk hiburan dan juga sebagai bentuk penyebaran nilai budaya, gaya hidup, mode, yang berkaitan dengan pola hidup individu atau masyarakat. Meskipun film tersebut hanyalah sebuah fiktif belaka. Akan tetapi efek dari pesan yang telah diinterpretasi individu ataupun masyarakat akan menjadi budaya baru dalam kehidupan sosial.

19 Republik Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1998, hal 35 20 Sudarwan Danim, Media Komunikasi Pendidikan (jakarta, Bumi Aksara, 1995) hal 20

K-drama adalah salah satu tontonan baru yang sedang banyak diminati terutama oleh siswi. K-drama umumnya bercerita tentang kehidupan remaja sehari-hari yang diwarnai konflik. Seperti layaknya sinetron atau sandiwara K-drama diawalai dengan pengenalan tokoh-tokoh yang memiliki karakter masing-masing. Berbagai karakter menimbulkan konflik yang makin lama makin besar hingga sampai pada titik klimaksnya.