Filsafat Ilmu Merajut Harmonisasi Antara

Syamsul Kurniawan & Tijani

Filsafat Ilmu

•Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam•

Editor: Fachrul Razi

FILSAFAT ILMU

| iii

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

PERPUSTAKAAN NASIONAL: Katalog Dalam Terbitan (KDT) FILSAFAT ILMU Merajut Harmonisasi antara Filsafat, Ilmu dan Islam (16 x 24 cm = x + 169 halaman)

ISBN: XXX-XXX-XXXX-XX-X Judul Buku:

FILSAFAT ILMU Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

SETIA PURWADI

Cetakan: September 2017 Diterbitkan oleh:

IAIN Pontianak Press

Jalan Letjend Soeprapto No. 19

iv |

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Pengantar

Penulis

FILSAFAT adalah mater scientiarum (induk ilmu pengetahuan). Disebut demikian karena memang ilsafatlah yang telah melahirkan segala ilmu pengetahuan yang ada. Filsafat telah berhasil mengubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris.

Awalnya Bangsa Yunani dan bangsa lain di dunia beranggapan bahwa semua kejadian di alam ini dipengaruhi oleh para dewa. Karenanya para dewa harus dihormati dan sekaligus ditakuti kemudian disembah. Dengan ilsafat, pola pikir yang selalu tergantung pada dewa diubah menjadi pola pikir yang tergantung pada rasio.

Perubahan dari pola pikir mitosentris ke logosentris membawa implikasi yang tidak kecil. Alam dengan segala gejalanya, yang selama ini ditakuti kemudian didekati dan bahkan dieksploitasi. Perubahan yang mendasar adalah ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang terjadi, baik di alam jagad raya (makrokosmos)

FILSAFAT ILMU

|v

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Pada perkembangan selanjutnya, baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial terbagi dalam beberapa disiplin, yang membutuhkan pendekatan, sifat, objek, tujuan, dan ukuran yang berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya. Pada gilirannya, cabang ilmu semakin subur dengan segala variasinya. Namun, tidak dapat dipungkiri juga bahwa ilmu yang terspesialisasi itu semakin menambah sekat-sekat antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu yang lain, sehingga muncul arogansi ilmu yang satu dengan yang lain. Tidak hanya sekedar sekat-sekat antar disiplin ilmu dan arogansi ilmu, tetapi yang terjadi adalah terpisahnya ilmu itu dengan nilai luhur ilmu, yaitu untuk menyejahterakan umat manusia. Bahkan tidak mustahil terjadi, ilmu menjadi bencana bagi kehidupan umat manusia, seperti pemanasan global dan dehumanisasi.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perkembangan ilmu memiliki dampak positif dan negatif. Di antara konsekuensi negatif perkembangan ilmu, ilmu dan teknologi kehilangan ruhnya yang fundamental karena ilmu kemudian mengeliminir peran manusia dan bahkan manusia tanpa sadar menjadi budak ilmu dan teknologi. Karena itu, ilsafat ilmu berusaha mengembalikan ruh dan tujuan luhur ilmu agar tidak menjadi bumerang bagi kehidupan umat manusia. Di samping itu, salah tujuan ilsafat ilmu adalah untuk mempertegas bahwa ilmu dan teknologi adalah instrumen bukan tujuan.

Pada konteks mengatasi problematika dikotomi ilmu, ilsafat ilmu juga menekankan pentingnya merajut kembali harmonisasi antara ilmu dan agama melalui integrasi keilmuan. Berikutnya muncul istilah-istilah untuk mendukung proyek integrasi agama dan ilmu ini seperti islamisasi ilmu pengetahuan, ilmuisasi Islam, integrasi ilmu, integrasi dan interkoneksi, dan lain-lain.

vi |

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Ide penyusunan buku ini dilatarbelakangi bahwa buku ilsafat ilmu dalam kajian yang komprehensif dan integratif sulit diperoleh. Hal tersebut memberikan motivasi bagi penulis untuk menyusun buku ini. Tentu saja apa yang dipaparkan lewat buku ini tidak hanya berguna bagi mahasiswa, tetapi juga bagi semua orang yang berminat untuk mengayunkan langkah menapak jalan ke alam ilsafat demi meningkatkan daya pikir kritis, logis, dan sistematis. Kepada mereka itu kiranya buku ini dapat memberikan sumbangan yang berharga.

Buku ini dapat terwujud tidak lepas dari bantuan banyak pihak, maka ucapan terimakasih patut penulis sampaikan kepada siapapun yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan buku ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pihak penerbit yang sudah bersedia menerbitkan buku ini.

Penulis juga menyadari bahwa materi yang ada dalam buku ini belum sempurna. Penulis akan selalu berusaha menyempurnakan buku ini secara bertahap berdasarkan pengalaman, pengetahuan, dan saran-saran yang bersifat konstruktif dari para pembaca. Mudah-mudahan buku ini ada manfaatnya yang bisa dipetik bagi banyak orang. Amin.***

