OBJEKTIVITAS PEMBERITAAN KEMATIAN SATWA KEBUN BINATANG SURABAYA (Analisis Isi Objektivitas Pemberitaan Kematian Satwa Kebun Binatang Surabaya di Surat Kabar Jawa Pos Edisi 13 Agustus 2010 – 17 Agustus 2010).
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “ Veteran “
Jawa Timur SKRIPSI
OLEH
ADITYA AJI PRATAMA 0543010213
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI JAWA TIMUR
(2)
melaksanakan dan menyelesaikan penelitian yang berjudul “Objektivitas Pemberitaan Kematian
Satwa Kebun Binatang Surabaya”. Tujuan penulis meneliti objektivitas pemberitaan ini adalah untuk
mengetahui objektif atau tidak pemberitaan ini.
Selama melakukan penulisan penelitian ini, tak lupa penulis menyampaikan rasa terima kasih
pada Pembimbing Penulis Bapak Saifudin Zuhri, Msi. serta pihak-pihak yang telah membantu
penulis selama melakukan Skripsi ini.
Adapun penulis sampaikan rasa terima kasih, kepada:
1. Allah SWT. Karena telah melimpahkan segala karuniaNYA, sehingga penulis mendapatkan
kemudahan selama proses penelitian dan penyusunan laporan.
2. Prof .Dr. Ir Teguh Soedarta MP selaku Rektor UPN ”Veteran” Jawa Timur.
3. Ibu Dra. Hj. Suparwati, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran”
Jawa Timur.
4. Bapak Juwito, S.Sos, Msi. selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi.
5. Bapak Saifuddin Zuhri. Msi. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi.
6. Dosen-dosen Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu dan dorongan dalam
menyelesaikan laporan ini.
Serta tak lupa penulis memberikan rasa terima kasih secara khusus kepada:
7. Bapak, mama, adik-adikku yang telah memberikan dorongan, semangat, dan pengertiannya bagi
penulis baik secara moril dan materiil.
8. Dian Prastya, for the best support ever.
(3)
vii
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka
kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah dibutuhkan guna memperbaiki kekurangan
yang ada.
Akhir kata semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya
teman-teman di Jurusan Ilmu Komunikasi.
Surabaya, Oktober 2010
(4)
HALAMAN PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI ... ii
HALAMAN PENGESAHAN SIDANG SKRIPSI ………..…. iii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ……… vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
ABSTRAKSI ……… ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 11
1.3. Tujuan Penelitian ... 11
1.4. Kegunaan Penelitian ... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian media massa dan Komunikasi Massa .... 12
2.1.2. Berita ... 15
2.2. Pers Dalam Kaidah Jurnalistik………. ... 23
2.3. Jurnalisme sebagai media massa ... 27
2.4. Objektivitas Berita……….. 32
2.4.1. Konsep Penyajian Berita ... 36
2.5. Kerangka Berfikir ... 39
(5)
ix
3.1.1. Berita Kematian Satwa Kebun Binatang Surabaya... 41
3.2. Kategorisasi Objektivitas Pers ... 45
3.2.1. Akurasi Pemberitaan ... 45
3.2.2. Fairness dan Ketidakberpihakan Pemberitaan ... 47
3.2.3. Validitas Keabsahan Pemberitaan ... 48
3.3. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel ... 49
3.3.1. Populasi ... 50
3.3.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 50
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 51
3.5. Teknik Analisis Data ... .. 51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Objektivitas penelitian ... 53
4.1.1. Jawa Pos……… ... . 53
4.2. Penyajian Data dan Analisis Data………... 60
4.2.1. Objektivitas Pemberitaan……….. ... 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………. ... 91
5.2. Saran………. ... 92
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(6)
Tabel 4.1. Akurasi Pemberitaan Berita 1... 67
Tabel 4.2. Akurasi Pemberitaan Berita 2………... 71
Tabel 4.3. Akurasi Pemberitaan Berita 3 ... 74
Tabel 4.4 Akurasi Pemberitaan Berita 4 ……….……… 78
Tabel 4.5 Akurasi Pemberitaan Berita 5 ………... 82
Tabel 4.6 Akurasi Pemberitaan Berita 6 ……….…… 85
Tabel 4.7 Tabel Rangkuman ………... 89
(7)
Lampiran 2 : Berita Edisi 14 Agustus 2010 ……… 96
Lampiran 3 : Berita Edisi 15 Agustus 2010 ……… 98
Lampiran 4 : Berita Edisi 16 Agustus 2010 ……… 100
Lampiran 5 : Berita Edisi 17 Agustus 2010 ……… 102
(8)
Edisi 13 Agustus 2010 – 17 Agustus 2010).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat Objektif atau tidak berita kematian satwa Kebun Binatang Surabaya di surat kabar Jawa Pos dengan periode yang telah ditentukan.
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis isi yang bersifat kuantitatif, dengan analisis tersebut digunakan untuk mengkaji isi objektivitas pemberitaan kematian satwa Kebun Binatang Surabaya di surat kabar Jawa Pos
Objektivitas pemberitaan di uji dan di analisis sesuai dengan kategorisasi yang di sesuaikan dalam buku Rachmat Kriyantono dalam teori yang di sempurnakan oleh Rachma Ida tentang 3 kategorisasi objektivitas pemberitaan. Pemberitaan kematian satwa Kebun Binatang Surabaya menimbulkan opini dari masyarakat .Hasil yang didapat dari 6 berita yang penulis teliti masih bisa di bilang objektif namun belum bisa dikategorisasikan sebagai objektif pemberitaan. Obyektivitas berita merupakan hal yang sangat penting dalam penyajian sebuah berita. Penyajian berita yang tidak obyektif dapat menimbulkan banyak ketidakseimbangan, artinya bahwa berita hanya disajikan berdasarkan informasi pada sumber berita yang kurang lengkap dan cenderung sepihak. Dari ketiga penghitungan objektivitas menurut kategorisasi, berita yang diterbitkan oleh surat kabar Jawa Pos masih belum bisa dikatakan objektif, karena belum sepenuhnya memasukkan unsur realita yang sebenar – benarnya.
Kata Kunci: Analisis Isi, Objektivitas, Kematian Satwa Kebun Binatang Surabaya, Jawa Pos
(9)
1
1.1.Latar Belakang Masalah
Dalam masyarakat modern seperti sekarang ini peranan dan pengaruh
informasi dan komunikasi sangat terasa. Tidak ada kegiatan yang dilakukan di dalam
dan oleh masyarakat yang tidak memerlukan informasi. Kenyataan tersebut diatas
tidak dapat dipungkiri kebenarannya. Hanya orang atau bangsa yang mempunyai
banyak informasi yang dapat berkembang dengan pesat. Dalam hal ini negara yang
memiliki kemampuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi akan
lebih memperoleh kesempatan memiliki sistem komunikasi yang dapat menunjang
kepentingan nasionalnya, ideologinya, dan pandangan hidupnya.
Sebaliknya negara yang tidak mempunyai kemampuan mengembangkan
teknologi dan infrastruktur akan berada dalam posisi yang lemah dalam
mengembangkan sistem komunikasinya. Seperti kita lihat di dunia ini, komunikasi
sering kali merupakan sarana pertukaran informasi antara pihak yang tidak sama
tinggi (sederajat), menguntungkan pihak yang lebih kuat, lebih kaya dan lebih
lengkap fasilitasnya. Perbedaan di dalam kekuasaan dan kekayaan, disengaja atau,
tidak mempunyai akibat dan pengaruh pada struktur dan arus informasi.
Objektivitas mempunyai peranan yang sangat penting dan tidak boleh
(10)
Sebagai salah satu prinsip penilaian, objektivitas memang hanya mempunyai cakupan
yang lebih kecil, tetapi objektivitas sangat penting diperhatikan dalam sebuah
pemberitaan. Objektivitas pada umumnya berkaitan dengan berita dan informasi,
objektivitas juga seringkali dihubungkan dengan isi dan juga objektivitas diperlukan
untuk mempertahankan kredibilitas.
Definisi ojektivitas sendiri adalah metode yang dipakai untuk menghadirkan
suatu gambaran dunia yang sedapat mungkin jujur dan cermat dalam batas-batas
praktik jurnalistik Tujuan dari jurnalisme sendiri adalah melaporkan kebenaran,
namun tugas ini bukan pekerjaan sederhana. Ada beberapa kepentingan ikut
“berbicara”, yang akhirnya memberi bentuk pada kebenaran yang disampaikan. Di
sini pers dituntut untuk menyampaikan kebenaran melalui pemberitaan secara
objektif, dengan sikap tidak memihak. Berita yang disampaikan kepada khalayak
mungkin saja tidak objektif, maka di sini objektivitas pemberitaan penting untuk
diperhatikan. Definisi objektivitas pemberitaan itu sendiri adalah penyajian berita
yang benar, tidak berpihak dan berimbang.
Definisi tentang objektivitas berita sangat beragam, namun secara sederhana
dapat dijelaskan bahwa berita yang obyektif adalah berita yang menyajikan fakta,
tidak berpihak dan tidak melibatkan opini dari wartawan. Objektivitas menurut
mcQuail (1994 : 130) lebih merupakan cita-cita yang diterapkan seutuhnya. Dalam
sistem media massa yang memiliki keanekaragaman eksternal, terbuka kesempatan
(11)
dengan sumber informasi lainnya yang menyatakan dirinya obyektif. Meskipun
demikian tidak sedikit media yang mendapatkan tuduhan “media itu tidak obyektif”.
Masalah objektivitas pemberitaan merupakan perdebatan klasik dalam studi
media. Media massa seperti surat kabar sudah semestinya memberikan gambaran atau
realitas yang ada di sekitar yang dirangkai dalam sebuah berita secara objektif kepada
khalayaknya, jika sebuah berita tidak objektif maka dapat dikatakan bahwa media
‘menipu’ khalayaknya. Media memberikan gambaran dan realitas citra sosial yang
dibaurkan dengan berita dan hiburan. Dalam perjalanannya pemberitaan dalam media
yang semestinya objektif menjadi subjektif, mulai dari pencarian berita, peliputan,
penulisan sampai penyuntingan berita, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang
objektivitas media dalam pemberitaan. Selain akurat berita harus lengkap, adil, dan
berimbang. Kemudian berita pun harus tidak mencampurkan fakta dan opini sendiri
atau dalam bahasa akademis berita harus objektif. Karena berita memliki power untuk
membentuk opini publik, jadi sesuatu yang ditulis oleh media harus memenuhi
unsur-unsur di atas agar tidak ada pihak yang dirugikan.(Kusumaningrat 2006 : 47)
Surat kabar sebagai salah satu bentuk dari media massa mempunyai
keunggulan tersendiri dibanding dengan media massa lainnya. Keberagaman media
massa memungkinkan khalayak untuk memilih media sesuai dengan kebutuhannya.
Surat kabar yang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan media massa
lainnya, yaitu pertama surat kabar memberikan kepada khalayak ruang bagi materi
yang panjang dan terperinci. “Informasi mengenai suatu kejadian atau sebuah fakta
(12)
dipublikasikan oleh media lain. Ruang yang diberikan oleh surat kabar
memungkinkan berita memuat keseluruhan unsur berita, meliputi 5W+1H yaitu :
who, what, where, why, when dan how” (Septiawan, 2005, p.23). Kedua, surat kabar
memberikan cakupan yang lengkap dan tidak pada kelompok-kelompok
sosio-ekonomi atau demografis tertentu. Maksudnya surat kabar dapat menjangkau seluruh
lapisan masyarakat, tanpa melihat kelas perekonomiannya. Ketiga, artikel-artikel
surat kabar dapat dikliping sehingga memudahkan pembacanya jika ingin mencari
berita-berita yang mereka inginkan. Dalam memberikan sebuah informasi, surat kabar
mempunyai cara-cara sendiri dalam melakukan pemberitaan. Khalayak akan lebih
tertarik untuk membaca berita-berita yang dekat dengan wilayahnya atau pun
menyangkut kebutuhan mereka sehari-hari.
