PENELITIAN TENTANG DEPORTASI TKI

ABSTRAK

Penelitian Peran Pemerintah Daerah di Wilayah Perbatasan dalam Melindungi Warga Negara Indonesia yang Dideportasi bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola penanganan yang dilakukan oleh pemerintah daerah di wilayah perbatasan dalam melindungi WNI yang dideportasi; mengetahui bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan oleh pemerintah daerah dalam menangani WNI yang dideportasi; dan menginventarisir serta menganalisis kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam proses penanganan WNI yang dideportasi.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dimana pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur, dokumentasi, observasi, dan wawancara dengan para informan yang berasal dari Pemerintah Daerah, Kepolisian, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Rumah Sakit, BP3TKI, Tenaga Kerja Indonesia, serta lembaga swadaya masyarakat yang memberikan perhatian terhadap masalah Tenaga Kerja Indonesia. Lokus Penelitian ini dilaksanakan di empat wilayah penelitian, yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Sumatera Utara, dan Provinsi Kalimantan Timur.

Berdasarkan hasil analisis data dan informasi yang telah dilakukan, dapat diketahui beberapa hal, pertama: Pola penanganan WNI yang dideportasi oleh pemerintah daerah di wilayah perbatasan adalah bersifat koordinatif yakni melibatkan beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) untuk menangani para deportan. Namun dalam pelaksanaannya belum memperlihatkan kinerja yang maksimal karena kurangnya koordinasi di antara SKPD dan keterbatasan peranan SKPD dalam menangani para deportan. Kedua: Semua pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, atau kota) di empat wilayah penelitian, sudah membentuk ketentuan (keputusan Gubernur, Bupati atau Walikota) yang menjadi dasar hukum bagi tim Satgas dalam berkoordinasi menangani WNI yang dideportasi. Bentuk perlindungan terhadap hak-hak para deportan dalam proses deportasi, tidak ditegaskan dalam ketentuan tersebut namun hak-hak deportan terlindungi dari kewajiban-kewajiban atau Tugas Pokok dan Fungsi setiap SKPD di dalam tim Satgas yang menangani WNI yang dideportasi. Ketiga: kendala yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam proses penanganan WNI yang dideportasi adalah sebagian besar WNI atau TKI yang dideportasi adalah bukan merupakan warga di pemerintah daerah masing-masing. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam alokasi anggaran melalui APBD yang seharusnya diperuntukkan bagi warga daerah masing-masing. Beberapa SKPD mengungkapkan bahwa biaya operasional penanganan para deportan belum dapat didukung oleh anggaran setiap SKPD yang melekat pada Tupoksinya. Selain itu pemerintah daerah asal deportan tidak semua memiliki kepedulian terhadap warga daerahnya untuk memberi bantuan. Dalam hal pemberian fasilitas, sampai saat ini pemerintah daerah belum menyediakan tempat penampungan khusus bagi para deportan. Sedangkan dari sisi deportan, banyak yang ingin kembali bekerja di Malaysia, namun tidak memiliki dokumen keimigrasian karena sebagian besar paspor diambil oleh aparat Malaysia. Kondisi tersebut sering dimanfaatkan pihak pihak tertentu untuk mengirim mereka kembali ke Malaysia dengan cara ilegal.

Kata Kunci: Peran Pemerintah Daerah, Wilayah Perbatasan, Deportasi

KATA SAMBUTAN

Ketidaksiapan Pemerintah Indonesia dalam menghadapi pemulangan Warga Negara Indonesia yang dideportasi menimbulkan dampak terhadap HAM para deportan. Adanya akumulasi deportan yang masif di beberapa titik transit, berpotensi terjadi penelantaran dan kerawanan sosial serta pelanggaran HAM, apabila tidak dikelola dengan manajemen penanganan antisipasi deportasi yang komprehensif. Menghadapi rencana pemulangan WNI oleh negara tetangga, maka beberapa program jangka pendek harus dilakukan. Pemerintah pusat, pemerintah daerah debarkasi (daerah kedatangan atau daerah penerima) maupun pemerintah daerah asal harus berkoordinasi, membiayai, dan tidak saling melempar tanggung jawab dalam pemulangan WNI yang dideportasi. Antisipasi yang baik dari pemerintah pusat maupun daerah dalam memberikan perlindungan terhadap hak-hak warga negara yang dideportasi, diharapkan dapat benar- benar melindungi hak-hak warga negara dan juga sebagai upaya pencegahan agar warga negara yang menjadi TKI tidak terjerumus kembali pada masalah yang sama.

Mengingat pentingnya perlindungan HAM terhadap WNI yang dideportasi, maka Badan Penelitian dan Pengembangan HAM, Kementerian Hukum dan HAM telah melakukan Penelitian Peran Pemerintah Daerah di Wilayah Perbatasan dalam Melindungi Warga Negara Indonesia yang Dideportasi. Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana pola penanganan dan bentuk-bentuk perlindungan yang dilakukan pemerintah daerah khususnya di wilayah perbatasan dalam melindungi warga negara Indonesia yang dideportasi serta untuk menginventarisir kendala-kendala yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam memberikan perlindungan.

Akhirnya kami mengucapkan selamat kepada tim peneliti yang sudah menyelesaikan penelitian ini dan kepada pihak-pihak yang telah bersedia menjadi narasumber maupun yang telah membantu tim peneliti dalam pelaksanaan penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya kepada pemerintah daerah di perbatasan yang hendak merumuskan kebijakan dalam memberikan perlindungan Hak Asasi Manusia terhadap WNI yang dideportasi.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan HAM,

Prof. DR. Ramly Hutabarat, SH, M.Hum NIP 19530315 198503 1 001

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas tersusunnya laporan penelitian ini, dimana pada tahun 2010 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak-hak Sipil dan Politik, Badan Penelitian dan Pengembangan HAM, Kementerian Hukum dan HAM telah melakukan penelitian tentang Peran Pemerintah Daerah di Wilayah Perbatasan dalam Melindungi Warga Negara Indonesia yang Dideportasi.

Laporan akhir penelitian ini memuat pendahuluan, studi pustaka, hasil penelitian yang dilakukan di empat provinsi dengan melakukan wawancara mendalam dengan berbagai pihak terkait. Hasil wawancara selanjutnya dianalisis untuk menjawab perumusan masalah yang dituangkan dalam bab pendahuluan serta pada akhir laporan ini. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan maka dibuat kesimpulan dan saran-saran yang diharapkan akan menjadi salah satu bahan pertimbangan pimpinan dalam mengambil kebijakan terkait masalah perlindungan warga negara Indonesia yang dideportasi.