Pontianak, 15 Mei 2017

SYAMSUL KURNIAWAN TIJANI

FILSAFAT ILMU

| vii

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

viii |

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Daftar Isi

PENGANTAR PENULIS DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN BAB 2 RANCANG BANGUN FILSAFAT ILMU

2.1. Deinisi ilsafat ilmu

2.2 Ruang lingkup ilsafat ilmu

2.3 Filsafat Ilmu dalam Islam

2.4 Manfaat mempelajari ilsafat ilmu BAB 3 HAKIKAT, SUMBER, DAN TUJUAN ILMU

3.1 Hakikat ilmu

3.2 Sumber ilmu

3.3 Tujuan ilmu BAB 4 SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU

4.1 Dasar Pemikiran

4. 2 Ilmu dalam peradaban zaman kuno

FILSAFAT ILMU

| ix

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

4.3 Ilmu dalam peradaban abad pertengahan

4.3 Ilmu pada zaman renaisans (14-16 M)

4.4 Ilmu pada zaman moderen (17-19 M)

4.5 Ilmu pada zaman kontemporer BAB 5 KRITERIA KEBENARAN

5.1 Macam-macam teori kebenaran

5.2 Kebenaran ilmiah BAB 6 KLAKSIFIKASI ILMU

A. Klaksiikasi ilmu sebagai pengaturan yang sistematik

B. Pengklaksiikasian ilmu BAB 7 SARANA ILMIAH

7.1 Sarana ilmiah: bahasa, logika, matematika, dan statistika

7.2 Hubungan antara sarana ilmiah bahasa, logika, matematika, dan statistika

BAB 8 TANTANGAN DAN MASA DEPAN ILMU

8.1 Kemajuan ilmu dan dehumanisasi

8.2 Kontrol nilai dan moral terhadap ilmu dan teknologi BAB 9 MERAJUT HARMONISASI

ANTARA FILSAFAT, ILMU, DAN ISLAM

9.1 Dasar Pemikiran

9.2 Pemetaan Secara Filosois Hubungan Agama dan Ilmu

9.3 Mengharmonisasikan Ilmu dan Agama BAB 10 PENUTUP DAFTAR PUSTAKA

PROFIL PENULIS

x|

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Bab Satu

Pendahuluan

MELIHAT lahirnya ilmu yang dilatarbelakangi ketidakpuasan para ilmuan terhadap penemuan kebenaran oleh para ilsuf, maka dapat diasumsikan bahwa ilmu merupakan bentuk-bentuk perkembangan ilsafat (Bakhtiar, 2010: 2). Filsafat sebagaimana dijelaskan Rapar merupakan mater scientarium (induk ilmu) (Rapar, 1996: 5). Disebut induk ilmu pengetahuan, karena melalui rahim ilsafat lahir berbagai cabang ilmu dan terus berkembang dari zaman ke zaman. Atau, sebagai cikal bakal ilmu pengetahuan, ilsafat telah memainkan fungsi dan perannya sebagai kontrol utama bagi keberlangsungan ilmu menuju pada tujuan mulianya, di antaranya membangun kehidupan manusia yang beradab.

Filsafat juga memediasi pertentangan-pertentangan yang timbul antara ilmu pengetahuan, agama, dan aspek- aspek kemanusiaan. Jauh dari keinginan untuk mendewakan atau memuliakan ilsafat, senyatanya kehadiran ilsafat yang terus-menerus di sepanjang sejarah peradaban manusia sejak

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Filsafat telah berhasil mengubah pola pemikiran yang sebelumnya mitosentris menjadi logosentris. Perubahan dari pola pikir yang mitosentris menjadi logosentris senyatanya membawa implikasi yang tidak kecil. Bangsa Yunani dan bangsa lain di dunia yang sebelumnya beranggapan bahwa semua peristiwa atau kejadian di alam semesta dipengaruhi oleh kehendak para dewa, dan karenanya para dewa harus dihormati, ditakuti, dan kemudian disembah, dengan ilsafat berangsur-angsur mulai berubah. Pola pikir yang mulanya amat bergantung pada dewa (mitosentris) bergeser pada pola pikir yang tergantung pada rasio (logosentris). Alam dengan segala macam gejalanya yang sebelumnya ditakuti kemudian didekati dan bahkan dieksploitasi.

Hanya saja, karena ilsafat disebut-sebut sebagai induk ilmu, tidak sedikit yang gagal paham terhadap keberadaan ilsafat. Sebagian mereka menganggap ilsafat sebagai ilmu yang istimewa sehingga menempati tempat duduk yang paling tinggi di antara seluruh ilmu yang ada. Bahkan sebagian mereka menilai, ilsafat adalah ilmu khusus yang hanya dapat dimengerti oleh orang-orang jenius dan punya kapasitas intelektual di atas rata- rata. Konsekuensinya, ada sebagian mahasiswa atau kalangan akademisi yang sengaja menghindari mata kuliah ilsafat atau berilsafat, karena dianggap terlampau sukar atau pelik.

Sebaliknya, ada pula yang salah paham dengan ilsafat dengan mengira bahwa ilsafat adalah sesuatu yang serba rahasia, mistis, dan aneh. Ada yang menyangka bahwa ilsafat adalah suatu kombinasi antara astrologi, psikologi, dan teologi. Tidak

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Ada juga yang berpendapat bahwa ilsafat itu tidak berharga untuk dipelajari. Filsafat tidak lebih dari sekedar lelucon yang tak bermakna alias “omong kosong”. Apa gunanya mempelajari ilsafat yang tidak sanggup memberi petunjuk tentang bagaimana seseorang dapat meningkatkan keuntungan bagi perusahaannya? Apa gunanya mempelajari ilsafat yang tak mampu memberi petunjuk tentang bagaimana merancang sebuah bangunan yang bisa memikat banyak orang sehingga laku dipasarkan? Apa gunanya mempelajari ilsafat yang tidak dapat memberi petunjuk tentang bagaimana beternak ayam yang paling berhasil?. Singkatnya, mereka hendak mengatakan bahwa ilsafat tidak memiliki kegunaan praktis.

Sebagian lain yang berpendapat bahwa ilsafat hanyalah sejenis “ilmu” yang mengawang tanpa memiliki dasar pijakan konkret yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sebabnya karena ilsafat berbicara tentang apa saja. Sementara mereka mengasumsikan sebuah disiplin ilmu hanya mengacu pada satu objek tertentu, maka ilsafat tidak dapat dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu.

