KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT.

(1)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA USAHA / DUNIA

INDUSTRI ( DU/DI ) TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar

Doktor Ilmu Pendidikan

Program Studi Administrasi Pendidikan

Promovendus Oleh ROCHANA NIM. 0809455

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2014


(2)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH,

KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI

DUNIA USAHA / DUNIA INDUSTRI ( DU/DI ) TERHADAP

MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA

BARAT

Oleh ROCHANA NIM. 0809455

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan Program Studi Administrasi Pendidikan

© ROCHANA 2014

Universitas Pendidikan Indonesia Desember 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA DISERTASI

Prof.

Dr. H. Djam’an Satori, M.A.

Promotor Merangkap Ketua

Prof. Dr.H. Abdul Azis Wahab, M.A.(Ed)

Ko-Promotor Merangkap Sekretaris

Prof. Dr. H. Tb Abin Syamsuddin Makmun, M.A.

Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Administrasi Pendidikan

Prof. Udin Syaefudin Sa’ud, M.A.,Ph.D NIP. 195306121981031003


(4)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu Abstrak

Kontribusi Kepemimpinan Kepala Sekolah, Kinerja Guru, Fasilitas Belajar, Dan Partisipasi Dunia Industri Terhadap Mutu Sekolah Menengah Kejuruan

Negeri Di Jawa Barat Oleh : Rochana (NIM 0809455)

Dinamika kebutuhan tenaga lulusan yang memiliki kompetensi mendorong diperlukannya perubahan mutu pada proses pengelolaan di SMK menuju sekolah efektif. Pembelajaran di SMK seyogyanya mendorong terbentuknya kompetensi yang diperlukan dunia usaha dan industri. Persoalan untuk mewujudkan sekolah bermutu tidak mudah. Diperlukan suatu konsep pendekatan dalam pengelolaan lembaga yang mengintegrasikan kepemimpinan yang memahami konsep kualitas, guru yang kompeten, sarana prasarana yang mendukung pembelajaran serta partisipasi dunia industri pada tahap penggunaan lulusan. Saat ini keberadaan SMK belum sepenuhnya dinilai efektif. Hal ini disebabkan belum adanya keterpaduan sistem pengelolaan yang mendorong mutu sekolah secara berkelanjutan yang dilandasi oleh nilai dan praktek pengelolaan lembaga yang bermutu. Fenomena mengenai kesenjangan antara harapan dan kenyataan tentang mutu sekolahperlu ditelaah secara ilmiah guna mendorong upaya mewujudkan SMK yang efektif.

Tujuan penelitian adalah mengetahui, 1) gambaran kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru, fasilitas belajar, dan partisipasi dunia industri, 2) kontribusi kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru, fasilitas belajar, dan partisipasi dunia industri terhadap mutu sekolah baik secara parsial, simultan, langsung maupun tidak langsung, 3) menemukan model hipotetik untuk SMK efektif.

Metode yang digunakan yaitu metode survei dengan pendekatan kuantitatif. Populasi penelitian yaitu seluruh SMK Negeri di Jawa Barat yang memiliki keunggulan menjalin kerja sama dengan dunia usaha/dunia industri. Sampel dipilih secara purposive sampling berjumlah 30 SMK.

Hasil penelitian menunjukan kepemimpinannya tergolong tinggi. kinerja guru dinilai tinggi, ketersediaan fasilitas belajar layak serta partisipasi dunia industri tinggi. Kontribusi secara parsial terhadap mutu sekolah yaitu kepemimpinan kepala sekolah berada pada tingkat sangat rendah, kinerja guru pada tingkat sedang. Kontribusi Fasilitas belajar dan partisipasi dunia industri berada pada tingkat sangat rendah. Kontribusi secara simultan berada pada tingkat sedang. Kepemimpinan kepala sekolah dan Dukungan dunia industri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap mutu sekolah melalui fasilitas belajar dengan pengaruh sedang. Temuan penelitian keempat variabel tersebut belum sepenuhnya berada dalam satu sistem manajemen yang berorientasi pada mutu terpadu. Model hipotetik hasil analisis untuk mutu SMK adalah model sistemik yang mengintegrasikan keempat variabel tersebut dalam pengelolaan sekolah dengan pendekatan Total Quality Management.

Kesimpulan adalah kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru, fasilitas belajar dan Partisipasi dunia usaha yang tinggi memerlukan suatu sistem pengelolaan secara terpadu dalam upaya mewujudkan mutu sekolah. Direkomendasikan penggunaan pendekatan TQM sebagai alat, teknik serta filosofi untuk mendorong terwujudnya mutu sekolah .


(5)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu Abstract

The Contribution of Principal Leadership, Teacher Performance, Learning Facilities, and Participation of the Industry towards the Quality of Government

Vocational Secondary Schools in West Java By: Rochana (Student ID: 0809455)

The dynamic needs for graduates with competences have encouraged the need for change in the quality of management process in state vocational secondary school to become quality school. Teaching and learning at state vocational secondary schools should encourage the formation of competences required by the industry and business world. Implementing quality school is not an easy matter. There need to be a concept of quality, competent teacher, infra structure accommodating teaching and learning, and participation of the industry/business world at the stage of graduate utilization. Now days, state vocational secondary school have not been fully effective. this is caused by the integrated management system that has to exist, which encourages school sustainability based on quality values and expectation and reality of quality school has to be studied empirically in order to encourage the attempts of embodying quality vocational secondary schools.

The research aim to find 1) description of principal leadership, teacher performance, learning facilities, and participation of the industry/business world, 2) contribution of principal leadership, teacher performance, learning facilities, and participation of the industry/business world towards school’s quality, both partially and simultaneously, directly and indirectly.3) a hypothetical model for quality senior secondary school.

The method employed was survey using quantitative approach. The research population consisted of all state senior secondary schools in West Java that are signed memorandum of understanding for cooperation with the industry/business world. Sample were taken through purposive sampling technique, including 30 vocational secondary schools.

