Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Perawat Di RSU Restu Ibu Medan Tahun 2015
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Organisasi
2.1.1. Pengertian Organisasi
Robbins (2006), menyatakan bahwa budaya organisasi sebagai suatu sistem
pemahaman bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan
organisasi tersebut dengan organisasi lain. Sebuah sistem pemaknaan bersama
dibentuk oleh warganya yang sekalian menjadi pembeda dengan organisasi lain.
Sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai
organisasi.
Gibson,dkk (1997), merumuskan kultur organisasi mengandung bauran nilainilai, kepercayaan, asumsi, persepsi, norma, kekhasan dan pola perilaku. Kreitner
dan Kinicki (2006), memberi batasan budaya organisasi sebagai nilai dan keyakinan
bersama yang mendasari identitas organisasi yang berfungsi sebagai pemberi rasa
identitas kepada anggota mempromosikan komitmen kolektif, meningkatkan
stabilitas sistem sosial, serta mengendalikan perilaku para anggota.
2.1.2. Teori Budaya Organisasi
Kata budaya organisasi (organization culture) sebagai suatu konsep berakar
dari kajian atau disiplin ilmu antropologi kilmann, Simbolon (2012) diartikan sebagai
“the shared philosophies, ideologies, values, assumptions, believes, expectation,
attitudes, and norms that knit a community together (falsafah, ideologi, nilai-nilai,
Universitas Sumatera Utara
9
anggapan, keyakinan, harapan, sikap, dan norma yang dimiliki bersama dan mengikat
suatu masyarakat). Sekarang konsep tersebut telah mendapat tempat dalam
perkembangan ilmu perilaku organisasi dan menjadi bagian bahasan yang penting
dalam literatur ilmiah di bidang manajemen dan perilaku organisasi dengan memakai
rubrik budaya organisasi. together (falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan,
keyakinan, harapan, sikap, dan norma yang dimiliki bersama dan mengikat suatu
masyarakat). Sekarang konsep tersebut telah mendapat tempat dalam perkembangan
ilmu perilaku organisasi dan menjadi bagian bahasan yang penting dalam literatur
ilmiah di bidang manajemen dan perilaku organisasi dengan memakai rubrik budaya
organisasi.
Budaya berasal dari bahasa sansekerta ”budhayah” sebagai bentuk jamak dari
dasar ”budhi” yang artinya akal segala sesuatu yang berkaitan dengan akal pikiran,
nilai-nilai dan sikap mental, dan ”daya” yang artinya segala sesuatu mengenai
kegiatan, perilaku, kemampuan sehingga budaya adalah cara hidup manusia yang
didasari pandangan hidup yang bertumpu pada nilai perilaku terpuji yang berlaku
umum dan telah menjadi sifat, kebiasaan serta kekuatan pendorong yang memberikan
daya positif pada manusia untuk senantiasa berhasil.
Robbin (1993) menyatakan budaya organisasi merupakan suatu sistem
pengertian bersama yang dipegang oleh anggota suatu organisasi yang membedakan
organisasi tersebut dari organisasi lainnya. Budaya organisasi
merupakan
pengendalian arah dalam membentuk sikap dan perilaku para anggota didalam suatu
organisasi. Secara individu maupun kelompok seseorang tidak akan terlepas dari
Universitas Sumatera Utara
budaya organisasi dan pada umumnya anggota organisasi dipengaruhi oleh beraneka
ragamnya sumber daya yang ada.
Gibson (1997), budaya organisasi adalah ”what the employes perceives and
how this perception creates a pattern of believies, values, and expectation”.
Maknanya bahwa budaya organisasi adalah apa yang ditanggapi oleh pegawai dan
bagaimana persepsi tersebut menimbulkan bentuk kepercayaan, nilai dan harapan.
Sedarmayanti (2009) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah sebuah
keyakinan, sikap dan nilai yang umumnya dimiliki, yang timbul dalam organisasi,
dikemukakan lebih sederhana, budaya adalah cara kita melakukan sesuatu disini.
Budaya organisasi merupakan aspek subyektif dari apa yang terjadi didalam
organisasi.
Schein (2005) dalam Sutrisno (2007) mendefinisikan budaya sebagai suatu
pola dari asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh
kelompok tertentu saat belajar menghadapi masalah adaptasi eksternal dan integrasi
internal yang telah berjalan cukup baik untuk dianggap valid, dan oleh karena itu,
untuk diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi,
berpikir dan berperasaan sehubungan dengan masalah yang dihadapinya.
Definisi Schein (2005) Sutrisno (2007) menunjukkan bahwa budaya
melibatkan asumsi, adaptasi, persepsi dan pembelajaran. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa budaya organisasi memiliki tiga lapisan, lapisan pertama mencakup artifak dan
ciptaan yang tampak nyata tetapi seringkali tidak dapat di interpretasikan. Di lapisan
kedua terdapat nilai atau berbagai hal yang penting bagi orang.
Universitas Sumatera Utara
Nilai merupakan kesadaran, hasrat afektif, atau keinginan. Pada lapisan ketiga
merupakan asumsi dasar yang diciptakan orang untuk memandu perilaku mereka.
Termasuk dalam lapisan ini adalah asumsi yang mengatakan kepada individu
bagaimana berpersepsi, berpikir, dan berperasaan mengenai pekerjaan, tujuan kinerja,
hubungan manusia, dan kinerja rekan kerja.
Biasanya budaya diasosiasikan dengan tradisi dan cara berprilaku yang
berbeda-beda. Organisasi juga punya budayanya sendiri. Memperdayakan budaya
mengandung pengertian perlu dilakukan perubahan paradigma dari keadaan sekarang
menjadi keadaan yang diharapkan. Dengan perubahan paradigma pemberdayan, halhal yang semula bersifat negative dapat diubah menjadi positif.
Menurut Robin (2006) nilai budaya organisasi mengimplikasikan adanya
dimensi atau karateristik. Lebih lanjut Robin merangkum 5 (lima) karateristik yang
jika dicampur dan dicocokkan akan mengambil esensi dari sebuah budaya organisasi
sebagai karateristik utama yang menjadi pembeda budaya organisasi, yaitu:
1. Disiplin, yaitu ketaatan seorang staf dalam melaksanakan tugasnya sehingga
memberikan hasil kerja yang maksimal.