Di kalangan rohaniwan dan teolog, gagal paham terhadap ilsafat juga ditemui. Sebagian mereka ada yang memperlakukan ilsafat hanya sebagai ancilla theologiae, yaitu sebagai budak atau pelayan teologi, ilsafat bertugas memformulasikan argumentasi-argumentasi yang kuat untuk membela keyakinan dan ajaran agama, tanpa memperdulikan apakah cara yang ditempuh itu benar atau sahih. Bahkan, ada juga rohaniwan dan teolog yang menuding ilsafat sebagai alat iblis yang terkutuk, karena itu harus ditolak oleh semua orang beriman.

Dalam percakapan sehari-hari, acap kali kita dengar ada orang yang mengatakan, “falsafah saya adalah...” atau “ilsafat pengusaha yang berhasil itu...”, dan sebagainya.

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Apakah sebenarnya yang dimaksudkan dengan ungkapan- ungkapan tersebut? Apakah arti istilah “falsafah” atau “ilsafat” yang digunakan dalam ungkapan-ungkapan tersebut di atas? Istilah “falsafah” atau “ilsafat” yang digunakan dengan cara itu sesungguhnya mengacu kepada sikap, pandangan, dan gagasan yang dipegang oleh seseorang untuk menghadapi segala persoalan dan tantangan yang harus diatasinya.

Ada lagi orang-orang yang hendak menawarkan “jasa baik” dengan berupaya membedakan pemakaian istilah “falsafah” dan “ilsafat” dalam penggunaan praktis sehari-hari, namun malah berakibat semakin rancu. Ada juga yang mengatakan bahwa karena semua orang berpikir, sesungguhnya semua orang adalah ilsuf. Apakah benar setiap orang yang berpikir itu adalah ilsuf? Jika benar demikian, berarti berpikir adalah berilsafat, dan berilsafat adalah berpikir. Jadi pemikiran (sebagai hasil berpikir) adalah ilsafat, dan ilsafat adalah pemikiran. Memang benar orang yang berilsafat itu berpikir, tetapi tidak semua yang berpikir berarti pula berilsafat. Untuk berpikir secara ilsafati, ada persyaratan-persyaratan tertentu yang harus dipenuhi.

Kesimpangsiuran pendapat dan pandangan yang telah dikemukakan itu belum menyentuh keanekaragaman gagasan- gagasan ilsafati yang acapkali “saling bertentangan” satu sama lain. Konsep-konsep ilsafati yang saling bertentangan seringpula menimbulkan pertikaian tak terdamaikan yang membuat ilsafat semakin dianggap kacau balau. Tentu saja, hal itu menimbulkan kesan buruk terhadap ilsafat. Oleh sebab itu, dapat dipahami apabila ada orang yang berpendapat bahwa ilsafat merupakan sesuatu yang tidak jelas, kacau balau, tidak ilmiah, penuh dengan pertikaian dan perselisihan pendapat, tidak mengenal sistem dan metode, tidak tertib, dan juga tidak terarah. Tidak mengherankan pula jika ada yang menawarkan pemikiran untuk menertibkan ilsafat karena menganggap ilsafat tidak tertib. Akan tetapi, dapat dibayangkan bagaimanakah jadinya suatu ilsafat bila ditertibkan. Tidakkah ia akan menjadi “kurus” dan

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Pandangan-pandangan yang keliru tentang ilsafat menunjukkan ketidaktahuan tentang apa sesungguhnya ilsafat. Memang pengamatan sekilas terhadap keberadaan ilsafat dapat menyesatkan. Akan tetapi, apabila benar-benar disimak secara lebih serius dan lebih mendalam, ilsafat akan semakin diminati, semakin menarik, semakin memikat, dan semakin memukau.

Pada mulanya ilsafat mencakup seluruh ilmu yang telah dikenal pada masa itu. Kemudian secara berangsur-angsur, satu demi satu, barulah berbagai ilmu melepaskan diri dari ilsafat dan menjadi ilmu yang mandiri. Sesudah itu, perkembangan ilmu- ilmu yang telah mandiri itu begitu pesat dan mengagumkan serta memberi harapan yang lebih luar biasa sehingga banyak orang begitu yakin bahwa berbagai ilmu yang telah mandiri itu dapat menjawab dan memecahkan seluruh persoalan yang selama ini tidak dapat dijawab dan dipecahkan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika banyak orang menyangka bahwa dengan berkembangnya berbagai ilmu itu ilsafat semakin terdesak dan akhirnya tidak diperlukan lagi. Akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa sesungguhnya ada banyak hal yang tidak dapat dijawab dan dipecahkan oleh berbagai ilmu itu.

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Pada umumnya ilmu dikembangkan dengan bertolak dari realitas serta mengajukan pertanyaan-pertanyaan faktual dan praktis. Akan tetapi, apabila pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada suatu bidang ilmu telah melampaui yang faktual dan praktis serta mengacu kepada upaya untuk mencari kejelasan tentang seluruh realitas serta mencari akar dan asas realitas itu sendiri, maka berbagai ilmu yang telah mandiri itu terpaksa harus kembali ke induknya, yaitu ilsafat, untuk meminta jawabannya. Segala upaya untuk memperoleh klariikasi tentang seluruh realitas serta mencari akar dan asas realitas telah berada di luar kompetensi ilmu karena sesungguhnya hal itu merupakan suatu upaya ilsafati yang membutuhkan pemikiran abstrak dan relektif kritis (Rapar: 73-74).

