PENGARUH KECEMASAN BERTANDING TERHADAP PEAK PERFORMANCE ATLET SOFTBALL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA.
i
PENGARUH KECEMASAN BERTANDING TERHADAP PEAK
PERFORMANCE ATLET SOFTBALL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Miftah Faturochman NIM 12104241051
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
(2)
(3)
(4)
(5)
v MOTTO
”The best use of imagination is creativity, the worst use of imagination is anxiety” (Deepak Chopra)
“Sembilan dari sepuluh kecemasan muasalnya hanyalah imajinasi kita. Dibuat -buat dan dibesar-besarkan sendiri”
(Tere Liye)
“Baseball is ninety percent mental and the other half is physical” (Yogi Berra)
(6)
vi
PERSEMBAHAAN
Karya ini penulis persembahkan kepada :
Kedua orang tua tercinta, yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungan kepadaku.
Almamater Prodi Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
(7)
vii
PENGARUH KECEMASAN BERTANDING TERHADAP PEAK
PERFORMANCE ATLET SOFTBALL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
Oleh
Miftah Faturochman NIM 12104241051
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan berdasarkan permasalahan mengenai kecemasan bertanding yang terjadi pada atlet softball UNY. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecemasan bertanding terhadap peak performance pada atlet softball Universitas Negeri Yogyakarta
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis korelasi sebab-akibat. Subyek dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling sejumlah 34 atlet. Instrumen yang digunakan adalah skala kecemasan bertanding dan skala peak perfomance. Uji validitas instrumen menggunakan validitas isi melalui expert judgement, Sedangkan realibilitas menggunakan formula Alpha Cronbach dengan koefisien alpha sebesar 0,974 pada skala kecemasan bertanding dan 0,986 pada skala peak performance. Analisis data menggunakan teknik analisis regresi sederhana dengan SPSS versi 21.00 For Windows.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh antara kecemasan bertanding terhadap peak performance (koefisien regresi sebesar -0,758 dan nilai signifikasi sebesar 0,000). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat kecemasan bertanding maka semakin rendah tingkat peak performance pada atlet. Kontribusi yang diberikan kecemasan bertanding terhadap peak performance sebesar 46,3% sedangkan 53,7% dipengaruhi oleh faktor lain.
(8)
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Kecemasan Bertanding Terhadap Peak Performance Pada Atlet Softball Universitas Negeri Yogyakarta” ini disusun sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan dari penyusunan proposal ini tidak akan terwujud tanpa bantuan serta kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terimakasih kepada :
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menjalani dan menyelesaikan studi di Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian dan memefasilitasi kebutuhan akademik penulis selama menjalani masa studi.
3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kemudahan proses pengurusan izin penelitian ini.
4. Bapak Nanang Erma Gunawan, M. Ed, Dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, perhatian dan tenaga serta pikirannya untuk membimbing penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Agus Susworo D M, Pembina UKM softball Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk mengadakan penelitian sehingga penulis dapat melakukan penelitian di UKM softball Universitas Negeri Yogyakarta .
(9)
ix
6. Kedua Orang tuaku bapak Moh. Asikin Mansur dan ibu Nurhasanah Aksan yang tiada batas memberikan doa, semangat, dan kasih sayang selama penyusunan proposal skripsi ini.
7. Kakakku Fariz Dahlan dan adikku Ryan Fadhilah yang senantiasa memberikan doa dan menjadi penyemangat untukku.
8. Kerabat tersayangan Dini, Intan, Devie, Vivi, Fani, Haris, dan Rizki yang selalu memberikan dukungan, semangat, motivasi dan mendengar segala keluh kesah selama penyusunan skripsi.
9. Keluarga besar JRF XXIII. Keluarga kesayangan yang selalu support dan mengajarkan banyak hal mengenai kebersamaan dan loyalitas.
10. Nilam Triarmiyati yang selalu memberikan perhatian, dukungan dan masukan. Terimakasih selalu ada dalam penyusunan skripsi ini.
11. Teman-teman BKB 48 yang banyak memberikan pelajaran hidup selama perkuliahan.
12. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis menerima saran, komentar ataupun kritik yang membangun. Semoga tugas akhir skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pilihan.
Yogyakarta, 22 November 2016 Penulis,
(10)
x
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
SURAT PERNYATAAN... iii
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 13
C. Batasan Masalah ... 13
D. Rumusan Masalah ... 13
E. TujuanPenelitian ... 14
F. Manfaat Penelitian ... 14
BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Tentang Peak Performance ... 17
1. Penggertian Peak Performance ... 17
2. Faktor yang Mempengaruhi Peak Performance ... 19
3. Karakteristik Peak Performance ... 22
B. Kajian Tentang Kecemasan Bertanding ... 29
1. Pengertian Kecemasan Bertanding ... 29
(11)
xi
3. Sumber-sumber Kecemasan Bertanding ... 36
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Bertanding ... 45
C. Kerangka Fikir ... 47
D. Paradigma ... 49
E. Hipotesis ... 50
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 52
B. Subjek Penelitian ... 52
C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 53
D. Variabel Penelitian ... 53
E. Definisi Operasional ... 54
1. Peak Performance ... 54
2. Kecemasan Bertanding ... 55
F. Metode Pengumpulan Data ... 55
G. Instrumen Penelitian ... 56
1. Skala Peak Performance ... 56
2. Skala Kecemasan Bertanding ... 58
H. Pengujian Instrumen ... 60
1. Uji Validitas ` ... 60
2. Reliabilitas ... 61
I. Teknik Analisi Data ... 65
1. Uji Prasyarat Analisis ... 66
a. Uji Normalitas ... 66
b. Uji Linieritas ... 67
2. Uji Hipotesis ... 67
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 69
1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 69
(12)
xii
3. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 70
a. Deskripsi Data Peak Performance ... 70
b. Deskripsi Data Kecemasan Bertanding ... 72
4. Pengujian Hipotesis ... 75
a. Uji Prasyarat Analisis ... 75
1) Uji Normalitas ... 75
2) Uji Linearitas ... 76
b. Uji Hipotesis ... 77
B. Pembahasan ... 79
C. Keterbatasan Penelitian ... 83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 84
B. Saran ... 84
DAFTAR PUSTAKA ... 86
(13)
xiii
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Distribusi Jumlah Populasi Penelitian ... 52
Tabel 2. Kisi – Kisi Skala Peak Performance... 56
Tabel 3. Kisi – Kisi Skala Kecemasan Bertanding ... 58
Tabel 4. Kisi – Kisi Skala Peak performance Setelah Uji Validitas dan Reliabilitas ... 62
Tabel 5. Kisi – Kisi Skala Kecemasan Bertanding Setelah Uji Validitas dan Reliabilitas ... 63
Tabel 6. Deskripsi Data Peak Performance ... 70
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Peak Performance ... 70
Tabel 8. Deskripsi Data Kecemasan Bertanding ... 72
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Kecemasan Bertanding ... 72
Tabel 10. Hasil Uji Normalitas ... 74
Tabel 11. Hasil Uji Linearitas ... 75
Tabel 12. Analisis Regresi ... 77
(14)
xiv
DAFTAR GAMBAR
hal Gambar 1. Paradigma Penelitian ... 50 Gambar 2. Diagram Pie Peak Performance ... 71 Gambar 3. Diagram Pie Kecemasan Bertanding... 73
(15)
xv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Instrumen Uji Coba Terpakai ... 89
Lampiran 2. Uji Validitas Instrumen ... 103
Lampiran 3. Data Hasil Uji Coba Terpakai ... 104
Lampiran 4. Lampiran Uji Realibilitas ... 106
Lampiran 5. Lampiran Data Peak Performance ... 112
Lampiran 6. Lampiran Data Kecemasan Bertanding ... 113
Lampiran 7. Hasil Uji Prasyarat ... 114
Lampiran 8. Uji Hipotesis ... 116
Lampiran 9. Perhitungan Kategorisasi Tiap Variabel ... 117
(16)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Olahraga merupakan suatu aktivitas penting dalam kehidupan manusia. Olahraga yang dilakukan secara rutin dan tepat akan membuat manusia menjadi sehat dan kuat, baik jasmani maupun rohani (Zulaikha, 2007: 1). “Mens sana in corpora sano” merupakan moto yang sudah ada sejak zaman dahulu dan menjadi bukti betapa pentingnya badan dan jiwa yang sehat. Safaria & Kunjana (2006: 64) berpendapat bahwa dengan olahraga juga dapat meningkatkan rasa percaya diri, kontrol diri, harga diri dan menciptakan citra tubuh yang positif.
Di dalam kehidupan masyarakat, berbagai olahraga turut mewarnai aktivitas kehidupan baik dari tingkat sekolah bahkan sampai tingkat internasional. Walaupun bagi sebagian besar masyarakat berolahraga hanya untuk mengisi waktu luang namun tidak jarang dari mereka meng-anggap olahraga sebagai sarana untuk berprestasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia olahraga adalah gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Sedangkan menurut deklasrasi International Council of Sport and Physical Education (ICPSE) (dalam Tjung Hauw Sin, 2013: 1) olahraga adalah semua jenis kegiatan fisik yang bersifat permainan dan yang berupa perjuangan terhadap diri sendiri atau orang lain, atau terhadap kekuatan-kekuatan alam tertentu.
Di Indonesia banyak jenis olahraga yang digemari baik itu yang beregu ataupun individu. Olahraga beregu yang kini mengalami
(17)
2
perkembangan yang cukup pesat adalah softball (Bernadeta Suhartini, 2011: 3). Perkembangan ini disebabkan karena olahraga softball tidak hanya digunakan sebagai olahraga rekreasi saja melainkan juga sebagai olahraga pendidikan atau olahraga prestasi. Permainan softball pada mulanya dikembangkan di Amerika tepatnya di kota Chicago oleh George Hancook dan kawan-kawannya pada tanggal 16 September 1887 dan dikembangkan oleh H. Fiscer dan M.J Panley. Softball di Indonesia sendiri sebenarnya telah ada sejak zaman pendudukan Belanda, namun hanya dilakukan di sekolah-sekolah tertentu (Bernadeta Suhartini, 2011: 1). Seiring semakin pesatnya perkembangan softball di Indonesia maka didirikan Perserikatan Baseball dan Softball Amatir Seluruh Indonesia yang dikenal dengan sebutan PERBASASI dan dipertandingkan secara resmi pada tingkat nasional pada tahun 1962, dan kemudian masuk kedalam Pekan Olahraga Nasional ke-VII di Surabaya (Bernadeta Suhartini, 2011: 1).
Salah satu tim softball yang pernah memiliki prestasi adalah tim softball UNY. Hal ini didukung dari hasil wawancara dengan Fickry Nuruzzaman selaku ketua UKM sekaligus pemain dari tim softball UNY. Dari hasil wawancara didapat bahwa tim softball UNY menjuarai turnamen ”Invitasi Softball Putra UNY CUP 2014” pada bulan Oktober 2014 dan di tahun yang sama pada bulan November tim softball UNY mengalami penurunan prestasi dengan meraih peringkat 2 pada kejuaran ”Kejuaraan Daerah SoftballDIY 2014”. Selain tim softball UNY ada juga
(18)
3
beberapa tim softball dari universitas lain yang pernah menjadi juara diantaranya, tim softball UGM yang menjadi juara di turnamen “UGM CUP 2016” (ugm.ac.id, 2016) dan tim softball Unisi yang menjadi juara di turnamen “UGM CUP 2013” (uii.ac.id, 2013).