Untuk dapat memahami ketimpangan arus informasi peneliti sengaja memilih
Koran harian Jawa Pos karena merupakan Koran yang berbasis di Surabaya dan
kantor pusatnya berada di Surabaya juga. Karena itu peneliti berasumsi bahwa Jawa
Pos memiliki kedekatan dengan sumber berita (proximity), khususnya pemberitaan
tentang kematian satwa di Kebun Binatang Surabaya (KBS). Sehingga surat kabar
yang berbasis di Surabaya tersebut tentunya akan focus pada masalah yang terjadi di
daerahnya tersebut.
Kematian satwa yang terjadi di tangan tim manajemen sementara KBS
menuai reaksi keras dari dua kubu pengurus yang selama ini bertikai. Sebagaimana
diketahui, sebelum ditangani tim manajemen sementara bentukan kemenhut sejak
(13)
Wibowo dan Stany Soebakir. Kubu Basuki dulu mengelola KBS dengan nama
Perkumpulan Taman Flora dan Satwa Surabaya (PTFSS). Stany mengelola dengan
nama Yayasan Taman Flora dan Satwa Surabaya (YTFSS). Ketua PTFSS Basuki
Rekso Wibowo saat dikonfirmasi mengungkapkan kondisi KBS ditangan tim
manajemen sementara bukannya semakin baik. Hal itu tidak hanya tecermin dari
jumlah kematian satwa yang terus terjadi, namun juga keputusan-keputusan strategis.
Misalnya, terkait naiknya harga tiket masuk.
Dari kejadian yang ada, Basuki mempertanyakan keseriusan tim manajemen
sementara dalam mengelola KBS. Menurut dia, komposisi orang dalam tim
manajemen sementara tersebut semestinya bisa membuat kondisi KBS lebih baik.
Sebab, mereka merupakan orang-orang konservasi. Misalnya, Tony Sumampauw
yang tak lain bos Taman Safari Indonesia (TSI) dan pengurus Perkumpulan Kebun
Binatang Se-Indonesia (PKBSI). Ada juga Ahmad Saerozi yang tak lain merupakan
wakil dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA). ''Nah, semestinya
mereka kan lebih tahu soal pengelolaan satwa daripada saya yang hanya mengerti
soal hukum,'' tuturnya. Menurut Basuki, jumlah kematian satwa selama
kepengurusannya jauh menurun dibanding kondisi saat ini maupun saat KBS dikelola
Stany Soebakir dkk.
Sementara itu, reaksi keras juga ditunjukkan kubu Stany Soebakir. Ketua
YTFSS Soedjatmiko menjelaskan, pihaknya sangat menyayangkan semakin
banyaknya satwa yang tewas di KBS. Jika itu dibiarkan berlarut, aset semakin turun
(14)
Mantan manajer umum KBS tersebut menjelaskan, KBS di bawah manajemen
sementara tak lebih baik. Sebab, selama ini manajemen sementara yang terdiri atas
Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Persatuan Kebun Binatang Seluruh
Indonesia (PKBSI), dan Pemkot Surabaya berjalan tidak sesuai relnya. ''Sudah masuk
terlalu dalam,'' terang Soedjatmiko. Maksudnya, manajemen sementara sejatinya
hanya menjalankan roda pengelolaan sambil menunggu pertikaian antara dua kubu,
yaitu Stany Soebakir dan Basuki Rekso Wibowo, selesai. Tapi, kenyataannya,
manajemen sementara malah bertindak terlalu jauh. ''Mereka malah berupaya untuk
menguasai,''ungkapnya.
Soedjatmiko lebih menyarankan agar manajemen sementara fokus merawat
kesejahteraan hewan dan karyawan. ''Itu saja, cukup di situ,'' tegas pria 50 tahun itu.
Tapi, kenyataannya tidak demikian. Dia menilai manajemen sementara telah melebihi
wewenang yang telah dititipkan. Sebelum hewan yang mati bertambah, Soedjatmiko
berharap manajemen sementara mengevaluasi. Mereka diharapkan lebih fokus
mengurusi kesejahteraan hewan dan karyawan. ''Tidak lebih,'' paparnya.
Sementara itu, dia menjelaskan bahwa perseteruan antara dua kubu bakal berakhir.
Dia menyatakan perdamaian sudah semakin dekat.
Kebun Binatang Surabaya (KBS) tak mau disalahkan atas dua satwanya yang
mati, singa afrika dan kanguru. Mereka menyatakan bahwa dua satwa itu mati karena
penyakit yang lazim diderita, bukan karena salah perawatan. Dokter hewan KBS drh
Liang Kaspe menjelaskan, singa afrika mati karena terserang pneumonia atau radang
(15)
tersebut mati secara wajar. ''Tidak perlu ada yang dikhawatirkan,'' ujarnya kemarin.
Setelah identifikasi selesai, mayat Leli -nama singa afrika- dan kanguru itu langsung
dibakar. Sebagaimana diberitakan, Senin lalu (9/8) seekor kanguru berumur sepuluh
tahun penghuni KBS ditemukan mati. Dua hari kemudian, tepatnya Rabu (11/8),
seekor singa afrika bernama Leli yang berumur 17 tahun juga mati. Menurut Liang,
Leli sudah menunjukkan gejala sakit sejak dua atau tiga bulan yang lalu. Selanjutnya,
Leli diisolasi dengan cara dimasukkan ke dalam kandang kontrol. Sejak sakit, Leli
sejatinya sudah diberi obat-obatan. ''Kualitas obatnya bagus, bukan obat sekelas
generik,'' terangnya. Namun, meski sudah dirawat secara intensif, pneumonia Leli
tidak kunjung sembuh. Akhirnya, nyawa Leli tidak bisa diselamatkan. Radang
paru-paru yang diderita Leli muncul karena usianya sudah cukup tua. Di dalam KBS,
rentang umur singa 5-20 tahun. Usia yang sudah tua juga menjadi penyebab kanguru
terserang pembengkakan jantung. Liang mengingatkan, persoalan matinya hewan di
KBS tersebut tidak perlu dibesar-besarkan.
Kematian singa Afrika dan kanguru menguak ketidakberesan pengelolaan
satwa di Kebun Binatang Surabaya (KBS). Salah seorang sumber Jawa Pos di
lingkungan sekretariat KBS menyebutkan, kasus itu terjadi karena para keeper kurang
memperhatikan satwa. Sebab, para keeper disibukkan dengan berbagai pekerjaan
tambahan. ''Tim manajemen memberikan pekerjaan tambahan kepada para keeper,''
ujar sumber yang lebih dari 10 tahun bekerja di KBS tersebut. Pekerjaan tambahan itu
diberikan setelah dilakukan pemecatan terhadap beberapa karyawan yang status
(16)
selama ini tugasnya merawat satwa ditambahi tugas kebersihan dan jaga malam,''
katanya. Menurut sumber tersebut, para keeper bersedia mengerjakan tugas tambahan
karena meraka juga mendapatkan uang tambahan. ''Otomatis mereka bersedia bekerja
tambahan dan pekerjaan pokoknya pun jadi terbengkalai,'' tuturnya. Tak heran,
banyak satwa yang makin tidak terurus. Dia bahkan berani bertaruh, dalam waktu
dekat ada satwa lagi yang mati. Satwa tersebut berjenis harimau sumatera. ''Satwa ini
sekarang kritis bahkan bisa dikatakan sekarat,'' ujarnya.
Maut terus mengintai satwa-satwa di Kebun Binatang Surabaya (KBS).
Setelah singa afrika dan kanguru ditemukan mati, kemarin giliran harimau sumatera
(panthera tigris sumatrae) yang meregang nyawa. Pihak KBS menyatakan, harimau
berumur hampir 20 tahun itu mati karena terkena hepatitis. Petugas Recording KBS
Anthan Warsito menjelaskan, Martina – nama harimau tersebut- menjadi keluarga
besar KBS pada 1991 silam. Martina adalah donasi atau sumbangan perorangan. Dia
menjelaskan, beberapa bulan terakhir Martina menjalani perawatan intensif karena
menderita hepatitis.
Sementara itu, Ketua Manajemen Sementara KBS Tony Sumampaw
mengatakan, di kamar karantina masih ada lima satwa yang kondisinya kritis. Yakni,
babi rusa, jaguar, jerapah, bison, dan banteng. Perawatan ini sangat tertutup. Pihak
KBS belum mengizinkan wartawan melihat kondisi kelima satwa tersebut. Fase kritis
yang dialami lima satwa ini disebabkan beragam faktor. Misalnya, umur sudah tua
dan kandang yang kurang pencahayaan matahari. Akibatnya, kondisi di kandang
(17)
pernapasan lain. Faktor ini diperparah oleh para keeper yang tidak fokus dalam
pekerjaan. Terkait sikap keeper yang tidak becus, Wayan Titip Sulaksana, pengurus
Perkumpulan Taman Flora dan Satwa Surabaya (PTFSS) pro Basuki Rekso Wiyobo
mengatakan, mereka tidak salah. ''Sebab, dapat iming-iming ceperan,'' katanya.
Selama ini keeper tidak fokus merawat hewan. Mereka lebih memilih bekerja di luar
kapasitasnya. Misalnya, menyapu seluruh sudut KBS atau jaga malam. Upahnya pun
tidak bisa dikatakan kecil. Untuk jam pagi, yang biasanya dimulai pukul 06.00
sampai selesai, keeper mendapat tambahan upah Rp 35 ribu per hari. Sementara
untuk jam kedua, yaitu pukul 16.00 keeper mendapat tambahan upah Rp 50 ribu per
hari.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Persatuan Kebun Binatang Surabaya
Indonesia (PKBSI) yang juga pembina Manajemen Sementara KBS Ramhat Syah
menegaskan, tidak ada niat meruntuhkan KBS. Terkait pengelolaan yang cenderung
merosot, dia berkilah terlalu banyak campur tangan pihak yang sedang bertikai.
Yaitu, kubu Basuki Rekso Wibowo dan Stany Soebakir. ''Sulit bagi kami untuk
bergerak,'' keluh Rahmat. Menurut dia, manajemen yang sekarang sudah berjalan
sesuai dengan standar. Meski begitu, dia tidak memungkiri banyak kandang yang
sudah tidak layak dan membutuhkan perbaikan. Terkait kabar bahwa manajemen
sementara berniat menguasai KBS, Rahmad tidak mengelak. ''Tawaran tersebut
memang ada,'' katanya. Tapi, dia tidak mau melakukannya. Rahmad lebih sepakat
jika pengusaha Surabaya yang mengelola KBS, sehingga warga Surabaya bisa lebih
(18)
320 ekor. Sementara itu, di bawah pengelolaan tim manajemen sementara, satwa yang mati baru 26 ekor. ''Sebetulnya kami jauh lebih baik,'' jelasnya.
Sementara itu, ditemui sebelum mengikuti sidang paripurna, Wali Kota
Bambang Dwi Hartono menyatakan kekecewaannya atas matinya koleksi satwa KBS.