Karena banyaknya pertanyaan yang diajukan pada berbagai bidang ilmu pengetahuan telah melampaui kompetensi bidang itu sendiri dan harus dimintakan jawabannya kepada ilsafat, maka lahirlah ilsafat ilmu yang menerapkan berbagai metode ilsafati dalam upaya mencari akar dan menemukan asas realitas yang dipersoalkan oleh bidang ilmu tersebut demi memperoleh kejelasan lebih pasti (Rapar: 74). Misalnya, tentang konsekuensi negatif perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagaimana gejala pada manusia moderen yang disebut dengan “mabuk teknologi”. Naisbitt (2002: 23-24) memaparkan gejala “mabuk teknologi” ditandai beberapa indikator, yaitu:

1. Masyarakat lebih menyukai penyelesaian masalah secara kilat dari masalah agama sampai masalah gizi;

2. Masyarakat takut dan sekaligus memuja teknologi;

3. Masyarakat mengaburkan perbedaan antara yang nyata dan yang semu;

4. Masyarakat menerima kekerasan sebagai sesuatu yang wa- jar;

5. Masyarakat mencintai teknologi dalam bentuk mainan;

6. Masyarakat menjalani kehidupan yang berjarak dan tereng- gut.

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Filsafat ilmu merupakan suatu bagian ilsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu, yaitu apa yang ilsafat umumnya lakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat ilmu melakukan dua macam hal: di satu pihak, membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan (Caws, 1965: 5).

Pada konteks ini, ilsafat ilmu semestinya juga mengacu dan tidak bertentangan dengan agama. Artinya, selain bersumber dari pemikiran ilosois, kajian atas ilmu hendaknya juga bersandar pada kajian-kajian keagamaan. Apalagi, dalam ilsafat juga tercakup pembahasan tentang manusia, alam, dan Tuhan, (Spencer, 1955: 1125-1126) yang relevan dengan agama.

Sekiranya ilsafat berusaha mengkaji hubungan antara manusia dengan sesama manusia, manusia dengan alam semesta, dan manusia dengan penciptanya. Demikian pula pada agama, terutama Islam, yang secara lengkap terakumulasi semua kupasan ilsafat ini. Sebagaimana dimafhumi, Alquran sebagai sumber umat Islam, mempunyai cakupan yang holistik dan universal.

Tidak dapat dipungkiri bahwa sudah banyak buku tentang Filsafat Ilmu yang beredar. Namun demikian buku ini sengaja melakukan positioning, terutama dari aspek kedekatan kajian dengan keilmuan Islam. Sehingga buku ini dapat relevan untuk dimanfaatkan sebagai referensi, terutama oleh mahasiswa di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam pada mata kuliah Filsafat Ilmu.***

FILSAFAT ILMU

|7

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Bab Dua

Rancang Bangun Filsafat Ilmu

2.1 DEFINISI FILSAFAT ILMU

KATA ilsafat bukan terma asing lagi, keberadaannya lazim dipakai dalam percakapan sehari-hari. Meskipun demikian perlu diketahui rangkaian, pembahasan, dan pemikiran apa yang terdapat di dalamnya. Karena ilsafat berkonotasi dengan akar kata yang abstrak dan mengandung nilai-nilai dasar tertentu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui pengertian ilsafat tersebut baik menurut bahasa (etimology) maupun istilah (terminology).

Secara etimologis, ilsafat merupakan padanan kata falsafah (Bahasa Arab) dan philosophy (Bahasa Inggris), berasal dari bahasa Yunani philosophia (Gie, 2010: 29) yang merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata philos dan sophia. Kata philos berarti kekasih, bisa juga berarti sahabat. Adapun sophia berarti kebijaksanaan atau kearifan, dapat juga berarti pengetahuan. Jadi secara hariah philosophia dapat dimaknai yang mencintai kebijaksanaan atau sahabat pengetahuan. Istilah

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Gambar 2.1 Patung Pythagoras dari Samos di Capitoline Museums, Roma (sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Pythagoras)

Deinisi ilsafat menurut istilah sangat beragam, baik dalam ungkapan maupun titik tekanannya. Bahkan, Mohammad Hatta dan Langeveld seperti dikutip Bakhtiar (1997: 7), mengatakan bahwa deinisi ilsafat tidak perlu diberikan karena setiap orang memiliki titik tekan sendiri dalam deinisinya. Oleh karena itu, biarkan saja seseorang meneliti ilsafat terlebih dahulu kemudian menyimpulkan sendiri.

Pendapat ini ada benarnya, sebab intisari berilsafat itu

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Plato mengatakan, bahwa ilsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa ilsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan Aristoteles (murid Plato) berpendapat bahwa ilsafat adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa berupaya mencari prinsip-prinsip dan penyebab-penyebab dari realitas ada.

Rene Descartes, ilsuf Prancis yang termasyhur dengan argumen je pense donc je suis , atau dalam bahasa latin cogito ergo sum (aku berpikir maka aku ada), mengatakan bahwa ilsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam, dan manusia. Bagi William James, ilsuf Amerika yang terkenal sebagai tokoh Pragmatisme dan Pluralisme, ilsafat adalah suatu upaya yang luar biasa hebat untuk berpikir yang jelas dan terang (Rapar, 1996: 15).

RF. Beerling (1966: 22) mengatakan bahwa ilsafat mengajukan pertanyaan tentang kenyataan seluruhnya atau tentang hakikat, asas, prinsip dari kenyataan. Beerling juga mengatakan bahwa ilsafat adalah suatu usaha untuk mencapai radix atau akar dari kenyataan dunia wujud, serta akar pengetahuan tentang diri sendiri.

Dalam pandangan Sidi Gazalba (1978: 316) ilsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematik radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada. Pendapat Sidi Gazalba ini

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

1. Adanya unsur berpikir yang dalam hal ini menggunakan akal;

2. Adanya unsur tujuan yang ingin dicapai melalui berpikir tersebut;

3. Adanya unsur ciri yang terdapat dalam pikiran tersebut, yaitu mendalam (Nata, 1999: 3-4). Uraian di atas menunjukkan dengan jelas ciri dan karakteristik berpikir secara ilosois. Intinya adalah, serangkaian upaya secara sungguh-sungguh dengan menggunakan akal pikiran – sebagai alat utamanya – untuk menemukan hakikat segala sesuatu yang berhubungan dengan ilmu.

