PENGEMBANGAN MODUL MATEMATIKA DENGAN PENERAPAN MASALAH SEHARI-HARI PADA MATERI EKSPONEN DAN LOGARITMA.
PENGEMBANGAN MODUL MATEMATIKA DENGAN
PENERAPAN MASALAH SEHARI-HARI PADA MATERI
EKSPONEN DAN LOGARITMA
SKRIPSI
Oleh
MAULIDA LIULIN NUHA NIM D04211029
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA
(2)
(3)
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi oleh :
Nama : Maulida Liulin Nuha
NIM : D04211029
Judul : Pengembangan Modul Matematika dengan Penerapan Masalah Sehari-hari pada Materi Eksponen dan Logaritma ini telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.
Surabaya, 23 Desember 2015 Pembimbing,
Maunah Setyawati, M.Si. NIP. 197411042008012008
(4)
(5)
PENGEMBANGAN MODUL MATEMATIKA DENGAN PENERAPAN MASALAH SEHARI-HARI PADA MATERI
EKSPONEN DAN LOGARITMA
Oleh : Maulida Liulin Nuha ABSTRAK
Salah satu bagian dari kemampuan matematika adalah memecahkan masalah. Untuk itu pemecahan masalah perlu dilatihkan kepada siswa. Disisi lain tersedianya bahan ajar yang mendukung hal tersebut saat ini masih kurang. Oleh karena itu seorang guru harus memiliki kemampuan dalam mengembangkan bahan ajar, salah satunya adalah modul. Modul merupakan suatu paket belajar yang berkenaan dengan satu unit bahan pelajaran. Dengan modul ini diharapkan siswa dapat belajar secara mandiri dengan waktu yang tidak terbatas serta melatihkan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari pada materi eksponen dan logaritma untuk siswa kelas X SMA/MA. Selain itu juga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tahapan dalam pengembangan modul dan bagaimana mengembangkan modul dengan kualitas yang ditentukan dari 3 kriteria, yaitu: kevalidan, kepraktisan dan keefektifan.
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang mengacu pada model pengembangan ADDIE. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X MIA 1 MAN Bangkalan yang berjumlah 32 siswa. Desain penelitian dalam uji coba yang dilakukan adalah one-shot case study. Instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara, lembar validasi dan kepraktisan, angket dan hasil belajar.
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain: analysis (analisis) meliputi kegiatan analisis situasi pembelajaran dan telaah kompetensi; desain
(perancangan) meliputi kegiatan merancang garis besar modul, pemilihan media, menentukan spesifikasi modul, merancang layout dan menyusun instrumen modul;
development (pengembangan) meliputi kegiatan validasi oleh 3 orang validator dan dilanjutkan dengan revisi; implementation (penerapan) meliputi kegiatan uji coba penerapan modul dalam proses pembelajaran matematika, dilanjutkan dengan pengisian angket diakhir pembelajaran; tahap terakhir adalah evaluation (evaluasi) meliputi kegiatan evaluasi terhadap hasil belajar dan respon siswa. Rata-rata total validasi 3,63 yang artinya valid, sehingga modul pembelajaran dapat dikatakan valid. Rata-rata total nilai para validator 108,67 dengan penilaian “B” yang berarti layak diujicobakan dengan sedikit revisi, sehingga modul pembelajaran dapat dikatakan praktis. Sedangkan Respon siswa dinyatakan positif dengan rata-rata total 3,1 dan tes hasil belajar siswa tergolong tuntas karena sudah memenuhi kriteria ketuntasan hasil belajar siswa secara individual dan klasikal dengan persentase 84,4%, sehingga modul pembelajaran dapat dikatakan efektif.
(6)
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Definisi Operasional ... 6
F. Batasan Penelitian ... 6
G. Sisteematika Pembahasan ... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9
A. Bahan Ajar ... 9
1. Pengertian Bahan Ajar ... 9
2. Jenis Bahan Ajar ... 10
3. Prinsip Pengembangan Bahan Ajar ... 10
B. Modul Pembelajaran ... 11
1. Pengertian Modul ... 11
2. Tujuan Modul ... 12
3. Jenis Modul ... 13
4. Kriteria Modul ... 13
5. Komponen Modul ... 15
6. Keuntungan Pengajaran Modul ... 17
7. Kekurangan Pengajaran Modul ... 18
C. Model Pengembangan Modul ... 18
D. Masalah Matematika ... 20
(7)
2. Pemecahan Masalah Matematika ... 21
3. Strategi Pemecahan Masalah ... 22
E. Pengembangan Modul Matematika dengan Soal Pemecahan Masalah ... 26
BAB III METODE PENELITIAN ... 27
A. Jenis Penelitian ... 27
B. Subjek dan Objek Penelitian ... 27
C. Prosedur Penelitian ... 27
D. Desain Penelitian ... 31
E. Teknik Pengumpulan Data ... 31
F. Teknik Analisis Data ... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 39
A. Analisis Data ... 39
1. Tahap dan Hasil Pengembangan Modul Pembelajaran 39
2. Kevalidan Hasil Pengembangan Modul ... 49
3. Kepraktisan Hasil Pengembangan Modul ... 53
4. Keefektifan Hasil Pengembangan Modul ... 54
B. Pembahasan ... 59
1. Proses Pengembangan Modul ... 56
2. Kevalidan Hasil Pengembangan Modul ... 60
3. Kepraktisan Hasil Pengembangan Modul ... 60
4. Keefektifan Hasil Pengembangan Modul ... 61
BAB V PENUTUP ... 63
A. Kesimpulan ... 63
B. Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 65
(8)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangPendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat menunjang pembangunan nasional. Untuk itu sudah sepatutnya pendidikan mendapat perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya. Peningkatan mutu pendidikan berarti meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Didalam upaya meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa, maka peningkatan mutu pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting disegala aspek kehidupan manusia1. Pada posisi ini peran guru sangat menentukan, sebab gurulah yang terlibat langsung dalam membina dan mengajar para siswa di sekolah melalui proses pembelajaran.
Mata pelajaran matematika merupakan salah satu bidang studi yang ada pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar (SD) sampai perguruan tinggi. Bahkan matematika diajarkan di taman kanak-kanak (TK) secara informal. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir dan berargumentasi. Kebutuhan akan aplikasi matematika saat ini dan masa depan tidak hanya untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi dalam dunia kerja dan untuk mendukung perkembangan ilmu pengetahuan2. Oleh karena itu, matematika sebagai ilmu dasar perlu dikuasai dengan baik oleh siswa. Akan tetapi bagi sebagian siswa, mata pelajaran matematika ini justru dianggap sebagai pelajaran yang abstrak dan membosankan.
Salah satu bagian dari kemampuan matematika adalah memecahkan masalah matematika. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran dan penyelesaian soal, siswa akan mendapatkan pengalaman menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang
1 Muhammad Isnaini. Pendidikan Sebagai Penentu Kualitas Bangsa, diakses dari
http://sumsel.kemenag.go.id/file/file/TULISAN/qzgb1327301598.htm, pada tanggal 15 April 2015.
2 Mia Gani. Meningkapkan Pemahaman Konsep KPK dan FPB Melalui Pendekatan Open Ended, diakses dari http://mia-gani.blogspot.co.id/2011/06/proposal-matematika.html pada tanggal 15 April 2015.
(9)
2
sudah dimiliki untuk diterapkan dalam pemecahan masalah sehingga siswa akan lebih analitik dalam mengambil keputusan3.
Untuk itu dalam pembelajaran matematika hendaknya mengutamakan pada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Dengan pemecahan masalah matematika ini siswa melakukan kegiatan yang dapat mendorong berkembangnya pemahaman dan penghayatan siswa terhadap prinsip, nilai dan proses matematika. Hal ini akan membuka jalan bagi tumbuhnya daya nalar, berpikir logis, sistematis, kritis dan kreatif.
Untuk memperoleh kemampuan dalam pemecahan masalah, seseorang harus memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan berbagai masalah. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang diberi banyak latihan pemecahan masalah memiliki nilai lebih tinggi dalam tes pemecahan masalah dibandingkan anak yang latihannya lebih sedikit4. Temuan ini telah banyak mengilhami penulis buku dan guru-guru dalam menyusun program pembelajaran pemecahan masalah matematika.
Disisi lain tersedianya buku yang berkualitas masih sangat kurang. Para pengarang buku teks kurang memikirkan bagaimana buku tersebut agar mudah dipahami oleh siswa. Kaidah-kaidah psikologi pembelajaran dan teori-teori desain suatu buku teks sama sekali tidak diaplikasikan dalam penyusunan buku teks5. Akibatnya, siswa sulit memahami buku yang dibacanya dan sering buku-buku teks tersebut membosankan. Gejala tidak efisien, tidak efektif dan kurang relevan tersebut tampak dari beberapa indikator seperti, kurangnya motivasi belajar siswa, penyelesaian tugas siswa tidak sesuai waktu yang ditentukan dan hasil tes siswa menunjukkan nilai yang rendah. Dengan kondisi pembelajaran yang demikian maka sulit diharapkan pencapaian tujuan pembelajaran secara optimal.
3Rofik Fahmi, Sripsi : “Profil Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Vii Mts Muhammadiyah 6 Karanganyar dalam Menyelesaikan Soal Bangun Datar”.
(Surakarta: UMS ETD-db, 2015), 1.
4 Muhammad Rizal Usman, Pendekatan Pemecahan Masalah Menurut Polya, diakses dari
: http://mureeuz88.blogspot.co.id/2010/12/pendekatan-pemecahan-masalah-menurut.html pada 17 April 2015.
5 Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Operasional (
(10)
3
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh guru adalah mengembangkan bahan ajar. Pengembangan bahan ajar penting dilakukan guru agar pembelajaran menjadi lebih efektif, efisien dan tidak melenceng dari tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran.
