KEANEKARAGAMAN BURUNG DI PULAU GELEANG D

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI PULAU GELEANG DAN PULAU BURUNG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA SKRIPSI

Diajukan dalam Rangka Menyelesaikan Studi Strata I untuk Mencapai Gelar Sarjana Sains

Oleh:

Nama : Arif Setyo Nugroho Nim : 4450403015 Prodi : Biologi

Jurusan : Biologi UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2008

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul: Keanekaragaman Burung di Pulau Geleang dan Pulau Burung Taman Nasional Karimunjawa

Telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang pada,

Panitia Ujian

Ketua

Sekretaris

Dr. Kasmadi Imam S., M.Si Dra. Aditya Marianti, M.Si

NIP. 130781011 NIP. 132046851

Pembimbing I Anggota Penguji

Margareta R., S.Si., M.Si.

1. Drs. Nugroho Edi K., M.Si

NIP. 132173340

NIP. 131863778

Pembimbing II

2. Margareta R., S.Si., M.Si.

NIP. 132173340

Drs. Bambang Priyono, M.Si

3. Drs. Bambang Priyono, M.Si

NIP. 131803129

NIP. 131803129

ABSTRAK

Pulau Geleang dan Pulau Burung termasuk dalam kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis, membandingkan tingkat kesamaan jenis, dan penyebaran burung berdasarkan stratifikasi tajuk vegetasi di Pulau Geleang dan Pulau Burung. Penelitian dilakukan selama tiga periode yaitu Juni 2006, November 2006 dan Juni 2007. Pengambilan data dilakukan dengan metode Indeks Point Abundance (IPA). Hasil penelitian menemukan sebanyak 18 jenis burung di P. Geleang dan

15 jenis burung di P. Burung. Indeks keanekaragaman jenis burung di P. Geleang tergolong rendah dengan sebaran populasi tidak merata. Nilai indeks keanekaragaman jenis berkisar antara 1,37 hingga 1,77 sedangkan nilai kemerataan berkisar antara 0,4 sampai 0,75. Indeks keanekaragaman jenis burung di P. Burung tergolong tinggi dengan sebaran populasi cukup merata. Nilai indeks keanekaragaman berkisar antara 1,58 hingga 1,91 sedangkan nilai kemerataan berkisar antara 0,76 sampai 0,83. Burung yang paling dominan pada kedua pulau adalah Zosterops chloris. Indeks similaritas diantara kedua pulau sebesar 50%, dengan 11 jenis burung yang menghuni keduanya. Penggunaan ruang habitat secara vertikal pada stratifikasi tajuk vegetasi selalu berubah berdasarkan manfaat vegetasi bagi burung (mencari makan, istirahat, bersarang atau berlindung). Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa di P. Geleang burung lebih banyak menggunakan tajuk atas, sedangkan di P. Burung vegetasi tumbuhan bawah atau tanah lebih banyak digunakan.

Kata kunci: Keanekaragaman burung, P. Geleang dan P. Burung

(Mas Ranggasasmita, 1815)

Siang malam, dengan curahan hat i membaca Para karya simpanan mulia Supaya menj adi misal Masalahnya wangsit , j angan samar

Meski t elah t ersohor ahli ilmu Namun masih mempelaj ari Karya simpanan mulia para wali Dan simpanan mulianya Guru Sempurna

Terunt uk Ibu dan Ayah

yang menautkan cinta dengan darah, asa dan air mata

KATA PENGANTAR

“ Dan janganlah kalian membuat kerusakan di atas muka bumi setelah Alloh memperbaikinya” (QS.7:56). Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke kehadirat Allah SWT, atas izin-Nya lah penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul: Keanekaragaman Burung di Pulau Geleang dan Pulau Burung Taman Nasional Karimunjawa. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang dilakukan oleh Ibu Margareta Rahayuningsih.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang.

3. Ketua Jurusan Biologi yang telah memberikan kemudahan administrasi dalam penyusunan skripsi.

4. Ibu Margareta Rahayuningsih, S.Si., M.Si, yang banyak membantu dan membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi.

5. Bapak Drs. Bambang Priyono, M. Si, atas kesabaran dalam mendampingi penulis dalam menyusun skripsi.

6. Bapak Drs. Nugroho Edi K., M.Si. yang memberikan saran, masukan dan motivasi dalam penyusunan skripsi.

7. Balai Taman Nasional Karimunjawa yang telah memberikan izin melakukan penelitian.

8. Keluarga Bapak Sigid Adhi Brata, S.E., M.M. yang banyak membantu baik moral maupun material dalam penyusunan skripsi .

9. Ibu, Ayah, dik Bayu dan dik Enda yang senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

10. Kang Doel, Dani, Fian, Mey, Aim, Aa’ Kin, rekan-rekan Green Community dan Pelatuk BSC yang telah membantu dalam penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Saran dan kritik dari berbagai pihak, sangat penulis harapkan demi perbaikan di kemudian hari. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Salam lestari !

Semarang, Desember 2007 Penulis

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Keanekaragaman Jenis dan Status Burung yang Ditemukan di P. Geleang ...........................................................................................

31

2 Keanekaragaman Jenis dan Status Burung yang Ditemukan di P. Burung............................................................................................ 34

43

3 Dominansi Burung di P. Geleang Pada Setiap Periode Penelitian..

46

4 Dominansi Burung di P. Burung Pada Setiap Periode Penelitian....

59

5 Pemanfaatan pohon oleh burung di P. Geleang...............................

61

6 Pemanfaatan pohon oleh burung di P. Burung................................

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Frekuensi dan Frekuensi Relatif Burung di P. Geleang...................

2 Frekuensi dan Frekuensi Relatif Burung di P. Burung..................... 68

3 Kehadiran, Kelimpahan, Indeks Keanekaragaman, Indeks

Kemerataan dan Dominansi Burung di P. Geleang.......................... 69

4 Kehadiran, Kelimpahan, Indeks Keanekaragaman, Indeks Kemerataan dan Dominansi Burung di P. Burung..........................

5 Histogram Dominansi Burung di P. Geleang pada Setiap Periode

Penelitian.......................................................................................... 71

6 Histogram Dominansi Burung di P. Burung pada Setiap Periode

Penelitian.......................................................................................... 72

7 Tally Sheet Data Pengamatan Lapangan..........................................

8 Penyebaran Burung di P. Geleang...................................................

9 Penyebaran Burung di P. Burung..................................................... 75

10 Foto burung yang dijumpai di P. Geleang dan P. Burung................ 76

11 Kondisi habitat P. Geleang dan P. Burung....................................... 80

12 Foto Peralatan dan Kegiatan Penelitian............................................ 82

13 Surat Ijin Memasuki Kawasan Konservasi (SIMAKSI)................... 83

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keanekaragaman hayati Indonesia cukup tinggi, terdiri dari 10% spesies tumbuhan berbunga yang ada di dunia, 12% binatang menyusui, 16% reptilia dan amfibia, 17% burung, 25% ikan, dan 15% serangga, walaupun luas daratan Indonesia hanya 1,32% seluruh luas daratan yang ada di dunia (Primack, 1998).

