PERBEDAAN KEMANDIRIAN PADA REMAJA AKHIR DI INDONESIA DILIHAT DARI STATUS IDENTITAS JAMES MARCIA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  

PERBEDAAN KEMANDIRIAN PADA REMAJA AKHIR DI INDONESIA

DILIHAT DARI STATUS IDENTITAS JAMES MARCIA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Anna Novilia Wati

  

NIM: 089114119

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2012

HALAMAN MOTTO

  I Can Do Everything Through Christ Who Give Me Strength (Phillippians 4:13)

  Lakukan Bagianmu Selebihnya Serahkan Kepada Tuhan (Roma 8:26)

  Berusaha, Kerjakan, Gigih, Sabar,

dan Nikmati Prosesnya

  (Damas Gigih, 2012)

  iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

  Karya sederhana ini penulis persembahkan untuk

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas mujizatnya yang luar biasa

Bapak Pius Sarjono dan Ibu Veronica Sularsih

Christina Desi Kurnia Wati

  Damas Gigih Wisnu Wardhana Thanks for everything…so much luck for me to having all of you…

  v

  

PERBEDAAN KEMANDIRIAN PADA REMAJA AKHIR DI INDONESIA

DILIHAT DARI STATUS IDENTITAS JAMES MARCIA

Anna Novilia Wati

  

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemandirian pada remaja akhir di Indonesia dilihat dari status identitas James Marcia. Status Identitas pada penelitian ini terdiri dari status identity diffusion, identity foreclosure, identity moratorium dan identity achievement. Subjek penelitian ini berjumlah 131 orang yang berstatus pelajar SMA dan mahasiswa dengan usia 18-21 tahun dengan menggunakan metode convenience sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbentuk skala. Skala penelitian ini terdiri dari skala status identitas dan skala kemandirian. Koefisien reliabilitas dari skala status identitas berturut-turut dari yang tertinggi adalah 0,852 untuk status identity foreclosure, 0,841 untuk status identity diffusion , 0,840 untuk status identity achievement, dan 0,820 untuk status identity moratorium , sedangkan untuk skala kemandirian sebesar 0,920. Hasil yang diperoleh dari data yang diolah dengan menggunakan analisis alternatif Brown-Forsythe dan Welch adalah diperoleh nilai Sig sebesar 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan kemandirian pada remaja akhir dilihat dari status identitas. Remaja akhir yang memiliki status identity achievement memiliki kemandirian yang paling tinggi dibandingkan dengan ketiga status lainnya. Kata kunci : kemandirian, status identitas, remaja akhir

  vii

  

THE DIFFERENCE OF INDONESIAN LATE ADOLESCENT

AUTONOMY IN PERSPECTIVE OF JAMES MARCIA’S

IDENTITY STATUS

  

Anna Novilia Wati

ABSTRACT

The research aimed to know the difference of Indonesian late adolescent autonomy in perspective of James Marcia’s identity status. Identity status pattern consist of identity diffusion, identity foreclosure, identity moratorium and identity achievement. The subject of this research about 131 people who consist of student in senior high school and student of university, which are about 18-21 years old with the use of convenience sampling method. The method of data collection is done by giving a scale. The scale of this research are the scale of identity status and autonomy scale. The reliability of the variable are 0,852 for identity foreclosure, 0,841 for identity diffusion, 0,840 for identity achievement, 0,820 for identity moratorium, and 0,920 for the autonomy scale. The result from processed data with alternative analysis Brown-Forsythe and Welch is Sig value 0,000 (p < 0,05). This result show that there are difference of late adolescent autonomy in perspective identity status. Late adolescent with identity achievement status have highest autonomy then three identity other.

  Kata kunci : autonomy, identity status, late adolescent

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu melewati semua proses penulisan skripsi ini hingga selesai sebagai salah satu syarat kelulusan di Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

  Dalam prosesnya, penulis menyadari ada banyak bantuan, bimbingan, dan dukungan yang diberikan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih atas peran sertanya kepada :

  1. Ibu Dr. Christina Siwi H, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian untuk skripsi ini.

  2. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi.,M.Si. , selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar memberikan perhatian, bimbingan, semangat serta kritik dan saran yang sangat bermanfaat selama penulisan skripsi.

  3. Prof. Dr.A. Supratiknya, Bapak Agung Santoso, M.A., Suster Lidwina TA., FCJ., MA. atas kesediaannya meluangkan waktu, pikiran, dan kesabaran untuk memberikan masukan.

  4. Seluruh dosen yang telah membantu dan mendukung penulis selama belajar di Fakultas Psikologi.

  5. Segenap staf Fakultas Psikologi, Mas Gandung, Ibu Nanik, Pak Gie, Mas Muji, dan Mas Doni atas segala bantuan dalam urusan administrasi.

  6. Petugas perpustakaan yang telah memberikan pelayanan dan penyediaan berbagai sumber.

  7. Orang tua tersayang Pius Sarjono dan Veronica Sularsih untuk cinta, sayang, perhatian, doa, dan semangat luar biasa yang terus diberikan untuk penulis.

  8. Adik tercinta Christina Desi Kurnia Wati yang selalu setia menemani melek sampai pagi selama proses penulisan skripsi ini, menghibur di kala sedih, dan memberikan dukungan di saat merasa down.

