PENERAPAN COOPERATIF LEARNING TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DI SEKOLAH INKLUSI : Studi Deskriptif tentang Inklusivitas Kelas dan Hasil Belajar Peserta Didik Slow Learner di Kelas V.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN………. LEMBAR PERNYATAAN………. KATA PENGANTAR………...………..………. UCAPAN TERIMA KASIH…………...………..………... ABSTRAK………..……….. DAFTAR ISI………....………. DAFTAR TABEL ……….………….……….. DAFTAR GRAFIK ………. DAFTAR LAMPIRAN……… BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………... B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian………... C. Tujuan Penelitian………... D. Manfaat Penelitian………. E. Definisi Operasional………...………. F. Metode Penelitian……….

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pembelajaran Kooperatif

1. Konsep Pembelajaran Kooperatif ……….. 2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif ………... 3. Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif ……….. 4. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ……….

B.Pendidikan Inklusif dan Pembelajaran Kooperatif ……… C. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam

Mata Pelajaran IPS di Kelas Inklusif ……… D. Hakekat Pembelajaran

1. Konsep Belajar ………. 2. Konsep Hasil Belajar ……….. E. Konsep Lambat Belajar (Slow Learner) ………..

G. Hasil Penelitian Yang Relevan ……….

i ii iii v vii ix xii xiii xiv 1 7 8 8 9 12 14 15 18 19 25 33 35 37 38 39


(2)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian ………. B. Lokasi Dan Subjek Penelitian ………...……... C. Prosedur Penelitian ………. ……….. D. Teknik Pengumpulan Data ……… E. Teknik Analisis Data………..

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Penelitian

1. Inklusivitas ………. a. Inklusivitas Kelas Sebelum Pembelajaran kooperatif ) tipe

STAD……….. b. Inklusivitas Kelas dengan Pembelajaran kooperatif

tipe STAD………. c. Perbandingan inklusivitas sebelum dan dengan

pembelajaran kooperatif tipe STAD……… 2. Hasil Belajar Peserta Didik

a. Sebelum Pembelajaran kooperatif tipe STAD…………... b. Pada pembelajaran kooperatif tipe STAD………. c. Perbandingan Hasil Belajar Peserta Didik Lambat

Belajar Sebelum dan pada pembelajaran kooperatif tipe STAD ………. ...

C. Pembahasan Temuan Penelitian………...

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ………...……… B. Rekomendasi ……….

DAFTAR PUSTAKA ……….

LAMPIRAN-LAMPIRAN ……….. RIWAYAT HIDUP ………..

41 42 45 47 48 50 51 55 58 60 65 66 68 72 75 79 81 123


(3)

DAFTAR TABEL

Halaman

Table 2.1 Perhitungan poin kemajuan………... Table 2.2 Indikator indeks inklusi ……….. Table 3.1 Daftar Peserta Didik ………... Tabel 3.2 Daftar Peserta Didik Berkebutuhan Khusus ………… Tabel 4.1 Daftar Nilai Akademik Peserta Didik ... Tabel 4.2 Daftar Nilai Akademik Peserta Didik Lambat belajar .. Tabel 4.3 Hasil belajar IPS Peserta Didik Lambat Belajar sebelum

Pembelajaran Kooperatif ………... Tabel 4.4 Hasil belajar IPS Peserta Didik Lambat Belajar

Dengan Pembelajaran Kooperatif... Table 4.5 Hasil Belajar IPS Peserta Didik Lambat belajar Sebelum

dan dengan pembelajaran Kooperatif ………

25 32 43 44 61 63

65

66

67


(4)

DAFTAR GRAFIK

Nomor

Halaman 4.1. Grafik Skor 18 indikator pertemuan 1 sebelum Pembelajaran

Kooperatif ... 4.2 Grafik Skor 18 indikator pertemuan 2 sebelum Pembelajaran Kooperatif ... 4.3. Grafik Skor 18 indikator pertemuan 3 sebelum Pembelajaran

Kooperatif ... 4. 4. Grafik Skor 18 indikator pertemuan 1,2 dan 3 sebelum

Pembelajaran Kooperatif ... 4.5 Grafik Skor 18 indikator pertemuan 1 dengan Pembelajaran

Kooperatif ... 4.6. Grafik Skor 18 indikator pertemuan 2 dengan Pembelajaran

Kooperatif ... 4.7 Grafik Skor 18 indikator pertemuan 3 dengan Pembelajaran

Kooperatif ... 4.8. Grafik Perbandingan indeks inklusi sebelum dan dengan

STAD... 4.9. Grafik Perbandingan Hasil Belajar Sebelum dan Dengan

Pembelajaran Kooperatif ... ... 4.10 Grafik Perbandingan Hasil Belajar Peserta Didik Slow Leaner Sebelum

dan dengan Pembelajaran Kooperatif ...

51

52

53

54

55

56 57

59

62

68


(5)

Nomor Halaman

1. Skenario Pembelajaran STAD Pertemuan 1 ... 81

2. Skenario Pembelajaran STAD Pertemuan 2 ... 82

3. Skenario Pembelajaran STAD Pertemuan 3 ... 83

4. RPP STAD Pertemuan 1 ... 86

5. RPP STAD Pertemuan 2 ... 90

6. RPP STAD Pertemuan 3 ... 95

7. Tabel Tentang Deskripsi Perkembangan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD 1... 99

8. Tabel Tentang Deskripsi Perkembangan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD 2... 101

9. Tabel Tentang Deskripsi Perkembangan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD 3... 103

10. Hasil Observasi Indeks Inklusi sebelum STAD ke 1 ... 105

11. Hasil Observasi Indeks Inklusi sebelum STAD ke 2 ... 106

12. Hasil Observasi Indeks Inklusi sebelum STAD ke 3 ... 107

13. Hasil Observasi Indeks Inklusi dengan STAD ke 1 ... 108

14. Hasil Observasi Indeks Inklusi dengan STAD ke 2 ... 109

15. Hasil Observasi Indeks Inklusi dengan STAD ke31 ... 110

16. Rekapitulasi skor inklusivitas dan Hasil Belajar IPS Sebelum dan dengan Pembelajaran Kooperatif ... 111

17. Rekapitulasi Nilai Kuis ... 112

18, Soal-soal pre test ... 113

19. Kunci Jawaban Pre Test ... 117

20. Soal Test Awal ... 117

21. Soal Test Akhir ... 119

22. Lembar Kerja Diskusi Kelompok ... 121


(6)

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam pendidikan, terus menerus melakukan upaya pembaharuan untuk meningkatkan mutu pendidikan, baik secara kuantitas, maupun secara kualitas.

Usaha pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan secara kuantitas diantaranya telah melaksanakan program wajib belajar 9 tahun, program penyetaraan dan mengimplementasikan pendidikan inklusif.

Usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan yang berkualitas diantaranya adalah dengan meningkatkan mutu pembelajaran, karena pembelajaran yang baik akan menghasilkan lulusan yang baik dan berkualitas, mempunyai kompetensi yang diharapkan.