Penelitian ini dapat terselesaikan berkat kerjasama yang baik antara tim peneliti dengan berbagai pihak lainnya. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini, yaitu Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM di empat wilayah penelitian (Provinsi Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, dan Kalimantan Timur), para informan, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Kami menyadari bahwa penelitian ini masih memiliki kekurangan, untuk itu kami berharap adanya penelitian lanjutan oleh pihak lain yang dapat memperluas ruang lingkup dari topik penelitian ini.

Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan HAM, Kementerian Hukum dan HAM RI yang telah memberikan kepercayaan kepada tim untuk melaksanakan penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini memberikan manfaat bagi semua pihak

Jakarta, Desember 2010 Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak-Hak Sipil dan Politik,

Dr. Asep Kurnia NIP 19661119 198603 1 001

DAFTAR ISI

Abstrak Kata Sambutan Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Pelaksana Penelitian

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Identifikasi Masalah

C. Perumusan Masalah

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

E. Ruang Lingkup

F. Metode Penelitian

G. Kerangka Pemikiran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Perpindahan Penduduk (Migrasi) dalam Kerangka Hak Asasi Manusia dan Permasalahan Deportasi

B. Teori yang Berkaitan dengan Migrasi Penduduk

C. Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Penanganan WNI yang Dideportasi Khususnya bagi Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (dari Malaysia)

D. Tanggung Jawab Negara dalam Bidang Hak Asasi Manusia

BAB III HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian: Praktek-Praktek yang Dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam Melindungi WNI yang Dideportasi

1. Provinsi Kalimantan Barat

2. Provinsi Kepulauan Riau

3. Provinsi Sumatera Utara

4. Provinsi Kalimantan Timur

5. KJRI Johor Bahru dan KBRI Kuala Lumpur Malaysia

B. Hasil Analisis

1. Mandat yang Diberikan kepada Pemerintah Daerah dalam Perlindungan WNI yang Dideportasi

2. Praktek-praktek yang Dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam Melindungi WNI yang Dideportasi

3. Hak WNI yang Dideportasi dalam Perspektif HAM

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Daftar Pustaka Lampiran

DAFTAR TABEL

No. Tabel

Perihal 1.1 : Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia,

tahun 2004-2007 1.2 : Pemulangan TKI dari Malaysia Tahun 2008-2009 1.3 : Data Warga Negara Indonesia Yang Dideportasi Melalui Tempat

Pemeriksaan Imigrasi (TPI) di Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Sumatera Utara

3.1 : Kondisi Penempatan dan Pemulangan TKI 3.2 : Pemulangan Para Deportan oleh Dinas Sosial Pemprov. Kalbar 3.3 : Data Penempatan TKI Tahun 2004-2009 3.4 : Data Deportasi TKI-B/WNI-B Tahun 2004-2009 3.5 : Statistik Kantor Imigrasi Entikong Tahun 2008 3.6 : Statistik Kantor Imigrasi Entikong Tahun 2009 3.7 : Statistik Kantor Imigrasi Entikong Tahun 2010 3.8 : Rekapitulasi Pemulangan TKI dari Malaysia melalui Border PPLB

Entikong Tahun 2010 3.9 : Daftar Pemulangan WNI/TKI yang Dideportasi dari Serawak,

Malaysia Melalui Embarkasi Tebedu – Entikong Kabupaten Sanggau dari Bulan Januari s/d Desember 2009

3.10 : Daftar Pemulangan WNI/TKI yang Dideportasi dari Serawak, Malaysia Melalui Embarkasi Tebedu – Entikong Kabupaten Sanggau dari Bulan Januari s/d Mei 2010

3.11 : Daftar WNI Bermasalah dalam Penampungan Sementara LSM Anak Bangsa untuk Proses pemulangan ke daerah asal

3.12 : Rekapitulasi Data Jumlah TKIB dan Keluarganya Kota

Tanjungpinang Tahun 2004 s/d 2010 3.13 : Jumlah WNI yang Dideportasi oleh Pemerintah Malaysia Melalui

Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang Periode: 1 Januari 2003 s/d 21 Mei 2010

3.14 : Kegiatan Pelayanan Kesehatan TKIB Tahun 2008 s/d 2010 oleh

Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang 3.15 : Rekapitulasi Keberangkatan dan Kepulangan dari Bandara Polonia

Medan, Pelabuhan Belawan, dan Teluk Nibung Tanjung Balai Periode Januari s/d Desember 2009

3.16 : Rekapitulasi Keberangkatan dan Kepulangan dari Bandara Polonia Medan, Pelabuhan Belawan, dan Teluk Nibung Tanjung Balai Periode Januari s/d Agustus 2010

3.17 Pemulangan WNI dari Malaysia melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi Nunukan (Tahun 2005 – 2010)

3.18 Jumlah Pemulangan TKI dari Malaysia dan Pemulangan ke Daerah Asal

3.19 Jumlah Pemulangan TKI dari Malaysia 3.20 Kriteria WNI/TKI yang Dideportasi 3.21 Keterlibatan Instansi di Provinsi Kalimantan Barat dalam

Perlindungan WNI yang Dideportasi 3.22 Kendala yang dihadapi oleh Instansi di Provinsi Kalimantan Barat

dalam Perlindungan WNI yang Dideportasi 3.23 Keterlibatan Instansi di Provinsi Kepulauan Riau dalam

Perlindungan WNI yang Dideportasi 3.24 Kendala yang dihadapi oleh Instansi di Provinsi Kalimantan Barat

dalam Perlindungan WNI yang Dideportasi 3.25 Keterlibatan Instansi di Provinsi Sumatera Utara dalam

Perlindungan WNI yang Dideportasi 3.26 Kendala yang dihadapi oleh Instansi di Provinsi Sumatera Utara

dalam Perlindungan WNI yang Dideportasi 3.27 Keterlibatan Instansi di Provinsi Kalimantan Timur (Kabupaten

Nunukan) dalam Perlindungan WNI yang Dideportasi 3.28 Kendala yang dihadapi oleh Instansi di Provinsi Kalimantan Barat

dalam Perlindungan WNI yang Dideportasi 3.29 Peranan KJRI-JB dan KBRI-KL dalam Perlindungan WNI yang

Dideportasi 3.30 Kendala yang dihadapi oleh KJRI-JB dan KBRI-KL dalam

Perlindungan WNI yang dideportasi 3.31 Peran yang Dilakukan oleh Pemerintah Daerah di Wilayah

Perbatasan dalam Melindungi WNI yang Dideportasi

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar

Perihal

1.1 : Alur Pemikiran Penelitian

2.1 : Alur Pemulangan dan Penanganan TKIB/PMBS

3.1 : Alur Penanganan WNI/TKI-B yang akan Dideportasi dari

Johor ke Tanjungpinang

3.2 : Jenis Pengaduan yang masuk ke KBRI-KL

3.3 Daerah entry point dan asal TKIB

PELAKSANA PENELITIAN PERAN PEMERINTAH DAERAH DI WILAYAH PERBATASAN DALAM MELINDUNGI WARGA NEGARA INDONESIA YANG DIDEPORTASI

Koordinator : Ir. Ismardi Danardono Jati Pamungkas

(Plh. Kapuslitbang Hak-hak Sipil dan Politik)

Sekretariat : Citra Krisnawaty, SH

Peneliti : 1. Margaretha Hanita, SH, M.Si.

