Pembuatan Mayones dengan Menggunakan Minyak Sawit Merah (Red palm oil) dan Minyak Zaitun (Olea europaea) Serta Uji Daya Terimanya

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Dewasa ini penggunaan mayones telah meluas di berbagai negara

termasuk di Indonesia yang disebabkan oleh perkembangan pola konsumsi
masyarakat yang semakin modern. Mayones sering diaplikasikan pada makanan
seperti ayam goreng, kentang goreng, sandwich, burger, pizza maupun salad.
Perubahan pola konsumsi masyarakat yang semakin modern dilihat dari
banyaknya restoran ala Eropa di Indonesia. Mayones merupakan produk pangan
berbasis minyak yang umumnya terbuat dari minyak nabati (Winarno, 2004).
Minyak nabati mempunyai peranan penting sebagai sumber lemak yang dapat
menyumbang energi, menjaga kesehatan tubuh, dan sebagai pelarut vitamin A, D,
E, dan K. Minyak sawit merah dan minyak zaitun merupakan minyak nabati yang
dapat digunakan dalam pembuatan mayones.
Minyak sawit merah (red palm oil-RPO) merupakan minyak yang diolah
dari kelapa sawit (crude palm oil-CPO) yang diolah melalui proses netralisasi
asam dan meniadakan proses bleaching untuk mempertahankan kandungan
karotenoid, terutama β-karoten yang memiliki aktivitas provitamin A yang sangat

tinggi. Karotenoid pada RPO mengadung β-karoten yang tinggi, berkisar 500-700
ppm yang berperan dalam kesehatan manusia seperti meningkatkan sistem imun
(Dutta, dkk., 2005). Tubuh manusia mempunyai kemampuan mengubah sejumlah
besar β-karoten menjadi vitamin A. Selain mengandung karotenoid, RPO juga
merupakan sumber vitamin E, seperti tokotrienol dan tokoferol sebagai

Universitas Sumatera Utara

antioksidan yang terbukti mampu memperlambat proses penuaan dan mengurangi
resiko terjadinya penyakit degeneratif seperti kolesterol (Song, 2006).
Di Indonesia, asupan vitamin A perhari masih terogolong rendah.
Kandungan provitamin A alami pada minyak sawit merah dapat menyumbang
asupan vitamin A sehari-hari sehingga dapat mencegah terjadinya kekurangan
vitamin A yang dapat menyerang berbagai macam anatomi dan fungsi dari organ
tubuh, seperti menurunkan sistem kekebalan tubuh dan epitelisme sel-sel kulit,
kelainan pada mata yang umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 4 tahun
(Depkes, 2003) dan Xerophthalmia tingkat subklinis masih menimpa masyarakat
luas terutama kelompok balita (Dewi, dkk., 2010). Sekitar 50% anak di Indonesia
mengalami defesiensi vitamin A subklinis, pada tahun 2006 ditemukan masalah
KVA subklinis (serum vitamin A