Bahan ajar dapat diartikan sebagai bahan-bahan atau materi pelajaran yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dikelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis6.
Bahan ajar sangat penting bagi guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Guru akan mengalami kesulitan dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran tanpa disertai bahan ajar yang lengkap. Begitu juga dengan siswa, tanpa adanya bahan ajar siswa akan mengalami kesulitan dalam belajarnya. Hal tersebut diperparah lagi jika guru dalam menjelaskan materi pembelajarannya cepat dan kurang jelas. Oleh karena itu bahan ajar merupakan hal yang sangat penting untuk dikembangkan sebagai upaya meningkatkan kualitas pembelajaran.
Modul merupakan suatu paket belajar yang berkenaan dengan satu unit bahan pelajaran. Siswa dapat belajar secara individual dalam waktu yang tidak terbatas. Siswa tidak dapat melanjutkan ke suatu unit pelajaran berikutnya sebelum menyelesaikan secara tuntas materi belajarnya. Selain itu, dengan modul siswa dapat mengontrol kemampuan dan intensitas belajarnya7.
Bahan ajar modul dengan penerapan masalah sehari-hari dapat dijadikan salah satu alternatif oleh guru dalam meningkatkan kemampuan berfikir kreatif dan matematis siswa. Setelah diterapkannya modul ini diharapkan siswa dapat memperoleh pengalaman baru, sehingga mendorong kemampuan pemecahan masalah yang sangat penting untuk pembelajaran matematika pada tahap selanjutnya dan dalam pemecahan masalah sehari-hari.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di MAN Bangkalan khususnya untuk pelajaran matematika di kelas X, bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran matematika berupa Lembar Kerja Siswa (LKS). Penggunaan LKS sebagai pendamping dalam pembelajaran matematika kurang dapat memenuhi
6 Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran. (Bandung: Rosda, 2012), 174. 7 Ibid, halaman 176.
(11)
4
kebutuhan siswa untuk mencapai kebutuhan belajar secara optimal. Misalnya ketika siswa membutuhkan pengantar pemahaman materi yang memerlukan penalaran, LKS tidak menyediakan ilustrasi ataupun permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. LKS hanya disajikan berupa ringkasan materi yang tentunya kurang cukup sebagai referensi pembelajaran matematika, sementara siswa membutuhkan pemaparan materi yang memungkinkan mencapai tujuan pembelajaran. Pengembangan sumber belajar matematika dengan penerapan masalah sehari-hari untuk siswa kelas X MAN Bangkalan belum dilaksanakan.
Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti termotivasi untuk mengembangkan sumber belajar yang dapat meminimalkan susana kurang kondusif dalam pembelajaran, berupa pengembangan modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari. Oleh karena itu peneliti mengambil judul: Pengembangan Modul Matematika dengan Penerapan Masalah Sehari-Hari Pada Materi Eksponen dan Logaritma.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas, disusun rumusan masalah :
1. Bagaimana tahap-tahap dalam pengembangan modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari pada materi eksponen dan logaritma?
2. Bagaimana kevalidan hasil pengembangan modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari pada materi eksponen dan logaritma?
3. Bagaimana kepraktisan hasil pengembangan modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari pada materi eksponen dan logaritma?
4. Bagaimana keefektifan hasil pengembangan modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari pada materi eksponen dan logaritma?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendeskripsikan tahap-tahap pengembangan modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari pada materi eksponen dan logaritma.
(12)
5 2. Untuk mengetahui kevalidan hasil pengembangan modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari pada materi eksponen dan logaritma.
3. Untuk mengetahui kepraktisan hasil pengembangan modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari pada materi eksponen dan logaritma.
4. Untuk mengetahui keefektifan hasil pengembangan modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari pada materi eksponen dan logaritma.
Keefektifan hasil pengembangan modul dapat diketahui dari :
a.
Respon siswa terhadap pembelajaran yang menggunakanmodul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari pada materi eksponen dan logaritma.
b.
Hasil belajar siswa setelah proses pembelajaran yang menggunakan modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari pada materi eksponen dan logaritma. D. Manfaat PenelitianManfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Siswa
Pengembangan modul matematika ini dapat memberikan pengalaman baru bagi siswa dalam pembelajaran matematika dan memudahkan pemahaman konsep matematika dengan menerapkan contoh permasalahan sehari-hari.
2. Bagi Guru
Guru memperoleh wawasan baru dalam pembelajaran matematika dan mendorong kreativitas untuk mengembangkan sarana pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa dalam pembelajaran matematika.
3. Bagi Sekolah
Sekolah memperoleh wawasan baru untuk meningkatkan mutu pendidik dalam mengembangkan bahan pembelajaran. 4. Bagi Peneliti
Peneliti dapat mengembangkan modul pembelajaran matematika yang praktis, efektif dan efisien untuk siswa menengah atas (SMA), dan termotivasi untuk mengembangkan modul lainnya.
(13)
6
E. Definisi Operasional
1. Pengembangan adalah usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan agar lebih sempurna dari sebelumnya. 2. Modul adalah bahan ajar yang berisi materi, metode,
batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang disajikan secara sistematik dan menarik untuk mencapai tingkat kompetensi yang diharapkan.
3. Pengembangan modul adalah satuan proses yang dilakukan untuk menyusun suatu bahan ajar berupa modul agar dapat dipelajari secara mandiri oleh peserta didik.
4. Pemecahan masalah adalah usaha yang dilakukan siswa untuk memecahkan soal-soal yang diberikan kepadanya.
5. Eksponen adalah salah satu materi matematika yang mempelajari tentang bentuk pangkat dan sifat-sifatnya.
6. Logaritma adalah invers dari eksponen.
7. Kevalidan adalah kesahihan modul yang dikembangkan berdasarkan penilaian para ahli (validator). Modul dikatakan valid jika interval total skor semua validator berada pada kategori valid atau sangat valid.
8. Kepraktisan adalah modul yang bersifat praktis (mudah diterima dan dipahami bagi pemakainya) berdasarkan pada penilaian para ahli (validator). Modul dikatakan praktis jika para validator menyatakan bahwa modul yang dikembangkan layak diujicobakan di lapangan dengan sedikit atau tanpa revisi. 9. Keefektifan adalah keberhasilan hasil pengembangan modul berdasarkan hasil respon siswa dan hasil belajar siswa. Modul dikatakan efektif jika respon siswa adalah baik atau sangat baik dan nilai rata-rata hasil belajar siswa ≥ 75.
F. Batasan Penelitian
1. Materi yang digunakan dalam pengembangan ini adalah materi Eksponen dan Logaritma dengan sub bab materi menemukan konsep eksponen dan logaritma. Pada modul yang dikembangkan hanya dijelaskan tentang sifat-sifat eksponen dan logaritma.
2. Uji coba terbatas pada siswa kelas X MIA 1 MAN Bangkalan. 3. Pada tahap evaluasi peneliti melihat efektifitas berdasarkan
(14)
7
G. Sistematika Pembahasan
Untuk lebih memudahkan pembahasan, maka penulis membuat sistematika penulisan penelitian sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Bagian awal dari penulisan yang meliputi : (1) latar belakang; (2) rumusan masalah; (3) tujuan penelitian; (4) manfaat penelitian; (5) definisi operasional; (6) batasan masalah; dan (7) sistematika pembahasan.
BAB II: KAJIAN PUSTAKA
Bagian kedua dari penulisan skripsi yang meliputi pembahasan mengenai: (1) bahan ajar; (2) modul pembelajaran; (3) model pengembangan modul; (4) masalah matematika; (5) pengembangan modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari.
BAB III: METODE PENELITIAN
Bagian ketiga dari penulisan skripsi yang meliputi: (1) jenis penelitian; (2) subjek dan objek penelitian; (3) prosedur penelitian; (4) desain penelitian; (5) teknik pengumpulan data; dan (6) teknik analisis data.
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Bagian keempat dari penulisan skripsi yang meliputi pembahasan : (1) analisis data; (2) pembahasan.
BAB V: PENUTUP
Bagian kelima dari penulisan skripsi yang meliputi pembahasan : (1) kesimpulan; (2) saran.
(15)
8
(16)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Bahan Ajar1. Pengertian Bahan Ajar
Bahan ajar memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar. Bahan ajar digunakan sebagai acuan bagi seorang guru dalam menyampaikan suatu materi pembelajaran. Bahan ajar sebagai salah satu alat bantu dalam kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan kompetensi yang diinginkan.
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah mengembangkan bahan ajar. Pengembangan bahan ajar penting dilakukan guru agar pembelajaran menjadi lebih efektif, efisien dan tidak melenceng dari tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran dengan memperhatikan karakteristik dan kebutuhan siswa sesuai kurikulum.
Menurut National Center for Competency Based Training, bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bahan yang dimaksud dapat berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis1. Hal senada juga dikemukakan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis2.
Bahan ajar juga dapat didefinisikan sebagai suatu informasi, alat dan teks yang diperlukan guru/instruktor untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaan3. Dengan bahan ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi secara runtut dan sistematis sehingga tujuan pembelajaran dapat terpenuhi.
Sebuah bahan ajar paling tidak mencakup : a. Petunjuk belajar (petunjuk siswa/guru) b. Kompetensi yang akan dicapai
1Ibid, halaman 174.
2 Suryosubroto, Strategi Pembelajaran dengan Modul (Jakarta: Bina Aksara, 1983). 5. 3 Made Wena,Op.Cit., hal 174.
(17)
10
c. Informasi mendukung d. Latihan-latihan
e. Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK) f. Evaluasi4.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bahan ajar merupakan seperangkat materi yang disusun secara sistematis untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dan memungkinkan siswa belajar dengan baik sehingga tujuan pembelajaran terpenuhi.