Burung merupakan bagian dari keanekaragaman hayati Indonesia yang harus dijaga kelestariannya. Burung telah banyak dimanfaatkan manusia, baik untuk kesenangan, maupun untuk memenuhi kebutuhan pangan. Burung dapat dijadikan sebagai indikator kesehatan lingkungan dan nilai keanekaragaman hayati lainnya. Indonesia saat ini tercatat memiliki sekitar 1599 jenis burung (IdOU, in prep). Menurut Cahyadin dalam (Anonim 2006.d) ada sekitar 101 jenis burung di Indonesia yang terancam punah secara global. Diantara jumlah yang terancam punah tersebut 17%-nya adalah jenis endemik di Indonesia.

Kepulauan Karimunjawa merupakan salah satu wilayah kepulauan di Laut Jawa, yang terdiri dari 27 pulau. Secara umum Kepulauan Karimunjawa memiliki tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah, padang lamun, algae, hutan pantai, hutan bakau, dan terumbu karang. Kawasan Karimunjawa ditetapkan sebagai Taman Nasional melalui SK Menteri Kehutanan No.78/Kpts-II/1999 tanggal 22 Februari 1999. Kawasan Taman Nasional Karimunjawa (TN. Karimunjawa) mencakup 22 pulau dengan luas total 111.625 Ha meliputi perairan seluas

110.117,30 Ha dan daratan seluas 1.507,70 Ha (Balai TN. Karimunjawa, 2004). Pulau Geleang (P. Geleang) dan Pulau Burung (P. Burung) merupakan pulau yang terletak di TN Karimunjawa. Secara administratif P. Geleang dan P. Burung termasuk wilayah Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah.

Keindahan alam TN. Karimunjawa berpotensi sebagai objek tujuan wisata menarik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. TN. Karimunjawa mempunyai fungsi sosial ekonomi yang penting bagi masyarakat sekitarnya, yaitu sebagai sumber mata pencaharian, baik perikanan, perkebunan, penyedia jasa wisata dan transportasi. Sektor pariwisata sangat mendukung perkembangan perekonomiam masyarakat Kecamatan Karimunjawa. Seiring perkembangan kepariwisataan dan aktivitas manusia tidak selamanya membawa dampak positif bagi lingkungan Karimunjawa. Aktivitas manusia telah menyebabkan degradasi kualitas lingkungan. Degradasi secara kualitatif terjadi antara lain karena semakin tingginya tingkat pencemaran air, pencemaran udara karena aktivitas transportasi, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Pranata (dalam Atkins 2004) menyatakan bahwa meningkatnya jumlah wisatawan asing dapat menyebabkan meningkatnya limbah dan polusi. Unsur dari limbah MCK (mandi, cuci dan kakus) dapat menyebabkan alga dan biota pantai mengalami kematian atau eutrofikasi (Anonim, 2006.f). Degradasi secara kuantitatif karena adanya perubahan fungsi lahan (fragmentasi habitat burung) untuk kepentingan perkebunan, pertanian, pemukiman, dan pembangunan fasilitas-fasilitas kepariwisataan. Peraliahan fungsi lahan yang tidak mempertimbangkan aspek ekologis akan menjadikan ancaman Keindahan alam TN. Karimunjawa berpotensi sebagai objek tujuan wisata menarik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. TN. Karimunjawa mempunyai fungsi sosial ekonomi yang penting bagi masyarakat sekitarnya, yaitu sebagai sumber mata pencaharian, baik perikanan, perkebunan, penyedia jasa wisata dan transportasi. Sektor pariwisata sangat mendukung perkembangan perekonomiam masyarakat Kecamatan Karimunjawa. Seiring perkembangan kepariwisataan dan aktivitas manusia tidak selamanya membawa dampak positif bagi lingkungan Karimunjawa. Aktivitas manusia telah menyebabkan degradasi kualitas lingkungan. Degradasi secara kualitatif terjadi antara lain karena semakin tingginya tingkat pencemaran air, pencemaran udara karena aktivitas transportasi, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Pranata (dalam Atkins 2004) menyatakan bahwa meningkatnya jumlah wisatawan asing dapat menyebabkan meningkatnya limbah dan polusi. Unsur dari limbah MCK (mandi, cuci dan kakus) dapat menyebabkan alga dan biota pantai mengalami kematian atau eutrofikasi (Anonim, 2006.f). Degradasi secara kuantitatif karena adanya perubahan fungsi lahan (fragmentasi habitat burung) untuk kepentingan perkebunan, pertanian, pemukiman, dan pembangunan fasilitas-fasilitas kepariwisataan. Peraliahan fungsi lahan yang tidak mempertimbangkan aspek ekologis akan menjadikan ancaman

TN. Karimunjawa merupakan Taman Nasional Laut sehingga pengelolaan keanekaragaman hayati di TN. Karimunjawa lebih menitikberatkan pada keanekaragaman hayati laut (bahari), sementara potensi keanekaragaman hayati darat (khususnya keanekaragaman burung) belum dikelola secara maksimal. Pengelolaan keanekaragaman hayati darat sama pentingnya seperti pengelolaan keanekaragaman hayati bahari. Burung merupakan salah satu komponen keanekaragaman hayati darat yang penting untuk dikonservasi. Burung mempunyai peranan penting dalam ekosistem dan keseimbangan lingkungan.

Untuk melindungi dan mengelola suatu spesies diperlukan pemahaman tentang hubungan biologis antara spesies tersebut dengan lingkungan serta status populasinya (Primack, 1998). Informasi tersebut biasanya dikenal dengan istilah natural history (sejarah alam atau sejarah kehidupan) yang lebih mengarah pada kajian autekologi. Selain aspek ekologi, pemahaman terhadap species kunci adalah prioritas dalam usaha konservasi (Primack, 1998). Spesies kunci adalah spesies yang mempunyai nilai penting dalam menentukan kemampuan sejumlah besar spesies lain di dalam komunitas. Jika spesies kunci hilang dari daerah konservasi, maka spesies yang lain berpotensi turut menghilang. Natural history sebagai kajian autekologi biasanya hanya dapat dipelajari melalui pengamatan Untuk melindungi dan mengelola suatu spesies diperlukan pemahaman tentang hubungan biologis antara spesies tersebut dengan lingkungan serta status populasinya (Primack, 1998). Informasi tersebut biasanya dikenal dengan istilah natural history (sejarah alam atau sejarah kehidupan) yang lebih mengarah pada kajian autekologi. Selain aspek ekologi, pemahaman terhadap species kunci adalah prioritas dalam usaha konservasi (Primack, 1998). Spesies kunci adalah spesies yang mempunyai nilai penting dalam menentukan kemampuan sejumlah besar spesies lain di dalam komunitas. Jika spesies kunci hilang dari daerah konservasi, maka spesies yang lain berpotensi turut menghilang. Natural history sebagai kajian autekologi biasanya hanya dapat dipelajari melalui pengamatan