Menurut hasil wawancara yang dilakukan dengan ketua UKM softball UNY Fickry Nuruzzaman pada tanggal 11 Maret 2014, memperoleh hasil bahwa prestasi tim softball Universitas Negeri Yogyakarta mengalami penurunan disetiap kejuaraan yang diikuti akhir-akhir ini. Hal ini terbukti dari keiikutsertaan tim softball UNY pada bulan Oktober 2014 yang berhasil menjadi juara pada kejuaraan “UNY CUP SOFTBALL PUTRA 2014” Namun, pada bulan November tim softball UNY hanya bisa meraih peringkat ke-2 pada kejuaraan “KEJUARAAN DAERAH SOFTBALL DIY 2014” serta yang tebaru ditahun 2015 tepatnya pada bulan April , tim softball UNY gagal lolos dari penyisihan grup pada kejuaraan “TELKOM UNIVERSITY CUP 2015” dan bulan Oktober pada kejuaraan “PARTHA & SIMS ANNIVERSARRY 2015” tim softball UNY menduduki peringkat 5 dari 8 peserta yang ada.
Hasil dari beberapa kejuaraan yang telah diikuti oleh tim softball Universitas Negeri Yogyakarta, terjadi penurunan prestasi yang diraih setelah terakhir menjuarai kejuaraan pada Oktober 2014 lalu. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya penurunan prestasi dari tim softball UNY sendiri, salah satunya adalah faktor psikologis hal ini didukung oleh pendapat Persunay (dalam Risna Podungge, 2012: 2) yang
(19)
4
menjelaskan prestasi seorang atlet dapat ditentukan oleh faktor psikologis dari atlet tersebut. Pernyataan Persunay diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 14 Maret 2016 dengan salah satu pemain softball UNY Kevin Ramadhan, diperoleh hasil bahwa dirinya kerap merasa tidak percaya terhadap kemampuan yang dimilikinya dan sering mengalami susah tidur menjelang pertandingan yang mengakibatkan kondisi yang tidak fit keesokan harinya. Selain itu dirinya juga mengungkapkan bahwa masih mengalami “demam panggung” di pertandingan-pertandingan tertentu dan membuat dirinya tidak bisa lepas dalam pertandingan. Hasil wawancara tersebut didukung dengan pendapat ketua UKM yang juga menjelaskan bahwa sering mendapat keluhan serupa dari beberapa anggotanya yang merupakan atlet softball UNY. Dari hasil wawancara juga didapat adanya faktor psikologis seperti tidak percaya diri, cemas pada saat atau sebelum pertandingan, dan ketakutan menghadapi lawan masih menjadi permasalahan yang berpengaruh pada tim softball UNY sehingga kendala tersebut menyebabkan para atlet tidak bisa menampilkan peforma terbaik yang dimilkinya. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri kecemasan yang berasal dari dalam diri atlet diantaranya ragu-ragu terhadap kemampuannya sendiri, munculnya pikiran negatif yang menganggap lawan lebih superior dan takut melakukan kesalahan (Gunarsa, 2008: 67).
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi atlet adalah faktor
(20)
5
psikologis. Faktor psikologis menurut Gunarsa (2008: 1) dibedakan atas dua macam: pertama, faktor psikologis yang menunjang penampilan atlet seperti: motivasi yang tinggi, aspirasi yang kuat, ketahanan mental dan kematangan emosi. Kedua, faktor psikologis yang dapat mengganggu penampilan atlet seperti, kecemasan, motivasi yang rendah, obsesi, gangguan emosional dan keraguan atau takut. Lebih lanjut, Gunarsa (2008: 2) mengungkapkan minimnya prestasi di dalam bidang olahraga dikarenakan penampilan atlet kurang baik yang dipengaruhi oleh beberapa faktor psikologis seperti cemas pada saat atau sebelum pertandingan, kepercayaan diri, dan ketakutan menghadapi lawan. Pengaruh faktor psikologis tersebut dapat bersifat langsung, misalnya karena ada ketegangan emosi yang berlebihan sehingga mempengaruhi seluruh penampilan atlet.
Salah satu penyebab ketidakberhasilan atltet memberikan hasil yang maksimal adalah kecemasan (Gunarsa, 2008: 66). Kecemasan dapat muncul karena atlet menganggap pertandingan sebagai tantangan berat untuk berhasil. Menurut Husdarta (2010: 73)kecemasan adalah perasaan subjektif terhadap sesuatu yang ditandai dengan kekhawatiran, ketakutan dan ketegangan serta , meningkatnya gairah psikologis. Kecemasan ini biasanya dipicu pula karena atlet banyak memikirkan akibat dari kekalahannya. Kecemasan akan selalu terjadi pada diri atlet apabila sesuatu yang diharapkan mendapat rintangan sehingga kemungkinan tidak tercapainya harapan menghantui pikirannya (Apta, 2014: 42).
(21)
6
Penyebab kecemasan yang dihadapi pada saat pertandingan disebabkan karena atlet terlalu memforsir tenaga pada saat pemanasan, tidak adanya rasa siap bertanding, kurangnya percaya diri, dan adanya faktor-faktor lain dari luar diri atlet (Husdarta, 2010: 70).
Adapun beberapa penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa para atlet cenderung mengalami kecemasan saat bertanding. Sebagai contoh hasil penelitian dari Putri (2011) yang menunjukan bahwa kecemasan bertanding pada atlet karate yang menunjukan 34,4% atlet mempunyai tingkat kecemasan yang tinggi. Zulkarnaen & Rahmawati (2013) mengemukakan bahwa kecemasan atlet beladiri Aikido yang menunjukan 23,08% atlet memiliki tingkat kecemasan yang tinggi.
Kecemasan yang terjadi pada atlet biasanya akan menganggu penampilannya dan atlet tersebut mempunyai perasaan takut jika gagal dalam pertandingan serta menimbulkan adanya beban moral jika tidak bisa memenangkan pertandingan tersebut (Husdarta 2010: 81). Menang dan kalah dalam kejuaraan biasanya menjadi standar ukuran berhasil tidaknya seorang atlet mengembangkan keterampilan olahraganya, padahal untuk memenangkan pertandingan, yang penting adalah tampil dengan baik (Satiadarma, 2000:17). Karena itu, persoalan yang sering ditanyakan oleh pengurus dan pelatih olahraga pada hakikatnya terarah pada suatu sasaran yaitu membina atlet agar mereka mencapai penampilan puncak (peak performance) (Satiadarma, 2000:159).
(22)
7
Menurut Scheider, Bugental, & Pierson (dalam Aji Utama, 2015: 26) peak performance adalah kondisi sempurna saat pikiran dan otot bergerak secara sinergi dan beriringan. Maksudnya adalah atlet dapat dikatakan sedang mengalami peak performance ketika atlet tersebut dapat menggerakan tubuhnya sesuai dengan kehendaknya sehingga menjadikan segala sesuatu yang dikerjakannya lebih efisien. Namun demikian, sejumlah orang memiliki pandangan yang keliru tentang arti dari penampilan puncak (Satiadarma, 2000: 159). Mereka beranggapan bahwa pengertian penampilan puncak adalah kemenangan. Atlet yang mencapai penampilan puncak adalah mereka yang menang, memperoleh medali emas, piala, dan seterusnya. Pada Kenyataannya penampilan puncak tidak menjamin seorang atlet akan menang, dalam beberapa kasus memang penampilan puncak tidak harus menghasilkan juara terlebih lagi di dalam olahraga beregu misalnya pada tim-tim softball akan tetapi, peak performance dimaknai sebagai penampilan optimum yang dapat dicapai (Satiadarma, 2000: 160).
Penampilan merupakan aspek penting untuk ditinjau baik pada saat atlet mengalami kekalahan maupun mengalami kemenangan (Lina Astriani, 2010: 3). Kemenangan dapat terjadi karena faktor kebetulan atau keberuntungan, dan jika atlet terlalu terbuai didalam kemenangan ia kurang peduli dengan penampilannya. Akhirnya koreksi penampilan tidak dilakukan, dan di waktu mendatang ia dapat berbuat kesalahan fatal karena
(23)
8
tidak memperoleh koreksi atas penampilannya terdahulu (Satiadarma, 2000:214).
Banyak penelitian yang menunjukkan bagaimana pentingnya peranan faktor psikologis dalam meningkatkan performa seorang atlet dalam menghadapi pertandingan khusunya kecemasan bertanding dari seorang atlet itu sendiri. Salah satu peneliti yang melakukan penelitian mengenai dampak kecemasan bertanding seorang atlet adalah Edyta Eka dkk (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Dampak Kecemasan Pada Atlet Bola Basket Sebelum Bertanding” menjelaskan bahwa sumber dan gejala-gejala kecemasan membuktikan adanya hubungan timbal balik psikis serta fisik, bila aspek psikis terganggu maka fungsi fisik juga ikut terganggu dan menimbulkan dampak kecemasan, yang pada gilirannya akan menganggu keterampilan motorik pada atlet saat dilapangan.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Edyta Eka dkk (2013), bahwa adanya pengaruh kecemasan bertanding dari seorang atlet terhadap penampilannya dilapangan dan hal tersebut dapat menganggu atlet dalam memberikan penampilan terbaik atau puncak (peak performance). Hal tersebut senada dengan Muhammad Ardianto (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Kecemasan pada Pemain Futsal Dalam Menghadapi Turnamen” yang menjelaskan, kecemasan akan membuat atlet bertindak berhati-hati, tidak terburu-buru (tidak gegabah) dan bersikap waspada untuk mengantisipasi serangan lawan. Akan tetapi, apabila atlet mengalami kecemasan secara berlebihan, ia dapat menjadi ekstra hati-hati, takut berbuat salah, tidak
(24)
9
berani membuat keputusan dan terlalu bersikap menunggu. Dalam penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa kecemasan akan berdampak signifikan pada keadaan fisik dan psikis. Dampak terhadap fisik adalah cepat lelah dan menurunnya kondisi tubuh. Sedangkan dampak terhadap psikis adalah kebimbangan, koordinasi otak dan otot tidak berjalan baik. Maka dampak dari kecemasan ini juga jelas berpengaruh pada penampilan atlet yang tidak maksimal atau tidak pada penampilan puncaknya.