2. Kerjasama, yaitu sistem yang terbentuk dalam suatu unit kerja dalam bentuk
kesepahaman pola pikir untuk mencapai tujuan organisasi.
3. Responsif, yaitu sikap positif yang diberikan oleh seorang staf untuk melaksanakan
tugasnya secara maksimal.
4. Komunikatif, yaitu kemampuan melaksanakan komunikasi dan hubungan interpersonal
yang dapat mendukung pekerjaanya.
Universitas Sumatera Utara
5. Inisiatif, yaitu kemampuan berfikir secara kreatif dan inovatif dalam melaksanakan
pekerjaanya.
2.1.3. Tipe Budaya Organisasi
Menurut Handy dalam Sedarmayanti (2009), budaya organisasi mempunyai
beberapa tipe antara lain:
1. Budaya kekuatan : merupakan sumber kekuatan inti yang menjalankan kontrol
2. Budaya peran: pekerjaan dikontrol oleh prosedur dan peraturan serta peran atau
deskripsi jabatan
3. Budaya tugas: tujuannya membawa bersama orang yang tepat dan membiarkan
mereka melakukan tugas
4. Budaya orang : individu adalah titik utama.
2.1.4. Fungsi Budaya Organisasi
Budaya menampilkan “perekat sosial” dan menghasilkan “perasaan
kekamian” sehingga meniadakan proses pembedaan yang merupakan bagian dari
kehidupan organisasi yang tidak dapat dihindari. Budaya organisasi menawarkan
suatu sistem bersama mengenai arti, dimana menjadi dasar untuk komunikasi dan
pemahaman bersama. Jika fungsi ini tidak direalisasikan dalam suatu cara yang layak,
budaya mungkin secara signifikan mengurangi efisiensi kerja organisasi.
Budaya menjalankan sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi yaitu:
a. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, yang artinya budaya
menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lain.
b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
Universitas Sumatera Utara
c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada
kepentingan pribadi seseorang.
d. Budaya memantapkan sistem sosial, yang artinya merupakan perekat sosial yang
membantu mempersatukan suatu organisasi dengan memberikan standar-standar yang
tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para anggotanya
e. Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan
membentuk sikap serta perilaku para anggotanya
Secara alami budaya sukar dipahami, tidak berwujud, implisit dan dianggap
biasa saja. Tetapi semua organisasi mengembangkan seperangkat inti pengandaian,
pemahaman, dan aturan implisit yang mengatur perilaku sehari-hari dalam tempat
kerja. Peran budaya dalam mempengaruhi perilaku anggotanya semakin penting bagi
organisasi.
Dengan
dilebarkannya
rentang
kendali,
didatarkannya
struktur,
diperkenalkannya tim-tim, dikuranginya formalisasi, dan diberdayakannya pegawai
oleh organisasi, makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat
memastikan bahwa semua pegawai diarahkan kearah yang sama. Pada akhirnya
budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Penerapan Budaya Organisasi
Budaya organisasi melibatkan ekspektasi, nilai, dan sikap bersama, hal
tersebut memberikan pengaruh pada individu, kelompok, dan proses organisasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dampak dari budaya terhadap pegawai menunjukkan
bahwa budaya menyediakan dan mendorong suatu bentuk stabilitas. Terdapat
perasaan stabilitas, selain perasaan identitas organisasi yang disediakan oleh budaya
organisasi.
Organisasi yang memiliki budaya yang kuat dicirikan oleh adanya pegawai
yang memiliki nilai inti bersama. Semakin banyak pegawai yang berbagi dan
menerima nilai inti, semakin kuat budaya, dan semakin besar pengaruhnya terhadap
perilaku. Dalam suatu budaya kuat, nilai inti organisasi dipegang secara intensif dan
dianut bersama secara meluas.
2.1.6. Penciptaan Budaya Organisasi
Para pendiri suatu organisasi secara tradisional mempunyai dampak yang
besar pada pembentukan budaya organisasi. Para pendiri mempunyai suatu visi
mengenai bagaimana seharusnya organisasi itu. Para pendiri tidak dikendalikan oleh
kebiasaan ataupun ideologi sebelumnya.
Proses pembetukan budaya terjadi dalam tiga cara yaitu:
a. Para pendiri hanya mempekerjakan dan menjaga anggota yang berpikir dan merasakan
cara yang mereka tempuh.
b. Para pendiri mengindoktrinasikan dan mensosialisasikan para anggota dengan cara
berpikir dan merasa mereka.
Universitas Sumatera Utara
c. Akhirnya perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai satu model peran yang mendorong
pegawai untuk mengidentifikasikan diri dengan mereka dan oleh karenanya
menginternalisasikan keyakinan, nilai, dan asumsi-asumsi mereka.
Bila organisasi yang berhasil, visi pendiri menjadi terlihat sebagai satu
penentu utama keberhasilan organisasi. Pada titik ini, keseluruhan kepribadian pendiri
menjadi tertanam dalam budaya organisasi.
2.1.7. Mempertahankan Budaya Organisasi
Sekali suatu budaya terbentuk, praktik-praktik di dalam organisasi bertindak
mempertahankan budaya dengan memberikan kepada para pegawai seperangkat
pengalaman yang serupa. Tiga kekuatan merupakan bagian yang sangat penting
dalam mempertahankan suatu budaya yaitu:
a. Praktik Seleksi
Tujuan utama dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan mempekerjakan
individu-individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
untuk melakukan pekerjaan dengan sukses di dalam suatu organisasi. Proses
seleksi memberikan informasi kepada para pelamar mengenai organisasi itu. Para
calon belajar mengenai organisasi yang akan dimasuki, dan jika mereka
merasakan suatu konflik antara nilai mereka dengan nilai organisasi, maka
mereka dapat menyeleksi diri keluar dari kumpulan pelamar. Oleh karena itu,
seleksi menjadi jalan dua arah,dengan memungkinkan pemberi kerja atau pelamar
untuk memutuskan kehendak hati mereka jika tampaknya terdapat kecocokan.