Berdasarkan laporan inventarisasi burung tahun 2005, jenis burung Junai mas (Caloenas nicobarica) tercatat pernah dijumpai di P. Burung (BTN. Karimunjawa, 2005). Catatan tersebut sangat penting mengingat Junai mas adalah salah satu jenis burung yang termasuk dalam The IUCN Red List Categories (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) dengan kategori near threatened (mendekati terancam). Selain Junai mas, beberapa jenis burung Dara laut pernah teramati berada di gosong laut sekitar P. Burung. Dara laut termasuk burung yang dilindungi oleh UU RI No 5 Th 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem serta PP No.7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa. Burung adalah makhluk dengan tingkat mobilitas tinggi. Kemampuan terbang burung sangat memungkinkan untuk keluar dari P. Burung ke pulau lainya. Secara geografis pulau yang terdekat dari P. Burung adalah P. Geleang. Mengingat ukuran P. Geleang lebih luas dari P. Burung dan jarak keduanya relatif berdekatan sangat memungkinkan terjadinya aliran migrasi pada kedua pulau tersebut. P. Geleang sangat penting untuk dikonservasi mengingat pada pulau tersebut terdapat sarang aktif Elang laut perut putih (Haliaeetus leucogaster) yang termasuk CITES Apendiks II.

Berdasarkan fakta-fakta diatas habitat P. Geleang dan P. Burung perlu dilindungi dan dijaga kelestariannya. Keberadaan jenis burung yang dilindungi baik secara Nasional maupun Internasional adalah nilai lebih dari kedua pulau Berdasarkan fakta-fakta diatas habitat P. Geleang dan P. Burung perlu dilindungi dan dijaga kelestariannya. Keberadaan jenis burung yang dilindungi baik secara Nasional maupun Internasional adalah nilai lebih dari kedua pulau

B. Permasalahan

Seiring dengan peningkatan laju kerusakan alam dewasa ini, maka konservasi keanekaragaman hayati, dalam konteks ini adalah keanekaragaman jenis burung, menjadi sangat penting. Natural history dan pemahaman tentang spesies kunci akan sangat mendukung keberhasilan pengelolaan konservasi, termasuk di dalamnya adalah studi keanekaragaman jenis burung. Permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. bagaimanakah keanekaragaman jenis burung di P. Geleang dan P. Burung, Taman Nasional Karimunjawa?

2. bagaimanakah tingkat kesamaan jenis burung di P. Burung dan P. Geleang?

3. bagaimanakah pola penyebaran burung berdasarkan penggunaan ruang habitat secara vertikal pada stratifikasi tajuk vegetasi?

C. Penegasan Istilah

1. Burung

Burung dapat dideskripsikan sebagai hewan vertebrata yang mempunyai bulu, tungkai atau lengan depan termodifikasi untuk terbang, tungkai belakang teradaptasi untuk berjalan, berenang dan hinggap, paruh tidak bergigi, jantung memiliki empat ruang, rangka ringan, memiliki kantong udara, berdarah panas, tidak memiliki kandung kemih, dan bertelur (Welty, 1982). Burung yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jenis burung- burung diurnal, yaitu burung yang beraktivitas pada siang hari.

2. Keanekaragaman Jenis

Menurut Magurran (1998) kajian keanekaragaman avifauna meliputi tiga aspek yaitu keanekaragaman jenis, interaksi, dan wilayah makan (guild). Pada penelitian ini kajian dibatasi hanya pada keanekaragaman jenis saja. Dengan demikian metode pengukuran atau penghitungan keanekaragaman jenis meliputi kekayaan jenis (richness species), indeks keanekaragaman (diversity indices), indeks kemerataan (evenness indices), dan dominansi (Magurran 1998, 2004).

3. Pulau Geleang

P. Geleang merupakan salah satu dari 22 pulau di TN. Karimunjawa.

0 Secara geografis, P. Geleang terletak pada 5 0 52’ 29.8” LS dan 110 21’ 29.8” BT dengan luas sekitar 24 ha. P. Geleang merupakan pulau yang tidak

berpenghuni. Memiliki vegetasi hutan pantai dengan didominasi oleh alang- alang dan semak belukar. Beberapa bagian merupakan areal perkebunan berpenghuni. Memiliki vegetasi hutan pantai dengan didominasi oleh alang- alang dan semak belukar. Beberapa bagian merupakan areal perkebunan

4. Pulau Burung

P. Burung termasuk dalam kawasan TN. Karimunjawa. Secara

0 geografis P. Burung terletak pada 5 0 53’ 45,5’’ LS dan 110 20’ 56,6’’ BT dengan luas ± 1 ha. Memiliki vegetasi hutan pantai dengan didominasi cemara

laut, terdapat pula ficus dan sawo kecik. Salah satu jenis burung yang pernah tercatat di P. Burung adalah Junai emas (Caloenas nicobarica) yang statusnya terancam punah dan dimasukan dalam kategori CITES Apendiks I (BTN. Karimunjawa, 2005).

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. mengetahui keanekaragaman jenis burung yang meliputi kekayaan jenis (richness species), indeks keanekaragaman (diversity indices), dan indeks kemerataan (evenness indices), dan dominansi burung di P. Geleang dan P. Burung.

2. membandingkan tingkat kesamaan jenis antara P. Burung dan P. Geleang.

3. mengetahui penyebaran burung berdasarkan penggunaan ruang habitat secara vertikal pada stratifikasi tajuk vegetasi.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk mempelajari natural history mengenai burung-burung yang menghuni P. Burung dan P. Geleang TN. Karimunjawa. Secara ilmiah, penelitian ini memberikan data dan informasi mengenai keanekaragaman jenis dan habitat burung serta penyebaran burung berdasarkan penggunaan ruang habitat secara vertikal pada stratifikasi tajuk vegetasi. Untuk kepentingan konservasi penelitian ini bermanfaat dalam pemantauan keberadaan jenis burung terancam punah yang dilindungi baik secara Nasional maupun Internasional. Untuk kepentingan pembangunan kawasan, data-data tersebut berfungsi sebagai masukan dalam kebijakan pengelolaan kawasan dengan tetap memperhatikan aspek konservasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Keanekaragaman Burung

Keanekaragaman hayati meliputi berbagai jenis flora, fauna, mikroorganisme, dan ekosistem dengan segala prosesnya. Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman organisme yang hidup di berbagai kawasan baik daratan, lautan, dan ekosistem perairan lainnya, dimana di dalamnya terdapat berbagai keanekaragaman yang mencakup keanekaragaman dalam satu spesies, keanekaragaman antar spesies, dan keanekaragaman ekosistem atau kawasan (Santosa, 2004).

