REPRESENTASI SENSUALITAS DALAM IKLAN PARFUM “SIREN” (Studi Semiotik tentang Representasi Sensualitas dalam Iklan Parfum “SIREN” pada majalah cosmopolitan).

(1)

“SIREN”

(Studi Semiotik Tentang Representasi Sensualitas Dalam Iklan Parfum “SIREN” Pada Majalah Cosmopolitan)

SKRIPSI

Oleh :

ARINA PENI ASTARI NPM.0543010006

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN“ JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA 2010


(2)

Disusun Oleh : Arina Peni Astari

0543010006

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui, PEMBIMBING

Ir. H. Didiek Tranggono, M.Si NIP. 030203679

Mengetahui, DEKAN

Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si NIP. 030 175 349


(3)

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Representasi Sensualitas Dalam Iklan Parfum “SIREN”” (Studi Semiotik Tentang Representasi Sensualitas Dalam Iklan Parfum “SIREN” Pada Majalah Cosmopolitan) dengan sebaik-baiknya..

Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan, hal ini disebabkan karena sangat terbatasnya ilmu dan pengalaman yang dimiliki penulis dalam menyusun tugas akhir atau skripsi ini. Meskipun demikian, dalam menyusun skripsi ini penulis telah mendapatkan bimbingan, serta saran-saran dari berbagai pihak yang sangat membantu. Oleh karena itu, pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini, diantaranya adalah :

1. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur,

2. Bapak Ir. H. Didiek Tranggono, Msi dosen pembimbing penulis yang selalu dengan sabar meluangkan waktu dan memberikan arahan kepada penulis. 3. Bapak Juwito S.Sos.Msi, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Drs. Saifuddin Zuhri, Msi, selaku Sekertaris Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.


(4)

iv

6. My special one, “Deddy Noer” yang selalu memberikan dukungan, semangat dan perhatiannya.

7. X-PHOSE family, mulai dari angkatan tua sampai angkatan muda, terima kasih atas dukungan dan semangatnya.

8. Teman-teman seangkatan dan seperjuangan, Andra, Yeni, Ipeh, Juita, Tasya, Galuh, Yudit, Putri, Silvi, Bintari, Nadya, Icha, Devi Gimbul, Devi Binyok, Amel, Reno, Dhona, Retha, Mas soak, Novan yang selalu menjadi inspirasi penulis untuk tetap maju.

9. Teman-teman DPR Belakang tercinta atas dukungan dan semuanya ketika proses penyusunan skripsi ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam menyusun skripsi ini, untuk itu kritik dan saran membagun dari para pembaca sangat penulis harapkan demi kesempurnaan Skripsi ini.

Surabaya, April 2010


(5)

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

UJIAN SKRIPSI... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR GAMBAR...viii

DAFTAR LAMPIRAN...ix

ABSTRAKSI...x

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Perumusan Masalah...8

1.3. Tujuan Penelitian...9

1.4. Manfaat Penelitian...9

BAB II KAJIAN PUSTAKA...10

2.1. Landasan Teori...10

2.1.1. Iklan Media Cetak...10

2.1.2. Majalah Sebagai Media Massa Cetak...11

2.1.3. Konstruksi Realitas dan Makna...13

2.1.4. Perempuan Sebagai Model dalam Iklan………..….…...16

2.1.5. Sensualitas...19

2.1.6. Sensualitas Perempuan Dalam Iklan...23

2.1.7. Representasi...27

2.1.8. Pendekatan Semiotik………....28

2.1.9. Model Semiotika Charles S. Pierce………. 31

2.1.10. Pemaknaan Warna………...………... 33

2.2. Kerangka Berpikir... 35


(6)

3.2. Kerangka Konseptual... 38

3.2.1. Sensualitas... 38

3.2.2. Sistem Tanda Dalam Ilustrasi Iklan Parfum ”SIREN”... 39

3.2.3. Corpus...43

3.2.4. Unit Analisis...43

3.3. Teknik Pengumpulan Data... 44

3.4. Teknik Analisis Data... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...46

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian...46

4.1.1. Gambaran Umum Parfum Siren...46

4.1.2. Gambaran umum majalah Cosmopolitan...47

4.2. Penyajian Data……...50

4.2.1. Data...50

4.2.2 .Klasifikasi Tanda...51

4.2.3. Klasifikasi Tanda Pierce dalam Iklan Parfum SIREN...52

4.3. Gambar Iklan Parfum SIREN...53

4.4. Iklan Parfum SIREN Sebagai Kategori Tanda Pierce...53

4.4.1. Ikon, Indeks, Symbol...55

4.5. Analisis Iklan Parfum SIREN...58

4.5.1. Ikon...58

4.5.2. Indeks...64

4.5.3. Simbol...66


(7)

5.1 Kesimpulan...74

5.2 Saran...75

DAFTAR PUSTAKA... 76

LAMPIRAN... 78


(8)

Gambar II.1. Hubungan Tanda, Objek dan Interpretan Pierce... 32

Gambar II.2. Model Kategori Tanda Oleh Pierce... 33

Gambar II.3. Bagan Kerangka Berpikir... 37

Gambar IV.1. Gambar Iklan Parfum SIREN dalam Elemen Makna Pierce...54

Gambar IV.2. Gambar Iklan Parfum SIREN dalam Kategori Tanda Pierce...56


(9)

ix


(10)

PARFUM “SIREN” (Studi Semiotik tentang Representasi Sensualitas dalam Iklan Parfum “SIREN” pada majalah cosmopolitan)

Penelitian ini didasarkan pada munculnya fenomena sensualitas perempuan sebagai objek dalam iklan parfum SIREN. Pada penelitian ini objek yang disorot adalah tokoh perempuan yang menjadi model iklan. Eksplorasi dan eksploitasi tubuh perempuan ditonjolkan dalam iklan ini semata-mata untuk memuaskan hasrat yang melihatnya.

Teori yang digunakan adalah iklan media cetak, majalah sebagai media massa cetak, konstruksi realitas dan makna, perempuan sebagai model dalam iklan, sensualitas, sensualitas perempuan dalam iklan, representasi, pemaknaan warna, serta model semiotika Charles S. Pierce.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah diskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan semiotik. Data dianalisis dengan menggunakan pendekatan konsep tanda yang membagi tanda menjadi tiga kategori, yaitu ikon, indeks, dan simbol menggunakan konsep triangle meaning. Dari hasil pemaknaan tanda-tanda tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa dalam penelitian saling berhubungan atau terkait.

Dan dari hasil pemaknaan tanda-tanda tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan adanya sebuah representasi mengenai sensualitas berdasarkan pemaknaan tanda-tanda yang ada, yaitu semua tanda yang berupa gambar, tulisan,dan warna yang menjadi latar belakang iklan parfum SIREN menggambarkan konsep sensualitas perempuan yang digunakan untuk memikat karena memiliki daya tarik fisik dan sebagai objek fantasi karena perempuan dalam iklan ini digambarkan dalam sosok putri duyung.


(11)

1.1 Latar Belakang Masalah

Kapanpun dan dimanapun orang selalu dihadapkan dengan berbagai macam bentuk iklan di media massa, baik media cetak maupun media elektronik. Pada dasarnya iklan diciptakan untuk memenuhi kebutuhan pemasang iklan dalam menyampaikan informasi mengenai produknya, selain itu untuk menunjukan kekuatan pencitraan terhadap suatu produk atau gaya yang akan dipasarkan.

Kebutuhan akan periklanan berkembang seiring dengan produksi berbagai barang secara besar-besaran yang mengharuskan pihak produsen membawa dan memperkenalkannya secara aktif kepada para calon konsumen dan itu harus dilakukannya melalui periklanan. Produsen tidak bisa lagi berdiam diri menunggu datangnya pembeli. Tanpa iklan, para konsumen yang jauh dari pusat-pusat produksi tidak akan memperoleh informasi mengenai adanya sesuatu barang yang dibutuhkannya. (Jefkins, 1994 : 2)

Sebagaimana diketahui, fungsi utama iklan badalah memperkenalkan berbagai macam produk-produk dan jasa dari produsen atau penjual produk kepada masyarakat atau konsumen sasaran, karena iklan juga merupakan sarana komunikasi dengan menggunakan bahasa, gambar, warna, dan bunyi sebagai alatnya. Iklan juga membawa sifat tertentu yang terkadang tidak terlalu berhubungan dengan penjualan. Sesungguhnya terdapat fungsi internal yang disadari maupun tidak telah mengarahkan pemikiran, persepsi, opini, dan bahkan


(12)

perilaku khalayak secara tersembunyi yaitu tidak terlihat, halus, dan secara tidak sadar (Sobur, 2004 : 111). Tidak sedikit orang percaya bahwa iklan memiliki kekuatan luar biasa, melalui sebuah mekanisme yang disebut subliminal (bawahsadar)( Sutherland 2004:43). Dengan iklan seseorang dihibur, diberi semangat, harapan, dan identitas diri. Dengan iklan pula seseorang didorong atau dilarang serta diingatkan tentang perbuatan, atau dilarang berbuat sesuatu. Iklan berperan sebagai pembujuk sehingga kita benar-benar mempercayainya.

Iklan sebagai teknik penyampaian pesan dalam bidang bisnis yang sifatnya non personal, secara teoritik melaksanakan fungsi-fungsi seperti yang diemban oleh media massa lainnya, semuanya ini karena pesan-pesan iklan itu mengandung fungsi informasi, pendidikan, menghibur, dan mempengaruhi (Widyatama, 2005:151).

Iklan didesain untuk mencapai beberapa tujuan yakni membuat pasar sasaran meyadari (aware) akan suatu merek baru, memfasilitasi pemahaman konsumen tentang berbagai macam atribut atau menfaat merk yang diiklankan. Dalam perspektif modernisme, iklan adalah representasi berbagai karakter masyarakat. Simulasi iklan bersifat nyata sekaligus semu, menawarkan sekaligus memanipulasi, real sekaligus hiperreal. Iklan kini kebanyakan lebih tertarik dengan taktik-taktik manipulasi berbagai hasrat dan cita rasa konsumen melalui permainan citra, dimana citra inilah yang sebenarnya dijual buakn pada produknya. Objek asli menjadi tidak lebih penting dari citra yang dibentuk, bahkan citra menjadi lebih nyata dan real daripada objek aslinya. (Dirangkum dari featherstone 2005:11-21).


(13)

Media iklan seperti majalah, tabloid, surat kabar, televisi, radio dan lain sebagainya juga menyajikan berbagai bentuk macam iklan. Masing-masing media mempunyai cara pengemasan beragam dalam membuat iklan yang disesuaikan dengan khalayaknya, orientasi internal dari media itu sendiri dan banyak faktor-faktor kepentingan lain. Penggunaan media yang paling cocok bagi iklan barang konsumen biasanya adalah media yang diminati secara luas, dibaca oleh banyak lapisan sosial atau kelompok sosial ekonomi dalam masyarakat, atau bisa juga jurnal-jurnal yang cakupannya lebih khusus namun merangkul banyak orang, seperti majalah khusus pria/wanita, selama angka sirkulasinya cukup besar.

Majalah merupakan salah satu bentuk media massa cetak yang diterbitkan secara berkala, berulang-ulang secara teratur dan mempunyai peran yang tak kalah pentingnya dengan media massa lain. Majalah memiliki beberapa kelebihan sebagai media iklan dikarenakan beberapa hal antara lain (Jefkins, 1994 : 97) :

1. Majalah memiliki segmentasi khusus khalayaknya sehingga pengguna media (media buyer) lebih mudah memilih majalah khusus yang sesuai dengan produk.

2. Majalah memiliki kapasitas yang besar untuk menampung iklan dibandingkan dengan waktu yang tersedia di media elektronik.

3. Iklan pada majalah dapat dibaca berulang-ulang dan disimpan sehingga publikasinya lebih bertahan lama, mudah diarsipkan, atau diberikan pada pembaca (calon konsumen) yang lain.

Banyak media iklan cetak seperti majalah, tabloid yang menampilkan wanita yang memperlihatkan aurat/ bagian berharga di tubuhnya. Secara sengaja


(14)

ditampilkan untuk menarik perhatian siapa saja yang melihatnya dan kemudian diharapkan membeli produk iklan. Secara tidak langsung berpengaruh terhadap sebuah hubungan sosial. Keadaan ini dapat merusak moral dan etika masyarakat. Pada intinya perempuan banyak direpresentasikan dalam stereotip tradisional yang cenderung merendahkan posisi perempuan di hadapan laki-laki, sebagai objek komoditas, serta cenderung dieksploitasi atas potensi fisiknya saja. (Widyatama, 2006 : 7)

Tubuh perempuan saat ini telah dikonstruksi bukan menjadi milik

perempuan. Setiap detil bagian tubuh perempuan menjadi bagian dari kepentingan yang lain. Perempuan dihargai sekaligus dijatuhkan karena tubuhnya. Pada sisi lain, perempuan dilihat karena fungsi reproduksinya. Fungsi biologis ini juga menghantarkan perempuan dalam peran-peran pengasuhan, perawatan, tuntutan sikap kasih sayang dan kelembutan. Disisi lain tubuh perempuan juga didefinisikan sebagai tubuh yang mengandung sensualitas yang dapat menimbulkan hasrat seksual laki-laki. Kata "sensualitas" itu berasal dari kata "sense" yang umumnya dalam kaitan dengan karya seni itu diterjemahkan menjadi "rasa" (dalam arti yang luas, terutama aspek visual yang ada di dalam karya seni itu) Sensualitas ini berkaitan langsung dengan inderawi. Wanita erat kaitannya dengan sensualitas, entah melalui lekuk tubuh, gaya busana, aksesori, maupun wewangian yang digunakan.

Saat ini banyak sekali beredar barbagai majalah dengan khalayak sasaran yang berbeda-beda. Dengan menampilkan format baru pada berbagai majalah berlomba-lomba menarik simpati para pembaca. Contohnya masuknya berbagai


(15)

iklan yang ditampilkan dengan berbagai variasi. Salah satunya penggunaan format iklan yang menggunakan unsur perempuan, sensualitas dan seksualitas. Media massa dan perempuan merupakan dua hal yang selalu berkaitan. Terbukti dengan bagaimana media massa merepresentasikan perempuan melalui iklan. Pada umumnya penggambaran perempuan di media massa diwarnai stereotype dan komoditisasi alias pelaris. Selain itu penggambaran perempuan di media saat ini semakin berani menampilkan bagian-bagian tubuh perempuan. Dengan mengeksploitasi perempuan dalam iklan berkait erat dengan ideologi kapitalisme yang menempatkan perempuan sebagai salah satu alat produksi. Seringkali kecantikan dan keindahan tubuh perempuan dipandang sebagai physical belaka, dan mengabaikan aspek-aspek kerohanian, perasaan, pikiran dan spiritualitas. Fenomena eksplorasi dan eksploitasi tubuh perempuan dalam iklan khususnya pada majalah patut dicermati. Karena saat ini bnayak majalah yang didominasi perempuan dengan menampilkan foto dan gambar wanita bertubuh seksi, baik di majalah laki-laki ataupun wanita. Seringkali majalah tersebut menempatakan perempuan hanya sebagai daya tarik visual semata.

Ini dibuktikan pada iklan parfum ”SIREN” By ”Paris Hilton” pada majalah fashion Cosmopolitan Indonesia edisi Desember 2009. Majalah ini merupakan majalah wanita yang memberikan inspirasi bagi wanita untuk bisa tampil lebih dalam berpakaian, berdandan, sampai ke gaya hidup wanita saat ini. Karena majalah ini menampilkan artikel mengenai tren, fashion terkini, inovasi kecantikan, tulisan seputar dunia perempuan yang sedang hangat diberitakan hingga solusi pintar seputar kehidupan


(16)

Parfum ”SIREN” adalah parfum Kelima yang diproduksi oleh selebriti Hollywood Paris Hilton. Paris adalah seorang selebritis multi talenta. Dia adalah seorang Entrpreneur, Aktris, Designer, Penyanyi, Model, Penulis, dan Sosialita. Bekerjasama dengan perusahaan parfum ternama di Perancis yang telah menciptakan parfum-parfum branded terbaik di dunia, Paris mengungkap segala keindahan dan keanggunan juga pesona wanita dalam setiap produk parfumnya. Ingin mengulang kesuksesan terdahulu ketika meluncurkan parfum pertamanya Just Me,lalu Heiress, Can Can, dan Fairy Dust.Kali ini untuk meluncurkan "SIREN" Paris Hilton memadukan aroma bunga krim bagi perempuan. Mewah, perpaduan bunga kamboja yang eksotis, aprikot manis, esence nektar, anggrek dan lili. kayu cendana, kacang-kacangan dan krim vanili membangkitkan kesturi angin tropis sinar matahari, menghangatkan kulit dengan kombinasi bunga lili dan mawar sutra. "SIREN" mengeluarkan sensasi wangi manis dan musky ketika menyentuh kulit. Wewangian yang menjadi pantulan pesona Paris, memberi makna akan kecantikan seorang wanita. Seperti hal nya pakaian, penggunaan wewangian sehari-hari tidak lagi berfungsi sekedar mendongkrak rasa percaya diri. Wewangian yang dipilih akan sekaligus menunjukan jati diri, yang menambah daya tarik dan menunjukan kelas sosial pemakainya. Wewangian merupakan bentuk sensualitas yang mudah tertangkap indera pria. “Dunia fashion mengakui bahwa wewangian adalah aksesori bagi seorang wanita. Mereka bisa memilih sebuah busana berselera tinggi dan terlihat cantik, namun di penghujung hari, yang menggoda dari seorang wanita adalah aroma tubuhnya,”. (http://www.gfmcirebon.com/?m=20091027)


(17)

Bahkan karakter kepribadian konon dapat ditebak hanya dari wewangian apa yang digunakan. Peneliti benama Carol Christensen Ph.D, yang juga merupakan direktur penelitian parfum International Flavours dan Fragrances, menemukan beberapa hal menarik berkaitan dengan penggunaan wewangian tertentu terhadap pemakai perempuan. (Hasan, 2003 : 18-19).

”Kami menemukan bahwa wanita yang memakai parfum feminine, baik itu yang beraroma bunga, oriental atau buah akan bertingkah laku positif. Wewangian tersebut membuat wanita lebih supel dan menggoda”

Penggunaan pendekatan yang mengacu pada semiotika tubuh wanita dan daya tarik sensualitasnya semakin menggejala. Apalagi ketika terobosan itu menjanjikan keuntungan yakni pesan lebih terekam dan produk semakin dicari karena dampak heboh iklannya. Akibatnya semua dimensi yang terlibat dan terkait dalam proses periklanan berlomba-lomba dalam euphoria kapitalisasi libido, setiap hasrat ekonomi diterjemahkan melalui lekuk tubuh, kecantikan, dan daya tarik desire.

Iklan parfum ”SIREN” dalam majalah Cosmopolitan Indonesia tersebut menampilkan sisi Sensualitas seorang wanita. Yang digambarkan oleh sang model Paris Hilton yang berpose seperti Putri Duyung, dengan rambut panjang ombak terurai indah, buah dada nyaris terlihat hanya ditutupi oleh uraian rambut panjangnya, Model menampilkan ekspresi wajah menggoda dengan mata melirik ke arah kamera dengan bibir sedikit terbuka. Dengan background laut dan duduk


(18)

diatas karang dia Terlihat nakal seperti menunggu seorang pria mencium bau tubuhnya yang hangat .

Berdasarkan latar belakang diatas, sebagai peneliti ingin mengungkap makna dibalik iklan tersebut dengan melakukan penelitian dengan menggunakan teori yang sesuai dengan objek penelitian. Melihat begitu menariknya tanda-tanda yang terkandung dalam sebuah iklan, maka jalan terbaik untuk mengamati sebuah iklan adalah dengan menggunakan analisis semiotik.

Komunikasi sebagai proses dapat disebut apabila tercapai kesamaan makna terhadap informasi yang dipertukarkan antara komunikator dan komunikan. Untuk itu diperlukan perpaduan yang tepat antara kode-kode, media, dan konteks untuk menyampaikan informasi dengan cepat, hemat, dan akurat. Proses tersebut tidak bisa lepas dari kenyataan bahwa manusialah yang menterjemahkan informasi yang didapatkan dari media tertentu dalam konteks khusus dan memaknainya. Disinilah semiotik berperan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

”Bagaimana merepresentasikan Sensualitas dalam Iklan Produk Parfum ”SIREN” by Paris Hilton pada Majalah Cosmopolitan”


(19)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui Representasi Sensualitas dalam iklan Produk Parfum ”SIREN” by Paris Hilton pada majalah Cosmopolitan.

1.4 Manfaat Penelitian

Terdapat 2 manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu : 1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan pada perkembangan serta pendalaman mengenai studi komunikasi mengenai analisis iklan melalui pendekatan semiotik.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian yang diperoleh dapat disajikan sebagai bahan masukan atau bahan pertimbangan di bidang periklanan atau advertising.


(20)

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Iklan Media Cetak

Menurut Burnet Wells dan Moriarty, iklan merupakan bentuk komunikasi non personal dari sebuah produsen yang dikenal dengan menggunakan media massa untuk mempersuasi atau mempengaruhi khalayak. Sedangkan Lee dan Johnson mengatakan bahwa iklan adalah komunikasi komersil dan non personal tentang sebuah organisasi dan produk-produknya yang ditransmisikan ke suatu khalayak melalui media bersifat massal, seperti televisi, radio, koran, majalah, direct mail, reklame ruang atau kendaraan umum. Dan pada komunitas global, iklan dapat disampaikan melalui media internet (Burnet wells dalam Yuli & Catur, 2006:3).

Media dari iklan salah satunya adalah media cetak yang berarti sebagai sarana komunikasi untuk menyampaikan pesan iklan kepada khalayak. Iklan media cetak menurut Rendra Widyatama dalam bukunya “Pengantar Periklanan” adalah iklan yang dibuat dan dipasang dengan menggunakan teknik cetak, baik cetak dengan teknologi sederhana maupun teknologi tinggi. Media yang digunakan dalam teknik cetak tersebut sangat beragam, mulai dari pelat metal, kulit, plastik, kaca, kain, dan sebagainya. Iklan yang dibuat dengan menggunakan teknik cetak ini, pada akhirnya lebih populer disebut dengan nama sesuai dengan bentuk dan format media cetak. Beberapa bentuk iklan cetak yaitu, iklan cetak surat kabar, majalah, tabloid, baliho,


(21)

poter, leaflet, spanduk, flayer, kemasan produk, stiker, balon udara, bus panel, dan berbagai iklan cetak lainnya (Widyatama, 2007:79-80).

Iklan yang ditampilkan media cetak akan menimbulkan daya ingat pada pembacanya secara maksimal tentang isi pesan yang disampaikan. Dengan demikian, daya ingat khalayak pembaca relatif baik bila dibandingkan dengan khalayak sasaran media yang lainnya, seperti radio dan televisi dalam menanggapi suatu iklan (Widyatama, 2007:78).

 

2.1.2. Majalah Sebagai Media Massa Cetak

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, menyebutkan bahwa majalah adalah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, pandangan tentang topik aktual yang patut diketahui pembaca, dan menurut waktu penerbitannya dibedakan atas majalah bulanan, tengah bulanan, mingguan, dan sebagainya, dan menurut penyusunan isinya dibedakan atas majalah berita, wanita, remaja, olahraga, sastra, ilmu pengetahuan tertentu, dan sebagainya (KBBI, 2002:698).