2. Ir. Ismardi Danardono Jati

Pamungkas

3. Fitriyani, SH, M.Si.

4. Dra. Betny H. Purba, M.Si.

5. Hidayat, S.IP.

6. Norma Doryana, SH

Pengolah Data

: Kuswardini

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya setiap Warga Negara Indonesia (WNI) berhak meninggalkan dan masuk kembali ke wilayah negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia). Hak ini merupakan salah satu hak atas kebebasan pribadi yang diatur dalam Pasal 12 Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik. Pada tataran hubungan dua negara seperti Indonesia dan Malaysia maupun dengan negara tetangga yang lain akan menimbulkan fenomena migrasi tenaga kerja. Adanya fenomena ini mengarahkan negara-negara untuk membuat peraturan khusus yang dirancang untuk menyediakan penyelesaian bagi permasalahan

yang berkaitan dengan gerak perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain. 1 Dengan demikian maka negara seharusnya siap untuk menerima kedatangan WNI yang

dideportasi dari negara tetangga. Negara kepulauan Republik Indonesia yang wilayahnya sebagian besar lautan dan hanya 36,6% daratan berupa rangkaian dari 17.508 pulau-pulau, membuat batas- batas antar wilayah kabupaten/kota dan provinsi di dalam negeri, maupun dengan

negara tetangga menjadi sangat “porous”, mudah ditembus dengan berbagai cara. 2 Perbatasan antara provinsi-provinsi di Pulau Sumatera dengan Singapura dan dengan

Semenanjung Malaysia yang melalui laut, sangat mudah ditembus. Demikian pula perbatasan antara provinsi di Kalimantan dengan Malaysia Timur (Serawak dan Sabah) mudah dilewati melalui “jalan-jalan tikus” dari Kalimantan Barat menuju Kuching, Serawak atau dari Kalimantan Timur menuju Tawau, Sabah. Demikian pula yang terjadi di perbatasan antara Papua dengan Papua New Guinea, yang memang secara tradisional kedua penduduk negara tersebut sering kali saling berkunjung sebagai saudara. Kota-

Hak Kebebasan Bergerak dan Berdiam dalam Peter Baerh, et . all., Inst rum en Internasional Pokok Hak- Hak Asasi M anusia, 2001, Jakart a, Yayasan Obor Indonesia, hlm. 216.

2 Laporan Tim Koordinasi Pem ulangan Tenaga Kerja Indonesia Berm asalah dan Keluarga dari M alaysia (TK-PTKIB) Tahun 2007, yang dikeluarkan oleh Kement erian Koordinat or Bidang Kesejahteraan Rakyat

t ent ang kinerja Tim Koordinasi Pem ulangan Tenaga Kerja Indonesia Berm asalah dan Keluarga dari M alaysia

dikutip dari ht t p:/ / 74.125.153.132/ search?q=cache:OP4z8 01IM J:w w w.dost oc.com / docs/ 2021296/ Kinerja- Tim - Koordinas Pem ulangan – Tenaga – Kerja - Indonesia -Berm asalah, hlm . 24.

sebagaim ana sebagaim ana

Tingkat “keporousan” perbatasan Indonesia dengan negara tetangga terungkap ketika pada tahun 2004 dan 2005 Pemerintah Malaysia memulangkan Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI) ke Indonesia secara besar-besaran, ternyata pada tahun-tahun berikutnya masalah PATI di Malaysia ini tidak berkurang, dan masih banyak PATI asal Indonesia yang akhirnya dideportasi ke daerah entry point terdekat. seperti Jakarta (DKI Jakarta), Semarang (Jawa Tengah), Surabaya (Jawa Timur), Pare-pare (Sulawesi

Selatan), Mataram (Nusa Tenggara Barat) dan Kupang (Nusa Tenggara Timur). 3 Kenyataan yang pahit memang menimpa para Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) di

Malaysia yang jumlahnya sekitar 600.000 pekerja asing dengan 70% di antaranya adalah TKI 4 . Banyaknya TKI yang mengadukan nasib di Malaysia memberikan dampak

positif dan negatif bagi kedua negara. Dampak positif adalah terpenuhinya kebutuhan kedua negara dalam hal ketenagakerjaan. Sementara dampak negatif dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama dari sudut pandang Pemerintah Malaysia, beberapa hal yang menjadi musuh utama di Malaysia saat ini adalah dadah (narkotika) dan Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI). Sedangkan dari sudut pandang Indonesia, tidak sedikit TKI yang bekerja di Malaysia mengalami berbagai macam permasalahan yang berdampak pada terganggunya hubungan bilateral kedua negara.

Pemerintah Indonesia baik pusat maupun daerah harus selalu siap apabila negara tetangga setiap saat melakukan deportasi terhadap WNI. Kesiapan ini selalu dituntut karena upaya pemerintah negara tetangga untuk mendeportasi WNI tidak akan berhenti sepanjang masih terdapat WNI ilegal di negara tetangga tersebut. Hal ini didasarkan pada sejarah hubungan antara negara Indonesia dengan negara-negara tetangga di wilayah perbatasan, dimana terjadi migrasi penduduk Indonesia ke negara-negara tetangga baik secara legal maupun ilegal untuk berbagai tujuan. Salah satu peristiwa yang menjadi catatan khusus dalam hubungan bilateral antara Indonesia dengan Malaysia misalnya adalah peristiwa Nunukan pada tahun 2002 yang dapat disebut sebagai tragedi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Malaysia.