Pernyataan tersebut sejalan dengan penelitian Humara (1999) yang berjudul “Hubungan antara kecemasan dan performa: Kognitif-Perilaku Perspektif” yang menjelaskan bahwa orang yang memiliki kecemasan rendah dapat menunjukan penampilan puncaknya dan sebaliknya, orang yang memiliki kecemasan tinggi maka akan sulit untuk memberikan penampilan puncak. Hal ini sejalan dengan pendapat Setyobroto (dalam Risna Podungge, 2012: 1) yang menjelaskan atlet yang kecemasannya tinggi maka penampilannya akan menurun dan atlet yang kecemasannya rendah maka penampilannya akan meningkat. Kirby dan Lill (dalam Humara, 1999: 5 ) juga menjelaskan bahwa kecemasan yang dimiliki oleh atlet olahraga individu lebih rendah dibanding atlet olahraga tim. Menurutnya hal ini disebabkan karena porsi tanggung jawabnya. Atlet dengan olahraga tim akan bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan kekompakan tim sedangkan, atlet dengan olahraga individu hanya bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Hal ini yang menyebabkan kecemasan atlet pada olahraga tim lebih tinggi karena porsi tanggung
(25)
10
jawab yang dipikulnya. Salah satunya softball yang merupakan olahraga tim.
Craty (dalam Husdarta, 2010: 73) menunjukan bahwa kecemasan berpengaruh besar terhadap penampilan atlet, maka dengan sendirinya juga akan berpengaruh terhadap prestasi. Pengaruh terbesar kecemasan terhadap penampilan ada pada gerak dasar motorik seorang atlet. Dengan kata lain tingkat kecemasan yang tinggi, respon-respon tubuh yang muncul relatif merugikan untuk sebuah penampilan dan respon tubuh yang merugikan tersebut akan berdampak prestasi yang diraihnya. Hasil penelitian ini di dukung oleh Tjung Hauw Sin (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Layanan Konseling Dalam Mengentaskan Masalah
Kecemasan Pada Atlet” yang menjelaskan bahwa teori yang mengungkapkan tentang kecemasan memberi pengaruh yang besar terhadap penampilan atlet adalah teori hipotesis U-terbalik. Teori ini menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat kecemasan seorang atlet, maka penampilan atlet tersebut akan semakin optimal menuju penampilan terbaik. Maksudnya adalah ketika seorang atlet mempunyai kecemasan, dirinya memiliki kekhawatiran terhadap penampilannya yang tidak maksimal, maka dari itu atlet tersebut berusaha untuk memberikan penampilannya yang terbaik akan tetapi saat kecemasan tersebut berubah menjadi terlalu tinggi dan terus meningkat maka kecenderungan penampilan akan menurun hal itu disebabkan karena atlet terlalu
(26)
11
memikirkan penampilannya sehingga tidak bisa lepas dalam bertanding (Tjung Hauw Sin, 2013: 4).
Komarudin(2011: 15) dalam makalahnya menyebutkan bahwa terdapat teori lain yang menjelaskan pengaruh kecemasan terhadap penampilan adalah teori model catastrophe dimana teori ini menjelaskan bahwa seorang atlet dapat mengalami penurunan penampilan yang sangat drastis ketika mengalami kecemasan dan penurununan penampilan tersebut akan berdampak pada penurunan prestasi pula.
Spielberg (dalam Abenza, 2009: 2) juga menyatakan bahwa atlet yang memiliki tingkat kecemasan yang tinggi akan beresiko terhadap penampilannya yang cenderung akan tampil dibawah penampilan terbaiknya. Atlet cenderung untuk melihat berbagai tekanan atau pergerakan yang dilakukan lawan sebagai ancaman yang berlebihan.
Berdasarkan dari paparan tentang kecemasan dan peak performance diatas, maka dilakukan penelitian mengenai “Pengaruh Kecemasan Bertanding Terhadap Peak P erformance Atlet Softball Universitas Negeri Yogyakarta”. Salah satu alasan peneliti melakukan penelitian ini karena adanya penurunan prestasi tim softball UNY yang berdasarkan hasil wawancara disebabkan oleh faktor psikologis atau kecemasan. Selain itu adanya kajian teori dan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai kecemasan bertanding, diantaranya Andhista Pratamajaya (2014) yang meneliti mengenai hubungan antara kontrol diri dengan kecemasan bertanding pada atlet basket. Atlet yang memiliki
(27)
12
kontrol diri yang baik, mampu meminimalisir gejala-gejala kecemasan saat bertanding. Kemudian ada juga peneliti yang meneliti pengaruh kepercayaan diri terhadap peak performance atlet bola basket yang dilakukan oleh Lina Astriani (2010). Serta penelitian tentang tingkat kecemasan dan stress atlet bulu tangkis yang dilakukan oleh Rizki Mahakharisma (2014). Untuk membuktikan asumsi tersebut, peneliti akan menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif karena dalam analisisnya penelitian ini akan dapat membuktikan asumsi tersebut.
Selain untuk membuktikan asumsi tersebut penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk bidang bimbingan dan konseling dalam menangani masalah-masalah kecemasan bertanding dan peak performance yang terjadi pada atlet softball Universitas Negeri Yogyakarta yang selanjutnya dapat ditindak lanjuti dengan konseling. Konseling merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dalam mengentaskan masalah kehidupannya dengan wawancara dan dengan cara yang sesuai dengan keadaan yang dihadapi individu untuk mencapai kesejahteraan hidupnya. Dengan konseling diharapkan individu dapat mengembangkan kesehatan mental, perubahan sikap dan tingkah laku (Tjung Hauw Sin, 2013: 2).
Penelitian ini penting untuk dilakukan karena peak performance merupakan bagian penting dalam bertanding, dengan berdasarkan hasil observasi yang sudah dijelaskan sebelumnya tim softball UNY memiliki kendala psikologis yang salah satunya berpengaruh pada peak
(28)
13
performance atletnya. Maka dari itu dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan hasilnya dapat dijadikan sebagai referensi bagi pelatih dan pengurus UKM untuk menentukan program yang tepat bagi tim softball UNY serta bagi bidang bimbingan dan konseling penelitian ini dapat menjadikan refrensi dalam mengentaskan masalah kecemasan bertanding dan peak performance yang dialami siswa atau mahasiswa atlet.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian di atas maka masalah yang dapat di identifikasi sebagai berikut:
1. Terjadinya penurunan prestasi tim softball Universitas Negeri Yogyakarta yang disebabkan penurunan performa para atlet.
2. Kecemasan bertanding masih dialami oleh beberapa atlet softball Universitas Negeri Yogyakarta.
3. Belum diketahuinya pengaruh kecemasan bertanding atlet softball UNY terhadap peak performance mereka.
C. Batasan Masalah
Dari identifikasi masalah yang telah disampaikan, peneliti membatasi penelitian ini pada pengaruh kecemasan bertanding terhadap peak performance pada atlet softball UNY.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang, maka rumusan masalah yang peneliti tetapkan adalah apakah terdapat pengaruh
(29)
14
kecemasan bertanding terhadap peak performance pada atlet softball UNY?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah peneliti tetapkan diatas, tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh kecemasan bertanding terhadap peak performance pada atlet softball UNY.
F. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu psikologi, terutama psikologi olahraga, dan kaitanya dengan layanan bidang bimbingan dan konseling pribadi. Selain itu hasil penelitian ini juga dapat diterapkan pada bidang psikologi olahraga dan psikologi perkembangan dalam hal pengaruh kecemasan bertanding terhadap peak performance pada atlet softball UNY.
2. Secara Praktis
a. Bagi Atlet (Mahasiswa)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan infomasi dan menjadi masukan bahwa kecemasan bertanding dapat mempengaruhi peak performance atlet. Setelah diketahui, diharapkan atlet dapat mengelola kecemasan bertanding dengan cara melakukan relaksasi sebelum bertanding atau dengan teknik-teknik tertentu yang dapat membantu seorang atlet untuk menampilkan peak performance dalam suatu pertandingan.
(30)
15 b. Bagi Pelatih
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau rujukan pelatih dalam membuat program latihan yang akan diberikan kepada atlet softball UNY.
c. Bagi Tim
Hasil penelitian ini diharapkan dapat melatih refleksi dan pengembangan strategi bertanding dari setiap atlet softball UNY sehingga hasil tersebut dapat meningkatkan kerjasama tim.
d. Bagi Pengurus
Sebagai bahan evaluasi dari program yang pelatih berikan dalam menghadapi kendala kecemasan bertanding atlet softball UNY.
e. Bagi Bidang Bimbingan dan Konseling
Bagi bidang bimbingan dan konseling penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi mengenai masalah-masalah dalam kecemasan bertanding dan peak performance pada atlet softball UNY, yang kemudian dapat ditindak lanjuti. Tindak lanjut tersebut dapat dilakukan sebagai salah satu upaya pengembangan diri serta tugas perkembangan melalui layanan dalam bidang bimbingan dan konseling pribadi pada atlet softball UNY.
(31)
16
f. Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
Hasil penelitian ini dapat memperkaya infomasi atau materi dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling pribadi dan memperlebar cakupan layanan bimbingan dan konseling kedunia olahraga (psikologi olahraga). Kemudian penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam pembuatan layanan konseling individu ataupun layanan konseling kelompok khususnya, terhdap kasus kecemasan pada atlet.
(32)
17 BAB II KAJIAN TEORI A. Peak Performance
1. Pengertian Peak Performance
Menurut Satiadarma (2000: 159), peak performance (penampilan puncak) adalah penampilan optimum yang dicapai oleh seorang atlet. Anshel (dalam Satiadarma, 2000: 159) mengatakan, optimum tidak sama dengan maksimum, di dalam konteks olahraga. Jadi dalam konteks olahraga optimum yang dimaksud adalah dimana seorang atlet hampir tidak melakukan kesalahan dalam penampilannya. Sedangkan menurut Scheider, Bugental, & Pierson (Aji Utama, 2015: 26) peak performance adalah kondisi sempurna saat pikiran dan otot bergerak secara sinergi dan beriringan. Senanda dengan Scheider, Bugental, & Pierson, Williams (1993: 137) mengutarakan bahwa peak performance adalah keadaan ajaib dimana atlet bekerja bersamaan antara mental dan fisik. Dari dua pendapat diatas maka peak performance adalah kondisi dimana atlet dapat menggunakan fisik dan psikisnya secara bersama dan bersinergi sehingga penampilan dari atlet tersebut dapat dikatakan selaras. Privette (dalam Williams, 1993: 137) berpendapat lain bahwa peak performance adalah perilaku atlet yang melebihi rata-rata penampilannya. Maksdunya adalah penampilan atlet tersebut merupakan penampilan yang melebihi rata-rata penampilan dari biasanya. Pada dasarnya arti dari penampilan puncak itu sendiri para pakar Psikologi masih belum membuat suatu kesimpulan tentang definisi dari penampilan puncak. Tetapi mereka lebih
(33)
18
mengutamakan tentang gambaran dan karakteristik dari penampilan puncak.
Selain itu, Satiadarma (2000:163) menggambarkan bahwa penampilan puncak adalah:
a. Penampilan puncak tidak sama dengan menjadi juara.
b. Seorang juara belum tentu memperoleh gelar juaranya pada saat ia berada pada kondisi penampilan puncaknya.
c. Penampilan puncak atlet dapat terjadi hanya sekali dalam kehidupan seorang atlet, dapat pula terjadi berulang kali.
d. Penampilan puncak atlet pada suatu situasi sulit dibedakan dengan penampilan puncak pada saat situasi lainnya, karena berperannya sejumlah faktor eksternal secara kompleks.
e. Penampilan prestasi puncak hendaknya tidak dijadikan tolok ukur bahwa seorang atlet harus menjadi juara.
f. Penampilan puncak hanya membuka peluang yang lebih besar bagi atlet untuk tampil dengan baik di dalam pertandingan.