The research outcome demonstrated that principal leadership, teacher performance, learning facilities and participation were high level. Partial contribution school leadership toward school quality was very low, teacher performance was in middle level. Learning facilities contribution and participation of the industrial/business world were very low. Simultaneously contribution was in middle level. Principal leadership and participation industry/business world had significant influence on school quality through learning facilities provided, with a total value in middle level. The finding of the four variables had not completely been in a management system that oriented of total quality. The hypothetic model based on analysis results for quality vocational secondary schools is a systematic model integrating the four variables above in managing school with TQM approach.

It can be concluded that high contribution of principal leadership, teacher performance, learning facilities, and participation of industry/business world


(6)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

require an integrated system in an attempt of creating quality schools. It is recommended that TQM be used as the tool, technique, and philosophy of encouraging the embodiment of quality schools.


(7)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan suatu proses yang dilandasi oleh nilai-nilai luhur dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Sumber daya manusia yang berkualitas memiliki kemampuan untuk mengelola sumber daya alam guna menghasilkan sumber daya buatan manusia sehingga mempermudah pekerjaan maupun upaya meningkatkan kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, semua bangsa berusaha meningkatkan kualitas pendidikan yang dimilikinya secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan nilai-nilai yang melandasi praktek dan problematika pendidikan yang dihadapi.

Pendidikan yang berkualitas memiliki peran strategis untuk menentukan kelangsungan hidup suatu bangsa. Kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari kemampuan atau kompetensi yang dimiliki lulusan lembaga pendidikan, seperti sekolah. Sekolah memiliki tugas mengembangkan potensi peserta didik secara optimal sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan nilai-nilai masyarakat. Setiap peserta didik memiliki potensi dan sekolah harus mengetahui potensi yang dimiliki oleh peserta didik tersebut agar upaya pengembangan potensi sesuai dengan karakteristik siswa serta nilai-nilai dalam masyarakat. Sekolah merancang pengalaman belajar yang harus diikuti peserta didik agar memiliki kemampuan yang diperlukan masyarakat. Potensi peserta didik dapat digali dan dikembangkan secara optimal melalui proses pembelajaran yang sistematis dan terencana.

Sekolah merupakan basis peningkatan kualitas. Sekolah lebih mengetahui masalah yang dihadapi dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan berfungsi sebagai unit yang mengembangkan kurikulum, silabus, strategi pembelajaran, dan sistem penilaian terhadap proses pendidikan. Peningkatan kualitas dapat dilakukan dengan pedekatan manajemen mutu yang disesuaikan


(8)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

dengan karakteristik sekolah sebagai lembaga non profit. Manajemen mutu merupakan seni dan ilmu yang berorientasi pada hasil atau bersifat praktis.

Oleh karena itu, implementasi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (School Based Quality Management ) merupakan suatu pendekatan praktis yang digunakan untuk menjembatani antara landasan nilai dalam dunia pendidikan dengan tujuan. Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan pendekatan praktek yang didasarkan pada nilai-nilai luhur pendidikan. Oleh karena itu praktek manajemen peningkatan mutu sekolah tidak terlepas dari kerangka nilai-nilai ideologi yang melandasi praktek pendidikan.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan suatu bukti bahwa pemerintah dan DPR. sebagai legislator UU. berkeinginan untuk mewujudkan kualitas dalam pendidikan. Dalam Pasal 3 UU. No. 20 Tahun 2003 itu dijelaskan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pada Pasal 4 UU. Sisdiknas tahun 2003 ditegaskan tujuan pendidikan nasional yaitu “mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Mutu suatu bangsa akan ditentukan oleh pendidikannya. Hanya sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu merebut pasar tenaga kerja dunia. Latar belakang pendidikan yang baik, bekal keterampilan serta keahlian yang profesional mampu menjadi pelaku persaingan di pasar tenaga kerja di masa kini dan mendatang. Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap


(9)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

kemajuan bangsa karena masyarakat yang cerdas akan memberikan nuansa kehidupan yang cerdas pula, dan secara progresif akan membentuk kemandirian.

Masalah pokok pendidikan di Indonesia dewasa ini adalah rendahnya mutu pada setiap jenis, jenjang, dan jalur pendidikan. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan delapan Standar Nasional Pendidikan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, yakni : “(1) standar isi, (2) standar kompetensi lulusan, (3) standar proses, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan”.

Standar Nasional Pendidikan tersebut, pada hakikatnya menjadi arah dan tujuan penyelenggaraan pendidikan. Dengan kata lain, Standar Nasional Pendidikan menjadi acuan sekaligus kriteria dalam menetapkan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Dalam prakteknya hal tersebut tidak mudah karena beragam persoalan atau problematika pendidikan terutama pada aspek ideologi belum terjawab, hasilnya praktek-praktek pengelolaan lembaga pendidikan yang berkualitas seperti kehilangan nilai dasarnya. Praktek pengelolaan sekolah bermutu seperti kehilangan makna sebagai lembaga yang mempresentasikan nilai-nilai luhur budaya bangsa karena beragam persoalan dan perbedaan masalah pada tiap-tiap lembaga sehingga mengorbankan makna bahwa setiap warga berhak mendapatkan pendidikan (Pasal 31 ayat 1).

Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) menetapkan tiga pilar kebijakan strategis dalam bidang pendidikan, yaitu: (1) pemerataan dan perluasan akses pendidikan, (2) peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, serta (3) penguatan tata kelola dan pencitraan publik (Depdiknas, 2007).

Pilar pertama mengagendakan bahwa pendidikan hendaknya dapat dinikmati oleh seluruh komponen bangsa baik untuk masyarakat terpencil maupun masyarakat kota, masyarakat miskin maupun kaya. Pilar kebijakan strategis tersebut tidak hanya menjadi dasar dalam setiap praktek pendidikan di sekolah.


(10)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Setiap pengelola lembaga memahami bahwa landasan tersebut dilandasi ideologi dengan nilai-nilai pancasila. Maka setiap praktek-praktek pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kerangka nilai.

Pilar kedua mengagendakan bahwa pendidikan bermutu merupakan sebuah keharusan. Pendidikan bermutu tidak hanya ditinjau dari alasan-alasan praktis serta relevansi lulusan dengan tingkat kebutuhan masyarakat dalam kaitannya dengan globalisasi seperti kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Pendidikan bermutu perlu ditinjau dari kesesuaian out put dengan nilai-nilai luhur serta bagaimana keterkaitannya dengan wujud masyarakat yang dicita-citakan. Adaptasi dengan globalisasi hanya dapat dilakukan melalui pendidikan bermutu.