3 Ibid. 4 Ibid., hlm . 34

Tragedi Nunukan dipicu dari ketidaksiapan pemerintah dalam menghadapi pemberlakuan Akta Imigresen 1154/2002 yang memaksa sekitar 400.000 buruh migran

Indonesia tak berdokumen dideportasi. 5 Nunukan sebagai wilayah di ujung utara Indonesia dan berbatasan langsung dengan Tawau, Sabah, Malaysia Timur secara tiba-

tiba harus menerima eksodus massal sekitar 350.000 buruh migran deportan dari Sabah. Dengan kapasitas pemerintahan setingkat kabupaten (bahkan sebelumnya hanya sebuah kota kecamatan) tentu saja Pemerintah Daerah Kabupaten Nunukan kewalahan untuk mengantisipasinya. Pada sisi lain, pemerintah pusat menganggap bahwa masalah tersebut adalah tanggung jawab sepenuhnya Pemerintah Daerah Nunukan. Kondisi inilah yang menyebabkan penelantaran yang berakibat fatal: paling tidak 85 deportan meninggal dan ribuan lainnya mengalami kelaparan dan penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).

Tiga tahun setelah peristiwa Nunukan, yaitu tepatnya pada tahun 2005 Pemerintah Malaysia kembali meminta para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal segera meninggalkan negaranya. Hal tersebut terkait dengan berakhirnya masa amnesti (pengampunan) yang diberikan Pemerintah Malaysia kepada para imigran gelap

tersebut pada 31 Januari 2005. 6 Mereka yang tidak memanfaatkan kesempatan meninggalkan Malaysia bisa dihukum lima tahun penjara atau dikenai denda sebelum

dideportasikan. Awalnya, amnesti bagi tenaga kerja ilegal dijadwalkan akan berakhir 31 Desember 2004, namun diperpanjang selama sebulan karena khawatir dapat memperburuk krisis kemanusiaan di Indonesia dan negara-negara lain yang pada saat itu dilanda gempa dan gelombang tsunami (26 Desember 2006). Meskipun tenggat waktu telah berakhir, namun belum ada tanda-tanda persiapan yang serius dari Pemerintah Indonesia. Menurut informasi dari beberapa pejabat pada waktu itu mengatakan bahwa amnesti bagi WNI yang bermasalah diperpanjang sampai waktu yang tidak ditentukan. Selama ini Pemerintah Malaysia dan Pemerintah Indonesia menganggap bahwa deportasi merupakan satu-satunya jalan bagi penyelesaian masalah

buruh migran tak berdokumen di Malaysia. 7 Dalam pelaksanaannya, deportasi ini meninggalkan persoalan yang tidak terselesaikan. Setiap kali rencana deportasi

5 Wahyu Susilo, Deport asi Buruh M igran Indonesia 2005 = Tragedi Nunukan Jilid II, dikut ip dari ht t p:/ / buruh migranberdaulat.blogspot .com / 2005/ 02/ deport asi-buruh-m igran-indonesia-2005.htm l, 11

Februari 2005. 6 Ibid.

7 Wahyu Susilo, Opsi At asi Buruh M igran Tak Berdokum en di M alaysia, Pem utihan Paspor dan Kontrak Kerja, dikut ip dari ht t p:/ / w ww 2.kom pas.com / kom pas-cet ak/ 0502/ 12/ opini/ 1552100.ht m , 12 Februari

dikemukakan, selalu muncul ketegangan hubungan diplomasi antara Indonesia dan Malaysia. Deportasi juga berpotensi atas terjadinya tindak kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia.

Rencana pendeportasian WNI dari Malaysia kembali muncul di penghujung tahun 2009 tepatnya setelah Hari Raya Idul Fitri. Kabar ini dapat dilihat melalui berbagai media, diantaranya adalah pernyataan yang mengutip pejabat KBRI di Kuala Lumpur, Amiruddin Pandjaitan, bahwa Pemerintah Malaysia segera mendeportasi 60 WNI setelah hari Idul Fitri sebab petugas imigrasi Malaysia baru mulai bekerja seminggu setelah lebaran karena sebagian besar petugas mengambil cuti lebaran. “Mereka (WNI) kini ditahan sementara di kantor imigrasi. Pemerintah Malaysia akan

membantu mendeportasi dengan segera setelah lebaran nanti”. 8 Ke-60 WNI itu ditangkap petugas Imigrasi Malaysia setelah secara ilegal meninggalkan Malaysia

menuju Indonesia dengan menggunakan kapal. “Jadi Pemerintah Malaysia, atau Imigrasi Malaysia tidak akan menggunakan prosedur normal dengan mengadili kemudian menahan mereka karena meninggalkan Malaysia secara ilegal. Jadi ini bantuan Pemerintah Malaysia. Setelah Idul Fitri, mereka akan segera dideportasi,” ungkap Amirudin. Selain itu, pejabat sementara pasukan gerakan marine (PGM) pelabuhan Klang, Nordin Osman mengatakan, 60 penumpang itu tidak mempunyai dokumen perjalanan (paspor) yang sah. Mereka terdiri dari 36 laki-laki, 17 perempuan berumur di bawah 45 tahun dan delapan kanak-kanak berusia antara satu bulan hingga

empat tahun. 9 Memasuki tahun 2010, tepatnya di pertengahan bulan Februari, kembali tersiar

kabar bahwa Pemerintah Malaysia akan menggelar operasi besar-besaran merazia pekerja asing ilegal. 10 Rencana ini patut dikhawatirkan, karena sedikitnya terdapat 2,2

juta TKI bekerja di Malaysia, dimana 1 juta diantaranya berstatus ilegal. Anggota DPR dari Fraksi PDI-P, Rieke Diah Pitaloka, menghimbau pemerintah tidak hanya mengantisipasi deportasi besar-besaran, tetapi juga mencegah pelanggaran HAM dan

penyelesaian hak-hak korban. 11 Menurut Rieke, rencana Pemerintah Malaysia dalam

8 “ WNI Ilegal Dideport asi M alaysia” , dikutip dari htt p:/ / m at anew s.com / 2009/ 09/ 19/ w ni-ilegal- dideport asi-m alasia/ , 19 Sept em ber 2009. Lihat juga “ Puluhan WNI Dideport asi Set elah Lebaran” ,

dikut ip dari ht t p:/ / m ediaindonesia.com / read/ 2009/ 09/ 09/ 96448/ 39/ 6/ Puluhan-WNI-Dideport asi- Set elah-Lebaran , t anggal 19 Sept em ber 2009.