Jika dicermati berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas, pe-nampilan puncak pada dasarnya bisa dialami oleh setiap atlet. Atlet yang berada pada penampilan puncak mengalami keadaan dimana pikiran dan fisik dapat bekerja secara bersamaan. Hal ini disebabkan karena atlet tersebut memiliki kemampuan untuk menyeimbangkan kedua hal tersebut akan tetapi, penampilan puncak tidak sekedar menyeimbangkan antara pikiran dan fisik saja, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan atlet
(34)
19
berada pada penampilan puncaknya. Selain itu perlu diingat, atlet yang berada pada penampilan puncak tidak harus menghasilkan kemenangan atau juara, dikarenakan penampilan puncak hanya membuka peluang atlet tersebut untuk tampil lebih baik dari biasanya. Jadi salah jika ada asumsi bahwa atlet yang berada pada penampilan puncak akan menjadi juara.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa penampilan puncak (peak performance) adalah suatu kondisi optimal, ajaib, sempurna ketika mental dan fisik selaras keduanya digunakan secara bersama-sama atau otot dan pikiran dapat bekerja secara sinergi sehingga menjadikan segala sesuatu yang dikerjakan atlet lebih efisien yang pada akhirnya atlet dapat berada pada penampilan puncak dan akan memberikan penampilan terbaiknya ketika pertandingan.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peak Performance
Menurut Harsuki (dalam Aji Utama, 2015: 1) beberapa faktor yang dapat mempengaruhi peak performance atlet pada saat pertandingan adalah:
a. Faktor-faktor yang ada dengan organisasi pertandingan biasanya pelatih dan atlet mengharapkan kondisi yang ideal saat di lapangan. Kondisi yang ideal seringkali tidak sesuai dengan kenyataan, karena seringkali terjadi kondisi yang tak terduga. Hal ini biasanya mepengaruhi tercapainya peak performance atlet
1) Angin, hujan, peralatan petandingan yang akan mempengaruhi atlet.
(35)
20
2) Suhu udara yang ekstrim (terlalu panas atau dingin) 3) Pengaruh dari undian, penonton, perwasitan dan lain-lain. b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan atlet.
1) Gaya atau kebiasaan hidup yang bertentangan dengan etik moral olahraga (narkoba, kurang tidur, diet yang salah, perilaku negatif dan lain-lain) bisa mempengaruhi kinerja atlet dan kemampuan pemulihan (recovery), sehingga bisa mempengaruhi peak performance.
2) Ketidakpuasan dengan lingkungan sosial keluarga, pelatih, pekerjaan, sekolah dan lain-lain. Semua itu mengakibatkan refleksi yang negatif dalam latihan atau pertandingan, sehingga menyebabkan penampilan yang kurang baik.
3) Kecemasan (anxiety) bertanding, gugahan (arousal) yang tidak optimal, terlalu bergairah (overexcaaitement), dan takut cidera. c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan latihan dan pelatih.
1) Program latihan yang tidak didesain dengan baik, volume yang terlalu tinggi, dan intensitas yang terlalu cepat cepat ditingkatkan, terlalu banyak pertandingan sehingga kurang istirahat. Itu semua tidak hanya terasa amat membuat stress tetapi mempengaruhi performa puncak atlet (peak performance).
2) Latihan yang berat tanpa memperhatikan pentingya pemulihan (recovery) yang cukup bukan hanya akan memperkecil
(36)
21
kemungkinan terjadinya peak performance, tetapi sebaliknya bisa menyebabkan timbulnya cidera-cidera, dan latihan yang berlebihan (overtraining) fisik maupun mental.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi seorang atlet untuk berada pada peak performance. Faktor tersebut bisa berasal dari dalam dirinya sendiri (internal) seperti: kecemasan atau mood yang tidak bagus dam dari luar diri sendiri (eksternal) seperti: cuaca, penonton dan tempat pertandingan. Untuk mencapai peak performance seorang atlet harus berada pada kondisi ideal dimana tidak hanya faktor internal saja yang mendukung tetapi perlu juga dukungan dari lingkungan sekitarnya dalam hal ini adalah faktor eksternal.
Berdasarkan penjelasan diatas yang merujuk pada pendapat Harsuki (dalam Aji Utama, 2015: 6), bahwa ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi peak performance pada atlet diantaranya, adalah faktor-faktor yang ada dengan organisasi pertandingan yang biasanya pelatih dan atlet mengharapkan kondisi yang ideal tetapi pada kenyataannya kondisi tersebut tidak sesuai, selanjutnya faktor-faktor yang berhubungan dengan atlet, dalam hal ini adalah gaya kebiasaan hidup atlet, lingkungan sekitar dan juga faktor psikologis dari atlet tersebut (kecemasan, gugahan dan sebagainya), dan yang terakhir adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan latihan baik itu program yang deiberikan dan juga pelatih.
(37)
22 3. Karakteristik Peak Performance
Ken Ravizza (Williams, 1993: 138) menjelaskan bahwa 80% atlet yang mengalami apa yang dikenal sebagai momentum besar olahraga (greatest moment in sports) melaporkan bahwa dalam kondisi tersebut mereka mengalami hal-hal seperti:
a. Hilangnya rasa takut; mereka tidak merasa takut untuk gagal. b. Tidak terlalu memikirkan penampilan.
c. Terlibat secara mendalam di dalam aktivitas olahraganya. d. Penyempitan dan pemusatan perhatian.
e. Merasakan tidak terlalu berupaya, tidak memaksakan, sesuatu berjalan dengan sendirinya.
f. Merasakan demikian mudah untuk mengendalikan segalanya. g. Disorientasi waktu dan tempat, seolah-olah hal-hal lain menjadi
lebih lambat, dan peluang untuk melakukan sesuatu menjadi demikian besar.
h. Segala sesuatunya sepertinya demikian menyatu dan terintegrasi dengan baik.
i. Perasaan akan adanya suatu keunikan yang berlangsung seolah-olah tanpa didasari, dan bersifat sementara.
Senada dengan Ravviza, Loehr (Satiadarma, 2000: 164) berpendapat bahwa mereka bermain seperti kesetanan namun sangat terkendali. Mereka merasakan waktu bergerak demikian lambat sehingga mereka tidak harus terburu-buru dan segala sesuatunya terselesaikan
(38)
23
dengan baik. Mereka merasakan mampu berkonsentrasi dengan demikian baiknya dan sangat menikmati aktivitas yang dilakukan. Lebih jauh lagi mereka juga mengemukakan bahwa sepertinya bisa melakukan apa saja sekehendak hati.
Garfied dan Bennett (Satiadarma, 2000:165) yang melakukan interview terhadap ratusan atlet bintang (elite athletes) menjelaskan bahwa ada delapan kondisi spesifik yang mereka alami ketika mereka berada dalam penampilan puncak yaitu:
a. Mental rileks. Kondisi ini dilukiskan sebagai kondisi ketenangan internal. Individu atau atlet tidak merasa terburu-buru waktu untuk melakukan sesuatu. Sebaliknya, mereka melakukan aktivitasnya dengan tenang, efektif, tidak melampaui batas waktu, karenanya mereka merasakan waktu bergerak lebih lambat daripada pergerakan yang mereka lakukan.
b. Fisik rileks. Dalam kondisi ini atlet tidak merasakan adanya ketegangan, atau kesulitan dalam melakukan suatu gerakan tertentu. Segala aktivitas motorik dapat dilakukannya dengan mudah, refleks yang dilakukan terarah secara tepat dan akurat c. Optimis. Atlet merasa penuh percaya diri, yakin dengan apa yang
dilakukannya akan membuahkan hasil sesuai dengan harapan; mereka tidak merasakan adanya keraguan untuk memberikan reaksi yang tepat bahkan terhadap ancaman tantangan lawan yang tangguh sekalipun.
(39)
24
d. Terpusat pada kekinian. Atlet merasakan adanya keseimbangan psikofisik, segala sesuatu bekerja secara harmonis sebagai suatu kesatuan yang selaras dan berlangsung secara otomatis pada saat kini.
e. Berenergi tinggi. Istilah yang dikenal orang awam adalah “panas”. Biasanya orang awam menggunakan istilah “belum panas” untuk memberikan penilaian terhadap atlet yang tampaknya belum siap bertanding, masih mencoba-coba melakukan serangan dan lain-lain. Dalam kondisi puncak, atlet menikmati aktivitas dengan keterlibatan emosi yang tinggi (“joy and ecsta sy as the perfect emotion”).
f. Kesadaran tinggi. Dalam kondisi ini atlet memiliki kesadaran yang tinggi tentang apa yang terjadi pada dirinya dan pada diri lawannya. Atlet peka terhadap perubahan posisi, sasaran, serangan, pertahanan dan sebagainya. Atlet menjadi peka terhadap berbagai rangsangan dan mampu mengantisipasi rangsang secara akurat. g. Terkendali. Atlet seolah-olah tidak secara sengaja mengen-dalikan
gerakan-gerakannya, namun segala sesuatu ber-langsung seperti ada hal lain yang mengendalikan. Segala sesuatu berlangsung dengan benar.
h. Terseludang (terlindungi dari gangguan). Dalam kondisi ini atlet merasa seperti berada di dalam kepompong, sehingga ia mampu menutup penginderaannya dari gangguan-gangguan eksternal
(40)
25
maupun internal. Akibatnya, atlet menjadi lebih mudah mengakses ketrampilan psikologisnya dan menyingkirkan berbagai kendala atau hambatan psikofisik dalam menjawab tantangan. Ia seperti diselimuti atau diseludungi oleh energi tertentu yang mampu memisahkan dirinya dengan lingkungan yang mengganggu.
McCafrey dan Orlick (dalam Satiadarma, 2000: 167) juga melakukan interview kepada sejumlah pegolf professional dan menyimpulkan sejumlah elemen yang berperan terhadap penampilan puncak mereka. Elemen-elemen tersebut adalah:
a. Komitmen penuh. Para atlet tersebut bersungguh-sungguh dan mencurahkan penuh perhatian mereka pada latihan dan pertandingan yang mereka ikuti.
b. Kualitas diatas kuantitas. Dalam melakukan latihan pukulan misalnya, merak tidak menitik beratkan pada jumlah pukulan yang mereka atau seberapa jauhnya pukulan yang mereka lakukan tetapi lebih kepada cara mengontrol arah pukulan bola.
c. Sasaran yang jelas. Memiliki tujuan dan sasaran yang jelas dalam berlatih.
d. Latihan “imagery” setiap hari. Melakukan imajinasi atau gambaran terhadap pertandingan yang diinginkan.
e. Memusatkan perhatian pada tiap pukulan (kekinian). Dalam hal ini atlet memusatkan pikiran dan perhatiannya terhadap bola yang akan dipukul.