Berdasarkan perbedaan skala geografik, kajian keanekaragaman jenis di bagi dalam 3 tingkatan yaitu: diversitas alfa, diversitas beta, dan diversitas gamma. Diversitas Alfa atau keanekaragaman alfa merupakan jumlah jenis di dalam suatu habitat atau komunitas tunggal (Primack, 1998). Dalam diversitas alfa dikelompokkan menjadi dua komponen yang berbeda yaitu kekayaan jenis (species richness) dan kemerataan jenis (evenness) yang berdasarkan kelimpahan relatif dan tingkat dominansi jenis (Magurran, 1998). Indeks yang menggabungkan kedua komponen tersebut menjadi satu nilai tunggal disebut indeks keanekaragaman. Dengan demikian metode pengukuran atau penghitungan keanekaragaman jenis meliputi indeks kekayaan jenis (richness species), indeks keanekaragaman (diversity indices), dan indeks kemerataan (evenness indices) (Magurran 1998, 2004).

Keanekaragaman jenis burung di suatu tempat berbeda dengan tempat lainnya tergantung pada kondisi lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian yang telah dilakukan oleh Idris (2002) dan Kurnia (2003) menunjukkan bahwa tipe habitat mempengaruhi keanekaragaman burung. Selain tipe habitat dan faktor-faktor lainnya, yang mempengaruhi keanekaragaman burung di suatu tempat meliputi: luas wilayah, derajat keterpencilan dari habitat lainnya, keanekaragaman tipe habitat dalam wilayah tersebut, kualitas habitat secara umum, dan luas daerah ekoton.

B. Manfaat Burung

Satwa liar mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia, baik ditinjau dari segi ekonomi, penelitian, pendidikan dan kebudayaan, maupun untuk kepentingan rekreasi dan pariwisata (Alikodra dalam Saleh 1998). Burung telah memberikan banyak manfaat dalam kehidupan manusia. Beberapa jenis burung seperti ayam, kalkun, angsa, dan bebek telah didomestikasi sejak lama dan merupakan sumber protein yang penting, baik daging maupun telurnya. Burung juga dipelihara untuk kesenangan dan perlombaan, sebagai contoh adalah burung merpati, perkutut, murai batu dan lain-lain. Jenis-jenis burung elang kerap dipelihara untuk prestige dan untuk olahraga berburu. Banyak jenis burung telah semakin langka di alam, karena diburu manusia untuk kepentingan perdagangan (Anonim, 2006.e).

Burung memiliki nilai estetika dan rekreasi tinggi. Burung memiliki bentuk dan warna yang indah dan beraneka ragam, tingkah laku yang menarik dan suaranya yang merdu merupakan nilai estetika yang dapat dinikmati oleh manusia (Saleh, 1998). Kegiatan pengamatan burung dapat memberikan sumbangan penting bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Melalui kegiatan pengamatan kehidupan burung, berbagai ilmu pengetahuan yang dapat di pelajari antara lain ethiologi, ekologi, evolusi, biogeografi pulau, demografi, serta pemantauan terhadap kondisi dan perubahan lingkungan hidup (MacKinnon, 1993).

Burung memiliki peranan penting dalam ekologi. Burung sangat peka terhadap polusi. Burung berada pada urutan akhir dalam tingkatan rantai makanan, sehingga cukup peka dengan penurunan kondisi makanannya. Oleh sebab itu, burung dapat digunakan sebagai indikator perubahan kualitas lingkungan (Buckley & Buckley, dalam Anonim, 2006.b)

Burung perlu dilestarikan karena mempunyai manfaat yang sangat besar. Menurut Hernowo dan Prasetyo (dalam Anonim, 2006.d) mengatakan bahwa burung berperan dalam mengendalikan serangga hama, membantu proses penyerbukan bunga, mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, memiliki suara yang khas sehingga dapat menimbulkan suasana menyenangkan, dapat digunakan sebagai rekreasi, sebagai sumber plasma nutfah, dan sebagai objek untuk pendidikan dan penelitian.

Jenis burung air diduga berperan penting dalam pertukaran energi antara kehidupan daratan dan perairan, sehingga burung tersebut turut menentukan Jenis burung air diduga berperan penting dalam pertukaran energi antara kehidupan daratan dan perairan, sehingga burung tersebut turut menentukan

C. Habitat

Habitat merupakan tempat hidup bagi suatu organisme, yang berarti sebagai tempat tinggal atau tempat mencari makan. Dalam hal ini tempat hidup bukan hanya berarti sebagai tempat tinggal saja, tetapi tempat tersebut harus menyediakan makanan, dan juga memenuhi syarat sebagai tempat berlindung, bermain, istirahat, berkembang biak, mengasuh, dan membesarkan anak-anaknya (Alikodra dan Soedargo dalam Yudhistira, 2002).

Susanto (2000) menyatakan bahwa habitat sebagai lingkungan alam suatu jenis makhluk hidup yang biasa dijumpai, dengan perubahan kondisi faktor-faktor lingkungan berada dalam batas-batas yang sesuai dengan jenis yang bersangkutan, sehingga perjalanan hidupnya berjalan lancar. Di dalam habitatnya makhluk hidup sudah menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada sehingga mampu bertahan hidup (survive), tumbuh (growth), dan berkembang biak (reproduksi).

Setiap makhluk hidup mempunyai habitat yang sesuai dengan kebutuhannya. Habitat yang sesuai menyediakan semua kelengkapan habitat yang dibutuhkan oleh suatu spesies selama musim tertentu atau sepanjang tahun. Kelengkapan habitat menurut Baeley (dalam Yudhistira, 2002) terdiri dari berbagai jenis makanan, perlindungan, dan faktor-faktor lain yang diperlukan oleh spesies untuk bertahan hidup dan bereproduksi secara berhasil. Hal ini menunjukkan bahwa habitat merupakan hasil interaksi antar berbagai komponennya, baik komponen biotik maupun abiotiknya. Di dalam habitat semua komponen membentuk suatu sistem yang disebut ekosistem, dimana terjadi interaksi antar komponennya, antar spesies saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain.

Di dalam suatu kawasan, habitat yang ada merupakan bagian penting bagi distribusi dan jumlah burung. Bagi habitat yang tidak dilindungi, habitat mungkin berubah, contohnya akibat penebangan hutan. Pengelolaan yang memadai sangat bergantung pada pemahaman mengenai saling keterkaitan antara burung dan habitatnya (Bibby et al., 2000). Burung merasa betah tinggal di suatu tempat apabila terpenuhi tuntutan hidupnya antara lain habitat yang mendukung dan aman dari gangguan.