9 Ibid.

10 Kom pas, 17 Februari 2010, “ Ant isipasi Nasib TKI, M alaysia Akan Gelar Razia Pekerja Asing Ilegal” , hlm . 18.

11 Kom pas, 18 Februari 2010, Penuhi Hak TKI Ilegal, M alaysia M engabaikan Deklarasi ASEAN, hlm . 18.

merazia TKI ilegal akan menimbulkan masalah besar karena sedikitnya terdapat 70.000 anak TKI di Malaysia Timur. Mereka hidup dengan akses pendidikan minim dan rentan terhadap pelanggaran HAM di areal terpencil. Rieke meminta pemerintah mengantisipasi anak-anak tersebut menjadi korban pelanggaran HAM karena harus kabur ke hutan mengikuti orangtua mereka bersembunyi dari razia.

Himbauan untuk memperhatikan hak-hak TKI ilegal yang akan dideportasi dari Malaysia juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, yang meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk menyiapkan langkah antisipasi razia agar

tidak melanggar hak asasi manusia para TKI (ilegal). 12 Berdasarkan pengalaman tahun 2003-2004, ribuan TKI merana saat proses deportasi massal pekerja ilegal.

Ketidaksiapan pemerintah menyebabkan ribuan TKI menumpuk di Nunukan, Kalimantan Timur. Lebih lanjut Anis mengatakan bahwa pemerintah harus lebih serius menghadapi razia terhadap pekerja asing ilegal di Malaysia pada saat ini. Beliau menyarankan pemerintah untuk mengoptimalkan kembali gugus tugas khusus penanganan deportasi tahun 2004 yang beranggotakan berbagai kementerian untuk menyiapkan penerimaan TKI ilegal yang dideportasi.

Gugus Tugas yang dimaksud oleh Anis tidak lain adalah Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK- PTKIB) yang dibentuk dengan Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 Tanggal 18 Oktober 2004. Gugus Tugas ini dibentuk untuk memberikan bantuan pemulangan kepada Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarganya (TKIB), dan mempersiapkannya kembali menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi persyaratan. Sejak tahun 2004, TK-PTKIB dengan Satgas dan Poskonya di daerah entry point telah memberikan layanan dengan sebaik-baiknya walaupun dengan dana operasional yang

terbatas. 13 Untuk meningkatkan pengawasan lalu lintas penduduk atau tenaga kerja yang akan melintas batas, Pemerintah Malaysia dan Indonesia pada tahun 2005 telah

membentuk Lembaga Pelayanan Satu Atap yang ditempatkan di 11 titik di daerah perbatasan Malaysia-Indonesia yaitu di Medan (Sumatera Utara), Tanjung Uban (Kepulauan Riau), Dumai (Riau), Entikong (Kalimantan Barat), dan Nunukan (Kalimantan Timur), juga di daerah lainnya seperti Jakarta (DKI Jakarta), Semarang (Jawa Tengah), Surabaya (Jawa Timur), Pare-pare (Sulawesi Selatan), Mataram (Nusa

12 Kom pas, 17 Februari 2010, loc.cit . 13 Laporan Tim Koordinasi Pem ulangan Tenaga Kerja Indonesia Berm asalah dan Keluarga dari M alaysia

(TK-PTKIB) Tahun 2007, loc. cit., hlm. iii.

Tenggara Barat) dan Kupang (Nusa Tenggara Timur). 14 Namun layanan Satu Atap ini tidak berjalan sebagaimana diharapkan. Pemulangan pendatang asing tanpa izin (PATI)

di Malaysia baik melalui program amnesti maupun deportasi telah berlangsung sejak tahun 2004, namun sampai sekarang masih tetap berlangsung karena lemahnya Pemerintah Malaysia menindak para majikan yang mempekerjakan TKI ilegal dan adanya aparat korup yang dengan bayaran tertentu telah membiarkan masuknya para pekerja ke Malaysia dengan status pelancong (visa kunjungan).

Berdasarkan data Kementerian Sosial, sepanjang tahun 2007 jumlah TKIB yang dipulangkan oleh Satgas PTKIB Daerah di seluruh Indonesia dan dilaporkan ke Kementerian Sosial sebanyak 36.315 orang. Jumlah TKI yang dipulangkan dari Malaysia selama kurun waktu 2004 sampai dengan 2007 dapat dilihat pada tabel

berikut. 15

Tabel 1.1

Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia Tahun 2004-2007

No. Tahun

TKIB (Orang)

Keterangan

TKIB amnesti dan deportasi 2. 2005

TKIB amnesti dan deportasi 3. 2006

TKIB deportasi 4. 2007

TKIB deportasi Sumber: Media Center KMK, 2004-2006, Depsos, 2008.

Jumlah tersebut belum termasuk TKIB yang pulang di luar yang dideportasi atau yang tidak tercatat karena pulang ke Indonesia melalui pelabuhan tradisional atau melalui jalur-jalur tikus yang banyak terdapat di daerah perbatasan. Sementara itu, Litbang Kompas mencatat jumlah TKI yang dipulangkan dari Malaysia selama kurun waktu 2008-2009, seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 1.2.

Pemulangan TKI dari Malaysia Tahun 2008-2009

No. Waktu Pemulangan

Jumlah

Keterangan

1. 18 Juni 2008 90 TKI ilegal asal Jawa Timur dipulangkan dari Malaysia 2. 16 Januari 2009

TKI dideportasi dari Malaysia terkait masalah perizinan. 3. 23 Februari 2009

29 TKI asal Lampung dideportasi dari Johor, Malaysia dengan status sebagai pendatang ilegal dan pelanggar ketentuan imigrasi.

14 Ibid. 15 Ibid.

Jumlah

Sumber: Litbang Kompas 16

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, mengatakan bahwa setiap hari ada deportasi TKI yang sudah selesai menjalani proses keimigrasian di Malaysia. Sebagian besar dari mereka pulang ke Indonesia lewat Pelabuhan

Tanjungpinang, Kepulauan Riau, dan Nunukan, Kalimantan Timur. 17 Persoalan deportasi muncul sebagai akibat dari ketidakcakapan Pemerintah

Indonesia dalam pengelolaan penempatan dan perlindungan buruh migran. 18 Besarnya biaya penempatan yang harus ditanggung calon buruh migran Indonesia membuat

mereka memilih cara ilegal untuk masuk ke negara tujuan seperti Malaysia misalnya. Selama pemerintah tidak mampu menyelesaikan persoalan krisis kesejahteraan dan penyediaan lapangan kerja di dalam negeri, nampaknya mencegah upaya migrasi tenaga produktif ke Malaysia merupakan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan. Ada beberapa

alasan 19 , pertama, Hak untuk tinggal dan bekerja dimanapun di muka bumi adalah hak asasi manusia yang harus dihormati dan dihargai. Kedua, secara geografis letak

Indonesia dan Malaysia sangat berdekatan, akses untuk dapat keluar masuk masing- masing negara terhitung sangat mudah dilakukan. Ketiga, permintaan tenaga kerja murah untuk bekerja di Malaysia masih sangat tinggi.

Faktor lain terjadinya deportasi terhadap WNI oleh negara tetangga seperti Malaysia menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalimantan Barat, Maksum Jauhari adalah akibat masalah keimigrasian. "Ada yang sudah bekerja dengan izin resmi namun tidak pulang ke Indonesia sewaktu masa

kontraknya habis". 20 Maksum Jauhari menyebutkan bahwa Disnakertrans Kalimantan Barat mencatat hingga September 2008 sebanyak 1.796 Warga Negara Indonesia (WNI)

yang bermasalah terutama dari Malaysia telah dideportasi. WNI pria lebih mendominasi yakni 1.413 orang dan wanita 383 orang. Angka tersebut masih lebih rendah dibanding tahun 2007 yakni 2.068 orang yang terdiri dari 1.659 pria dan 409 wanita. Selanjutnya ia juga mengatakan bahwa menjelang Idul Fitri terjadi peningkatan WNI yang dideportasi melalui Kalimantan Barat dibanding bulan sebelumnya. Sumber data lain yaitu yang berasal dari Kantor Imigrasi Entikong menyebutkan, pada bulan Maret 2008

16 Kom pas, 17 Februari 2010, op. cit . 17 Ibid.

M alaysia, dikutip dari ht t p:/ / t hepurple.not es.m ultiply.com / journal/ it em / 9/

18 Lagi-(lagi) Soal

Deport asi

Buruh

M igran

Indonesia

di

19 Ibid. 20 1.796 WNI Dideport asi dari M alaysia, dikut ip dari ht t p:/ / ww w .kapanlagi.com / h/ 0000252108-ht ml 19 Ibid. 20 1.796 WNI Dideport asi dari M alaysia, dikut ip dari ht t p:/ / ww w .kapanlagi.com / h/ 0000252108-ht ml

PPLB Entikong pada tahun 2008 mencapai 535 orang. WNI yang dideportasi dari Malaysia melalui PPLB Entikong tahun sebelumnya 1.482 orang. Selain itu, tahun 2007 terdapat 21 WNI dideportasi dari Brunei Darussalam melalui PPLB Entikong. Kepala Kantor Imigrasi Entikong Sugeng Harjanto mengatakan bahwa ”Imigrasi hanya meneliti apakah mereka warga Indonesia atau tidak. Pemulangan ke daerah asal bukan

kewenangan imigrasi,” 22 . Pertanyaan yang dapat dikemukakan kemudian adalah bagaimana penanganan selanjutnya terhadap WNI yang dideportasi tersebut setelah

selesai menjalani pemeriksaan di kantor Imigrasi. Anggota DPRD Kalimantan Barat Daerah Pemilihan Kabupaten Sanggau, Katharina Lies, mengatakan, WNI yang dideportasi dan terlantar itu berpotensi dimanfaatkan penyalur tenaga kerja ilegal di

Entikong. 23 Mereka akan mencoba merekrut dan memasukkan deportan kembali ke Malaysia melalui jalur tidak resmi atau yang sering disebut ”jalan tikus”.

Penyebab terjadinya deportasi terhadap WNI di wilayah perbatasan tidak hanya disebabkan adanya WNI yang ingin bekerja di negara tetangga dengan tujuan memperoleh kehidupan ekonomi yang lebih baik. Faktor politik dapat juga menyebabkan deportasi terhadap WNI. Contohnya adalah adanya sejumlah WNI yang dideportasi Pemerintah Timor Leste di wilayah perbatasan Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Mereka adalah 61 Warga Negara Indonesia yang terdiri dari 15 kepala keluarga. Warga Indonesia yang sebagian besar beragama Islam ini dideportasi karena menolak menjadi warga negara Timor Leste. Sebagian lainnya, tidak memiliki

dokumen keimigrasian yang sah. 24 Menghadapi rencana pemulangan WNI oleh negara tetangga maka beberapa

program jangka pendek harus dilakukan. Pemerintah pusat, pemerintah daerah debarkasi (daerah kedatangan atau daerah penerima) maupun pemerintah daerah asal harus berkoordinasi, membiayai, dan tidak saling melempar tanggung jawab dalam pemulangan WNI yang dideportasi. Adanya akumulasi deportan yang masif di beberapa titik transit juga akan terjadi penelantaran dan potensi kerawanan sosial dan pelanggaran

Ent ikong, dikut ip dari ht t p:/ / w w w .cet ak.kom pas.com / read/ xml/ 2008/ 03/ 22/ 01444227/ , 22 M aret 2008.

21 WNI yang

Berm asalah

Terlant ar

di

22 Ibid. 23 Ibid.

24 61 WNI yang Dideport asi Dari Tim or Lest e Sampai di Perbat asan, dikut ip dari ht t p:/ / t em pointeraktif .com / hg/ nusa/ 2004/ 11/ 30/ brk , 20041130-24,id,ht m l, 30 Novem ber 2004.

HAM (seperti yang terjadi di Nunukan) apabila tidak dikelola dengan manajemen penanganan antisipasi deportasi yang komprehensif.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka terdapat beberapa masalah yang dapat diidentifikasi berkaitan dengan perlindungan WNI yang dideportasi melalui wilayah perbatasan yaitu:

1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah saling melempar tanggung jawab dalam penanganan WNI yang dideportasi.

2. Belum adanya koordinasi yang dilakukan oleh instansi-instansi terkait di wilayah perbatasan dalam menangani WNI yang dideportasi.

3. Belum adanya kejelasan kewenangan antara pemerintah daerah penerima deportan dengan pemerintah daerah dimana deportan berasal dalam pemulangan WNI yang dideportasi.

4. WNI yang dideportasi dan terlantar berpotensi dimanfaatkan penyalur tenaga kerja ilegal untuk mengirimkan kembali secara ilegal ke negara tujuan.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pola penanganan yang dilakukan oleh pemerintah daerah di wilayah perbatasan dalam melindungi WNI yang dideportasi?

2. Bagaimana bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan oleh pemerintah daerah dalam menangani WNI yang dideportasi?

3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam proses penanganan WNI yang dideportasi?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dilakukannya kegiatan penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan penelitian yaitu:

1. Untuk mendapatkan gambaran dan menganalisis pola penanganan yang dilakukan oleh pemerintah daerah di wilayah perbatasan dalam melindungi WNI yang dideportasi.