Bambang menuding banyak pihak yang bermain di dalam pengurusan KBS.
Orientasinya tidak lebih dari persoalan finansial. Akibatnya, kesejahteraan hewan
terbengkalai. Apakah Pemkot Surabaya akan mengambil alih? ''Kami siap,'' tegas
Bambang. Bahkan, sejak muncul dualisme kepengurusan di KBS, pemkot sudah
melayangkan surat pengambilalihan KBS ke Kementerian Kehutanan. Bambang
menjelaskan, kondisi perusahaan daerah (PD) yang berada di bawah bendera pemkot
cukup sehat. Untuk itu, Bambang mengatakan bahwa secepatnya pemkot kembali
melayangkan surat serupa ke Kementerian Kehutanan. Meski begitu, Bambang
mengaku butuh dana besar jika KBS menjadi PD. Sebab, kondisinya sekarang cukup
kacau sehingga butuh investasi besar untuk pemulihan. Meski begitu, jika menjadi
PD, fungsi KBS sebagai lembaga konservasi tidak bakal dihilangkan.
Berita di atas merupakan kutipan dari Koran Jawa Pos selama 5 hari yaitu
pada tanggal 13 Agustus 2010 sampai dengan tanggal 17 Agustus 2010. Dalam
penulisan berita tersebut judul berita dituliskan dengan ukuran besar. Menurut
Junaedhi (1991 : 29) berita yang ditulis dengan huruf ukuran besar pada judulnya
(19)
mungkin sesuai dengan kebijaksanaan redaksionalnya, dan sesuatu yang dianggap
paling pantas diketahui oleh masyarakat pada saat itu.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas yang melandasi penelitian
ini, maka penelitian dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimanakah Objektivitas
pemberitaan kasus kematian satwa Kebun Binatang Surabaya di surat kabar Jawa
Pos.”
1.3. Tujuan penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui objektivitas berita kematian satwa Kebun Binatang Surabaya di
surat kabar Jawa Pos.
1.4Kegunaan penelitian
1. Kegunaan teoritis : Menambah kajian ilmu komunikasi yang berkaitan dengan
penelitian obyektivitas berita, sehingga hasil penelitin ini diharapkan bisa
menjadi landasan pemikiran untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
2. Kegunaan praktis : Melalui penelitian ini diharapkan bahwa media cetak dapat
menjadi sarana pembentuk opini public, dan dapat menjadi saran dan masukan
bagi praktisi media cetak agar menerapkan standar jurnalisme yang netral.
Selain itu diharapkan agar Jawa Pos dapat melakukan penulisa secara objektif
(20)
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Pengertian Media Massa dan Komunikasi Massa
Media massa seperti yang dikemukakan oleh althusser dan Gramsci dalam
Sobur (2004:30) merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan pendapat atau
aspirasi baik itu dari pihak masyarakat maupun dari pihak pemerintah atau negara.
Media massa tersebut sebagai wadah untuk menyalurkan informasi yang merupakan
perwujudan dari hak asasi manusia dalam kehidaupan ermasyarakat dan bernegara,
dalam diri media massa juga terselubung kepentingan-kepentingan yang lain,
misalnya kepentingan kapitalisme modal dan kepentingan keberlangsungan lapangan
pekerjaan bagi karyawan dan sebagainya.
Media massa mempunyai kekuatan yang sangat signifikan dalam usaha
mempengaruhi khlayaknya. Keberadaan media massa mempunyai peranan penting
dalam usaha memberikan informasi penting bagi masyarakat, pengetahuan yang
dapat memperluas wawasan, sarana hiburan sebagai pelepas ketegangan, dan yang
tidak kalah pentingnya adalah peranan media sebagai kontrol sosial untuk
memberikan kritik maupun mendukung kebijakan pemerintah agara memotivasi
masyarakat.
12
(21)
Media massa merupakan institusi baru yang berkaitan dengan produksi
dan distribusi pengetahuan dalam arti luas. Media massa mempunyai sejumlah
ciri-ciri yang menonjol, diantaranya adalah penggunaan teknologi yang relatif
maju untuk produksi (massal) dan penyebaran pesan, mempuyai organisasi yang
sistematis dan aturan-aturan sosial serta sasaran pesan yang mengarah pada
audiens dalam jumlah besar yang tidak bisa ditentukan apakah meraka menerima
pesan yang disampaikan, atau malah menolaknya. Institusi media massa pada
dasarnya terbuka, beroprasi dalam dimensi publik untuk memberikan saluran
komunikasi reguler dari berbagai pesan yang mendapat persetujuan sosial dan
dikehendaki oleh banyak individu.
Dalam komunikasi massa menurut Winarni dapat dipusatkan pada
komponen-komponen komunikasi massa, yaitu variabel yang dikandung dalam
setiap tindak komunikasi dan bagaimana variabel ini bekerja pada media massa,
kelima komponen tersebut adalah:
1. Sumber. Komunikasi massa adalah suatu organisasi kompleks yang
mengeluarkan biaya besar untuk menyusun dan mengirimkan
pesan.
2. Khalayak. Komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan
kepada massa, yaitu khalayak yang jumlahnya besar yang bersifat
heterogen dan anonim.
3. Pesan. Pesan dalam komunikasi massa bersifat umum, maksudnya
adalah setiap orang bisa mengetahui pesan-pesan komunikasi dari
(22)
4. Proses. Ada dua proses dalam komunikasi massa yaitu: 1)
Komunikasi massa merupakan proses satu arah. Komunikasi ini
berjalan dari sumber ke penrima dan tidak secara langsung
dikembalikan kecuali dalam bentuk umpan balik tertunda. 2)
Komunikasi massa merupakan proses dua arah (Proses seleksi).
Baik media ataupun khalayak melakukan seleksi. Media
menyeleksi khalayak sasaran atau penerima menyeleksi dari semua
media yang ada, pesan manakah yang mereka ikuti.
5. Konteks komunikasi massa berlangsung dalam suatu konteks
sosial. Media mempengaruhi konteks sosial masyarakat, dan
konteks sosial masyarakat mempengaruhi media massa. (Winarni,
2003 : 4-5)
Setiap disiplin ilmu dalam komunikasi memiliki ciri-ciri dan karekateristik
yang berbeda-beda, adapun beberapa karakteristik komunikasi massa yang sering
digunakan pada media massa yaitu:
1. Sifatnya satu arah, walaupun beberapa media massa terkadang
melibatkan khalayak secara langsung dengan diadakannya dialog
interaktif, namun itu hanya untuk kepentingan terbatas.
2. Selalu ada proses seleksim misalnya, setiap media memilih
khalayaknya, demikian juga dengan khlayak yang juga menyeleksi
medianya, baik jenis maupun isi siaran dan berita, serta waktu
(23)
3. Menjangkau khalayak secara luas. Dengan adanya satuu stasiun
pemancar pesan atau informasi dapat disampaikan dalam cakupan
satu negara. Namun dalam karakteristik ini sistem ekonomi dan
sosial juga ikut berperan.
4. Berusaha membidik sasaran tertentu, informasi yang disampaikan
harus menarik minat orang-orang sehingga informasi tersebut
disalurkan kepada orang lain
5. Komunikasi dilakukan oleh institusi sosial yang harus peka
terhadap kondisi lingkungannya. Ada interaksi tertentu yang
berlangsung antara media dan masyarakat. Untuk memahami
sebuah masyarakat kita harus menelaah latar belakang, asumsi dan
keyakinan-keyakinan dasarnya. Untuk itu diperlukan penguasaan
atas sejarah, sosiologi, ilmu ekonomi dan filsafat demi memahami
sebuah masyarakat secara benar. (Rivers, 2004 :18)
Dalam komunikasi massa, umpan balik relatif tidak ada atau bersifat
tunda, komunikator cenderung sulit untuk mengetahui umpan balik komunikan
secara segera. Untuk mengetahuinya, maka biasanya harus diadakan seminar
terbuka yang menghubungkan antara komunikator dan komunikan secara
langsung, diadakannya survey atau penelitian. (Vardiansyah, 2004:33).
2.1.2. Berita
Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar,
menarik, dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala
(24)
bahasa sansekerta, yaitu urit yang dalam bahasa Inggris disebut write, yang berarti
sebenarnya adalah ada atau terjadi. Sebagian ada yang menyebut dengan Writta,
artinya kejadian atau yang telah terjadi. Dalam kamus besar bahasa Indonesia
karya Poerwadarminto, berita diperjelas menjadi laporan mengenai kejadian atau
peristiwa yang hangat.
Sedangkan menurut McQuail (1989 : 189) berita merupakan sesuatu yang
bersifat metafistik dan sukar dijawab kembali dalam kaitannya dengan institusi
dan kata putus mereka yang bersifat rasa dan sulit diraba karena kehalusannya.
Berita bukanlah cermin kondisi sosial, tetapi laporan tentang salah satu aspek
yang telah menonjolkannya sendiri.
Suatu fakta dapat dikatakan berita, apabila memenuhi syarat antara lain
telah dipublikasikan oleh seseorang atau institusi yang jelas identitasnya, alamat,
dan penanggungjawabnya, fakta tersebut ditemukan oleh jurnalis dengan cara
yang sesuai dengan standar operasional dan prosedur dalam profesi jurnalistik
(panuju, 2005 : 52).
Dari beberapa definisi tersebut dapat dirangkum bahwa berita adalah
laporan dari kejadian yang penting atau peristiwa hangat, dapat menarik minat
atau perhatian para pembaca. Berita merupakan gudang informasi, dan berita
merupakan bagian terpenting dari tabloid atau surat kabar.
Menurut Djuroto (2002 : 48) untuk membuat berita paling tidak harus
(25)
1. Menjaga obyektivitas dalam pemberitaan.
2. Faktanya tidak boleh diputar sedemikian rupa hingga tinggal
sebagian saja.
3. Berita itu harus menceritakan segala aspek secara lengkap.
Sedangkan menurut Kusumaningrat (2006 : 47) unsur-unsur yang
membuat suatu berita layak untuk dimuat ada tujuh yaitu ; Akurat, Lengkap, Adil,
Berimbang, Objektif, Ringkas, Jelas, dan Hangat.
Selain unsur-unsur berita wartawan juga harus memikirkan nilai berita,
dalam cerita atau berita itu tersirat pesan yang ingin disampaikan waratwan
kepada pembacanya. Ada tema yang diangkat dari suatu peristiwa. Nilai berita ini
menjadi menentukan berita layak berita. Menurut Ishwara (2005 : 53)
peristiwa-peristiwa yang memiliki nilai berita ini misalnya yang mengandung konflik,
bencana dan kemajuan, dampak, kemasyhuran, segar dan kedekatan, keganjilan,
human interest, seks, dan aneka nilai lainnya.
Sedangkan menurut Effendy (2010:67)
1. Aktualitas, berita tak ubahnya seperti es krim yang gampang
meleleh, bersamaan dengan berlalunya waktu nilainya semakin
berkurang. Bagi surat kabar, semakin aktual berita-beritanya,
artinya semakin baru peristiwa itu terjadi, maka semakin tinggi
(26)
2. Kedekatan, peristiwa yang mengandung unsur kedekatan dengan
pembaca akan menarik perhatian. Kedekatan yang dimaksud tidak
hanya kedekatan secara geografis tapi juga kedekatan emosional.