D. Komunitas Tumbuhan

Organisme di alam tidak dapat hidup secara terpisah sendiri-sendiri. Individu-individu ini akan berhimpun kedalam suatu kelompok membentuk populasi yang kemudian populasi-populasi tersebut akan membentuk suatu

asosiasi yang biasa diberi nama komunitas biotik. Dalam suatu bentang alam tertentu jenis–jenis tumbuhan berkecenderungan untuk berkelompok membentuk masyarakat tumbuhan atau komunitas tumbuhan yang sering disebut juga dengan vegetasi. Komunitas tumbuhan didefinisikan sebagai spesies tumbuhan yang menempati tempat tertentu dan mengalami interaksi antar spesies. Terdapat hubungan yang khas antara lingkungan dan organisme, sehingga komunitas di suatu lingkungan bersifat spesifik (Anonim, 2006.a). Seringkali suatu komunitas bergabung atau tumpang tindih dengan komunitas lain. Perubahan di suatu habitat cenderung mengakibatkan perubahan komposisi komunitas. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tanggapan setiap spesies terhadap perubahan kondisi fisik, kimia, maupun biotik.

Habitat burung berhubungan erat dengan keadaan struktur vegetasi yang menunjang dalam memenuhi sumber pakan. Satwa liar akan lebih sering ditemukan pada habitat yang menyediakan sumber daya melimpah, sebaliknya akan jarang ditemukan pada habitat yang kurang menguntungkan (Wayne dan Edward, 1982). Penggunaan habitat oleh burung tergantung pada penampakan habitat yang menyediakan makanan. Perubahan vegetasi dalam suatu habitat dapat mempengaruhi burung-burung yang hidup di dalamnya, baik mengenai komposisi komunitas maupun kebiasaan hidupnya.

Wiens (1989) menyebutkan bahwa perubahan habitat dapat menyebabkan terjadinya perubahan komposisi dan perilaku mencari makan beberapa jenis burung. Perubahan habitat biasanya terjadi di hutan yang telah diubah menjadi areal terbuka oleh adanya penebangan pohon. Adanya areal terbuka, beberapa Wiens (1989) menyebutkan bahwa perubahan habitat dapat menyebabkan terjadinya perubahan komposisi dan perilaku mencari makan beberapa jenis burung. Perubahan habitat biasanya terjadi di hutan yang telah diubah menjadi areal terbuka oleh adanya penebangan pohon. Adanya areal terbuka, beberapa

Peranan dan manfaat kehadiran burung dalam suatu ekosistem perlu dipertahankan, tidak hanya mempertahankan jenis dan populasinya saja tetapi juga memelihara habitat dan ekosistemnya. Kerusakan habitat sangat mengancam kelestarian burung. Kerusakan habitat yang berupa berkurangnya jumlah vegetasi atau kehilangan jenis vegetasi sebagai sumber pakan dan tempat bersarang akan menyebabkan penurunan populasi burung (vanBalen, 1984).

Beberapa jenis burung sangat membutuhkan pohon sebagai tempat mencari makan maupun sebagai tempat bersarang dan bertelur. Pohon kaliandra disenangi burung pengisap madu karena banyak menyediakan nektar. Pohon jenis lain disenangi oleh burung, karena berulat banyak yang dapat dimakan. Menurut Ballen (dalam Anonim, 2006.d) beberapa jenis tumbuhan yang banyak didatangi burung antara lain:

1. Kiara, Caringin dan Loa (Ficus sp.) Ficus benjamina, Ficus variegata, dan Ficus glaberrima buahnya banyak dimakan oleh burung seperti Punai (Treron sp.).

2. Dadap (Erythrina variegata) bunganya menghasilkan nektar. Beberapa jenis burung yang banyak dijumpai pada tanaman dadap yang tengah berbunga antara lain: Betet (Psittacula alexandri), Serindit (Loriculus sp.), jenis Jalak dari famili Sturnidae dan beberapa jenis burung madu.

3. Dangdeur (Gossampinus heptaphylla). Bunganya yang berwarna merah menarik burung Takur ungkut-ungkut dan Srigunting.

4. Aren (Arenga pinnata). Ijuk dari batangnya sering dimanfaatkan oleh burung sebagai bahan untuk pembuatan sarangnya.

5. Bambu (Bambusa sp.). Burung Blekok sawah (Ardeola speciosa) dan Manyar (Ploceus sp.) bersarang di pucuk bambu. Sedangkan jenis burung lainnya seperti: Burung Sikatan cacing (Cyornis banyumas), Celepuk (Otus bakkamoena), Kipasan belang (Rhipidura javanica), Kepala tebal bakau (Pachycephala cinerea) dan Perenjak kuning (Abroscopus superciliaris ) bertelur pada pangkal cabangnya, di antara dedaunan dan di dalam batangnya.

E. Ancaman Terhadap Burung

Menurut Noor dan Alikodra (dalam Anonim, 2006.b) menyatakan bahwa beberapa faktor yang dapat mengancam kehidupan burung antara lain: peralihan peruntukan habitat, perburuan dan perdagangan satwa, serta pencemaran lingkungan. Gangguan ini akan sangat mempengaruhi keberadaan dan populasi burung di alam.

Pertambahan jumlah penduduk dan tekanan eksploitasi terhadap semua sumberdaya yang memiliki nilai ekonomi akan menyebabkan kemunduran kualitas alam. Hutan akan didesak sampai kepuncak gunung dan burung-burung akan diburu untuk dimakan, untuk olah raga ataupun dijual (MacKinnon et al., 1993). Gangguan terhadap ekosistem alam secara terus-menerus dapat mempersempit suatu habitat. Habitat yang relatif asli terbagi dalam pulau-pulau yang di huni oleh lebih sedikit populasi binatang dan tumbuhan (Whitten et al.,

1999). Pulau dalam konteks ini dapat berarti pulau di tengah lautan, tetapi dapat juga berupa sebuah habitat di tengah wilayah yang mempunyai sifat lain.

Sozer et al. (dalam Darmawan, 2006) mengungkapkan bahwa perdagangan burung dan bagian-bagiannya (daging, telur, tulang, opset, dan bulu) merupakan penyebab dari langkanya suatu jenis burung. Indikasi langkanya suatu jenis burung di alam adalah langka di pasaran, sehingga harganya mahal. Keadaan semacam itu akan memicu penangkapan di alam sehingga akan menambah jumlah jenis langka.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di P. Burung dan P. Geleang, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah. Adapun waktu pelaksanaan penelitian adalah pada bulan Juni 2006, November 2006, dan Juni 2007.

P. Geleang

Gambar 1. Lokasi Penelitian di P. Geleang dan P. Burung Taman Nasional

Karimunjawa (Dinas Perhubungan dan Telekomunikasi Jateng, 2003)

B. Alat dan Bahan

Teropong binokuler maupun monokuler untuk pengamatan burung, tape recorder untuk merekam suara atau kicauan burung, jam tangan digital untuk

dengan jenis burung, kamera dan handycam untuk dokumentasi burung yang dijumpai, Global Positioning System (GPS) untuk menentukan posisi koordinat pada titik hitung, alat tulis menulis dan tallysheet untuk mencatat data, kompas untuk penunjuk arah, meteran untuk mengukur keliling batang setinggi dada, tali dan pancang untuk membuat plot profil vegetasi, busur untuk mengukur derajat posisi cabang pohon, plastik untuk tempat preparat tumbuhan yang belum teridentifikasi, kertas label untuk menandai preparat tumbuhan, buku indentifikasi jenis burung: Seri Panduan Lapangan (field guide) Burung-burung di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali (MacKinnon et al., 1993) untuk membantu identifikasi jenis burung, Buku Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia (Rusilanoor, 1999) dan buku Kenalilah Flora Pantai Kita (Soegianto, 1983) untuk membantu identifikasi jenis tumbuhan.