  9. Damas Gigih Wisnu Wardhana atas cinta, perhatian, semangat, dan kesabarannya menghadapi penulis yang sering emosi terutama ketika berada di bawah tekanan.

  10. Seluruh keluarga besar Ismaudi dan Mangun Taruna yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas doa dan dukungannya.

  11. Teteh Marcelina Cristin, Veriska Claudine, anak-anak kost serta Bapak, Ibu Suraji dan adik Irfan untuk tali persaudaraannya, hiburan dan semangatnya.

  12. Teman-teman penulis Arisa Theresia, Fabiana Adi, Priscilla Pritha, Mahatmya Wijna, mas Lukas, Koko ganteng Felix Rahardian Pius yang bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan semangat selama proses mengerjakan skripsi dan menerima segala kekurangan penulis.

  13. Teman-teman angkatan 2008, untuk kekompakannya selama menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi.

  14. Teman-teman yang telah bersedia menjadi subjek penulis untuk mengisi skala dan yang telah membantu menjadi partner dalam menyebarkan skala.

  15. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung selama proses penulisan skripsi hingga selesai.

  Penulis menyadari bahwa karya ini masih mempunyai kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka atas segala saran dan kritik yang diberikan bagi perbaikan karya ini, di sisi lain penulis juga berharap karya ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.

  Yogyakarta, 6 Desember 2012 Penulis, Anna Novilia Wati xii

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................. iii

HALAMAN MOTTO .......................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA........................ vi

ABSTRAK ............................................................................................ vii

ABSTRACT ......................................................................................... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ..... ix

KATA PENGANTAR ......................................................................... x

DAFTAR ISI ........................................................................................ xiii

DAFTAR TABEL ................................................................................ xvii

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................ xix

BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................

  1 A. Latar Belakang Masalah ...................................................

  1 B. Rumusan Masalah .............................................................

  6 C. Tujuan Penelitian ..............................................................

  6 D. Manfaat Penelitian ............................................................

  7 1. Manfaat Teoretis ...........................................................

  7 2. Manfaat Praktis .............................................................

  7

  BAB II. LANDASAN TEORI ............................................................

  26 E. Hipotesis Penelitian ...........................................................

  32 2. Metode Pengumpulan Sampel .....................................

  32 1. Populasi .......................................................................

  31 D. Subjek Penelitian ..............................................................

  30 2. Status Identitas .............................................................

  30 1. Kemandirian ................................................................

  30 C. Definisi Operasional .........................................................

  30 B. Identifikasi Variabel Penelitian.........................................

  30 A. Jenis Penelitian .................................................................

  28 BAB III. METODE PENELITIAN ....................................................

  23 D. Perbedaan Kemandirian pada Remaja Akhir Dilihat dari Status Identitas James Marcia ...................................

  8 A. Remaja ..............................................................................

  18 3. Status Identitas Diri Menurut James Marcia ...............

  17 2. Perkembangan dan Pembentukan Identitas Diri .........

  17 1. Pengertian Identitas Diri .............................................

  15 C. Status Identitas ..................................................................

  13 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian .......

  12 2. Aspek Kemandirian ....................................................

  12 1. Pengertian Kemandirian ..............................................

  8 B. Kemandirian ......................................................................

  8 1. Pengertian Remaja ......................................................

  33

  E. Prosedur Penelitian ...........................................................

  45 1. Uji Coba Alat Ukur .....................................................

  67 B. Saran .................................................................................

  67 A. Kesimpulan .......................................................................

  59 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………… ..

  55 C. Pembahasan ......................................................................

  47 2. Uji Asumsi Penelitian ..................................................

  47 1. Deskripsi Data Penelitian .............................................

  47 B. Analisis Data .....................................................................

  46 3. Data Demografi ...........................................................

  45 2. Pelaksanaan Penelitian ................................................

  45 A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ..............................

  33 F. Metode dan Alat Pengumpulan Data ................................

  43 BAB IV. PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...............................

  43 2. Uji Hipotesis ...............................................................

  43 1. Uji Asumsi ..................................................................

  42 H. Teknik Analisis Data ........................................................

  38 3. Reliabilitas ..................................................................

  38 2. Seleksi Aitem ..............................................................

  38 1. Validitas ......................................................................

  34 G. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur .................................

  34 2. Alat Pengumpulan Data ..............................................

  34 1. Metode Pengumpulan Data ........................................

  68

  DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

  70 LAMPIRAN ...........................................................................................

  74

  DAFTAR TABEL Tabel 1. Perubahan Perkembangan Masa Remaja ................................

  10 Tabel 2. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pembentukan Status Identitas ........................................................................

  20 Tabel 3. Status Identitas, Eksplorasi, dan Komitmen ............................

  25 Tabel 4. Blue Print Skala Status Identitas ..............................................

  36 Tabel 5. Blue Print Skala Kemandirian..................................................

  37 Tabel 6. Aitem-aitem Skala Status Identitas Setelah Uji Coba ..............

  39 Tabel 7. Aitem-aitem Skala Status Identitas Setelah Dilakukan Penyusunan Ulang ..................................................................