Pilar ketiga mengagendakan bahwa pendidikan harus mampu meyakinkan pada masyarakat bahwa hanya melalui pendidikan, cita-cita menjadi negara maju dan makmur dapat tercapai. Oneil (2008, hlm.7) menyatakan bahwa “pendidikan berperan sebagai pusat perubahan konstruktif di dunia saat ini walaupun disisi lain lembaga pendidikan sulit diperbaharui”. Landasan pendidikan memberikan ketetapan tegas bahwa lembaga pendidikan bermutu diwujudkan untuk menghasilkan lulusan yang akan sesuai dengan harapan masyarakat.

Tindak lanjut dari kebijakan ini khususnya dalam pendidikan menengah, Depdiknas memiliki program pemberdayaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan menambah jumlah SMK, meningkatkan mutu SMK, dan membangun citra SMK di masyarakat. Langkah ini dimaksudkan untuk memperkuat posisi tenaga kerja tingkat menengah Indonesia baik segi jumlah maupun kualitasnya dalam rangka menghadapi diberlakukannya perdagangan bebas. Di samping itu, dengan banyaknya jumlah SMK diharapkan dapat menumbuhkan perekonomian di daerah. Kebijakan tentang pendidikan menentukan kualitas kehidupan masyarakat saat ini dan di masa yang akan datang.

Persoalan lain yang terkait dengan mutu SMK adalah keterlaksanaan proses pembelajaran (mutu pembelajaran) sebagai kegiatan inti pendidikan. Hasil


(11)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

analisis situasi yang dituangkan dalam renstra depdiknas menunjukkan bahwa permasalahan dan tantangan pembangunan pendidikan tahun 2010 -2014 antara lain :

(1) Aspek kualitas pendidikan Indonesia di kancah global masih rendah;(2) Aspek kinerja guru,belum tampaknya peningkatan guru yang tersertifikasi (3) Aspek kualitas lulusan SMK, belum selaras dengan kebutuhan lapangan kerja; (4) Aspek kontribusi dan peran serta masyarakat DU/DI dalam pengembangan pendidikan dan penelitian masih rendah ;(5)Aspek keselarasan, belum selaras antara program pendidikan dengan kebutuhan lapangan kerja; (6) Aspek pemanfaatan dan penyebarluasan TIK. dalam bidang pendidikan masih rendah; serta (7) Aspek komitmen anggaran di daerah masih belum terpenuhi 20%.

Guru sebagai pendidik dan pengajar adalah tenaga professional sekaligus menjadi figur bagi siswa. Guru bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik di perguruan tinggi (UU. RI. No. 20 tahun 2003 Bab. XI pasal 39 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Hadis (2006, hlm.3) menyatakan bahwa: “Guru sebagai tenaga profesional harus memiliki kemandirian dalam keseluruhan kegiatan pendidikan baik dalam jalur sekolah maupun luar sekolah, guru memegang posisi yang paling strategis.” Surya (2000, hlm.4) menjelaskan bahwa “dalam tingkatan operasional, guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tingkat institusional, instruksional, dan eksperiensial”. Guru merupakan sumber daya manusia yang mampu mendayagunakan faktor-faktor lainnya sehingga tercipta Proses Belajar Mengajar ( PBM. ) yang bermutu dan menjadi faktor utama yang menentukan mutu pendidikan.

Kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan merupakan tenaga profesional dilembaga pendidikan yang memiliki peran strategis mewujudkan pendidikan bermutu. Hal ini ditegaskan Depdiknas (2004, hlm.1) bahwa: “mereka harus terdidik dan terlatih secara akademik dan profesional serta mendapat pengakuan formal sebagaimana mestinya”. Didukung oleh Tilaar (2001,


(12)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

hlm.142) bahwa: “profesi mengajar harus memiliki status profesi yang membutuhkan pengembangan”. Menyadari hal tersebut, maka pihak Depdiknas melakukan program sertifikasi berupa akta mengajar bagi lulusan ilmu kependidikan maupun non kependidikan yang akan menjadi guru. Untuk menjadi guru yang profesional, guru harus memenuhi kualifikasi akademik minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar (UU. RI. No. 20 tahun 2003 pasal 42 dan PP.RI. No. 19 tahun 2005 Bab. VI pasal 28). Program sertifikasi kepada guru menjadi alat kontrol yang mendorong para penyelenggara pendidikan untuk meningkatkan profesionalismenya dan memberikan layanan maksimal kepada para stakeholders (Lengkanawati, 2006, hlm.10). Gaffar ( 2005, hlm.6) menjelaskan : “Sertifikasi dalam sistem pendidikan guru ialah keseluruhan proses pendidikan guru yang mencakup program D4, S1, dan pendidikan profesi”.

Kepala sekolah dituntut kreatif dalam setiap aktivitas baik sebagai pengelola lembaga maupun pimpinan lembaga yang menyebarkan visi pendidikan ke dalam organisasi. Surya (2005, hlm.5) menjelaskan bahwa: “Namun, untuk menyiapkan kepala sekolah yang inovatif merupakan kendala yang sangat sulit jika dikaitkan dengan sistem kesejahteraan bagi tenaga guru di Indonesia yang jauh dari memadai”. Diperlukan berbagai upaya berupa peningkatan kreativitas kerja, motivasi kerja, kinerja, dan produktivitas kerja kepala sekolah serta pemberian berbagai jenis, bentuk pelatihan, pendidikan profesional, dan berbagai kegiatan profesional lainnya kepada kepala sekolah. Untuk meningkatkan profesionalisme kepala sekolah di institusi pendidikan, Jalal (2005, hlm.1) menambahkan : “diperlukan juga kebijakan pemerintah dalam pengembangan sumber daya manusia melalui profesionalisasi pendidik dan tenaga kependidikan dalam upaya meningkatkan kualitas kepala sekolah dan kualitas pendidikan”. Mempersiapkan sistem recruitment yang transparan dan dilakukan secara profesional dengan ketentuan yang mengacu pada mutu misalnya memberdayakan kembali system talent scouting. Rochana ( Pikiran


(13)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

rakyat, 2006, hlm.12,8 Februari 2006) menambahkan bahwa, “pelatihan-pelatihan untuk kepala sekolah juga disediakan yang sesuai dengan kebutuhan peningkatan manajemen sekolah atau peningkatan kompetensi kepala sekolah seperti pelatihan manajemen bengkel, dan pelatihan alih keterampilan yang semuanya relevan dengan kebutuhan kepala sekolah terutama pada SMK”.

Dunia pendidikan termasuk di tingkat sekolah seharusnya tidak terperangkap pada persoalan kuantitas tetapi kualitas pendidikan. Kualitas seharusnya menjadi perhatian utama dalam pembangunan sekolah. Guna mendukung ketercapaian kualitas sekolah diperlukan penelitian tentang mutu sekolah dengan memperhatikan kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru dan mutu pembelajaran sebagai faktor utamanya. Perlu dikaji faktor-faktor lain di luar variabel yang diteliti guna memperkaya kajian-kajian mengenai mutu sekolah. Kualitas pendidikan memiliki ketergantungan terhadap banyak faktor misalnya guru, kurikulum, sarana-prasarana, biaya, sistem pengelolaan, iklim kerja, dan siswa sendiri sebagai peserta didik. Guru dinilai mempunyai peran kunci dalam pencapaian kualitas pendidikan.

Berdasarkan hasil studi tersebut, salah satu upaya yang perlu mendapat prioritas dalam mengatasi masalah kualitas pendidikan adalah peningkatan mutu guru. Lebih lanjut Fakkry (2005, hlm.1) menegaskan bahwa: “Posisi dan peran guru dalam proses pendidikan menempati posisi sentral, sehingga menentukan mutu dan keberhasilan proses pendidikan. Keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan, posisi guru sangat menentukan keberhasilan pendidikan. Biyantu (2007, hlm.13) menjelaskan: ” Jika saja tidak ada buku pelajaran dan media pembelajaran lainnya, asalkan ada guru dan siswa, maka proses pembelajaran masih dapat dilaksanakan.

Pengelolaan pendidikan perlu dilakukan secara terencana, terorganisir dan sistem evaluasi pencapaian tujuan pendidikan yang jelas baik pada proses pembelajaran maupun pada kinerja lembaga. Pada proses pembelajaran, perencanaan, pengorganisasian, evaluasi serta interaksi siswa dengan sumber


(14)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

belajar difasilitasi dengan dukungan dan partisipasi aktif guru sebagai pendidik. Peran guru yaitu memberikan fasilitas guna mengubah perilaku peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada keberhasilan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Oleh karena itu pelaksanaan tugas guru perlu didukung oleh komponen sistem pendidikan lainnya. Posisi strategis guru merupakan salah satu faktor penentu kualitas proses dan hasil pendidikan. Tujuan pendidikan akan tercapai jika guru memiliki kemampuan mengarahkan peserta didiknya sesuai dengan potensi yang dimiliki. Guru tidak hanya menyampaikan pelajaran, memfasilitasi interaksi siswa dengan sumber belajar, guru harus menciptakan kondisi belajar yang kondusif. Komunikasi dan interaksi guru dan siswa menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran. Komunikasi dua arah membuat suasana lebih kondusif dan siswa lebih nyaman. Guru lebih memiliki pemahaman luas mengenai karakteristik siswa serta tingkat kemampuannya melalui komunikasi dua arah tersebut. Menurut Satori,D.(2002, hlm.1): “pembelajaran di kelas merupakan core business, jantung kegiatan sekolah dan pendidikan pada umumnya, karena di sanalah peserta didik seharusnya mendapatkan layanan belajar dan jaminan mutu hasil pendidikan”. Layanan belajar serta proses yang terjadi di dalamnya akan menentukan bagaimana kualitas lulusan.

Usaha meningkatkan mutu proses pendidikan perlu pula didukung oleh tersedianya fasilitas belajar (sarana dan prasarana) pendidikan yang memenuhi standar, baik jumlah maupun mutunya. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 45 ayat (1) menegaskan bahwa pentingnya setiap satuan pendidikan formal dan non formal menyediakan fasilitas belajar yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional dan kejiwaan peserta didik. Ketersediaan dan pengelolaan fasilitas belajar dalam pendidikan akan menentukan pula keterwujudan mutu SMK.


(15)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Optimisme bagi pendidikan kejuruan mengenai lapangan kerja, dukungan dunia usaha / dunia industri dan pemerintah maupun masyarakat telah mendorong pengelolaan SMK yang lebih baik. Hal ini ditandai meningkatnya peminat lulusan SMP/SLTP yang masuk SMK, usulan pendirian SMK baru, dan usulan alih fungsi dari SMA menjadi SMK. Disisi lain meningkatnya jumlah SMK menimbulkan persoalan baru yaitu ketidakseimbangan jumlah lulusan dengan lapangan kerja yang tersedia serta kulitas lulusan yang tidak sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan dunia usaha/dunia industri.

Persoalan tersebut akan memunculkan pertanyaan bagaimana mengelola pendidikan di SMK ? Sesuai tujuan SMK dalam UU. No. 20 Tahun 2003 bahwa “pendidikan kejuruan bertujuan mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu”, artinya perlu ada sistem dalam pengelolaan sekolah yang mendorong agar siswa lebih siap bekerja dan diminati dunia kerja. Sebagian besar lapangan kerja yang tersedia diisi untuk lapangan magang bagi siswa SMK sedangkan pada saat lulus sulit diterima kerja karena rendahnya kebutuhan industri terhadap pekerja tetap. Oleh karena itu pola pendidikan SMK menggunakan sistem ganda yaitu belajar di sekolah dan belajar di DU/DI. Persoalan yang sering muncul dalam sistem ganda tersebut adalah persoalan pengelolaan pendidikan SMK yang dinilai pragmatis dengan mengedepankan sisi praktis pendidikan tanpa mengimbanginya dengan sisi filosofi nilai luhur yang ingin diwujudkan melalui lulusan. Setiap problematika dalam pendidikan perlu ditelaah secara mendalam. Hal ini dilakukan agar persoalan yang sebenarnya dapat terungkap sehingga tujuan-tujuan pendidikan tetap tercapai.

Berdasarkan hasil observasi dan pengalaman di lapangan, terhadap proses magang para siswa diperoleh gambaran bahwa ketersediaan kesempatan magang tidak sebanding dengan jumlah peserta magang. langkah praktis untuk menghindari keterlambatan magang disikapi dengan membuat program magang yag lebih cepat, menerima magang walaupun tidak sesuai dengan jurusan. Implikasi dari langkah poraktif tersebut dapat membuka kesempatan magang ,


(16)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

namun disisi lain siswa tidak memperoleh tujuan dari proses magang tersebut yaitu belajar bekerja sesuai dengan jurusan.

Guna meningkatkan kompetensi peserta didik terutama kaitannya dengan kemampuan untuk bekerja, sekolah dan pihak DU/DI merancang kurikulum ganda. DU/DI wajib membina dan mendukung program Pendidikan Sistem Ganda (PSG.). Tujuan sistem ganda tersebut adalah agar para lulusan siap bekerja sehingga akan meningkatkan minat DU/DI untuk menyerap tenaga kerja produktif dan potensial tersebut. Perencanaan PSG. yang mantap, pelaksanaan yang ketat, diawasi dan dievaluasi bersama antara sekolah dengan DU/DI. Partisipasi dunia usaha/dunia industri perlu mengupayakan kepada SMK yang ikut kerjasama dengan DU/DI untuk membenahi sistem mulai dari Penerimaan Peserta Didik Baru ( PPDB.), sinkronisasi kurikulum, magang,peraktik kerja, uji kompetensi, recruitment, dan pemasaran lulusan. Bila hal ini dilaksanakan dengan baik, maka mutu sekolah akan menjadi baik pula.

Masalah tingginya tingkat pengangguran akan mendorong terjadinya angka ketergantungan yang tinggi terhadap penduduk usia produktif. Pertumbuhan ekonomi akan terganggu. Disisi lain pengetahuan maupun keterampilan yang dimiliki akan semakin berkurang karena tidak produktif dan digunakan. Saat ini jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan kesempatan kerja yang tersedia akibatnya angka pengangguran akan terus meningkat. Data pengangguran menurut Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2007 saja sebanyak 8,1 juta orang dan diprediksi selalu meningkat tiap tahun karena lambatnya penyelesaian krisis ekonomi, bahkan pengangguran ini ditunjang dengan banyaknya jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang pada tahun 2006 PHK mencapai 3.774 kasus (116.176 pekerja). Pengangguran disisi lain menyebabkan menurunnnya tingkat pengetahuan baik terkait dengan kompetensi kerja maupun aspek psikologis lainnnya. Keberadaan tingkat pengangguran yang tinggi akan menyebabkan kemunduran ekonomi dan pada saat yang sama menciptakan masalah-masalah sosial


(17)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Keberadaan SMK tidak terlepas dari tingginya jumlah angkatan kerja dibandingkan dengan jumlah yang terserap ke dalam dunia kerja. Sekolah (SMK) merupakan sebuah proses pendidikan yang mendorong agar peserta didik terbiasa dengan suasana bekerja, berwirausaha dan belajar untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Pengangguran dan PHK merupakan “warning” bagi masa depan SMK, apakah peningkatan jumlah SMK dianggap dapat mengurangi pengangguran dengan asumsi bahwa lulusan SMK akan mampu mengisi lowongan pekerjaan yang ada berkat keahlian yang dimiliki, atau bahkan mungkin sebaliknya. Para lulusan SMK menambah pengangguran baru akibat sempitnya lapangan kerja dan beratnya biaya masuk perguruan tinggi. Lembaga pendidikan SMK mempertaruhkan lulusannya terhadap tersedia atau tidaknya lapangan kerja yang ada di masyarakat. Ketersediaan lapangan kerja akan meyerap tenaga kerja dari lulusan SMK yang bermutu, disisi lain sempitnya lapangan pekerjaan terutama di DU/DI, menambah jumlah lulusan SMK yang menganggur.

Penganguran tidak hanya disebabkan oleh rendahnya supply dan demand dalam tenaga kerja serta pertumbuhan ekonomi. Pengangguran disebabkan oleh struktur penduduk Indonesia yang memiliki penduduk usia kerja yang terus meningkat setiap tahunnya, bahkan diprediksi akan terus meningkat hingga tahun 2040, dengan ketersediaan lapangan kerja yang rendah. Hasil survey (Adioetomo dkk.,2008, hlm.26) pada tabel 1.1 menunjukkan bahwa penduduk usia kerja sesuai dengan proyeksi jumlah penduduk akan mengalami ledakan pada tahun 2030-2040.


(18)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

0 50 100 150 200 250

P

op

u

lat

ion

i

n

m

il

li

on

s

Year

Trend in number of children, working-age and older persons, Indonesia, 1950-2050

children 0-14

older persons 65+

working-age

Gambar 1.1

Tren Jumlah Anak (0-14), Penduduk Usia Kerja dan Penduduk Usia 65+Indonesia, 1950-2050

Sumber: Adioetomo dkk dalam IYEAP, 2008

Peningkatan jumlah penduduk usia kerja disebabkan oleh berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya pengendalian penduduk. Kebijakan pengendalian penduduk mengakibatkan turunnya angka kelahiran, turunnya angka kematian bayi, dan meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia. Sebelum kebijakan ini diterapkan, angka kelahiran sangat tinggi, namun angka kematian bayi juga tinggi. Saat ini, angka kelahiran masih tinggi, tetapi angka kematian bayi sudah turun. Terjadi perubahan struktur umur penduduk. Proporsi penduduk muda menurun, sedangkan penduduk usia kerja meningkat pesat. Bertambahnya usia kerja yang tidak diiringi dengan ketersediaan lapangan kerja menjadi permasalahan tersendiri bagi pemerintah dan masyarakat.

Pada tahun 2007, penduduk muda usia 15-24 tahun adalah 44 juta orang. Sekitar separuh diantaranya (22 juta) sudah memasuki pasar kerja. Tetapi, 1 dari 4 orang yang masuk pasar kerja tersebut adalah menganggur (25%). Untuk yang bekerja atau yang terserap di pasar kerja, umumnya bekerja di sektor informal, karena pendidikan rendah dan tanpa keterampilan. Diperlukan upaya lain untuk mengurangi pengangguran dan rendahnya kualitas angkatan kerja, antara lain dengan menciptakan lulusan yang siap kerja. Saat ini, pemerintah serius


(19)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

mengembangkan pendidikan menengah, terutama Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Salah satu kebijakan Departemen Pendidikan Nasional adalah pencanangan program peningkatan jumlah SMK yaitu diprogramkan proporsi SMK dan SMA tahun 2010 ditargetkan 50:50 dan Mendiknas menetapkan ratio SMK: SMA menjadi 67:33 pada tahun 2014. Upaya pemerintah merealisasikan target yang telah dicanangkan tersebut, disusun tahapan strategi dan target pencapaian tahunan yang meliputi (a) rasio siswa didik, (b) jumlah siswa SMK, (c) jumlah sekolah SMK, (d) pertumbuhan siswa SMK dan (e) jumlah guru SMK menjelang tahun 2010. Tahapan tersebut tertuang dalam roadmap Direktorat Pembinaan SMK 2010-2014. ( www.http. Roadmap direktorat pembinaan SMK diakses 15 Desember 2012 ).

Data nasional tentang penyerapan tenaga kerja dari lulusan SMK pada tahun 2013 menunjukkan daya serap lulusan sekolah kejuruan pada DU/DI masih cukup rendah. Berdasarkan data BPS tahun 2008 disebutkan bahwa meskipun angka lowongan kerja masih jauh lebih rendah dari angka pencari kerja, namun pada kenyataannya tidak semua lowongan kerja terpenuhi penempatannya. Pada tahun 2007 tersedia 375,16 ribu pencari kerja terdaftar, dan 300,40 ribu lowongan kerja terdaftar, serta sebanyak 175,54 ribu tenaga kerja ditempatkan. Keadaan tersebut menunjukkan telah terjadinya mismatch dalam pasar kerja (BPS, 2009, hlm.62). Bahkan secara tegas dalam Laporan Trend Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia 2008, Organisasi Buruh Internasional (ILO) menyampaikan bahwa sebanyak 4.516.100 orang dari 9.427.600 orang pengangguran terbuka adalah lulusan SMA dan SMK (Kompas, 22 Agustus 2008). Sebagai sekolah yang diperuntukan guna menyiapakan masa transisi secara lebih baik kedalam dunia kerja maka tanggung jawab SMK berbeda dengan sekolah mengah atas. hal ini seperti dinyatakan Masdonati et al (2010, hlm.405) bahwa :

On the one hand, work-based training in a host company gives trainees (also called “apprentices”) the opportunity to sharpen and to advance their practical skills, which is positive, especially for those who have experienced school difficulties during compulsory education. On the other hand, in most


(20)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

cases, VET (vocational education and training) programs enable a gradual school-to-work transition, as apprentices have three years to progressively integrate into the world of work.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Tabel 1.2, menunjukkan bahwa besarnya angka pengangguran tenaga kerja lulusan SLTA Kejuruan khususnya SMK disebabkan oleh rendahnya daya adaptasi lulusan sekolah (SMK) memenuhi tuntutan pasar kerja. Tuntutan kompetensi lulusan tidak sesuai dengan harapan DU/DI, sehingga fokus kompetensi dan keahlian lulusan menjadi sesuatu yang sangat diharapkan dapat tercapai.

Data menunjukan bahwa tingkat penggangguran cukup tinggi pada kelompok angkatan kerja dengan tingkat pendidikan SMK maupun sekolah tinggi kejuruan. Hal ini disebabkan adanya kesenjangan antara mutu lulusan SMK dengan kebutuhan DU/DI. Jumlah pengangguran berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.1

Pengangguran terbuka berdasarkan Pendidikan tertinggi yang ditamatkan

Sumber: Direktor PSMK 2013

Berdasarkan tabel 1.1 tersebut diketahui bahwa jumlah tenaga kerja yang mengganggur terbuka untuk pendidikan SMA dan SMK tertinggi diantara


(21)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

kelompok tingkat pendidikan lainnya. Guna mengantipasi meningkatnya jumlah penganggur terbuka untuk lulusan pendidikan SMK maka diperlukan peningkan mutu lulusan yang sesuai dengan kebutuhan DU/DI. Berdasarkan data tersebut, pendidikan kejuruan harus bersikap pro aktif terhadap perubahan lingkungan serta kondisi di lapangan. Pendidikan kejuruan perlu mempertegas kembali tujuannya dengan memperbaiki kualitas terutama pada nilai-nilai yang melandasi setiap praktek pendidikan maupun pengelolaannya. SMK perlu melakukan reposisi agar memiliki keunggulan posisi dibanding sekolah pada tingkat yang sama. Reposisi ditujukan untuk menata ulang sistem pendidikan menjadi competeitive, terbuka dan lebih adaptif terhadap perubahan, pola pembelajarannya yang berbasis kompetensi. Penataan ulang bidang atau program keahlian yang lebih sesuai dengan kebutuhan pasar tanpa mengorbankan nilai-nilai yang ingin diajarkan kepada peserta didik.

Perubahan paradigma dalam pengelolaan berorientasi pada demand driven dibanding supply driven.Oleh karena itu pengelolaannya menjadi lebih otonom. Sistem pengelolaan sentralistik berubah menjadi desentralisasi. Pendekatan pembelajaran bergeser dari pendekatan mata pelajaran menjadi pembelajaran berbasis kompetensi. Pola penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan pun berkembang dari yang sangat terstruktur menjadi lebih adaptif dan terbuka terhadap perubahan tuntutan DU/DI.