Berikutnya deinisi ilmu. Terma Ilmu berasal dari Bahasa Arab, ‘alima, ya’lamu, ‘ilman, dengan wazan fa‘ila, yaf‘alu, yang berarti mengerti, memahami benar-benar (Bakhtiar, 2010: 12). Dalam bahasa Inggris disebut science ; dari bahasa latin scientia (pengetahuan) yang diturunkan dari kata scire (mengetahui) (Gie, 2010: 87). Sinonim yang paling dekat dengan bahasa Yunani adalah episteme (Suriasumantri, 1998: 324). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ilmu disamakan artinya dengan pengetahuan. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu adalah pengetahuan (Depdiknas, 2013: 524).

Di antara para ilsuf dari berbagai aliran terdapat pemahaman umum bahwa ilmu adalah sesuatu kumpulan yang sistematis dari pengetahuan. Seorang ilsuf yang meninjau ilmu yaitu Kemeny menggunakan istilah ilmu dalam arti semua pengetahuan yang dihimpun dengan perantaraan metode ilmiah (Kemeny, 1959: 175). Menurut Gie (2010), di kalangan ilmuan sendiri umumnya juga ada kesepakatan bahwa ilmu terdiri atas pengetahuan. Dengan mengutip pendapat seorang ilmuan yaitu Sheldon J. Lachman, Gie (2010) mengatakan bahwa ilmu menunjuk pertama-tama pada kumpulan-kumpulan yang disusun secara sistematis dari pengetahuan yang dihimpun tentang alam semesta yang melulu diperoleh melalui teknik-

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Secara terminilogis, ilmu mempunyai ciri-ciri utama sebagai berikut :

1. Ilmu adalah sebagian pengetahuan yang bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur, dan dibuktikan. Berbeda dengan iman, yaitu pengetahuan didasarkan atas keyakinan kepada yang gaib dan penghayatan serta pengalaman pribadi.

2. Berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidak pernah mengartikan kepingan pengetahuan sebagai satu putusan tersendiri, sebaliknya ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu kepada objek (atau alam objek) yang sama dan saling berkaitan secara logis. Karena itu koherensi sistematik adalah hakikat ilmu. Prinsip-prinsip objek dan hubungan-hubungannya yang tercermin dalam kaitan- kaitan logis yang dapat dilihat dengan jelas. Bahwa prinsip- prinsip metaisis objek menyingkapkan dirinya sendiri kepada kita dalam prosedur ilmu secara lamban, didasarkan pada sifat khusus intelek kita yang tidak dapat dicirikan oleh visi ruhani terhadap realitas tetapi oleh berpikir.

3. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing penalaran perorangan, sebab ilmu dapat memuat di dalam dirinya sendiri hiptesis-hipotesis dan teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.

4. Di pihak lain, yang seringkali berkaitan dengan konsep ilmu pengetahuan ilmiah adalah ide bahwa metode-metode yang berhasil dan hasil-hasil yang terbukti pada dasarnya harus terbuka kepada semua pencari ilmu.

5. Ciri hakiki lainnya dari ilmu yaitu metodologi, sebab kaitan logis yang dicari ilmu tidak dicapai dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan dan ide yang terpisah-pisah. Sebaliknya, ilmu menuntut pengamatan dan berpikir metodis, tertata rapi. Alat bantu

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

6. Kesatuan setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya. Teori skolastik mengenai ilmu membuat pembedaan antara objek material dan objek formal. Yang terdahulu disebut adalah objek konkret yang disimak ilmu. Sedangkan yang belakangan disebut adalah aspek khusus atau sudut pandang terhadap objek material. Yang mencirikan setiap ilmu adalah objek formalnya. Sementara objek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain. Pembagian objek studi mengantarkan ke spesialisasi ilmu yang terus bertambah (Bagus, 1996: 3017-308).

Selain sejumlah ciri-ciri utama di atas yang sangat normatif, berikut sejumlah pengertian yang disampaikan oleh beberapa ahli :

1. Hatta mendeinisikan ilmu sebagai pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.

2. Pearson mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.

3. Montagu berpendapat bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.

4. Afanasyef, seorang pemikir marxist bangsa Rusia mendeinisikan ilmu sebagai pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat, dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, kategori dan hukum-hukum, yang ketetapannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praksis (Anshari, 1987: 47-49).

5. Bakhtiar berpendapat bahwa ilmu adalah sebagian

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Dari keterangan para ahli tentang ilmu di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang terklasiikasi, tersistem dan terukur serta dapat dibuktikan kebenarannya secara logis maupun empiris. Deinisi ini sekaligus membedakan pengertian antara ilmu dan pengetahuan, di mana pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai metaisisik maupun isik. Dapat juga dikatakan, pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense, sedangkan ilmu sudah merupakan bagian yang labih tinggi oleh karena memiliki metode dan mekanisme tertentu.

Berikut diterangkan beberapa pengertian ilsafat ilmu menurut para ahli:

1. Ackerman mendeinisikan ilsafat ilmu sebagai sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap pendapat-pendapat lampau yang telah dibuktikan atau dalam kerangka ukuran-ukuran yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi ilsafat ilmu demikian jelas bukan suatu cabang ilmu yang bebas dari praktek ilmiah senyatanya (Ackermann, 1970: 19).

2. Beck (1964: 16) mengatakan bahwa ilsafat ilmu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menerapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.

3. Benjamin mendeinisikan ilsafat ilmu sebagai cabang pengetahuan ilsafat yang merupakan telaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang-cabang pengetahuan intelektual (Gie, 2010: 58).