2. Jenis Bahan Ajar
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas mengelompokkan bahan ajar berdasarkan teknologi yang digunakan menjadi empat kategori, yaitu :
a. Bahan ajar cetak (printed), seperti handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/market.
b. Bahan ajar dengar (audio), seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio.
c. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, film.
d. Bahan ajar interaktif (interactive teaching material) seperti compact disk interaktif5.
Dari berbagai macam bahan ajar yang telah disebutkan di atas, dalam penelitian ini peneliti hanya mengembangkan bahan ajar cetak berupa modul pembelajaran matematika.
3. Prinsip Pengembangan Bahan Ajar
Pengembangan bahan ajar hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran, diantara prinsip-prinsip pembelajaran tersebut adalah :
a. Relevansi atau keterkaitan materi sesuai dengan tuntutan standar kompetensi/Kompetensi dasar
b. Konsistensi atau keajekan, dimaksudkan jika kompetensi dasar yang harus dicapai peserta didik ada empat macam, maka bahan ajarnya pun harus empat macam
4 Ibid., halaman 174.
(18)
11
c. Kecukupan artinya kecukupan materi dalam bahan ajar untuk mencapai kompetensi seperti yang diajarkan oleh guru6.
B. Modul Pembelajaran 1. Pengertian Modul
Dalam buku Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (2004) yang diterbitkan oleh Diknas, modul diartikan sebagai sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru. Modul minimal memuat tujuan pembelajaran, materi/substansi belajar, dan evaluasi. Modul berfungsi sebagai sarana belajar yang bersifat mandiri, sehingga peserta didik dapat belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing7.
Menurut Russel, “A modul is an instructional package dealling with a single conceptual unit of subject matter. It is an attempt to individualize learning by enabling the student to master one unit of content before moving to another. Dalam pengertian ini, modul adalah suatu unit (satuan) paket pembelajaran dengan satu konsep tentang mata pelajaran tertentu. Modul merupakan suatu usaha untuk mengadakan belajar mandiri dengan memberikan kemungkinan kepada siswa untuk menguasai satu satuan isi bahan ajaran sebelum berpindah pada satuan isi lainnya atau berikutnya8.
Selain itu juga, modul dapat dirumuskan sebagai suatu unit yang lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas9.
Hal senada juga dikemukakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan (BP3KK)
6 Nikmatul Maula, Prinsip Pengembangan Bahan Ajar, diakses dari:
http://maulanikmatul.blogspot.co.id/ pada 17 April 2015
7 Mimya Putri Muldash, Tesis Program PascaSarjana :“Pengembangan Modul Matematika Kontekstual Materi Bangun Datar Kelas V SD”., (Surabaya :Perpustakaan UNESA, 2014), 21.
8Erif Ahdhianto, Tesis Program Pasca Sarjana : “Pengembangan Modul Pembelajaran Geometri Bangun Datar Berbasis Teori Van Hile Untuk Siswa Kelas VI Sekolah Dasar”
(Surabaya : Perpustakaan UNESA, 2014), 15.
9 S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar ( Jakarta: PT.Bumi
(19)
12
Departemen P & K bahwasannya “modul adalah suatu unit
program belajar mengajar terkecil yang terperinci
menggariskan” :
a. Tujuan intruksional yang akan dicapai
b. Topik yang akan dijadikan pangkal proses belajar-mengajar c. Pokok-pokok materi yang akan dipelajari
d. Kedudukan dan fungsi modul dalam kesatuan program yang lebih luas
e. Peranan guru dalam proses belajar-mengajar f. Alat-alat dan sumber yang akan dipergunakan
g. Kegiatan-kegiatan belajar yang harus dilakukan dan dihayati murid secara berturutan
h. Lembaran kerja yang harus diisi oleh anak i. Program evaluasi yang akan dilaksanakan10.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dijelaskan bahwasannya modul merupakan suatu unit pengajaran terkecil dan lengkap yang disusun dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri, didalamnya terdapat rangkaian kegiatan belajar yang direncanakan dan sistematik.
2.Tujuan Modul
Tujuan digunakannya modul dalam proses belajar mengajar adalah agar supaya :
a. Tujuan pendidikan dapat dicapai secara efisien dan efektif b. Murid dapat mengikuti program pendidikan sesuai dengan
kecepatan dan kemampuannya sendiri
c. Murid dapat sebanyak mungkin menghayati dan melakukan kegiatan belajar sendiri, baik dibawah bimbingan atau tanpa bimbingan guru
d. Murid dapat menilai dan mengetahui hasil belajarnya sendiri secara berkelanjutan
e. Murid benar-benar menjadi titik pusat kegiatan belajar mengajar
f. Kemajuan siswa dapat diikuti dengan frekuensi yang lebih tinggi melalui evaluasi yang dilakukan pada setip modul berakhir
g. Modul disusun dengan berdasarkan kepada konsep
“Mastery Learning” suatu konsep yang menekankan bahwa
(20)
13
murid harus secara optimal menguasai bahan pelajaran yang disajikan dalam modul itu11.
3. Jenis Modul
Menurut Mulyati, modul dibedakan menjadi dua, yaitu modul ajar dan modul diklat. Modul ajar merupakan modul yang digunakan oleh siswa sebagai sumber belajar. Sedangkan modul diklat adalah modul yang digunakan oleh peserta diklat guna meningkatkan kompetensi mereka sesuai dengan bidangnya masing-masing12. Namun dalam penelitian ini yang dikembangkan adalah modul ajar, karena modul akan digunakan oleh siswa untuk tujuan pembelajaran materi didalam kelas.
4. Kriteria Modul
Bahan ajar modul yang dikembangkan harus mampu meningkatkan motivasi peserta didik dan efektif dalam mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Untuk menghasilkan modul yang baik, maka penyusunannya harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Depdiknas (2008) sebagai berikut:
a. Self Intructional, yaitu mampu membelajarkan peserta didik
secara mandiri. Melalui modul tersebut, seseorang atau peserta belajar mampu membelajarkan diri sendiri, tanpa tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self Intructional, maka dalam modul harus :
1) Berisi tujuan yang harus dirumuskan dengan jelas; 2) Berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam
unit-unit kecil/spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas;
3) Menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi pembelajaran;
4) Menampilkan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan pengguna memberikan respon dan mengukur tingkat penguasaannya;
5) Kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana atau konteks tugas dan lingkungan penggunanya;
11ibid., 18-19.
(21)
14
6) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif;
7) Terdapat rangkuman materi pembelajaran; 8) Terdapat instrumen penilaian/assessment;
9) Terdapat instrumen yang dapat digunakan penggunanya mengukur atau mengevaluasi tingkat penguasaan materi;
10) Terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunanya mengetahui tingkat penguasaan materi;
dan tersedia informasi tentang
rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi pembelajaran dimaksud.
b. Self Contained, yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan pembelajar mempelajari materi pembelajaran yang tuntas, karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu unit kompetensi harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan kompetensi yang harus dikuasai.
c. Stand Alone (berdiri sendiri), yaitu modul yang
dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul, pembelajar tidak tergantung dan harus menggunakan media yang lain untuk mempelajari atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika masih menggunakan dan bergantung pada media lain selain modul yang digunakan, maka media tersebut tidak dikategorikan sebagai media yang berdiri sendiri.
d. Adaptive, modul hendaknya memiliki daya adaptif yang
tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel digunakan. Modul yang adaptif adalah jika isi materi pembelajaran dapat digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu.
e. User friendly, modul hendaknya bersahabat dengan
(22)
15
tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon, mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang umum digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly. Begitu pula penampilan gambar dan format penyajiannya disesuaikan dengan selera peserta didik13.
Kelima karakteristik modul di atas menjadi acuan bagi penyusun modul dan bagi tim validasi dalam menetapkan dan menilai apakah modul tersebut baik atau tidak.
5. Komponen Modul
Menurut Sungkono, komponen-komponen utama yang perlu ada didalam modul, antara lain:
a. Tinjauan Mata Pelajaran
Tinjauan mata pelajaran merupakan paparan umum mengenai keseluruhan pokok-pokok isi mata pelajaran yang mencakup: deskripsi mata pelajaran, kegunaan mata pelajaran, kompetensi dasar, bahan pendukung lainnya (kaset, kit, dll), dan petunjuk belajar.
b. Pendahuluan
Pendahuluan suatu modul merupakan pembukaan pembelajaran suatu modul. Oleh karena itu dalam pendahuluan seyogyanya memuat hal-hal sebagai berikut : 1) Cakupan isi modul dalam bentuk deskripsi singkat. 2) Indikator yang ingin dicapai melalui sajian materi dan
kegiatan modul.
3) Deskripsi perilaku awal (entry behaviour) yang memuat pengetahuan dan keterampilan yang sebelumnya sudah diperoleh atau seyogyanya sudah dimiliki sebagai pijakan (anchoring) dari pembahasan modul itu.
4) Relevansi, yang terdiri atas : keterkaitan pembahasan materi dan kegiatan dalam modul itu dengan materi dan kegiatan dalam modul lain dalam satu mata pelajaran atau dalam mata pelajaran (cross reference); pentingnya
13 Rayandra Asyhar, Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran (Jakarta : Referensi,
(23)
16
mempelajari materi modul itu dalam pengembangan dan pelaksanaan tugas guru secara profesional.
5) Urutan butir sajian modul (kegiatan belajar) secara logis. 6) Petunjuk belajar berisi panduan teknis mempelajari
modul itu agar berhasil dikuasai dengan baik. c. Kegiatan Belajar
Pada bagian ini memuat materi pembelajaran yang harus dikuasai siswa. Materi tersebut disusun sedemikian rupa, sehingga dengan mempelajari materi tersebut, tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai. Agar materi pelajaran mudah diterima siswa, maka perlu disusun secara sistematis.
d. Latihan
Latihan adalah berbagai bentuk kegiatan belajar yang harus dilakukan oleh siswa setelah membaca uraian sebelumnya. Tujuan latihan ini agar siswa benar-benar belajar secara aktif dan akhirnya menguasai konsep yang sedang dibahas dalam kegiatan belajar tersebut. Latihan disajikan secara kreatif sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran. Latihan dapat ditempatkan di sela-sela uraian atau diakhir uraian.
e. Rambu-rambu Jawaban Latihan
Rambu-rambu jawaban latihan merupakan hal-hal yang harus diperhatikan oleh siswa dalam mengerjakan soal-soal latihan. Kegunaan rambu-rambu jawaban latihan ini adalah untuk mengarahkan pemahaman siswa tentang jawaban yang diharapkan dari pertanyaan atau tugas dalam latihan dalam mendukung tercapainya kompetensi pembelajaran. f. Rangkuman
Rangkuman adalah inti dari uraian materi yang disajikan pada kegiatan belajar dari suatu modul, yang berfungsi menyimpulkan dan memantapkan pengalaman belajar (isi dan proses) yang dapat mengkondisikan tumbuhnya konsep atau skemata baru dalam pikiran siswa.
g. Tes Formatif
Pada setiap modul selalu disertai lembar evaluasi (evaluasi formatif) yang biasanya berupa tes. Tes formatif merupakan tes untuk mengukur penguasaan siswa setelah
(24)
17
suatu pokok bahasan selesai dipaparkan dalam satu kegiatan belajar berakhir.
h. Kunci Jawaban Tes Formatif dan Tindak Lanjut
Kunci jawaban formatif pada umumnya diletakkan di bagian paling akhir suatu modul. Hal ini bertujuan agar siswa benar-benar berusaha mengerjakan tes tanpa melihat kunci jawaban terlebih dahulu. Didalam kunci jawaban tes formatif, terdapat bagian tindak lanjut yang berisi kegiatan yang harus dilakukan siswa atas dasar tes formatifnya14. 6. Keuntungan Pengajaran Modul
Modul yang disusun dengan baik dapat memberikan banyak keuntungan bagi siswa dan guru. Adapun keuntungan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Bagi siswa
1) Balikan atau feedback
Modul memberikan feedback yang banyak dan segera sehingga siswa dapat mengetahui taraf hasil belajarnya. Kesalahan segera dapat diperbaiki dan tidak dibiarkan begitu saja seperti halnya dalam pembelajaran tradisional. Ulangan sering hanya diberikan beberapa kali dalam satu semester.
2) Penguasaan tuntas atau mastery
Setiap siswa mendapat kesempatan untuk mencapai angka tertinggi dengan menguasai bahan pelajaran secara tuntas. Dengan penguasaan itu ia memperoleh dasar yang lebih mantap untuk menghadapi pelajaran baru.
3) Tujuan yang jelas
Modul disusun sedemikian rupa sehingga tujuannya jelas, spesifik dan dapat dicapai oleh murid. Dengan tujuan yang jelas usaha murid terarah untuk mencapainya dengan segara.
4) Motivasi
Pengajaran yang membimbing siswa untuk mencapai sukses melalui langkah-langkah yang teratur tentu akan menimbulkan motivasi yang kuat untuk berusaha segiat-giatnya.
14 Erif Ahdhianto, Op. Cit., hal 31-35
(25)
18
5) Fleksibilitas
Pengajaran modul dapat disesuaikan dengan perbedaan siswa antara lain mengenai kecepatan belajar, cara belajar, dan bahan pelajaran.
6) Kerja-sama
Pengajaran modul mengurangi atau menghilangkan sedapat mungkin rasa persaingan dikalangan siswa karena semua dapat mencapai hasil tertinggi. Dengan sendirinya akan lebih terbuka jalan kearah kerjasama. Juga kerjasama antara murid dengan guru dikembangkan karena kedua belah pihak merasa sama bertanggung jawab atas berhasilnya pengajaran15. b. Bagi Guru
Bagi seorang guru pembelajaran dengan modul dapat memberikan keuntungan, diantaranya berupa kepuasan. Modul yang disusun dengan cermat sehingga memudahkan siswa belajar untuk menguasai bahan pelajaran menurut metode yang sesuai bagi murid yang berbeda-beda sehingga hasil belajar semua murid lebih terjamin, tentu hal ini akan memberikan kepuasan bagi seorang guru karena telah melakukan profesinya dengan baik.
7. Kekurangan Pengajaran Modul
Mengajarkan siswa dengan modul memiliki beberapa kelemahan diantaranya :
a. Ikatan kelas menjadi renggang
b. Perkembangan sosial kelas menjadi kurang mendapat perhatian, karena adanya prinsip individualisasi belajar. c. Aspek kemanusiaan serta harkat manusia seolah diabaikan
karena manusia dianggap seperti mesin yang dapat berproduksi tinggi16.
C. Model Pengembangan Modul
Model pengembangan modul pembelajaran pada penelitian ini adalah model pengembangan bahan ajar yang dilahiran pada tahun 1900-an oleh Reiser dan Mollenda. Model ini dikenal dengan model pengembangan ADDIE, yaitu analysis, design, development, implementation, evaluate. Salah satu fungsi ADDIE,
15 S. Nasution, M.A. Op.Cit., hal 206-207. 16 Erif Ahdhianto. Op. Cit., hal 21.
(26)
19
yaitu menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri17. Alasan peneliti
menggunakan model pengembangan ini, karena model pengembangan bahan ajar ADDIE mempunyai prosedur pelaksanaan yang jelas dan sistematis. Perangkat pembelajaran yang dimaksud disini terbatas pada bahan ajar yaitu modul.
Tahapan-tahapan model ADDIE tersebut adalah sebagai berikut :
1. Analysis, yaitu menganalisa kebutuhan, identifikasi masalah, dan identifiksi tugas pembelajaran.
2. Design, yaitu merumuskan tujuan pembelajaran yang SMAR;
specific, measurable, applicable, and realistic, menyusun tes, memilih strategi, metode, dan media pembelajaran yang tepat.
3. Development, yaitu mewujudkan desain tadi dalam bentuk
nyata, misalnya dengan mencetak modul, kemudian mengembangkan modul dengan sebaik mungkin.
4. Implementation, yaitu langkah nyata menerapkan sistem
pembelajaran yang kita buat.
5. Evaluation, yaitu menganalisis keefektifan sistem pembelajaran
yang dikembangkan18.
Tahap pengembangan model ADDIE dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.1
Model Pengembangan ADDIE
17 Husamah dan Yanur Setyaningrum. Desain Pembelajaran Berbasis Pencapaian Kompetensi (Jakarta : Prestasi Pustakarya, 2013), 64.
18 Iibid., 64.
Analysis
Design
Development
Imlement
(27)
20
Pada prinsipnya inti dari pengembangan suatu produk sudah terwakili disini, sehingga model ini dapat digunakan untuk mengembangkan produk yang lain seperti model, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, media dan bahan ajar (LKS, modul dan buku ajar). Peneliti perlu memahami bahwa proses pengembangan memerlukan beberapa kali pengujian dan revisi, sehingga produk yang dikembangkan sudah memenuhi kriteria produk yang baik, teruji secara empiris dan tidak ada kesalahan-kesalahan lagi.
D. Masalah Matematika
1. Pengertian Masalah Matematika
Tidak semua persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dapat dikatakan masalah. Munandir mengemukakan
bahwa “Suatu masalah dapat diartikan sebagai suatu situasi, dimana seseorang diminta menyelesaikan persoalan yang belum pernah dikerjakan, dan belum memahami
pemecahannya”19. Selanjutnya Resnick dan Gleser
mendefinisikan masalah sebagai suatu keadaan dimana seseorang melakukan tugasnya yang tidak diketahui sebelumnya. Masalah pada umumnya timbul karena adanya kebutuhan untuk memenuhi atau mendekatkan kesenjangan antara kondisi nyata dengan kondisi yang seharusnya20.
Matematika merupakan pengetahuan yang berkenaan dengan ide-ide atau konsep yang abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalaran secara deduktif. Russefandi mendefinisikan masalah dalam matematika sebagai suatu persoalan yang ia (siswa) sendiri mampu menyelesaikannya tanpa menggunakan cara atau algoritma yang rutin21.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa masalah merupakan situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya.
19Herlambang, Tesis Program Pasca Sarjana: “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII-A SMP Negeri 1 Kepahiang Tentang Bangun Datar Ditinjau Dari Teori Van Hiele” (Bengkulu : Universitas Bengkulu,2013), 14.
20 Agus Naibaho, Problem Solving, diakses dari http://agusjnaibaho.blogspot.co.id/, pada 5
Mei 2015
(28)
21
2. Pemecahan Masalah Matematika
Suatu masalah dapat dipandang sebagai “masalah” ,
merupakan hal yang sangat relatif. Suatu soal yang dianggap sebagai masalah bagi seseorang, belum tentu bagi orang lain dianggap sebagai masalah. Hal ini dikarenakan ia telah memperoleh jawaban atau pemecahan masalah dari soal yang ia hadapi tersebut22.
Untuk memperoleh suatu penyelesaian dari suatu masalah, mendorong seseorang untuk mencari solusi dalam menyelesaikannya. Dengan demikian ia akan melakukan segala macam usaha agar bisa memecahkan masalahnya, dengan cara berfikir, memprediksi ataupun mencoba-coba. Akan tetapi usaha dan cara seseorang dalam menyelesaikan suatu permasalahan bisa jadi berbeda satu sama lainnya.
Menurut Sternberg dan Ben-Zeev : “pemecahan masalah adalah suatu proses kognitif yang membuka peluang pemecahan masalah untuk bergerak dari suatu keadaan yang tidak diketahui bagaimana pemecahannya ke suatu keadaan
tetapi tidak mengetahui bagaimana cara memecahkannya”23.
Adapun menurut Djamarah, pemecahan masalah merupakan suatu metode yang merupakan suatu metode berfikir, sebab dalam pemecahan masalah dapat digunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan pencarian data sampai kepada penarikan kesimpulan. Karena itu, pembelajaran yang bernuansa pemecahan masalah harus dirancang sedemikian rupa sehingga mampu merangsang siswa untuk berpikir dan mendorong menggunakan pikirannya secara sadar untuk memecahkan masalah24.
Selain itu Polya mengartikan “pemecahan masalah sebagai
suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu mudah segera
dicapai”. Polya juga menggarisbawahi bahwa “untuk
pemecahan masalah yang berhasil harus selalu disertakan dengan upaya-upaya khusus yang dihubungkan dengan jenis-jenis persoalan sendiri serta pertimbangan-pertimbangan
22 Tim MKMB Jurusan Pendidikan Matematika. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung : JICA-UPI, 2001), 87.
23 Herlambang, Op,cit., hal 35.
(29)
22
mengenai isi yang dimaksudkan”. Konsep-konsep dan aturan-aturan harus disintesis menjadi bentuk-bentuk kompleks yang baru agar siswa dapat menghadapi situasi-situasi masalah yang baru25.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa pemecahan masalah (problem solving) merupakan cara memberikan pengertian dengan menstimulasi anak didik untuk memperhatikan, menelaah dan berpikir tentang suatu masalah untuk selanjutnya menganalisis masalah tersebut sebagai upaya untuk memecahkan masalah.
3. Strategi Pemecahan Masalah
Solso mengemukakan enam tahap dalam pemecahan masalah, yaitu :
1. Identifikasi permasalahan (indentification the problem). 2. Representasi permasalahan (representation of the problem). 3. Perencanaan pemecahan (planning the solution).
4. Menerapkan/mengimplementasikan perencanaan (execute the plan)
5. Menilai perencanaan (evaluate the plan).
6. Menilai hasil pemecahan (evaluate the solution)26.
Secara operasional kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran dapat dijabarkan dalam tabel berikut :
Tabel 2.1
Kegiatan Pembelajaran Pemecahan Masalah Solso27.
No Tahap
Pembelajaran Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
1 Identifikasi permasalahan
Memberi permasalahan pada siswa
Memahami permasalahan Membimbing
siswa dalam melakukan identifikasi permasalahan
Melakukan identifikasi terhadap masalah yang dihadapi
25 Muhammad Nurcahyo. Pemecahan Masalah Menurut Polya, diakses dari
http://muhamatnurcahyanto.blogspot.co.id/2014/10/pemecahan-masalah-menurut-g-polya.html pada 5 Mei 2015.
26 Made Wena. Op. Cit., hal 56. 27 Ibid., 56.
(30)
23 2 Representasi/p enyajian permasalahan Membantu siswa untuk merumuskan dan memahami masalah secara benar Merumuskan dan pengenalan permasalahan
3 Perencanaan pemecahan Membimbing siswa melakukan perencanaan pemecahan masalah Melakukan perencanaan pemecahan masalah 4 Menetapkan/ mengimpleme ntasikan perencanaan Membimbing siswa menerapkan perencanaan yang telah dibuat Menerapkan rencana pemecahan masalah
5 Menilai perencanaan Membimbing siswa dalam melakukan penilaian terhadap perencanaan pemecahan masalah Melakukan penilaian terhadap perencanaan pemecahan masalah
6 Menilai hasil pemecahan Membimbing siswa melakukan penilaian terhadap hasil pemecahan masalah Melakukan penilaian terhadap hasil pemecahan masalah
Polya dalam bukunya How to Solve it, secara garis besar menetapkan empat tahapan pemecahan masalah, antara lain :
a. Understanding the problem (Memahami Masalah)
Langkah awal dalam tahapan yang diajukan oleh Polya ini adalah membaca masalah dan memutuskan bahwa siswa memahami dengan jelas masalah yang diajukan oleh guru
b. Devising a plan (Merencanakan Penyelesaian)
Polya menyebutkan bahwa banyak cara untuk memecahkan masalah. Keterampilan dalam memilih strategi yang tepat paling baik dipelajari dengan menyelesaikan banyak masalah. Siswa akan menemukan strategi yang tepat
(31)
24
dengan gampang apabila telah banyak memecahkan masalah-masalah.
c. Carrying out the plan (Melaksanakan penyelesaian masalah
sesuai rencana)
Langkah ini biasanya lebih mudah dibandingkan daripada menyusun rencana. Secara umum, yang dibutuhkan adalah perhatian dan kesabaran, mengingat siswa telah memiliki keterampilan yang diberikan. Lakukan dengan tepat rencana yang telah disusun. Kalau ternyata rencana ini tidak tepat karena tidak dapat ditemukan solusi yang tepat, maka pilihlah rencana lain. Jangan berputus asa dulu, karena begitulah cara memecahkan matematika.
d. Looking back (Melihat kembali penyelesaian atau
memeriksa kembali)
Polya menyebutkan bahwa banyak yang bisa diperoleh dengan merenungkan dan melihat kembali pada apa yang telah siswa lakukan ini. Hal-hal penting yang bisa dikembangkan langkah terakhir ini antara lain : mencari kemungkinan adanya generalisasi, melakukan pengecekan terhadap hasil yang diperoleh, mencari cara lain untuk menyelesaikan masalah yang sama, mencarI kemungkinan adanya penyelesaian lain dan dalam menelaah kembali proses penyelesaian masalah yang telah dibuat. Siswa diharapkan agar bisa menggunakan kalimat yang lengkap dan tepat untuk menyimpulkannya setelah mengetahui bahwa jawabannya telah tepat28.
Berdasarkan uraian langkah-langkah pemecahan masalah yang dikemukakan di atas terlihat bahwa aktivitas pada langkah pertama dan kedua dari Solso sama dengan langkah pertama pemecahan masalah Polya. Sedangkan langkah kelima dan keenam pada pemecahan masalah Solso sama dengan langkah keempat pemecahan masalah Polya. Perbandingan langkah-langkah pemecahan masalah dari kedua pendapat di atas dirangkum pada tabel 2.2 berikut :
28 Novi Maniezt. Pembelajaran Inovatif : Pemecahan Masalah Menurut George Polya
(32)
25
Tabel 2.2
Perbandingan Langkah-langkah Penyelesaian Masalah Para Ahli
Solso Polya
1. Identifikasi Permasalahan (indentification the
problem) 1. Memahami Masalah
(Understanding the problem)
2. Representasi Permasalahan (representation of the problem)
3. Perencanaan
Pemecahan (planning the solution)
2.Merencanakan
Penyelesaian (Devising a plan)
4. Menetapkan/
Mengimplementasikan Perencanaan (execute the plan)
3.Melaksanakan
Penyelesaian (Carrying out the plan)
5. Menilai Perencanaan (evaluate the plan)
4.Memeriksa Kembali (Looking back) 6. Menilai Hasil
Pemecahan (evaluate the solution)
Dari pembahasan di atas, pada penelitian ini tahap pemecahan masalah yang dimaksud adalah tahap-tahap yang telah dikemukakan oleh Polya, yaitu : memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah dan memeriksa kembali. Dengan alasan bahwa langkah-langkah penyelesaian masalah yang dikemukakan oleh Polya sangat mudah dimengerti dan sangat sederhana, kegiatan yang dilakukan setiap langkah jelas serta secara eksplisit mencakup semua langkah pemecahan masalah dari pendapat ahli lain.
(33)
26
E. Pengembangan Modul Matematika dengan Penerapan Masalah Sehari-hari
Modul matematika yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah modul matematika dengan materi eksponen dan logaritma. Latihan soal yang disusun merupakan contoh penerapan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang penyelesaiannya menggunakan langkah-langkah yang telah dirumuskan oleh Polya. Langkah-langkah Polya ini meliputi kegiatan memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah dan memeriksa kembali. Untuk memudahkan siswa dalam memahami dan menyelesaikan soal, diberikan bantuan secara bertahap, berangsur-angsur, lebih tepatnya diistilahkan dengan scaffolding yakni pemberi bantuan secara menyeluruh di awal pengerjaan soal, kemudian bantuan dikurangi sampai siswa dapat mengerjakan sendiri tanpa bantuan.
Aturan dalam penyusunan Modul ini mengacu pada kaidah dan syarat pengembangan yang sesuai dengan aturan penyusunan modul. Dengan modul ini siswa diharapkan dapat belajar secara mandiri tanpa terlalu banyak melibatkan guru.
(34)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Development Research). Dalam hal ini peneliti mengembangkan modul pembelajaran matematika pada materi eksponen dan logaritma dengan penerapan masalah sehari-hari untuk kelas X SMA/MA.
B. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X MIA 1 MAN Bangkalan yang berjumlah 32 siswa. Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah modul matematika yang dikembangkan pada materi eksponen dan logaritma dengan penerapan masalah sehari-hari.
C. Prosedur Penelitian
Seperti yang telah dibahas pada BAB II bahwa penelitian ini mengacu pada pengembangan model ADDIE yaitu analysis
(analisis), design (perancangan), development (pengembangan),
implementation (implementasi) dan evaluation (evaluasi). Selengkapnya akan diuraikan sebagai berikut :
1. Tahap Analisis (analysis)
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap situasi pembelajaran yang selama terjadi di MAN Bangkalan. Analisis ini dilakukan dengan mewawancarai guru matematika kelas X MAN Bangkalan untuk menetapkan masalah dasar yang menjadi latar belakang perlu tidaknya dikembangkan modul dengan penerapan masalah sehari-hari. Selain itu dilakukan telaah terhadap kompetensi yang diharapkan dicapai peserta didik. Kompetensi yang didasarkan pada silabus dan atau rencana pembelajaran. Telaah kompetensi tersebut dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang kebutuhan modul, baik dari ruang lingkup materi maupun segi kontennya. Dari hasil analisis ini kemudian dirumuskan jumlah dan judul modul yang akan disusun.
Dalam analisis kebutuhan, dilakukan langkah-langkah berikut:
a. menetapkan kompetensi yang telah dirumuskan pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) atau silabus.
(35)
28
b. mengidentifikasi dan menentukan ruang lingkup unit kompetensi atau bagian dari kompetensi utama.
c. mengidentifikasi dan menentukan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dipersyaratkan.
2. Tahap Perancangan (design)
Setelah tahap analisis selesai dilakukan, dilanjutkan dengan tahap perancangan. Pada tahap ini dilakukan kegiatan
merancang garis besar modul, pemilihan media, menentukan spesifikasi modul, merancang layout dan menyusun instrumen modul. Pada tahap ini akan dihasilkan modul awal yang selanjutnya akan divalidasi oleh para ahli. Adapun instrumen yang dimaksud dalam tahap ini adalah lembar penilaian modul dan angket respon siswa.
3. Tahap Pengembangan (development)
Pada tahap pengembangan ini, modul yang telah dirancang dan disusun pada tahap perancangan sebagai modul awal, kemudian divalidasi. Validasi merupakan proses permintaan persetujuan atau pengesahan terhadap kesesuaian modul dengan kebutuhan. Untuk mendapatkan pengakuan kesesuaian tersebut, maka validasi perlu dilakukan dengan melibatkan pihak praktisi yang ahli sesuai dengan bidang-bidang yang terkait dalam modul.
Validasi modul ini dilakukan oleh 3 orang praktisi yang terdiri dari 2 orang dosen Pendidikan Matematika UIN Sunan Ampel Surabaya dan 1 orang guru matematika yang merupakan pengajar pelajaran matematika di kelas X MIA 1 MAN Bangkalan.
Validasi modul meliputi : aspek kelayakan isi modul, kesesuaian modul, kelayakan penyajian modul, kelayakan bahasa dan kelayakan kegrafikan.
Dari kegiatan validasi modul ini akan dihasilkan draf modul yang mendapat masukan dan persetujuan dari para validator. Masukan tersebut digunakan sebagai bahan penyempurnaan modul (revisi).
4. Tahap Penerapan (implementation)
Setelah dilakukan perbaikan dan penyempurnaan sesuai saran dan masukan tim ahli, maka modul dianggap layak untuk diterapkan kepada siswa. Modul pembelajaran ini diterapkan
(36)
29
kepada siswa kelas X MIA 1 MAN Bangkalan yang berjumlah 32 siswa.
Selama proses pembelajaran dengan menggunakan media modul tersebut berlangsung, diperlukan masukan peserta didik untuk mengetahui persepsi mereka tentang modul yang digunakan. Boleh jadi, menurut kita modulnya bagus, bahasanya mudah dipahami, tetapi menurut peserta didik sulit dimengerti dan tidak menarik. Untuk itu, dibuat instrumen berupa lembar angket untuk peserta didik.Lembar angket diberikan kepada siswa di akhir pembelajaran.
5. Tahap Evaluasi (evalution)
Setelah menerapkan modul pembelajaran yang dilakukan pada tahap 4 di atas, selanjutnya adalah menganalisis hasil belajar siswa dengan melihat nilai uji kompetensi yang diberikan diakhir pertemuan, guna mengetahui tingkat pemahaman siswa dan menganalisis angket yang telah diisi oleh peserta didik.
(37)
30
Prosedur penelitian ini dapat digambarkan dalam diagram berikut :
Gambar 3.1
Diagram Prosedur Penelitian Analisis (analysis)
Meliputi :
- Analisis situasi pembelajaran - Telaah kompetensi
Perancangan
(
design)
Meliputi :
- Merancang garis besar modul - Pemilihan media - Menentukan
spesifikasi modul - Merancang layout - Menyusun
instrumen modul
Pengembangan (development)
Meliputi : - Modul awal - Validasi ahli - Revisi Penerapan
(implementation)
Meliputi :
- Penerapan modul pembelajaran - Pengisian angket
Evaluasi (evaluation)
Meliputi :
- Penilaian hasil belajar - Menyimpulkan hasil
(38)
31
D. Desain Penelitian
Desain penelitian dalam uji coba pada tahap implementation akan menggunakan desain one-shot case study.Pada jenis ini tidak terdapat kelompok kontrol. Tetapi hanya satu kelompok yang diukur dan diamati gejala-gejala yang muncul setelah diberi perlakuan (postes). Desainnya adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1
Desain One-Shot Case Study1.
Perlakuan Postes
X O
Keterangan :
X = Perlakuan, yaitu pembelajaran matematika dengan menggunakan modul.
O = Hasil observasi setelah dilakukan, yaitu mendeskripsikan siswa, hasil belajar siswa dan respon siswa terhadap pembelajaran
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pengembangan yang disusun dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden. Dalam hal ini wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi dari guru matematika kelas X MIA 1 di MAN Bangkalan mengenai bagaimana pembelajaran yang selama ini berlangsung di kelas seperti metode, sumber belajar yang digunakan, kekurangan selama pembelajaran serta aktifitas siswa selama proses pembelajaran.
Langkah-langkah dalam melakukan wawancara sebagai berikut :
a. Peneliti mengawali atau membuka alur wawancara. b. Peneliti melangsungkan alur wawancara
c. Peneliti mencatat hasil wawancara.
(39)
32
Instrumen yang digunakan dalam wawancara ini adalah pedoman wawancara sebagaima terlampir dalam lampiran B-1. Jumlah butir pertanyaan pada pedoman wawancara telah disusun terdiri dari 10 butir pertanyaan. Selanjutnya instrumen digunakan sebagai acuan dalam wawancara dengan guru matematika kelas X di MAN Bangkalan. Hasil wawancara kemudian dianalisis untuk selanjutnya diketahui perlu tidaknya dikembangkan modul matematika di sekolah tersebut, sebagaimana tahapan pertama dalam proses pengembangan ini. 2. Validasi Ahli
Validasi ahli dilakukan untuk mendapatkan data tentang kevalidan dan kepraktisan modul yang dikembangkan. Validasi dilakukan oleh 3 orang validator yang telah ditentukan sebelumnya. Instrumen yang digunakan adalah lembar validasi dan kepraktisan modul pembelajaran subagaimana terlampir dalam lampiran B-2. Data validasi ini kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menelaah hasil penilaian para ahli terhadap modul pembelajaran. Hasil telaah digunakan sebagai masukan untuk merevisi atau menyempurnakan modul pembelajaran yang sedang dikembangkan.
3. Angket (Quesioner)
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang diketahuinya. Dalam penelitian ini angket digunakan untuk memperoleh data tentang respon siswa terhadap pembelajaran yang mengembangkan modul dengan penerapan masalah sehari-hari terkait eksponen dan logaritma. Angket respon siswa disebarkan setelah proses pembelajaran berakhir.Penilaian tentang respon siswa meliputi penilaian terhadap kegiatan pembelajaran menggunakan modul yang terdiri dari 10 butir pertanyaan dan penilaian terhadap modul yang digunakan dalam pembelajaran yang terdiri dari 5 butir pertanyaan, sebagaimana terlampir dalam lampiran B-3. Data angket ini kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menelaah hasil penilaian para siswa terhadap modul pembelajaran.
4. Tes Hasil Belajar Siswa
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan
(40)
33
inteligensi, dan kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Dalam penelitian ini, tes digunakan untuk memperoleh data hasil belajar siswa selama proses pembelajaran yang menggunakan modul dengan penerapan masalah sehari-hari terkait eksponen dan logaritma. Instrumen yang digunakan dalam tes ini adalah soal ulangan yang terdiri dari 3 butir soal sebagimana terlampir dalam lampiran B-4. Tes hasil belajar ini diberikan setelah pembelajaran berakhir. Hasil ulangan ini kemudian di nilai dan dianalisis berdasarkan nilai KKM di MAN Bangkalan.
F. Teknik Analisis Data
1. Analisis Data Validasi Modul
Analisis data hasil validasi modul pembelajaran dilakukan dengan mencari rata-rata tiap kategori dan rata-rata tiap aspek dalam lembar validasi, hingga ahirnya didapatkan rata-rata total penilaian validator terhadap modul. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat tabel kemudian memasukkan data-data yang telah diperoleh dalam tabel yang telah dibuat guna menganalisis lebih lanjut. Bentuk tabel yang di buat adalah sebagai berikut:
Aspek Kategori
Validator Rata rata tiap kategori
Rata rata tiap aspek
1 2 3
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut2: a. Mencari rata rata tiap kategori dari semua validator
�� =∑ ��=�
Keterangan :
�� : rata-rata kategori ke-i
2Siti Khabibah, Disertasi Program PascaSarjana
:“PengembanganPerangkatPembelajaranMatematikadenganSoal Terbuka
untukMeningkatakanKreatifitasSiswaSekolahDasar”,(Surabaya : Perpustakaan UNESA, 2006),89.
(41)
34
� : skor hasil penilaian validator ke-j terhadap kategori ke-i
� : banyaknya validator
b. Mencari rata-rata tiap aspek dari semua validator
�� =∑ ���=�
Keterangan :
�� : rata-rata aspek ke-i
�� : rata-rata kategori ke-j terhadap aspek ke-i
� : banyaknya kategori dalam aspek ke-i c. Mencari rata rata total validitas
�� =∑�=1���
Keterangan :
VR : rata-rata total validasi
�� : rata-rata aspek ke-i
� : banyaknya aspek
Untuk menentukan kategori kevalidan suatu perangkat diperoleh dengan mencocokkan rata-rata �̅ total dengan kategori kevalidan modul yang ditetapkan sebagai berikut3:
Tabel 3.2
Kriteria Pengkategorian Kevalidan Modul Pembelajaran Interval Skor Kategori kevalidan
4 ≤ VR ≤ 5 Sangat Valid
3 ≤ VR < 4 Valid
2 ≤ VR < 3 Kurang Valid
1 ≤ VR < 2 Tidak Valid
Keterangan :
VR adalah rata-rata total hasil penilaian validator terhadap modul pembelajaran
3Ibid., halaman 90
(42)
35
Modul dikatakan valid jika interval skor pada semua rata-rata berada pada kategori "valid" atau "sangat valid".