Sifat ketergantungan terhadap keberadaan DU/DI yang kurang sebanding dengan pertumbuhan dan perkembangan SMK, menuntut dilakukannya upaya-upaya pembenahan dalam konteks penyelenggaraan pendidikannya dalam rangka meningkatkan mutu sekolah dengan mutu lulusan yang sesuai dengan standar yang dibutuhkan oleh DU/DI. Salah satu upaya pembenahan yang dapat dilakukan oleh SMK dalam konteks ini adalah melakukan peningkatan mutu terutama dalam proses pembelajaran yang berdampak pada mutu sekolah (SMK.).

Pemikiran mengenai peningkatan mutu pembelajaran tersebut ditandai oleh sejumlah kenyataan. Pertama, bahwa pembelajaran di sekolah bermasalah.


(22)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Rendahnya pencapaian belajar siswa, belum berkembangnya kebiasaan berpikir produktif di sebagian besar siswa, masih kuatnya orientasi pembelajaran pada upaya penyampaian domain isi (content knowledge) bukan kompetensi, dan masih kentalnya tipe pembelajaran yang bercirikan teacher-directed. Kondisi tersebut merupakan sebagian masalah-masalah yang melingkupi praktik pembelajaran di dunia pendidikan terutama di SMK.

Kedua, proses pembelajaran belum menumbuhkan budaya berpikir produktif dan kreatif. Kondisi tersebut diakibatkan dari proses pembelajaran yang menempatlan siswa sebagai objek pembelajaran bukan subjek pembelajaran. Kondisi tersebut masih dominan terjadi di sekolah-sekolah dengan mutu yang rendah. Drost (1998) menilai : “Sebagian besar pendidik belum menyusun secara serius perangkat pembelajaran yang didasarkan pada premis proses belajar, karena memang kita masih kekurangan pengetahuan tentang proses belajar”. Hasil belajar anak pun tak dapat tercapai seperti yang diharapkan, yakni pada taksonomi belajar tingkat tinggi, melainkan hanya sebatas pada tingkat penyerapan informasi (knowledge), Bloom, et.al., (1956) dalam Biyantu (2007, hlm.16).

Ketiga, pembelajaran berpikir agar anak menjadi cerdas, kritis, dan kreatif, serta mampu memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari adalah penting. Kesadaran ini sesungguhnya telah mendasari pengembangan Kurikulum 1994, yang dipertegas pada Kurikulum 2004 dengan mengintegrasikan kecakapan hidup (life skills) sebagai tujuan orientatif utama pendidikan. Kurikulum 2004 menggunakan pendekatan pembelajaran realistik, kontekstual (konteks sosial) dengan proses belajar anak (konteks kognitif). Pelaksanaan kurikulum 2004 kurang efektif karena beberapa persoalan yang terkait dengan kompetensi pengajar. Sebagian besar pengajar dianggap belum memiliki kompetensi. Kesadaran pendidik terhadap masalah sebenarnya dalam proses pembelajaran belum terungkap karena rendahnya kemampuan profesionalisme guru dalam melakukan penelitian tindakan kelas. Guru lebih dominan dan menempatkan siswa sebagai objek proses pembelajaran.


(23)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Pemahaman terhadap nilai-nilai yang menjadi asumsi dasar dalam kegiatan pembelajaran belum dipahami dan menjadi landasan dalam mengambil tindakan atau praktek dalam proses pembelajaran. Guru masih berkutat dengan cara-cara mengajar yang lama dengan memperlakukan anak sebagai objek didik sehingga cenderung mematikan potensi kreatif peserta didik.

Implementasi kurikulum 2013 perlu diikuti dengan perbaikan pada sistem manajemen mutu yang dimiliki sekolah. Struktur kurikulum pendidikan menurut kurikulum 2013 menggambarkan bagaimana penerapan prinsip kurikulum mengenai posisi seorang siswa dalam menyelesaikan pembelajaran di suatu satuan atau jenjang pendidikan. Adanya penambahan jam belajar memberikan kesempatan kepada guru untuk mengembangkan potensi dan kompetensi siswa sesuai dengan tuntutan kurikulum. Isi kurikulum 2013 lebih menekankan pada kompetensi yang menyeluruh yang melekat pada diri siswa pada aspek kognitif, afeksi dan psikomotor. Proses pembelajaran lebih mendorong siswa untuk aktif belajar, berinteraksi dengan sumber belajar serta mengembangkan potensi yang dimiliki.

Berdasarkan hasil observasi terhadap pengelolaan lembaga pendidikan SMK serta bagaimana keterlibatan DU/DI di Jawa barat diperoleh hasil penelitian yang menunjukan sistem Total Quality Management (TQM) belum menjadi sutu pendekatan praktis yang mendorong mutu. Inspeksi terhadap hasil kerja masih menjadi salah satu pendekatan dalam pengelolaan mutu. TQM sebagai sebuah pendekatan praktis akan berhasil jika didukung oleh sub sistem guru yang melakukan penelitian tindakan kelas secara teratur, berkomunikasi intensif dengan orang tua untuk mengevaluasi proses belajar di sekolah. Evaluasi terhadap evektifitas partisipasi DU/DI belum dilakukan sebagai upaya memperbaiki sub sisten partisipasi DU/DI terhadap perwujudan mutu sekolah secara optimal. Kehadiran DU/DI pada hasil evaluasi jarang dilakukan.

Berbagai masalah yang melingkupi dunia sekolah tersebut, termasuk di SMKN perlu dipandang sebagai hasil pengamatan yang berimplikasi pada


(24)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

pengembangan strategi mutu pembelajaran dalam rangka meningkatkan mutu sekolah (SMKN). Kualitas sekolah dilakukan agar para lulusan memiliki kompetensi yang sejalan dengan tuntutan kebutuhan DU/DI.

Persepsi DU/DI terhadap SMK akan kualitas dan relevansi saat ini masih belum memuaskan. Kompetensi yang dimiliki para lulusan masih jauh dari harapan. Hal ini disebabkan antara lain oleh perkembangan kurikulum kalah cepat dengan perkembangan teknologi dan informasi di DU/DI,agar kegiatan belajar mengajar di sekolah bisa disinergikan dengan DU/DI,maka pihak sekolah harus menjalin kemitraan yang lebih baik dengan DU/DI.