(41)
26
f. Mengenali situasi yang menekan (terkendali). Atlet memahami kondisi-kondisi yang kemungkinan akan terjadi disetiap pertandingannya.
g. Berlatih dan merencanakan mengikuti pertandingan. Latihan yang dilakukannya itu merupakan persiapan untuk mengikuti kejuaraan yang sudah direncanakan sebelumnya.
h. Memusatkan perhatian pada pertandingan yang akan diikuti. Melakukan latihan sesuai dengan pertandingan yang akan dihadapi. Dalam hal ini menyangkut latihan simulasi lapangan.
i. Menggunakan strategi untuk mengendalikan gangguan. Menggunakan strategi psikologis untuk mengatasi gangguan, terutama tekanan psikologis, kelelahan dan sebagainya.
j. Melakukan evaluasi pasca tanding. Melakukan evaluasi terhadap penampilan setelah pertandingan.
k. Memahami secara jelas perbedaan kondisi bermain baik dan bermain buruk. Menindak lanjuti hasil evaluasi pertandingan, mencoba mengkaji kembali, berusaha untuk memperoleh pemahaman tentang sejumlah kekeliruan yang dibuat, kondisi-kondisi yang menghambat dan sebaliknya ketika kondisi-kondisi dimana penampilan sedang baik.
Seorang atlet yang sedang berada pada peak performance menunjukan tingkah laku tertentu yang dapat kita amati. Tingkah laku tersebut dapat dijadikan sebagai ciri-ciri atau karakteristik atlet ketika
(42)
27
sedang berada pada peak performance. Berdasarkan paparan diatas banyak tokoh yang sudah melakukan penelitian untuk mengamati karakteristik seorang atlet yang berada pada kondisi peak performance. Merujuk pada pendapat Garfied dan Bennet (dalam Satiadarma, 2000: 165), terdapat beberapa karakteristik seorang atlet dikatakan berada pada penampilan puncak diantaranya: mental rileks, fisik rileks, optimis, terpusat pada kekinian, berenergi tinggi, kesadaran tinggi, terkendali dan terseludang (terlindungi dari gangguan). Seorang atlet dapat dikatakan berada pada kondisi peak performance jika sebagian besar sudah memenuhi karakteristik tersebut.
Berdasarkan penjelasan mengenai peak performance diatas, dapat disimpulkan bahwa peak performance adalah suatu kondisi optimal, ajaib, sempurna ketika mental dan fisik selaras keduanya digunakan secara bersama-sama atau otot dan pikiran dapat bekerja secara sinergi sehingga menjadikan segala sesuatu yang dikerjakan atlet lebih efisien yang pada akhirnya atlet dapat berada pada penampilan puncak dan akan memberikan penampilan terbaiknya saat bertanding. Atlet yang berada pada kondisi peak performance biasanya dapat diamati dari beberapa tingkah laku atau memiliki ciri-ciri tersendiri seperti: mental rileks, fisik rileks, optimis, terpusat pada kekinian, berenergi tinggi, kesadaran tinggi, terkendali dan terseludang (terlindungi dari gangguan).
Penelitian mengenai peak performance sebelumnya sudah banyak dilakukan salah satunya oleh Lina Astriani (2010) yang berjudul
(43)
28
“Pengaruh Kepercayaan Diri Terhadap Peak P erformance Atlet Bola Basket Sekolah Menengah Atas (SMA) Di Kota Malang” penelitian ini dilakukan pada remaja siswa sekolah menengah atas di kota Malang yang menghasilkan terdapatnya hubungan positif dan signifikan antara kepercayaan diri terhadap peak performance pada tingkat kesalahan 5%. Penelitian ini memperoleh presentase 43% pada masing-masing variabel yang berada pada kategori tinggi. Kekuatan hubungan antara kepercayaan diri dengan peak performance adalah positif sebesar 0.271, hal ini berarti bahwa semakin tinggi kepercayaan diri atlet bola basket maka peak performance juga akan semakin tinggi dan keakuratan pengaruh kepercayaan diri terhadap peak performance ini adalah sebesar 73,3%. Perbedaan pada penelitian ini terdapat pada variabel bebasnya yaitu kepercayaan diri, selain itu tempat, waktu dan subjek juga berbeda. Sedangkan variabel terikatnya memiliki kesamaan yaitu peak performance.
Penelitian lain mengenai peak performance juga pernah dilakukan oleh Mukhammad Septa Winahyu (2010) yang berjudul “Hubungan Kepercayaan Diri Dengan Penampilan Puncak Pemain Sepak Bola Arema Indonesia) penelitian ini dilakukan pada atlet bola Arema Indonesia yang menunjukan adanya hubungan positif dan signifikan antara kepercayaan diri dengan peak performance dengan hasil korelasi antar kedua variabel sebesar 0.0621 dengan P = 0.001 yang artinya hubungan antara kepercayaa diri dan peak performance adalag 62,1%.
(44)
29 B. Kecemasan Bertanding
1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan atau dalam bahasa Inggris “anxiety”, menurut Nietzal (Ghufron & Risnawita, 2010: 141) berasal dari Bahasa Latin “anxius”, dan dari bahasa Jerman “ants”, yaitu suatu kata yang digunakan untuk menggambarkan efek negatif dan rangsangan fisiologi. Efek negatif dan rangsangan fisiologi yang dimaksudkan adalah perasaan negatif yang muncul. Barlow (2006: 158) menjelaskan bahwa kecemasan adalah keadaan suasana, perasaan (mood) yang ditandai oleh gejala-gejala jasmaniah seperti ketegangan fisik dan kekhawatiran tentang masa depan. Gejala-gejala ketegangan fisik tersebut dapat terjadi karena adanya kekhawatiran tentang masa depan sehingga menimbulkan ketegangan fisik. Ketegangan fisik yang dimaksud adalah seperti wajah yang pucat atau keringat dingin yang keluar.
Hawari (Apta, 2014: 42) juga berpendapat bahwa kecemasan adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/splitting of personality), perilaku dapat terganggu, tetapi masih dalam batas-batas normal.
Berbeda dengan penjelasan di atas, Muchlas (Ghufron & Risnawita, 2010: 142) menjelaskan bahwa kecemasan sebagai suatu pengalaman subjektif mengenai ketegangan mental, kesukaran dan
(45)
30
tekanan yang menyertai konflik atau ancaman. Dalam hal ini kecemasan diibaratkan terjadi karena pengalaman individu mengenai tekanan yang terjadi sehingga menimbulkan konflik dalam diri.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kecemasan adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas. Kecemasan biasanya terjadi karena kekhawatiran yang berlebih dari seseorang terhadap suatu ancaman atau konflik yang dihadapinya.
Terkait dengan olahraga, kecemasan seringkali dialami oleh atlet ketika akan menghadapi suatu pertandingan. Pertandingan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perlombaan dalam olahraga yang menghadapkan dua pemain untuk bertanding, sedangkan bertanding adalah seorang lawan seorang. Pertandingan dalam istilah Inggrisnya, disebut dengan competition yang kemudian diadopsi kedalam Bahasa Indonesia menjadi kompetisi. Chaplin (dalam penelitian Yetisa Ika Putri, 2007: 21) mendefinisikan competition adalah perilaku saling mengatasi dan berjuang antara dua individu atau antara beberapa kelompok untuk memperebutkan objek yang sama.
Husdarta (2010: 80) mengemukakan bahwa kecemasan dapat diinterpretasikan dalam dua cara, yaitu kecemasan yang dirasakan oleh atlet dalam waktu tertentu, misalnya saat bertanding (state anxiety), atau kecemasan yang dirasakan atlet tergolong pencemas (trait anxiety).
(46)
31
Sedangkan menurut Levvit (Gunarsa, 2008: 74) kecemasan dirumuskan sebagai perasaan takut individu atau atlet dan meningkatnya arousal (gairah) . Gairah atau arousal yang dimaksud adalah peningkatan aktiviats psikis. Peningkatan arousal ini sejalan dengan keadaan emosi seseorang seperti ketegangan atau stress.
Weird dan Gould (dalam Satiadarma, 2000: 95) menjelaskan bahwa kecemasan adalah keadaan emosi negatif yang ditandai oleh adanya perasaan khawatir, was-was, dan disertai dengan peningkatan gugahan sistem kebutuhan. Peningkatan gugahan sistem kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan sistem pembuangan seperti buang air. Pendapat itu sejalan dengan Amir (dalam Ardianto, 2013: 4) dalam jurnal “ Kecemasan pada Pemain Futsal Dalam Menghadapi Turnamen” yang mengatakan bahwa kecemasan yang timbul saat menghadapi pertandingan disebabkan karena atlet banyak memikirkan akibat-akibat yang akan diterimanya apabila mengalami kegagalan atau kalah dalam pertandingan.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Cox (dalam Yetisa Ika Putri, 2007: 21) dalam jurnal “Hubungan Antara Intimasi Pelatih-Atlet Dengan Kecemasan Bertanding Pada Atlet Ikatan Pecak Silat Indonesia (IPSI)” yang mengungkapkan bahwa kecemasan menghadapi pertandingan merupakan keadaan distress yang dialami oleh seorang atlet, yaitu sebagai suatu kondisi emosi negatif yang meningkat sejalan dengan bagaimana seseorang atlet menginterpretasi dan menilai situasi pertandingan.
(47)
32
Sementara itu, Cratty (dalam Husdarta, 2010: 75) menyimpulkan hubungan kecemasan bertanding dalam hubungannya dengan pertandingan sebagai berikut:
1. Sebelum pertandingan dimulai, kecemasan akan naik yang disebabkan oleh bayangan berat tugas atau pertandingan yang akan dihadapi.
2. Selama pertandingan berlangsung, tingkat kecemasan biasanya mulai menurun.
3. Mendekati akhir pertandingan, tingkat kecemasan biasanya akan naik lagi terutama bila skor pertandingan berimbang
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan bertanding merupakan kondisi emosi negatif yang ditandai oleh munculnya perasaan khawatir, was-was, dan disertai dengan peningkatan gugahan sistem kebu-tuhan selama bertanding. Selama pertandingan berlangsung kecemasan seorang atlet dapat meningkat yang disebabkan karena atlet tersebut memikirkan secara berlebih akibat-akibat yang akan terjadi pada dirinya jika mengalami suatu kegagalan.
2. Gejala Kecemasan Bertanding
Kecemasan atlet saat akan bertanding dapat dideteksi melalui gejala-gejala kecemasan yang dapat mengganggu penampilan seorang atlet. Kebanyakan para ahli membedakan gejala-gejala itu menjadi gejala fisik dan gejala psikis. Husdarta (2010: 70) membedakan gejala kecemasan bertanding menjadi dua yaitu gejala fisik dan psikis.
(48)
33 a. Gejala fisik antara lain:
1) Adanya perubahan yang dramatis pada tingkah laku, gelisah atau tidak tenang, sulit tidur.
2) Terjadi ketegangan pada otot-otot pundak, leher, perut, dan otot-otot ekskremitas.
3) Terjadi perubahan irama pernafasan.