3. Keterkenalan, kejadian yang menyangkut tokoh terkenal
(prominent names) memang akan banyak menarik pembaca. Hal
ini tidak hanya sebatas nama orang saja, demikian pula dengan
tempat-tempat terkenal,
4. Dampak
Berita memiliki banyak jenis, Menurut Sumadiaria ( 2005 : 69-71 ) dalam
dunia jurnalistik berita berdasarkan jenisnya dapat dibagi dalam tiga kelompok :
1. Elementary yaitu :
a. Straight News report adalah laporan langsung mengenai suatu
peristiwa. Biasanya berita jenis ini ditulis dengan unsur-unsur yang
dimulai dari what, when, why, where, who, dan how (5W+1H).
b. Depth News Report merupakan laporan yang sedikit berbeda
dengan Straight News report. Reporter (wartawan) menghimpun
informasi dengan fakta-fakta mengenai peristiwa itu sendiri
sebagai informasi tambahan untuk peristiwa itu sendiri.
c. Comprehensive News merupakan laporan tentang fakta yang
bersifat menyeluruh ditinjau dari berbagai aspek. Berita
(27)
dalam satu bangunan cerita peristiwa sehingga benang merahnya
terlihat dengan jelas.
2. Intermediate yaitu :
a. Interpretative Report lebih dari sekedar Straight News report dan depth news . berita interpretative biasanya memfokuskan pada
sebuah isu, masalah, atau peristiwa-peristiwa kontroversial. Dalam
jenis laporan ini reporter menganalisis dan menjelaskan.
b. Feature Story berbeda dengan jenis berita-berita di atas yang
menyajikan informasi-informasi penting, di feature story penulis
mencari fakta untuk menarik perhatian pembaca. Penulisan feature
lebih bergantung pada gaya penulisan dan humor daripada
pentingnya informasi yang disajikan.
3. Adnance yaitu :
a. Depth Reporting adalah pelaporan jurnalistik yang bersifat
mendalam, tajam, lengkap, dan utuh tentang suatu peristiwa
fenomenal atau aktual.dengan membaca karya pelaporan
mendalam, orang akan mengetahui dan memahami dengan baik
duduk perkara suatu persoalan dilihat dari berbagai perspektif atau
sudut pandang.
b. Investigative Reporting berisikan hal-hal yang tidak jauh berbeda
(28)
pada sejumlah masalah dan kontroversi. Dalam laporan investigatif
waratawan melakukan penyelidikan untuk memeperoleh fakta yang
tersembunyi demi tujuan. Pelaksanaannya sering ilegal atau tidak
etis
c. Editoral Writing adalah pikiran sebuah institusi yang diuji di depan
sidang pendapat umum. Editorial adalah penyajian fakta dan opini
yang menafsirkan berita-berita yang penting dan mempengaruhi
pendapat umum
Yang dapat membedakan antara berita dengan bukan berita salah
satunya adalah pada ada tidaknya opini. Hal ini didasari bahwa sebuah berita
berasal dari suatu fakta sedangkan opini berangkat dari suatu pemikiran.
Berita mempresentasikan fakta sedangkan opini mempresentasikan gagasan
atau ide. Dalam kacamata jurnalistik, tidak semua fakta adalah berita.
Suatu fakta dapat dikatakan berita, apabila memenuhi syarat antara
lain telah dipublikasikan oleh seseorang atau institusi yang jelas identitasnya,
fakta tersebut dihimpun oleh jurnalis dengan cara yang sesuai dengan
standart operasional dan prosedur dalam profesi jurnalistik (jurnal mata
kuliah dasar-dasar jurnalistik).
Untuk membuat berita paling tidak, harus dipenuhi syarat-syarat
(29)
1. Menjaga objektifitas dalam pemberitaan.
2. Fakta tidak boleh diputar balikkan sedemikian rupa hingga tinggal
sebagian saja.
3. Berita itu harus menceritakan segala aspek secara lengkap.
Berdasarkan pasal dari kode etik jurnalistik milik AJI (pasal 3/14
Maret 2006) dijabarkan melalui sebagai berikut :
a. Menguji informasi berarti melakukan cek dan re-cek tentang kebenaran
informasi.
b. Berimbang dengan memberikan ruang pemberitaan kepada
masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan.
d. Azas praduga tak bersalah adalah prinsip dengan tidak menghakimi
seseorang.
Setiap berita yang disuguhkan harus dapat dipercaya namun juga
dapat menarik perhatian khalayak sehingga lewat menyajikan hal-hal yang
factual dari apa adanya, kebenaran isi cerita yang disampaikan tidak
menimbulkan tanda tanya dan ada kesesuaian dari judul dengan isi berita.
Unsur yang penting dalam menyajikan berita adalah kesesuaian
antara judul berita dengan isinya, terlebih lagi bagi media massa cetak
dengan pembaca yang memiliki karakteristik pembaca sekilas. Judul berita
harus mempresentasikan seluruh isi berita, hal ini dimaksudkan untuk
(30)
sekilas oleh khalayak melalui judul yang bombastis namun tidak sesuai
dengan isi.
Kesesuaian judul dengan isi berita juga merupakan salah satu bentuk
kejujuran jurnalis. Bila ingin berita laku keras, maka haruslah para jurnalis
mencuri berita yang memiliki nilai penting dimata khalayak, bukannya
melalui mengarang judul berita yang se bombastis mungkin sedangkan tidak
tercermin pada isi beritanya.
Pada jurnal mata kuliah jurnalistik, dikatakan fungsi judul berita adalah :
1. Memberikan identitas pada berita
2. Mempermudah pembaca untuk memilih berita
3. Menarik perhatian pembaca
Mutu surat kabar dalam penyajiannya sangat sering juga menyertakan
gambar, foto, ilustrasi kartun maupun bagan ataupun table yang berguna
untuk memperjelas isi pemberitaan. Penempatan adanya data pendukung
berita ini sangat penting atas pertimbangan berikut :
1. Foto, gambar, table, dan ilustrasi merupakan unsure berita yang pertama
kali menangkap mata serta perhatian pembaca. Woodburn (yang dikutip
dari jurnal jurnalistik media cetak) menjelaskan bahwa data pendukung
berita di atas, memiliki kekuatan stopping power serta menjelaskan
(31)
2. Foto dalam surat kabar, dapat digunakan dalam komunikasi dengan
pembaca yang memiliki latar belakang beranekaragam karena foto
mampu menyajikan berita melalui bahasa foto lebih universal.
2.2. Pers Dalam Kaidah Jurnalistik
Ketika semua orang memiliki hak suara, maka mereka pun merasa ikut
berkepentingan dengan jalannya pemerintahan. Setiap orang dengan intensitas
yang berbeda-beda, mulai ikut berpartisipasi dalam urusan publik. Dalam kaitan
inilah pers menjadi sangat penting untuk menjaga sistem politik. Pers juga
menjadi sumber informasi atau pendidik, sumber nilai-nilai budaya baru,
sekaligus sumber hiburan. (Rivers, 2004:51)
Ada dua pengertian pers, yaitu pers dalam arti sempit dan pers dalam arti
luas. Pers dalam arti sempit adalah media massa cetak seperti surat kabar,
majalah, tabloid mingguan, dan sebagainya. Sedangkan pers dalam arti luas
meliputi media massa cetak elektronik antara lain radio dan televisi, sebagai
media yang menyiarkan karya jurnalistik. ( Effendy, 2000:90)
Jadi secara tegas, pers adalah lembaga atau badan atau organisasi yang
menyebarkan berita sebagai karya jurnalistik kepada khalayak. Pers dan
jurnalistik dapat diibaratkan sebagai raga dan jiwa. Pers adalah aspek raga, karena
ia berwujud, konkret atau nyata, oleh karena itu dapat diberi nama. Desangkan
jurnalistik adalah aspek jiwa, karena ia abstrak, merupakan kegiatan daya hidup
(32)
Sedangkan pengertian pers di Indonesia tercantum dalam Undang-undang
No.11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers dan Undang-undang
No. 21 Tahun 1982 tentang Perubahan Atas Undang-undang no. 11 Tahun 1966.
dalam Undang –undang tersebut dinyatakan sebagai berikut:
”Pers adalah lembaga kemasyarakatan, alat perjuangan nasional yang mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa, yang bersifat umum berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya dilengkapi atau tidak diperlengkapi dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan alat-alat foto, klise, mesin-mesin stencil atau alat-alat tehnik lainnya.”
Jadi berdasar definisi pers diatas jelas tercantum bahwa pers harus
mempunyai idealisme, yakni bahwa pers Indonesia merupakan alat perjuangan
nasional, bukan sekedar penjual berita hanya untuk mencari keuntungan finansial.
Tugas dan fungsi pers adalah mewujudkan keinginan manusia yang haus
akan kebutuhan informasi tersebut melalui medianya. Tetapi fungsi pers bukan
hanya itu, menurut Kusumaningrat fungsi pers yang lebih detail adalah sebagai
berikut:
1. Fungsi Informatif
Yaitu memberikan informasi atau berita kepada khalayak dengan cara
yang teratur. Pers menghimpun berita yang dianggap berhuna dan
penting bagiorang banyak dan kemudian menuliskan dengan kata-kata.
(33)
kemungkinan bahwa pers juga memperingatkan khalayaknya tentang
peristiwa yang diduga akan terjadi.
2. Fungsi Kontrol ( fungsi watchdog )
Pers harus memberitakan apa yang berjalan dengan baik dan tidak
berjalan dengan baik. Fungsi ini harus dilakukan dengan lebih aktif
oleh pers daripada oleh kelompok organisasi masyarakat lain seperti
LSM, dan lain sebagainya.
3. Fungsi Interpretatif dan Direktif
Pers harus menceritakan kepada masyarkat tentang arti suatu kejadian
(biasanya melalui tajuk rencana atau tulisan latar belakang) dan jika
diperlukan, pers juga memberitahukan tindakan yang seharusnya
diambil oleh masyakarat dan memberikan alasan mengapa harus
bertindak.
4. Fungsi Menghibur
Mereka menceritakan kisah yang menarik dan lucu untuk khalayak
ketahui (humor, drama serta musik) meskipun kisah itu tidak terlalu
penting.
5. Fungsi Regeneratif
Pers membantu menyampaikan warisan sosial kepada generasi baru
terjadi proses regenerasi dari angkatan yang sudah tua kepada
angkatan yang lebih muda dengan cara menceritakan bagaimana
(34)
sekarang, bagaimana itu diselesaikan dan apa yang dianggap dunia itu
benar atau salah.
6. Fungsi Pengawalan Hak-Hak Warga Negara
Pers harus menjaga baik-baik jangan sampai timbul tirani golongan
mayoritas dimana golongan mayoritas itu menguasai dan menekan
golongan mayoritas. Pers harus bekerja berdasarkan teori tanggung
jawab dan menjami hak setiap pribadi untuk didengar dan diberi
penenrangan sesuai dengan yang dibutuhkannya. Dalam beberapa hal
khalayak hendaknya diberi kesempatan untuk menulis kritik dalam
media terhadap segala sesuatu yang berlangsung dalam kehidupan
masyarakat, bahkan juga tidak menutup kemungkinan untuk
mengkritik medianya sendiri.
7. Fungsi Ekonomi
Pers juga dapat berfungsi secara ekonomi yaitu dengan cara melayani
sistem ekonomi melalui iklan
8. Fungsi Swadaya
Untuk memelihara kebebasan yang murni, pers berkewajiban untuk
memupuk kekuatan modalnya sendiri agar tidak ditempatkan dibawah
kehendak siapa saja yang mampu membayarnya sebagai balas jasa.