2. Untuk mendapatkan gambaran dan menganalisis bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan oleh pemerintah daerah dalam menangani WNI yang dideportasi.

3. Untuk menginventarisir dan menganalisis kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam proses penanganan WNI yang dideportasi.

Sedangkan manfaat penelitian ini dapat dibagi menjadi manfaat akademis dan praktis. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan literatur dalam memperkaya ilmu pengetahuan di bidang ilmu-ilmu sosial. Secara praktis, manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tersusunnya rekomendasi dalam membuat kebijakan tentang upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah di wilayah perbatasan dalam melindungi WNI yang dideportasi.

2. Tersusunnya laporan penelitian yang berisi tentang pola penanganan yang dilakukan oleh pemerintah daerah di wilayah perbatasan dalam melindungi WNI yang dideportasi, bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan oleh pemerintah daerah dalam menangani WNI yang dideportasi dan inventarisasi kendala- kendala apa saja yang dihadapi dalam proses penanganan WNI yang dideportasi. Dari laporan penelitian ini kemudian akan disusun mekanisme perlindungan hak asasi manusia bagi WNI yang dideportasi.

E. Ruang Lingkup

Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Substansi penelitian adalah pembahasan tentang pola penanganan yang dilakukan oleh pemerintah daerah di wilayah perbatasan dalam melindungi WNI yang dideportasi, bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan oleh pemerintah daerah dalam menangani WNI yang dideportasi dan inventarisasi kendala- kendala apa saja yang dihadapi dalam proses penanganan WNI yang dideportasi.

2. Wilayah penelitian meliputi Provinsi Kepulauan Riau (Kota Tanjungpinang), Kalimantan Barat (Entikong-Kabupaten Sanggau), Kalimantan Timur (Kabupaten Nunukan), dan Sumatera Utara (Kota Medan). Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada daerah-daerah perbatasan yang menjadi wilayah penerima para WNI yang dideportasi. Wilayah-wilayah ini merupakan daerah 2. Wilayah penelitian meliputi Provinsi Kepulauan Riau (Kota Tanjungpinang), Kalimantan Barat (Entikong-Kabupaten Sanggau), Kalimantan Timur (Kabupaten Nunukan), dan Sumatera Utara (Kota Medan). Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada daerah-daerah perbatasan yang menjadi wilayah penerima para WNI yang dideportasi. Wilayah-wilayah ini merupakan daerah

2004 dengan keterangan sebagai berikut: 25

a. Kepulauan Riau Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau merupakan entry point terdekat untuk menerima TKIB deportan dari Johor Bahru Malaysia. Satgas PTKIB Tanjungpinang melaporkan bahwa sebagai dampak kebijakan Pemerintah Malaysia yang memusatkan pendeportasian PATI asal Indonesia di Semenanjung Malaysia dilakukan via Johor Bahru ke Tanjungpinang, selama tahun 2007 telah menerima TKIB dari Johor Bahru, menampung dan memberangkatkan TKIB tersebut ke daerah asal yang jumlahnya mencapai 34.845 orang.

b. Kalimantan Barat Entikong adalah Pos Lintas Batas RI-Malaysia yang ada di Kab. Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat, yang secara geografis berbatasan langsung dengan Malaysia (Serawak) dengan panjang perbatasan ± 800 km. Di sepanjang perbatasan tersebut terdapat tiga pintu gerbang resmi Pos Lintas Batas, dan 64 jalan tikus yang memungkinkan untuk masuk keluarnya TKI ilegal dan juga untuk jalur perdagangan orang (trafficking in persons). PATI asal Indonesia yang ada di Serawak dideportasi oleh Pemerintah Malaysia ke wilayah Indonesia melalui Entikong yang dapat ditempuh dengan jalan darat sejauh 330 km dari Pontianak. Mengingat bahwa Kalimantan Barat juga merupakan daerah transit masuknya Tenaga Kerja Indonesia dari luar Kalimantan Barat ke Serawak Malaysia, maka Satgas PTKIB dibentuk di Pontianak dan membentuk Posko di Entikong untuk menangani pemulangan TKI bermasalah. Selama tahun 2007, Satgas PTKIB Kalimantan Barat telah membantu pemulangan TKIB sebanyak 2.000 orang (per 6 Desember 2007), yang berasal dari Kalimantan Barat 1.227 orang dan yang berasal dari luar Kalimantan Barat sebanyak 773 orang.

c. Kalimantan Timur

25 Laporan Tim Koordinasi Pem ulangan Tenaga Kerja Indonesia Berm asalah dan Keluarga dari M alaysia (TK-PTKIB) Tahun 2007, loc. cit., hlm. 37-54.

Nunukan adalah Pos Lintas Batas RI-Malaysia yang ada di Kab. Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur, yang secara geografis berbatasan langsung dengan Malaysia (Sabah). Selama tahun 2007 (November), Satgas PTKIB telah membantu memproses paspor dan dokumen yang diperlukan untuk TKI sebanyak 68.638 orang, dan telah membantu menangani TKIB deportan sebanyak 5.589 orang. Dari jumlah tersebut hanya 88 orang yang mau pulang ke daerah asalnya, selebihnya memilih tinggal di Nunukan dan berupaya untuk dapat kembali masuk dan bekerja di Malaysia mengadu nasib mencari peruntungannya. Sebagaimana karakter orang Sulawesi, jika telah menyatakan ingin keluar dari daerahnya dan telah dilepas secara adat, mereka enggan kembali ke daerah asal jika dinilai belum berhasil.

d. Sumatera Utara Medan adalah exit dan entry point bagi pengiriman TKI dan penerimaan TKIB dari Malaysia, yang berasal dari Sumatera Utara dan dari daerah lain. Maraknya pengiriman TKI melalui Medan dapat diindikasikan dari adanya 12 Perusahaan Pengerah TKI Swasta (PPTKIS) dan 65 Cabang PPTKIS di Medan. Untuk menangani pemulangan TKIB, dibentuk Satgas PTKIB Medan dan Posko PTKIB di Pelabuhan Belawan, yang untuk tahun 2007 telah mendapat dukungan dana operasional dari APBD. TKIB deportan asal Sumatera Utara, dipulangkan dari Malaysia ke Medan melalui Tanjungpinang. Selain sebagai tempat pemberangkatan TKI legal dan prosedural, Medan juga dikenal sebagai tempat pemberangkatan TKI non- prosedural karena banyak WNI yang bermaksud bekerja ke luar negeri menggunakan visa kunjungan sementara, dan bahkan TKI ilegal tanpa dokumen, baik yang berasal dari Sumatera Utara maupun dari daerah lain. Sering terjadi pengiriman TKI yang masih di bawah umur (kurang dari 21 tahun).