4) Raut muka dan dahi yang berkerut, gemetar, kaki terasa berat, badan terasa lesu, tubuh terasa kaku, jantung yang berdebar-debar keras, sering ingin buang air kecil, sering minum air dan berkeringat dingin.
b. Gejala psikis ditandai dengan:
1) Gangguan pada perhatian konsentrasi.
2) Perhatian atlet dapat terpecah karena munculnya pikiran-pikiran yang negatif mengenai pertandingan dan berfikir tentang hal-hal yang tidak berhubungan dengan pertandingan. 3) Menurunnya bahkan hilangnya emosi.
4) Timbul obsesi: Ide, pikiran, atau emosi yang tidak terkendali, sering datang tanpa dikehendaki atau mendesak masuk dalam pikiran seseorang.
5) Fluktuasi emosi: Ketidakstabilan, ketidaktetapan, atau naik turunnya emosi.
Gunarsa (2008: 65) menjelaskan bahwa gejala kecemasan bertanding meliputi komponen fisik dan mental, yaitu:
(49)
34
a. Kondisi kefaalan, kondisi ini ditandai dengan:
1) Denyut jantung meningkat. Artinya, atlet akan merasakan debaran jantung yang lebih keras atau lebih cepat.
2) Telapak tangan berkeringat.
3) Mulut kering, yang mengakibatkan bertambahnya rasa haus. 4) Gangguan-gangguan pada perut atau lambung, misalnya
mual-mual.
5) Otot-otot bahu dan leher menjadi kaku. b. Aspek psikis ditandai dengan:
1) Atlet menjadi gelisah.
2) Gejolak emosi naik turun. Artinya, atlet menjadi sangat peka sehingga emosinya cepat bereaksi, atau sebaliknya reaksi emosinya menjadi tumpul.
3) Konsentrasi terhambat sehingga kemampuan berfikirnya menjadi kacau.
4) Kemampuan membaca permainan lawan menjadi tumpul. 5) Keragu-raguan dalam pengambilan keputusan.
Kecemasan bertanding dapat dideteksi melalui gejala-gejala atau ciri-ciri yang terjadi pada seorang atlet. Gejala tersebut biasanya dapat mengganggu penampilan dari seorang atlet. Berdasarkan pendapat dua ahli diatas, gejala-gejala kecemasan bertanding dibagi menjadi dua. Menurut Husdarta gejala kecemasan bertanding dibagi menjadi gejala fisik dan gejala psikis sedangkan, menurut Gunarsa gejala kecemasan bertanding
(50)
35
dibagi menjadi kondisi kefaalan dan aspek psikis. Kedua ahli tersebut mempunyai kesamaan dimana gejala kecemasan bertanding dapat ditandai salah satunya adalah dengan melihat dari gejala psikis yang didalamnya mencakup gangguan pada konsentrasi, munculnya pikiran negatif dan emosi yang labil.
Adapun perbedaan dari dua pendapat ahli tersebut yang menurut Husdarta salah satu gejala yang ditimbulkan dari kecemasan bertanding berasal dari gejala fisik yang diantaranya adanya perubahan pada tingkah laku,terjadi ketegangan otot-otot, terjadi perubahan irama pernafasan dan terjadi perubahan pada raut muka. Sedangkan menurut Gunarsa salah satu gejala yang ditimbulkan dari kecemasan bertanding salah satunya berasal dari kondisi kefaalan tubuh yang diantaranya denyut jantung meningkat, telapak tangan berkeringat, mulut kering, gangguan pada perut atau lambung, dan otot-otot menjadi kaku.
Berdasarkan paparan mengenai gejala-gejala kecemasan bertan-ding diatas maka dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu, pertama adanya gangguan fisik yang berupa gelisah, sulit tidur, ketegangan pada otot-otot tubuh, terjadinya perubahan pada raut wajah, denyut jantung yang meningkat, berkeringat secara berlebih, dan reaksi tubuh yang berlebihan, kedua adanya gangguan psikis yang berupa gangguan pada perhatian konsentrasi, adanya pikiran negatif terhadap diri sendiri, tidak memiliki kontrol emosi yang baik.
(51)
36
3. Sumber-sumber Kecemasan Bertanding
Gunarsa (2008: 67) berpendapat bahwa sumber kecemasan yang dialami oleh atlet dapat berasal dari dalam diri atlet itu sendiri dan dapat pula berasal dari luar diri atlet atau lingkungan.
a. Sumber dari Dalam Diri Atlet
1) Atlet terlalu terpaku pada kemampuan teknisnya. Akibatnya, ia didominasi oleh pikiran-pikiran yang terlalu membebani, seperti komitmen yang berlebihan bahwa ia harus bermain sangat baik.
2) Munculnya pikiran-pikiran negatif, seperti ketakutan dicemooh oleh penonton jika tidak memperlihatkan penampilan yang baik. Pikiran-pikiran negatif tersebut menyebabkan atlet mengantisipasikan suatu kejadian yang negatif. Contohnya ketika seorang atlet melakukan sebuah kesalahan dalam pertandingan atau tidak menampilkan penampilan yang seperti biasanya maka akan timbul dalam pikiran bahwa dirinya akan dicemooh atau di salahkan oleh penonton.
3) Alam pikiran atlet akan sangat dipengaruhi oleh kepuasan yang secara subjektif yang dirasakan dalam dirinya. Padahal, hal tersebut seringkali tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya atau tuntutan dari pihak lain seperti pelatih dan penonton. Pada atlet akan muncul perasaan khawatir akan tidak mampu memenuhi keinginan pihak luar sehingga menimbulkan
(52)
37
ketegangan baru. Sebagai contoh, seorang atlet dibebani sebuah target dari seorang pelatih akan tetapi pada kenyataannya atlet tersebut diluar dugaan tidak dapat memenuhi target yang diberikan alhasil atlet tersebut akan mengalami sebuah tekanan karena tidak berhasil memenuhi target yang diberikan itu. b. Sumber dari Luar
1) Munculnya berbagai rangsangan yang membingungkan. Rangsangan tersebut dapat berupa tuntuntan atau harapan dari luar yang menimbulkan keraguan pada atlet untuk mengikuti hal tersebut, atau sulit dipenuhi. Keadaan ini menyebabkan atlet mengalami ke-bingungan untuk menentukan penampilannya, bahkan kehilangan kepercayaan diri. Contohnya, ketika dalam suatu pertandingan seorang atlet terlalu banyak diberi masukan oleh pelatih bahkan oleh manager tim sehingga dalam pertandingan tersebut atlet mengalami kebingungan dalam bertindak manakah yang harus dilakukan terlebih dahulu, perintah dari pelatih atau manager tim.
2) Pengaruh massa. Dalam pertandingan apa pun, emosi massa sering berpengaruh besar terhadap penampilan atlet, terutama jika pertandingan tersebut sangat ketat dan menegangkan. Reaksi massa dapat bersifat mendukung, sehingga keteganggan yang ada pada atlet menjadi positif. Dalam keadaan yang
(53)
38
demikian, atlet akan merasa seolah-olah apa saja yang Ia lakukan dapat berhasil dengan baik. Ketegangan yang positif akibat pengaruh lingkungan dapat membangkitkan suatu upaya untuk mengalahkan lawan dengan gerakan atau pukulan yang luar biasa, seakan-akan secara tiba-tiba muncul kekuatan baru. Sebaliknya, reaksi massa juga dapat berdampak negatif, yaitu jika penonton berada dalam suasana emosi yang meluap-luap dan menuntut sehingga mengeluarkan teriakan yang negatif. Hal ini menyebabkan atlet menjadi serba salah dalam bertindak, sehingga penampilannya menjadi sangat buruk. 3) Kemampuan lawan yang lebih baik. Seorang atlet menjadi
sedemikian tegang ketika menghadapi ke-nyataan bahwa ia mengalami kesulitan untuk bermain sehingga keadaannya menjadi terdesak. Pada saat harapan untuk menang sedang terancam, akan muncul berbagai pemikiran-pemikiran negatiF, antara lain adalah:
a. “Jika saya gagal dalam pertandingan ini, maka saingan saya yang nantinya akan maju”
b. “Jika saya kalah dalam pertandingan ini, maka saya akan dicoret sebagai anggota tim inti dari regu ini, lalu saingan saya akan menggantikan posisi saya”
4) Pelatih yang memperlihatkan sikap tidak mau memahami bahwa Ia telah berupaya sebaik-baiknya. Pelatih seperti ini
(54)
39
sering menyalahkan atau bahkan mencemooh atletnya, yang sebenarnya dapat meng-guncangkan kepribadian atlet tersebut. 5) Hal-hal non teknis seperti kondisi lapangan, cuaca yang tidak
bersahabat, angin yang bertiup terlalu kencang, atau peralatan yang tidak memadai.
Senada dengan pernyataan diatas, menurut Harsono (1998: 248), faktor-faktor yang dapat menyebabkan seorang atlet mengalami kece-masan pada saat menjelang pertandingan dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu:
1. Berasal dari dalam diri atlet a. Moral
Moral atlet merupakan suatu sikap yang mampu menatap segala kesulitan, perubahan, frustasi, kegagalan, dan gangguan-gangguan emosional dalam menghadapi pertandingan dengan penuh kesabaran dan rasa percaya diri (Harsono, 1998: 248).
Harsono (1998: 248) menambahkan moral yang tinggi terlihat dalam kemampuan yang keras, kemantapan niat untuk menang dan tidak cepat menyerah, meskipun atlet menghadapi kegagalan maupun keberhasilan dalam suatu pertandingan. Harsono juga menjelaskan atlet yang mengeluh, emosi labil, pura-pura sakit, menyalahkan orang lain, konsentrasi menurun dan lain sebagainya merupakan contoh moral yang kurang baik dan meru-pakan pertanda atlet mengalami kecemasan sebelum pertandingan.
(55)
40 b. Pengalaman Bertanding
Perasaan cemas pada atlet berpengalaman berbeda dengan atlet yang belum berpengalaman berbeda dengan atlet yang belum berpengalaman. Seorang atlet yang kurang bahkan belum pernah bertanding kemungkinan tingkat kecemasannya tinggi sehingga dapat menurunkan semangat dan kepercayaan diri dalam per-tandingan, begitu pula atlet yang sudah terbiasa bertanding dapat mengalami kecemasan walaupun relatif kecil karena sudah pernah mengalami dan dapat menguasainya.