Majalah dianggap sebagai media massa dan tercatat ada ratusan majalah khusus yang masing-masing ditujukan untuk khalayak yang memiliki perhatian dan gaya hidup yang khusus (Shimp, 2003:517). Majalah merupakan media cetak yang diasumsikan sebagai media yang statis dan mengutamakan pesan-pesan visual media cetak ini terdiri dari lembaran dengan sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna dan halaman (Kasali 1992:99) yang menyajikan informasi tentang peristiwa yang aktual kepada masyarakat.


(22)

Majalah adalah terbitan berkala yang berisi bacaan yang ditujukan untuk umum dan ditulis oleh beberapa orang dengan bahasa yang populer sehingga mudah dipahami oleh masyarakat. Majalah terbit teratur, seminggu dua kali, dwi mingguan, atau satu bulan sekali. Bahasa yan digunakan adalah bahasa yang semua masyarakat bisa memahami isi informasi dari majalah tersebut.

Menurut Junaedhie (1999:154), dilihat dari isinya majalah dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

a. Majalah Umum

Majalah yang memuat karangan-karangan pengetahuan umum, karangan yang menghibur, gambar-gambar, olahraga, film, dan seni.

b. Majalah Khusus

Majalah yang memuat karangan-karangan mengenai bidang-bidang khusus seperti majalah kecantikan, majalah keluarga, majalah humor dan lain sebagainya.

Majalah mempunyai beberapa kelebihan dan juga beberapa kelemahan. Beberapa kelebihan majalah adalah :

a. Kahalayak Sasaran

Majalah mempunyai kemampuan menjangkau segmen tertentu dan terspesialisasi. b. Long Life Spam

Majalah adalah media yang memiliki usia edar paling panjang dari seluruh media yang ada.


(23)

Kualitas majalah umumnya sangat prima karena dicetak diatas kertas yang berkualitas.

Majalah tidak hanya memiliki kelebihan, tetapi juga memiliki kelemahan yaitu : a. Biaya Tinggi

Biaya untuk menjangkau khalayak sasaran relatif lebih mahal, bila dilakukan pada media-media umum dengan khalayak yang lebih terseleksi.

b. Distribusi

Banyak majalah yang peredarannya terlambat sehingga menumpuk di rak toko buku. Beberapa majalah tidak memiliki jaringan distribusi yang tepat di beberapa tempat tertentu, yang daya belinya tinggi namun sulit di jangkau. (Kasali, 1992:112-113)

2.1.3. Konstruksi Realitas dan Makna

Iklan merupakan aspek-aspek realitas sosial, tetapi iklan juga menginterpretasikan aspek-aspek tersebut secara tidak jujur. Iklan menjadi cermin yang mendistorsi bentuk-bentuk objek yang direfleksikannya, tetapi iklan juga menampilkan ncitra-citra dalam visinya. Iklan tidak berbohong, tetapi juga tidak mengatakan yang sebenarnya (Noviani, 2005:54).

Simbolisme dalam iklan, memiliki tiga macam bentuk. Bentuk simbolisme yang pertama adalah citra atau image, yang bisa berupa representasi verbal maupun visual. Pencitraan itu berbentuk verbal seperti misalnya puisi, dan juga bisa berbentuk piktorial atau visual. Namun, iklan lebih sering menggunakan bentuk-bentuk piktorial dan verbal secara piktorial serta verbal secara simultan. Istilah citra sendiri


(24)

sebenarnya bisa mengandung konotasi negatif. Hal ini terutama ketika citra diaplikasikan pada appearance yang hanya merupakan manipulasi karakter-karakter yang dangkal untuk tujuan menginterpretasikan atau ketika citra itu dianggap menyesatkan karena menyampaikan sesuatu yang bisa memperdayakan atau memiliki daya tarik yang tidak jujur. Bentuk simbolis yang kedua disebut ikon. Ikon sering disamakan dengan aspek piktorial citra. Ikon mengacu pada iklan yang elemen-elemen piktorial atau visualnya mendominasi pesan secara keseluruhan. Meskipun simbolisme iklan bisa diekspresikan dalam bentuk verbal maupun ikonik (piktorial), namun iklan modern lebih menyukai bentuk ekspresi ikonik. Alasan utamanya karena pencitraan verbal yang sukses membutuhkan tingkat ketrampilan bahasa yang masuk akal dari pembaca maupun pendengar dan tingkat perhatian yang tinggi pada kehalusan pesan tersebut. Bentuk simbolisme yang ketiga adalah symbol, yaitu tanda dengan sesuatu yang bisa dilihat dan keberadaanya mengacu pada sesuatu yang lain. Periklanan modern begitu mengagungkan cara-cara komunikasi melalui citra, symbol, dan ikon, yang bekerja tidak melalui aturan literal dan logis, tapi lebih melalui kiasan, asosiasi bebas, sugesti dan analogi (Noviani, 2002:28).

Ada beberapa pendapat mengenai sifat realitas sosial yang ditampilkan oleh iklan. Disatu sisi realitas iklan yang diyakini bersifat representasional, yang berarti memiliki referensi atau acuan ada realitas yang dialami oleh masyarakat secara luas. Realitas iklan dianggap sekedar permainan citra dan makna-makna yang tidak memiliki referensi realitas sosial apapun. Citra itu mengacu pada dirinya sendiri


(25)

(Self-Referential), dimana pada saat yang sama iklan merepresentasikan realitas sosial, dan sekaligus menampilkan citra, makna, dan ilusi pada audiens (Noviani, 2002:75)

Citra-citra mulai dimun culkan dan dilekatkan pada produk yang diiklankan, misalnya keriangan, tanggung jawab sosial, prestise,dan sebagainya. Objek-objek material kemudian memainkan peran yang semakin penting dalam instruksi sosial dan kehidupan sehari-hari. Yaitu sebagai simbol prestise dan status. Menurut Robert W. Pollay, hal ini menyebabkan fungsi komunikasi iklan mengalami perubahan. Pollay membagi fungsi komunikasi iklan menjadi dua yaitu informasional dan transformasional. Melalui informasional, iklan memberitahukan kepada konsumen tentang karakteristik produk. Sedangkan melalui fungsi transformasional, iklan berusaha untuk merubah sikap-sikap yang dimiliki oleh konsumen terhadap merek, pola-pola belanja, gaya hidup, teknik-teknik mencapai sukses, dan sebagainya. (Noviani,2005:25)

Hal serupa juga dikemukakan oleh William O’Barr, bahwa iklan itu menghadirkan dua diskursus. Yaitu diskursus primer yang memfokuskan pada kualitas tertentu dari produk yang diiklankan, dan yang kedua adalah diskursus sekunder yang emrupakan gagasan-gagasan tentang hubungan-hubungan yang tertanam dalam iklan. Namun, para pengiklan dan kreator iklan penyampaian sisi imaginistic dari semua produk, merupakan salah satu cara untuk membantu konsumen dalam mengidentifikasi produk yang diinginkan dan dibutuhkannya. Mereka beranggapan bahwa simbolisasi produk dalam iklan sebetulnya merupakan sebuah penyampaian kembali budaya dan nilai-nilai yang ada dan diyakini oleh


(26)

masyarakat. Artinya realitas yang direpresentasikan dalam iklan menggunakan pencitraan dan simbolisasi makna, tidak pernah melepas diri dari konteks sosial budaya masyarakat dimana iklan itu berada. Jadi, apapun strategi periklanan yang diterapkan, menurut para pengiklan, iklan selalu mengacu pada realitas sosial. Untuk membuat orang tergerak dan terpengaruh untuk membeli produk yang diiklankan, Iklan selalu berusaha untuk menerapkan strategi periklanan yang bisa dimengerti dan mudah dipahami oleh khalayak dengan kata lain, iklan berusaha untuk berempati dengan target audiencenya, berusaha memahami apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh khalayak tersebut, sehingga iklan sebetulnya adalah cerminan realita dalam masyarakat (Noviani, 2000 :25)

2.1.4. Perempuan sebagai model dalam Iklan

Percepatan arus informasi dan tumbuhnya berbagai industri media di era globalisasi, terlihat semakin mengukuhkan peran media baik di media cetak atau elektronik, khususnya keberadaan media pop. Keanekaragaman rubrik dan program tayangan yang bermunculan seperti hendak memanjakan konsumen dari berbagai kalangan dan kebutuhan. Ditambah dengan munculnya iklan-iklan yang menjajakan mimpi dan angan-angan yang hampir mayoritas tampilan iklan menggunakan perempuan sebagai objek sekaligus subjeknya.

Hampir seluruh tampilan iklan, baik media cetak atau televisi menggunakan perempuan dalam tampilannya, baik perempuan sebagai model utama atau sebagai


(27)

figuran. Bagi para pengiklan tubuh perempuan tidak akan pernah surut memebeli peluang yang menguntungkan, mulai dari urusan kuku hingga urusan kepala. Padahal pemaknaan tentang diri yang berbasis tubuh untuk menentukan sebuah identitas sangat peka dengan rekayasa pembentukan citra. (Baria, 2005:11)

Dunia imajinatif yang ditawarkan iklan nampaknya juga membangun citra perempuan sekaligus memanfaatkan perempuan sebagai segmentasinya. Tidak semua iklan diciptakan untuk maksud pencitraan, namun karya iklan dianggap sempurna jika sampai pada pencitraan produk. Umumnya pencitraan dalam iklan disesuaikan dengan kedekatan jenis objek iklan yang diiklankan, walaupun tidak jarang pencitraan dilakukan secara ganda, artinya iklan menggunakan beberapa pencitraan terhadap suatu objek iklan.

Pencitraan perempuan tidak sekedar dilihat sebagai objek, namun juga dilihat sebagai subjek pergulatan perempuan dalam menempatkan dirinya dalam realitas sosial. Setidaknya ada lima citra yang dengan itu perempuan dijadikan obyek iklan, yaitu sebagai citra pigura, pilar, peraduan, pinggan, dan pergaulan. Dalam citra pigura, perempuan digambarkan sebagai makhluk yang harus memikat. Untuk itu, ia harus menonjolkan ciri biologis tertentu, seperti buah dada, pinggul, dan seterusnya, maupun ciri kewanitaan yang dibentuk budaya, seperti rambut panjang, betis ramping mulus, dan sebagainya. Contohnya dalam iklan alat kecantikan atau pakaian.


(28)

Sedangkan pada citra pilar, perempuan digambarkan sebagai pengurus utama keluarga. Pengertian budaya yang dikandungnya adalah bahwa lelaki dan perempuan itu sederajat, tapi kodratnya berbeda. Karena itulah wilayah kegiatan dan tanggung jawabnya berbeda pula. Contoh penggambaran perempuan bercitra pilar ini bisa kita temukan pada iklan Aqua: “Melindungi Anda Sekeluarga.”

Citra peraduan menganggap perempuan adalah obyek pemuasan laki-laki, khususnya pemuasan seksual. Sehingga seluruh kecantikan perempuan, baik kecantikan alamiah maupun buatan (melalui komestik), disediakan untuk dikonsumsi laki-laki melalui kegiatan komsumtif, misalnya rabaan lembut atas rambut yang telah di cuci dengan sampo tertentu dan lain sebagainya.

Untuk citra pinggan, digambarkan bahwa betapapun tingginya perempuan dalam memperoleh gelar pendidikan dan sebesar apa pun penghasilannya, kewajibannya adalah di dapur. Tapi berkat teknologi kegiatan di dapur itu tidak lagi berat dan membosankan. Sebab telah ada kompor gas, mesin cuci, bahan masakan instant, dan lain sebagainya. Dengan cara ini, iklan menawarkan produk tertentu untuk para istri. Setelah meyakinkan bahwa kegiatan di dapur tidak harus menyiksa, tapi justru bisa menyenangkan, lebih jauh diingatkan bahwa para suami lebih suka masakan istri. Contohnya adalah iklan produk masak bumbu dari Indofood.