(35)
Hubungan pers sebagai media yang menjembatani masyarakat dan sistem
pemerintahan mempunyai hubungan yang berkesinambungan dan saling
menguntungkan.
2.3. Jurnalisme Online Sebagai Media Massa
Sejarah media massa memperlihatkan bahwa sebuah teknologi baru tidak
pernah menghilangkan teknologi yang lama, namun mensubstitusinya. Radio
tidak menggantikan surat kabar, namun menjadi sebuah alternatif, menciptakan
sebuah kerajaan dan khalayak baru. Demikian halnya dengan televisi, meskipun
televisi melemahkan radio, tetapi tetap tidak dapat secara total mengeliminasinya.
Maka, cukup adil juga untuk mengatakan bahwa jurnalisme online mungkin tidak
akan bisa menggantikan sepenuhnya bentuk-bentuk media lama. Melainkan,
tampaknya menciptakan suatu cara yang unik untuk memproduksi berita dan
mendapatkan konsumen berita. Jurnalisme online tidak akan menghapuskan
jurnalisme tradisional, namun meningkatkan intensitasnya. Dengan
menggabungkan fungsi-fungsi dari teknologi internet dengan media tradisional.
(Santana, 2005:135)
Secara teknis, momen paling fundamental dalam jurnalisme online adalah
penemuan WWW. Namun secara profesional, momen tersebut dimulai dari
pecahnya berita mengenai Drudge Report yang menyangkut skandal Lewinsky,
ketika sebuah e-mail dikirimkan ke 50 ribu pelanggan pada tanggal 18 Januari
1998. Dalam setiap aspek penting kisah ini, menurut Lasica ketika menulis
(36)
digunakan untuk “membongkar berita-berita skandal, menyuarakan
tuduhan-tuduhan baru, dan merilis secara keseluruhan laporan final Starr atas
investigasinya.” Jurnalisme online telah memicu tren alternatif, mengklaim bahwa
jurnalisme online telah mengubah segala aktivitas jurnalistik dan kegiatan lama
profesi jurnalisme. Sejak itu, jurnalisme online telah maju secara dramatis. Kini,
hampir seluruh media berita memiliki web yang hadir dalam berbagai bentuk.
Terdapat tiga kelompok situs berita dalam kaitannya dengan isi. (Santana K,
2005:136)
Model situs berita secara general yang kebanyakan digunakan oleh
media berita tradisional sekadar merupakan edisi online dari medium induknya.
Isi orisinalnya diciptakan kembali oleh internet dengan cara mengintensifkan isi
dengan kapasitas-kapabilitas teknis dari cyberspace. Washington Post Online
(www.washingtonpost.com), CNN Interactive (www.CNN.com) adalah
contoh-contoh tipikal tipe ini.
Pada model situs kedua, bentukan situs Web-nya berisikan orisinalitas
indeks, dengan cara mendesain ulang dan merubah isi dari berbagai media berita.
Saloon, Slate and Drudge Report masuk ke dalam tipe ini. Situs ini memendekkan
portal-portal pemberitaan melalui indeksisasi dan kategorisasi, hasil seleksi
berbagai media dan isi mereka. Model situs ini memfokuskan isu-isu spesifik,
melayani kepentingan komunitas dan kelompok-kelompok sosial tertentu, serta
(37)
Model situs ketiga berisi diskusi dan komentar-komentar pendek
tentang berita dan media. Media-media watchdogs masuk ke dalam kelompok ini.
Mereka menjadi saluran untuk diskusi masyarakat mengenai permasalahan yang
mencuat.
Internet adalah medium terbaru yang mengkonvergensikan seluruh
karakteristik dari bentuk-bentuk terdahulu. Karena apa yang berubah bukanlah
substansinya, melainkan mode-mode produksi dan perangkatnya. (Hilf, 2000:27)
Teori konvergensi menyatakan bahwa berbagai perkembangan bentuk
media massa terus merentang dari sejak awal siklus penemuannya. Setiap model
media terbaru tersebut cenderung merupakan perpanjangan, atau evolusi, dari
model-model terdahulu. Dalam konteks ini, internet bukanlah suatu pengecualian.
(Stoval, 2005:116)
Sebagai bagian dari institusi komunikasi massa formal, jurnalisme
online pun menganut ciri-ciri dan sifat media massa, yaitu :
a.Komunikator melembaga
b.Pesan teroganisir
c.Program berlanjut
d.Periodik
e.Universal
f.Komersial
g.Memiliki status hukum
(38)
i.Secara stimultan/publikatif
j.Profesional
k.Komunikasi heterogen
Jurnalisme online adalah tipe baru jurnalisme karena memiliki sejumlah
fitur dan karakteristik yang berbeda dari jurnalisme tradisional. Fitur-fitur uniknya
mengemuka dalam teknologinya, menawarkan kemungkinan-kemungkinan tidak
terbatas dalam memproses dan meyebarkan berita, J.Pavlik dalam bukunya
Journalism and New Media menyebut tipe baru jurnalisme ini sebagai
“contextualized journalism”, karena mengintegrasikan tiga fitur komunikasi yang
unik, yaitu kemampuan-kemampuan berdasarkan platform digital,
kualitas-kualitas interaktif komunikasi online, dan fitur-fitur yang ditatanya (costumizeable
features). (Santana, 2005:137)
Karakter jurnalisme online yang paling terasa meskipun belum tentu
disadari adalah kemudahan bagi penerbit maupun masyarakat untuk membuat
peralihan waktu penerbitan dan pengaksesan. Penerbit online bisa menerbitkan
maupun mengakses artikel-artikel untuk dapat dilihat saat ini maupun nanti. Ini
sebenarnya juga dapat dilakukan oleh jurnalisme konvensional, namun jurnalisme
online dimungkinkan untuk melakukannya dengan lebih mudah dan cepat karena
informasi yang disebarluaskan lebih cepat daripada jurnalisme konvensional.
Sebagai bagian dari media massa, jurnalisme online pun memiliki dan
(39)
a. Fungsi Informasi
Melalui media massa, baik cetak maupun elektronik, masyarakat mendapatkan
informasi mengenai berbagai fenomena kehidupan bermasyarakat dan bernegara,
mulai dari informasi mengenai aspek sosial, kriminalitas, budaya, ekonomi,
sampai dengan informasi mengenai politik. Media juga menjadi sarana
komunikasi yang efektif antara pemerintah sebagai pengambil kebijakan dengan
masyarakat. Dalam berbagai aspek, media merupakan pemberi informasi yang
pertama kepada masyarakat.
b. Fungsi Edukasi
Merupakan fungsi yang dilakukan oleh media massa dalam emberikan pendidikan
kepada masyarakat, termasuk pembinaan moral dan pendidikan budi pelerti.
Informasi yang diberikan kepada masyarakat memberikan wawasan kepada
masyarakat, baik mengenai nilai-nilai maupun norma-norma yang mampu
memberikan penyadaran kepada masyarakat seperti mengenai ekonomi, politik,
hukum, sosial budaya dan aspek lain yang pada intinya informasi yang diberikan
merupakan upaya pemberdayaan masyarakat.
c. Fungsi Hiburan
Media massa juga memiliki fungsi hiburan, terlebih dengan media elektronik yang
secara umum merupakan sarana hiburan bagi masyaakat Indonesia pada
umumnya. Setiap hari berbagai acara hiburan ditayangkan di televisi, baik hiburan
(40)
seolah-olah menjadi “agama baru” yang dapat menggeser nilai-nilai moral dari institusi
lain, baik keluarga, sekolah, maupun agama.
d. Fungsi Kontrol Sosial
Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, media juga melaksanakan fungsi
kontrol sosial. Media memberikan sosialisasi nilai baik dan buruk, media juga
menjadi sarana yang efektif dalam memberikan kontrol kepada pengambil
kebijakan dengan memberitakan isu yang memancing opini publik.
2.4. Objektivitas Berita
Media massa senantiasa dituntut mempunyai kesesuaian dengan realisasi
dunia yang benar-benar terjadi, agar gambar realitas yang ada di benak khalayak –
the world outside and the pictures in our head, tidaklah bias dikarenakan
informasi media massa tidak kontekstual dengan realitas. Secara ideal, setiap
berita yang disajikan dalam suatu media harus memenuhi unsure objektifitas.
Media massa yang sarat dengan informasi adalah pers. Pers merupakan
cermin realitas karena pers pada dasarnya lebih menekankan fungsi sebagai sarana
pemberitaan. Isi pers yang utama adalah berita. Fakta dan realitas adalah bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari konsep objektifitas. Oleh karena itu jika terdapat
sebuah paradigma yang berkaitan dengan ilmu jurnalistik, pasti ditemukan sebuah
paradigma yang mensyaratkan adanya konsep objektifitas dalam penyajian berita.
Pers senantiasa dituntut mengembangkan pemberitaan yang obyektif, yaitu “reporting format that generally spates fact from
pinion present an emotionally detached view of the news, and strives for fairness and balanced” (DeFleur, 1994 : 635).
(41)
Dalam jurnalisme, kebenaran tidaklah bisa diklaim oleh satu pihak, namun
harus dikonfirmasikan menurut kebenaran dari pihak lain. Inilah mengapa
pemberitaan di surat kabar selalu dituntut untuk mengungkapkan kebenaran secara
fairness. Yaitu salah satu syarat objektifitas yang juga sering disebut sebagai
pemberitaan cover both side, dimana pers menyajikan semua pihak yang terlibat
sehingga pers mempermudah pembaca menemukan kebenaran. Selain fairness,
pers juga dituntut melakukan pemberitaan yang akurat, tidak bohong, menyatakan
fakta bila itu memang fakta, dan pendapat bila itu memang pendapat, dikutip dari
Siebert tahun 1986 (Bungin, 2003 : 153 – 154).
Jurgen Westerstahl menjabarkan konsep objektifitas pada bagan berikut :
Bagan 1. Konsep Obyektivitas Westerstahl (Westerstahl, 1983 : 405)
Westerstahl mengajukan komponen utama objektifitas berita dalam
observasinya “maintaining objectivity in the dissemination of news can, it seems
to me, most easily be defined as” adherence to certain norm or standards”
(Charllote, 2006 : 7 – 8 yang dikutip dari Westerstahl, 1983 : 403).
Faktuality
Impartiality
Truth
Relevance
Balance
/
non
Neutral
Presentation
(42)
Kefaktualan dikaitkan dengan bentuk penyajian laporan tentang peristiwa
atau pernyataan yang dapat dicek kebenarannya pada sumber dan disajikan tanpa
komentar. Impartialitas dihubungkan dengan sikap netral wartawan/reporter, suatu
sikap yang menjauhkan setiap penilaian pribadi dan subyektif demi pencapaian
sasaran yang diinginkan. Hanya saja, ada jurnalis yang menempatkan objektifitas
sebagai simbol keyakinan di dalam pekerjaannya, dan ada pula jurnalis yang
mengoperasionalisasikan objektifitas dalam rutinitas tugas serta
tanggungjawabnya sehari-hari ( Charilote, 2006 : 3).
Objektivitas merupakan nilai etika dan moral yang harus dipegang teguh
oleh media dalam menjalankan profesi jurnalistik. Dalam pasal 3, Kode Etik
Jurnalistik yang dikeluarkan oleh AJI 14 Maret 2006 dikatakan “wartawan
Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak
mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi serta menetapkan azas praduga
tak bersalah”.