  40 Tabel 8. Aitem-aitem Skala Kemandirian Setelah Uji Coba .................

  41 Tabel 9. Aitem-aitem Skala Kemandirian Setelah Dilakukan Penyusunan Ulang ..................................................................

  42 Tabel 10. Deskripsi Usia Subjek Penelitian ............................................

  47 Tabel 11. Hasil Penelitian Kemandirian dan Uji-t ..................................

  47 Tabel 12. Subjek Penelitian Berdasarkan Status Identitas ......................

  49 Tabel 13. Data Kemandirian Subjek Berdasarkan Status Identitas.........

  49 Tabel 14. Hasil Analisis Deskriptif Tiap Domain pada Status Diffusion .......................................................................

  51 Tabel 15. Hasil Analisis Deskriptif Tiap Domain pada Status Foreclosure ..................................................................

  51

  Tabel 16. Hasil Analisis Deskriptif Tiap Domain pada Status Moratorium ..................................................................

  52 Tabel 17. Hasil Analisis Deskriptif Tiap Domain pada Status Achievement ..................................................................

  53 Tabel 18. Perbedaan Mean Kemandirian Laki-laki dan Perempuan ......

  53 Tabel 19. Perbedaan Kemandirian Dilihat dari Jenis Kelamin ..............

  54 Tabel 20. Hasil Penghitungan Uji Normalitas ......................................

  56 Tabel 21. Hasil Penghitungan Uji Homogenitas ...................................

  56 Tabel 22. Hasil Penghitungan Uji Brown-Forsythe dan Welch .............

  57 Tabel 23. Ringkasan Post Hoc Test .......................................................

  58

  DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Skala Penelitian ................................................................

  74 Lampiran 2 : Reliabilitas Variabel .........................................................

  87 Lampiran 3 : Hasil Penelitian .................................................................

  99

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang saling tergantung satu sama lain dalam mencukupi kebutuhan hidupnya (Walgito, 2003). Ketergantungan ini sudah di mulai dari tahap paling awal yakni embrio

  hingga masa tua manusia. Dalam setiap tahap perkembangannya, manusia membutuhkan hal-hal yang berbeda pula. Selain itu, porsi dari kebutuhan pun berbeda sesuai dengan tahap apa yang sedang dijalani, sehingga porsi ketergantungan manusia terhadap orang lain sangat ditentukan oleh tahapan perkembangan tersebut (Monks, F.J., Knoers, A.M.P., & Haditono, S.R., 2002).

  Salah satu tahap perkembangan manusia adalah masa remaja. Ketika masa ini dimulai, muncul hasrat untuk melepaskan ketergantungannya terhadap orang lain dan muncul pula proses menuju mandiri. Dalam prosesnya, remaja juga memiliki tahap-tahap yang dibedakan berdasarkan usia dan ciri-ciri sifatnya. Seluruh tahapan remaja memiliki suatu tugas yakni mempersiapkan diri untuk memasuki masa dewasa awal, termasuk juga remaja akhir.

  Remaja akhir adalah remaja yang berusia 18 hingga 21 tahun (Monks dkk, 2002). Menurut Soesilowindradini (1998) ciri-ciri psikis remaja akhir mulai stabil dalam emosi, pendirian, dan pengambilan

  2 keputusan. Selain itu, campur tangan orang dewasa khususnya orang tua dalam menghadapi masalah, pemilihan jalan hidup, dan sebagainya lebih berkurang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa remaja pada tahap ini telah memiliki tanda-tanda kemandirian.

  Contoh kemandirian remaja di beberapa negara lain seperti di Jepang. Remaja Jepang sudah mendapatkan kesempatan untuk belajar mandiri atau menanggung hidupnya sendiri sejak duduk di bangku SMA sehingga mereka mampu memenuhi sebagian kebutuhan sendiri dengan bekerja sambilan. Selain Jepang, remaja di Arab juga lebih cepat hidup mandiri sehingga pada usia yang masih muda sudah mampu membina rumah tangga. Di Indonesia pun, anak laki-laki pada komunitas suku Minang Sumatra Barat sudah mulai tinggal di Surau pada masa SMA dan merasa malu ketika masih bergantung pada orang tua (Ramli, 2011).

  Kemandirian yang dimaksud tidak hanya terbatas pada masalah finansial saja seperti pada contoh, namun juga mandiri dalam hal emosional yang berkaitan dengan perubahan kedekatan hubungan individu, khususnya dengan orang tua, kemandirian perilaku yaitu kemampuan untuk membuat keputusan sendiri dan melakukan keputusan tersebut, serta kemandirian nilai yaitu mampu untuk menahan tekanan tuntutan dari orang lain, memiliki seperangkat prinsip-prinsip tentang mana yang benar dan mana yang salah serta mengenai mana yang penting dan yang tidak penting (Steinberg, 2002).

  3 Penelitian Nuryoto (1993) mengenai kemandirian remaja di tinjau dari tahap perkembangan, jenis kelamin dan peran jenis menyebutkan bahwa kemandirian remaja akhir lebih tinggi daripada kemandirian remaja awal. Hasil penelitian yang dilakukan oleh James Marcia (dalam Papalia, 2008) melalui metode wawancara menunjukkan bahwa di masa akhir remaja ditemukan empat status identitas dengan kemandirian yang berbeda di setiap statusnya.