Universitas Sumatera Utara
b. Manajemen Puncak
Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya
organisasi. Lewat apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka berperilaku,
eksekutif senior menegakkan norma-norma yang mengalir ke bawah sepanjang
organisasi, misalnya apakah pengambilan risiko diinginkan, berapa banyak
kebebasan seharusnya diberikan oleh para manajer kepada bawahan mereka,
pakaian apakah yang pantas dan tindakan apakah akan dihargai dalam kenaikan
upah, promosi, dan ganjaran lain.
c. Sosialisasi
Tidak peduli betapa baik yang telah dilakukan suatu organisasi dalam perekrutan
dan seleksi, pegawai baru tidak sepenuhnya diindoktrinasi dalam budaya
organisasi itu. Yang paling penting, karena para pegawai baru tersebut tidak
mengenal baik budaya organisasi yang ada. Oleh karena itu, organisasi
tampaknya akan berpotensi membantu anggota baru menyesuaikan diri dengan
budayanya. Proses penyesuaian ini disebut sosialisasi.
Sosialisasi dapat dikonsepkan sebagai suatu proses yang terdiri atas tiga tahap
yaitu :
(1) Tahap prakedatangan : yaitu periode pembelajaran di mana proses sosialisasi
yang dilakukan sebelum karyawan baru bergabung dalam organisasi.
(2) Tahap perjumpaan : yaitu tahap dalam proses sosialisasi di mana karyawan
baru melihat apa yang sesungguhnya organisasi itu dan persimpangan yang
mungkin dan kenyataan yang ada.
Universitas Sumatera Utara
(3) Tahap metamorfosis : yaitu tahap dalam proses sosialisasi di mana pegawai
baru berubah dan menyesuaikan pekerjaan kelompok kerja dan organisasi.
2.1.8. Indikator Budaya Organisasi
Robbins (1993) menggambarkan bagaimana budaya suatu organisasi
dibangun dan dipertahankan, budaya asli ditunjukan dari filsafat pendirinya.
Selanjutnya budaya ini sangat mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam
mempekerjakan karyawan atau pegawai. Tindakan dari manajemen puncak
menentukan iklim umum dari prilaku baik yang diterima maupun tidak. Bagaimana
karyawan atau pegawai harus disosialisasikan, akan tergantung baik dari tingkat
sukses yang dicapai dalam mencocokan nilai nilai yang dianut oleh karyawan atau
pegawai baru dengan nilai-nilai organisasi dalam proses seleksi maupun pada
preferensi manajemen puncak akan metode-metode sosialisasi.
2.2. Teori Kinerja
2.2.1. Pengertian Kinerja
Kinerja adalah suatu bentuk multidimensional yang sangat kompleks, dengan
banyaknya perbedaan dalam arti tergantung pada siapa yang sedang mengevaluasi,
bagaimana dievaluasi dan aspek apa yang dievaluasi. Organisasi harus senantiasa
berubah untuk mengembangkan efektivitasnya. .Perubahan tersebut ditujukan untuk
menemukan atau mengembangkan sumber daya yang ada dan kapabilitas untuk
meningkatkan kemampuan menciptakan nilai dan meningkatkan kinerja (Jones 2007 )
Universitas Sumatera Utara
Wibowo (2007) mengatakan performance sering diartikan sebagai kinerja,
hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan
hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja
berlangsung. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang
memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan. Sedarmayanti (2009),
kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang
dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing
dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
Rivai (2005) menyatakan bahwa: “Kinerja adalah kesediaan seseorang atau
kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai
dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.
Menurut Soeprihanto (2001), kinerja adalah hasil kerja seorang karyawan
selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai standar target/sasaran atau
kriteria yang telah disepakati bersama.
Menurut Mathis dan Jackson (2002) dalam Sutrisno (2007) kinerja adalah apa
yang dilakukan pegawai, sehingga ada yang mempengaruhi organisasi antara lain:
1. Kuantitas out put
2. Kualitas out put
3. Jangka waktu out put
4. Kehadiran ditempat kerja
5. Sikap koperatif
Universitas Sumatera Utara
Kinerja mempunyai pengertian yang cukup luas dari ilmu pengetahuan,
teknologi dan taktik manajemen yaitu suatu filosofi dan sikap mental yang timbul dan
motivasi yang kuat dari lingkungan kerja secara terus menerus. Dari pengertian atau
teori diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja seorang pegawai pada
periode tertentu baik itu secara kualitas maupun kuantitasnya harus lebih baik setiap
periodenya atau hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.
2.2.2. Penilaian Kinerja
Masalah penilaian kinerja sering kali menjadi masalah yang membingungkan
bagi manajer dan supervisor. Di satu sisi, penilaian kinerja merupakan tugas yang
paling penting dan dibutuhkan untuk proses evaluasi, namun disisi lain masih banyak
manajer yang gagal menerapkannya.
Penilaian kinerja dapat juga berfungsi sebagai upaya mengumpulkan
informasi tentang penetapan kompensasi/ insentif dan kemungkinan promosi serta
pelatihan dan pengembangan pegawai. Penilaian kinerja yang efektif dapat
mempengaruhi dual hal, yaitu kuantitas dan kualitas kerja.
Sofyandi (2008) bahwa penilaian kinerja (performance appraisal) adalah
proses organisasi dalam mengevaluasi pelaksanaan kerja pegawai. Dalam penilaian
kinerja dinilai kontribusi pegawai kepada organisasi selama periode waktu tertentu.
Darma (2005), bahwa faktor-faktor tingkat kinerja meliputi: mutu pekerjaan,
jumlah pekerjaan, efektifitas biaya dan inisiatif. Sementara karateristik individu yang
mempengaruhi kinerja meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja,
Universitas Sumatera Utara
penempatan kerja dan lingkungan kerja (rekan kerja, atasan, organisasi, penghargaan
dan imbalan)
Dessler dan Gary dalam Sedarmayanti(2009), penilaian kinerja adalah
prosedur apa saja yang meliputi:
1. Penetapan standart kinerja
Penilaian kinerja aktual perawat dalam hubungan dengan standar.
2. Memberi umpan balik kepada pegawai dengan tujuan memotivasi pegawai untuk
menghilangkann penurunan kinerja atau terus bekerja lebih giat.
3. Pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang
direncanakan dengan kenyataan.
2.2.3. Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Wibowo (2007) hal-hal yang penting dari tujuan penilaian kinerja
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui ketrampilan dan kemampuan pegawai.
2. Sebagai dasar perencanan bidang kepegawaian khususnya penyempurnaan kondisi
kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja.
3. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan pegawai seoptimal mungkin,
sehingga dapat diarahkan jenjang/rencana kariernya, kenaikan pangkat/jabatan.
4. Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan bawahan.
5. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dan bidang kepegawaian, khususnya
kinerja pegawai dalam bekerja.
Universitas Sumatera Utara
6. Secara pribadi, pegawai mengetahui kekuatan dan kelemahan sehingga dapat memacu
perkembangannya.
7. Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian dan
pengembangan di bidang kepegawaian.
2.2.4. Syarat-syarat dari Sistem Penilaian Kinerja
Dalam pelaksanaan pengukuran atau penilaian terhadap pelaksanaan kerja
atau prestasi kerja dibutuhkan suatu sistem penilaian yang memenuhi syarat-syarat
tertentu. Secara sepintas memang dengan mudah dapat menilai suatu pekerjaan, tetapi
dalam kondisi apapun sebaiknya disusun dan ditentukan kriteria-kriteria penentunya.
Menurut Cascio (1992) dalam Sedarmayanti (2009) syarat-syarat dari
penilaian kinerja adalah sebagai berikut:
1. Relevance, harus ada kesesuaian antara faktor penilaian dengan tujuan sistem
penilaian.
2. Acceptability, dapat diterima atau disepakati pegawai.
3. Reliability, faktor penilaian harus dapat dipercaya dan diukur.
4. Sensitivity, dapat membedakan kinerja yang baik dan yang buruk.
5. Practicality, mudah dipahami dan diterapkan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja
Menurut Simanjuntak (2005) kinerja setiap orang dipengaruhi oleh banyak
faktor yang dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu:
1. Kompetensi Individu
Kompetensi individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja.
Kompetensi setiap orang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat
dikelompokkan dalam dua golongan yaitu:
a. Kemampuan dan Keterampilan Kerja. Kemampuan dan keterampilan kerja setiap
orang dipengaruhi oleh kebugaran fisik dan kesehatan jiwa individu yang
bersangkutan, pendidikan, akumulasi pelatihan, dan pengalaman kerjanya.
b. Motivasi dan etos kerja. Motivasi dan etos kerja sangat penting mendorong
semangat kerja. Motivasi dan etos kerja dipengaruhi oleh latar belakang keluarga,
lingkungan masyarakat, budaya dan nilai-nilai agama yang dianutnya. Seseorang
yang melihat pekerjaan sebagai beban dan keterpaksaan untuk memperoleh uang,
akan mempunyai kinerja yang rendah. Sebaliknya seseorang yang memandang
pekerjaan sebagai kebutuhan, pengabdian, tantangan dan prestasi, akan
menghasilkan kinerja yang tinggi.
2. Dukungan Organisasi
Kinerja setiap orang juga tergantung dari dukungan organisasi dalam bentuk
pengorganisasian, penyediaan sarana dan prasarana kerja, pemilihan teknologi,
kenyamanan lingkungan kerja, serta kondisi dan syarat kerja. Pengorganisasian
dimaksudkan untuk memberi kejelasan bagi setiap unit kerja dan setiap orang
Universitas Sumatera Utara
tentang sasaran yang harus dicapai dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai
sasaran tersebut.
3. Dukungan Manajemen
Kinerja perusahaan dan kinerja setiap orang sangat tergantung pada kemampuan
manajerial para manajemen atau pimpinan, baik dengan membangun sistem kerja
dan
hubungan
industrial
yang
aman
dan
harmonis,
maupun
dengan
mengembangkan kompetensi pekerja, demikian juga dengan menumbuhkan
motivasi dan memobilisasi seluruh anggota untuk bekerja secara optimal.
Menurut Davis (2003) dalam Marlina (2014), faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).
Secara psikologis, kemampuan perawat terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya perawat yang memiliki IQ diatas
rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatanya dan keterampilan
dalam mengerjakan pekerjaan, maka akan lebih mudah mencapai kinerja yang
diharapkan.
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seseorang dalam menghadapi situasi
kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah
untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam hal ini ada hubungan yang positif antara
positif berprestasi dengan pencapaian kinerja.
Robbin (2001) menambahkan dimensi baru yang menentukan kinerja
seseorang yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang bersedia (motivasi)
dan mampu (kemampuan), mungkin ada saja rintangan yang menjadi kendala kinerja
Universitas Sumatera Utara
seseorang yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan yang tidak
mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung, prosedur
yang tidak jelas dan lainnya.
2.3. Landasan Teori
Budaya organisasi merupakan nilai dan norma yang berlaku disuatu organisasi
dan dianut secara bersama-sama oleh para anggotanya, yang merupakan fakor penting
dalam menentukan keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Semakin kuat suatu
budaya, semakin besar pengaruhnya terhadap perilaku dan kinerja seorang pegawai.
Menurut Robin (2006) nilai budaya organisasi mengimplikasikan adanya
dimensi atau karateristik. Lebih lanjut Robin merangkum 5 (lima) karateristik yang
jika dicampur dan dicocokkan akan mengambil esensi dari sebuah budaya organisasi
sebagai karateristik utama yang menjadi pembeda budaya organisasi, yaitu: Disiplin,
yaitu ketaatan seorang staf dalam melaksanakan tugasnya sehingga memberikan hasil
kerja yang maksimal, kerjasama, yaitu koordinasi yang terbentuk dalam suatu unit
kerja dalam bentuk kesepahaman pola pikir untuk mencapai tujuan organisasi.
responsif, yaitu sikap positif yang diberikan oleh seorang staf untuk melaksanakan
tugasnya secara maksimal , komunikatif yaitu kemampuan melaksanakan komunikasi
dan hubungan interpersonal yang dapat mendukung pekerjaanya dan inisiatif, yaitu
kemampuan berfikir secara kreatif dan inovatif dalam melaksanakan pekerjaanya.
Bernadin dan Russel (2000) dalam Marlina (2014) mengajukan enam kinerja
primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja yaitu Quality, Quantity,
Universitas Sumatera Utara
Timeliness, Cost effectiveness, Need for supervision, dan Interpersonal impact.