Hal tersebut di atas telah diamanatkan pada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 Tahun 2003, bahwa:

Sisdiknas harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, meningkatkan mutu, relevansi dan efisiensi pengelolaan manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai tuntutan perubahan lokal, nasional, internasional dan global sehingga diperlukan paradigma pembaharuan pendidikan yang diselenggarakan secara terencana, terarah dan berkesinambungan (Dit. PSLB, 2009).

Upaya peningkatan mutu dan relevansi untuk meningkatkan mutu keluaran antara lain adalah dengan peningkatan kualitas proses kegiatan belajar mengajar. Paradigma pembaharuan pendidikan yang berkualitas itu bermuara pada proses pendidikan dan pembelajaran. Proses pembelajaran yang bagaimana


(8)

yang dapat mengakomodasi semua kebutuhan peserta didik, kondusif, seluruh peserta didik dapat belajar dengan baik dan ingin belajar serta merasa terlibat di kelas.

Pendidikan inklusif merupakan paradigma baru dalam system pendidikan nasional, merujuk pada system pendidikan atau lembaga pendidikan yang terbuka bagi semua peserta didik, menghilangkan dikriminatif dalam pendidikan, memberi peluang dan dorongan bahwa semua anak dapat belajar bersama-sama tak terkecuali anak-anak yang mengalami hambatan dalam belajar atau Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Seperti dikemukakan SkjØrten M. D. (2006) sebagai berikut:

Di suatu sekolah yang berkembang menuju inklusi, pendidikan berkualitas harus diberikan dalam lingkungan yang ramah anak dan ramah pembelajaran, dimana keragaman diperkenankan, dirangkul dan diakui sebagai pengayaan untuk semua yang terlibat di dalamnya. Kurikulum serta pendekatan dan metode pengajaran harus ditandai dengan penekanan pada aspek sosial pembelajaran, dialog, kepekaan terhadap kebutuhan dan minat anak, berbagi – daripada bersaing, dan guru serta manajemen kelas yang fleksibel dan kreatif. Semua anak, juga anak-anak yang mengalami hambatan belejar, berkembang dan berpartisipasi, termasuk anak-anak penyandang cacat, mempunyai hak atas pendidikan berkualitas di sekolah yang dekat dengan rumah mereka dan kelas yang sesuai dengan usia mereka.

Dalam hal upaya pembaharuan pembelajaran yang berkualitas membutuhkan perubahan dan perbaikan pola pikir, sikap dan perilaku, kurikulum, program perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan penilaian.

Dengan menganalisis fenomena di atas, guru sebagai penanggung jawab kegiatan belajar mengajar hatus betul-betul mempersiapkan pembelajaran dengan matang dan melaksanakan proses belajar mengajar dengan tepat. Pembelajaran di kelas regular yang terdapat anak berkebutuhan khusus, kendalanya lebih banyak


(9)

dibandingkan dengan pembelajaran di kelas regular dimana tidak terdapat anak-anak berkebutuhn khusus. Sekolah regular atau sekolah umum yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus untuk bersama-sama belajar dengan anak-anak pada umumnya harus melihat perbedaan sebagai suatu kewajaran, memperlakukan yang berbeda dengan sentuhan kasih sayang. “Prinsip pendidikan yang disesuaikan dalam sekolah inklusi menyebabkan adanya tuntutan yang besar terhadap guru regular maupun pendidikan khusus” (Johnson B. H, 2003: 288). Ini menuntut pergeseran besar dari tradisi mengajar materi yang sama kepada semua peserta didik di kelas, menjadi mengajar peserta didik yang berkebutuhan khusus sesuai dengan kebutuhan individualnya.

Pada saat ini pendidikan inklusif sudah dikenal dalam dunia pendidikan, namun pada tahap implementsinya masih banyak kendala-kendala yang ditemukan, terutama dalam pembelajaran di kelas. Masih banyak para guru reguler di sekolah dasar yang belum memahami anak-anak berkebutuhan khusus , sehingga berdampak pada pelayanan di dalam kelas. Masih banyak pembelajaran yang belum mengakomodasi kebutuhan setiap peserta didik yang sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan inklusif. Ainscow (Sunanto, 2000) mengemukakan bahwa “Keterlaksanaan pendidikan inklusif dapat dievaluasi dengan suatu indeks yang disebut indeks for inclusion”

Pada penelitian terdahulu menyatakan bahwa indeks inklusi merupakan gambaran sejauh mana proses pembelajaran di kelas menunjukan derajat inklusivitas. Indeks inklusi yang dicapai oleh sekolah dasar di kota Bandung yang menyelenggarakan pendidikan inkulsif baru sebesar 38,58 dari indeks maksimal


(10)

54, atau baru mencapai (71,4%). Hal ini menggambarkan bahwa inklusivitas dalam pembelajaran di sekolah tersebut belum ideal. (Juang Sonanto, dkk ). Inkulsivitas pembelajaran yang ideal mencerminkan bahwa pembelajaran tersebut telah dapat mengakomodasi setiap kebutuhan peserta didik termasuk peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK).

Untuk menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip inklusif memerlukan kreativitas guru dalam memilih model pembelajaran yang sesuai. Pembelajaran yang mempunyai kaitan dengan konsep pendidikan inklusif adalah pembelajaran kooperatif, karena memiliki beberapa kesamaan pandangan. Slavin (2008) mengatakan bahwa “pembelajaran kooperatif mengacu pada satu set metode pembelajaran dimana peserta didik terdorong atau terpanggil untuk bekerja sama pada tugas akademik, dimana peserta didik bekerja dalam kelompok kecil dan adanya percampuran berbagai kemampuan belajar”. “Belajar secara kelompok berguna untuk membina dan mengembangkan sikap sosial anak” (Djamarah & Zain, 2002). “Cooperative mengandung pengertian bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama” (Hasan H, 1996, dalam Solihatin, 2005). Pada dasarnya pembelajaran kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri (Solihatin, 2005). Sehingga memungkinkan terjadi hubungan saling ketergantungan yang positif, terjadi interaksi secara terbuka.


(11)

Menurut Solihatin E, (2005) mengemukakan beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai berikut:

Dari hasil mengkaji beberapa temuan penelitian terdahulu, tampaknya model cooperative learning menunjukkan efektivitas yang sangat tinggi bagi perolehan hasil belajar siswa, baik dilihat dari pengaruhnya terhadap penguasaan materi pelajaran maupun dari pengembangan dan pelatihan sikap serta keterampilan sosial yang sangat bermanfaat bagi siswa dalam kehidupan di masyarakat.