4. Berry (1977: 559) mendeinisikan ilsafat ilmu sebagai

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

5. Brodbeck (1953: 6) mendeinisikan ilsafat ilmu sebagai analisis yang netral secara etis dan ilsafati, pelukisan, dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.

6. Caws berpendapat bahwa ilsafat ilmu merupakan suatu bagian ilsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang ilsafat lakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal: pertama, membangun teori- teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; kedua , ilsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan. (Caws, 1965: 5).

7. Liang Gie (2010: 61-62) berpendapat bahwa ilsafat ilmu adalah segenap pemikiran relektif terhadap persoalan- persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Landasan dari ilmu itu mencakup: konsep-konsep dasar, anggapan-anggapan dasar, asas-asas permulaan, struktur-struktur teoritis, dan ukuran-ukuran kebenaran ilmiah.

2.2 RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU

Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa ilsafat ilmu merupakan telaah keilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemologis, maupun aksiologisnya. Suriasumantri (1991: 33) mengatakan, ilsafat ilmu yang

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

1. Obyek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang

hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan? (landasan ontologis).

2. Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya

pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedur dan mekanismenya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/ teknik/ sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis).

3. Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan?

Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral? (Landasan aksiologis).

2.3 FILSAFAT ILMU DALAM ISLAM

Filsafat ilmu sama sekali tidak bertentangan dengan agama, terutama Islam. Artinya, selain bersumber dari pemikiran ilosois, kajian atas ilmu hendaknya juga bersandar pada kajian-kajian keagamaan. Apalagi, dalam ilsafat juga tercakup pembahasan tentang manusia, alam, dan Tuhan (Spencer, 1955: 1125-1126), yang relevan dengan agama.

Sekiranya ilsafat berusaha mengkaji hubungan antara manusia dengan sesama manusia, manusia dengan alam

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Berikut terjemahan dari beberapa kutipan ayat Alquran yang memuliakan orang-orang akal pikiran atau berilsafat:

...Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (Qs al-Baqarah: 219).

... Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang berpikir (Qs. Yunus: 24).

... Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir (QS az-Zumar: 42).

... Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir (Qs. Al-Jatsiyah: 13).

“...Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir” (Qs. Ar-Ra’du: 4).

“...yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal” (Qs. Al- Maidah: 58).

“...Maka apakah mereka tidak memikirkannya?” (QS

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Yasin: 68). “...(Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal”

(QS asy-Syuara: 28). “...Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS al-An‘am:

32). “...Maka apakah kamu tidak memahaminya?” (Qs. Al-

Mu’minun: 80). “...Demikianlah Allah menerangkan kepadamu

ayat-ayat-Nya (hukum-hukum-Nya) supaya kamu memahaminya” (QS al-Baqarah: 242).

Selain ayat-ayat di atas, masih banyak ayat-ayat lain yang senada maksudnya, yaitu agar kita dapat mempergunakan akal pikiran dan berilsafat. Ayat-ayat ini juga memberikan dasar untuk berpikir secara mendalam dan berilsafat tentang berbagai hal, termasuk yang berkaitan dengan pendidikan.

Kecuali pada Alquran, isyarat untuk menggunakan akal pikiran dan berilsafat juga bisa dijumpai pada hadits Nabi Muhammad Saw., seperti: “ambillah hikmah (ilsafat) dari mana datangnya”; “agama itu adalah akal, barangsiapa yang tidak berakal, maka ia tidak bisa beragama”; dan sebagainya.

2.4 MANFAAT MEMPELAJARI FILSAFAT ILMU

Beberapa manfaat yang bisa dipetik dari mempelajari ilsafat ilmu:

1. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami hakikat, sumber, dan tujuan ilmu (Bakhtiar, 2010: 20). Menurut Keraf dan Dua (2001: 27), ilmu tidak hanya berhenti sekedar memuaskan

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

2. Memahami sejarah pertumbuhan dan perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis (Bakhtiar, 2010).

3. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan non ilmiah. Sebagai mata kuliah ilsafat, kuliah ilsafat ilmu, bersama kuliah ilsafat lainnya, membantu mahasiswa untuk semakin kritis dalam sikap ilmiahnya. Mahasiswa di sini dituntut untuk tetap kritis terhadap berbagai macam teori dan pengetahuan ilmiah yang diperolehnya baik di ruang kuliah maupun dari berbagai sumber yang dapat diperolehnya. Ini sangat penting karena seorang mahasiswa dicirikan terutama oleh sikap kritisnya, sikap tidak mudah dipercaya, sikap tidak mau menerima begitu saja berbagai teori, pendapat, pandangan dari mana saja, termasuk pandangan dan pendapatnya sendiri. Sikap ini harus dikembangkan terus menjadi sebuah cara hidup (Keraf dan Dua, 2001: 25).

4. Secara khusus pelajaran ilsafat ilmu berguna bagi calon ilmuan, terutama ilmuan muslim, dengan memperkenalkan mereka dengan metode ilmu pengetahuan, khususnya dalam melakukan penelitian ilmiah. Dengan mempelajari ilsafat

20 |

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

ilmu diharapkan calon ilmuan dibantu untuk mengembangkan kemampuan analitis ilmiahnya dengan menggunakan metode ilmiah tertentu. Pada tingkat pertama, calon ilmuan dibantu untuk secara kritis melihat segala sesuatu dalam hidup ini sebagai sebuah masalah, sebagai sebuah teka-teki, maupun sebagai sebuah pertanyaan. Dengan ini diharapkan calon ilmuan selalu peka dan tanggap terhadap berbagai persoalan di sekitarnya. Pada tingkat kedua, dengan melihat segala sesuatu sebagai masalah, ilmuan terdorong untuk berupaya mencari secara ilmiah teoritis apa yang menjadi sebab dari masalah tersebut, di mana letak masalahnya, dan apa yang menyebabkannya. Apa akibat lebih lanjut dari masalah tersebut terutama kalau masalah tersebut tidak ditangani secara baik? Apa pemecahan atas masalah itu? Apa konsekuensi dari pemecahan tersebut? Apa dampaknya bagi pihak lain atau bagi hal lain? Dan seterusnya. Dengan demikian, diharapkan calon ilmuan mampu menganalisis berbagai peristiwa dan mampu menjelaskan atau memahami keterkaitannya dengan peristiwa lainnya. Kalau perlu, mampu pula mengajukan solusi atau pemecahan atas masalah tersebut. Bahkan sampai tingkat tertentu diharapkan ilmuan mampu meramalkan peristiwa tertentu berdasarkan peristiwa yang sudah terjadi, atau berdasarkan langkah, tindakan atau kebijaksanaan tertentu yang diambil sekarang.