Terakhir dalam citra pergaulan, perempuan digambarkan sebagai makhluk yang selalu khawatir tidak tampil memikat dan menawan, tidak presentable atau


(29)

acceptable. Untuk dapat diterima, perempuan perlu physically presentable. Bentuk dan lekuk tubuh, aksentuasi bagian-bagian tertentu dengan menggunakan komestik dan aksesoris yang selaras sehingga seorang perempuan bisa anggun menawan, mengundang pesona, dan unggah-ungguh fisik perlu dijaga sedemikian rupa agar menarik dan tidak membawa implikasi rendah diri di arena pergaulan luas.

Contoh-contoh itu menunjukkan bahwa mitos perempuan telah dimanfaatkan bersamaan dengan meningkatnya profesionalisme di kalangan pengiklan. Mereka berkilah bahwa perempuan lebih efektif untuk merebut perhatian khalayak sasaran. Mereka kemudian tidak peduli bahwa apa yang mereka lakukan sesungguhnya adalah proses dehumanisasi perempuan yang pada akhirnya akan benar-benar merendahkan martabat perempuan.

Tetapi memang demikian itulah yang terjadi pada diri perempuan. Nasib mereka dalam iklan barangkali akan selalu sejalan dengan nasibnya dalam masyarakat. Semakin masyarakat hipokrit dan patriarkis, semakin kuat pula perempuan menjadi simbol represi, dan pada gilirannya perempuan akan semakin diburu oleh industri periklanan.

2.1.5. Sensualitas

Sensual adalah sesuatu yang berhubungan dengan kenikmatan yang bersifat naluri. Dan sensualisme yaitu ajaran yang menganggap bahwa segala pengetahuan manusia itu didasarkan pada suatu hal yang dapat ditangkap oleh panca indera.


(30)

Sedangkan sensualitas merupakan segala sesuatu yang mengenai badan bukan rohani. (Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat, 2008)

Kata sensualitas itu berasal dari kata sense “rasa” pada indera kita yang timbul ketika memandang obyek perempuan dalam suatu karya seni; sehingga bisa dikatakan bahwa lawan dari sensualitas adalah “intelektualitas”. Di dalam karya seni apapun, kedua unsur tadi, “sensualitas dan intelektualitas” selalu ada saling mengimbangi; sedangkan sentimentalitas merupakan unsur utama di dalamnya (dalam arti luas, terutama aspek visual yang ada dalam karya seni itu.)sedangkan kata “seksualitas” itu berasal dari kata sex, maka jelaslah antara sex dengan sense itu berbeda. Pengertian sensualitas itu memang luas, termasuk adegan ranjang, atau foto telanjang dan semacamnya, tetapi tetap itu bukan pornografi dan itu bukan satu-satunya yang bisa digolongkan ke dalam seksualitas. Sensualitas tidak selamanya ada kaitannya dengan seks.(http://www.mailarchive.com/ppindia@yahoogroups.com/msgs1047.html/senin/ 18/09/09)

Definisi atas konsep sensualitas dan politik tubuh perempuan yang berkembang di media massa tidak berhasil dirumuskan dalam definisi yang tidak jelas. Akan halnya sensualitas berkembang menyatakan sebagai bentuk aksi sensual yang sengaja dipertontonkan untuk mengundang imajinasi seksualitas yang mengkonsumsi. Pakaian minim, terawang, atau terbuka adalah salah satu contoh bentuk sensualitas itu. Namun yang menarik, selama aksi sensual itu tidak membangkitkan selera seksual, maka selama itu pula tidak termasuk dalam kategori erotis apalagi porno.


(31)

Media massa memiliki kekuatan dalam mempengaruhi sikap khalayak yang terbatas, menurut Oskamp dalam siregar 1977ada bebrapa hal yang menjadi ciri media massa yaitu : adanya terpaan selektif, penciptaan realitas yang melampaui pengalaman pribadi yang terbatas, penentuan agenda public melalui seleksi terhadap peristiwa yang diliput dan pemberitaan kehormatan terhadap orang atau peristiwa.

Sementara seksualitas adalah suatu konsep , konstruksi sosial terhadap nilai, orientasi perilaku, yang berkaitan dengan seks. Sementara seks adalah ciri-ciri anatomi biologis yang membedakan antara laki-laki dengan perempuan (Raharjo, 1996:261).Konstruksi sosial yang dimaksud adalah suatu nilai-nilai atau norma-norma suatu daerah yang telah dikembangkan sehingga dapat menjadi pegangan seperti halnya adanya moral yang harus dianut dan sanksi sabagai pengontrol kelembagaan tersebut.

Industrialisasi, ekonomisasi dan peran kapitalisme di dalamnya mengharuskan proses pemasaran didalamnya mengharuskan proses pemasaran atau komodifikasi segala sesuatu termasuk tubuh, agar sebuah industri dapat terus berlangsung. Hampir semua industri sudah terjebak dalam “budaya sensualitas”. Menurut Yasraf Amir Piliang, dalam pandangannya seputar fenomena penayangan sejumlah program televisi swasta yang dianggap selalu berisikan sensualitas,erotisme, dan pornografi “sesungguhnya tengah terjadi di dalam biudaya sensualitas dewasa ini adalah semacam paradoks kebudayaan, yang ketika kita memilih salah satunya, misalnya budaya massa, maka kita akan mengorbankan yang lainnya (moralitas). Kecuali bila


(32)

bisa dicarikan semacam jalan ketiga, seperti yang dilakukan pomodemisme lewat moralitas barunya. Akan tetapi moralitas baru inipun sarat paradoks”.

(http://duniatimurjauh/2007/10/sensualitasdalam televisi.html)

Kriteria pornografisnya suatu tayangan yang telah disajikan oleh media massa seringkali ada eksporsur gambar, cerita, tontonan tertentu yang dapat secara spontan membangkitkan rangsangan seksual pada individu yang menontonnya. Rangsangan seksual tersebut dengan kata lain adalah sensualitas. Menurut Lesmana 1975, untuk dapat mengetahui bahwa suatu cerita atau gambar tersebut bertujuan untuk mengeksploitir birahi khalayak, hal ini dapat diketahui dari pemakaian kata-kata (untuk cerita). Atau cara penggambaran adegan persetubuhan (untuk tontonan atau cerita) atau pose-pose yang diperlihatkan oleh peraga (untuk difoto/gambar).

Dalam konteks iklan yang dalam hal ini berkaitan dengan dunia periklanan berkonsep audio visual. Bahwa sensualitas adalah sesuatu yang berkaitan langsung dengan yang inderawi. Maka penekannanya pada gambar (semua content yang menjadi visualisasi) dan warna-warninya, untuk mencapai nilai estetika yang maksimal. Hal tersebut bertujuan untuk menempatkan kadar tinggi kenikmatan inderawi. (http://www.google.co.id/gwt/n?site=-search&mrestrict=mobile&q=definisi +sensualitas.multiply.com.) sensualitas tubuh perempuan dalam suatu karya seni berkaitan erat dengan hal inderawi (sense = indera) yang timbul dalam diri seorang


(33)

apresiator seni.Wanita erat kaitannya dengan sensualitas, melalui lekuk tubuh, gaya busana, aksesori, maupun wewangian yang digunakan.

2.1.6.Sensualitas Perempuan Dalam Iklan

Perempuan selalu dikaitkan dengan kelemah-lembutan, keharusan perasaan. Terlebih lagi kaum perempuan itu memiliki paras ayu dan keindahan tubuh yang sempurna. Karena memilik daya pesona dalam keindahan dan sensualitas, maka tidak jarang perempuan ditampilkan sebagai inspirasi karya seni, termasuk objek desain. Khususnya dalam desain komunikasi visual, perempuan banyak sekali dtampilkan sebagai objek dalam bidang periklanan.

Intinya iklan tanpa seorang perempuan sebagai objek sebenarnya sudah dapat “Berbicara” atau sudah dimengerti. Dalam karya seni lukis, grafis maupun patung seringkali perempuan juga dijadikan objek yang pada umumnya digemari kaum pria bahkan sepanjang masa perempuan dijadikan objek sensualitas.

Karena keindahannya, tak bisa dipungkiri perempuan seringkali ditampilkan dalam iklan, meski kehadirannya terkadang agak diada-adakan. Karena keindahannya pula, untuk iklan sebuah produk bobot kehadiran tokohnya sama, antara laki-laki dan perempuan, biasanya perempuanlah yang dipilih. Antara lain karena keindahannya, perempuan sering menjadi inspirasi, termasuk dalam melahirkan sebuah produk. Walhasil, atribut atau sikap yang mencirikan keperempuanan sebagai potensi melekat


(34)

yang dimiliki perempuan secara kodrati, kini justru kian menjadi aset dalam serangkaian produksi dan pasar industri kebudayaan bernama iklan.

Jagad periklanan, baik lewat media cetak, elektronik, maupun media luar ruang selalu dimarakkan oleh kaum hawa. Mereka berkilah bahwa perempuan dianggap lebih efektif dalam upaya merebut perhatian dari khalayak sasaran. Semakin masyarakat hipokrit dan patriarkis, maka semakin kuat pula perempuan menjadi simbol represi dan pada gilirannya perempuan akan semakin diburu oleh industri periklanan.

Bagi wanita kecantikan adalah segalanya dan untuk mendapatkan hal itu banyak wanita rela berkorban apapun untuk dapat cantik. Alasan utama wanita harus cantik adalah untuk menarik perhatian lawan jenisnya yaitu para pria. Daya tarik utama wanita adalah sensualitasnya dimana wanita itu dikatakan seksi dan memiliki sex appeal yang tinggi.

Kriteria sensualitas perempuan dimana pria memiliki beberapa faktor yang mempengaruhinya, karena pada tiap bagian tubuh perempuan mengandung daya tarik seksual tersendiri dan memberikan sensasi sensual yang berbeda-beda diantaranya adalah:


(35)

1. Postur Tubuh

Postur tubuh yang baik adalah yang padat berisi, dalam arti tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk itu dapat dikatakan memiliki postur tubuh proposional.

2. Rambut

Rambut panjang dan lurus akan memberi kesan cantik dan anggun tetapi akan terkesan kurang seksi. Perlakuan dengan menguncir rambut satu dibelakang akan lebih memeberikan kesan seksi bagi para laki-laki. Rambut keriting kecil dan panjang akan memberikan kesan yang lebih seksi. Sedangkan rambut bergelombang akan memberikan kesan sensual yang kuat.

3. Mata

Mata seorang perempuan yg terlihat besar dan bulat dengan disertai alis yang tebal akan memancarkan kecantikan seorang wanita secara utuh karena akan memeberi kesan anggun, teduh, dan tenang. Mata yang sedikit sipit dengan kantung mata yang sedikit tebal serta sorot mata yang nakal adalah tatapan yang sangat mengoda bagi para pria.

4. Bibir

Bibir yang tipis identik dengan kecantikan seorang wanita, tipis sekaligus identik dengan kelembutan sedangkan yang agak panjang lebih bermakna pada keanggunan.


(36)

Sementara bibir yang sensual memiliki kriteria yang berbeda, yakni agak tebal, merah delima, dengan ukuran bagian bawah sedikit tebal.

5. Dada

Dada adalah daya tarik seksual utama bagi wanita, bentuk dada yang menonjol dapat sangat menarik perhatian lawan jenis.

6. Perut

Perut yang langsing akan menambah daya tarik wanita, tapi dalam hal ini bukan perut yang terlihat kurus, Tetapi terlihat ramping mengikuti lekuk tubuh.

7. Pinggul atau Bokong

Bagian ini menjadi daya tarik utama kedua bagi perempuan. Bokong yang bagus adalah yang besarnya cukup padat tapi tidak terlalu melebar.

8. Paha

Bagian ini juga akan sangat merangsang bagi para pria yang melihat, paha yang besar yang dimiliki oleh perempuan akan terlihat lebih seksi.

9. Betis

Bagi sebagian laki-laki, perempuan yang seksi dapat dilihat dari betisnya. Betis perempuan yang seksi adalah yang memiliki betis panjang, dan mulus. (http://sensualitas wanita dimata pria<<salimin’s site.htm)


(37)

2.1.7. Representasi

Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia : dialog, tulisan, video, film, fotgrafi, dan sebagainya. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa (http://kuaci.or.id). Yang pasti persoalan utama dalam representasi adalah bagaimana realitas atau objek tersebut ditampilkan. Dengan kata, kalimat atau gagasan tersebut ditampilkan dalam pemberitaan khalayak.

Menurut John Fiske, saat menampilkan objek ada tiga hal yang harus dihadapi. Pada level pertama, (encode) sebagai realitas, yaitu bagaimana peristiwa itu dikontribusikan sebagai realitas. Disini realitas selalu siap ditandakan, ketika kita menganggap dan mengkonstruksi peistiwa tersebut sebagai sebuah realitas. Level kedua, ketika memandang sesuatu sebagai realitas, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana realitas itu digambarkan. Disini mengguankan perangkat secara teknis. Dalam bahasa tulis yang disebut alat teknis adalah kata, kalimat atau proporsisi, grafik dan sebagainya. Pemakaian kata, kalimat atau proporsisi tertentu, misalnya membawa makna tertentu ketika diterima oleh khalayak. Level ketiga, bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan kedalam koherensi sosial, seperti kelas sosial, atau kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat. Menurut Fiske, ketika kita melakukan representasi tidak bisa dihindari kemungkinan menggunakan ideologi tersebut (Eriyanto, 2005:114).

Konsep representasi bisa berubah-ubah. Selalu ada pemaknaan baru dan pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada. Karena makna


(38)

sendiri juga tidak pernah tetap, ia selalu berada dalam prses negosiasi dan disesuaikan dengan situasi yang baru. Intinya adalah makna tidak inhern dalam sesuatu di dunia ini, maka selalu dikonstruksikan, diproduksi melalui proses representasi. Makna adalah hasil dari praktek penandaan. Praktek yang membuat sesuatu hal bermakna sesuatu (http://kuaci.or.id).

Melalui representasi, maka makna (meaning) dapat berfungsi dan pada akhirnya diungkap. Representasi disampaikan melalui tanda-tada (sign). Tanda-tanda tersebut seperti, bunyi, kata-kata, tulisan, ekspresi, sikap, pakaian, dan sebagainya merupakan bagian dari dunia material kita (Hall, 1997). Tanda-tanda tersebut merupakan media yang membawa makna-makna tertentu dan merepresentasikan meaning tertentu yang ingin disampaikan kepada dan oleh kita. Melalui tanda-tanda tersebut, kita dapat merepresentasikan pikiran, perasaan, dan tindakan kita. Pembacaan terhadap tanda-tanda tersebut tentu saja dapat dipahami dalam konteks sosial tertentu (http://www.readingculture.net).

Dalam penelitian ini, representasi menunjukan pada pemaknaan tanda-tanda yang terdapat dalam iklan parfum “SIREN”.

2.1.8. Pendekatan Semiotik

Secara singkat, analisis semiotik merupakan cara atau metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap lambang-lambang pesan atau teks. Teks yang dimaksud dalam hubungan ini adalah segala bentuk serta sistem lambang (sign) baik yang terdapat pada media massa maupun yang terdapat di luar media massa.


(39)

Urusan analisis semiotik adalah melacak makna-makna yang diangkut dengan teks berupa lambang (sign). Dengan kata lain, pemaknaan terhadap lambang-lambang dalam tekslah yang menjadi pusat perhatian analisis semiotik (Pawito, 2007:155).

Menurut Littlejohn (1996:64), sign (tanda / lambang) adalah basis dari seluruh komunikasi. Manusia dengan perantaraan tanda-tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Banyak hal bisa dikomunikasikan di dunia ini.

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat mencampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (1988:179) (Sobur, 2006:15).

Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas berurusan dengan simbol, bahasa, wacana, dan bentuk–bentuk nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya dan bagaimana tanda disusun. Secara umum, studi tentang tanda merujuk kepada semiotika. Dengan tanda– tanda kita mencari keteraturan ditengah–tengah dunia yang centang–prenang ini, setidaknya agar kita sedikit punya pegangan. ”Apa yang dikerjakan oleh semiotika


(40)

adalah mengajarkan kita bagaimana menguraikan aturan–aturan tersebut dan membawanya pada sebuah kesadaran” ujar Pines (Sobur, 2006:16) .

Dengan semiotika kita lantas berurusan dengan tanda. Semiotika seperti kata Lechte (2001:191), adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana signs tanda–tanda yang berdasarkan pada sign system (code) tanda–tanda (Segers, 2000:4). Yang perlu kita garis bawahi dari berbagai definisi di atas adalah bahwa para ahli melihat semiotika atau semiosis itu sebagai ilmu atau proses yang berhubungan dengan tanda. Begitulah semiotika berusaha menjelaskan jalinan tanda atau ilmu tentang tanda, secara sistematik menjelaskan esensi, ciri–ciri, dan bentuk suatu tanda, serta proses signifikasi yang menyertainya (Sobur, 2006:16).

Tokoh–tokoh dalam ilmu semiotika itu adalah Ferdinand de Saussure, seorang ahli linguistik asal Swiss dan Charles Sanders Pierce, seorang ahli filsafat dari Amerika. Berdasarkan objeknya Pierce membagi tanda atas ikon (icon), indeks (index) dan simbol (symbol). Ikon adalah tanda yang hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan, misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai tanda adanya api. Tanda dapat pula mengacu ke denotatum melalui konvensi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut simbol. Jadi simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dan pentandanya. Simbol tidak harus mempunyai kesamaan, kemiripan, atau hubungan dengan objeknya (Sobur, 2006:39).


(41)

2.1.9. Model Semiotika Charles S. Peirce

Charles Sanders Peirce ialah seorang ahli matematika dari AS yang sangat tertarik pada persoalan lambang-lambang. Peirce menggunakan istilah representamen yang tidak lain adalah lambang (sign) dengan pengertian sebagai something which stands to somebody for something in some respect or capacity (sesuatu yang mewakili sesuatu bagi seseorang dalam suatu hal atau kapasitas) (Pawito, 2007:157). Menurut Peirce, sebuah tanda itu mengacu pada sebuah acuan dan representasi adalah fungsi utamanya. Hal ini sesuai dengan definisi dari tanda itu sendiri, yaitu sebagai sesuatu yang memiliki bentuk fisik, dan harus merujuk pada sesuatu yang lain. Dari tanda tersebut Peirce ingin mengidentifikasikan partikel dasar dari tanda dan menggabungkannya kembali semua komponen ke dalam struktur tunggal. Peirce menggunakan teori segitiga makna (triangle meaning) yang terdiri atas : (Rachmat, 2006:265)

a. Sign (tanda)

adalah sesuatu fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Acuan tanda ini disebut objek.

b. Object (objek)

adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.


(42)

adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.

Hubungan segitiga makna Peirce ditampilkan dalam gambar berikut (Fiske, 1990:40) :

 

Gambar II.1. Hubungan Tanda, Objek dan Interpretan Pierce Sumber : John Fiske, 1990

       Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan

symbol (simbol). Icon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, icon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya : potret dan peta. Index adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai tanda adanya api. Sedangkan symbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau semena,


(43)

hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat (Sobur, 2006:42). Ketiga kategori terebut digambarkan dalam seuah model segitiga sebagai berikut :

ICON 

SIMBOL INDEKS 

Gambar II.2. Model Kategori Tanda oleh Pierce Sumber : John Fiske, 1990

2.1.10. Pemaknaan Warna

Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna (berwarna putih). Identitas suatu warna ditentukan panjang gelombang cahaya tersebut. Sebagai contoh warna biru memiliki panjang gelombang 460 nanometer. Panjang gelombang warna yang masih bisa ditangkap mata manusia berkisar antara 380-780 nanometer.

Dalam peralatan optis, warna bisa pula berarti interpretasi otak terhadap campuran tiga warna primer cahaya: merah, hijau, biru yang digabungkan dalam komposisi tertentu. Misalnya pencampuran 100% merah, 0% hijau, dan 100% biru akan menghasilkan interpretasi warna magenta.


(44)

Dalam seni rupa, warna bisa berarti pantulan tertentu dari cahaya yang dipengaruhi oleh pigmen yang terdapat di permukaan benda. Misalnya pencampuran pigmen magenta dan cyan dengan proporsi tepat dan disinari cahaya putih sempurna akan menghasilkan sensasi mirip warna merah. Setiap warna mampu memberikan kesan dan identitas tertentu sesuai kondisi sosial pengamatnya. Misalnya warna putih akan memberi kesan suci dan dingin di daerah Barat karena berasosiasi dengan salju. Sementara di kebanyakan negara Timur warna putih memberi kesan kematian dan sangat menakutkan karena berasosiasi dengan kain kafan (meskipun secara teoritis sebenarnya putih bukanlah warna).

Maria L David dalam bukunya Virtual Design in Dress menggolongkan warna menjadi dua. Yaitu eksternal dan internal. Eksternal yang berarti bersifat fisika dan Internal yang berarti warna sebagai persepsi manusia, cara manusia melihat warna kemudian mengolahnya di otak dengan cara mengekspresikannya.

(http://dosenpalcomtech.ac.id/syahbana/2007/1/psikologi warna)

Warna merupakan simbol yang menjadi penandaan dalam suatu hal. Warna juga boleh diangggap sebagai suatu fenomena psikologi. Respon psikologi dari masing-masing warna :

1. Hitam : Power, Sensualitas, Kecanggihan, Kematian, Misteri, Ketakutan, Kesedihan., Keanggunan.

2. Putih : Kesucian, Kebersihan, Ketepatan, Ketidakbersalahan, Steril, Kematian. 3. Kuning : Optimis, Harapan, Filosofi, Ketidakjujuran, Pengecut (untuk budaya


(45)

4. Hijau : Alami, Sehat, Keberuntungan, Pembaharuan.

5. Biru : Kepercayaan, Konservatif, Keamanan, Tekhnologi, Kebersihan, Keteraturan.

6. Merah : Power, Energi, Kehangatan, Cinta, Nafsu, Agresif, Bahaya.

7. Ungu / Jingga : Spiritual, Misteri, Kebangsawanan, Transformasi, Kekerasan, Keangkuhan.

8. Orange : Energi, Keseimbangan, Kehangatan.

9. Coklat : Tanah / Bumi, Reliability, Kenyamanan, Daya tahan. 10. Abu-Abu : Intelek, Masa depan, Kesederhanaan, Kesedihan. (http://www.toekangweb.or.id/07-tips-bentukwarna1.html)

Tampaknya daftar warna di atas dan suasana hati yang diasosiasikan – yang versi Amerika – tidak berlaku universal, meskipun mirip dengan versi yang berlaku dalam budaya lain.

2.2. Kerangka Berpikir

Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda–beda dalam memaknai suatu peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan adanya penglaman (Field of Experience) dan pengetahuan (Frame of Reference) yang berbeda–beda pada individu tersebut. Begitu juga peneliti dalam memaknai tanda dan lambang yang ada dalam objek, berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis representasi sensualitas, yaitu iklan parfum “SIREN”. Kerangka berpikir yang digunakan oleh peneliti adalah teori


(46)

semiotik dari Charles Sanders Peirce yang mengkategorikan tanda kedalam tiga kategori, yaitu ikon, indeks dan simbol yang kemudian tada-tanda tersebut akan direpresentasikan seuai dengan isi pesan yang akan disampaikan, yaitu mengenai Sensualitas.

       Yang diutamakan disini adalah peristiwa yang melatarbelakangi pembuatan ilustrasi iklan  parfum“SIREN”sebagai signifikan dalam pembuatan makna. Realitas sosial tersebut dipaparkan secara eksplisit dalam pemilihan ikon yaitu gambar orang bertubuh seksi nyaris tanpa busana menyerupai Putri Duyung. Pierce menggunakan tanda istilah (sign) yang merupakan representasi dari sesuatu di luar tanda, yaitu (obyek) dan dipahami oleh peserta komunikasi (interpretan).

Melalui teori semiotik ini dapat diperoleh hasil interpretasi dari ilustrasi iklan parfum “SIREN”. Dari hasil interpretasi tersebut akan dapat diungkap muatan pesan yang terkandung dalam ilustrasi iklan tersebut dan lebih jelasnya digambarkan sebagai berikut


(47)

       

                 

                

Iklan Parfum “SIREN”

Analisis Semiotika Charles S. Pierce Ikon :Gambar Perempuan setengah telanjang ,Botol Parfum, Batu karang, Pilar,Air,Debur ombak

Indeks : Tulisan “ SIREN” By Paris Hilton, Ekspresi model, Background warna orange keemasan

Simbol:Payudara, Rambut

panjang,Kuku berkuteks  

Hasil interpretasi

iklan

Gambar II.3. Bagan kerangka berpikir


(48)

3.1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif kualitatif, dimana penelitian ini menginterpretasikan penggambaran iklan media massa cetak yaitu berupa diskriptif dengan menggunakan pendekatan semiotik untuk mengetahui sistem tanda dan gambar yang digunakan pada iklan Parfum “SIREN”, sedangkan analisis data pada penelitian ini secara kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari keutuhan (Moleong, 2002:3). Penelitian kualitatif dimaksudkan untuk mengemukakan gambaran dan / atau pemahaman (understanding) mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi (Pawito, 2007:35).

3.2. Kerangka Konseptual 3.2.1. Sensualitas

Sensualitas dalam iklan digunakan sebagai aspek tambahan dalam suatu iklan, karena materi sensualitas menjadi daya tarik untuk mengambil perhatian


(49)

pengamat iklan. Kata "sensualitas" itu berasal dari kata "sense" yang umumnya dalam kaitan dengan karya seni itu diterjemahkan menjadi "rasa" (dalam arti yang luas, terutama aspek visual yang ada di dalam karya seni itu) Sensualitas ini berkaitan langsung dengan inderawi. Wanita erat kaitannya dengan sensualitas, entah melalui lekuk tubuh, gaya busana, aksesori, maupun wewangian yang digunakan. Sensualitas, erotisme, dan komodifikasi tubuh adalah sesuatu yang mudah dicerna oleh setiap orang, sehinga hal tersebut menjadi budaya massa.akan tetapi yang menjadi persoalan adalah bahwa budaya massa adalah bagian yang ditidak bisa dipisahkan dari budaya industri

Fenomena eksplorasi dan eksploitasi tubuh perempuan dalam iklan khususnya pada majalah patut dicermati. Karena saat ini bnayak majalah yang didominasi perempuan dengan menampilkan foto dan gambar wanita bertubuh seksi, baik di majalah laki-laki ataupun wanita. Seringkali majalah tersebut menempatkan perempuan hanya sebagai daya tarik visual semata

3.2.2 Sistem Tanda Dalam Ilustrasi Iklan Parfum “SIREN”

Karena keindahannya, tak bisa dipungkiri perempuan seringkali ditampilkan dalam iklan, meski kehadirannya terkadang agak diada-adakan. Karena keindahannya pula, untuk iklan sebuah produk bobot kehadiran tokohnya sama, antara laki-laki dan perempuan, biasanya perempuanlah yang dipilih. Antara lain karena keindahannya, perempuan sering menjadi inspirasi, termasuk dalam melahirkan sebuah produk. Walhasil, atribut atau sikap yang mencirikan keperempuanan sebagai potensi melekat yang dimiliki perempuan secara kodrati,


(50)

kini justru kian menjadi aset dalam serangkaian produksi dan pasar industri kebudayaan bernama iklan.

Kriteria sensualitas perempuan dimana pria memiliki beberapa faktor yang mempengaruhinya, karena pada tiap bagian tubuh perempuan mengandung daya tarik seksual tersendiri dan memberikan sensasi sensual yang berbeda-beda diantaranya adalah:

1. Postur Tubuh

Postur tubuh yang baik adalah yang padat berisi, dalam arti tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk itu dapat dikatakan memiliki postur tubuh proposional. 2. Rambut

Rambut panjang dan lurus akan memberi kesan cantik dan anggun tetapi akan terkesan kurang seksi. Perlakuan dengan menguncir rambut satu dibelakang akan lebih memeberikan kesan seksi bagi para laki-laki. Rambut keriting kecil dan panjang akan memberikan kesan yang lebih seksi. Sedangkan rambut bergelombang akan memeberikan kesan sensual yang kuat.

3. Mata

Mata seorang perempuan yg terlihat besar dan bulat dengan disertai alis yang tebal akan memancarkan kecantikan seorang wanita secara utuh karena akan memeberi kesan anggun, teduh, dan tenang. Mata yang sedikit sipit dengan kantung mata yang sedikit tebal serta sorot mata yang nakal adalah tatapan yang sangat mengoda bagi para pria.


(51)

4. Bibir

Bibir yang tipis identik dengan kecantikan seorang wanita, tipis sekaligus identik dengan kelembutan sedangkan yang agak panjang lebih bermakna pada keanggunan. Sementara bibir yang sensual memiliki kriteria yang berbeda, yakni agak tebal, merah delima, dengan ukuran bagian bawah sedikit tebal.

5. Dada

Dada adalah daya tarik sensual utama bagi wanita, bentuk dada yang menonjol dapat sangat menarik perhatian lawan jenis.

6. Perut

Perut yang langsing akan menambah daya tarik wanita, tapi dalam hal ini bukan perut yang terlihat kurus, Tetapi terlihat ramping mengikuti lekuk tubuh.

7. Pinggul atau Bokong

Bagian ini menjadi daya tarik utama kedua bagi perempuan. Bokong yang bagus adalah yang besarnya cukup padat tapi tidak terlalu melebar.

8. Paha

Bagian ini juga akan sangat merangsang bagi para pria yang melihat, paha yang besar yang dimiliki oleh perempuan akan terlihat lebih seksi.


(52)

Bagi sebagian laki-laki, perempuan yang seksi dapat dilihat dari betisnya. Betis perempuan yang seksi adalah yang memiliki betis panjang, dan mulus.

(http://sensualitas wanita dimata pria<<salimin’s site.htm)

Sensualitas tubuh perempuan yang digambarkan secara visual yaitu selain menonjolkan bagian tubuh dan ekspresi wajah, kesan sensualitas juga dibentuk dari warna-warna.

Makna dari iklan parfum “SIREN” dapat menimbulkan pemaknaan yang berbeda-beda atau pengertian yang berbeda pada tiap individu. Pemaknaan iklan yang berbeda pada tiap individu tergantung dari sudut mana individu tersebut memaknai. Tampilan iklan parfum “SIREN” dapat dijabarkan sebagai berikut :

Ikon dalam penelitian ini adalah : a. Gambar Wanita

b. Botol Parfum c. Batu Karang d. Pilar

e. Air

Indeks dalam penelitian ini adalah : a. Tulisan “SIREN” By Paris Hilton b. Ekspresi model

c. Deburan Ombak

d. Background warna orange keemasan


(53)

a. Putri Duyung b. Rambut panjang c. Kuteks kuku merah

3.2.3. Corpus

Corpus merupakan kumpulan bahan yang terbatas, yang dilakukan pada perkembangannya oleh analisa dengan kesemenaan. Corpus haruslah cukup luas   untuk memberikan harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya akan memelihara sebuah sistem kemiripan dan perbedaan yang lengkap. Corpus juga bersifat se-homogen mungkin, baik homogen pada taraf substansi maupun homogen pada taraf waktu (sinkroni) (Kurniawan, 2001:70).

Corpus adalah kata lain dari sampel, bertujuan tetapi khusus digunakan untuk analisis semiotika dan analisis wacana. Pada penelitian kualitatif ini memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi-interpretasi alternatif. Corpus dari penelitian ini adalah iklan Parfum “SIREN” yang di muat di majalah Cosmopolitan. Iklan tersebut akan diinterpretasikan dengan acuan kategori tanda yang dibuat oleh Peirce yang terbagi atas ikon, indeks, dan simbol.

3.2.4. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah semua tanda-tanda berupa gambar, tulisan, dan warna-warna yang ada pada ilustrasi iklan Parfum “SIREN”, yang kemudian diinterpretasikan berdasarkan kategori tanda ikon, indeks dan simbol.


(54)

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan melalui cara mengamati iklan Parfum “SIREN” yang dimuat di majalah Cosmopolitan, serta melakukan studi kepustakaan untuk melengkapi data-data dan bahan yang dapat dijadikan referensi yang kemudian dianalisis berdasarkan landasan teori dan interpretasi penulis dengan menggunakan teori semiotika dari Peirce untuk mengetahui makna dari gambar, tulisan dan warna-warna yang ada pada iklan tersebut.

3.4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode diskriptif. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan warna. Hal ini disebabkan karena adanya penerapan metode kualitatif, selain itu semua yang dikumpulkan kemungkinan menjadi jawaban atas obyek yang diteliti. Analisis data dilakukan dalam penelitian berdasarkan Model Semiotik dari Charles Sanders Peirce, yaitu sistem tanda (sign) dalam iklan yang dijadikan korpus (sample) dalam penelitian, dikategorikan kedalam tanda dengan acuannya yang dibuat oleh Charles Sanders Peirce terdiri dari tiga kategori yaitu ikon (icon), index) dan simbol (symbol). Di dalam penggambaran iklan Parfum “SIREN”, tanda-tanda seperti Perempuan, botol parfum, batu karang, Pilar, dan Air disebut sebagai icon, sedangkan Putri Duyung, rambut panjang, kuteks merah pada jari kuku disebut sebagai symbol, dan index dapat berbentuk tulisan-tulisan dan background atau


(55)

latar belakang yang ada pada iklan tersebut, ekspresi dan Deburan ombak disekitar model. Iklan Parfum “SIREN” akan diinterpretasi dengan cara mengidentifikasi tanda-tanda yang terdapat dalam setiap penggambaran iklan untuk mengetahui makna apa yang dimunculkan dari hubungan antar tanda-tanda tersebut, atau makna tanda secara keseluruhan dari masing-masing tanda yang terdapat dalam iklan tersebut.


(56)

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Parfum Siren

Parfum ”SIREN” adalah parfum Kelima yang diproduksi oleh selebriti Hollywood Paris Hilton. Paris adalah seorang selebritis multi talenta. Dia adalah seorang Entrpreneur, Aktris, Designer, Penyanyi, Model, Penulis, dan Sosialita. Bekerjasama dengan perusahaan parfum ternama di Perancis yang telah menciptakan parfum-parfum branded terbaik di dunia, Paris mengungkap segala keindahan dan keanggunan juga pesona wanita dalam setiap produk parfumnya. Ingin mengulang kesuksesan terdahulu ketika meluncurkan parfum pertamanya Just Me,lalu Heiress, Can Can, dan Fairy Dust.Kali ini untuk meluncurkan "SIREN" Paris Hilton memadukan aroma bunga krim bagi perempuan. Mewah, perpaduan bunga kamboja yang eksotis, aprikot manis, esence nektar, anggrek dan lili. kayu cendana, kacang-kacangan dan krim vanili membangkitkan kesturi angin tropis sinar matahari, menghangatkan kulit dengan kombinasi bunga lili dan mawar sutra. "SIREN" mengeluarkan sensasi wangi manis dan musky ketika menyentuh kulit. Terinsipirasi dari mitos Yunani yaitu Legenda Putri Duyung yang menggoda dengan nyanyiannya kepada para laki-laki yang sedang berlayar. Wewangian yang menjadi pantulan pesona Paris, memberi makna akan kecantikan seorang wanita.


(57)

4.1.2. Gambaran umum majalah Cosmopolitan

Cosmopolitan adalah majalah internasional untuk perempuan. Ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1886 di Amerika Serikat sebagai majalah keluarga, kemudian berubah menjadi majalah sastra dan akhirnya menjadi sebuah majalah wanita di akhir 1960-an. Juga dikenal sebagai Cosmo, yang sekarang mencakup konten artikel pada hubungan dan seks, kesehatan, karier, pengembangan diri, selebriti, serta mode dan kecantikan. Diterbitkan oleh Hearst Magazines, Cosmopolitan, ini dicetak dalam 34 bahasa dan didistribusikan di lebih dari 100 negara. Cosmopolitan mulai sebagai majalah keluarga, yang diluncurkan pada tahun 1886 oleh Schlicht & Field sebagai The Cosmopolitan.

Cosmopolitan mencapai puncak keberhasilan pada kepemimpinan Helen Gurley Brown menjadi pemimpin redaksi pada tahun 1965 dan direnovasi majalah sebagai Cosmopolitan Baru. Setelah banyak penyangkalan oleh publikasi lain, Brown akhirnya mendarat kesempatan untuk menempatkan perspektif yang unik pada majalah melelahkan dimaksudkan untuk baik laki-laki dan perempuan. Nama majalah ini berganti nama kembali ke Cosmopolitan pada tahun 1967. Pada awal 1970-an, Cosmopolitan menjadi majalah wanita. Akhirnya majalah mengadopsi format sampul biasanya terdiri dari model perempuan muda biasanya dalam gaun berpotongan rendah atau bikini. Majalah berfokus pada perempuan muda dan artikel yang dipublikasikan secara terbuka membicarakan masalah seksual. Dalam tahun-tahun awal Brown sebagai editor, majalah menerima kritik berat. Berlari majalah yang hampir telanjang halaman tengah aktor Burt Reynolds pada bulan April 1972.


(58)

Masalah menciptakan kontroversi besar, mendorong Cosmopolitan ke permukaan budaya populer Amerika pada saat itu.

Edisi Inggris Cosmopolitan, yang dimulai pada tahun 1972, dikenal kegamblangan seksual, dengan bahasa seksual yang kuat, laki-laki telanjang dan cakupan topik-topik seperti pemerkosaan. Pada tahun 1999, Cosmogirl!, Sebuah majalah spin-off menargetkan penonton remaja perempuan, diciptakan untuk pembaca internasional. Namun, produksi cetak itu berakhir pada bulan Desember 2008. Cerita dunia nyata diceritakan ( "Real Life ”) tangan pertama dengan selamat, keselamatan tips untuk berisiko atau situasi berbahaya (seperti hidup sendirian) menyertai cerita-cerita yang tersembunyi risiko, kesehatan perkotaan mitos dan legenda debunked. Bagian seperti "Health Check", yang memiliki artikel fitur seperti "Cosmo Gyno" dan "Tubuh Anda", apakah ada hiburan tidak hanya untuk nilai tetapi untuk membantu perempuan memahami tubuh mereka dan bahkan mungkin mengenali masalah kesehatan. Kurang serius fitur biasa termasuk "Guy Confessions" (halaman di mana orang-orang berbagi kisah-kisah memalukan atau hal-hal yang memalukan yang telah mereka lakukan); selebriti gosip; "Anda, Anda, Anda", yang berisi berbagai fakta-fakta menyenangkan dan saran. Ini fitur majalah topik seperti seks, rias wajah dan rambut tips.

Cosmopolitan telah pembaca di lebih dari 100 negara dan menawarkan edisi, keduanya diterbitkan oleh Hearst dan / atau mitra perizinan dalam 34 bahasa, termasuk Finlandia, Spanyol, Korea, Hungaria, Bulgaria, Portugis, Swedia, Polandia, Ibrani, Estonia, Rumania, Georgia , Rusia, Jerman, Italia, Prancis, Yunani, Malaysia


(59)

dan Indonesia. Itu dilarang di Singapura sampai akhir-akhir ini. Kosmopolitan sejak tahun enam puluhan menjadi majalah wanita membahas topik-topik seperti seks, kesehatan, kebugaran dan fashion. Baru-baru ini berupaya untuk menarik pembaca laki-laki yang telah dibuat: "Cosmo untuk orang" yang ditampilkan dalam setiap masalah dengan saran eksklusif bagi laki-laki. Kosmopolitan juga merekrut orang-orang sebagai bagian dari staf mereka untuk menjawab pembaca perempuan mereka 'terbakar pertanyaan yang mereka tidak bisa meminta orang-orang dalam kehidupan mereka [rujukan?]. The "Guy Confessions" memalukan orang-orang menambahkan kecelakaan bagi mereka yang diajukan oleh perempuan.

Cosmopolitan adalah sebuah majalah gaya hidup wanita modern yang diterbitkan di Indonesia sejak tahun 1997, kala itu dengan nama Kosmopolitan. Sejak bulan Agustus tahun 2001, majalah ini diterbitkan dengan nama Cosmopolitan. Majalah ini diterbitkan di Indonesia oleh PT Higina Alhadin. Majalah Cosmopolitan di Amerika Serikat menjadi bentuknya yang sekarang sejak dasawarsa 1970-an awal. Ketika itu sampul majalah dan artikel-artikel mulai berubah. Sampul sejak itu menampilkan gambar wanita seksi. Cosmopolitan merupakan majalah mode terbesar di dunia dengan pembaca mencapai 23 juta dan sirkulasi 6 juta eksemplar setiap bulannya (sumber : secondip magtrack 2007). Sebagai majalah mode, Cosmopolitan akan memberikan panduan bagi pembacanya mengenai apa yang harus dibeli,dipakai, dilihat dan dicoba sesuai dengan persepektif perempuan di seluruh dunia.


(60)

4.2. Penyajian Data

Dari Hasil pengamatn yang dilakukan pada gambar iklan parfum Paris Hilton ”SIREN” pada majalah Cosmopolitan Indonesia yang selanjutnya akan diinterpretasikan dan dianalisis berdasarkan Teori Charles Sanders Pierce untuk mengetahui makna yang terkandung di dalam iklan parfum SIREN.

Charles Sanders Pierce membagi tanda menjadi tiga kategori yaitu Ikon (icon), Indeks (index), Simbol (symbol). Untuk melihat pengungkapan peristiwa serta makna pesan yang disampaikan dalam penggambaran iklan tersebut, sistem tanda dari iklan ini dibagi berdasarkan pembagian fungsi tanda dari Charles Sanders Pierce.

4.2.1 Data

Dalam pendekatan semiotik Charles Sanders Pierce terdapat tiga komponen yaitu tanda (Sign), Objek (Object), dan Interpretant (Interpretant). Sebagai Interpratant, peneliti menganalisis gambar iklan Parfum SIREN yang dijadikan sebagai korpus (sampel terbatas dengan menggunakan hubungan antara tanda dan acuan tanda) dalam metode semiotik Charles Sanders Pierce, yang memebagi tanda menjadi tiga kategori yaitu Ikon (icon), Indeks (index), Simbol (symbol) sehingga akan diperoleh interpretasi iklan melalui kategori tanda tersebut. Ikonnya adalah foto model perempuan Botol Parfum, Batu karang, Pilar, Air. Indeks background warna pada iklan, pose model wanita dalam iklan parfum SIREN,teks yang terdapat di dalam iklan. Symbol nya adalah Putri Duyung, Rambut Panjang, Kuku berkuteks.


(61)

4.2.2. Klasifikasi Tanda

Charles Sanders Pierce terkenal dengan teori tandanya. Di dalam lingkup

semiotika, Pierce seringkali mengulang ulang bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seeorang. Untuk itu Pierce membagi tanda menjadi sepuluh jenis, selengkapnya sebagai berikut :

1. Qualisign, yakni kualitas sejauh yang dimiliki tanda. Kata keras menunjukan kualitas tanda.

2. Iconic Sinsign, yaitu tanda yang memperlihatkan kemiripan.

3. Rhematic indexical sinsign, yakni tanda berdasarkan pengalaman langsung, yaitu secara langsung menarik perhatian karena kehadirannya disebabkan sesuatu. 4. Discent Sinsign, yakni tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu. 5. Iconic Legisign, yakni tanda yang menginformasikan norma atau hukum. 6. Rhematic Indexica Legisign, yakni tanda yang mengacu pada objek tertentu. 7. Dicent Inoexica Legisgn, tanda yang bermakna informasi dan menunjuk subjek informasi.

8. Rhematic Symbol atau Symbolic Rhema, yakni tanda yang dihubungkan dengan obyeknya melalui asosiasi ide umum.

9. Dicent Symbol atau Proposion (Proporsi) adalah tanda yang langsung menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak.

10. Argument, yakni tanda yang merupakan inferens seseorang terhadap sesuatu berdasarkan alasan tertentu. (Sobur, 2005:42)


(62)

4.2.3. Klasifikasi tanda Pierce dalam iklan parfum SIREN

Iklan parfum SIREN di majalah Cosmopolitan edisi Desember 2009 ini dapat disimpulkan masuk kedalam kategori tanda Pierce Dicent Symbol karena didasarkan atas adanya gambar seorang perempuan yang menyerupai putri duyung duduk menanti korbannya dengan tatapan menggoda. Dimana gambar tersebut termasuk kedalam gestur merupakan tanda yang langsung menghubungkan dengan objek melalui asosiasi otak. Gambar seorang perempuan sedang menanti kedatangan seorang laki-laki dengan ekspresi menggoda dngan mulut sedikit terbuka /menganga dengan posisi kedua tangan disamping dengan tubuh telanjang

Simbol yang ditunjukkan oleh model wanita tersebut dapat digunakan sebagai proses penyampaian dari iklan tersebut agar dapat menarik perhatian dari para pemakai produk tersebut. Selain itu dalam iklan tersebut menunjukan bahwa iklan tersebut menunjukan bahwa iklan tersebut mengandung makna sensualitas. Definisi atas konsep sensualitas dan politik tubuh perempuan yang berkembang di media massa tidak berhasil dirumuskan dalam definisi yang jelas. Akan halnya sensualitas, diskursus yang berkembang menyatakan sebagai bentuk aksi sensual yang sengaja dipertontonkan untuk mengundang imajinasi seksual yang mengkonsumsi. Pakaian minim, terwang, terbuka adalah salah satu contoh bentuk sensualitas itu. Namun yang menarik, selama aksi sensual itu tidak membangkitkan selera seksual, maka selama itu pula tidak termasuk dalam kategori erotis atau porno. Sensualitas adalah ”virus” yang melekat pada perempuan dan menyebabkan wabah kerusakan mental dan moral bangsa. Tubuh perempuan tidak dilihat secara utuh melainkan menjadi


(63)

potongan-potongan tubuh yang dilihat sebagai penyebab dalam konteks penurunan iman dan mental bangsa.

4.3 Gambar Iklan Parfum SIREN

Iklan parfum yang diinterpretasikan adalah iklan parfum SIREN ini mempunyai pesan visual dimana pada iklan ini seorang perempuan yaitu Paris Hilton sebagai model digambarkan setengah telanjang dalam pose duduk diatas batu karang. Paris Hilton menampilkan ekspresi wajah menggoda dengan mata melirik ke arah kamera dengan bibir merah sentuhan glossy yang sedikit terbuka. Perempuan ini memiliki hidung mancung, mata yang tajam, berkulit putih dan halus dengan rambut panjang pirang bergelombang. Posisi kepala sedikit menengadah, posisi badan sedikit membungkuk. Pengambilan gambar dilakukan dari tengah, sehingga belahan dada model terlihat jelas. Iklan ini disajikan secara keseluruhan dengan menggunakan latar belakang warna orange keemasan yang menandakan sore hari.

4.4 Iklan Parfum SIREN Sebagai Kategori Tanda Pierce

Menurut Pierce, sebuah tanda itu mengacu pada sebuah acuan dan representasi adalah fungsi utamanya. Hal ini sesuai dengan definisi dari tanda itu sendiri yaitu sebagai sesuatu yang memiliki bentuk fisik dan harus merujuk pada sesuatu yang lain dari tanda tersebut. Pierce ingin mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali semua komponen ke dalam struktur tunggal. Dalam pendekatan semiotik Pierce diperlukan adanya tiga unsur utama yang bisa digunakan


(64)

sebagai metode analisis, yaitu objek, tanda, dan interpetan. Menurut Pierce, salah satu bentuk tanda adalah kata, sebagai objek adalah sesuatu yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut.

Apabila digambarkan hubungan antara obyek, tanda, dan interpretant dalam penelitian ini adalah

OBYEK

Keseluruhan dari badan iklan Produk Parfum “SIREN”

INTERPRETANT Hasil intepretant dari peneliti dalam melihat hubungan antara

tanda dan acuan tanda (obyek)

TANDA

Setiap bentuk representasi sensualitas yang bisa ditimbulkan oleh iklan tersebut

baik yang bersifat denotatif maupun konotatif

Gambar 4.1.

Gambar Iklan Parfum ”Siren” dalam Elemen Makna Pierce

Dalam menganalisa hubungan antara tanda dan acuannya berdasarkan studi semiotik Pierce, yaitu : ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol), maka peneliti akan menginterpretasikan segala bentuk representasi yang terdapat dalam iklan parfum SIREN.


(1)

perempuan yang menggunakan parfum tersebut dapat memberi ”pelayanan” lebih baik. Karena aroma parfum tersebut dapat menimbulkan sensasi sensual yang berbeda. Ini semakin menguatkan bahwa dalam gaya hidup kelas atas tidak lagi memperhatikan sistem hukum, aturan, adat dan tabu. Beberapa wanita sendiri juga pasti merasa risih, melihat bentuk tubuh sesamanya terlihat jelas tanpa busana. Hal ini menegaskan bahwa iklan tersebut telah menyebarkan isu-isu tentang normalisasi tubuh perempuan yang bisa dikonsumsi publik.

Dalam iklan parfum SIREN ini perempuan sebagai subjek yang memiliki potensi intelektual dan kapasitas individual yang beragam dalam dirinya sama sekali tidak diperhatikan dan tidak ditonjolkan sebagai sesuatu yang bernilai tinggi, sehingga visualisasi perempuan dalam iklan ini direduksi sebagai komoditas atau alat untuk menarik perhatian khalayak dengan cara menampilkan bentuk tubuhnya.

Karakter-karakter sensual dalam iklan parfum SIREN digambarkan oleh model wanita yaitu Paris Hilton yang menampilkan figur-figur wajah dengan ekspresi menggairahkan, tanpa rasa malu, tanpa rasa memiliki ikatan-ikatan atau disiplin diri. Tujuan dari hasil akhir penampakan figur-figur tersebut hanya berdasar prinsip-prinsip kenikmatan, kepuasan-kepuasan seksual ketimbang mendasarkan diri pada logika-logika sosial. Sehingga bisa saja semua orang atau khalayak sebenarnya menikmati atau menyukai pornografi tanpa memperdulikan tingkat pendidikan dan perbedaan status lainya. Sensualitas memang merupakan suatu yang kodrati sehingga seksualitas akan tetap muncul dimana saja, kapan saja dengan daya tarik tersendiri


(2)

73

dan pornografi adalah satu bukti nyata bahwa sensualitas perempuan tidak akan pernah susut daya jualnya.


(3)

5.1 Kesimpulan

Dari data-data yang telah diuraikan pada bab IV yakni hasil pembahasan menggunakan analisis semiotik Charles Sanders Pierce tentang sensualitas perempuan adalah visualisasi iklan parfum SIREN di media cetak. Representasi konsep sensualitas perempuan yang berusaha ditonjolkan dalam iklan parfum SIREN adalah konsep sensualitas perempuan sebagai makhluk yang digunakan untuk memikat karena memiliki daya tarik fisik dan sebagai obyek seks sesuai stereotype media yaitu tubuh langsing serta rambut panjang terurai. Ditampilkan seorang perempuan menonjolkan kulit yang mulus, rambut panjang terurai disampirkan kedepan, menonjolkan buah dada, dan lekuk tubuh yang langsing. Hal ini merupakan citra perempuan dalam media yang dieksploitasi.

Hal ini tidak sesuai dengan konsep gender yang ada, bahwa konsumsi gender merupakan sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara social cultural, dimana sifat-sifat ini dapat dipertukarkan. Budaya patriatikal telah menempatkan perempuan jenis kelamin kedua (second sex).

Dari konsep diatas dapat ditarik kesimpulan yaitu iklan parfum SIREN mengambarkan konsep sensualitas perempuan sebagai makhluk yang digunakan untuk memikat karena memiliki daya tarik fisik dan sebagai obyek fantasi bagi laki-laki. Ini membuktikan bahwa penggunaan perempuan sebagai model hanya sebagai


(4)

75

daya tarik visual yang diharapkan agar konsumen melihat iklan dan kemudian membeli produk. Keadaan ini menempatkan perempuan sebagai bagian dari komodifikasi media yang dibentuk tidak hanya karena ketidaksadaran gender tetapi juga didasari oleh kekuasaan dan keangkuhan laki-laki. Namun saat ini perempuan tidak menyadari terlibat dalam komodifikasi keperempuannya sendiri.. Representasi sensualitas perempuan dalam masyarakat yang digunakan untuk memikat karena memiliki daya tarik dan sebagai objek fantasi laki-laki dengan stereotype-stereotype yang dibentuk oleh media, yaitu tubuh langsing, kulit mulus, serta rambut panjang.

5.2 Saran

Dengan adanya penelitian ini maka diharapkan agar media dan perempuan paham akan peran dan fungsinya. Dimana media dan perempuan lebih menghargai apa yang telah diberikan yaitu daya fikir terhadap manusia. Paham akan arti dari apa saja yang dapat dikatakan benar dan apa yang dapat dikatakan salah.

Perempuan sebagai manusia yang mampu berfikir diharapkan lebih mengerti dan memahami arti dari tubuh mereka. Penelitian ini ditujukan agar perempuan mengetahui batasa-batasan tubuh mereka, sehingga perempuan akan lebih menghargai tubuh mereka sendiri. Sebagai sesuatu yang bernilai tinggi dan tidak dapat dinilai dengan apapun di dunia ini.

Serta diharapkan agar media lebih menghargai posisi perempuan sebagai sosok yang layak untuk dijaga dan dilindungi dari segala hal yang merendahkan posisi perempuan. Karena perempuan merupakan ciptaan Allah SWT yang sangat indah.


(5)

Eriyanto, 2005. AnalisisWacan Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta : LkiS. Jefkins, Frank, 1994. Periklanan, Jakarta : Erlangga

Kasiyan, 2008. Manipulasi Dan Dehumanisasi Perempuan Dalam Iklan, Yogyakarta : Ombak

Kriyantono, Rachmat, 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Kurniawan, 2001. Semiologi Roland Barthes, Magelang : Yayasan Indonesiatera. Meliana S, Anastasia, 2006. Menjelajah Tubuh Perempuan dan Mitos Kecantikan,

Yogyakarta : LKiS

Moeleong, Lexy, 2002. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Dedy, 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Piliang, Yasraf Amir, 2003. Hipersemiotika : Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna, Bandung : Jalansutra

Sanyoto, Sadjiman Ebdi, 2005. Dasar-Dasar Tata Rupa Dan Design, Yogyakarta : CV Arti Bumi Intaran

Shrimp, Terence, 2003.Periklanan Promosi Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu, Jakarta : Erlangga

Shobur, Alex, 2001. Analisis Teks Media, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Shobur, Alex, 2006. Semiotika Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Synnott, Antony, 2007. Tubuh Sosial, Yogyakarta : Jalansutra

WainWwright, Gordon R.2006. Membaca Bahasa Tubuh, Yogyakarta : Baca Widyatama, Rendra, 2007. Pengantar Periklanan, Yogyakarta : Pinus


(6)

77

Non Buku :

www.parishiltonsite.net/fragrances.php http://www.gfmcirebon.com/?m=20091027

http://www.mail-archive.com/ppindia@yahoogroups.com/msgs1047.html/senin/18/09/09 http://duniatimurjauh /2007/10/sensualitasdalam televisi.html

http://www.google.co.id/gwt/n?site=-search&mrestrict=mobile&q=definisi +sensualitas.multiply.com.

http://sensualitas wanita dimata pria<<salimin’s site.htm http://kuaci.or.id

http://www.readingculture.net

http://dosenpalcomtech.ac.id/syahbana/2007/1/psikologi warna http://www.ngerumpi.com/komunitaswanitaindonesia


Dokumen yang terkait

REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN PADA IKLAN POMPA AIR SHIMIZU DI TELEVISI (Studi Semiotika Tentang Representasi Sensualitas Perempuan Pada Iklan Pompa Air Shimizu di Televisi).

2 14 115

REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN AXE (Studi semiotik representasi sensualitas perempuan dalam iklan axe versi axe effect di televisi).

6 11 197

REPRESENTASI SENSUALITAS DALAM IKLAN METALBIKES DI MAJALAH DIG BMX EDISI NOVEMBER 2007. (Studi Semiotik Representasi Sensualitas Dalam Iklan Metalbikes di Majalah DIG BMX edisi November 2007).

3 6 88

REPRESENTASI KECANTIKAN DALAM IKLAN PARFUM ELLE SHOCKING. (Studi Semiotik Representasi Kecantikan Barat dalam Iklan Parfum Elle Shocking “YvesSaintLaurent” pada Majalah Cosmopolitan Edisi September 2009).

1 15 108

Representasi Sensualitas dalam Iklan Par

0 0 12

REPRESENTASI SENSUALITAS DALAM IKLAN TELEVISI TIM TAM SLAM (Studi Semiotik Tentang Representasi Sensualitas pada Iklan Televisi Tim Tam Slam versi “Titi Kamal sebagai Pramugari”)

0 0 23

REPRESENTASI KECANTIKAN DALAM IKLAN PARFUM ELLE SHOCKING. (Studi Semiotik Representasi Kecantikan Barat dalam Iklan Parfum Elle Shocking “YvesSaintLaurent” pada Majalah Cosmopolitan Edisi September 2009)

0 0 12

REPRESENTASI SENSUALITAS DALAM IKLAN PARFUM “SIREN” (Studi Semiotik tentang Representasi Sensualitas dalam Iklan Parfum “SIREN” pada majalah cosmopolitan)

0 0 19

REPRESENTASI SENSUALITAS DALAM IKLAN METALBIKES DI MAJALAH DIG BMX EDISI NOVEMBER 2007. (Studi Semiotik Representasi Sensualitas Dalam Iklan Metalbikes di Majalah DIG BMX edisi November 2007).

0 0 21

KATA PENGANTAR Alhamdulillah Hirobbil Alamin, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul "PEMAKNAAN KARIKATUR EDITORIAL CLEKIT

0 0 19