Rachma Ida, membuat sebuah kategorisasi yang mengukur objektifitas
pers sebuah surat kabar dengan tiras minimal 100.000 eksemplar. Dengan obyek
penelitian berita politik dengan skala nasional yang menjadi berita utama
(Kriyantono, 2006 : 224). Rachma Ida disini mencoba untuk mengukur
Objektifitas pemberitaan surat kabar dengan mengoperasionalisasikan dalam
dimensi-dimensi objektifitas yang terdiri dari aktualitas, fairness dan validitas
pemberitaan, berikut kategorisasi objektifitas menurut Rachma Ida (Kriyantono,
(43)
a. Akurasi pemberitaan, yaitu menyangkut kejujuran dalam pemberitaan
yang meliputi:
1) Kesesuaian judul berita dengan isi berita.
2) Pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa.
3) Penggunaan data pendukung atau kelengkapan informasi atas
kejadian yang ditampilkan.
4) Faktualitas berita, yaitu menyangkut ada tidaknya pencampuran fakta
dengan opini wartawan yang menulis berita.
b. Fairness atau ketidakberpihakan pemberitaan, yaitu yang menyangkut
keseimbangan penulisan berita yang meliputi :
1) Ketidakberpihakan, dilihat dari sumber berita yang digunakan.
2) Ketidahberpihakan dilihat dari ukuran fisik luas kolom.
c. Validitas keabsahan pemberitaan, diukur dari :
1) Atribusi, yaitu pencantuman sumber berita secara jelas (baik identitas
maupun dalam upaya konfirmasi atau check dan re check).
2) Kompetensi pihak yang dijadikan sumber berita yang mendapatkan
informasi yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu kronologi
peristiwa (berita yang menyangkut peristiwa dengan kronologi
kejadiannya), apakah berasal dari apa yang dilihat, atau hanya
sekedar kedekatannya dengan media yang bersangkutan atau karena
jabatannya. Kategori ini dibagi menjadi : wartawan, pelaku langsung
(44)
Objektifitas, betapapun sulitnya harus diupayakan oleh insan pers.
Objektifitas berkaitan erat dengan kemandirian pers sebagai institusi sosial, hal ini
penting mengingat signifikasi efek media terhadap khalayak.
2.4.1. Konsep Penyajian Berita
Konsep penyajian berita salah satunya kembali pada konsep
aktualitas yang menurut Denis McQuail merupakan ciri utama berita melalui
menyajikan suatu peristiwa terbaru, karena itu, sangat penting adanya
pemberian identitas waktu dalam sebuah penyajian berita.
Dalam sebuah berita yang idealnya mengambil bentuk piramida
terbalik yang diurutkan dengan menjelaskan mulai dari bagian berita yang
terpenting sampai pada yang kurang penting, letak tanggal terjadinya
peristiwa umumnya terletak pada bagian teras berita. Bentuk penulisan
Piramida Terbalik (Inverted Pyramid), seperti pada gambar berikut :
J U D U L
LEAD (5W + 1H)
Sangat
(Gambar Piramida Terbalik 5W+ 1H)
TUBUH
Rincian lead, latar belakang(45)
Pada Piramida terbalik ini, penulisan berita dimulai dengan membuat
lead atau teras berita sebagai paragraf pertama. Dalam penulisan lead ini
mencakup rumus dasar dalam menulis berita berupa 5W + 1H yaitu :
a. What : Peristiwa atau hal apa yang terjadi
b. Where : Dimana peristiwa itu terjadi
c. When : Kapan peristiwa itu terjadi
d. Why : Mengapa peristiwa tersebut terjadi
e. Who : Siapa saja yang terlibat dalam peristiwa tersebut
f. How : bagaimana peristiwa tersebut terjadi
Kemudian, lead dikembangkan atau teras berita tersebut dijadikan
sebagai paragraf kedua dan digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan atau
mendukung tulisan pada paragraf pertama.
Paragraf ketiga dan selanjutnya adalah sebagai tubuh berita. Selain
susunan berita yang berbentuk piramida terbalik, yang harus diperhatikan
adalah :
a. Paragraf : lebih baik menggunakan alenia pendek sehingga dapat
memberi kesan yang santai dan mudah untuk dibaca.
b. Gaya bahasa : penggunaan gaya bahasa yang dipakai dapat dimengerti
oleh semua pihak, baik kalangan atas atau bawah bahkan pula yang tidak
berpendidikan. Hal ini dikarenakan khalayak daripada media massa yang
(46)
c. Ekonomis kata : harus menggunakan kalimat yang sesingkat mungkin
untuk mengungkapkan satu maksud. Artinya satu gagasan satu kalimat.
d. Objektifitas : suatu berita harus tetap dijaga dalam Press Release
walaupun mengandung suatu tujuan tertentu. Sehingga seseorang
beropini, namun haruslah jelas opini tersebut dinyatakan oleh siapa.
e. Tetap menjaga keakurasian tulisan atau informasi : karena mampu
mempengaruhi opini pembaca tentang kredibilitas seorang Publik
Relations sebagai sumber informasi.
f. Data perlu diperhatikan Panjang sebuah Press Release : dalam
penulisannya sebaiknya tidak lebih dari dua halaman, sehingga perlu
dihindari penggunaan kata yang berbelit-belit.
Bagian terakhir dalam penyajian berita namun bagiannya merupakan
hal yang tidak kalah penting yaitu berhubungan dengan persyaratan adanya
fakta-fakta yang siap untuk diverifikasi, data terbuka untuk diadakan
penelusuran, narasumber yang memberikan informasi mudah dikenali serta
berbagai pertanggungjawaban berita lainnya.
Nara sumber dalam berita penting karena berkaitan dengan
kredibilitas media massa yang bersangkutan. Ini dikarenakan, perihal nara
sumber berkaitan erat dengan kelanjutan adanya penuntutan bilamana ada
pihak yang merasa dirugikan akan pemberitaan tersebut. Karena itu, masalah
nara sumber, jurnalis dituntut untuk se-valid mungkin dalam menyajikan
(47)
2.5. Kerangka Berpikir
Seperti yang telah diketahui bahwa pekerjaan media adalah pekerjaan yang
berhubungan dengan pembentukan realitas. Sehingga, pada dasarnya berita yang
tersaji di hadapan khalayak merupakan hasil olahan atau konstruksi wartawan
sebagai perpanjangan tangan dari media. Karena semua pekerja jurnalis adalah
agen : bagaimana peristiwa yang acak dan kompleks itu disusun sedemikian rupa
sehingga membentuk sebuah berita yang dapat dipahami dan dimengerti oleh
khalayak.
Demikian halnya dengan berita mengenai kematian satwa di Kebun
Binatang Surabaya yang memiliki sudut pandang dalam pemberitaannya
mengenai realitas yang ada. Pemuatan berita-berita mengenai kematian satwa di
Kebun Binatang Surabaya di surat kabar Jawa Pos dipilih penulis sebagai subyek
penelitian.
Berita mengenai kematian satwa di Kebun Binatang Surabaya yang
muncul di surat kabar Jawa Pos tersebut dianalisis menggunakan analisis isi atau
objektivitas pemberitaan menurut Rahma Ida (Kriyantono, 2006 : 244). Yang
terdiri dari tiga elemen, yaitu akurasi pemberitaan, ketidak berpihakan
pemberitaan (fairness), validitas keabsahan. Ketiga struktur tersebut merupakan
suatu rangkaian yang dapat mewujudkan analisis isi atau obyektivitas pemberitaan
(48)
1. Kesesuaian judul berita sesuai
isi berita
2. Pencantuman Waktu
Terjadinya Suatu Peristiwa
3. Penggunaan Data Pendukung,
Kelengkapan Informasi Atas Kejadian yang Ditampilkan
4. Faktualitas Berita
2. Fairness/Ketidakperpihakan
pemberitaan :
1. Dilihat Dari Sumber Berita
yang Digunakan
2. Dilihat Dari Ukuran Fisik Luas
Kolom yang Digunakan 3. Validitas Keabsahan:
1. Atribusi
2. Kompetensi Sumber Berita
A N A L I S I S I S I K E S I M P U L A N
1. Akurasi Pemberitaan :
Kategorisasi Obyoektivitas :
Berita kematian satwa di Kebun Binatang Surabaya pada tanggal 13 Agustus – 17 Agustus
(49)
3.1. Definisi Operasional
Penelitian ini menggunakan metodologi riset kuantitatif yang mengharuskan
peneliti mersikap obyektif dan memisahkan diri dari data, karena riset ini
menggambarkan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan.
Berdasarkan metodologi di atas, penelitian ini menggunakan metode analisis
isi. Analisis isi digunakan untuk menganlisis isi pesan yang tampak, dengan cara
sistematik dan obyektif. Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian deskriptif
yang bertujuan membuat deskripsi secara sistematik, faktual, akurat tentang fakta
serta sifat yang dimiliki suatu populasi yang diteliti.
3.1.1. Berita Kematian Satwa Kebun Binatang Surabaya
Kematian satwa yang terjadi di tangan tim manajemen sementara KBS
menuai reaksi keras dari dua kubu pengurus yang selama ini bertikai. Sebagaimana
diketahui, sebelum ditangani tim manajemen sementara bentukan kemenhut sejak
Februari 2010, KBS menjadi rebutan dua pengurus yakni kubu Basuki Rekso
Wibowo dan Stany Soebakir. Kubu Basuki dulu mengelola KBS dengan nama
Perkumpulan Taman Flora dan Satwa Surabaya (PTFSS). Stany mengelola dengan
nama Yayasan Taman Flora dan Satwa Surabaya (YTFSS).
(50)
Ketua PTFSS Basuki Rekso Wibowo saat dikonfirmasi mengungkapkan kondisi KBS
ditangan tim manajemen sementara bukannya semakin baik. Hal itu tidak hanya
tecermin dari jumlah kematian satwa yang terus terjadi, namun juga
keputusan-keputusan strategis. Misalnya, terkait naiknya harga tiket masuk. (Sumber : Jawa Pos)
Dari kejadian yang ada, Basuki mempertanyakan keseriusan tim manajemen
sementara dalam mengelola KBS. Menurut dia, komposisi orang dalam tim
manajemen sementara tersebut semestinya bisa membuat kondisi KBS lebih baik.
Sebab, mereka merupakan orang-orang konservasi. Misalnya, Tony Sumampauw
yang tak lain bos Taman Safari Indonesia (TSI) dan pengurus Perkumpulan Kebun
Binatang Se-Indonesia (PKBSI). Ada juga Ahmad Saerozi yang tak lain merupakan
wakil dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA). (Sumber : Jawa
Pos)
Sementara itu, reaksi keras juga ditunjukkan kubu Stany Soebakir. Ketua
YTFSS Soedjatmiko menjelaskan, pihaknya sangat menyayangkan semakin
banyaknya satwa yang tewas di KBS. Jika itu dibiarkan berlarut, aset semakin turun
dan bisa mengancam eksistensi KBS sebagai tempat konservasi serta rekreasi.
Mantan manajer umum KBS tersebut menjelaskan, KBS di bawah manajemen
sementara tak lebih baik. Sebab, selama ini manajemen sementara yang terdiri atas
Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Persatuan Kebun Binatang Seluruh
Indonesia (PKBSI), dan Pemkot Surabaya berjalan tidak sesuai relnya. ''Sudah masuk
(51)
hanya menjalankan roda pengelolaan sambil menunggu pertikaian antara dua kubu,
yaitu Stany Soebakir dan Basuki Rekso Wibowo, selesai. Tapi, kenyataannya,
manajemen sementara malah bertindak terlalu jauh. ''Mereka malah berupaya untuk
menguasai,''ungkapnya. (Sumber : Jawa Pos)
Kebun Binatang Surabaya (KBS) tak mau disalahkan atas dua satwanya yang
mati, singa afrika dan kanguru. Mereka menyatakan bahwa dua satwa itu mati karena
penyakit yang lazim diderita, bukan karena salah perawatan. Dokter hewan KBS drh
Liang Kaspe menjelaskan, singa afrika mati karena terserang pneumonia atau radang
paru-paru. Kanguru menderita pembengkakan jantung. Menurut dia, hewan-hewan
tersebut mati secara wajar. ''Tidak perlu ada yang dikhawatirkan,'' ujarnya kemarin.
Setelah identifikasi selesai, mayat Leli -nama singa afrika- dan kanguru itu langsung
dibakar. Sebagaimana diberitakan, Senin lalu (9/8) seekor kanguru berumur sepuluh
tahun penghuni KBS ditemukan mati. Dua hari kemudian, tepatnya Rabu (11/8),
seekor singa afrika bernama Leli yang berumur 17 tahun juga mati. Menurut Liang,
Leli sudah menunjukkan gejala sakit sejak dua atau tiga bulan yang lalu. Selanjutnya,
Leli diisolasi dengan cara dimasukkan ke dalam kandang kontrol. Sejak sakit, Leli
sejatinya sudah diberi obat-obatan. ''Kualitas obatnya bagus, bukan obat sekelas
generik,'' terangnya. Namun, meski sudah dirawat secara intensif, pneumonia Leli
tidak kunjung sembuh. Akhirnya, nyawa Leli tidak bisa diselamatkan. Radang
paru-paru yang diderita Leli muncul karena usianya sudah cukup tua. Di dalam KBS,
(52)
terserang pembengkakan jantung. Liang mengingatkan, persoalan matinya hewan di
KBS tersebut tidak perlu dibesar-besarkan. (Sumber : Jawa Pos)
Kematian singa Afrika dan kanguru menguak ketidakberesan pengelolaan
satwa di Kebun Binatang Surabaya (KBS). Salah seorang sumber Jawa Pos di
lingkungan sekretariat KBS menyebutkan, kasus itu terjadi karena para keeper kurang
memperhatikan satwa. Sebab, para keeper disibukkan dengan berbagai pekerjaan
tambahan. ''Tim manajemen memberikan pekerjaan tambahan kepada para keeper,''
ujar sumber yang lebih dari 10 tahun bekerja di KBS tersebut. Pekerjaan tambahan itu
diberikan setelah dilakukan pemecatan terhadap beberapa karyawan yang status
kepegawaiannya tidak diakui tim manajemen sementara. ''Jadi, para keeper yang
selama ini tugasnya merawat satwa ditambahi tugas kebersihan dan jaga malam,''
katanya. Menurut sumber tersebut, para keeper bersedia mengerjakan tugas tambahan
karena meraka juga mendapatkan uang tambahan. ''Otomatis mereka bersedia bekerja
tambahan dan pekerjaan pokoknya pun jadi terbengkalai,'' tuturnya. Tak heran,
banyak satwa yang makin tidak terurus. ( Sumber : Jawa Pos)
Sementara itu, ditemui sebelum mengikuti sidang paripurna, Wali Kota
Bambang Dwi Hartono menyatakan kekecewaannya atas matinya koleksi satwa KBS.
Bambang menuding banyak pihak yang bermain di dalam pengurusan KBS.
Orientasinya tidak lebih dari persoalan finansial. Akibatnya, kesejahteraan hewan
terbengkalai. Apakah Pemkot Surabaya akan mengambil alih? ''Kami siap,'' tegas
(53)
melayangkan surat pengambilalihan KBS ke Kementerian Kehutanan. Bambang
menjelaskan, kondisi perusahaan daerah (PD) yang berada di bawah bendera pemkot
cukup sehat. Untuk itu, Bambang mengatakan bahwa secepatnya pemkot kembali
melayangkan surat serupa ke Kementerian Kehutanan. Meski begitu, Bambang
mengaku butuh dana besar jika KBS menjadi PD. Sebab, kondisinya sekarang cukup
kacau sehingga butuh investasi besar untuk pemulihan. Meski begitu, jika menjadi
PD, fungsi KBS sebagai lembaga konservasi tidak bakal dihilangkan. (Sumber : Jawa
Pos)
3.2. Kategorisasi Objektivitas Pers
Dari berita kematian satwa kebun binatang surabaya yang dianalisa sebagai
obyek dari penelitian ini kemudian penulis mengklasifikasikannya berdasarkan
kategori yang telah dibuat dan disesuaikan agar diperoleh hasil yang akurat, karena
validitas metode dan hasil-hasilnya sangat bergantung dari kategori-kategorinya.
Dengan demikian penelitian menggunakan kategorisasi yang digunakan oleh Rachma
Ida, PhD.
Kategorisasi obyektivitas pemberitaan menurut Rahma Ida
(Kriyantono, 2006 : 244).
3.2.1. Akurasi pemberitaan, yaitu kejujuran dalam pemberitaan. Meliputi :
1) Kesesuaian judul dengan isi berita. Ini menyangkut aspek relevansi, yaitu
(54)
kalimat yang sama pada isi berita atau kutipan yang jelas-jelas ada dalam
isi berita. Dengan demikian ada dua kategori :
a) Sesuai, yaitu bila judul merupakan bagian dari kalimat yang sama
pada isi berita atau kutipan yang jelas-jelas ada dalam isi berita.
b) Tidak sesuai, bila judul bukan merupakan bagian dari kalimat yang
sama pada isi berita, atau bukan merupakan kutipan yang jelas-jelas
ada dalam isi berita.
2) Pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa. Ini untuk melihat akurasi
fakta atau opini. Terdapat dua kategori:
a) Mencantumkan waktu, yaitu bila berita mencantumkan waktu, bisa
tanggal, kata-kata atau pernyataan tentang waktu atau keduanya
sekaligus.
b) Tidak mencantumkan waktu, yaitu bila berita tidak mencantumkan
waktu, bias tanggal, kata-kata atau pernyataan tentang waktu atau
keduanya sekaligus.
3) Penggunaan data pendukung atau kelengkapan informasi atas kejadian
yang ditampilkan antara lain menggunakan : tabel, statistik, foto, ilustrasi
gambar dan lainnya. Ada dua kategori :
a) Ada data pendukung, yaitu bila berita dilengkapi salah satu data
pendukung, seperti table, statistic, foto, ilustrasi gambar, buku, UU,
(55)
b) Tidak ada data pendukung, yaitu bila berita tidak dilengkapi salah satu
pendukung, seperti table, statistic, foto, ilustrasi gambar, buku, UU,
dan lainnya.
4) Faktualitas berita, yaitu menyangkut ada tidaknya percampuran fakta
dengan opini wartawan yang menulis berita. Ada dua kategori, yaitu :
a) Ada pencampuran fakta dan opini, yaitu bila dalam berita itu terdapat
kata-kata opinionative, seperti : tampaknya, diperkirakan,
seakan-akan, terkesan, kesannya, seolah, agaknya, diperkirseakan-akan, diramalkan,
mengejutkan, kontroversi, manuver, sayangnya, dan kata-kata
opinionative lainnya.
b) Tidak ada pencampuran fakta dan opini, yaitu bila dalam berita tidak
terdapat kata-kata opinionative seperti : tampaknya, diperkirakan,
seakan-akan, terkesan, kesannya, seolah, agaknya, diperkirakan,
diramalkan, mengejutkan, kontroversi, manuver, sayangnya, dan
kata-kata opinionative lainnya.
3.2.2. Fairness dan ketidakberpihakan pemberitaan, yaitu menyangkut keseimbangan penulisan berita. Meliputi :
1) Ketidakberpihakan, dilihat dari sumber berita yang digunakan yaitu :
a) Seimbang, yaitu bila masing-masing pihak yang diberitakan diberi
porsi yang sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah sumber
(56)
b) Tidak seimbang, yaitu bila masing-masing pihak yang diberitakan
tidak diberi porsi yang sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah
sumber beritanya.
2) Ketidakberpihakan dilihat dari ukuran fisik luas kolom (centimeters
kolom) yang dipakai yaitu :
a) Seimbang, jika luas kolom yang dipakai antara pihak-pihak yang
terlibat dalam pemberitaan memiliki jumlah kesamaan.
b) Tidak seimbang, yaitu jika luas kolom yang dipakai antara pihak-pihak
yang terlibat dalam pemberitaan tidak memiliki jumlah kesamaan.
3.2.3. Validitas keabsahan pemberitaan:
1) Atribusi, yaitu pencantuman sumber berita secara jelas (baik identitas
maupun dalam upaya konfirmasi atau cek dan recek). Ada dua kategori
yaitu:
a) Sumber berita jelas, jika dalam berita dicantumkan identitas sumber
berita seperti nama, pekerjaan atau sesuatu yang memungkinkan untuk
dikonfirmasi.
b) Sumber berita tidak jelas, jika dalam berita tidak dicantumkan
identitas sumber berita seperti nama, pekerjaan atau sesuatu yang
memungkinkan untuk dikonfirmasi.
2) Kompetensi pihak yang dijadikan sumber berita, apakah berasal dari apa
(57)
menguasai persoalan atau hanya sekedar kedekatannya dengan media
yang bersangkutan atau karena jabatannya. Ada dua ketegori, yaitu :
a) Wartawan, bila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil
pengamatan wartawan sendiri secara langsung, yaitu mengungkap
informasi sesuai dengan apa yang dilihat, didengar, dan diketahui oleh
wartawan itu sendiri.
b) Pelaku langsung, bila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil
wawancara wartawan dengan sumber berita yang mengalami langsung
peristiwa tersebut. Misalnya, saksi mata, korban atau orang yang
terlibat langsung dengan peristiwa itu sendiri atau berada di lokasi saat
peristiwa terjadi.
c) Bukan pelaku langsung, bila peristiwa yang diberitakan merupakan
hasil wawancara wartawan dengan sumber berita yang tidak
mengalami langsung peristiwa tersebut. Hanya karena jabatan atau
memiliki akses informasi lalu menjadi sumber berita. Misalnya,
petugas humas, juru bicara, dan lainnya yang tidak berada di lokasi
saat peristiwa terjadi.
(58)
3.3.1. Populasi
Penentuan jumlah populasi dalam suatu penelitian merupakan upaya bagi
peneliti untuk membatasi ruang lingkup analisisnya. Populasi dalam penelitian adalah
seluruh berita yang ada di surat kabar Jawa Pos tentang berita kematian satwa Kebun
Binatang Surabaya pada tanggal 13 Agustus 2010 – 17 Agustus 2010.
3.3.2 Sampel dan Teknik Penarikan Sampel
Dalam penarikan sampel, tidak ada ketentuan pasti mengenai jumlah
besar-kecilnya. Hanya saja, yang diutamakan dalam pengambilan sampel haruslah
representatif atau mampu mewakili secara keseluruhan (Kriyantono 2006 : 151),
menyatakan besaran sampel tidak ada ketentuan pastinya, yang penting adalah
hasilnya yang representatif. Teknik pengambilan sampel menggunakan penulis total
sampling, yaitu sample diambil secara keselurahan dari jumlah populasi yang
didasarkan pada keseluruhan unit populasi, yakni berita kematian satwa Kebun
Binatang Surabaya di surat kabar Jawa Pos yang menjadi populasi dalam penelitian
ini. Jumlah berita tentang KBS pada tanggal 13 Agustus – 17 Agustus 2010
diperoleh sebanyak 6 berita. Jadi sampel yang diambil adalah 6 sesuai dengan jumlah
populasi yang diperoleh memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sample.