Atlet yang belum pernah mengikuti pertandingan akan mengalami kesulitan dalam menghadapi gangguan yang timbul dalam pertandingan, pengorbanan yang dituntut untuk mencapai suatu kemenangan, tekanan-tekanan yang dihadapi, pahitnya suatu kekalahan, dan nikmatnya suatu kemenangan merupakan kese-luruhan hal yang belum pernah merasakan pengalaman bertanding. c. Adanya pikiran negatif dicemooh/dimarahi
Harsono (1998: 249) mengemukakan bahwa dicemooh atau dimarahi adalah sumber dari dalam diri atlet. Dampaknya akan menimbulkan reaksi pada diri atlet. Reaksi tersebut akan bertahan sehingga menjadi suatu yang menimbulkan frustasi yang mengganggu penampilan pelaksanaan pertandingan. Perasaan takut dimarahi oleh pelatih apabila gagal dalam suatu pertandingan, membuat seorang atlet menjadi tertekan. Atlet tersebut tidak dapat
(56)
41
mengembangkan kemampuannya dikarenakan adanya pikiran- pikiran yang kurang percaya akan kemampuan yang dimilikinya. d. Adanya pikiran puas diri
Bila dalam diri atlet ada pikiran atau rasa puas diri, maka dalam diri atlet tersebut tanpa disadarinya telah tertanam kece-masan. Atlet dituntut oleh dirinya sendiri untuk mewujudkan suatu yang mungkin berada diluar kemampuannya. Harapan yang terlalu tinggi padahal tidak sesuai dengan kemampuan yang di-milikinya membuat atlet tidak waspada dan menjadi lengah, tingkat konsentrasinya menjadi menurun dan lain sebagainya.
2. Berasal dari luar diri atlet a. Penonton
Pengaruh penonton yang tampak terhadap seorang atlet pada umumnya berupa menurunnya keadaan mental, sehingga atlet tidak dapat dengan sempurna menampilkan penampilan terbaiknya. Atlet seolah-olah mengikuti apa kata penonton sehingga dapat me-nurunkan kepercayaan dirinya. Akan tetapi dalam hal-hal tertentu kehadiran penonton dapat menjadi hal positif misalnya, atlet menjadi lebih semangat karena adanya yang mendukung dalam menghadapi suatu pertandingan.
b. Pengaruh lingkungan keluarga
Menurut Endang Multyaningsih (1999: 56) keluarga merupakan wadah pembentuk pribadi anggota keluarga. Apabila
(57)
42
lingkungan keluarga sangat menekankan kepada atlet untuk harus menjadi juara, atlet menjadi tertekan. Sehingga atlet tidak yakin akan kemampuannya sehingga atlet tersebut membayangkan ba-gaimana kalau dirinya gagal sehingga tidak dapat memenuhi ha-rapan keluarganya, hal ini akan menurunkan penampilan atletnya dalam menghadapi suatu pertandingan.
c. Saingan yang bukan tandingannya
Lawan tanding yang dihadapi merupakan pemain berprestasi akan menimbulkan kecemasan. Menurut Gunarsa (2004: 69) atlet yang mengatahui lawan yang dihadapinya adalah pemain nasional atau lebih unggul dari dirinya, maka hati kecil seorang atlet tersebut timbul pengakuan akan ketidakmampuannya untuk menang.
d. Peranan pelatih
Sikap pelatih yang khawatir berlebihan dapat mem-pengaruhi sikap atlet, salah satunya akibatnya adalah petenis takut cedera, dan gemetar saat bertanding sehingga cenderung bertahan daripada untuk menyerah dan merebut poin/angka. Begitu pula dengan ketidakhadiran pelatih dalam pertandingan akan me-ngurangi penampilan atlet, hal ini disebabkan karena atlet merasa tidak ada yang memberi dorongan atau dukungan pada saat yang diperlukan. Selain itu apabila terjadi hubungan yang tidak baik serasi antara atlet dan pelatih, atlet tidak dapat
(58)
43
berkomunikasi dengan baik dengan pelatih, tidak ada keterbuka-an mengenai gketerbuka-angguketerbuka-an-gketerbuka-angguketerbuka-an mental yketerbuka-ang dialaminya dketerbuka-an hal ini akan menjadi beban seorang atlet.
e. Cuaca panas
Gunarsa (2008: 70) menjelsakan keadaan yang diakibatkan oleh panasnya cuaca atau ruangan akan mengakibatkan ke-cemasan. Cuaca panas yang tinggi akan mengganggu beberapa fungsi tubuh sehingga atlet merasa lelah dan tidak nyaman serta mengalami rasa pusing, sakit kepala, mual dan mengantuk. Kondisi ini disebut sebagai kelelahan oleh panas (heat exhaustion).
Pernyataan diatas diperkuat oleh Sukadiyanto (2006: 5) yang menyebutkan bahwa sumber ketegangan dan kecemasan dapat bersumber dari dalam diri dan dari luar diri atlit.
a. Dari dalam diri atlit
1) Rasa percaya diri yang berlebihan 2) Pikiran yang negatif
3) Mudah merasa puas
4) Penampilan yang tidak sesuai harapan b. Dari luar diri atlit
1) Rangsangan yang membingungkan 2) Pengaruh penonton
3) Media massa
(59)
44
5) Kehadiran dan tidak kehadiran pelatih 6) Tempat lapang dan gedung bertanding 7) Cuaca dan suhu
8) Ventilasi penyinaran
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa sumber dari kecemasan bertanding dapat dibedakan menjadi dua yaitu dari dalam diri atlet dan dari luar diri atlet. Kecemasan yang bersumber dari dalam diri atlet biasanya muncul karena tuntutan atau target yang diberikan terlalu tinggi baginya dan hal tersebut menjadi beban bagi seorang atlet yang pada akhirnya saat pertandingan penampilannya akan terbebani oleh tuntutan atau target yang diberikan. Sedangkan kecemasan yang bersumber dari luar diri atlet biasanya berasal dari tekanan lingkungan sekitar atlet tersebut, contohnya bisa dari penonton, pelatih bahkan dari cuaca pada saat pertandingan bisa mempengaruhi kecemasan seorang atlet ketika bertanding.
Merujuk dari pendapat Harsono (1998: 218) bahwa sumber kecemasan atlit yang berasal dari dalam meliputi: moral, pengalaman bertanding, perasaan takut dicemooh dan pikiran puas diri. Dari luar diri atlit meliputi: penonton, pengaruh dari lingkungan keluarga, saingan yang bukan tandingannya, peranan pelatih, dan cuaca panas.
(60)
45
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Bertanding
Menurut Husdarta (2010: 81) ada lima faktor yang dapat menyebabkan munculnya kecemasan sebelum bertanding, antara lain:
a. Ketakutan akan kegagalan dalam pertandingan
b. Ketakutan akan cedera fisik atau hal lain yang akan menimpa diri atlet.
c. Ketakutan akan penilaian sosial atas kualitas prestasinya.
d. Ketakutan terhadap agresi fisik baik dari lawan bertanding maupun dirinya sendiri.
e. Ketakutan bahwa kondisi fisiknya tidak akan mampu menyelesaikan tugasnya atau dalam pertandingan dengan baik. Menurut Gunarsa (1996: 41) faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan bertanding diantaranya:
a. Tuntutan sosial yang berlebihan.
b. Standard prestasi individu yang terlalu tinggi. c. Perasaan rendah diri.
d. Kurang persiapan yang dilakukan.
e. Pola pikir dan persepsi yang negatif terhadap situasi yang ada. Kecemasan tidak serta merta muncul begitu saja didalam diri seorang atlet. Banyak faktor yang dapat menjadi pemicu timbulnya kecemasan. Kecemasan sendiri timbul karena adanya perasaan takut dari seorang atlet terhadap tuntutan atau target-target yang diberikan. Ketakutan itu muncul karena atlet merasa tidak sanggup untuk memenuhi
(61)
46
tuntutan-tuntutan yang diberikan dan pada akhirnya perasaan tersebut bisa menjadi sebuah beban yang dapat mempengaruhi penampilan dari seorang atlet.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang dapat menjadi faktor yang mempengaruhi kecemasan bertanding atlet, seperti ketakutan akan kegagalan, ketakutan akan cedera fisik, ketakutan akan penilaian sosial, kurangnya persiapan yang dilakukian, dan pikiran negatif selama pertandingan.
Berdasarkan paparan diatas kecemasan bertanding merupakan kondisi emosi negatif yang meningkat pada saat pertandingan sejalan dengan bagaimana seseorang atlet menginterpretasi dan menilai situasi pertandingan. Selama pertandingan berlangsung kecemasan seorang atlet dapat meningkat yang disebabkan karena atlet tersebut memikirkan secara berlebih akibat-akibat yang akan terjadi pada dirinya jika mengalami suatu kegagalan. Seorang atlet yang mengalami kecemasan bertanding di-pengaruhi beberapa faktor antara lain ketakutan akan kegagalan, ketakutan akan cedera fisik, ketakutan akan penilaian sosial, kurangnya persiapan yang dilakukian, dan pikiran negatif selama pertandingan.
Penelitian mengenai kecemasan bertanding sebelumnya sudah banyak dilakukan salah satunya oleh Andhista Pratamajaya pada tahun 2014. Pada penelitian ini kecemasan bertanding dihubugkan dengan kontrol diri seorang atlet basket tingkat universitas se-DIY. Dalam penelitian ini menunjukan adanya hubungan negatif antara kontrol diri
(62)
47
dengan kecemasan bertanding yang memperoleh hasil (r) sebesar 0,551 dengan (p) taraf signifikan 0,000 (p < 0,01). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kontrol diri maka semakin rendah kecemasan bertandingnya dan juga sebaliknya.
Penelitian lain mengenai kecemasan juga pernah dilakukan oleh Rizki Mahakharisma (2014) dengan judul “Tingkat Kecemasan Dan Stress Atlet Bulutangkis Menjelang Kompetisi POMNAS XIII Tahun 2013 Di Daerah Istimewa Yogyakata”. Hasilnya menunjukan tingkat kecemasan atlet tergolong dalam kategori tinggi, dimana sebanyak 70% atelt putra dan 54,28% atlet putri mengalami kecemasan menjelang pertandingan.
C. Kerangka Fikir
Ketika sedang mengamati penampilan atlet dengan lebih seksama dapat dilihat bahwa penampilan atlet dapat dipengaruhi oleh dua faktor diantaranya faktor fisik dan faktor psikologis. Terkadang faktor psikologis masih sangat kurang di perhatikan oleh pelatih maupun pengurus organisasi cabang olahraga, pada kenyataannya faktor psikologis seringkali memegang peranan penting terhadap penampilan seorang atlet. Faktor psikologis dapat menjadi pengarah atau penggerak atlet untuk menampilan sebuah penampilan yang optimal dalam penelitian ini difokuskan pada atlet softball UKM Universitas Negeri Yogyakarta.