Banyaknya pergerakan WNI ke luar negeri terutama Malaysia dan proses deportasi WNI melalui perbatasan juga dapat dilihat melalui data yang dikeluarkan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM di empat provinsi tersebut, sebagaimana dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1.3

Data Warga Negara Indonesia Yang Dideportasi Melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) di Kepulauan Riau, Kalimantan Barat,Kalimantan Timur dan Sumatera Utara

TAHUN

NO. PROVINSI

32.710 102.505 (Data pertanggal 25

1 Kepulauan Riau

Sri Bintan Pura

Januari 2010 dari Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Kepri)

2 Kalimantan Barat

2.469 8.041 (Data pertanggal 19 Januari 2010 dari Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Kalbar)

6 2 1 9 (Data pertanggal 27

3 Kalimantan Timur

Samarinda

1 - 1 Januari 2010 dari Kanwil

Balikpapan

Kementerian Hukum dan

8 13 HAM Provinsi Kalimantan

1.179 3.269 (Data pertanggal 3

4 Sumatera Utara

Kanim Polonia

Februari 2010 dari Kanwil Kementerian Hukum dan

29 94 100 223 HAM Provinsi Sumut)

Kanim Belawan

Kanim Tj.Balai

Sumber: Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Sumatera Utara.

3. Pelaksanaan penelitian pada setiap provinsi akan dilakukan oleh tiga orang selama 10 hari. Penelitian ini akan dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak-Hak Sipil dan Politik, Badan Penelitian dan Pengembangan HAM. Tim Pelaksana Penelitian terdiri dari satu orang koordinator, satu orang sekretaris, enam orang peneliti, dan satu orang pengolah data.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelitian deskriptif-analitis. Metode deskriptif adalah metode penelitian untuk meneliti status sekelompok manusia, objek, kondisi, sistem pemikiran atau peristiwa pada masa sekarang. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki, dengan cara mengumpulkan data-data yang diperoleh untuk

kemudian dianalisis. 26 Menurut Whitney 27 metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan

interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi- situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Dalam metode deskriptif peneliti bisa membandingkan fenomena-fenomena tertentu sehingga merupakan suatu studi komparatif. Adakalanya peneliti membuat klasifikasi, serta penelitian terhadap fenomena-fenomena tertentu dengan menetapkan standar atau norma tertentu sehingga metode deskriptif ini juga dinamakan survei normatif.

Metode deskriptif juga meneliti kedudukan (status) fenomena atau faktor dan melihat hubungan antara satu faktor dengan faktor yang lain. Hal ini menyebabkan, studi deskriptif juga disebut studi kasus.

2. Metode Analisa Data Penelitian memilih studi kasus dalam metode analisa datanya. Metode Analisis Studi Kasus adalah metode analisis tentang status subyek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan

personalitas (Maxfield, 1930). 28 Subjek penelitian bisa berupa individu, kelompok, lembaga maupun masyarakat. Peneliti ingin mempelajari secara

intensif latar belakang dan interaksi lingkungan unit-unit sosial yang menjadi subyek.

26 Jenis-Jenis Penelitian, Bahan Kuliah Kelim a M et odologi Penelit ian, Dr. R.I. Wahono, Program Pasca Sarjana UI, Pengkajian Ket ahanan Nasional, 2000.

27 F.L. Whit ney, The Element s of Research, Prent ice Hall Inc., New York, 1960, h. 204. 28 F.N. M axfield, The Case Study, hal. 117-123, dalam M oh. Nazir PhD, M etode Penelitian, Ghalia

Indonesia, Jakart a, 2003, h. 66. Baca juga J. Nisbet dan J. Wat t , St udi Kasus, Sebuah Panduan Praktis,

disadur oleh L. Wilardjo, 1994.

Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter yang khas dari kasus, atau status dari individu yang kemudian dari sifat-sifat khas tadi akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Studi kasus lebih menekankan mengkaji

variabel yang cukup banyak pada jumlah unit yang kecil. 29

3. Data Penelitian Data dalam penelitian ini bersumber pada data primer 30 dan data

sekunder 31 . Data primer berupa hasil pengamatan yang diperoleh melalui

observasi langsung 33 dan informasi yang diperoleh melalui wawancara yang mendalam dengan beberapa tokoh dan pakar. Sumber informan dalam

penelitian ini berasal dari pemerintah daerah, kantor imigrasi, dinas sosial, BNP3TKI, dinas tenaga kerja, dinas perhubungan, dinas kesehatan, kepolisian, para deportan serta lembaga swadaya masyarakat yang memberikan perhatian terhadap permasalahan deportasi WNI. Sedangkan data sekunder berupa literatur baik dari buku, naskah ilmiah, laporan penelitian, artikel dari website dan lain-lain.

4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Wawancara

b. Observasi

c. Penelitian literatur

d. Penelitian dokumentasi Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian (terlampir).

29 Hal ini berbeda dengan m et ode survei di m ana peneliti cenderung mengevaluasi variabel yang lebih sedikit t et api dengan unit sam pel yang relat if besar.

30 Dat a primer merupakan sum ber-sumber ut am a, berupa bukt i at au saksi m at a ut am a. M isalnya: risalah rapat , keterangan saksi m at a at au pelaku, fot o-fot o dan sebagainya.

31 Dat a sekunder adalah dokum ent asi berupa cat at an tent ang adanya suat u peristiw a, at au cat at an yang bukan m erupakan dokum en asli. M isalnya peristiw a yang diket ahui dari surat kabar at au buku.

32 Pengum pulan dat a dengan observasi langsung at au dengan pengam at an langsung adalah cara pengam bilan dat a dengan m enggunakan m at a t anpa ada pert olongan alat st andar lain. Nazir, Loc.cit . h.

212. Baca juga Cl. Sellt iz et .al., Research M ethods in Social Relations, 1964, h. 200. 33 Yang dim aksud w aw ancara adalah proses memperoleh ket erangan unt uk t ujuan penelitian dengan

cara t anya jaw ab sambil bert at ap m uka ant ara peneliti dengan narasum ber at au responden dengan m enggunakan alat yang dinam akan int erview guide. Walaupun w aw ancara adalah proses percakapan yang berbentuk t anya jaw ab dengan t at ap m uka, waw ancara adalah suat u proses pengum pulan dat a unt uk suat u penelitian. Nazir, Loc.cit h. 234.

G. Kerangka Pemikiran