Semua hal itu, yang dikenal sebagai kemampuan ilmiah. Kemampuan ilmiah yang perlu dimiliki seorang ilmuan. antara lain:

1. Mampu melihat sebuah peristiwa (fakta, data, informasi, tindakan, dan semacamnya) sebagai sebuah masalah ilmiah;

2. Mampu membuat analisis atas peristiwa tersebut dan kemudian memberi pelajaran atas peristiwa itu dalam hubungan sebab akibat dengan peristiwa lainnya;

3. Mampu mengajukan pemecahan atas peristiwa yang menjadi masalah tersebut;

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

4. Mampu membuat prediksi atau ramalan tentang berbagai kemungkinan yang akan timbul berkaitan dengan peristiwa tersebut serta solusi yang telah diajukan. Kemampuan ini perlu dilatih terus-menerus.

Filsafat ilmu dapat mensistematiskan, meletakkan dasar, dan memberi arah kepada perkembangan sesuatu ilmu, maupun usaha penelitian dari para ilmuan untuk mengembangkan ilmu. Dengan mempelajari ilsafat ilmu, proses pendidikan, pengajaran, dan penelitian dalam suatu cabang ilmu dapat menjadi lebih mantap dan tidak kehilangan arah (Gie, 2010: 64).

Tabel 2.1 RANCANG BANGUN FILSAFAT ILMU

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Bab Tiga

Hakikat Ilmu

3.1 DEFINISI ILMU

UNTUK memahami lebih lanjut deinisi ilmu, ada baiknya kita bedakan antara deinisi pengetahuan dan ilmu. Seperti sudah diulas pada bab 2 terdahulu, bahwa pengetahuan tidak sama dengan ilmu, walaupun ada hubungan yang sangat erat antara keduanya.

Menurut tinjauan kebahasaan, pengetahuan berasal dari kata dalam Bahasa Inggris yaitu knowledge. Sidi Gazalba (1992:

4) mengungkapkan bahwa pengetahuan ialah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.

Penganut paham pragmatis, terutama Dewey, tidak membedakan antara pengetahuan dengan kebenaran (antara knowledge dengan truth ). Jadi pengetahuan haruslah benar, kalau tidak benar adalah kontradiksi (Salam, 2003: 28).

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Jika pengetahuan adalah kebenaran dan kebenaran adalah pengetahuan, maka di dalam kehidupan manusia dapat memiliki berbagai pengetahuan dan kebenaran. Salam mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat, yaitu:

1. Pengetahuan biasa;

2. Pengetahuan ilmu;

3. Pengetahuan ilsafat;

4. Pengetahuan religi. Pengetahuan biasa, yaitu pengetahuan yang dalam istilah ilsafat disebut common sense, dan sering pula diartikan dengan good sense , karena seseorang memiliki sesuatu di mana ia menerima secara baik. Semua orang menyebut sesuatu itu merah, karena memang itu merah, benda itu panas karena memang dirasakan panas. Dengan common sense , semua orang sampai kepada keyakinan secara umum tentang sesuatu, di mana mereka akan berpendapat sama semuanya. Common sense diperoleh dari pengalaman sehari-hari, seperti air dapat dipakai untuk menyiram bunga, makanan dapat memuaskan rasa lapar, musim kemarau akan mengeringkan sawah tadah hujan, dan sebagainya.

Beberapa ciri khusus dari common sense:

1. Common sense cenderung menjadi biasa dan tetap, atau

bersifat peniruan, serta pewarisan dari masa lampau (contohnya folkways pada masyarakat tradisional);

2. Common sense sering kabur atau samar dan memiliki arti ganda;

3. Common sense merupakan suatu kebenaran atau kepercayaan yang tidak teruji, atau tidak pernah diuji kebenarannya.

Pengetahuan ilmu adalah ilmu sebagai terjemahan dari science . Dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam, yang sifatnya kuantitatif dan objektif. Ilmu pada prinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense , suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir yang objektif (objective thinking), tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui observasi, eksperimen dan klaksiikasi. Analisis ilmu itu objektif dan mengenyampingkan unsur pribadi, pemikiran logika diutamakan, netral, dalam arti tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat kedirian (subjektif), karena dimulai dengan fakta. Ilmu merupakan milik manusia secara komprehensif. Ilmu merupakan lukisan dan keterangan yang lengkap dan konsisten mengenai hal-hal yang dipelajarinya dalam ruang dan waktu sejauh jangkauan logika dan dapat diamati panca indera manusia.

Selainjutnya pengetahuan ilsafat yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan ilsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu. Kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit dan rigid, ilsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam. Filsafat biasanya memberikan pengetahuan yang relektif dan kritis, sehingga ilmu yang tadinya kaku dan cenderung tertutup menjadi longgar kembali.

Terakhir, pengetahuan agama. Pengetahuan agama adalah pengetahuan yang diperoleh dari Tuhan melalui utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama. Pengetahuan agama mengandung beberapa hal yang pokok yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan Tuhan, yang sering juga disebut dengan hubungan vertikal dan cara berhubungan dengan sesama manusia, yang sering juga disebut dengan hubungan horizontal.