  Pertama identity diffusion, remaja belum melakukan eksplorasi, belum membuat komitmen, dan memiliki kemandirian yang rendah.

  Kedua identity foreclosure, remaja belum melakukan eksplorasi, sudah membuat komitmen, dan memiliki kemandirian yang rendah. Ketiga

  identity moratorium , remaja sedang melakukan eksplorasi dan mencari

  identitasnya, komitmen yang dibuat belum jelas, dan memiliki kemandirian yang rendah. Keempat identity achievement, remaja sudah mengalami eksplorasi terhadap berbagai alternatif, sudah membuat komitmen yang jelas berdasarkan eksplorasinya, dan memiliki kemandirian yang tinggi.

  Eksplorasi yang dimaksud adalah suatu aktivitas yang dilakukan untuk mencari informasi atau alternatif sebanyak banyaknya untuk masa depan sedangkan komitmen merupakan sikap yang cenderung menetap, memberikan kesetiaan terhadap alternatif yang telah dipilih dan diyakini paling baik untuk masa depan (Santrock, 2002). Ada dan tidak adanya eksplorasi serta komitmen mengkategorikan seorang remaja pada status

  4 tertentu, sehingga remaja pun memiliki kemandirian yang berbeda sesuai dengan status identitas apa yang sedang dimiliki.

  Erikson (dalam Purwadi, 2004), menyatakan bahwa remaja merupakan salah satu tahapan rentang hidup manusia yang sangat penting untuk pembentukan identitas. Oleh karena itu, selain mendapat tuntutan untuk mandiri, remaja juga harus menyelesaikan krisis identitas sampai akhirnya mampu mencapai status identitas diri, akan tetapi orang tua di Indonesia kurang mendorong remaja mengeskplorasi alternatif-alternatif yang lebih baik untuk menyelesaikan krisis identitasnya. Mereka justru diijinkan untuk menunda komitmen, Erikson (dalam Feist, J., & Feist, G.J., 2008). Akhirnya, remaja melakukan perilaku berkonsekuensi negatif, seperti kriminal atau kehamilan di usia dini (Papalia dkk, 2008).

  Beberapa penelitian lain juga menunjukkan adanya kasus-kasus negatif yang sering dilakukan oleh remaja selama mengalami krisis identitas, seperti merokok, minum-minuman berakohol, berjudi, seks bebas, kekerasan fisik, dan ketergantungan terhadap obat-obatan (Thai, D.N, Connel, C.M, & Tebes, J.K, (2010); Cheng, A.W, Lee, C.S, Iwamoto, D.K, (2012)).

  Hasil penelitian yang dilakukan di Indonesia oleh Hidayangsih dkk, (2009), menunjukkan bahwa perilaku-perilaku berisiko remaja seperti merokok, mencontek, bolos sekolah, mencorat coret tembok, pelecehan seksual, mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan juga banyak dilakukan oleh remaja yang masih bergantung dengan orang tua baik secara finansial

  5 maupun dalam hal pengambilan keputusan bagi masa depan dan perilaku. Perilaku-perilaku berisiko itu tidak saja merugikan diri sendiri seperti di penjara tetapi juga merugikan orang lain, misalnya mengendarai kendaraan secara ugal-ugalan, mabuk-mabukan yang berimbas pada perusakan fasilitas umum.

  Orang tua, khususnya di Indonesia kurang mendorong anak untuk mengandalkan dirinya sendiri. Ketergantungan dengan orang tua pun masih cenderung diberi toleransi, Sarwono (dalam Sawitri, 2009). Padahal banyak orang tua di Indonesia yang sudah menentukan batas kemandirian yang harus dicapai oleh anak-anak mereka namun seringkali anak belum mampu mandiri sesuai dengan usia yang diharapkan oleh orang tuanya.

  Hasilnya mereka depresi, tidak memiliki hubungan yang nyaman dengan orang tua, memiliki harga diri yang rendah dan prestasi akademik yang buruk (Juang, L.P., Lerner, J.V., McKinney, J.P., & Eye, A.V., 1999).

  Menurut Smith (dalam Fleming, 2006), remaja akhir diharuskan telah mampu memecahkan masalahnya sendiri tanpa harus selalu bergantung pada orang lain khususnya orang tua, mampu mempertanggungjawabkan setiap perilakunya, serta nilai-nilai yang diyakininya. Remaja akhir diharapkan dapat hidup mandiri sesuai dengan usianya sebagai landasan hidup di masa dewasa.

  Pada jaman yang modern seperti saat ini, remaja banyak mendapat tuntutan dari lingkungannya. Menjadi manusia mandiri merupakan salah satu tuntutan yang besar bagi remaja, khususnya remaja akhir (Steinberg,

  6 2002). Hal ini sebagai persiapan untuk masa dewasa awal. Oleh karena itu, dari penjelasan yang telah dipaparkan, peneliti tertarik untuk membuktikan teori James Marcia (1966) mengenai empat status identitas dengan kemandirian yang berbeda-beda, khususnya pada remaja akhir di Indonesia yang ketergantungan dengan orang tua masih cenderung diberi toleransi. Mereka kurang didorong untuk mengeskplorasi alternatif- alternatif yang lebih baik untuk menyelesaikan krisis identitas namun justru diijinkan untuk menunda komitmen. Peneliti ingin melihat perbedaan kemandirian pada remaja akhir dilihat dari status identitas James Marcia.