Menurut Scheider, Bugental, & Pierson (Aji Utama, 2015: 26) peak performance adalah kondisi sempurna saat pikiran dan otot bergerak secara sinergi dan beriringan, dengan kata lain peak performance adalah
(1)
114
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 Skor Kategori 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11 12 13 14 15 16 17 18 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 45 46 47 48 49 50 51 52 53 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97
1 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 3 1 2 2 3 2 1 2 3 2 4 2 3 2 3 2 2 1 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 3 2 2 2 1 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 206 sedang 2 3 3 2 2 2 3 2 3 2 2 2 3 2 2 2 3 2 4 1 2 1 3 2 3 2 2 3 2 1 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 3 2 2 1 1 2 3 2 2 2 2 2 2 2 201 sedang 3 3 3 2 2 1 2 2 2 2 2 3 3 2 3 3 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 3 2 2 2 2 3 2 3 2 3 2 2 3 3 2 2 3 3 2 2 1 3 1 2 3 2 1 2 3 2 2 2 1 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 1 205 sedang 4 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 197 sedang 5 2 1 1 4 3 1 2 3 2 3 2 3 1 3 3 2 3 2 1 1 1 3 1 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 3 2 2 1 2 3 2 3 3 3 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 1 4 2 4 1 1 3 1 1 2 1 2 2 1 2 1 2 2 2 1 2 1 2 3 2 2 2 1 2 1 1 185 rendah 6 3 2 2 4 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 2 3 3 3 2 3 3 2 2 2 3 2 2 3 4 2 2 2 3 2 3 2 3 2 3 2 2 2 2 3 2 2 3 3 2 3 3 3 3 3 2 1 2 1 4 3 3 3 4 1 3 1 2 3 2 2 2 1 3 1 3 3 3 1 2 3 2 3 2 1 4 2 2 226 sedang 7 1 1 1 2 2 1 1 2 1 2 1 3 1 3 3 2 2 2 1 2 1 3 2 2 2 2 1 1 2 2 2 1 1 2 1 2 1 1 2 1 2 2 1 3 1 3 2 1 2 3 2 2 1 1 1 3 2 1 4 3 1 1 1 2 1 2 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 2 2 1 148 rendah 8 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 2 2 2 1 2 2 3 1 2 2 3 2 2 2 3 2 2 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 3 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 2 3 2 3 2 3 2 2 2 2 1 2 3 2 2 2 2 3 3 2 218 sedang 9 4 3 2 3 3 1 3 2 2 3 2 2 1 3 3 4 1 1 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 1 2 2 2 1 2 1 3 3 2 3 3 2 2 3 4 3 2 3 2 2 2 1 1 2 2 1 1 2 1 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 2 2 4 2 2 2 1 2 194 sedang 10 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 3 1 2 2 3 2 2 2 3 2 2 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 2 3 2 3 2 3 2 3 3 3 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 222 sedang 11 2 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 4 2 2 3 3 2 2 2 3 2 3 3 2 3 2 2 2 3 2 2 3 3 3 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2 3 2 2 3 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 3 2 3 2 2 2 3 2 224 sedang 12 2 2 1 2 2 2 2 2 1 3 3 3 2 3 3 2 3 2 2 2 1 3 1 2 2 3 2 2 2 3 2 1 2 2 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 1 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 3 2 3 1 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 185 rendah 13 3 2 1 3 1 4 3 3 1 2 2 3 1 2 2 4 3 2 1 1 2 3 2 1 1 2 3 2 1 2 2 1 1 3 2 2 2 1 3 2 2 1 3 1 3 2 1 1 3 2 2 2 1 2 3 1 3 2 2 2 1 2 1 1 2 2 1 2 1 1 1 1 1 3 2 1 2 1 3 2 2 2 2 1 2 3 1 2 1 1 3 1 1 174 rendah 14 2 2 4 1 4 2 3 3 3 2 3 4 1 4 1 4 1 1 2 2 4 3 4 1 4 3 4 3 3 3 4 1 4 3 4 3 4 3 4 1 4 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 2 4 3 4 3 4 3 4 1 4 1 3 1 4 2 4 2 4 1 3 1 4 1 4 3 4 4 2 1 3 2 3 1 3 3 2 2 2 2 3 3 2 264 sedang 15 3 3 1 2 3 2 3 3 1 3 3 3 2 3 3 2 3 4 2 3 2 2 3 3 3 2 3 3 1 3 2 2 2 3 2 2 3 1 4 1 1 2 2 3 2 3 2 3 2 2 4 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 3 3 2 3 3 2 3 3 2 2 1 1 3 3 2 3 3 4 3 2 2 1 2 218 sedang 16 2 3 1 2 1 2 3 3 2 2 3 3 1 3 3 3 2 2 1 1 2 3 2 2 2 3 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 3 2 3 1 2 2 3 2 2 2 2 3 2 3 2 3 1 2 3 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 200 sedang 17 3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 3 2 2 3 3 2 2 3 2 2 2 3 2 3 2 2 3 3 2 3 3 2 2 2 3 3 3 2 3 2 3 2 3 2 3 3 2 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 3 3 1 3 3 3 2 3 2 2 232 sedang 18 2 3 1 3 3 2 2 2 1 4 1 2 1 4 4 2 3 2 1 1 2 3 2 2 2 2 2 1 1 2 2 1 1 3 2 3 1 1 2 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 4 2 2 1 2 1 2 1 1 1 1 1 2 1 2 3 2 1 1 1 2 2 2 1 3 2 2 2 2 2 2 2 172 rendah 19 2 3 1 4 3 3 2 3 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 3 2 1 2 2 3 2 3 2 2 2 3 3 2 1 3 2 3 1 3 206 sedang 20 3 3 4 3 3 3 3 2 2 3 2 3 2 3 2 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 3 2 3 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 254 sedang 21 4 3 2 3 4 2 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 4 2 3 3 2 3 2 2 4 3 4 3 3 2 4 4 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 3 3 4 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 3 2 3 2 3 3 4 3 265 sedang 22 4 3 3 2 4 2 3 3 2 3 2 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 4 2 3 2 3 2 2 3 4 3 4 3 3 2 3 4 3 2 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 2 3 3 4 3 3 3 2 2 4 3 4 3 4 3 3 2 2 3 4 3 2 3 4 3 3 4 3 3 3 4 3 275 sedang 23 3 2 2 2 4 2 3 2 2 2 3 4 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 2 2 3 2 2 2 4 3 3 2 3 2 3 3 2 2 3 3 2 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 255 sedang 24 3 3 3 3 3 2 3 3 2 2 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 2 2 2 2 4 2 2 2 3 2 2 2 4 3 3 3 3 2 3 3 2 2 3 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 2 2 2 3 3 2 3 3 2 2 2 3 3 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 250 sedang 25 3 3 3 3 4 2 3 3 3 2 3 3 2 4 3 3 3 3 3 3 3 4 2 3 3 3 4 2 3 3 3 2 2 2 4 3 3 3 4 2 3 3 2 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 2 277 sedang 26 3 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 3 3 1 3 3 3 3 1 2 2 2 2 3 4 2 4 2 1 2 2 2 2 2 3 2 3 2 3 2 2 3 3 3 2 2 2 3 2 4 3 3 2 2 3 2 2 3 3 3 2 2 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 3 2 3 1 3 2 3 1 2 3 3 2 3 1 3 2 2 221 sedang 27 4 3 2 3 2 3 2 2 2 2 3 3 1 4 3 3 3 3 4 3 2 2 2 3 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 3 2 2 2 2 216 sedang 28 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 3 3 2 2 2 2 3 2 3 2 3 2 2 2 3 3 3 2 3 2 2 3 3 3 2 3 2 2 3 2 3 3 2 2 3 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 3 3 2 3 217 sedang 29 3 2 1 1 4 1 4 3 2 1 2 3 1 2 1 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 194 sedang 30 2 2 1 2 2 2 2 2 1 3 3 3 2 3 2 2 3 2 2 2 1 3 1 2 2 3 2 2 2 3 2 1 2 2 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 1 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 3 2 3 1 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 184 rendah 31 3 3 4 3 4 3 2 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 4 3 4 3 3 3 2 3 3 2 4 3 3 3 3 2 3 3 2 3 4 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 2 3 3 4 3 3 4 2 2 280 tinggi 32 3 2 1 3 1 4 3 3 1 2 2 2 1 2 2 4 3 2 1 1 2 2 2 1 1 2 3 2 1 2 2 1 1 3 2 2 2 1 3 2 2 1 3 1 3 2 1 1 3 2 2 2 1 2 3 1 3 2 2 2 1 2 1 2 2 1 2 1 1 1 1 1 1 3 2 1 2 1 3 2 2 2 2 1 2 3 1 2 1 1 3 1 1 172 rendah 33 3 2 2 3 3 2 4 3 2 4 2 3 2 3 3 3 3 3 4 2 2 2 3 3 3 4 4 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 4 2 3 4 4 2 3 3 4 2 3 4 2 3 2 4 2 2 3 2 4 3 2 4 3 4 3 4 4 4 3 4 3 4 2 4 3 3 3 4 2 3 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 278 sedang 34 3 2 2 3 3 2 3 3 2 4 2 3 2 3 3 3 3 3 4 2 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 4 2 3 4 4 2 3 3 4 4 3 4 3 3 2 4 2 2 3 2 4 3 2 4 3 4 3 4 4 3 3 4 3 4 2 4 3 3 3 4 2 3 2 4 3 2 3 3 3 3 3 3 284 tinggi
(2)
115
Lampiran 7. Hasil Uji Prasyarat Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
peak
N
34
Normal Parameters
a,bMean
223.9412
Std. Deviation
40.51408
Most Extreme Differences
Absolute
.160
Positive
.160
Negative
-.113
Kolmogorov-Smirnov Z
.936
Asymp. Sig. (2-tailed)
.345
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
kecemasan
N
34
Normal Parameters
a,bMean
220.5588
Std. Deviation
36.39530
Most Extreme Differences
Absolute
.117
Positive
.117
Negative
-.090
Kolmogorov-Smirnov Z
.683
Asymp. Sig. (2-tailed)
.740
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
(3)
116
(4)
117
Lampiran 8. Uji Hipotesis
Analisis Regresi Sederhana
Variables Entered/Removed
aModel
Variables
Entered
Variables
Removed
Method
1
kecemasan
b. Enter
a. Dependent Variable: peak
b. All requested variables entered.
Model Summary
bModel
R
R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1
.681
a.463
.447
30.13568
a. Predictors: (Constant), kecemasan
b. Dependent Variable: peak
Coefficients
aModel
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t
Sig.
B
Std. Error
Beta
1
(Constant)
391.089
32.208
12.142
.000
kecemasan
-.758
.144
-.681
-5.258
.000
(5)
118
Lampiran 9. Perhitungan Kategori Tiap Variabel
1.
Peak Performance
A. Perhitungan Data
P eak Performance
Skor terendah
: 90 x 1
= 90
Skor tertinggi
: 90 x 4
= 360
Mean
: ½ (360+90) = 225
SD
: (360-90) : 6 = 45.00
B. Perhitungan frekuensi kategorisasi
peak performance
Tinggi
: (µ + 1,0
σ) ≤ X
= 270 ≤ X
Sedang
: (µ - 1,0
σ) ≤ X <
(µ + 1,0
σ)
= 180 ≤ X < 270
Rendah
: X < (µ - 1,0
σ)
= X < 180
2.
Kecemasan Bertanding
A. Perhitungan Data Kecemasan Bertanding
Skor terendah
: 93 x 1
= 93
Skor tertinggi
: 93 x 4
= 372
Mean
: ½ ( 372+93) = 232.5
SD
: (372-93) : 6 = 46.50
B. Perhitungan frekuensi kategorisasi kecemasan bertanding
Tinggi
: (µ + 1,0
σ) ≤ X
= 279 ≤ X
Sedang
: (µ - 1,0
σ) ≤ X <
(µ + 1,0
σ)
= 186 ≤ X < 279
Rendah
: X < (µ - 1,0
σ)
= X < 186
(6)