C. Prosedur Penelitian

Prosedur atau langkah kerja penelitian ditempuh dalam dua tahap, yaitu:

1. Persiapan

a. Pengumpulan pustaka yang memuat berbagai informasi tentang burung dan habitatnya.

b. Identifikasi kawasan yang akan diteliti melalui peta lokasi.

c. Pengumpulan alat-alat penelitian.

2. Pelaksanaan Seluruh data burung diambil dengan menggunakan metode Indeks Point Abundance (IPA) atau lebih dikenal dengan metode titik hitung. Metode ini dipilih mengingat kondisi P. Burung dan P. Geleang merupakan habitat rapat. Menurut Bibby et al., (2000) metode titik hitung lebih sesuai untuk penelitian burung yang tidak terlalu banyak berpindah dan juga lebih memungkinkan untuk dilakukan di habitat yang rapat. Selain itu, tujuan penelitian untuk mempelajari penyebaran burung berdasarkan penggunaan ruang stratifikasi tajuk vegetasi sehingga data tersebut dapat diambil dari pencatatan keadaan disekitar masing-masing titik hitung dan lebih mudah diasosiasikan dengan kehadiran atau ketidakhadiran individu suatu jenis burung. Keuntungan lain atas penggunaan metode titik hitung adalah tersedianya waktu yang cukup bagi pengamat untuk mengidentifikasi burung yang dijumpai.

Pada metode titik hitung, pengamat berhenti disuatu lokasi yang telah ditetapkan (sebuah titik hitung) selama periode waktu tertentu dan mencatat serta menghitung burung baik yang terlihat maupun yang terdengar (Bibby et al., 2000). Penempatan lokasi titik hitung dilakukan secara acak. Di P. Burung, terdapat 5 titik hitung dengan jarak antara titik hitung satu dengan yang lainya adalah 100 meter. Hal ini mengingat luas P. Burung hanya sekitar 1 ha. Lima titik tersebut sudah cukup mewakili area P. Burung. Di P. Geleang dibuat 9 titik hitung dengan jarak antar titik hitung sejauh 150 meter. Pemberian jarak 150 meter dimaksudkan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya penghitungan ganda.

Dalam pengambilan sampel jarak saat mencatat dan menghitung burung bahwa semua burung yang berjarak 0 meter harus dideteksi. Selebihnya, pencatatan dan penghitungan dilakukan sampai batas kemampuan pengamat, tetapi harus memperhatikan jarak pendeteksian mendekati kepastian untuk jarak- jarak tertentu dari titik hitung lainya. Batas radius pengamatan sekit 20 m dari titik pengamat berdiri. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penghitungan ganda dari titik hitung sebelumnya. Lama pencatatan pada setiap titik hitung adalah 15 menit. Jika periode penghitungan terlalu lama akan memperbesar peluang terjadinya penghitungan ganda atau tidak terdeteksinya burung dari luar yang masuk. Burung-burung yang melintas jauh, ditemukan diluar titik hitung atau ditemukan diluar waktu pengamatan dapat dicatat tetapi tidak dimasukan dalam analisis data.

Beberapa jenis burung yang hanya terdengar suaranya harus dimasukan dalam pencatatan. Pengukuran jumlah individu dihitung berdasarkan tingkat frekuensi suara. Ketika terdengar lebih dari satu sumber suara, pengamat perlu memperhatikan waktu dan jarak antar sumber suara untuk memastikan sumber suara adalah individu yang sama atau individu berbeda.

Menurut Bibby et al., (2000) ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan metode IPA diantaranya: penempatan titik hitung harus mewakili tingkat kepadatan burung, memastikan bahwa burung-burung yang langsung berada pada titik hitung selalu dapat dideteksi, obyek dideteksi pada lokasi awal sebelum secara alami bergerak atau bergerak akibat kehadiran pengamat, dan Menurut Bibby et al., (2000) ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan metode IPA diantaranya: penempatan titik hitung harus mewakili tingkat kepadatan burung, memastikan bahwa burung-burung yang langsung berada pada titik hitung selalu dapat dideteksi, obyek dideteksi pada lokasi awal sebelum secara alami bergerak atau bergerak akibat kehadiran pengamat, dan

a. menentukan titik awal sebagai titik hitung 1 secara acak.

b. melakukan pencatatan dan penghitungan selama 15 menit.

c. berjalan secara acak sejauh 150 meter (di P. Geleang) dan 100 meter (di P. Burung) untuk menentukan lokasi titik hitung 2 kemudian melakukan pencatatan dan penghitungan.

d. pencatatan dan penghitungan dilakukan sampai tidak ditemukan jenis baru atau telah mewakili area penelitian. Data-data yang yang perlu dicatat dalam penelitian ini antara lain:

a. jenis, jumlah individu, dan aktivitas burung yang diamati baik secara langsung maupun tidak langsung (suara).

b. tipe kontak, misalnya melalui visual, suara, atau saat terbang.

c. waktu awal dan akhir pencatatan serta waktu kontak setiap jenis burung.

d. jenis tumbuhan yang ditempati.

e. ketinggian burung atau pengunaan ruang pada stratifikasi tajuk tumbuhan.

f. posisi koordinat lokasi titik hitung yang diambil dengan GPS.

g. jenis-jenis burung yang dilindungi, endemik, langka dan termasuk dalam daftar CITES.

Untuk memudahkan operasional, maka dibuat tallysheet berdasarkan data diatas. (Lampiran 7)

D. Analisis Data

1. Analisa Data Burung

a. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’)

Untuk menentukan nilai indeks keanekaragaman jenis burung digunakan Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (Bibby et al., 2000) dengan rumus:

H ' = − ∑ Pi ln Pi

∑ burung spesies ke − i

Pi =

∑ total burung

b. Indeks Kemerataan (E)

Untuk mengetahui kemerataan penyebaran individu suatu spesies dalam komunitas digunakan indeks kemerataan. Indeks kemerataan dihitung dengan menggunakan rumus Bibby et.al., (2000) yaitu:

E = ln S

Keterangan :

E = indeks kemerataan (nilai antara 0-1) H’ = indeks keanekaragaman Shannon – Wiener S = jumlah jenis

c. Analisis Penyebaran Burung

Analisis penyebaran jenis burung digunakan untuk melihat penyebaran burung secara spasial dengan menggunakan nilai frekuensi ditemukannya jenis burung dalam stasiun sensus pengamatan. Rumus yang digunakan adalah:

∑ stasiun sensus ditemukan jenis burung

Frekuensi jenis ( FJ ) =

∑ seluruh stasiun sensus

frekuensi suatu jenis

Frekuensi relatif ( FR ) =

X 100 %

frekuensi seluruh jenis

d. Dominansi

Menentukan jenis burung yang dominan di dalam kawasan penelitian, ditentukan dengan menggunakan rumus menurut Helvoort (1973):

ni Di = X 100 %

Keterangan: Di = indeks dominansi suatu jenis burung’ ni = jumlah individu suatu jenis N = jumlah individu dari seluruh jenis Kriteria: Di = 0-2% jenis tidak dominan Di = 2-5% jenis sub dominan Di = > 5% jenis dominan

e. Indeks Kesamaan Jenis Burung

Komunitas tumbuhan sangat mempengaruhi komposisi jenis burung dalam suatu komunitas. Indek kesamaan jenis (Similarity index) digunakan untuk mengukur perubahan komposisi P. Burung dan P. Geleang. Indeks similaritas yang digunakan adalah indeks similaritas Jaccard (Magguran, 1998) :

Indeks similarita s j Jaccard ( IS ) = x 100 %

Keterangan: SI = Indeks similaritas j = jumlah jenis yang terdapat pada kedua komunitas yang dibandingkan

a = jumlah jenis pada komunitas A

b = jumlah jenis pada komunitas B

2. Analisa Data Vegetasi

a. Tingkat Penggunaan Jenis Tumbuhan

Nilai ini digunakan untuk mengetahui pemanfaatan vegetasi oleh burung, menggunakan rumus modifikasi dari frekuensi (Darmawan, 2006)

St

Fungsi tumbuhan ( FT ) =

x 100 %

Sp

Keterangan: Ft

= Fungsi tumbuhan bagi burung St

= Jumlah jenis burung yang menggunakan vegetasi Sp

= Jumlah keseluruhan jenis burung yang ada di lokasi penelitian

b. Profil Vegetasi

Pembuatan profil habitat dengan menggunakan plot berukuran 40m

X 20m. Data yang diambil adalah: kedudukan vegetasi, penutupan tajuk, arah tajuk, tinggi tajuk, tinggi bebas batang cabang, dan diameter batang setinggi dada. Profil habitat bermanfaat untuk pemodelan penggunaan ruang habitat secara vertikal oleh burung.

Analisis penggunaan ruang oleh burung pada stratifikasi tajuk (Gambar 2), dilakukan secara diskriptif kualitatif yaitu dengan melihat hubungan antara tajuk vegetasi dengan kehadiran burung. Analisa ini digunakan untuk melihat jenis-jenis burung yang menggunakan strata tajuk vegetasi tertentu.

Tanah dan tumbuhan bawah

Gambar 2. Klasifikasi strata tajuk pohon secara vertikal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kekayaan Jenis

Penelitian burung di P. Geleang dan P. Burung dilakukan sebanyak tiga periode. Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2006, November 2006 dan Juni 2007 untuk mengakomodasi perbedaan musim (musim kemarau dan musim penghujan) serta musim migrasi burung. Hasil pengamatan dianalisa secara terpisah berdasarkan periode waktu penelitian.

Di P. Geleang tercatat sebanyak 18 jenis burung (species) dari 11 suku (familia) dan 6 bangsa (ordo) (Tabel 1). Berdasarkan penggolongannya, burung- burung yang ditemui sebagian besar merupakan burung terestrial (landbirds), kecuali Famili Ardeidae merupakan burung air (waterbirds) dan famili Laridae merupakan burung laut (seabirds). Dari 18 jenis yang teramati, 9 diantaranya merupakan burung dilindungi Undang–undang. Burung–burung tersebut adalah Nectarinia jugularis, Egretta garzetta, Egretta sacra, Todirhampus chloris, Haliaeetus leucogaster, Accipiter sp., Sterna anaethetus, Sterna sumatrana dan Sterna bergii. Satu jenis yang dilindungi dan termasuk daftar CITES Apendiks II adalah Haliaeetus leucogaster. Pada umumnya burung–burung penghuni P. Geleang merupakan jenis burung penetap (residen) kecuali Accipiter sp. yang diduga kuat sebagai burung migran. Pendugaan jenis Accipiter sp. sebagai burung migran berdasar pada fakta-fakta berikut ini: burung tersebut hanya terbang melintasi P. Geleang dan tidak menempati P. Geleang, jenis ini tidak dijumpai pada periode sebelum dan sesudah perjumpaan dan hanya dijumpai pada satu Di P. Geleang tercatat sebanyak 18 jenis burung (species) dari 11 suku (familia) dan 6 bangsa (ordo) (Tabel 1). Berdasarkan penggolongannya, burung- burung yang ditemui sebagian besar merupakan burung terestrial (landbirds), kecuali Famili Ardeidae merupakan burung air (waterbirds) dan famili Laridae merupakan burung laut (seabirds). Dari 18 jenis yang teramati, 9 diantaranya merupakan burung dilindungi Undang–undang. Burung–burung tersebut adalah Nectarinia jugularis, Egretta garzetta, Egretta sacra, Todirhampus chloris, Haliaeetus leucogaster, Accipiter sp., Sterna anaethetus, Sterna sumatrana dan Sterna bergii. Satu jenis yang dilindungi dan termasuk daftar CITES Apendiks II adalah Haliaeetus leucogaster. Pada umumnya burung–burung penghuni P. Geleang merupakan jenis burung penetap (residen) kecuali Accipiter sp. yang diduga kuat sebagai burung migran. Pendugaan jenis Accipiter sp. sebagai burung migran berdasar pada fakta-fakta berikut ini: burung tersebut hanya terbang melintasi P. Geleang dan tidak menempati P. Geleang, jenis ini tidak dijumpai pada periode sebelum dan sesudah perjumpaan dan hanya dijumpai pada satu

20 Jumlah jenis

Nov-0 6 Juni 2007

periode pe neli tian

Gambar 3. Grafik Jumlah Jenis dan Jumlah Individu Setiap Periode Penelitian di P. Geleang

Setiap periode penelitian di P. Geleang selalu mendapatkan jumlah jenis yang sama sebanyak 10 jenis (Gambar 3). Meskipun demikian, komposisi jenis dan jumlah individu berbeda pada setiap periode penelitian. Diantara jenis-jenis burung yang ditemui, hanya enam jenis yang selalu ditemui dalam setiap periode penelitian. Jenis-jenis tersebut adalah Artamus leucorhynchus, Zosterops chloris, Nectarinia jugularis, Haliaeetus leucogaster, Todirhampus chloris, dan Butorides striatus. Dengan melihat kehadiran jenis burung pada tiap periode, tidak semua jenis burung benar-benar menetap di P. Geleang. Enam jenis burung yang selalu

habitat dalam arti habitat sebagai tempat tinggal, tempat bersarang, tempat mengasuh anak-anaknya serta tempat mencari makan. Hal ini terkait dengan pembagian relung dalam suatu komunitas. Agar jenis-jenis burung dapat hidup bersama dalam suatu habitat maka perlu pembagian relung yang jelas, meliputi: jenis makanan, tempat mencari makan hingga pembagian ruang habitat serta penggunaan tajuk vegetasi. Keberadaan Haliaeetus leucogaster yang bersarang di tajuk atas dan hampir menguasai seluruh tajuk atas di P. Geleang sangat menentukan komposisi penyusun jenis burung di P. Geleang. Kebanyakan jenis penetap P. Geleang adalah jenis burung penghuni tajuk bawah antara lain: Todirhampus chloris dan Nectarinia jugularis serta burung-burung penghuni semak dan tanah antara lain: Zosterops chloris dan Butorides striatus. Satu jenis burung penghuni tajuk atas yang mampu berbagi ruang habitat dengan Haliaeetus leucogaster adalah Artamus leucorhynchus. Burung ini adalah salah satu jenis burung yang sangat kuat dalam mempertahankan wilayah teritorinya. Jika merasa terancam karena kehadiran jenis burung lain dalam wilayah teritorinya, burung ini dengan agresif akan mengusir jenis burung lain yang mencoba masuk dalam wilayah teritorinya.

Dua belas jenis burung yang hanya ditemui pada salah satu periode penelitian kemungkinan adalah burung pendatang di P. Geleang. Jenis burung- burung ini menggunakan P. Geleang pada waktu sementara untuk tempat istirahat atau tepat mencari makan. Ketidakhadiran burung dalam periode tertentu terkait dengan musim migrasi burung dan kebiasaan migrasi temporal burung dalam upaya mencari makan atau menghindari cuaca buruk. Pada periode November

2006 jumlah individu yang ditemui menunjukkan jumlah paling sedikit diantara periode lainya (Gambar 3). Hal ini dikarenakan pada bulan tersebut merupakan

0 musim kemarau. Suhu lingkungan berkisar antara 38 0 C hingga 40

C. Vegetasi P. Geleang yang didominasi alang-alang tidak menyediakan pakan yang cukup. Kondisi demikian mendorong burung untuk bermigrasi temporal ke pulau lain yang memiliki daya dukung lingkungan untuk kelanjutan hidupnya.

Penelitian burung di P. Burung mencatat sebanyak 15 jenis burung (spesies) yang ditemukan, dari 11 suku (familia) dan 8 bangsa (ordo) (Tabel 2). Berdasarkan penggolongannya 2 famili termasuk dalam burung air (waterbirds) yaitu famili Ardeidae dan Rallidae, 2 famili termasuk burung laut (seabirds) yaitu famili Laridae dan Fregatidae, sedangkan selebihnya merupakan burung terestrial (landbirds) . Tujuh jenis dari seluruh jenis yang ditemui merupakan burung yang dilindungi Undang–Undang. Burung–burung tersebut adalah Nectarinia jugularis, Egretta sacra, Todirhampus chloris, Accipiter sp., Caloenas nicobarica, Sterna sumatrana dan Sterna bergii. Satu jenis yang dilindungi dan termasuk daftar CITES Apendiks I adalah Caloenas nicobarica. Jenis burung migran yang ditemui di P. Burung adalah Accipiter sp. Burung ini hanya mengunjungi P. Burung dalam waktu sementara saja. Saat pengamatan Accipiter sp. terlihat hanya sebatas melintasi P. Burung, tidak terlihat singgah atau mencari makan.

Tabel 1. Jenis - Jenis dan Status Burung yang Ditemukan di P. Geleang

Status Status Ordo/Familia/Nama ilmiah

Perlindungan Tinggal Ordo 1 : Passeriformes Familia 1 : Nectariniidae

Nama daerah

1 Nectarina jugularis

Burung madu sriganti

A, B, C, E R

Familia 2 : Pachycephalidae

2 Artamus leucorhyncus

Kekep babi

tdl

Familia 3 : Zosteropidae

3 Zosterops cloris

Kacamata laut

tdl

Familia 4 : Muscicapidae

4 Rhinomyias umbratilis

R 5 Rhinomyias olivacea

Sikatan rimba dada kelabu

tdl

Sikatan rimba dada coklat

tdl

Familia 5 : Silviidae

6 Orthotomus ruficeps

Cinenen kelabu

tdl

R Familia 6 : Hirundinidae

7 Hirundo tahitica

Layang-layang batu

tdl

Ordo 2 : Ciconiformes Familia 7 : Ardeidae

A, B, C R 9 Egretta sacra

8 Egretta garzetta

Kuntul kecil

A, B, C R 10 Butorides striatus

Kuntul karang

Kokokan laut

tdl

Ordo 3 : Coraciiformes Familia 8 : Alcedinidae

11 Todirhampus chloris

Cekakak sungai

A, B, C R

Ordo 4 : Falconiformes Familia 9 : Accipitridae

12 Haliaeetus leucogaster

A, B, C, D, F R 13 Accipiter sp.

Elang laut perut putih

Elang alap

A, B, C, D M

Ordo 5 : Columbiformes Familia 10 : Columbidae

R 15 Ducula bicolor

14 Ducula rosacea

Pergam katanjar

tdl

Pergam laut

tdl

Ordo 6 : Charadiiformes Familia 11 : Laridae

16 Sterna anaethetus

A, B, C R 17 Sterna sumatrana

Dara laut batu

A, B, C R 18 Sterna bergii

Dara laut tengkuk hitam

Dara laut jambul

A, B, C R

Keterangan: tdl = tidak dilindungi

A = UU RI No 5 Th. 1990 (Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem) B = PP No 7 Tahun 1999 (Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa) C = PP No 8 Tahun 1999 (Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar) D = SK No 412/Kpts/Um/8/8/1970 E = SK Menteri Pertanian No. 66/Kpts/Um/2/1979 F = CITES Apendiks II

R = Residen (penetap)

Berbeda dengan P. Geleang, penelitian burung di P. Burung menemukan jumlah jenis, jumlah individu dan komposisi jenis yang selalu berbeda pada setiap periode penelitian. Jumlah jenis terbanyak ditemui pada periode Juni 2007 sebanyak 10 jenis burung. Pada periode Juni 2006 ditemukan sebanyak 9 jenis burung, sedangkan jumlah jenis paling sedikit ditemui pada periode November 2006 sebanyak 8 jenis burung. Jumlah individu terbanyak ditemui pada periode Juni 2006 sebanyak 79 individu, sedangkan paling sedikit ditemui pada periode November 2006 sebanyak 46 individu (Gambar 4). Diantara jenis yang ditemui, hanya lima jenis yang selalu ditemui dalam setiap periode penelitian. Jenis-jenis tersebut adalah Nectarinia jugularis, Artamus leucorhynchus, Zosterops chloris, Egretta sacra dan Todirhampus chloris.

Jumlah jenis Jumlah individu

Juni 2006 November-0 6 Juni 2007

periode penel itia n

Gambar 4. Grafik Jumlah Jenis dan Jumlah Individu Setiap Periode Penelitian di P. Burung