Dari sejumlah pengertian yang ada, sering ditemukan kerancuan antara deinisi pengetahuan dan ilmu. Kedua kata

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Pada Bab 2 telah disebutkan bahwa menurut bahasa, pengetahuan dan ilmu bersinonim arti. Ilmu berasal dari Bahasa Arab, ‘alima, ya’lamu, ‘ilman, dengan wazan fa‘ila, yaf‘alu, yang berarti mengerti, memahami benar-benar Bakhtiar, 2010: 12). Dalam bahasa Inggris disebut science ; dari bahasa latin scientia (pengetahuan) yang diturunkan dari kata scire (mengetahui). Sinonim yang paling dekat dengan bahasa Yunani adalah episteme (Gie, 2010: 87). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu disamakan artinya dengan pengetahuan, ilmu adalah pengetahuan (Depdiknas, 2013: 524). Sedangkan dalam arti material, keduanya mempunyai perbedaan. Pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense, sedangkan ilmu sudah merupakan bagian tinggi dari itu karena memiliki metode dan mekanisme tertentu. Ilmu bagaikan sapu lidi, yakni sebagian lidi yang sudah diraut dan dipotong ujung dan pangkalnya kemudian diikat, sehingga menjadi sapu lidi, sedangkan pengetahuan adalah lidi-lidi yang masih berserakan di pohon kelapa, di pasar, dan di tempat lain yang belum tersusun dengan baik.

Menurut Salam (2003: 31), pada prinsipnya ilmu merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense , yaitu suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, namun dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode.

Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara objektif, tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui observasi, eksperimen, klaksiikasi

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Karakteristik umum dari ilmu, bisa dilihat pada tabel 3.1 sebagai berikut:

Tabel 3.1 Karakteristik Umum Ilmu

No Karakteristik Keterangan

1 Hasil ilmu sifa- Hasil dari ilmu yang telah lalu dapat tnya akumulatif dipergunakan untuk penyelidikan dan dan merupakan penemuan hal-hal baru, dan tidak menjadi milik bersama monopoli bagi yang menemukannya saja,

setiap orang dapat menggunakan, me- manfaatkan hasil penyelidikan atau hasil penemuan orang lain.

2 Hasil ilmu Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak kebenarannya dan bisa terjadi kekeliruan, karena yang tidak mutlak

menyelidikinya adalah manusia. Namun yang perlu diketahui, kesalahan-kesalahan itu bukan karena metodenya, melainkan terletak pada manusia yang menggunakan metode tersebut.

3 Ilmu itu objek- Prosedur cara penggunaan metode ilmu tif

tidak tergantung kepada yang menggu- nakannya, tidak tergantung kepada pema- haman secara pribadi. Berbeda dengan prosedur otoritas dan intuisi, yang tergan- tung kepada pemahaman secara pribadi.

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

Bandingkan karakteristik umum ilmu sebagaimana pendapat Ralph Rose dan Ernest van den Haag yang dikutip Burhanuddin Salam,(2003: 32) yaitu: rasional, bersifat empiris, bersifat umum, dan bersifat akumulatif. Ilmu dikatakan rasional karena ilmu merupakan hasil dari proses berpikir dengan menggunakan akal, atau hasil berpikir secara rasional.

3.2 SUMBER ILMU

Kajian tentang sumber ilmu dalam ilsafat adalah masuk dalam rumpun epistemologi. Dalam perjalanan sejarah pemikiran manusia, kajian tentang epistemologi telah dilakukan sejak zaman Yunani kuno. Dalam dunia Islam, pembahasan tentang epistemologi ilmu sudah dilakukan sejak masa al-Kindi (796-873 M). Secara agak khusus, kajian tentang epistemologi ini dilakukan dalam kajian ilsafat ilmu.

Dalam kajian epistemologi di Barat, pembahasan tentang sumber ilmu melahirkan dua mazhab utama, yaitu empirisme dan rasionalisme. Keberatan Islam terhadap kedua mazhab ini sebagaimana akan ditunjukkan nanti, terutama karena pengingkarannya terhadap wahyu sebagai objek ilmu pengetahuan. Dalam Islam, kajian terhadap sumber ilmu memadukan bahan-bahan empirikal (kealaman) dan spiritual (kewahyuan). Pemaduan kedua bahan inilah yang akan memunculkan konsep epistemologi Islam yang berbeda dengan konsep epistemologi Barat.

3.2.1 SUMBER ILMU MENURUT KAJIAN EPISTEMOLOGI DI BARAT

Sebagaimana telah disinggung di atas, kajian yang pokok tentang sumber ilmu diwakili oleh dua mazhab utama, yaitu empirisme dan rasionalisme. Berikut akan dijelaskan kedua mazhab dimaksud, baru kemudian penulis akan menjelaskan sumber ilmu menurut pandangan Islam.

FILSAFAT ILMU

Merajut Harmonisasi Antara Filsafat, Ilmu dan Islam

1. Empirisme

Kata ini berasal dari kata Yunani empeirikos , yang berarti pengalaman (Bakhtiar, 2010: 98). Menurut aliran ini, sumber satu- satunya bagi pengetahuan manusia adalah pengalaman. Hal yang paling pokok untuk bisa sampai pada pengetahuan yang benar menurut kaum empiris, adalah data dan fakta yang ditangkap oleh pancaindera kita. Satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang diperoleh melalui pengalaman dan pengamatan pancaindera. Atas dasar ini, bagi kaum empirisis, semua pengetahuan manusia bersifat empiris. Pengetahuan yang benar dan sejati, yaitu pengetahuan yang pasti benar adalah pengetahuan inderawi, pengetahuan empiris (Keraf dan Dua, 2001: 49).