2. Analisis Data Kepraktisan Modul
Analisis data kepraktisan modul pembelajaran dilakukan dengan mencari rata-rata jumlah nilai para validator. Rumus yang digunakan adalah :
�� =∑�=1���
Keterangan :
�� : rata-rata total nilai seluruh validator
�� : total nilai validator ke-i
� : banyaknya validator
Untuk mengetahui kepraktisan modul pembelajaran, terdapat empat kriteria penilaian umum modul pembelajaran dengan kode nilai sebagai berikut:
Tabel 3.3
Kriteria Penilaian Kepraktisan Modul Pembelajaran
M o
d u l
Modul pembelajaran dikatakan praktis jika interval penilaian para ahli (validator) berada pada kriteria layak diujicobakan dilapangan dengan sedikit revisi atau tanpa revisi. 3. Analisis Data Keefektifan Modul Pembelajaran
Modul pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi dua indikator, yaitu : mendapat respon positif dari siswa dan rata-rata hasil belajar siswa memenuhi batas ketentuan. Keterangan mengenai indikator tersebut dijelaskan dibawah ini. a. Data Respon Siswa Terhadap Modul Pembelajaran
Kriteria Penialian
Interval
Penilaian Keterangan
A 120 ≤ x ≤ 150 Layak diujicobakan tanpa revisi
B 90 ≤ x < 120 Layak diujicobakan dengan
sedikit revisi
C 60 ≤ x < 90 Layak diujicobakan dengan
banyak revisi
(43)
36
Data yang diperoleh berdasarkan angket tentang respon terhadap modul pembelajaran dan kegiatan pembelajaran dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif, yaitu menghitung persentase terhadap pernyataan yang diberikan.
Angket respon siswa dipergunakan untuk mengukur pendapat siswa terhadap perangkat baru yang berupa modul pembelajaran dan kemudahan memahami komponen-komponen: materi/isi pelajaran, tujuan pembelajaran, suasana belajar dan cara guru mengajar serta minat penggunaan, kejelasan penjelasan dan bimbingan guru.
Respon siswa terhadap penggunaan modul dalam pembelajaran menunjukkan respon baik (positif) jika rata-rata total skor respon siswa menunjukkan respon baik atau sangat baik. Respon siswa dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil respon siswa tersebut disimpulkan dalam bentuk kalimat deskriptif dengan kriteria penilaian ideal sebagai berikut :
Tabel 3.4
Kriteria Penilaian Ideal Respon Siswa No Rentang Skor (i)
kuantitatif
Kategori Kualitatif 1 3,4 < x ≤ 4 Sangat Baik
2 2,8< x ≤ 3,4 Baik
3 2,2 < x ≤ 2,8 Cukup
4 1,6 < x ≤ 2,2 Kurang
5 1 ≤ x ≤ 1,6 Sangat Kurang
b. Data Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar siswa dapat dihitung secara individual dan secara klasikal. Hasil belajar siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor siswa yang diperoleh dengan mengerjakan soal-soal yang terdapat di tes hasil belajar. Berdasarkan kriteria ketuntasan minimal yang telah ditetapkan MAN Bangkalan, maka siswa dipandang tuntas secara individual jika mendapatkan skor 75 dengan pengertian bahwa siswa tersebut telah mampu
(44)
37
menyelesaikan, menguasai kompetensi atau mencapai tujuan pembelajaran.
Sedangkan keberhasilan kelas (ketuntasan klasikal) dilihat dari jumlah peserta didik yang mampu menyelesaikan atau mencapai skor minimal 75, sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa yang ada di kelas tersebut.
Persentase ketuntasan klasikal dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
(45)
38
(46)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Analisis Data
1. Tahap Pengembangan Modul Pembelajaran
Pengembangan pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengembangan perangkat pembelajaran. Perangkat tersebut berupa modul dengan penerapan masalah sehari-hari terkait eksponen dan logaritma. Dalam penelitian ini model pengembangan yang digunakan adalah model pengembangan ADDIE yang terdiri dari 5 tahap, yaitu analysis (analisis), design (perancangan), development (pengembangan),
implementation (implementasi), dan evaluation (evaluasi).
Dalam tiap tahapan tersebut terdapat beberapa kegiatan yang harus dilakukan. Rincian waktu dan kegiatan yang dilakukan dalam mengembangkan modul pembelajaran ini dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1
Rincian Waktu dan Kegiatan Pengembangan Modul Pembelajaran
No Tanggal Nama
Kegiatan Hasil yang Diperoleh
1 1 Juni 2015
Analisis Situasi Pembelajara n
Mengetahui masalah dasar dalam pembelajaran matematika yang selama ini ada di MAN Bangkalan dan juga karakteristik siswa melalui diskusi dan wawancara dengan guru mata pelajaran.
2
3 Juni 2015 s/d 5 Juni 2015
Telaah Kompetensi
Materi yang akan digunakan dalam pengembangan modul yaitu konsep eksponen dan logaritma berdasarkan pada kompetensi inti dan kompetensi dasar yang terdapat pada silabus
(47)
40
No Tanggal Nama
Kegiatan Hasil yang Diperoleh kurikulum 2013. Selain itu juga dirumuskan indikator yang harus dicapai peserta didik dalam proses pembelajaran menggunakan modul. 3 6 Juni 2015 s/d 26 Juli 2015 Merancang Garis Besar Modul
Draf kegiatan belajar modul sebagai kerangka dalam mengembangkan modul
Pemilihan Media
Media yang digunakan dalam penyajian modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari berupa gambar ilustrasi dan foto yang diambil dari berbagai sumber
Menentukan spesifikasi modul
Sistematika dan spesifikasi modul yang ditulis secara rinci
Merancang
layout Modul Awal
Menyusun instrumen modul
Instrumen yang akan digunakan sebagai penentu aspek kelayakan modul matematika. 4 27 Juli 2015 s/d 12 Agustus 2015 Validasi modul Mengetahui penilaian dosen pembimbing dan validator terhadap modul yang dikembangkan peneliti 5 29 Juli 2015 s/d 10 Agustus 2015 Revisi
Perbaikan (revisi) modul berdasarkan penilaian, saran, dan hasil konsultasi dengan dosen pembimbing dan validator
(48)
41
No Tanggal Nama
Kegiatan Hasil yang Diperoleh
6 13 Agustus 2015 s/d 19 Agustus 2015 Penerapan modul dan pengisian angket Mengujicobakan modul pembelajaran dengan subjek penelitian siswa kelas X MIA 1 MAN Bangkalan.
Memperoleh data mengenai angket respon siswa dan hasil belajar siswa. 7 20 Agustus 2015 Evaluasi Melakukan penilaian terhadap hasil pembelajaran siswa dengan menggunakan modul serta menyimpulkan hasil pengembangan modul. 8 24 Agustus 2015 s/d 23 Desembe r 2015 Penulisan Laporan penelitian Pengembang an Modul Menghasilkan skripsi dengan judul “Pengembangan Modul Matematika dengan Penerapan Masalah Sehari-hari pada Materi Eksponen dan Logaritma ”
Rangkaian proses pengembangan modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari pada materi eksponen dan logaritma dilakukan mulai tanggal 1 Juni 2015 s/d 20 Agustus 2015.
a. Deskripsi Hasil Tahap Analisis (Analysis)
Tahap Analisis (Analysis) dalam penelitian ini berfungsi untuk menganalisa kebutuhan-kebutuhan pembelajaran dengan menganalisis tujuan dan bahan materi. Tahap analisis terdiri dari 2 tahap, yaitu analisis situasi pembelajaran dan telaah kompetensi.
1) Analisis Situasi Pembelajaran
Analisis situasi pembelajaran ini dilakukan untuk menetapkan masalah dasar yang menjadi latar belakang
(49)
42
perlu tidaknya dikembangkan pembelajaran matematika menggunakan modul dengan penerapan masalah sehari-hari. Dalam hal ini dilakukan wawancara dan diskusi bersama dengan guru mata pelajaran matematika kelas X di MAN Bangkalan. Hasil wawancara sebagaimana terlampir dalam lampiran C-1.
Setelah melakukan wawancara langsung dengan guru mata pelajaran matematika kelas X di MAN Bangkalan, peneliti memperoleh informasi tentang keterbatasan sumber belajar yang dimiliki oleh siswa MAN Bangkalan khususnya yang mendukung siswa dalam melatih kemampuan menyelesaikan masalah sehari-hari. Buku yang mereka gunakan hanyalah buku LKS yang mereka peroleh dari sekolah. Sehingga motivasi siswa untuk belajar matematika masih rendah.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti mencoba untuk menerapkan pembelajaran dengan menggunakan modul pembelajaran. Dengan modul pembelajaran, masing-masing siswa diberikan kesempatan untuk belajar secara mandiri, siswa juga dibimbing dalam proses pemecahan masalah. Oleh karena itu, peneliti memilih pembelajaran menggunakan modul dengan penerapan masalah sehari-hari untuk diterapkan dalam pembelajaran sebagai salah satu upaya agar siswa mampu mempelajari suatu materi pembelajaran dengan waktu yang tidak tebatas dan melatih siswa dalam proses pemecahan masalah.
2) Telaah Kompetensi
Pada tahap ini peneliti melakukan analisis terhadap silabus, menentukan kompetensi inti dan indikator yang harus dicapai oleh peserta didik. Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi, merinci dan menyusun secara sistematis konsep-konsep yang akan dijadikan sebagai bahan pembuatan modul.
Berdasarkan kurikulum 2013 semester ganjil, peneliti memilih materi pada matematika wajib, yaitu eksponen dan logaritma kelas X MIA untuk dijadikan materi dalam pengembangan modul dengan penerapan masalah sehari-hari berdasarkan pada kompetensi inti:
(1)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
61
Hasil analisis menunjukkan bahwa ketiga validator memberikan nilai “B” dan rata-rata total penilaian seluruh validator adalah 108,67 yang berarti bahwa modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari pada materi eksponen dan logaritma yang dikembangkan layak diujicobakan dengan sedikit revisi. Dengan demikian moodul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari pada materi eksponen dan logaritma yang dikembangkan dapat dikatakan praktis oleh para validator.
4. Keefektifan Hasil Pengembangan Modul
a. Respon siswa
Hasil analisis angket respon siswa menunjukkan bahwa respon mayoritas siswa terhadap kegiatan pembelajaran menggunakan modul adalah baik dengan rata-rata 3,054, walaupun masih ada yang memberikan respon yang cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa siswa merasa semangat dan antusias mengikuti pembelajaran matematika karena mudah memahami masalah ketika belajar matematika sehingga menuntut siswa untuk melatih memecahkan masalah. Selain itu hasil analisis respon siswa terhadap modul yang digunakan dalam pembelajaran adalah baik dengan rata-rata 3,12, meskipun masih ada yang memberikan respon cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa siswa senang terhadap penyajian modul pembelajaran yang diberikan, dan isi modul tersebut bermanfaat bagi siswa
b. Hasil Belajar Siswa
Berdasarkan analisis hasil belajar siswa yang telah dikemukakan sebelumnya, tabel 4.7 menunjukkan bahwa 27 hasil belajar siswa selama proses pembelajaran dengan modul pembelajaran pada materi eksponen dan logaritma dengan penerapan masalah sehari-hari memenuhi kriteria tuntas secara individual dengan prsentase 84,4 %. Dengan demikian siswa juga memenuhi kriteria ketuntasan secara klasikal.
Terdapat 5 orang siswa yang tidak tuntas dalam mencapai kompetensi menentukan penyelesaian eksponen dan logaritma dengan nilai tes dibawah 75, masing-masing mendapat nilai 70, 65, 70, 68 dan 70. Menurut pengamatan
(2)
62
peneliti, siswa yang tidak tuntas tersebut memang siswa yang kurang memperhatikan selama kegiatan pembelajaran dan terkesan tidak serius dalam mempelajari materi eksponen dan logaritma. Hal inilah yang mungkin menjadi faktor penyebab tidak tuntasnya siswa dalam mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Program perbaikan atau remidial hendaknya diberikan oleh guru untuk membantu siswa mencapai kompetensi tersebut.
Berdasarkan hasil analisis respon siswa dan hasil belajar siswa menunjukkan bahwa respon siswa terhadap modul yang dikembangakan adalah baik (positif) dan hasil belajar siswa menunjukkan bahwa 84,4% siswa dinyatakan tuntas. Hal ini dapat disimpulkan bahwa modul pembelajaran matematika dengan penerapan masalah sehari-hari pada materi eksponen dan logaritma yang dikembangkan adalah efektif.
(3)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
63
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian tentang pengembangan modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari pada materi eksponen dan logaritma dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Tahapan dalam proses pengembangan modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari pada materi eksponen dan logaritma mengacu pada model pengembangan ADDIE, yaitu (1) analysis (analisis) meliputi kegiatan analisis situasi pembelajaran dan telaah kompetensi; (2) desain (perancangan) meliputi kegiatan merancang garis besar modul, pemilihan media, menentukan spesifikasi modul, merancang layout dan menyusun instrumen modul; (3) development (pengembangan) meliputi kegiatan validasi kepada 3 orang validator; (4) implementation (penerapan) yaitu kegiatan uji coba kepada siswa MAN Bangkalan kelas X MIA 1 dengan diterapkannya pembelajaran menggunakan modul hasil pengembangan dan (5) evaluation (evaluasi) yaitu penilaian dan anlisis terhadap hasil belajar yang telah diperoleh pada tahap penerapan.
2. Modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari pada materi eksponen dan logaritma yang dikembangkan dalam penelitian ini telah dinilai valid oleh para ahli dengan kevalidan 3,63, sehingga modul pembelajaran dapat dikatakan valid. 3. Modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari pada
materi eksponen dan logaritma dinilai praktis oleh para ahli, dengan penilaian “B”, yang berarti bahwa modul pembelajaran yang dikembangkan layak diujicobakan dengan sedikit revisi, sehingga modul pembelajaran dapat dikatakan praktis.
4. Respon siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari pada materi eksponen dan logaritma yang dikembangkan dalam penelitian ini mendapat respon positif dari siswa dengan rata-rata total 3,1. Sedangkan hasil belajar siswa kelas X MIA 1 MAN Bangkalan dalam pembelajaran menggunakan modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari pada materi eksponen dan logaritma menunjukkan 84,4% siswa dinyatakan
(4)
64
tuntas secara individual sekaligus dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan modul yang dikembangkan tersebut pada uji coba telah mencapai ketuntasan secara klasikal. Berdasarkan hasil tersebut maka modul pembelajaran dapat dikatakan efektif.
B. Saran
Saran-saran yang dapat diberikan penulis sebagai sumbangan pemikiran terhadap pengembangan perangkat pembelajaran khususnya modul matematika adalah sebagai berikut:
1. Modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari pada materi eksponen dan logaritma untuk siswa kelas X semester ganjil ini dapat dikembangkan lebih lanjut pada materi matematika yang lain. Karena berdasarkan pada hasil angket respon siswa diperoleh bahwa siswa berminat dan antusias dengan pembelajaran menggunakan modul tersebut.
2. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya memberikan tampilan grafik yang lebih baik, yaitu dengan memberikan modul yang fullcolor.
3. Modul matematika dengan penerapan masalah sehari-hari pada materi eksponen dan logaritma ini dapat dikembangkan lebih lanjut di daerah lain sebagai sumber belajar matematika SMA/MA kelas X.
4. Modul pembelajaran ini hendaknya dipergunakan oleh para pelaksana pendidikan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
(5)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
65
DAFTAR PUSTAKA
Ahdhianto, Erif., Tesis Program Pasca Sarjana : “Pengembangan Modul Pembelajaran Geometri Bangun Datar Berbasis Teori Van Hile Untuk Siswa Kelas VI Sekolah Dasar”. Surabaya : Perpustakaan UNESA, 2014.
Arifin, Zaenal. Metode Penelitian Pendidikan. Surabaya : Lentera Cendekia. 2012.
Asyhar, Rayandra. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta: Referensi. 2012.
Budiningsih, Asri. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta, 2005.
Fahmi, Rifik. Sripsi : “Profil Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII Mts Muhammadiyah 6 Karanganyar
dalam Menyelesaikan Soal Bangun Datar”. Surakarta: UMS
ETD-db, 2015.
Gani, Mia. Meningkapkan Pemahaman Konsep KPK dan FPB Melalui Pendekatan Open Ended, accesed on 15 April 2015; http://mia-gani.blogspot.co.id/2011/06/proposal-matematika.html ; Internet Herlambang. Tesis Program Pasca Sarjana. Analisis Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII-A SMP Negeri 1 Kepahiang Tentang Bangun Datar Ditinjau Dari Teori Van Hiele. Bengkulu: Universitas Bengkulu. 2013.
Husmah., dan Yanur Setyaningrum. Desain Pembelajaran Berbasis Pencapaian Kompetensi. Jakarta : Prestasi Pustakarya, 2013.
Isnaini, Muhammad. Pendidikan Sebagai Penentu Kualitas Bagsa, accesed on 15 April 2015 ;
http://sumsel.kemenag.go.id/file/file/TULISAN/qzgb1327301598.ht m ; Internet
Khabibah, Siti., Desertasi Program Pasca Sarjana : “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika dengan Soal Terbuka untuk Meningkatkan Kreatifitas Siswa Sekolah Dasar”. Surabaya : Perpustakaan UNESA, 2006.
Majid, Abdul. Perencanaan Pembelajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya. 2012.
Maniezt, Novi. Pemecahan Masalah Menurut George Polya, accesed on 5 Mei 2015; http://noppycimutz93.blogspot.co.id ; Internet.
Maula, Nikmatul. Prinsip Pengembangan Bahan Ajar, accesed on 17 April 2015; http://maulanikmatul.blogspot.co.id ; Internet.
(6)
66
Muldash, Mimyn Putri., Tesis Program Pasca Sarjana : “Pengembangan Modul Matematika Kontekstual Materi Bangun Datar Kelas V SD”. Surabaya: Perpustakaan UNESA, 2014.
Naibaho, Agus. Problem Solving, accesed on 5 Mei 2015; http://agusjnaibaho.blogspot.co.id ; Internet.
Nasution, S. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2013.
Nurcahyo, Muhammat. Pemecahan Masalah menurut G. Polya, accesed on 5 Mei 2015; http://muhamatnurcahyanto.blogspot.co.id ; Internet. Sanaky, Hujair AH. Media Pembelajaran Interaktif-Inovatif.
Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2013.
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Kencana, 2006.
Siregar, Eveline., dan Hartini Nara. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia, 2014.
Suryosubroto, B. Sistem Pengajaran dengan Modul. Jakarta : Bina Aksara. 1983.
Susanto, Ahmad. Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta : Kencana. 2004.
Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta : Kencana, 2010.
Usman, Muhammad Rizal. Pendekatan Pemecahan Masalah Menurut Polya, accesed on 17 April 2015; http://mureeuz88.blogspot.co.id; Internet
Wena, Made. Strategi Pembelajaran Inovetif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara. 2011.