Kinerja dalam penelitian ini diukur berdasarkan 4 (empat) indikator yaitu diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
2.4. Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
Budaya Organisasi :
- Disiplin
- Kerja Sama
- Responsif
- Komunikatif
- Inisiatif
Kinerja Perawat
Pelaksana Ruang
Rawat inap
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Organisasi
2.1.1. Pengertian Organisasi
Robbins (2006), menyatakan bahwa budaya organisasi sebagai suatu sistem
pemahaman bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan
organisasi tersebut dengan organisasi lain. Sebuah sistem pemaknaan bersama
dibentuk oleh warganya yang sekalian menjadi pembeda dengan organisasi lain.
Sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai
organisasi.
Gibson,dkk (1997), merumuskan kultur organisasi mengandung bauran nilainilai, kepercayaan, asumsi, persepsi, norma, kekhasan dan pola perilaku. Kreitner
dan Kinicki (2006), memberi batasan budaya organisasi sebagai nilai dan keyakinan
bersama yang mendasari identitas organisasi yang berfungsi sebagai pemberi rasa
identitas kepada anggota mempromosikan komitmen kolektif, meningkatkan
stabilitas sistem sosial, serta mengendalikan perilaku para anggota.
2.1.2. Teori Budaya Organisasi
Kata budaya organisasi (organization culture) sebagai suatu konsep berakar
dari kajian atau disiplin ilmu antropologi kilmann, Simbolon (2012) diartikan sebagai
“the shared philosophies, ideologies, values, assumptions, believes, expectation,
attitudes, and norms that knit a community together (falsafah, ideologi, nilai-nilai,
Universitas Sumatera Utara
9
anggapan, keyakinan, harapan, sikap, dan norma yang dimiliki bersama dan mengikat
suatu masyarakat). Sekarang konsep tersebut telah mendapat tempat dalam
perkembangan ilmu perilaku organisasi dan menjadi bagian bahasan yang penting
dalam literatur ilmiah di bidang manajemen dan perilaku organisasi dengan memakai
rubrik budaya organisasi. together (falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan,
keyakinan, harapan, sikap, dan norma yang dimiliki bersama dan mengikat suatu
masyarakat). Sekarang konsep tersebut telah mendapat tempat dalam perkembangan
ilmu perilaku organisasi dan menjadi bagian bahasan yang penting dalam literatur
ilmiah di bidang manajemen dan perilaku organisasi dengan memakai rubrik budaya
organisasi.
Budaya berasal dari bahasa sansekerta ”budhayah” sebagai bentuk jamak dari
dasar ”budhi” yang artinya akal segala sesuatu yang berkaitan dengan akal pikiran,
nilai-nilai dan sikap mental, dan ”daya” yang artinya segala sesuatu mengenai
kegiatan, perilaku, kemampuan sehingga budaya adalah cara hidup manusia yang
didasari pandangan hidup yang bertumpu pada nilai perilaku terpuji yang berlaku
umum dan telah menjadi sifat, kebiasaan serta kekuatan pendorong yang memberikan
daya positif pada manusia untuk senantiasa berhasil.
Robbin (1993) menyatakan budaya organisasi merupakan suatu sistem
pengertian bersama yang dipegang oleh anggota suatu organisasi yang membedakan
organisasi tersebut dari organisasi lainnya. Budaya organisasi
merupakan
pengendalian arah dalam membentuk sikap dan perilaku para anggota didalam suatu
organisasi. Secara individu maupun kelompok seseorang tidak akan terlepas dari
Universitas Sumatera Utara
budaya organisasi dan pada umumnya anggota organisasi dipengaruhi oleh beraneka
ragamnya sumber daya yang ada.
Gibson (1997), budaya organisasi adalah ”what the employes perceives and
how this perception creates a pattern of believies, values, and expectation”.
Maknanya bahwa budaya organisasi adalah apa yang ditanggapi oleh pegawai dan
bagaimana persepsi tersebut menimbulkan bentuk kepercayaan, nilai dan harapan.
Sedarmayanti (2009) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah sebuah
keyakinan, sikap dan nilai yang umumnya dimiliki, yang timbul dalam organisasi,
dikemukakan lebih sederhana, budaya adalah cara kita melakukan sesuatu disini.
Budaya organisasi merupakan aspek subyektif dari apa yang terjadi didalam
organisasi.
Schein (2005) dalam Sutrisno (2007) mendefinisikan budaya sebagai suatu
pola dari asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh
kelompok tertentu saat belajar menghadapi masalah adaptasi eksternal dan integrasi
internal yang telah berjalan cukup baik untuk dianggap valid, dan oleh karena itu,
untuk diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi,
berpikir dan berperasaan sehubungan dengan masalah yang dihadapinya.
Definisi Schein (2005) Sutrisno (2007) menunjukkan bahwa budaya
melibatkan asumsi, adaptasi, persepsi dan pembelajaran. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa budaya organisasi memiliki tiga lapisan, lapisan pertama mencakup artifak dan
ciptaan yang tampak nyata tetapi seringkali tidak dapat di interpretasikan. Di lapisan
kedua terdapat nilai atau berbagai hal yang penting bagi orang.
Universitas Sumatera Utara
Nilai merupakan kesadaran, hasrat afektif, atau keinginan. Pada lapisan ketiga
merupakan asumsi dasar yang diciptakan orang untuk memandu perilaku mereka.
Termasuk dalam lapisan ini adalah asumsi yang mengatakan kepada individu
bagaimana berpersepsi, berpikir, dan berperasaan mengenai pekerjaan, tujuan kinerja,
hubungan manusia, dan kinerja rekan kerja.
Biasanya budaya diasosiasikan dengan tradisi dan cara berprilaku yang
berbeda-beda. Organisasi juga punya budayanya sendiri. Memperdayakan budaya
mengandung pengertian perlu dilakukan perubahan paradigma dari keadaan sekarang
menjadi keadaan yang diharapkan. Dengan perubahan paradigma pemberdayan, halhal yang semula bersifat negative dapat diubah menjadi positif.
Menurut Robin (2006) nilai budaya organisasi mengimplikasikan adanya
dimensi atau karateristik. Lebih lanjut Robin merangkum 5 (lima) karateristik yang
jika dicampur dan dicocokkan akan mengambil esensi dari sebuah budaya organisasi
sebagai karateristik utama yang menjadi pembeda budaya organisasi, yaitu:
1. Disiplin, yaitu ketaatan seorang staf dalam melaksanakan tugasnya sehingga
memberikan hasil kerja yang maksimal.