  B. Rumusan Masalah

  Masalah dari penelitian ini adalah pembuktikan teori status identitas James Marcia pada kemandirian remaja akhir di Indonesia.

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan teori James Marcia apakah ada perbedaan kemandirian pada remaja akhir di Indonesia dilihat dari status identitas James Marcia.

  7

D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Teoretis Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi baru pada psikologi, khususnya psikologi perkembangan tentang perbedaan kemandirian pada remaja akhir dilihat dari status identitas James Marcia.

  2. Manfaat Praktis Manfaat praktis bagi remaja, penelitian ini dapat menambah pemahaman dan informasi tentang kemandirian serta status identitas yang diperlukan khususnya oleh remaja akhir agar mereka dapat mengembangkan kemandirian dengan lebih baik dan mengurangi ketergantungan terhadap orang lain. Bagi orang tua, penelitian ini dapat menjadi referensi dalam membimbing dan mengarahkan anaknya yang memasuki masa remaja akhir sehingga dapat memahami dinamika perkembangannya.

BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja

  1. Pengertian Remaja Masa remaja adalah salah satu tahap perkembangan manusia.

  Masa remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang mencakup perubahan fisik, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2002).

  a. Fisik Perubahan pada aspek fisik terlihat dari bentuk tubuh yang semakin menunjukkan ciri kedewasaan. Pada perempuan, hal ini terlihat dari tinggi badan meningkat secara cepat, pertumbuhan buah dada, pinggul, dan lain-lain. Sedangkan pada laki-laki terlihat dari pertumbuhan tinggi badan secara cepat, alat kelamin, dan lain- lain. Selain itu, organ-organ reproduksi pada anak remaja sudah mulai bekerja, seperti menstruasi pertama bagi remaja perempuan dan mimpi basah bagi remaja laki-laki. Perubahan-perubahan fisik tersebut merupakan tanda-tanda pubertas. Selain itu, aspek psikologis juga muncul menyertai perubahan fisik pada masa remaja pada saat pubertas ini, yakni citra diri. Remaja disibukkan dengan tubuh mereka dan gambaran individual mengenai tubuh mereka.

  9 b. Kognitif

  Perubahan pada aspek kognitif yaitu remaja lebih berpikir secara abstrak, logis, dan idealis. Abstrak berarti pemikiran mereka tidak terbatas pada pengalaman yang konkret, namun lebih membangkitkan situasi khayalan, kemungkinan hipotesis, atau penalaran yang abstrak. Logis berarti remaja dapat menyusun rencana rencana untuk memecahkan suatu masalah, serta menguji pemecahan masalah tersebut secara sistematis. Remaja tidak lagi seperti anak anak yang masih berpikir coba-coba untuk memecahkan masalah. Idealis berarti bahwa remaja mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri, seperti prinsip-prinsip berpikir dan membandingkannya dengan ciri orang lain. Selama remaja, pemikiran yang muncul sering berupa fantasi yang mengarah ke masa depan.

  c. Sosio-emosional Dalam aspek sosio-emosional, remaja mengalami perubahan dalam hal setting jaringan sosialnya, dimana pada masa ini figur idola bagi mereka adalah teman-teman sebayanya. Dalam berbagai dimensi, remaja akan lebih mendengarkan dan mengikuti teman sebaya mereka. Secara sosial mereka merasa tidak lagi cocok dengan orang yang lebih dewasa atau anak-anak, oleh karena itu mereka ingin membentuk kelompok sendiri yang terdiri dari teman-teman sebaya.

  10 Monks, dkk (2002) membagi masa remaja menjadi tiga tahap berdasarkan usianya. Remaja awal dengan rentang usia 12-15 tahun, remaja tengah dengan rentang usia 15-18 tahun dan remaja akhir dengan rentang usia 18-21 tahun. Masing-masing tahapan ini mengalami perubahan dari segi fisik, kognitif, dan sosio emosional (“Nurturing Children and Youth: A Developmental Guidebook”, 2005). Perubahan-perubahan tersebut ditunjukkan pada tabel 1 :

  Tabel 1 Perubahan Perkembangan Masa Remaja Area Perkembangan Remaja Awal 12-15 tahun Remaja Tengah 15-18 tahun Remaja Akhir 18-21 tahun

  Pertumbuhan Fisik

  Puncak dari pertumbuhan fisik dan pubertas. Transisi menuju tubuh dewasa.

  Harga diri dan body image meningkat.

  Meningkatnya seksualitas. Merasakan ketertarikan antar gender dan orientasi seksual. Berisiko besar untuk terpengaruh alkohol, obat obatan terlarang, dan aktivitas seksual.

  Mencapai perkembangan fisik seluruhnya.

  Body image sudah jelas terlihat.

  Kebutuhan untuk aktivitas seksual lebih besar dan cenderung lebih senang untuk memiliki pasangan. Belajar mengatasi stress dan menjaga kesehatan. Perkembangan Kognitif, Intelektual

  Berubah pemikiran dari yang hanya berpikir konkrit menjadi abstrak, termasuk pemikiran hipotesis.