Salah satu bentuk pembelajaran kooperatif adalah “Student Teams-Achievement Division (STAD)” Student Teams-Achievement Division (STAD) merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. STAD dilaksanakan dengan cara menempatkan peserta didik dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 4 sampai 6 orang, yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, suku atau ras yang berbeda-beda. Mereka menyelesaikan tugas secara bersma-sama di dalam kelompoknya. Dengan demikian pembelajaran kooperatif tipe STAD memungkinkan untuk dapat diterapkan pada kelas penyelenggara pendidikan inklusif, seperti yang dikemukakan Slavin & Steven (2008) adalah:

Penelitian terhadap pembelajaran kooperatif dan hubungannya dengan para siswa yang cacat akademik dengan siswa yang perkembangannya normal secara umum menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat mengatasi hambatan terhadap pertemanan dan interaksi di antara para siswa ini.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD telah digunakan mulai dari kelas dua sampai kelas sebelas, dalam mata pelajaran mulai dari Matematika, Seni Bahasa, Ilmu Sosial, dan Ilmu Pengetahuan Alam (Slavin, 2008).


(12)

Dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas pendidikan, para guru harus mampu memilih model pembelajaran yang cocok dengan keadaan peserta didik dan materi pembelajaran, membuat belajar menjadi menyenangkan, inovatif, kreatif, tidak membosankan, sehingga kompetensi yang telah ditentukan akan tercapai, yang mencakup kognitif, afektif, dan psikomotor. Keberhasilan juga bukan hanya dilihat dari segi akademik, tetapi juga dari segi kompetensi sosial.

Dari beberapa hasil penelitian tentang pembelajaran kooperatif, penulis tertarik untuk menerapkan pembelajaran kooperatif di kelas yang terdapat anak berkebutuhan khusus, dengan harapan terjadi perubahan pembelajaran yang semula kurang memperhatika keberagaman, masih berpusat pada guru, menjadi pembelajaran yang mengaktifkan semua peserta didik termasuk anak berkebutuhan khusus, dan berpusat pada anak. Dengan demikian kelas inklusif yang dicita-citakan seperti semua peserta didik menerima perbedaan, kebutuhan belajar semua peserta didik dapat terpenuhi, semua aktif dan saling bekerja sama secara efektif dan menyenangkan, yang pandai dengan ikhlas membantu yang kurang dan yang kurang mau belajar dari temannya yang pandai, dapat diwujudkan. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang selama ini dianggap sebagai mata pelajaran yang membosankan dengan model pembelajaran konvensional (ceramah), berpusat pada guru, pola interaksi searah, peserta didik masih menjadi objek pembelajaran bukan sebagai subjek, kurang mendorong potensi peserta didik, kurang merangsang untuk belajar mandiri, tujuan sulit dicapai serta prestasi peserta didik yang kurang optimal (Solihatin, 2005), harus diubah lebih terbuka, sehingga mampu memberikan layanan sesuai dengan


(13)

keberagaman dan kebutuhan belajar setiap peserta didik serta hasil belajar dan keterampilan sosial para peserta didik lebih ditingkatkan.

Penelitian ini difokuskan pada tipe pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran IPS dan dibatasi pada peserta didik kelas V dengan asumsi bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana diantara metode-metodel yang lain sehingga memudahkan guru yang baru menerapkan metode pembelajaran kooperatif dan dimungkinkan cocok diterapkan di kelas inklusi karena mengutamakan kerjasama dan sikap saling membantu antara yang kuat dengan yang lemah serta menghargai perbedaan setiap peserta didik. Mata pelajaran yang dipilih dalam penelitian ini adalah mata pelajaran IPS. Kelas yang diambil adalah kelas V dimana terdapat anak berkebutuhan khusus lambat belajar, dengan asumsi bahwa peserta didik kelas V dengan usia berkisar 10-12 tahun, anak pada usia ini sudah memiliki kemampuan untuk mengontrol dirinya, berempati dan merefleksi diri terhadap perilaku dan interaksinya. Ia sudah bisa diajak berdiskusi dan bersikap lebih kooperatif. (Munawir, 2005). Anak usia 10-12 tahun sudah bisa menyampaikan pendapat dan menghargai pendapat orang lain.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas inklusi.

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif tipe Student


(14)

Teams-Achievement Divisions (STAD) dapat meningkatkan inklusivitas kelas dan hasil belajar peserta didik lambat belajar?”

Dari rumusan masalah di atas dijabarkan dalam pertanyaan penelitian berikut:

1. Bagaimana inklusivitas kelas pada pembelajaran IPS dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD?

2. Bagaimana hasil belajar pelajaran IPS peserta didik lambat belajar pada pembelajaran kooperatif tipe STAD?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan secara umum adalah untuk mengetahui penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan inklusivitas kelas dan hasil belajar peserta didik yang lambat belajar di kelas V Sekol.ah Dasar.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui inklusivitas kelas pada pembelajaran IPS dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD?

2. Mengetahui hasil belajar pelajaran IPS peserta didik yang lambat belajar dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD?

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari temuan penelitian ini antara lain:

1. Manfaat teoritis adalah memberikan sumbangan dalam inovasi pendidikan, melalui metode pembelajaran kooperatif, sehingga guru-guru yang mengajar di


(15)

sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dapat diberdayakan untuk mengambil prakarsa profesionalnya secara mandiri.

2. Manfaat praktis sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi guru yang mengajar di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dalam menyusun dan mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran agar dapat mangakomodasi kebutuhan semua peserta didik, termasuk peserta didik berkebutuhan khusus.

3. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan kepada para kepala sekolah dalam mengevaluasi proses, produktivitas pembelajaran dan pengembangan pembelajaran yang berkualitas.

E.Definisi Operasional Variabel

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penapsiran pada penelitian ini, maka perlu dikemukakan beberapa definisi operaasional sebagai berikut:

a. Pembelajaran Kooperatif

Slavin (2008) mengemukakan cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang, dengan struktur kelompok bersifat heterogen. Keberhasilan belajar kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.

Metode pembelajaran kooperatif yang digunakan adalah model Students Team Achievement Divisions (STAD). STAD merupakan salah satu metode


(16)

pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan metode yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif (Slavin, 2008). Dalam pembelajaran kooperatif ini peserta didik dibagi dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4-6 orang, secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll). Model STAD terdiri dari 5 komponen yaitu presentasi kelas, pembentukan tim, kuis/test akhir, perubahan/perkembangan skor individu dan pengakuan tim.

b. InklusivitasKelas

Inklusivitas adalah menggambarkan tentang derajat nilai-nilai inklusi dalam pembelajaran di kelas. Yang dimaksud inklusivitas dalam penelitian ini adalah inklusivitas kelas dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), yaitu derajat nilai-nilai inklusi dalam pembelajaran IPS. Nilai-nilai inklusi ini dapat diobservasi dengan indeks inklusi yang dikembangkan oleh Booth, T, Ainscow, M, dan Kingston, D (2006), yang diterbitkan oleh Centre for Studies on Inclusive Education (CSIE).

c. Hasil Belajar

“Belajar adalah perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha” (Hurlock, 1978: 28). Dalam belajar, anak akan mengembangkan potensi yang diwariskan dan akan menimbulkan perubahan dalam perilaku dan pengetahuan. Menurut Arief Rachman (2005:5) “Hasil belajar adalah sebagai keterampilan akademis dan kepribadian untuk mencapai sukses, diantaranya dengan mempunyai harga


(17)

diri, motivasi, prestasi akademis, hubungan baik, mengenali proses pembelajaran dan bertanggung jawab”.

Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai yang diperoleh peserta didik dalam mata pelajaran IPS.

d. Peserta Didik Lambat Belajar

Ada perbedaan mendasar antara ketunagrahitaan, lambat belajar dan kesulitan belajar, namun sering terjadi kesalahan dalam memahami istilah-istilah tersebut. Hal ini terjadi karena ketiga jenis anak ini sama-sama menunjukkan prestasi yang rendah atau di bawah rata-rata anak pada umumnya. Perbedaan akan tampak apabila dilihat dari tingkat kecerdasan berdasarkan skor IQ. Sebagaimana dikemukakan Rochyadi, E & Alimin, Z, (2005:30) bahwa “Seorang anak dikatakan tunagrahita apabila memiliki skor IQ menyimpang dua standar deviasi (IQ 70 ke bawah), sementara penyimpangan satu standar deviasi (IQ 85-71) tergolong anak yang disebut lambat belajar. Dan selanjutnya dikatakan bahwa anak yang disebut kesulitan belajar (learning disability) sebetulnya memiliki kemampuan kecerdasan rata-rata, bahkan diantara mereka ada yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata.

Anak lambat belajar disebut juga border line dan tidak termasuk pada kelompok tunagrahita, ia menjadi kelompok tersendiri yang memisahkan antara tunagrahita dan normal (Rochyadi, E & Alimin, Z, 2005:30). Munawir (2005: 86) mengemukakan cirri-ciri anak lambat adalah: (1) nilai rata-rata yang dicapai seluruh mata pelajaran kurang dari 6,0, (2) hasil test IQ berkisar


(18)

70-90. Anak dengan lambat belajar memiliki ciri fisik normal, sehingga pada awalnya guru-guru tidak menyadari, tetapi saat di sekolah mereka sulit menangkap materi pelajaran, responnya lambat, kosa kata kurang sehingga saat diajak bicara kurang jelas maksudnya. Yang dimaksud peserta didik lambat belajar dalam penelitian ini adalah peserta didik yang berprestasi sangat rendah (di bawah rata-rata anak pada umumnya) selalu mendapat nilai kurang dari 6,0 untuk seluruh mata pelajaran yang berjumlah 3 orang. Ketiga anak ini menunjukkan salah satu ciri tersebut di atas, maka dengan demikian ketiga anak ini dikatagorikan lambat belajar.

F.Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Dan untuk menganalisis data menggunakan statistik deskriptif. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap inklusivitas kelas pada pembelajaran IPS dan hasil belajar peserta didik yang diduga lambat belajar pada pembelajaran IPS di kelas V Sekolah Dasar X, penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Bandung

Tempat penelitian adalah di SD X Kota Bandung. Pertimbangan memilih sekolah ini adalah karena sekolah ini merupakan sekolah swasta penyelenggara pendidikan inklusif, memiliki jumlah peserta didik berkebutuhan khusus yang cukup banyak, tetapi tidak mempunyai guru pembimbing khusus lulusan Pendidikan Luar Biasa. Lokasinya cukup strategis berada di pusat kota, sehingga memudahkan untuk mengambil data.


(19)

Subyek penelitian ini adalah satu guru kelas V dan tiga peserta didik lambat belajar yang ada di kelas V tersebut.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan observasi dan test. Teknik ini didukung atau dilengkapi dengan studi dokumen. Observasi untuk melihat inklusivitas pembelajaran di kelas dengan menggunakan indeks inklusi dari Booth and Ainscow (2006), dan teknik test untuk melihat hasil belajar IPS peserta didik.


(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini membahas metode penelitian tentang bagaimana pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Acnievement Divisians (STAD) dapat meningkatkan inklusivitas kelas dan hasil belajar peserta didik di sekolah dasar.

Metode penelitian perlu dipertimbangkan agar keilmiahan proses dan keakuratan hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Hal-hal yang akan dibahas pada bab ini adalah tentang metode penelitian, lokasi dan sampel penelitian, prosedur penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

A. Metode Penelitian

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dapat meningkatkan inklusivitas kelas dan hasil belajar peserta didik lambat belajar?” Untuk menjawab permasalahan tersebut penulis perlu menentukan metode yang sesuai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif.

Penelitian deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia. Penelitian ini mengkaji bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan dan perbedaannya dengan fenomena lain (Sukmadinata, 2011:72).


(21)

Penelitian deskriptif ini bersifat kuantitatif karena menggunakan data kuantitatif. Data kuantitatif adalah berupa hasil pengukuran indeks inklusi yang diperoleh sebelum pembelajaran kooperatif tipe STAD dan ketika pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas yang sama dalam pembelajaran IPS, dengan berpedoman pada alat observasi, dan hasil belajar pelajaran IPS sebelum pembelajaran kooperatif tipe STAD dan hasil belajar pelajaran IPS ketika pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan berpedoman pada hasil test. Selain itu juga dilakukan studi dokumentasi dari guru kelas berupa nilai-nilai, dan data kemampuan peserta didik lambat belajar.

B. Lokasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas V SD X yang menyelenggarakan pendidikan inklusif di Kota Bandung. Berdasarkan informasi dari kepala sekolah diketahui bahwa sekolah ini adalah sekolah swasta dengan misi berbasis islam merupakan sekolah yang terbuka bagi semua, termasuk anak berkebutuhan khusus sejak sekolah tersebut didirikan dan jauh sebelum pendidikan inklusif didengungkan oleh pemerintah. SD X merupakan sekolah yang terbuka menerima peserta didik dari berbagai latar belakang, baik sosial, ekonomi, suku, bahasa, maupun keragaman kemampuan peserta didik. Jumlah peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah tersebut cukup banyak karena dari setiap tingkat kelas mempunyai kelas paralel. Kelas 1 dan 2 masing-masing 6 kelas, kelas 3 ada 5 kelas, kelas 4, 5 dan 6 masing-masing 4 kelas. Dari setiap kelas terdapat peserta didik berkebutuhan khusus dari 2 sampai 5 orang.


(22)

Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah guru kelas V SD X untuk melihat inklusivitas kelas, sedangkan untuk melihat hasil belajar peserta didik adalah semua peserta didik yang ada di kelas tersebut sebanyak 34 0rang termasuk peserta didik yang lambat belajar (slow learner) sebanyak 3 orang.

Penelitian ini tidak melakukan generalisasi artinya hasil penelitian tidak digeralisasikan kepada pupolasi sehinggga teknik sampling yang digunakan adalah nonprobability sampling jenis sampling purposive. Dalam hal ini Sugiyono (2006: 95) menjelaskan bahwa sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.