2. Kerjasama, yaitu sistem yang terbentuk dalam suatu unit kerja dalam bentuk
kesepahaman pola pikir untuk mencapai tujuan organisasi.
3. Responsif, yaitu sikap positif yang diberikan oleh seorang staf untuk melaksanakan
tugasnya secara maksimal.
4. Komunikatif, yaitu kemampuan melaksanakan komunikasi dan hubungan interpersonal
yang dapat mendukung pekerjaanya.
Universitas Sumatera Utara
5. Inisiatif, yaitu kemampuan berfikir secara kreatif dan inovatif dalam melaksanakan
pekerjaanya.
2.1.3. Tipe Budaya Organisasi
Menurut Handy dalam Sedarmayanti (2009), budaya organisasi mempunyai
beberapa tipe antara lain:
1. Budaya kekuatan : merupakan sumber kekuatan inti yang menjalankan kontrol
2. Budaya peran: pekerjaan dikontrol oleh prosedur dan peraturan serta peran atau
deskripsi jabatan
3. Budaya tugas: tujuannya membawa bersama orang yang tepat dan membiarkan
mereka melakukan tugas
4. Budaya orang : individu adalah titik utama.
2.1.4. Fungsi Budaya Organisasi
Budaya menampilkan “perekat sosial” dan menghasilkan “perasaan
kekamian” sehingga meniadakan proses pembedaan yang merupakan bagian dari
kehidupan organisasi yang tidak dapat dihindari. Budaya organisasi menawarkan
suatu sistem bersama mengenai arti, dimana menjadi dasar untuk komunikasi dan
pemahaman bersama. Jika fungsi ini tidak direalisasikan dalam suatu cara yang layak,
budaya mungkin secara signifikan mengurangi efisiensi kerja organisasi.
Budaya menjalankan sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi yaitu:
a. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, yang artinya budaya
menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lain.
b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
Universitas Sumatera Utara
c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada
kepentingan pribadi seseorang.
d. Budaya memantapkan sistem sosial, yang artinya merupakan perekat sosial yang
membantu mempersatukan suatu organisasi dengan memberikan standar-standar yang
tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para anggotanya
e. Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan
membentuk sikap serta perilaku para anggotanya
Secara alami budaya sukar dipahami, tidak berwujud, implisit dan dianggap
biasa saja. Tetapi semua organisasi mengembangkan seperangkat inti pengandaian,
pemahaman, dan aturan implisit yang mengatur perilaku sehari-hari dalam tempat
kerja. Peran budaya dalam mempengaruhi perilaku anggotanya semakin penting bagi
organisasi.
Dengan
dilebarkannya
rentang
kendali,
didatarkannya
struktur,
diperkenalkannya tim-tim, dikuranginya formalisasi, dan diberdayakannya pegawai
oleh organisasi, makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat
memastikan bahwa semua pegawai diarahkan kearah yang sama. Pada akhirnya
budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Penerapan Budaya Organisasi
Budaya organisasi melibatkan ekspektasi, nilai, dan sikap bersama, hal
tersebut memberikan pengaruh pada individu, kelompok, dan proses organisasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dampak dari budaya terhadap pegawai menunjukkan
bahwa budaya menyediakan dan mendorong suatu bentuk stabilitas. Terdapat
perasaan stabilitas, selain perasaan identitas organisasi yang disediakan oleh budaya
organisasi.
Organisasi yang memiliki budaya yang kuat dicirikan oleh adanya pegawai
yang memiliki nilai inti bersama. Semakin banyak pegawai yang berbagi dan
menerima nilai inti, semakin kuat budaya, dan semakin besar pengaruhnya terhadap
perilaku. Dalam suatu budaya kuat, nilai inti organisasi dipegang secara intensif dan
dianut bersama secara meluas.
2.1.6. Penciptaan Budaya Organisasi
Para pendiri suatu organisasi secara tradisional mempunyai dampak yang
besar pada pembentukan budaya organisasi. Para pendiri mempunyai suatu visi
mengenai bagaimana seharusnya organisasi itu. Para pendiri tidak dikendalikan oleh
kebiasaan ataupun ideologi sebelumnya.
Proses pembetukan budaya terjadi dalam tiga cara yaitu:
a. Para pendiri hanya mempekerjakan dan menjaga anggota yang berpikir dan merasakan
cara yang mereka tempuh.
b. Para pendiri mengindoktrinasikan dan mensosialisasikan para anggota dengan cara
berpikir dan merasa mereka.
Universitas Sumatera Utara
c. Akhirnya perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai satu model peran yang mendorong
pegawai untuk mengidentifikasikan diri dengan mereka dan oleh karenanya
menginternalisasikan keyakinan, nilai, dan asumsi-asumsi mereka.
Bila organisasi yang berhasil, visi pendiri menjadi terlihat sebagai satu
penentu utama keberhasilan organisasi. Pada titik ini, keseluruhan kepribadian pendiri
menjadi tertanam dalam budaya organisasi.
2.1.7. Mempertahankan Budaya Organisasi
Sekali suatu budaya terbentuk, praktik-praktik di dalam organisasi bertindak
mempertahankan budaya dengan memberikan kepada para pegawai seperangkat
pengalaman yang serupa. Tiga kekuatan merupakan bagian yang sangat penting
dalam mempertahankan suatu budaya yaitu:
a. Praktik Seleksi
Tujuan utama dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan mempekerjakan
individu-individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
untuk melakukan pekerjaan dengan sukses di dalam suatu organisasi. Proses
seleksi memberikan informasi kepada para pelamar mengenai organisasi itu. Para
calon belajar mengenai organisasi yang akan dimasuki, dan jika mereka
merasakan suatu konflik antara nilai mereka dengan nilai organisasi, maka
mereka dapat menyeleksi diri keluar dari kumpulan pelamar. Oleh karena itu,
seleksi menjadi jalan dua arah,dengan memungkinkan pemberi kerja atau pelamar
untuk memutuskan kehendak hati mereka jika tampaknya terdapat kecocokan.