  Konsentrasi pada diri sendiri dan persepsi orang lain terhadap diri

  Memiliki kemampuan untuk berpikir deduktif, induktif, terkonsep, dan hipotesis. Mampu mensintesis dan menggunakan informasi secara efisien.

  Terbuka untuk belajar sesuatu. Menyampaikan ide dengan kemampuan linguistik yang bagus. Melihat banyak sudut pandang dalam suatu masalah.

  11 sendiri. Intelijensi umum semakin jelas (linguistik, matematik, interpersonal, musikal).

  Mulai tertarik pada potensi diri. Lebih tertarik dengan perkem bangan dunia sekitarnya.

  Mulai menganggap bahwa dirinya bukan hanya konsumen dari ilmu pengetahuan, tapi juga produsen.

  Perkembangan Sosial, Afektif

  Hubungan dengan teman sebaya sangat penting. Mengeksplorasi ras, etnik gender, dan identitas seksual. Menjadikan ciri ras, etnik, gender, dan identitas seksual sebagai bagian dari perkembangan identitas diri mereka. Mengekspresi kan kritik dari diri sendiri dan orang lain.

  Mengklaim pencapaian identitas, baik sebagai individu maupun dalam hal berhubungan dengan orang lain. Merasa perlu untuk dimiliki dan kelayakan diri. Berkurangnya penyesuaian diri dengan kelompok teman sebaya.

  Berjuang dengan identitas seksual dan gender.

  Kepercayaan diri meningkat. Mengekspresikan ketertarikan diri dan pilihan hidup. Mengembangkan keintiman. Merealisasikan identitas seksual. Tidak menegaskan diri, sementara hubungan dengan teman sebaya masih penting.

  Penulis memberikan batasan dalam penelitian ini, mengambil subjek remaja akhir dengan rentang usia 18-21 tahun. Menurut Smith & Crawford; Silverberg & Steinberg (dalam Fleming, 2005) mengungkapkan bahwa remaja akhir sudah mulai mengurangi ketergantungannya terhadap orang tua, mereka memiliki kemandirian yang tinggi.

  12

B. Kemandirian

  1. Pengertian Kemandirian Kemandirian erat hubungannya dengan istilah independence dan autonomy, namun keduanya memiliki arti yang berbeda.

  Independence menunjuk pada kapasitas individu untuk berperilaku

  seperti yang diinginkan. Selama masa remaja, independence tumbuh menjadi autonomy atau kemandirian yang memiliki aspek emosi, kognitif, dan tingkah laku (Steinberg, 2002).

  Kemandirian merupakan kemampuan individu untuk bertingkah laku secara seorang diri. Kemandirian remaja ditunjukkan dengan bertingkah laku sesuai keinginannya, mengambil keputusan sendiri, dan mampu mempertanggungjawabkan tingkah lakunya (Steinberg, 2002).

  Martin dan Stendler (dalam Afiatin, 1993) mengungkapkan bahwa kemandirian ditunjukkan dengan kemampuan seseorang untuk berdiri di atas kaki sendiri, mengurus diri sendiri dalam semua aspek kehidupannya, ditandai dengan adanya inisiatif, kepercayaan diri, serta kemampuan untuk mempertahankan diri dan hak miliknya.

  Dari beberapa definisi tersebut maka disimpulkan bahwa kemandirian merupakan kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan, melakukan segala sesuatu sesuai dengan keinginannya, serta mempertanggungjawabkan perilakunya tersebut. Kemandirian juga ditandai dengan adanya inisiatif dan kepercayaan diri.

  13

  2. Aspek Kemandirian Remaja dalam mencapai kemandirian melibatkan tiga aspek

  (Steinberg, 2002), yaitu :

  a. Aspek kemandirian emosional, yaitu aspek yang berkaitan dengan perubahan kedekatan hubungan individu, khususnya dengan orang tua. Kemandirian emosional ini terdiri dari empat sub aspek, yaitu : 1) Tidak mengidealkan orang tua, yaitu remaja mampu untuk tidak selalu melihat orang tuanya sebagai sosok yang ideal, orang tua juga pernah melakukan sebuah kesalahan sehingga ketika mengambil sebuah keputusan remaja tidak tergantung pada dukungan emosional dari orang tuanya. 2) Remaja melihat orang tua seperti orang-orang pada umumnya.

  Remaja memandang orang tua sebagai individu agar interaksi dengan orang tua tidak hanya sebatas hubungan anak dengan orang tua melainkan juga hubungan antar individu. 3) Ketidaktergantungan, remaja lebih bergantung pada dirinya sendiri daripada tergantung pada bantuan dari orang tua mereka. 4) Individuasi, remaja lebih bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan tidak menyerahkan tanggung jawabnya pada orang tua.

  14 b. Aspek kemandirian perilaku, yaitu kemampuan untuk membuat keputusan sendiri dan melakukan keputusan tersebut. Kemandirian perilaku ini terdiri dari tiga sub aspek, yaitu: 1) Memiliki kemampuan untuk membuat keputusan berdasarkan pendapat, pertimbangan, dan saran yang diberikan oleh orang lain sehingga dapat menyadari segala risiko dari keputusan yang diambil dan dapat mempertanggungjawabkannya.