Peserta didik yang menjadi subjek dalam penelitian ini dapat digambarkan pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Daftar Peserta Didik

No Nama Keterangan

1 Fo

2 F

3 IH ABK Lambat Belajar

4 Am

5 Ty

6 Gn

7 Nf

8 Sh

9 An

10 N

11 Mr

12 Al

13 Ar

14 Rv

15 Vn

16 Kh


(23)

Dari 34 orang peserta didik di atas ada diantaranya 3 orang yang termasuk peserta didik berkebutuhan khusus, dan dapat digambarkan pada tabel berikut:

Tabel 3.2

Peserta Didik Berkebutuhan Khusus

No. Urut Nama Siswa Keterangan

1 IH Lambat belajar (slow learner)

2 MF Lambat belajar (slow learner)

3 FZ Lambat belajar (slow learner)

Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2010/2011 yaitu dari tanggal 27 April 2011 sampai dengan 15 Juni 2011.

No Nama Keterangan

18 Md

19 I Z

20 Ps

21 RdD

22 Fy

23 Dn

24 MF ABK Lambat Belajar

25 Fz ABK Lambat Belajar

26 Ts

27 Rsy

28 Fd

29 Ml

30 Thq

31 Mh

32 Wf

33 Ay


(24)

C. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian adalah :

1. Menelaah indikator inklusivitas yang diadaptasi dari Booth & Ainscow 2006 dalam dimensi bermain dan belajar sebanyak 18 indikator indeks inklusi yang dijadikan intrumen untuk mengobservasi pembelajaran yang dilakukan guru. Observasi dilakukan sebelum guru menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD, dan ketika guru mengajar dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.

2. Mengidentifikasi variabel bebas dalam penelitian yang diajukan yaitu pembelajaran kooperatif (cooperatif learning) tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dan mengidentifikasi variabel terikat yaitu inklusivitas kelas dan hasil belajar peserta didik di kelas tersebut termasuk peserta didik yang lambat belajar (slow learner).

3. Memasuki awal penelitian dengan melaksanakan observasi pembelajaran sebelum guru menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD, dengan menggunakan lembar format indeks inklusi yang diadaptasi dari Booth & Ainscow (2006) yang terdiri dari 18 indikator seperti yang ditampilkan pada BAB II tabel 2.1 tentang indeks inklusi.

4. Mengadakan diskusi dengan guru kelas tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD, mulai dari menyiapkan skenario pembelajaran, menentukan materi yang disesuikan dengan SK dan KD yang telah disusun guru kelas pada semester genap tahun pelajaran 2010/2011, menyusun RPP, merencanakan


(25)

cara-cara pengelompokan peserta didik dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD, menyusun alat test, dan menentukan waktu pelaksanaan.

5. Melaksanakan observasi ketika guru menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Observasi dilakukan dengan menggunakan format indeks inklusi yang diadaptasi dari Booth & Ainscow (2006), sama dengan format inklusi yang digunakan untuk mengobservasi sebelum guru menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Selain lembar observasi indeks inklusi dari Booth & Ainscow untuk mengobservasi kegiatan pembelajaran, dicatat juga temuan-temuan lain selama mengadakan observasi, baik sebelum pembelajaran kooperatif maupun ketika menerapkan pembelajaran kooperatif.

6. Memaparkan hasil observasi tentang inklusivitas kelas sebelum menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan hasil observasi tentang inklusivitas kelas pada pembelajaran IPS dengan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD. Menganalisa perbedaan skor inklusivitas kelas pada pembelajaran IPS sebelum pembelajaran kooperatif tipe STAD dan skor inklusivitas kelas pada pembelajaran kooperatif.

7. Memaparkan hasil belajar IPS peserta didik secara keseluruhan sebelum menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan hasil belajar dengan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD. Memisahkan nilai peserta didik yang diduga lambat belajar untuk dianalisis lebih lanjut.


(26)

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data tentang inklusivitas kelas pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di kelas V sebelum dan ketika pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) digunakan teknik observasi karena ingin mengetahui perilaku guru dalam mengajar dan peserta didik dalam belajar serta proses kerja mereka. Seperti yang dikemukakan Sugiyono (2006: 162), teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.

Observasi atau pengamatan dilakukan tiga kali sebelum menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dan tiga kali ketika menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD, dengan menggunakan lembar observasi 18 indeks inklusi yang dikembangkan oleh Booth & Ainscow (2006) dengan kriteria skor sebagai berikut:

Diberi skor 3, jika indikator tampak atau teridentifikasi dengan jelas, Diberi skor 2, jika indikator tampak tetapi meragukan,

Diberi skor 1, jika tidak terjadi atau tidak teridentifikasi.

Untuk mendapatkan data tentang hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), sebelum dan setelah pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) digunakan teknik tes. Tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana dengan cara atau aturan-aturan yang sudah ditentukan (Arikunto, 2010). Dengan melihat hasil test mata pelajaran IPS sebelum menggunakan


(27)

pembelajaran kooperatif tipe STAD dan setelah menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD diharapkan melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD, hasil belajar peserta didik akan lebih meningkat, juga termasuk peserta didik berkebutuhan khusus.

Validasi terhadap instrument test hasil belajar dilakukan dengan validitas isi oleh wali kelas. Karena test hasil belajar yang digunakan sesuai dengan materi pelajaran yang disampaikan. Arikunto (2010) menyatakan validitas isi dimaksud bahwa isi atau bahan yang diuji atau di test relevan dengan kemampuan, pengetahuan, pelajaran, pengalaman atau latar belakang orang yang diuji.

Dalam penelitian ini juga digunakan teknik lain untuk mencatat segala peristiwa saat penelitian, untuk melengkapi hasil observasi digunakan kamera dan video untuk mengabadikan momen-momen selama dalam kegiatan pembelajara, dan studi dokumentasi seperti daftar nilai peserta didk termasuk peserta didk berkebutuhan khusus dalam hal ini adalah anak yang lambat belajar, dokumen rencana pembelajaran yang dibuat wali kelas, nilai perolehan kuis, dan catatan anekdot tentang perilaku peserta didik berkebutuhan khusus selama belajar IPS. Untuk observasi inklusivitas pembelajaran, peneliti melakukannya berssama dua rekan sejawat.

E. Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yang mengandung aspek kualitatif. Data hasil observasi tentang inklusivitas kelas


(28)

merupakan data kuantitatif karena ada skor berupa angka-angka dan juga merupakan data kualitatif karena mengandung kata-kata seperti tampak teridentifikasi, tampak tapi meragukan dan tidak tampak atau tidak teridentifikasi.

Data hasil belajar bukan saja nilai test berupa angka-angka, tapi hasil belajar berupa perilaku keterampilan sosial selama belajar IPS.

Data tersebut selanjutnya diolah dengan menggunakan satustik deskriptif karena peneliti tidak bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi. Sugiyono (2010: 164) menjelaskan bahwa: statistik dekriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi.

Data hasil observasi tentang inklusivitas kelas akan disajikan dalam tabel, grafik dan perhitungan prosentase. Data hasil belajar peserta didik secara keseluruhan dan hasil belajar peserta didik berkebutuhan khusus yaitu peserta didik lambat belajar (slow learner), akan disajikan berupa tabel dan grafik. Sugiyono (2010: 165) mengemukakan bahwa yang termasuk statistik deskriptif antara lain adalah penyajian data melalui tabel, grafik, diagram lingkaran, pictogram, perhitungan modus, median, mean (pengukuran tendensi sentral), perhitungan rata-rata dan standar deviasi, perhitungan prosentase.


(29)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan temuan penelitian dan analisis hasil penelitian tentang Bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan inklusivitas kelas dan hasil belajar peserta didik di Sekolah Dasar Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pertama: inklusivitas pembelajaran IPS di kelas V SD X lebih meningkat dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Skor sebelum menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD hanya mencapai 38,33 atau mencapai 70,98% dari skor indeks ideal sebesar 54, sedang pada pembelajaran kooperatif tipe STAD, skor indeks inklusi mencapai 51,67 atau mencapai 95,69%. Peningkatan skor sebesar 13,34 atau 24,71%. Perbedaan pencapaian skor pada pembelajaran sebelum pembelajaran kooperatif tipe STAD dan pada pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat digambarkan sebagai berikut: pembelajaran sebelum STAD masih berpusat pada guru, dimana penyampaian pembelajaran masih didominasi dengan menggunakan metoda ceramah, yang diselingi tanya jawab dan tugas secara individu, materi pelajaran tergantung pada buku sumber yang ada. Penggunaan media pembelajaran masih minim, lebih banyak mengandalkan gambar-gambar yang ada pada buku sumber yang digunakan. Pembelajaran masih lebih banyak dilakukan di dalam kelas dan


(30)

banyak bersifat klasikal. Peserta didik berkebutuhan khusus diperlakukan sama dengan peserta didik lainnya. Pembimbingan secara individu kepada peserta didik yang membutuhkan belum banyak dilakukan. Hal-hal tersebut kurang sesuai dengan indikator indeks inklusi. Namun demikian ada beberapa hal yang sudah sesuai dengan indeks inklusi dan perlu dipertahankan yaitu dalam hal pemahaman perbedaan antar peserta didik, kegiatan peserta didik cukup aktif dalam setiap pembelajaran, dalam kegiatan khusus semua peserta didik ikut ambil bagian tanpa kecuali, pengaturan ruang kelas secara pisik sudah baik, sumber belajar adil untuk semua peserta didik, dan pemanfaatan sumber-sumber yang ada di sekitar sekolah. Sedangkan pada pembelajaran kooperatif tipe STAD hampir semua komponen menunjang indikator indeks inklusi, sehingga pada pembelajaran ini dari 18 indikator hanya 2 saja yang tidak mendapat skor 3. Walaupun demikian tetapi tetap pembelajaran kooperatif meningkatkan inklusivitas pembelajaran, yang berimplikasi kepada peningkatan pelayanan pada peserta didik berkebutuhan khusus,

Kedua: Hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran IPS, baik pada peserta didik secara keseluruhan maupun pada peserta didik yang lambat belajar di kelas V SD X ini mengalami peningkatan dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD.. Hasil belajar meliputi hasil belajar akademik dan hasil belajar non akademik. Pada bahasan dalam penelitian ini diketahui bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe STAD cukup efektif diterapkan dalam pembelajaran


(31)

interaksi antara guru dengan peserta didik, dan peserta didik dengan peserta didik lainnya, pemberdayaan tutor sebaya, mendapat pengalaman dari teman, merupakan faktor yang menentukan juga dalam pencapaian hasil belajar peserta didik dalam proses pembelajaran yang lebih baik,. Peningkatan bukan hanya pada hasil belajar akademik, tetapi juga pada keterampilan sosial peserta didik. Pada pembelajarn klasikal dengan metode ceramah peserta didik belajar dan bekerja secara individu, sehingga tidak tampak hubungan sosial antar peserta didik seperti berkomunikasi, bekerja sama, respon pada teman, toleransi antar peserta didik, saling menghormati, membantu teman, saling mendukung secara mental, sedangkan pada pembelajaran kooperatif tipe STAD tampak sekali bagaimana peserta didik bekerja sama dalam tim, membantu teman yang kesulitan, peduli pada teman yang tidak mampu, saling menyayangi, saling menghormati perbedaan, peserta didik berkebutuhan khusus yang tadinya pasif, diam, pemalu menjadi termotivasi untuk lebih aktif karena tuntutan tugas bersama. Dalam pembelajaran di kelas, guru sebagai otoritas utama mengemban tugas yang sangat menantang untuk melakukan inovasi pembelajaran. Guru dituntut untuk senantiasa meningkatkan kinerjanya dengan mengembangkan gagasan-gagasan cemerlang dalam mempasilitasi peserta didik untuk belajar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD bisa menjadi salah satu metode di kelas inklusif. sehingga pembelajaran ini dapat terus dikembangkan agar mendapat manfaat yang lebih baik lagi.


(32)

peningkatan inklusivitas pembelajaran di kelas sejalan dengan peningkatan hasil belajar yang diperoleh peserta didik. Ketika pada pembelajaran kooperatif tipe STAD inklusivitas maningkat dan hasil belajar peserta didikpun turut meningkat pula. Hal ini dapat disimpulkan bahwa peningkatan inklusivitas pembelajaran akan memberikan dampak yang positif terhadap hasil belajar peserta didik.

B. Rekomendasi

Metode pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada peserta didik untuk meningkatkan hasil belajar akademik dan non akademik, meningkatkan kerja sama, berinisiatif, berinteraksi dan berkomunikasi antar mereka, saling menghargai, toleransi dan menerima perbedaan untuk mengembangkan keterampilan berfikir yang kreatif yang bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat.

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif memunngkinkan peserta didik untuk terlibat secara mental dalam proses pembelajaran, sehingga memperoleh pemahaman dan penguasaan konsep pelajaran secara baik.

Upaya yang dilakukan guru untuk mengefektifkan pembelajaran kooperatif berimplikasi terhadap peningkatan keterampilan mengajar guru, sehingga dapat meningkatkan kualitas dan profesionalitas dalam pembelajaran.


(33)

rekomendasi yang ditujukan kepada pihak yang terkait dengan pendidikan inklusif yaitu:

1. Guru disarankan untuk menggunakan pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran karena metoda ini dapat menciptakan situasi pembelajaran yang menantang dan menyenangkan peserta didik, melatih keterampilan sosial peserta didik dan membantu yang lemah.

2. Guru disarankan untuk menguasai langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD, sehingga proses pembelajaran akan berjalan efektif, bermakna bagi peserta didik sesuai dengan tujuan yang ditentukan.

3. Guru disarankan untuk menciptakan suasana kebersamaan agar tercipta kondisi belajar yang kondusif dan dinamis. Sehingga dengan kondisi seperti ini akan meningkatkan kualitas pembelajaran yang lebih baik, guru disarankan untuk menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait untuk mendukung tercapainya proses pembelajaran yang berkualitas.

4. Guru disarankan untuk senantiasa meningkatkan kompetensinya termasuk dalam mengembangkan teknik pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang kreatif dan inovatif, menjadikan mata pelajaran IPS sebagai mata pelajaran yang disenangi peserta didik, sehingga akan membantu peserta didik mengembangkan potensi diri, menjadi bagian dari warga negara yang baik. Metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam penelitian ini, dapat digunakan sebagai alternatif pendekatan pembelajaran yang inovatif. Karena


(34)

situasi pembelajaran yang menantang dan menyenangkan peserta didik, melatih keterampilan belajar kelompok, toleransi, peduli pada teman yang kurang dan melatih berani bicara di depan kelas, guru akan merasa tertantang untuk membantu melayani peserta didik dan mendorong untuk lebih aktif dalam pembelajaran. Guru perlu mengembangkan komunikasi, suasana kebersamaan dari berbagai unsur yang mendukung suasana belajar peserta didik, agar tercipta kondisi belajar yang kondusif dan dinamis sehingga akan meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar yang lebih baik.

5. Kepala Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif disarankan agar senantiasa memberikan dukungan dan menfasilitasi serta mendorong para guru untuk melakukan berbagai langkah inovatif dalam mengembangkan metode pembelajaran, melalui lesson studi, workshop dll.

6. Hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif digunakan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di kelas dimana terdapat anak berkebutuhan khusus dan mampu mendobrak perubahan paradigma pembelajaran yang terpusat pada guru menjadi pembelajaran yang terpusat pada siswa. Namun demikian tidak semua guru mau dan mampu menerapkannya. Oleh karena itu kepada Dinas Pendidikan disarankan untuk menfasilitasi dan mendorong para guru agar mau dan mampu menerapkan di lapangan.


(35)

tersentuh secara optimal di sekolah-sekolah penyelanggara pendidikan inklusif, oleh karena itu diharapkan peneliti lain untuk melanjutkan penelitian tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD pada mata pelajaran yang lain.


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010), Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta.

Alimin, Z. (2010). Menjangkau Anak-anak Yang Terabaikan Melalui Pendekatan Inklusif Dalam Pendidikan (Online). Tersedia di http://z-alimin.blogspot.com. Diunduh 2 Maret 2011

Booth,T.; Ainscow, M.; dan Kingston, D. (2006). Index For Inclusion Developing play, learning and participation in early years and Childcare. CSIE and EENET.

Depdiknas, (2005), Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah Inklusi, Jakarta, Depdiknas.

Depdiknas (2009). Permendiknas RI Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, Jakarta:Depdiknas.

Hurlock, E, B. (1978), Perkembangan Anak. Jakarta, Erlangga

Isjoni. (2009), Pembelajaran Kooperatif meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta didik. Jogjakarta: Pustaka pelajar.

Johnsen, B. & SkjØrten, M., D. (2006), Pendidikan Kebutuhan Khusus, Sebuah Pengantar, SPS UPI.

Universitas Pendidikan Indonesia (2009). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung:UPI.

Rachman, A. (2005). Hasil belajar Sebagai Keterampilan Akademis dan Kepribadian Untuk Mencapai Sukses. Makalah yang disampaikan pada seminar.

Riyanto Y. (2010), Paradigma Baru Pembelajaran, (Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas), Jakarta, Kencana Prenada Media Group.

Rochyadi, E. dan Alimin, Z. (2005) Pengembangan Program Pembelajaran Individual bagi Anak Tunagrahita, Jakarta, Depdiknas.


(37)

Silberman, M. L. (2011). Active Learning, 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Bandung, Nusa Media.

Slavin, E. R. (2008). Success for All! Cara efektif dan menyenangkan pacu prestasi seluruh peserta didik. Cooperative Learning. Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Skjorten, M. D. (2006), EENET asia newsletter, Tim Redaktur EENET Asia. Smith, J. D. (2006). Inklusi Sekolah Ramah Untuk Semua.Bandung: Nuansa Solihatin, E. dan Rahardjo. (2009). Cooperative Learning. Analisis Model

Pembelajaran IPS Jakarta: Bumi Aksara.

Sugiarmin, M. (2010), Pengembangan Model Pembelajaran dalam Kelas Inklusif Untuk Meningkatkan Kemampuan dan Keterampilan Sosial Anak. Studi Pada Mata Pelajaran IPS di SD Penyelenggara Pendidikan Inklusi. Bandung: SPS UPI.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatifdan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sunanto, J. (2008). “Indeks Inklusi Dalam Pembelajaran di Kelas Yang Terdapat ABK di Sekolah Dasar”.Bulletin Pendidikan Inklusif. Bandung: Pusat Kajian Pendidikan Inklusif UPI Bandung.

Supena, A. (2010). Kurikulum dan Pembelajaran Dalam Seting Inklusif”. Sumedang: Sosialisasi Pendidikan Inklusif.

Djamarah, Sy. B. dan Zain, A. (2002), Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Rineka Cipta.

Yusuf, M. (2005) Pendidikan Bagi Anak dengan Problema Belajar, Konsep dan Penerapannya di Sekolah maupun di Rumah. Jakarta, Depdiknas


(1)

75

Ketiga: dengan memperhatikan kesimpulan kesatu dan kedua, peningkatan inklusivitas pembelajaran di kelas sejalan dengan peningkatan hasil belajar yang diperoleh peserta didik. Ketika pada pembelajaran kooperatif tipe STAD inklusivitas maningkat dan hasil belajar peserta didikpun turut meningkat pula. Hal ini dapat disimpulkan bahwa peningkatan inklusivitas pembelajaran akan memberikan dampak yang positif terhadap hasil belajar peserta didik.

B. Rekomendasi

Metode pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada peserta didik untuk meningkatkan hasil belajar akademik dan non akademik, meningkatkan kerja sama, berinisiatif, berinteraksi dan berkomunikasi antar mereka, saling menghargai, toleransi dan menerima perbedaan untuk mengembangkan keterampilan berfikir yang kreatif yang bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat.

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif memunngkinkan peserta didik untuk terlibat secara mental dalam proses pembelajaran, sehingga memperoleh pemahaman dan penguasaan konsep pelajaran secara baik.

Upaya yang dilakukan guru untuk mengefektifkan pembelajaran kooperatif berimplikasi terhadap peningkatan keterampilan mengajar guru, sehingga dapat meningkatkan kualitas dan profesionalitas dalam pembelajaran.


(2)

76

Mengacu pada temuan penelitian ini, berikut akan diajukan beberapa rekomendasi yang ditujukan kepada pihak yang terkait dengan pendidikan inklusif yaitu:

1. Guru disarankan untuk menggunakan pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran karena metoda ini dapat menciptakan situasi pembelajaran yang menantang dan menyenangkan peserta didik, melatih keterampilan sosial peserta didik dan membantu yang lemah.

2. Guru disarankan untuk menguasai langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD, sehingga proses pembelajaran akan berjalan efektif, bermakna bagi peserta didik sesuai dengan tujuan yang ditentukan.

3. Guru disarankan untuk menciptakan suasana kebersamaan agar tercipta kondisi belajar yang kondusif dan dinamis. Sehingga dengan kondisi seperti ini akan meningkatkan kualitas pembelajaran yang lebih baik, guru disarankan untuk menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait untuk mendukung tercapainya proses pembelajaran yang berkualitas.