Universitas Sumatera Utara
b. Manajemen Puncak
Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya
organisasi. Lewat apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka berperilaku,
eksekutif senior menegakkan norma-norma yang mengalir ke bawah sepanjang
organisasi, misalnya apakah pengambilan risiko diinginkan, berapa banyak
kebebasan seharusnya diberikan oleh para manajer kepada bawahan mereka,
pakaian apakah yang pantas dan tindakan apakah akan dihargai dalam kenaikan
upah, promosi, dan ganjaran lain.
c. Sosialisasi
Tidak peduli betapa baik yang telah dilakukan suatu organisasi dalam perekrutan
dan seleksi, pegawai baru tidak sepenuhnya diindoktrinasi dalam budaya
organisasi itu. Yang paling penting, karena para pegawai baru tersebut tidak
mengenal baik budaya organisasi yang ada. Oleh karena itu, organisasi
tampaknya akan berpotensi membantu anggota baru menyesuaikan diri dengan
budayanya. Proses penyesuaian ini disebut sosialisasi.
Sosialisasi dapat dikonsepkan sebagai suatu proses yang terdiri atas tiga tahap
yaitu :
(1) Tahap prakedatangan : yaitu periode pembelajaran di mana proses sosialisasi
yang dilakukan sebelum karyawan baru bergabung dalam organisasi.
(2) Tahap perjumpaan : yaitu tahap dalam proses sosialisasi di mana karyawan
baru melihat apa yang sesungguhnya organisasi itu dan persimpangan yang
mungkin dan kenyataan yang ada.
Universitas Sumatera Utara
(3) Tahap metamorfosis : yaitu tahap dalam proses sosialisasi di mana pegawai
baru berubah dan menyesuaikan pekerjaan kelompok kerja dan organisasi.
2.1.8. Indikator Budaya Organisasi
Robbins (1993) menggambarkan bagaimana budaya suatu organisasi
dibangun dan dipertahankan, budaya asli ditunjukan dari filsafat pendirinya.
Selanjutnya budaya ini sangat mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam
mempekerjakan karyawan atau pegawai. Tindakan dari manajemen puncak
menentukan iklim umum dari prilaku baik yang diterima maupun tidak. Bagaimana
karyawan atau pegawai harus disosialisasikan, akan tergantung baik dari tingkat
sukses yang dicapai dalam mencocokan nilai nilai yang dianut oleh karyawan atau
pegawai baru dengan nilai-nilai organisasi dalam proses seleksi maupun pada
preferensi manajemen puncak akan metode-metode sosialisasi.
2.2. Teori Kinerja
2.2.1. Pengertian Kinerja
Kinerja adalah suatu bentuk multidimensional yang sangat kompleks, dengan
banyaknya perbedaan dalam arti tergantung pada siapa yang sedang mengevaluasi,
bagaimana dievaluasi dan aspek apa yang dievaluasi. Organisasi harus senantiasa
berubah untuk mengembangkan efektivitasnya. .Perubahan tersebut ditujukan untuk
menemukan atau mengembangkan sumber daya yang ada dan kapabilitas untuk
meningkatkan kemampuan menciptakan nilai dan meningkatkan kinerja (Jones 2007 )
Universitas Sumatera Utara
Wibowo (2007) mengatakan performance sering diartikan sebagai kinerja,
hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan
hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja
berlangsung. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang
memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan. Sedarmayanti (2009),
kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang
dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing
dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
Rivai (2005) menyatakan bahwa: “Kinerja adalah kesediaan seseorang atau
kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai
dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.
Menurut Soeprihanto (2001), kinerja adalah hasil kerja seorang karyawan
selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai standar target/sasaran atau
kriteria yang telah disepakati bersama.
Menurut Mathis dan Jackson (2002) dalam Sutrisno (2007) kinerja adalah apa
yang dilakukan pegawai, sehingga ada yang mempengaruhi organisasi antara lain:
1. Kuantitas out put
2. Kualitas out put
3. Jangka waktu out put
4. Kehadiran ditempat kerja
5. Sikap koperatif
Universitas Sumatera Utara
Kinerja mempunyai pengertian yang cukup luas dari ilmu pengetahuan,
teknologi dan taktik manajemen yaitu suatu filosofi dan sikap mental yang timbul dan
motivasi yang kuat dari lingkungan kerja secara terus menerus. Dari pengertian atau
teori diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja seorang pegawai pada
periode tertentu baik itu secara kualitas maupun kuantitasnya harus lebih baik setiap
periodenya atau hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.
2.2.2. Penilaian Kinerja
Masalah penilaian kinerja sering kali menjadi masalah yang membingungkan
bagi manajer dan supervisor. Di satu sisi, penilaian kinerja merupakan tugas yang
paling penting dan dibutuhkan untuk proses evaluasi, namun disisi lain masih banyak
manajer yang gagal menerapkannya.
Penilaian kinerja dapat juga berfungsi sebagai upaya mengumpulkan
informasi tentang penetapan kompensasi/ insentif dan kemungkinan promosi serta
pelatihan dan pengembangan pegawai. Penilaian kinerja yang efektif dapat
mempengaruhi dual hal, yaitu kuantitas dan kualitas kerja.
Sofyandi (2008) bahwa penilaian kinerja (performance appraisal) adalah
proses organisasi dalam mengevaluasi pelaksanaan kerja pegawai. Dalam penilaian
kinerja dinilai kontribusi pegawai kepada organisasi selama periode waktu tertentu.
Darma (2005), bahwa faktor-faktor tingkat kinerja meliputi: mutu pekerjaan,
jumlah pekerjaan, efektifitas biaya dan inisiatif. Sementara karateristik individu yang
mempengaruhi kinerja meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja,
Universitas Sumatera Utara
penempatan kerja dan lingkungan kerja (rekan kerja, atasan, organisasi, penghargaan
dan imbalan)
Dessler dan Gary dalam Sedarmayanti(2009), penilaian kinerja adalah
prosedur apa saja yang meliputi:
1. Penetapan standart kinerja
Penilaian kinerja aktual perawat dalam hubungan dengan standar.
2. Memberi umpan balik kepada pegawai dengan tujuan memotivasi pegawai untuk
menghilangkann penurunan kinerja atau terus bekerja lebih giat.
3. Pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang
direncanakan dengan kenyataan.
2.2.3. Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Wibowo (2007) hal-hal yang penting dari tujuan penilaian kinerja
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui ketrampilan dan kemampuan pegawai.
2. Sebagai dasar perencanan bidang kepegawaian khususnya penyempurnaan kondisi
kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja.
3. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan pegawai seoptimal mungkin,
sehingga dapat diarahkan jenjang/rencana kariernya, kenaikan pangkat/jabatan.
4. Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan bawahan.
5. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dan bidang kepegawaian, khususnya
kinerja pegawai dalam bekerja.
Universitas Sumatera Utara
6. Secara pribadi, pegawai mengetahui kekuatan dan kelemahan sehingga dapat memacu
perkembangannya.
7. Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian dan
pengembangan di bidang kepegawaian.
2.2.4. Syarat-syarat dari Sistem Penilaian Kinerja
Dalam pelaksanaan pengukuran atau penilaian terhadap pelaksanaan kerja
atau prestasi kerja dibutuhkan suatu sistem penilaian yang memenuhi syarat-syarat
tertentu. Secara sepintas memang dengan mudah dapat menilai suatu pekerjaan, tetapi
dalam kondisi apapun sebaiknya disusun dan ditentukan kriteria-kriteria penentunya.
Menurut Cascio (1992) dalam Sedarmayanti (2009) syarat-syarat dari
penilaian kinerja adalah sebagai berikut:
1. Relevance, harus ada kesesuaian antara faktor penilaian dengan tujuan sistem
penilaian.
2. Acceptability, dapat diterima atau disepakati pegawai.
3. Reliability, faktor penilaian harus dapat dipercaya dan diukur.
4. Sensitivity, dapat membedakan kinerja yang baik dan yang buruk.
5. Practicality, mudah dipahami dan diterapkan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja
Menurut Simanjuntak (2005) kinerja setiap orang dipengaruhi oleh banyak
faktor yang dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu:
1. Kompetensi Individu
Kompetensi individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja.
Kompetensi setiap orang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat
dikelompokkan dalam dua golongan yaitu:
a. Kemampuan dan Keterampilan Kerja. Kemampuan dan keterampilan kerja setiap
orang dipengaruhi oleh kebugaran fisik dan kesehatan jiwa individu yang
bersangkutan, pendidikan, akumulasi pelatihan, dan pengalaman kerjanya.
b. Motivasi dan etos kerja. Motivasi dan etos kerja sangat penting mendorong
semangat kerja. Motivasi dan etos kerja dipengaruhi oleh latar belakang keluarga,
lingkungan masyarakat, budaya dan nilai-nilai agama yang dianutnya. Seseorang
yang melihat pekerjaan sebagai beban dan keterpaksaan untuk memperoleh uang,
akan mempunyai kinerja yang rendah. Sebaliknya seseorang yang memandang
pekerjaan sebagai kebutuhan, pengabdian, tantangan dan prestasi, akan
menghasilkan kinerja yang tinggi.
2. Dukungan Organisasi
Kinerja setiap orang juga tergantung dari dukungan organisasi dalam bentuk
pengorganisasian, penyediaan sarana dan prasarana kerja, pemilihan teknologi,
kenyamanan lingkungan kerja, serta kondisi dan syarat kerja. Pengorganisasian
dimaksudkan untuk memberi kejelasan bagi setiap unit kerja dan setiap orang
Universitas Sumatera Utara
tentang sasaran yang harus dicapai dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai
sasaran tersebut.
3. Dukungan Manajemen
Kinerja perusahaan dan kinerja setiap orang sangat tergantung pada kemampuan
manajerial para manajemen atau pimpinan, baik dengan membangun sistem kerja
dan
hubungan
industrial
yang
aman
dan
harmonis,
maupun
dengan
mengembangkan kompetensi pekerja, demikian juga dengan menumbuhkan
motivasi dan memobilisasi seluruh anggota untuk bekerja secara optimal.
Menurut Davis (2003) dalam Marlina (2014), faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).
Secara psikologis, kemampuan perawat terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya perawat yang memiliki IQ diatas
rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatanya dan keterampilan
dalam mengerjakan pekerjaan, maka akan lebih mudah mencapai kinerja yang
diharapkan.
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seseorang dalam menghadapi situasi
kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah
untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam hal ini ada hubungan yang positif antara
positif berprestasi dengan pencapaian kinerja.
Robbin (2001) menambahkan dimensi baru yang menentukan kinerja
seseorang yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang bersedia (motivasi)
dan mampu (kemampuan), mungkin ada saja rintangan yang menjadi kendala kinerja
Universitas Sumatera Utara
seseorang yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan yang tidak
mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung, prosedur
yang tidak jelas dan lainnya.
2.3. Landasan Teori
Budaya organisasi merupakan nilai dan norma yang berlaku disuatu organisasi
dan dianut secara bersama-sama oleh para anggotanya, yang merupakan fakor penting
dalam menentukan keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Semakin kuat suatu
budaya, semakin besar pengaruhnya terhadap perilaku dan kinerja seorang pegawai.
Menurut Robin (2006) nilai budaya organisasi mengimplikasikan adanya
dimensi atau karateristik. Lebih lanjut Robin merangkum 5 (lima) karateristik yang
jika dicampur dan dicocokkan akan mengambil esensi dari sebuah budaya organisasi
sebagai karateristik utama yang menjadi pembeda budaya organisasi, yaitu: Disiplin,
yaitu ketaatan seorang staf dalam melaksanakan tugasnya sehingga memberikan hasil
kerja yang maksimal, kerjasama, yaitu koordinasi yang terbentuk dalam suatu unit
kerja dalam bentuk kesepahaman pola pikir untuk mencapai tujuan organisasi.
responsif, yaitu sikap positif yang diberikan oleh seorang staf untuk melaksanakan
tugasnya secara maksimal , komunikatif yaitu kemampuan melaksanakan komunikasi
dan hubungan interpersonal yang dapat mendukung pekerjaanya dan inisiatif, yaitu
kemampuan berfikir secara kreatif dan inovatif dalam melaksanakan pekerjaanya.
Bernadin dan Russel (2000) dalam Marlina (2014) mengajukan enam kinerja
primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja yaitu Quality, Quantity,
Universitas Sumatera Utara
Timeliness, Cost effectiveness, Need for supervision, dan Interpersonal impact.
Kinerja dalam penelitian ini diukur berdasarkan 4 (empat) indikator yaitu diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
2.4. Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
Budaya Organisasi :
- Disiplin
- Kerja Sama
- Responsif
- Komunikatif
- Inisiatif
Kinerja Perawat
Pelaksana Ruang
Rawat inap
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara