PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE KANCING GEMERINCING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA No Panggil STM TAH p-2010.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Rumusan dan Pembatasan Masalah ... 4
D. Tujuan Penelitian ... 5
E. Manfaat Penelitian ... 6
F. Definisi Operasional ... 7
G. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II LANDASAN TEORI ... 10
A. Hakikat Belajar dan Aktivitas Belajar ... 10
1. Pengertian Belajar ... 10
a. Pengertian Belajar ... 10
b. Teori Belajar ... 12
2. Aktivitas Belajar ... 15
a. Konsep Aktivitas Belajar ... 15
b. Jenis-jenis Aktivitas Belajar ... 17
c. Nilai Aktivitas dalam Pengajaran ... 21
d. Penggunaan Aktivitas dalam Pengajaran ... 21
B. Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Kancing Gemerincing ... 23
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 23
2. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif ... 24
(2)
4. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif ... 27
5. Teknik-teknik Pembelajaran Kooperatif ... 28
6. Pengelolaan Pembelajaran Kooperatif ... 30
7. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif ... 31
8. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe KancingGemerincing ... 31
9. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe KancingGemerincing ... 32
C. Tinjauan Kompetensi Dasar Memelihara/servis dan Mengisi Baterai ... 34
D. Anggapan Dasar ... 36
E. Hipotesis Tindakan ... 37
F. Kriteria Keberhasilan Tindakan ... 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38
A. Desain Penelitian ... 38
1. Subyek Penelitian... 39
2. Waktu Penelitian ... 39
3. Siklus Penelitian... 39
4. Sasaran Tindakan ... 40
B. Teknik Pengumpulan Data ... 41
C. Prosedur Penelitian ... 42
D. Analisis dan Pengolahan Data ... 51
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN ... 53
A. Hasil Penelitian ... 53
B. Deskripsi Data ... 54
1. Sikus I ... 54
2. Siklus II ... 59
3. Siklus III... 66
C. Pembahasan ... 71
1. Sikus I ... 72
2. Siklus II ... 74
(3)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 77
A. Kesimpulan ... 77
B. Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 79
LAMPIRAN-LAMPIRAN : A. LAMPIRAN A ... 81
B. LAMPIRAN B ... 102
C. LAMPIRAN C ... 108
D. LAMPIRAN D ... 116
E. LAMPIRAN E ... 127
F. LAMPIRAN F ... 124
(4)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Menurut amanat Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003
menegaskan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang
mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Oleh
karena itu, pendidikan kejuruan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
akan tenaga kerja, meningkatkan pilihan pendidikan bagi setiap individu, dan
mendorong motivasi untuk belajar terus.
Djohar (2007:630-632) dalam artikelnya pada buku Rujukan Filsafat,
Teori, dan Praksis Ilmu Pendidikan menjelaskan bahwa ada delapan karakteristik
pendidikan kejuruan yang membedakannya dengan pendidikan umum, yaitu
sebagai berikut:
1. Pendidikan kejuruan diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki dunia kerja.
2. Pendidikan kejuruan didasarkan atas kebutuhan dunia kerja (demand driven). 3. Fokus isi pendidikan kejuruan ditekankan pada penguasaan pengetahuan,
keterampilan sikap, dan nilai-nilai yang dibutuhkan dunia kerja.
4. Penilaian sesungguhnya terhadap keberhasilan peserta didik adalah pada performa dalam dunia kerja.
5. Hubungan yang erat dengan dunia kerja merupakan kunci sukses pendidikan kejuruan.
6. Pendidikan kejuruan yang baik adalah responsif dan antisipatif terhadap kemajuan teknologi.
7. Pendidiakn kejuruan memerlukan fasilitas yang mutakhir untuk praktik pendidikannya.
8. Pendidikan kejuruan memerlukan biaya investasi dan operasional yang lebih besar daripada pendidikan umum.
(5)
2
Orientasi pendidikan kejuruan harus menitik beratkan pada pencapaian
keterampilan kejuruan (hands on) dan bukan pada keterampilan akademik. Selain
itu juga bahwa orientasi pendidikan kejuruan lebih pada pemenuhan sumber daya
manusia pada level teknisi menengah sehingga pendekatan pemelajaran pada
analisis tugas sesuai yang ada pada dunia industri.
Djohar (2007 : 627) menjelaskan bahwa pendidikan kejuruan merupakan
upaya menyediakan stimulus berupa pengalaman belajar dan interaksi dengan
dunia diluar diri anak didik, untuk membantu mereka dalam mengembangkan diri
dan potensinya. Demikian perhatian terhadap keunikan tiap individu dalam
berinteraksi dengan dunia luar melalui pengalaman belajar merupakan upaya
terintegrasi guna menunjang proses perkembangan diri anak didik secara optimal,
namun tidak terlepas dari konteks sosial masyarakatnya.
Salahsatu tugas guru adalah menciptakan kondisi-kondisi yang dapat
membantu peserta didik dalam mengembangkan diri dan potensinya.
Pembelajaran kooperatif adalah salahsatu model pembelajaran kelompok yang
dapat menstimulus potensi-potensi peserta didik. Karena dalam model
pembelajaran kooperatif siswa dituntut untuk bekerja sama, bertanggung jawab,
dan dituntut untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran
Oleh karena itu metode-metode pembelajaran yang berpusat pada siswa
harus segera diterapkan. Berbagai penelitian yang dilakukan oleh para peneliti
menunjukkan bahwa metode pembelajaran yang berpusat pada siswa dapat
meningkatakan aktivitas maupun hasil belajar siswa, bahkan kepada nilai-nilai
(6)
Universitas Midsized Midwestrn berpartisipasi dalam penelitian pembelajaran
kooperatif. Setiap dosen diberikan perlakuan belajar pasif dan belajar aktif.
Hasilnya adalah pembelajaran kooperatif (belajar aktif) dapat meningkatkan
keinginan kelas, prestasi yang dipertahankan, dan prestasi aktual.
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu metode pembelajaran yang
sedang banyak diuji dan digunakan. Salah satu penelitian adalah penelitian yang
dilakukan oleh Mabroer (2006), Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD dalam pembelajaran fisika di kelas X-C SMAN I Lembang telah mampu
meningkatkan keaktifan belajar siswa.
Salah satu hal penting dalam penelitian Mabroer (2006:60) adalah
pembuktian bahwa keaktifan berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa.
Artinya, bahwa aktivitas belajar berbanding lurus dengan hasil belajar. Menurut
hasil observasi awal terhadap beberapa indikator aktivitas belajar siswa pada kelas
X Teknik Mekanik Otomotif (TMO) 3 di SMK Taruna Mandiri (tempat penulis
mengajar), keaktifan siswa masih dalam kategori rendah. Hal ini dapat dilihat
dalam tabel dibawah ini:
Tabel 1.1
Hasil Studi Awal Aktivitas Belajar Siswa
No Indikator keaktifan Jumlah Total
Siswa
Persentase (%)
1 Bertanya 3
45
6.7
2 Menjawab 5 11.1
3 Komentar/ mengemukakan gagasan 6 13.5
(Sumber: Observasi Aktivitas Belajar Siswa X TMO 3 SMK Taruna Mandiri)
Oleh karena itu penulis melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) pada
(7)
4
aktivitas belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
kancing gemerincing. Karena secara teoritis, model pembelajaran kooperatif tipe
kancing gemerincing dapat meningkatkan aktivitas belajar. Dalam penelitian ini
penulis mengambil judul : “Penggunaan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe
Kancing gemerincing Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa (Penelitian
Tindakan Kelas Pada Kompetensi Dasar Memelihara/Servis dan Mengisi Baterai
Di SMK Taruna Mandiri)”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dapat diidentifikasi
beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Metode pembelajaran pada mata diklat produktif I di SMK Taruna Mandiri
menggunakan metode ceramah.
2. Penggunaan metode pembelajaran ceramah menyebabkan siswa kurang aktif.
3. Aktivitas belajar pada mata diklat produktif I di SMK Taruna Mandiri masih
rendah.
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Agar ruang lingkup penelitian jelas serta tidak meluas, maka perlu
dilakukan pembatasan masalah. Berdasarkan latar belakang dan identifikasi
masalah diatas, permasalahan penelitian dibatasi pada:
1. Model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing pada penelitian ini di
batasi pada teknik dalam model pembelajaran kooperatif yang digunakan oleh
guru untuk meningkatkan aktivitas belajar dengan cara mengkondisikan setiap
(8)
(empat sampai enam orang siswa) dengan cara membagikan 2 (dua) benda
kecil sebagai kupon untuk melakukan aktivitas belajar. Apabila dua buah
benda kecil setiap anggota kelompok tidak habis, maka tidak diberikan nilai
kelompok. Apabila tugas kelompok selesai sedangkan kupon sudah habis,
maka kupon bisa dibagikan kembali. (Lie, 2008: 63-62).
2. Aktivitas pembelajaran yang diukur pada penelitian tindakan ini adalah :1.
Aktivitas Motorik yang terdiri dari indikator, tetap berada dalam tempat kerja
kelompok, tetap berada dalam tugas/memilih alat dan melakukan praktek, dan
mempraktikan informasi yang disampaikan teman. 2. Aktivitas Lisan, yang
terdiri dari indikator : bertanya kepada teman atau guru, dan mengemukakan
pendapat, dan menjawab pertanyaan. 3. aktivitas visual/menggambar/menulis
yang terdiri dari indikator: mengerjakan soal, mencatat/menggambarkan
temuan-temuan, dan mencatat hasil diskusi. (diadaptasi dari Hamalik,
2009:172-175).
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini dapat
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut :
“Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing
dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada kompetensi dasar
Memelihara/Servis dan Mengisi Baterai?”.
D. Tujuan Penelitian
Menentukan tujuan penelitian sangat penting, karena dengan menentukan
tujuan kita dapat menentukan dan merumuskan langkah-langkah selanjutnya.
(9)
6
siswa pada pembelajaran standar kompetensi pemeliharaan/servis dan penggantian
baterai, pada kompetensi dasar memelihara/servis dan mengisi baterai dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing. Tujuan
peningkatan aktivitas yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan persentase siswa yang tetap berada dalam tempat kerja
kelompok.
2) Meningkatkan persentase siswa yang tetap berada dalam tugas/memilih
alat dan melakukan praktek.
3) Meningkatkan persentase siswa yang mempraktikan informasi yang
disampaikan teman.
4) Meningkatkan persentase siswa yang bertanya kepada teman atau guru.
5) Meningkatkan persentase siswa yang mengemukakan pendapat.
6) Meningkatkan persentase siswa yang menjawab pertanyaan.
7) Meningkatkan persentase siswa yang mengerjakan soal.
8) Meningkatkan persentase siswa yang melihat/mencatat/menggambarkan
temuan-temuan.
9) Meningkatkan persentase siswa yang mencatat hasil diskusi.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki kegunaan yaitu :
1. Bagi siswa
Untuk meningkatkan aktivitas siswa agar belajar lebih giat, aktif dan
(10)
aktivitasi belajar, hasil belajar siswa akan meningkat. Semua potensi yang ada
dalam tiap individu berkembang.
2. Bagi Guru Bidang Studi
Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh
guru bidang studi dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang merupakan
tugas utamanya. Diharapkan guru bisa lebih variatif dalam menggunakan metode
pembelajaram di kelas, sehingga proses pembelajaran tidak membosankan.
3. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat dalam pengambilan
kebijakan. Bisa juga sebagai bahan up-grading yang dilakukan sekolah bagi para
guru untuk menambah khazanah model-model pembelajaran modern.
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman antara penulis dan pembaca, maka
dibawah ini akan diuraikan definisi operasional yang digunakan dalam judul
penelitian, yaitu sebagai berikut:
1. Metode pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing
Model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing pada penelitian
ini diartikan sebagai suatu model pembelajaran kooperatif yaitu belajar kelompok
yang terdiri dari 4-6 siswa pada setiap kelompoknya. Setiap siswa mendapatkan 2
(dua) batang korek api yang digunakan sebagai kupon untuk menjawab
pertanyaan dan memberikan komentar. Kalau dua kupon tersebut habis sedangkan
tugas kelompok belum selesai, maka siswa boleh membagikan lagi benda-benda
(11)
8
2. Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar dalam penelitian ini adalah aktivitas belajar siswa pada
mata diklat produktif I dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing yang diukur dengan
indikator-indikator : 1) Aktivitas Motorik, yang terdiri dari indikator-indikator : tetap berada dalam
tempat kerja kelompok, tetap berada dalam tugas/memilih alat dan melakukan
praktek, dan mempraktikan informasi yang disampaikan teman. 2) Aktivitas Lisan
yang terdiri dari indikator :bertanya kepada teman atau guru, mengemukakan
pendapat, dan menjawab pertanyaan. 3) aktivitas Menggambar/menulis, yang
terdiri dari indikator : mengerjakan soal, mencatat/menggambarkan
temuan-temuan, dan mencatat hasil diskusi.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan memahami skripsi ini, maka penulis uraikan
sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan merupakan pembahasan mengenai latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, dan sistematika penulisan.
Bab II Landasan Teori merupakan pembahasan mengenai teori-teori yang
berkaitan dengan masalah penelitian, antara lain teori mengenai hakikat belajar,
hakikat aktivitas belajar, metode pembelajaran cooperative learning tipe kancing
gemerincing, anggapan dasar, hipotesis tindakan, dan kriteria keberhasilan
(12)
Bab III Metode Penelitian merupakan penjelasan mengenai desain
penelitian, teknik penumpulan data, prosedur penelitian, analisis dan pengolahan
data.
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan merupakan analisis hasil
penelitian yang telah dilakukan dan pembahasannya. Bab IV ini meliputi hasil
penelitian, deskripsi data, dan pembahasan.
Bab V Kesimpulan dan Saran merupakan kesimpulan dan saran dari
(13)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian diperoleh dari data hasil observasi yang terdiri dari empat
observer. Setiap satu observer mengobservasi dua kelompok diskusi. Berikut
adalah hasil observasi terhadap aktivitas belajar siswa.
Tabel 4.1
Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Belajar Tiap Siklus
No Jenis Aktivitas
Siklus I Siklus II Siklus III Prosentasi (%) Prosentasi (%) Prosentasi (%) 1
Aktivitas Motorik 40 67 79 Kurang Baik Baik 1.a Tetap berada dalam tempat
kerja kelompok 64 77 80
1.b Tetap berada dalam tugas/memilih alat dan melakukan praktek
30 64 78
1.c Mempraktekkan informasi
yang disampaikan teman 25 61 67
2 Aktivitas Lisan 29 54 71 Kurang Cukup Baik 2.a Bertanya kepada teman atau
guru 41 50 73
2.b Mengemukakan pendapat 27 57 62
2.c Menjawab pertanyaan 18 55 78
3 Aktivitas
visual/menggambar/menulis
31 53 70 Kurang Cukup Baik
3.a Mengerjakan soal 45 55 69
3.bMelihat/mencatat/menggamba
rkan temuan-temuan 23 52 73
3.b Mencatat hasil diskusi 25 52 67
Rerata Total 33 58 73
(14)
B. Deskripsi Data 1. Siklus Pertama
1.1 Perencanaan Tindakan
Sebelum melakukan tindakan, penulis melakukan tindakan-tindakan
perencanaan, yaitu menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang
berorientasi pada model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing,
menyusun lembar kerja siswa (LKK), dan mempersiapkan alat observasi. RPP,
LKK, dan lembar observasi terlampir. Materi pembelajaran pada siklus I ini
adalah mengenal fungsi, konstruksi dan reaksi kimia pada beterai.
1.2 Tindakan
a. Kegiatan Awal
• Guru menjelaskan materi tentang fungsi, konstruksi dan reaksi kimia pada baterai.
• Guru menjelaskan tata cara diskusi kelompok dengan model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing.
• Guru mengkondisikan siswa kedalam kelompok-kelompok yang sudah ditentukan.
b. Kegiatan Inti
• Guru membimbing diskusi kelompok agar berjalan lancar. • Guru membimbing siswa menyelesaikan LKK.
• Guru memberikan penguatan kepada siswa yang aktif. • Guru memberikan skor terhadap aktivitas belajar siswa.
(15)
55
c. Kegiatan Akhir
• Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang paling bagus. • Guru mempersilahkan kelompok paling bagus untuk mempresentasikan
hasil diskusi kelompoknya.
1.3 Observasi dan Evaluasi
Guru dan observer mengobservasi kelompok-kelomok diskusi. Jumlah
kelompok terdiri dari 8 kelompok dan jumlah observer empat orang. Setiap
observer bertanggung jawab terhadap dua kelompok. Mengacu pada tabel 4.1,
berikut adalah grafik hasil observasi aktivitas motorik.
Gambar 4.1
Hasil Observasi Aktivitas Motorik Siklus I
Dari data di atas kita dapat mengetahui bahwa 36 % atau 15 siswa tidak berada
tempat kerja kelompok, 70 % atau 33 siswa tidak berada dalam tugas, dan 75 %
atau 35 siswa tidak mempraktekkan informasi yang disampaikan teman dari
64%
30%
25%
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Aktifitas Motorik
Berada Dalam Tempat Kerja Kelompok
Tetap Berada dalam tugas/memilih alat dan melakukan praktek mempraktekkan informasi yang disampaikan teman
(16)
jumlah siswa 45 siswa. Rerata aktivitas motorik yang dicapai pada siklus I adalah
40 %.
Hasil observasi aktivitas lisan didapat hasil rerata indikator aktivitas lisan
dengan perincian sebagai berikut: 59 % atau 27 siswa tidak bertanya kepada guru
atau teman, 73 % atau 34 siswa tidak mengemukakan pendapat, dan 82 % atau 35
siswa tidak menjawab pertanyaan dari jumlah keseluruhan siswa sebanyak 45
siswa. Rerata aktivitas lisan yang dicapai pada siklus I sebesar 29 %. Mengacu
pada tabel 4.1, berikut adalah grafik hasil observasi terhadap aktivitas lisan.
Gambar 4.2
Hasil Observasi Aktivitas Lisan Siklus I
Tabel 4.2
Hasil Observasi Aktivitas Lisan Siklus I
Rerata indikator aktivitas visual/menggambar/menulis menunjukkan hasil
yang tidak berbeda dengan aktivitas lainnya, yaitu masih rendahnya aktivitas
belajar siswa dengan rarata sebesar 31 % dengan perincian, sebesar 55 % atau 24
siswa tidak mengerjakan soal, 77 % atau 34 siswa mencatat, dan 75 % atau 33
41%
27%
18%
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Aktifitas Lisan
Bertanya kepada teman atau guru
Mengemukakan Pendapat
(17)
57
siswa tidak mencatat hasil diskusi. Mengacu pada tabel 4.1 berikut adalah tabel
hasil observasi terhadap aktivitas visual/menggambar/menulis.
Gambar 4.3
Hasil Observasi Aktivitas Visual/Menggambar/Menulis Siklus I
Dari setiap indikator aktivitas belajar yang diukur (motoik, lisan, dan
visua/menggambar/menulis) pada siklus I, aktivitas belajar siswa pada siklus I
dikategorikan kurang yaitu mencapai 33 %. Karena belum memenuhi target
tindakan, maka dilakukan perbaikan-perbaikan untuk diterapkan pada siklus
selanjutnya (siklus kedua).
1.4 Refleksi
Berdasarkan analisis terhadap hasil observasi aktivitas belajar siswa, maka
penulis mengidentifikasi beberapa kekurangan pembelajaran pada siklus I:
1. Masih banyak siswa yang tidak berada dalam tugas atau tidak
berkontribusi dalam kerja kelomok.
2. Siswa banyak yang tidak mempraktekkan informasi dari teman.
45%
23% 25%
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Aktifitas visual/menggambar/menulis
Mengerjakan Soal
Mencatat Temuan-temuan Mencatat hasil diskusi
(18)
3. Siswa masih merasa malu mengemukakan pendapat.
4. Siswa kesulitan menjawab pertanyaan.
5. Siswa masih merasa malu bertanya kepada teman atau guru.
6. Siswa masih banyak yang tidak mengerjakan tugas.
7. Siswa banyak yang tidak mencatat temuan-temuan.
8. Siswa banyak yang tidak mencatat hasil diskusi.
Berdasarkan analisis terhadap lembar observasi aktivitas guru (terlampir), penulis
mengidentifikasi kelemahan-kelemahan pada pembelajaran siklus I, yaitu :
1) Penjelasan guru tentang prosedur model pembelajaran tipe round
table belum jelas.
2) Guru tidak membimbing diskusi secara merata.
3) Persiapan guru masih kurang.
4) Guru kurang mengatur alokasi jam pelajaran.
Untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan pada pembelajaran siklus I,
maka penulis menentukan tindakan-tindakan yang akan dilakukan pada siklus II:
1) Guru menegur siswa yang tidak berkontribusi dalam kerja kelompok.
2) Guru meminta siswa untuk mengemukakan urgensi kebersamaan
dalam mengerjakan tugas dan kehidupan sehari-hari.
3) Guru menjelaskan bahwa apapun pendapat seseorang tetap akan
berharga dan akan dihargai.
4) Guru menjanjikan penghargaan bagi siswa yang mengemukakan
(19)
59
5) Guru meminta siswa untuk menjawab pertanyaan.
6) Guru memunculkan kasus-kasus dalam kehidupan sehari-hari tentang
baterai agar bertanya kepada guru atau teman jika menemukan
kesulitan.
7) Guru menegur siswa yang tidak mengerjakan tugas.
8) Guru membimbing siswa untuk mencari hal-hal penting dalam
disksusi.
9) Guru menegur siswa yang tidak mencatat hasil diskusi.
10) Guru menjelaskan kembali tentang metode pembelajaran yang
menekankan pada pemberian penghargaan bagi individu dan
kelompok yang aktif mengerjakan tugas dan berdiskusi.
11) Guru membimbing siswa secara merata agar dapat menyimpulkan dan
mencatat temuan hasil diskusi.
12) Guru meminta siswa agar menyelesaikan tugas tepat waktu.
2. Siklus Kedua
2.1Perencanaan Tindakan
Sebelum melakukan tindakan, penulis melakukan perencanaan, yaitu
menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang berorientasi pada model
pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing, menyusun lembar kerja siswa
(LKK), dan mempersiapkan alat observasi. RPP, LKK, dan lembar observasi
untuk siklus II terlampir. Kegiatan guru difokuskan pada hal-hal yang telah
ditentukan pada hasil refleksi siklus I, yaitu:
(20)
2) Guru meminta siswa untuk mengemukakan urgensi kebersamaan dalam
mengerjakan tugas dan kehidupan sehari-hari.
3) Guru menjelaskan bahwa apapun pendapat seseorang tetap akan berharga
dan akan dihargai.
4) Guru menjanjikan penghargaan bagi siswa yang mengemukakan
pendapat.
5) Guru meminta siswa untuk menjawab pertanyaan.
6) Guru memunculkan kasus-kasus dalam kehidupan sehari-hari tentang
baterai agar bertanya kepada guru atau teman jika menemukan kesulitan.
7) Guru menegur siswa yang tidak mengerjakan tugas.
8) Guru membimbing siswa untuk mencari hal-hal penting dalam disksusi.
9) Guru menegur siswa yang tidak mencatat hasil diskusi.
10) Guru menjelaskan kembali tentang metode pembelajaran yang
menekankan pada pemberian penghargaan bagi individu dan kelompok
yang aktif mengerjakan tugas dan berdiskusi.
11)Guru membimbing siswa secara merata agar dapat menyimpulkan dan
mencatat temuan hasil diskusi.
12)Guru meminta siswa agar menyelesaikan tugas tepat waktu.
Materi pembelajaran pada siklus kedua mengenai perawatan dan perbaikan
baterai. Materi pada perawatan dan perbaikan meliputi langkah-langkah
perawatan, perawatan secara visual, perawatan menggunakan alat, cara pengisian
(21)
61
2.2 Pelaksanaan
a. Kegiatan Awal
• Guru menjelaskan materi tentang perawatan dan perbaikan baterai. • Guru menjelaskan kembali tata cara diskusi kelompok dengan model
pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing dengan
menekankan pada perolehan penghargaan bagi siswa dan kelompok
yang aktif berdiskusi.
• Guru mengkondisikan siswa kedalam kelompok-klompok yang sudah ditentukan.
b. Kegiatan Inti
• Guru meminta siswa untuk berdiskusi kelompok agar berjalan lancar. • Guru meminta siswa menyelesaikan LKK dengan benar dan tepat
waktu.
• Guru memberikan penguatan kepada siswa yang aktif dengan langsung menulis nilai didepan siswa.
• Guru meminta siswa yang belum aktif mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan, dan bertanya kepada teman.
c. Kegiatan Akhir
• Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang paling bagus.
• Guru mempempersilahkan kelompok paling bagus untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.
(22)
77%
64%
61%
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Aktifitas Motorik
Berada Dalam Tempat Kerja Kelompok
Tetap Berada dalam tugas/memilih alat dan melakukan praktek mempraktekkan informasi yang disampaikan teman
2.3 Observasi
Berdasarkan hasil observasi, rerata indikator aktivitas motorik pada
siklus II adalah 67 % dengan perincian sebagai berikut : 23 % atau 10 siswa tidak
berada dalam tempat kerja kelompok, 36 % atau 16 siswa tidak berada dalam
tugas, dan 39 % atau 17 siswa tidak mempraktekkan informasi yang disampaikan
teman. Mengacu pada tabel 4.1, berikut adalah grafik hasil observasi terhadap
aktivtas motorik.
Gambar 4. 4
Hasil Observasi Aktivitas Motorik Siklus II
Rerata indikator aktfitas lisan pada siklus II sebesar 54 % dengan
perincian sebagai berikut : 50 % atau 22 siswa tidak bertanya kepada teman atau
guru, 43 % atau 19 siswa tidak mengemukakan pendapat, dan 55 % atau 20 siswa
tidak menjawab pertanyaan. Mengacu pada tabel 4.1, berikut adalah hasil
(23)
63
Gambar 4.5
Hasil Observasi Aktivitas lisan Siklus II
Rerata indikator aktivitas visual/menggambar/menulis sebesar 53 %
dengan perincian 45 % atau 20 siswa tidak mengerjakan soal, 48 % atau 21 siswa
tidak mencatat atau menggambarkan temuan-temuan, dan 48 % atau 21 siswa
tidak mencatat hasil diskusi. Mengacu pada tabel 4.1, berikut adalah grafik
aktivitas mengerjakan visual/menggambar/mencatat pada siklus II :
Gambar 4.6
Hasil Observasi Aktivitas Visual/menggambar/mencatat Siklus II 50% 57% 55% 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Aktifitas Lisan
Bertanya kepada teman atau guru
Mengemukakan Pendapat
menjawab pertanyaan
55% 52% 52%
0 20 40 60 80 100 Aktifitas visual/menggambar/menulis Mengerjakan Soal Mencatat Temuan-temuan
(24)
Dari setiap indikator aktivitas belajar yang diukur (motorik, lisan, dan
visual/menggambar/menulis), aktivitas belajar siswa pada siklus II dikategorikan
cukup, prosentasi aktivitas belajar pada siklus II hanya mencapai 58 % atau
meningkat dari siklus I yang menghasilkan prosentase aktivitas belajar sebesar 33
%. Sesuai dengan sasaran tindakan yang telah ditentukan, yaitu rerata perolehan
minimal aktiviats belajar adalah 65 %, maka perolehan prosentasi aktivitas belajar
pada siklus II masih tidak mencapai sasaran penelitian. Oleh karena itu perlu
diadakan analisis-analisis pada pelaksaaan pembelajaran siklus II ini. Hasil
analisis dituangkan dalam tahap refleksi. Berikut adalah rincian perolehan rerata
aktivitas belajar pada siklus II.
1.4Refleksi
Berdasarkan analisis terhadap hasil observasi aktivitas belajar siswa, maka
penulis mengidentifikasi beberapa kekurangan pada siklus II:
1) Siswa masih merasa malu bertanya kepada teman atau guru, dikuasai oleh
siswa tertentu.
2) Siswa masih kesulitan mengemukakan pendapat.
3) Siswa masih merasa malu menjawab pertanyaan.
4) Siswa masih kesulitan mengerjakan soal.
5) Siswa masih kesulitan menggambarkan temuan-temuan diskusi.
6) Siswa masih malas mencatat hasil diskusi.
Sedangkan berdasarkan analisis terhadap lembar observasi aktivitas guru
(terlampir), penulis mengidentifikasi kelemahan-kelemahan pada pembelajaran
(25)
65
1) Guru tidak membimbing diskusi secara merata.
2) Guru kurang mengatur alokasi jam pelajaran.
Berdasarkan kelemahan-kelemahan yang ditemukan dari hasil observasi
maka penulis dapat menentukan tindakan-tindakan perbaikan untuk dilakukan
pada siklus III. Berikut adalah tindakan-tindakan yang dimaksud :
1) Guru mengkondisikan siswa yang aktif berdiskusi dan memberikan
kesempatan kepada siswa yang belum aktif.
2) Menyebut siswa-siswa yang mendapatkan nilai bagus, hal ini
dimaksudkan untuk memotivasi siswa yang belum aktif untuk mengikuti
teman-temannya yang sudah mendapatkan nilai bagus.
3) Guru mengakrabi siswa, hal dilakukan untuk menghilangkan
kecanggungan bertanya kepada guru atau teman.
4) Guru menjelaskan tanggung jawab individu terhadap kelompoknya, hal ini
bertujuan agar siswa bekerja sama untuk mengerjakan tugas kelompok
secara bersama-sama.
5) Guru meminta siswa untuk diskusi kelompok agar siswa dapat
menyimpulkan temuan-temuan dalam diskusi.
6) Guru meminta siswa untuk berdiskusi kelompok agar siswa dapat
mencatat hasil diskusi.
7) Guru memberikan penghargaan terhadap kelompok yang mengerjakan
tugas tepat waktu.
(26)
3. Siklus III
1.1 Perencanaan Tindakan
Sebelum melakukan tindakan, penulis melakukan tindakan-tinadakan
perencanaan, yaitu menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang
berorientasi pada model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing,
menyusun lembar kerja siswa (LKK), dan mempersiapkan alat observasi. RPP,
LKK, dan lembar observasi untuk siklus III terlampir.
Kegiatan guru difokuskan pada hal-hal yang telah ditentukan pada refleksi
siklus II, yaitu:
1) Guru mengkondisikan siswa yang aktif berdiskusi dan memberikan
kesempatan kepada siswa yang belum aktif.
2) Menyebut siswa-siswa yang mendapatkan nilai bagus, hal ini
dimaksudkan untuk memotivasi siswa yang belum aktif untuk mengikuti
teman-temannya yang sudah mendapatkan nilai bagus.
3) Guru mengakrabi siswa, hal dilakukan untuk menghilangkan
kecanggungan bertanya kepada guru atau teman.
4) Guru menjelaskan tanggung jawab individu terhadap kelompoknya, hal ini
bertujuan agar siswa bekerja sama untuk mengerjakan tugas kelompok
secara bersama-sama.
5) Guru meminta siswa untuk diskusi kelompok agar siswa dapat
menyimpulkan temuan-temuan dalam diskusi.
6) Guru meminta siswa untuk berdiskusi kelompok agar siswa dapat
(27)
67
7) Guru memberikan penghargaan terhadap kelompok yang mengerjakan
tugas tepat waktu.
Pertemuan ini adalah melakukan pemeriksaan baterai secara visual dan
pemeriksaan menggunakan AVO meter dan hydrometer. Hasil pemeriksaan secara
visual maupun menggunakan alat, didugunakan untuk melakukan perawatan
baterai. Perawatan yang dimaksud adalah mengisi kembali cairan elektrolit,
menghilangkan karbon pada terminal, dan mengisi kembali baterai kalau
semuanya diperlukan.
3.2 Pelaksanaan
a. Kegiatan Awal
• Guru menjelaskan materi menjelaskan kembali langkah pekerjaan yang harus dilakukan siswa dan keselamatan dan kesehatan kerja. • Guru mengumumkan siswa-siswa yang mendapatkan nilai bagus. • Guru mengkondisikan siswa kedalam kelompok-kelompok yang
sudah ditentukan.
b. Kegiatan Inti
• Guru membimbing diskusi kelompok agar berjalan lancar. • Guru membimbing siswa menyimpulkan temuan-temuan.
• Guru membimbing siswa menyelesaikan LKK dengan benar dan tepat waktu.
• Guru memberikan penguatan kepada siswa yang aktif dengan langsung menulis nilai didepan siswa.
(28)
• Guru memotivasi siswa yang belum aktif mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan, dan bertanya kepada teman.
c. Kegiatan Akhir
• Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang paling bagus.
• Guru mempersilahkan kelompok paling bagus untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.
3.3 Observasi
Berdasrkan hasil observasi pada siklus III, rerata indikator aktivitas motorik
sebesar 79 % dengan perincian sebagai berikut : 20 % atau 8 siswa tidak berada
dalam tempat kerja kelompok, 22 % atau 9 siswa tidak berada dalam
tugas/memilih alat dan melakukan praktek, dan 33 % atau 14 siswa tidak
mempraktekkan informasi yang disampaikan teman. Mengacu pada tebel 4.1,
berikut adalah grafik aktivitas belajar siswa untuk indikator aktivitas motorik.
Gambar 4.7
Hasil Observasi Aktivitas Motorik Siklus III
Rerata indikator aktivitas lisan pada siklus III sebesar 72 % dengan
perincian sebagai berikut: 27 % atau 11 siswa tidak bertanya kepada teman atau
(29)
69
tidak menjawab pertanyaan. Mengacu pada tabel 4.1, berikut grafik aktfivitas
belajar siswa untuk indikator aktivitas lisan.
Gambar 4.8
Hasil Observasi Aktivitas Lisan Siklus III
Sedangkan rerata indikator aktivitas visual/menggambar/menulis sebesar 70
% dengan perincian 31 % atau 13 siswa tidak mengerjakan soal, 27 % atau 11
siswa tidak mencatat atau menggambarkan temuan-temuan, dan 33 %atau 14
siswa tidak mencatat hasil diskusi. Mengacu pada tabel 4.1, berikut grafik
Aktivitas visual.
Gambar 4.9
Hasil observasi aktivitas visual/menggambar/mencatat Siklus III 3.4 Refleksi
Dari seluruh indikator aktivitas belajar (motorik, lisan, dan
visual/menggambar dan menulis) yang diukur, diperoleh aktivitas belajar pada
siklus III sebesar 73 %. Karena penelitian tindakan kelas sudah mencapai sasaran
69% 73% 67%
0 20 40 60 80 100
Aktifitas visual/menggambar/menulis
Mengerjakan Soal
Mencatat Temuan-temuan
(30)
tindakan, maka penelitian tindakan dianggap cukup. Oleh karena itu, dalam
pembahasan pembelajaran siklus III tidak mengungkap refleksi proses
pembelajarn siklus III. Berikut adalah grafik hasil observasi aktivitas belajar siswa
tiap siklus untuk seluruh indikator aktivitas belajar siswa yang diukur.
Gambar 4.10
Grafik Aktivitas Belajar Tiap Siklus
Secara keseluruhan, aktivitas belajar siswa meningkat dari setiap siklus
yang telah dilaksanakan. Pada siklus I, rerata prosentase aktivitas motorik hanya
40 % atau diketagorikan kurang dan meningkat 67 % pada siklus II. Sedangkan
pada siklus ke III, rerata prosentase aktivitas motorik siswa meningkat lagi mejadi
79 % atau diketagorikan baik. Aktivitas belajar untuk indikator aktivitas lisan,
pada siklus I didapat rerata prosetasi sebesar 29 % atau diketagorikan kurang.
Pada siklus II, aktivitas lisan meningkat dari 29 % menjadi 54 % atau
diketagorikan cukup. sedangkan pada siklus III, rerata prosentasi aktivitas lisan
meningkat menjadi 72 % atau dikategorikan baik. Akitifitas
visual/menggambar/menulis pada setiap siklus juga meningkat. Pada siklus I,
rerata prosentasi akifitas visual/menggambar/menulis sebesar 31 % atau
dikategorikan kurang. Pada siklus II meningkat menjadi 55 % atau diketagorikan,
dan meningkat lagi menjadi 69 % atau dikategorikan baik. 4 0 %
29 % 3 1%
6 7 %
54 % 5 3 %
7 9 %
71 % 7 0 %
0 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 0 1 0 0
A ktifitas Motor ik A ktifitas L isan A ktifitas Visua/Menggambar/menulis
P r o se n oa se S is w a ( 0 % )
Indikaoor Akoifioas Be lajar
Grafik Akoifioas Belajar Tiap Siklus
Siklus I Siklus II Siklus III
(31)
71
C. Pembahasan
Peningkatan aktivitas belajar ini sesuai dengan pernyataan Isjoni (2007)
yang menyatakan bahwa salah satu manfaat dari pembelajaran kooperatif adalah
dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan pengetahuan, sikap,
dan keterampilannya dalam suasana belajar mengajar yang bersifat terbuka dan
demokratis.
Peningkatan aktivitas belajar siswa dipengaruhi oleh model pembelajaran
kooperatif tipe kancing gemerincing, karena menurut Lie (2008) pada kancing
gemerincing semua siswa dipastikan mempunyai kesempatan untuk berdiskusi
secara aktif. Hal ini dikarenakan setiap siswa memiliki kesempatan yang sama
untuk melakukan aktivitas diskusi, yaitu dua kali kesempatan. Bagi siswa yang
telah habis jatahnya tidak boleh melakukan aktivitas belajar diskusi kelompok
kecuali jatah setiap siswa sudah habis dan tugas kelompok masih belum selesai.
Selain siswa dipastikan mendapatkan kesempatan berdiskusi yang sama,
siswa juga mendapatkan penghargaan secara individu maupun kelompok.
Penghargaan ini menjadi salah satu pendorong siswa untuk berperan aktif dalam
diskusi. Hal ini sejalan dengan teori operant conditioning dari Skinner yang
merupakan pengembangan dari teori koneksionismenya Thorndike. Menurut teori
operant conditioning, siswa akan belajar dengan giat dan dia dapat menjawab
semua pertanyaan dalam ulangan atau ujian, jika guru memberikan penghargaan
(32)
1) Siklus Pertama
Hasil observasi aktivitas belajar siswa pada siklus I menunjukkan aktivitas
belajar berada dalam kategori cukup tapi belum mencapai kriteria keberhasilan
tindakan. Hasil observasi setelah melakukan pembelajaran siklus I, rerata aktivitas
belajar siswa sebesar 33 %. Kekurangan-kekurangan yang menyebabkan tidak
tercapai kriteria keberhasilan tindakan diidentifikasi sebagai berikut.
1) Masih banyak siswa yang tidak berada dalam tugas atau tidak
berkontribusi dalam kerja kelomok.
2) Siswa banyak yang tidak mempraktekkan informasi dari teman.
3) Siswa masih merasa malu mengemukakan pendapat.
4) Siswa kesulitan menjawab pertanyaan.
5) Siswa masih merasa malu bertanya kepada teman atau guru.
6) Siswa masih banyak yang tidak mengerjakan tugas.
7) Siswa banyak yang tidak mencatat temuan-temuan.
8) Siswa banyak yang tidak mencatat hasil diskusi.
9) Penjelasan guru tentang prosedur model pembelajaran tipe round table
belum jelas.
10)Guru tidak membimbing diskusi secara merata.
11)Persiapan guru masih kurang.
(33)
73
Hamalik (2009: 170) mengemukakan adanya temuan-temaun baru dalam
psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Berdasarkan hasil penelitian para
ahli pendidikan ternyata, bahwa:
Siswa adalah suatu organisme yang hidup, di dalam dirinya beraneka ragam kemungkinan dan potensi yang hidup yang sedang berkembang. Di dalam dirinya terdapat prinsip aktif, keinginan untuk berbuat dan bekerja sendiri. Prinsip aktif inilah yang mengendalikan tingkah laku siswa. Pendidikan perlu mengarahkan tingkah laku dan perbuatan itu menuju ke tingkat perkembangan yang diharapkan. Potensi yang hidup itu perlu mendapat kesempatan yang luas untuk berkembang, tanpa pengarahan dikhawatirkan terjadi penyimpangan perkembangan dari tujuan yang telah ditentukan.
Guru sudah mengarahkan tingkah laku siswa kepada lingkungan belajar yang aktif
dan dalam suasana kebersamaan. Tapi lingkungan yang diciptakan guru belum
bisa meningkatkan aktivitas belajar siswa yang ditargetkan.
Ketidak tercapaian target aktivitas belajar siswa bisa dimaklumi karena
aktivitas belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu aktivitas jasmani yang bisa
diamati langsung dan aktivitas rohani yang relatif sulit diukur. Selain itu aktivitas
belajar juga dipengaruhi oleh motivasi dan minat siswa.
Tugas guru adalah merangsang agar minat dan motivasi siswa muncul. J.
Dewey (Hamalik, 2009: 176) menggunakan metode problem solving untuk
menarik minat dan motivasi belajar siswa. Dalam penelitian ini guru merangsang
minat dan motivasi siswa dengan penghargaan dan penguatan tingkah laku siswa
dalam lingkup metode pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing..
Pemberian penghargaan dan penguatan kepada siswa pada siklus I sudah
dilakukan tapi masih kurang, hal ini bisa dilihat dari hasil observasi aktivitas guru
yang tidak membimbing diskusi kelompok secara merata. Penghargaan dan
(34)
2) Siklus Kedua
Pada siklus kedua, aktivitas belajar siswa meningkat dari 33 % menjadi 58
%. Kekurangan-kekurangan proses pembelajaran pada siklus kedua lebih sedikit
dibandingkan kekurangan-kekurangan pada siklus pertama. Berikut adalah
kekurangan-kekurangan proses pembelajaran pada siklus kedua.
1) Siswa masih merasa malu bertanya kepada teman tau guru, dikuasai oleh
siswa tertentu.
2) Siswa masih kesulitan mengemukakan pendapat.
3) Siswa masih merasa malu bertanya kepada teman atau guru.
4) Siswa masih kesulitan mengerjakan soal.
5) Siswa masih kesulitan menggambarkan temuan-temuan diskusi.
6) Siswa masih malas mencatat hasil diskusi.
7) Guru tidak membimbing diskusi secara merata.
8) Guru kurang mengatur alokasi jam pelajaran.
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran berjama'ah,
keberhasilan jama'ah ditentukan oleh para angotanya sendiri. Lie (2008: 30)
mengemukakan bahwa dua dari lima karakteristik pembelajaran kooperaitf
adalah:
1) Saling Ketergantungan Positif. Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada setiap anggotanya. Dengan Cooperative Learning mau tidak mau setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil.
2) Tanggung Jawab Perseorangan. Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.
(35)
75
Seharusnya siswa tidak merasa malu bertanya kepada teman atau guru,
mengemukakan pendapat, dan menjawab pertanyaan jika siswa memiliki rasa
tanggung jawab terhadap kelompok dan dirinya sendiri. Karena pembelajaran
kooperatif menilai kerjasama kelompok.
Guru juga harus menjelaskan urgensi dan nilai-nilai gotong royong seperti
saling introspeksi antar anggota kelompok dan saling mendengarkan pendapat
teman anggota kelompoknya. Karena keberhasilan kelompok juga bergantung
kepada anggota yang lainnya. Lie (2008: 30) mengemukakan sebagai berikut.
Komunikasi Antar Anggota. Unsur ini juga menghendaki agar para siswa dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak semua siswa memiliki keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.
Sikap saling introspeksi diri antar anggota kelompok, diharapkan akan
terjalin kerja sama dan saling ketergantungan positif antar siswa. Karena menurut
Jarolimek & Parker (Isjoni, 2007 : 24-25) di situlah letak keunggulan
pembelajaran kooperatif dibandingkan model pembelajaran yang lain. Menurut
Jarolimek & Parker, keunggulan pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1) Saling ketergantungan yang positif.
2) adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu. 3) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas. 4) suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.
5) terjalannya hubungan yang hangat.
6) memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi menyenangkan.
(36)
3) Siklus Ketiga
Aktivitas belajar siswa pada siklus ketiga sudah mencapai kriteria
keberhasilan tindakan yang telah ditentukan. Aktivitas belajar siswa pada siklus
ketiga mencapai 73 %, sedangkan kriteria keberhasilan tindakan adalah 65 %.
Keberhasilan tindakan ini tidak hanya ditentukan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe kancing gemerincing, tapi dipengaruhi juga oleh penerapan konsep
pembelajaran kooperatif pada umumnya dan kreatif guru dalam menggunakan
beberapa teknik dan teori belajar.
Konsep pembelajaraan kooperatif yang mempengaruhi peningkatan
aktivitas belajar pada penelitian ini adalah penerapan penghargaan individu
maupun kelompok, penerapan karakteristik pembelajaran kooperatif dan
penerapan keunggulan pembelajaran koopratif.
Teori yang mempengaruhi peningkatan aktivitas belajar siswa pada
penelitian ini adalah teori penguatan tingkah laku dan operant conditioning. Teori
operant conditioning digunakan untuk memberikan penghargaan terhadap kerja
sama kelompok dan tanggung jawab kelompok karena menurut teori operant
conditioning, siswa akan belajar dengan giat dan dia dapat menjawab semua
pertanyaan dalam ulangan atau ujian, jika guru memberikan penghargaan kepada
(37)
77 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka Penulis dapat
menyimpulkan bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing
telah meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X TMO 3 SMK Taruna Mandiri
pada kompetensi dasar Memelihara/Servis dan Mengisi Baterai dengan kategori
indikator aktivitas belajar sebagai berikut:
1) Siswa yang tetap berada dalam kerja kelompok, pada setiap siklus
dikategorikan baik.
2) Siswa yang tetap berada dalam tugas/memilih alat dan melakukan praktek,
pada siklus I dikategorikan kurang, siklus II baik, dan siklus III baik.
3) Prosentase siswa yang mempraktikan informasi yang disampaikan teman,
pada siklus I kurang, siklus II baik, dan siklus III baik.
4) Prosentase siswa yang bertanya kepada teman atau guru, pada siklus I
cukup, siklus II baik, dan siklus III baik.
5) Prosentase siswa yang mengemukakan pendapat, pada siklus I cukup,
siklus II baik, dan siklus III baik.
6) Prosentase siswa yang menjawab pertanyaan, pada siklus I cukup, siklus II
baik, dan siklus III baik.
7) Prosentase siswa yang mengerjakan soal, pada siklus I cukup, siklus II
(38)
8) Prosentase siswa yang melihat/mencatat/menggambarkan temuan-temuan,
pada siklus I cukup, siklus II baik, dan siklus III baik.
9) Meningkatkan prosentase siswa yang mencatat hasil diskusi, pada siklus I
cukup, siklus II baik, dan siklus III baik.
B. Saran
Berdasarkan analisis dan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis,
maka penulis menyarakan beberapa hal yang :
1. Siswa harus bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan kelompoknya dan
harus saling mengevaluasi kenerja kelompoknya agar semua potensi yang ada
dalam setiap individu dapat berkembang.
2. Saat pembelajaran berlangsung, guru harus memberikan batasan-batasan
waktu pada siswa dalam menyelesaikan aktivitasnya dan guru harus
menekankan pada penghargaan terhadap aktivitas individu dan kelompok agar
siswa termotivasi untuk aktif sehingga pembelajaran tidak membosankan.
3. Kepala sekolah perlu mengadakan pembelajaran kolaboratif antara guru-guru,
karena model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincingmemerlukan
guru mitra dalam pelaksanaannya dan agar semua guru bisa menerapkan
(39)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S.(1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rinerka Cipta.
Arikunto, S., Suhardjono, dan Supardi. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen Pendidikan Indonesia. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi (edisi 2004). Jakarta: Depdiknas.
Departemen Pendidikan Indonesia. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
Departemen Pendidikan Indonesia. (2003). UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarata : Depdiknas.
Djohar, A. (2007). “Pendidikan Teknologi kejuruan” dalam Rujukan Filsafat, Teori, dan Praksis Ilmu Pendidikan. Bandung : UPI Press.
Dwiyogi, FT. (2008). Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Round Table Pada Mata Diklat Dtm Terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Peserta Diklat Tingkat I Di SMK Negeri 8 Bandung. Skripsi pada FPTK UPI Bandung : tidak diterbitkan.
Hamalik, O. (2009). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Isjoni. (2007). Cooperative Learning. Bandung : ALFABETA.
Kunandar. (2008). Langkah Mudah PTK Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Lie, A. (2008). Cooperatif Learning (Mempraktikan Cooperatif Learning di Ruang-ruang Kelas). Jakarta: Grasindo.
Natawidjaja, R. (2007). “Pendidikan Teoritis” dalam Rujukan Filsafat, Teori, dan Praksis Ilmu Pendidikan. Bandung : UPI Press.
Mabroer, A. (2006). Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Untuk Meningkatkan Keaktifan Siswa Dalam Pembelajaran Fisika Kelas X-C Semester Genap Tahun Pelajaran 2005/2006 Di Sman I Lembang. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung : Tidak diterbitkan.
Nasution.(1996). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta : Bumi Aksara.
(40)
Raely, N. (2005). Pengaruh Cooperative Learning terhadap Motivasi Belajar Siswa pada Pembelajaran PPKn. Skripsi UPI Bandung : Tidak diterbitkan.
Sudjana, N. (1990). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sugandi, A.S. (2002). Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika Melalui Model Belajar Kooperatif Tipe Time Assisted Individualization (TAI) pada Siswa Sekolah Menengah Umum. Tesis pada PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Sukmadinata, N. Syaodih. (2007). “Psikologi Pendidikan” dalam Rujukan Filsafat, Teori, dan Praksis Ilmu Pendidikan. Bandung : UPI Press.
Sulastri, E. (2009). Upaya Meningkatkn Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung.: Tidak diterbitkan.
Sumarna, N. (2006). Batteray Sebagai Elektro Chemical Storage untuk Mensuplay Tenaga Listrik pada Auto Mobil. Pedoman Praktek kejuruan pada FPTK UPI Bandung : Tidak diterbitkan.
Surya, M. (2004). Psikologi Pembelajaran & Pengajaran. Bandung : Pustaka bani Quraisy.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2009). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
(1)
Seharusnya siswa tidak merasa malu bertanya kepada teman atau guru, mengemukakan pendapat, dan menjawab pertanyaan jika siswa memiliki rasa tanggung jawab terhadap kelompok dan dirinya sendiri. Karena pembelajaran kooperatif menilai kerjasama kelompok.
Guru juga harus menjelaskan urgensi dan nilai-nilai gotong royong seperti saling introspeksi antar anggota kelompok dan saling mendengarkan pendapat teman anggota kelompoknya. Karena keberhasilan kelompok juga bergantung kepada anggota yang lainnya. Lie (2008: 30) mengemukakan sebagai berikut. Komunikasi Antar Anggota. Unsur ini juga menghendaki agar para siswa dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak semua siswa memiliki keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.
Sikap saling introspeksi diri antar anggota kelompok, diharapkan akan terjalin kerja sama dan saling ketergantungan positif antar siswa. Karena menurut Jarolimek & Parker (Isjoni, 2007 : 24-25) di situlah letak keunggulan pembelajaran kooperatif dibandingkan model pembelajaran yang lain. Menurut Jarolimek & Parker, keunggulan pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: 1) Saling ketergantungan yang positif.
2) adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu. 3) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas. 4) suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.
5) terjalannya hubungan yang hangat.
6) memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi menyenangkan.
(2)
76
3) Siklus Ketiga
Aktivitas belajar siswa pada siklus ketiga sudah mencapai kriteria keberhasilan tindakan yang telah ditentukan. Aktivitas belajar siswa pada siklus ketiga mencapai 73 %, sedangkan kriteria keberhasilan tindakan adalah 65 %. Keberhasilan tindakan ini tidak hanya ditentukan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing, tapi dipengaruhi juga oleh penerapan konsep pembelajaran kooperatif pada umumnya dan kreatif guru dalam menggunakan beberapa teknik dan teori belajar.
Konsep pembelajaraan kooperatif yang mempengaruhi peningkatan aktivitas belajar pada penelitian ini adalah penerapan penghargaan individu maupun kelompok, penerapan karakteristik pembelajaran kooperatif dan penerapan keunggulan pembelajaran koopratif.
Teori yang mempengaruhi peningkatan aktivitas belajar siswa pada penelitian ini adalah teori penguatan tingkah laku dan operant conditioning. Teori
operant conditioning digunakan untuk memberikan penghargaan terhadap kerja
sama kelompok dan tanggung jawab kelompok karena menurut teori operant
conditioning, siswa akan belajar dengan giat dan dia dapat menjawab semua
pertanyaan dalam ulangan atau ujian, jika guru memberikan penghargaan kepada anak tersebut dengan nilai tinggi, pujian atau hadiah. (Sukmadinata, 2007: 169).
(3)
77 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka Penulis dapat menyimpulkan bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincing telah meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X TMO 3 SMK Taruna Mandiri pada kompetensi dasar Memelihara/Servis dan Mengisi Baterai dengan kategori indikator aktivitas belajar sebagai berikut:
1) Siswa yang tetap berada dalam kerja kelompok, pada setiap siklus dikategorikan baik.
2) Siswa yang tetap berada dalam tugas/memilih alat dan melakukan praktek, pada siklus I dikategorikan kurang, siklus II baik, dan siklus III baik. 3) Prosentase siswa yang mempraktikan informasi yang disampaikan teman,
pada siklus I kurang, siklus II baik, dan siklus III baik.
4) Prosentase siswa yang bertanya kepada teman atau guru, pada siklus I cukup, siklus II baik, dan siklus III baik.
5) Prosentase siswa yang mengemukakan pendapat, pada siklus I cukup, siklus II baik, dan siklus III baik.
6) Prosentase siswa yang menjawab pertanyaan, pada siklus I cukup, siklus II baik, dan siklus III baik.
7) Prosentase siswa yang mengerjakan soal, pada siklus I cukup, siklus II baik, dan siklus III baik.
(4)
78
8) Prosentase siswa yang melihat/mencatat/menggambarkan temuan-temuan, pada siklus I cukup, siklus II baik, dan siklus III baik.
9) Meningkatkan prosentase siswa yang mencatat hasil diskusi, pada siklus I cukup, siklus II baik, dan siklus III baik.
B. Saran
Berdasarkan analisis dan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis, maka penulis menyarakan beberapa hal yang :
1. Siswa harus bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan kelompoknya dan harus saling mengevaluasi kenerja kelompoknya agar semua potensi yang ada dalam setiap individu dapat berkembang.
2. Saat pembelajaran berlangsung, guru harus memberikan batasan-batasan waktu pada siswa dalam menyelesaikan aktivitasnya dan guru harus menekankan pada penghargaan terhadap aktivitas individu dan kelompok agar siswa termotivasi untuk aktif sehingga pembelajaran tidak membosankan. 3. Kepala sekolah perlu mengadakan pembelajaran kolaboratif antara guru-guru,
karena model pembelajaran kooperatif tipe kancing gemerincingmemerlukan guru mitra dalam pelaksanaannya dan agar semua guru bisa menerapkan model-model pembelajaran modern.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S.(1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rinerka Cipta.
Arikunto, S., Suhardjono, dan Supardi. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen Pendidikan Indonesia. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi (edisi
2004). Jakarta: Depdiknas.
Departemen Pendidikan Indonesia. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
Departemen Pendidikan Indonesia. (2003). UU No. 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Jakarata : Depdiknas.
Djohar, A. (2007). “Pendidikan Teknologi kejuruan” dalam Rujukan Filsafat,
Teori, dan Praksis Ilmu Pendidikan. Bandung : UPI Press.
Dwiyogi, FT. (2008). Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Round Table Pada Mata Diklat Dtm Terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Peserta Diklat
Tingkat I Di SMK Negeri 8 Bandung. Skripsi pada FPTK UPI Bandung :
tidak diterbitkan.
Hamalik, O. (2009). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara. Isjoni. (2007). Cooperative Learning. Bandung : ALFABETA.
Kunandar. (2008). Langkah Mudah PTK Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Lie, A. (2008). Cooperatif Learning (Mempraktikan Cooperatif Learning di
Ruang-ruang Kelas). Jakarta: Grasindo.
Natawidjaja, R. (2007). “Pendidikan Teoritis” dalam Rujukan Filsafat, Teori, dan
Praksis Ilmu Pendidikan. Bandung : UPI Press.
Mabroer, A. (2006). Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Untuk Meningkatkan Keaktifan Siswa Dalam Pembelajaran Fisika Kelas
X-C Semester Genap Tahun Pelajaran 2005/2006 Di Sman I Lembang.
Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung : Tidak diterbitkan.
Nasution.(1996). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta : Bumi Aksara.
(6)
80
Raely, N. (2005). Pengaruh Cooperative Learning terhadap Motivasi Belajar
Siswa pada Pembelajaran PPKn. Skripsi UPI Bandung : Tidak
diterbitkan.
Sudjana, N. (1990). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sugandi, A.S. (2002). Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika Melalui Model Belajar Kooperatif Tipe Time Assisted Individualization (TAI) pada
Siswa Sekolah Menengah Umum. Tesis pada PPS UPI Bandung: Tidak
diterbitkan.
Sukmadinata, N. Syaodih. (2007). “Psikologi Pendidikan” dalam Rujukan
Filsafat, Teori, dan Praksis Ilmu Pendidikan. Bandung : UPI Press.
Sulastri, E. (2009). Upaya Meningkatkn Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa
Melalui Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Skripsi pada
FPMIPA UPI Bandung.: Tidak diterbitkan.
Sumarna, N. (2006). Batteray Sebagai Elektro Chemical Storage untuk
Mensuplay Tenaga Listrik pada Auto Mobil. Pedoman Praktek kejuruan
pada FPTK UPI Bandung : Tidak diterbitkan.
Surya, M. (2004). Psikologi Pembelajaran & Pengajaran. Bandung : Pustaka bani Quraisy.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2009). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.