4. Guru disarankan untuk senantiasa meningkatkan kompetensinya termasuk dalam mengembangkan teknik pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang kreatif dan inovatif, menjadikan mata pelajaran IPS sebagai mata pelajaran yang disenangi peserta didik, sehingga akan membantu peserta didik mengembangkan potensi diri, menjadi bagian dari warga negara yang baik. Metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam penelitian ini, dapat digunakan sebagai alternatif pendekatan pembelajaran yang inovatif. Karena


(3)

77

dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat menciptakan situasi pembelajaran yang menantang dan menyenangkan peserta didik, melatih keterampilan belajar kelompok, toleransi, peduli pada teman yang kurang dan melatih berani bicara di depan kelas, guru akan merasa tertantang untuk membantu melayani peserta didik dan mendorong untuk lebih aktif dalam pembelajaran. Guru perlu mengembangkan komunikasi, suasana kebersamaan dari berbagai unsur yang mendukung suasana belajar peserta didik, agar tercipta kondisi belajar yang kondusif dan dinamis sehingga akan meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar yang lebih baik.

5. Kepala Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif disarankan agar senantiasa memberikan dukungan dan menfasilitasi serta mendorong para guru untuk melakukan berbagai langkah inovatif dalam mengembangkan metode pembelajaran, melalui lesson studi, workshop dll.

6. Hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif digunakan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di kelas dimana terdapat anak berkebutuhan khusus dan mampu mendobrak perubahan paradigma pembelajaran yang terpusat pada guru menjadi pembelajaran yang terpusat pada siswa. Namun demikian tidak semua guru mau dan mampu menerapkannya. Oleh karena itu kepada Dinas Pendidikan disarankan untuk menfasilitasi dan mendorong para guru agar mau dan mampu menerapkan di lapangan.


(4)

78

7. Pengembangan pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe STAD belum tersentuh secara optimal di sekolah-sekolah penyelanggara pendidikan inklusif, oleh karena itu diharapkan peneliti lain untuk melanjutkan penelitian tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD pada mata pelajaran yang lain.


(5)

79

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010), Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta.

Alimin, Z. (2010). Menjangkau Anak-anak Yang Terabaikan Melalui Pendekatan Inklusif Dalam Pendidikan (Online). Tersedia di http://z-alimin.blogspot.com. Diunduh 2 Maret 2011

Booth,T.; Ainscow, M.; dan Kingston, D. (2006). Index For Inclusion Developing play, learning and participation in early years and Childcare. CSIE and EENET.

Depdiknas, (2005), Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah Inklusi, Jakarta, Depdiknas.

Depdiknas (2009). Permendiknas RI Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, Jakarta:Depdiknas.

Hurlock, E, B. (1978), Perkembangan Anak. Jakarta, Erlangga

Isjoni. (2009), Pembelajaran Kooperatif meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta didik. Jogjakarta: Pustaka pelajar.

Johnsen, B. & SkjØrten, M., D. (2006), Pendidikan Kebutuhan Khusus, Sebuah Pengantar, SPS UPI.

Universitas Pendidikan Indonesia (2009). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung:UPI.

Rachman, A. (2005). Hasil belajar Sebagai Keterampilan Akademis dan Kepribadian Untuk Mencapai Sukses. Makalah yang disampaikan pada seminar.

Riyanto Y. (2010), Paradigma Baru Pembelajaran, (Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas), Jakarta, Kencana Prenada Media Group.

Rochyadi, E. dan Alimin, Z. (2005) Pengembangan Program Pembelajaran Individual bagi Anak Tunagrahita, Jakarta, Depdiknas.


(6)

80

Silberman, M. L. (2011). Active Learning, 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Bandung, Nusa Media.

Slavin, E. R. (2008). Success for All! Cara efektif dan menyenangkan pacu prestasi seluruh peserta didik. Cooperative Learning. Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Skjorten, M. D. (2006), EENET asia newsletter, Tim Redaktur EENET Asia. Smith, J. D. (2006). Inklusi Sekolah Ramah Untuk Semua.Bandung: Nuansa Solihatin, E. dan Rahardjo. (2009). Cooperative Learning. Analisis Model

Pembelajaran IPS Jakarta: Bumi Aksara.

Sugiarmin, M. (2010), Pengembangan Model Pembelajaran dalam Kelas Inklusif Untuk Meningkatkan Kemampuan dan Keterampilan Sosial Anak. Studi Pada Mata Pelajaran IPS di SD Penyelenggara Pendidikan Inklusi. Bandung: SPS UPI.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatifdan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sunanto, J. (2008). “Indeks Inklusi Dalam Pembelajaran di Kelas Yang Terdapat ABK di Sekolah Dasar”.Bulletin Pendidikan Inklusif. Bandung: Pusat Kajian Pendidikan Inklusif UPI Bandung.

Supena, A. (2010). Kurikulum dan Pembelajaran Dalam Seting Inklusif”. Sumedang: Sosialisasi Pendidikan Inklusif.

Djamarah, Sy. B. dan Zain, A. (2002), Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Rineka Cipta.

Yusuf, M. (2005) Pendidikan Bagi Anak dengan Problema Belajar, Konsep dan Penerapannya di Sekolah maupun di Rumah. Jakarta, Depdiknas


Dokumen yang terkait

Peningkatan Hasil Belajar Biologi Siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Konsep Jaringan Tumbuhan (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI IPA MA Jamiyyah Islamiyah Pondok Aren Tangerang Tahun Ajaran 2012-2013)

1 6 287

The Effectiveness Of Using Student Teams-Achievement Divisions (STAD) Techniques in Teaching Reading

1 16 116

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

The Effectiveness Of Using The Student Teams Achievement Divisions (STAD) Technique Towards Students’ Understanding Of The Simple Past Tense (A Quasi-Experimental Study at the Eighth Grade Students of SMP Trimulia, Jakarta Selatan)

1 8 117

Komparasi hasil belajar metode teams games tournament (TGT) dengan Student Teams Achievement Division (STAD) pada sub konsep perpindahan kalor

0 6 174

Peningkatan hasil belajar siswa melalui model kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada mata pelajaran IPS Kelas IV MI Al-Karimiyah Jakarta

0 5 158

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dalam meningkatkan hasil belajar akidah akhlak: penelitian tindakan kelas di MA Nihayatul Amal Karawang

0 10 156

PENERAPAN PENDEKATAN COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP CAHAYA DAN SIFAT-SIFATNYA:PTK di Kelas V SDN Babakankeusik 1KecamatanPatiaKabupatenPandeglang.

0 0 39

Upaya peningkatan hasil belajar IPS kelas V B melalui cooperative learning Student Teams Achievement Divisions (STAD) di Sekolah Dasar Muhammadiyah Kalinampu II.

0 0 121

Upaya meningkatkan hasil belajar IPS kelas V melalui cooperative learning tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) di Sekolah Dasar 1 Pedes.

0 2 131