  2) Mengalami perubahan ketahanan terhadap pengaruh lingkungannya, baik teman sebaya maupun orang yang lebih tua sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat bagi dirinya sendiri.

  3) Mengalami perubahan kepercayaan diri yang salah satunya dise babkan oleh rentannya remaja terhadap tekanan dari kelompok sebaya.

  c. Aspek kemandirian nilai, yaitu lebih sekedar mampu untuk menahan tekanan tuntutan dari orang lain, yang berarti memiliki seperangkat prinsip-prinsip tentang mana yang benar dan mana yang salah serta mengenai mana yang penting dan yang tidak penting. Kemandirian nilai ini terdiri dari tiga sub aspek, yaitu : 1) Kepercayaan abstrak, memikirkan akibat dari perbuatan yang telah dilakukan.

  15 2) Kepercayaan prinsip, memiliki kepercayaan terhadap keyakinannya sendiri dibanding dengan apa yang dikatakan orang lain. 3) Kepercayaan kebebasan, keyakinan pada nilai-nilai yang dianut.

  3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kemandirian, antara lain : a. Umur

  Semakin bertambahnya umur seorang remaja maka akan bertambah pula kemampuan yang dimiliki. Setiap aspek termasuk kemandirian mengalami perkembangan yang sejalan dengan bertambahnya umur. Hasil penelitian Nuryoto (1993) mengenai kemandirian remaja ditinjau dari tahap perkembangan, jenis kelamin, dan peran jenis menunjukkan bahwa remaja akhir memiliki kemandirian lebih tinggi daripada remaja awal. Menurut Sutton (dalam Masrun dkk, 1986), dengan bertambahnya umur dan adanya proses belajar maka seseorang semakin tidak bergantung atau mampu secara mandiri menentukan hidupnya.

  b. Jenis Kelamin Dalam kehidupan, pria dan wanita memiliki pengalaman berbeda. Dalam penelitian Nuryoto (1993), dikatakan bahwa pria lebih dominan, agresif, asertif, tidak bergantung pada orang lain,

  16 lebih bertanggung jawab sedangkan wanita lebih ekspresif, dan suka menolong orang lain. Menurut Conger (dalam Afiatin, 1993), pria lebih dituntut untuk mandiri sedangkan wanita diberi kesempatan untuk bergantung lebih lama. Perlakuan berbeda ini dapat mempengaruhi kemandirian antara pria dan wanita.

  c. Urutan Kelahiran Anak pada urutan kelahiran yang berbeda akan memiliki kemandirian yang berbeda pula. Statusnya sebagai anak pertama dalam keluarga, mereka diharapkan lebih mandiri oleh orang tuanya dari pada anak kedua sedangkan untuk anak kedua, mereka jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan keluarga (Bumpus dkk, 2001).

  d. Faktor Lingkungan 1) Lingkungan Permanen

  Lingkungan permanen meliputi pendidikan dan pekerjaan. Pendidikan dan pekerjaan dapat mempengaruhi kemandirian. Pendidikan dapat diperoleh baik secara formal maupun informal. Pendidikan yang diberikan secara formal yang diberikan di sekolah atau perguruan tinggi maupun pendidikan informal, keduanya dapat membantu seseorang menjadi lebih dewasa dan mandiri melalui kebebasan dan kesempatan bertanggung jawab yang diberikan. Hal tersebut

  17 sangat berguna bagi pengembangan kepribadian seseorang (Masrun dkk, 1986).

  Flippo (dalam Masrun dkk, 1986) mengatakan bahwa seseorang yang mandiri akan mencari pekerjaan yang lebih banyak memberi kebebasan dan kemandirian apabila dihadapkan pada pekerjaan yang tidak sesuai dengan kebutuhannya. Interaksi yang terjadi selama bekerja ikut mempengaruhi diri seseorang.

  2) Lingkungan Tidak Permanen Robinson dan Shaver, 1974 (dalam Masrun dkk, 1986) mengungkapkan bahwa lingkungan tidak permanen merupakan peristiwa-peristiwa penting dalam hidup yang sementara waktu mengakibatkan terganggunya integritas kepribadian seseorang, misalnya kematian orang yang dicintai, bencana alam, dan lain- lain.

C. Status Identitas

  1. Pengertian Identitas Diri Identitas diri merupakan konsepsi tentang diri, penentuan tujuan, nilai, dan keyakinan yang dipegang teguh oleh seseorang,

  Erikson (dalam Papalia dkk, 2008).

  18 Identitas diri menurut Marcia (dalam Kroger, 2005) yaitu merefleksikan bagaimana seseorang melihat dirinya dan bagaimana ia bertingkah laku sesuai dengan identitasnya.

  Dari pengertian-pengertian tentang identitas diri dapat disimpulkan bahwa identitas diri merupakan tujuan, nilai, keyakinan yang melekat pada diri seseorang dan akan terus mengalami perubahan untuk menyesuaikan dengan identitasnya.