Dengan demikian harus dihindari adanya diskriminasi unit populasi antara satu
dengan yang lain karena semua memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi
(59)
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang
diambil secara langsung dari surat kabar Jawa Pos yang berupa unit berita pada
tanggal 13 Agustus – 17 Agustus 2010 yang terlebih dahulu telah didokumentasikan.
Prosedur yang digunakan dalam penilitian ini adalah ; pertama, dengan melakukan
pencatatan setiap unit berita kematian satwa KBS. Kedua, setiap data yang
dikumpulkan dengan lembar koding untuk memasukkan data-data berdasarkan
kategori-kategori yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan metode analisis data
yang selanjutnya akan dilakukan proses penghitungan dan analisis, diinterpretasikan
guna memperoleh jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan, serta untuk
mengetahui tujuan penelitian.
3.5. Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis data, terlebih dahulu data yang terkumpul akan diuraikan
dengan menggunakan lembar koding. Selanjutnya teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah obyektivitas berita. Data di analisis dengan
menggunakan tabel kategorisasi melalui tabel frekuensi. Dari tabel tersebut akan
dilakukan analisis dan perhitungan prosentase atas akurasi, fairness, validitas berita
yang diungkapkan dalam berita kematian satwa Kebun Binatang Surabaya di surat
(60)
Akurasi Fairness Validitas Judul Berita Kesesu aian Isi dan Judul Berita Penentua n Waktu Peristiwa Data Pendu kung Penca mpura n Fakta dan Opini Data Sumber Luas Kolom Atribut Sumber Data Kompetensi Sumber Sesuai Tidak Se suai Ada Tidak Ada Ada Tidak Ada Ada
Tidak Ada Se
imbang Tidak Se imban g Se imbang Tidak Se imban g Jelas Tidak Je las Wartawan P elaku Langsung Bukan P
elaku langsu
ng
…..
(61)
53
4.1 Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1. Gambaran Umum Surat Kabar Jawa Pos
Jawa Pos merupakan surat kabar yang menyajikan berita-berita umum.
Berita-berita ini meliputi peristiwa-peristiwa yang terjadi secara nasional maupun
internasional yang diantaranya kegiatan ekonomi, politik, budaya, hukum,
pemerintahan dan sebagainya. Disamping itu Jawa Pos juga menyajikan berita-berita
lain yang didasarkan peristiwa daerah Jawa timur dan Indonesia timur.
PT. Jawa Pos didirikan oleh The Chung Sen atau lebih dikenal dengan
Soeseno Tedjo pada tanggal 1 Juni 1949. surat kabar Jawa Pos pertama kali terbit
bernama Java Pos. karena wawasannya yang luas dan berorientasi ke depan. The
Chung Sen dikenal sebagai raja surat kabar dari Surabaya. Surat kabar yang pernah
diterbitkannya adalah surat kabar berbahasa Indonesia yakni Jawa Pos, surat kabar
berbahasa Tionghoa yakni Huan Chian Shir, dan surat kabar yang menggunakan
bahasa Belanda yakni De Vrije Pers.
Pada saat-saat gencarnya seruan anti belanda oleh bung karno, harian
berbahasa Belanda meilik The Sgung Sen akhirnya berganti nama menjadi Daily
news. Namun akhirnya Daily News tidak terbit lagi, demikian juga dengan surat
kabar berbahasa Tionghoa. Maka hanya Jawa Pos yang terbit, meskipun
(1)
dicantumkan dalam berita sehingga tidak sesuai dengan kategori akurasi. Tidak ada data pendukung.
Tabel. 4.6
Berita 6
Akurasi Fairness Validitas
BERITA KEMATIAN SATWA K EBUN BINATAN G SURABA YA Keseuaian I si
dan Judul Berita
Pencantuman
Waktu Peristiwa Data
Penukun
g
Pencampuran fa kta dan opini
Data Su mber Lu as Ko lo m Atribut Data Sumber
Kompetensi Sumber
No Judul Ber ita Sesuai T idak sesuai Ada T
idak ada Ada
T
idak ada Ada
T idak ada Seim bang T idak seim bang Seim bang T idak seim bang Jelas T
idak jelas Wartawan Pelaku langsun
g
Bukan pelaku langsun
g
1
“K
euangan Buruk Sat
w
a
Berguguran”
v v v v v v v v
Berita 6 “Keuangan Buruk, Satwa Berguguran” pada tanggal 17 Agustus 2010. Akurasi pemberitaan yang ditampilkan tidak memenuhi syarat kategorisasi akurat. Ini ditarik dari hasil penelitian yang menunjukkan adanya tidak kesesuaian antara judul berita dengan isi berita.
Kesesuaian judul berita “Keuangan Buruk, Satwa Berguguran” tidak mengacu pada aspek relevansi, yakni kalimat judul yang ada merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi berita atau pada bagian isi tidak terdapat penjelasan dari judul dengan inti yang sama.
(2)
86
Dalam berita 6 ini akurasi kategorisasi pencantuman waktu atau tanggal peristiwa kejadian dicantumkan dalam berita sehingga sesuai dengan kategori akurasi, sebagai contoh:
“Keuangan Buruk, Satwa Berguguran”
“saya sudah perintahkan Kepala Disnak Jatim agar ikut menyelesaikan”, ujar Soekarwo setelah siding paripurna mendengarkan pidato kenegaraan Presiden RI di
gedung DPRD Jatim kemarin (16/8)
Dalam berita ini tidak ada data pendukung, yaitu bila berita dilengkapi salah satu data pendukung, seperti table, statistic, foto, ilustrasi gambar, buku, UU, dan Lainnya.
Dalam berita ini ada pencampuran fakta dan opini, karena dalam berita terdapat kata-kata opinionative seperti : tampaknya, diperkirakan, seakan-akan, terkesan, kesannya, seolah, agaknya, diperkirakan, diramalkan, mengejutkan, kontroversi, maneuver, sayangnya, dan kata-kata opinionative lainnya. Sebagai contoh :
“Keuangan Buruk, Satwa Berguguran”
Kondisi yang tidak kalah kemproh didapati di area penyimpanan makanan satwa
Seimbang, yaitu jika bila masing-masing pihak yang diberitakan diberi porsi yang sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah sumber beritanya. Sumber berita dalam berita ini terdiri dari Ketua Tim Manajemen Sementara KBS Tony Sumampaw dan Gubernur Jatim Soekarwo.
(3)
Seimbang, yaitu jika luas kolom yang dipakai antara pihak-pihak yang terlibat dalam pemberitaan memiliki jumlah sama. Dalam berita ini penggunaan sisi luas kolom tidak seimbang, karena kolom yang dipakai antara pihak-pihak yang terlibat dalam pemberitaan tidak memiliki jumlah yang sama. Pendapat dari Tony Sumampaw dimuat dalam 4 kolom yang terdiri dari 94 baris dengan panjang kolom 4,2 cm dan lebar 36,2 cm, jadi luas kolom adalah 4,2 cm x 36,2 cm = 152 cm. Pendapat Soekarwo dimuat dalam 2 kolom yang terdiri dari 27 baris dengan panjang 4,2 cm dan lebar 9,5 cm, jadi luas kolom adalah 4,2 cm x 9,5 cm = 40 cm.
Dalam berita ini sumber berita yang dipakai dalam pemberitaan terdapat kejelasan sumber berita, dicantumkan identitasnya seperti nama, pekerjaan, atau sesuatu yang memungkinkan untuk dilakukan konfirmasi. Contoh berita :
“Keuangan Buruk, Satwa Berguguran”
Pemprov Jatim ikut tergerak mendengar banyaknya Koleksi KBS yang mati. Gubernur Jatim Soekarwo meminta Dinas Peternakan Jatim ikut menyelesaikan
masalah tersebut.
Dalam berita 6 Tony Sumampaw dinilai pelaku langsung karena dia mengalami langsung peristiwa tersebut. Bukan pelaku langsung, bila peristiwa yang diberitahukan merupakan hasil wawancara wartawan dengan sumber berita yang tidak mengalami langsung peristiwa tersebut. Hanya karena jabatan atau memiliki akses informasi lalu menjadi sumber berita. Misalnya, petugas humas, juru bicara, dan lainya yang tidak berada di lokasi kejadian saat peristiwa terjadi.
(4)
88
Dari hasil analisis berita 6 dapat penulis simpulkan bahwa berita ini belum objektif, karena masih ada beberapa kategori yang kurang objektif. Akurasi pemberitaan yang ditampilkan tidak memenuhi syarat kategorisasi akurat. Ini ditarik dari hasil penelitian yang menunjukkan adanya tidak kesesuaian antara judul berita dengan isi berita. Pada kategori fairness, berita ini tidak seimbang karena masing-masing pihak yang diberitakan tidak diberi porsi yang sama sebagai sumber berita dan luas kolom dalam pemberitaannya.
(5)
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis tentang obyektivitas terhadap berita Kematian Satwa
Kebun Binatang Surabaya pada surat kabar Jawa Pos edisi 13 Agustus – 17 Agustus 2010, Memang ada realita lahiriah yang disajikan dalam pemberitaan Kematian Satwa Kebun Binatang Surabaya pada surat kabar Jawa Pos edisi 13 Agustus – 17 Agustus 2010. Meski dalam dimensi fairness sumber berita prasangka/bias, kemampuan memilih berita terbukti tidaklah obyektif.
1. Akurasi pemberitaan Jawa Pos dalam memuat berita Kematian Satwa Kebun Binatang Surabaya edisi 13 Agustus – 17 Agustus 2010 belum memenuhi teori obyektivitas pemberitaan karena terdapat ketidaksesuaian antara judul berita dengan isi berita, tidak terdapat data pendukung serta tidak adanya pencampuran antara fakta dan opini dalam jumlah yang dominan.
2. Fairness (ketidakberpihakan) berita Kematian Satwa Kebun Binatang Surabaya edisi 13 Agustus – 17 Agustus 2010 masih belum tergolong obyektif karena luas kolom yang digunakan dalam memberitakan suatu peristiwa masih belum cover both side dari sisi luas masing-masing pihak yang diberitakan masih tidak seimbang.
3. Validitas (keabsahan) berita yang ditulis sebagai berita Kematian Satwa Kebun Binatang Surabaya edisi 13 Agustus – 17 Agustus 2010 dalam kejelasan identitas
(6)
92
4. Dari ketiga penghitungan objektivitas menurut kategorisasi di atas, berita yang diterbitkan oleh Jawa Pos ini masih belum bisa dikatakan sebagai berita yang objektif karena belum sepenuhnya memasukan unsur realita yang sebenar-benarnya.
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang didapat dari hasil analisis isi terhadap obyektivitas pemberitaan Kematian Satwa Kebun Binatang Surabaya pada surat kabar Jawa Pos edisi 13 Agustus – 17 Agustus 2010 maka dapat diberikan saran sebagai berikut:
1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan konsep obyektifitas pemberitaan pers, bagaimana mengukurnya, dan apa kaitannya dengan konsep-konsep akurasi, validitas dan fairness.
2. Mengingat masih terdapat dimensi fairness yang masih tidak memenuhi syarat obyektivitas, melalui jurnalis maupun editornya, Jawa Pos sebaiknya lebih meningkatkan kualitas pemberitaannya, sekaligus koreksi terhadap berita yang disajikan agar tetap berjalan atas prinsip ketidak berpihakan/fair.