  2. Perkembangan dan Pembentukan Identitas Diri Perkembangan identitas merupakan hal yang kompleks. Freud

  (dalam Schwartz, 2001) adalah psikolog pertama yang mencetuskan pertanyaan dasar mengenai arti diri atau “diri itu apa?”. Freud percaya bahwa definisi diri pada seseorang itu didapat dari introyeksi parental yang terjadi pada akhir oedipal konflik. Setelah tahap tersebut, Freud percaya bahwa identitas diri yang dimiliki seseorang tidak berubah secara signifikan tetapi tetap mungkin untuk berubah.

  Tidak seperti para teoritis lain yang terikat sepenuhnya dengan psikoanalisis Freudian, Erikson menggunakan teorinya untuk menyempurnakan teori Freud. Teori Erikson yang terkenal adalah ego

  psychology

  , menekankan pada konsep “diri (self)” yang diatur oleh ego bawah sadar serta memiliki pengaruh yang besar dari kekuatan sosial dan budaya. Ego bawah sadar ini menjaga keterlibatan individu dalam dunia sosial, termasuk untuk mendapatkan makna hidup (Feist, J., & Feist, G.J., 2008).

  19 Erikson (dalam Feist, J., & Feist, G.J., 2008) mengidentifikasikan tiga aspek ego yang saling terkait, yaitu ego tubuh

  (body ego) mengacu pada pengalaman dengan tubuh, cara kita melihat fisik berbeda dari orang lain, ideal ego (ego ideal) merupakan gambaran diri kita jika dibandingkan dengan gambaran ideal ego orang lain, dan terakhir adalah identitas ego (ego identity) merupakan gambaran diri mengenai peran sosial yang dimainkan. Perubahan ketiga komponen tersebut selalu terjadi di setiap tahap kehidupan.

  Marcia merupakan salah satu tokoh Neo-Eriksonia yang membangun teori identitas terukur dari teori Erikson. Marcia mengembangkan metode interview untuk mengukur ego identity dengan menggunakan dua kriteria yaitu eksplorasi (krisis) dan komitmen. Eksplorasi merupakan suatu aktivitas yang dilakukan untuk mencari informasi atau alternatif sebanyak banyaknya untuk masa depan sedangkan komitmen merupakan sikap yang cenderung menetap, memberikan kesetiaan terhadap alternatif yang telah dipilih dan diyakini paling baik untuk masa depan (Santrock, 2002).

  Hasil dari metode interview yang dilakukan, Marcia menemukan adanya hubungan antara status identitas dengan karakteristik seperti kekhawatiran, harga diri, penalaran moral, dan pola perilaku (Papalia dkk, 2008). Berdasarkan teori Marcia tersebut, para peneliti lain mengidentifikasikan kepribadian dan variabel

  20 keluarga yang berhubungan dengan status identitas seperti ditunjukkan pada tabel 2 :

  Tabel 2 Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pembentukan Status Identitas Faktor Diffusion Foreclosure Moratorium Achievement

  Keluarga Orang tua permisif, tidak berwibawa, tidak memberi bimbingan dengan baik

  Orang tua tidak menerima sikap/perasaan anak, tidak mendengarkan keluhan/kehendak anak

  Orang tua tidak punya aturan yang jelas, anak bingung terhadap otoritas orang tua

  Orang tua suportif, perhatian, mempercayai anak

  Kepribadian Perkembangan konsep diri anak lambat, kemampuan kognitif tidak berfungsi baik, ragu ragu, pasif, tidak inisiatif

  Anak tergantung, kontrol diri eksternal, cemas, tidak percaya diri

  Anak cemas, takut gagal, egois, kurang percaya diri, harga diri rendah

  Anak punya kemandirian, kontrol diri internal, akrab, percaya diri, inisiatif, kreatif, dan berprestasi

  Purwadi (2004) salah satu peneliti yang menggunakan teori Marcia menyebutkan beberapa faktor yang mendahului pembentukan identitas diri pada remaja antara lain tingkat identifikasi pada orang tua sejak kanak-kanak hingga mencapai remaja, gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua atau pihak yang mengasuh dan merawat remaja tersebut, keberadaan figur tokoh sukses yang dilihat remaja, harapan sosial tentang identitas seseorang, tingkat keberhasilan seseorang mengungkap berbagai alternatif identitas diri, dan kepribadian yang dicapai pada masa preadolescent.

  21 Selain adanya faktor-faktor yang mendahului pembentukan identitas diri, identitas diri juga berkaitan dengan berbagai macam domain yang terdapat dalam masyarakat. Domain merupakan area yang mewakili tingkat eksplorasi dan komitmen pada status identitas diri seseorang. Menurut Erikson (dalam The OMEIS, 1998), ada dua komponen yang merupakan formasi dari status identitas yaitu ego-

  identity dan self identity. Ego-identity merujuk kepada komitmen,

  seperti dalam masalah pekerjaan, dan nilai ideologi berhubungan dengan politik, agama, filosofi kehidupan, dan lain-lain, sedangkan

  self-identity dapat diilustrasikan dari formasi identitas yang jelas

  terlihat seperti hubungan sosial dengan sesama, misalnya di Indonesia remaja sudah mulai ikut serta melaksanakan pemilu dengan memilih salah satu partai politik yang sesuai dengan pemikirannya.