Persepsi masyarakat terhadap SMK khususnya orang tua siswa yang mempunyai anak lulusan SMK memandang positif dan sangat mengharapkan sekali peningkatan dan perkembangan SMK agar disesuaikan dengan perkembangan di DU/DI. Kuantitas maupun kualitas SMK mencakup sumber daya manusia yakni tenaga pendidik terutama produktif, sarana pendukung seperti laboratorium,peralatan praktek, dan media informasi/komunikasi, serta penerapan sistem TQM sebagai prioritas utama khusunya bagi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri ( SMKN ).

Implikasi kebijakan berbasis mutu akan terlihat pada penyerapan tenaga kerja maupun inovasi dan kreativitas. Pengamatan tersebut tidak dapat dilepaskan dari pemahaman mengenai perkembangan dunia pendidikan yang memasuki era teknologi dan informasi. Proses pendidikan yang dilaksanakan perlu memilih cara-cara praktis untuk mendorong mutu sekolah. Cara-cara tersebut tetap dalam kerangka nilai-nilai pendidikan. Pilihan praktis bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat luas, memiliki keunggulan di dunia kerja. Proses tersebut di antaranya melalui jalur pendidikan kejuruan. Proses untuk meningkatkan mutu tidak terlepas dari dukungan internal dan eksternal seperti DU/DI.

Guna memperoleh dukungan terhadap upaya meningkatkan kualitas dari DU/DI diperlukan langkah-langkah yang jelas dan tepat. Diperlukan perjanjian


(25)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

kerjasama yang berkekuatan hukum antara pihak DU/DI, diwakili oleh pihak asosiasi industri atau lembaga profesi dengan lembaga pemerintah yang lebih tinggi, yaitu dinas pendidikan di masing-masing wilayah setingkat provinsi. Kerjasama tersebut diterjemahkan sebagai MoU induk atau payung hukum yang lebih besar dan pada setiap unit kerjasama yang akan dilanjutkan dengan MoU di tingkat sekolah menengah kejuruan (SMK) dengan masing-masing DU/DI sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Pada dasarnya kerjasama sekolah dan DU/DI tercantum dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.080/U/1999 tentang Program Pendidikan dan Kerja Lapangan. SMK sebagai bentuk satuan Pendidikan kejuruan sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan pasal 15 UU. Sisdiknas, merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama bekerja dalam bidang tertentu.

Kerjasama yang dilaksanakan merupakan strategi untuk mengatasi keterbatasan sumber daya yang ada di sekolah dalam rangka mengembangkan sekolah serta mengakomodasi kebutuhan pasar terkait dengan tenaga kerja yang kompeten. Pihak sekolah harus bersikap bahwa sekolah lebih berkepentingan terhadap adanya kerjasama. Sekolah perlu bersikap proaktif untuk menggandeng DU/DI dalam upaya meningkatkan mutu sekolah. Kerjasama yang ditawarkan sekolah dapat membantu DU/DI memperoleh tenaga kerja berkualitas serta mendorong perkembangan industrinya.

Upaya peningkatan keselarasan antara SMK dengan DU/DI merupakan hal penting yang harus diperhatikan. DU/DI merupakan salah satu pihak utama pengguna tamatan SMK. DU/DI dan pendidikan harus berjalan secara sinergis dalam menciptakan mutu sekolah. Kerjasama DU/DI dengan dunia sekolah tidak ditujukan untuk mengembangkan cara-cara praktis untuk bekerja tanpa melandasi peserta didik dengan nilai-nilai pendidikan. Nilai-nilai tersebut menjadi dasar bagi pelaksanakaan praktek kerja, bekerja maupun mengembangkan kreativitas. Nilai pendidikan dan nilai praktis untuk mengatasi masalah tenaga kerja dan kompetensi dapat diatasi dengan kerjasama yang setara. Kerjasama antara


(26)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

lembaga pendidikan dengan DU/DI dapat mendorong terciptanya mutu sekolah dengan lulusan yang memiliki kompetensi sesuai tuntutan kebutuhan DU/DI.

Provinsi Jawa Barat menjelang berakhirnya RJPMD 2009-2013, masih terus bekerja dalam meningkatkan kualitas pendidikan termasuk pendidikan kejuruan formal yakni Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),hal ini dapat dilihat sebagaimana tertuang dalam PERDA No 2 Th.2009 dengan 5 ( lima ) misinya antara lain :” pertama, mewujudkan sumber daya manusia Jawa Barat yang produktif dan berdaya saing. Kedua, meningkatkan pembangunan ekonomi regional berbasis potensi lokal. Ketiga, meningkatkan ketersediaan kualitas dan infrastruktur wilayah. Keempat meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan untuk pembangunan yang berkelanjutan. Kelima, meningkatkan efektivitas pemerintahan daerah dan kualitas demokrasi”. Menggaris bawahi misi pertama pembangunan di Jawa Barat mewujudkan sumber daya manusia yang produktif dan berdaya saing.

Hal ini terbukti bahwa produktifitas dan kemampuan daya saing manusia khususnya lulusan SMK di Jawa Barat masih rendah, disadari atau tidak hal tersebut sangat erat kaitannya denga mutu pendidikan.Hal ini pun diperkuat dengan Rencana Strategis ( renstra ) Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, antara lain : “Isu strategis pendidikan di Jawa Barat meliputi, pertama, belum tercapainya pemerataan dan kemudahan akses pendidikan.Kedua,belum tercapainya mutu dan relevansi pendidikan. Ketiga, belum baiknya tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik pendidikan bagi seluruh jenjang dan satuan pendidikan”.

Strategi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dalam rangka mencapai tujuan peningkatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dilakukan dengan kebijakan yang mendukung,membangun komunikasi, koordinasi dan sinergitas dalam rangka meningkatkan mutu dan relevansi serta aksesibilitas masyarakat pada layanan pendidikan menengah dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Masyarakat, Stakeholder dan layanan


(27)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

pendidikan lainnya. Selanjutnya dirancang dalam program dengan sasaran yaitu : meningkatnya APK dan APM SMA/SMK sederajat, berkurangnya angka putus sekolah SMA/SMK sederajat, berkurangnya angka mengulang SMA/SMK sederajat, meningkatnya angka melanjutkan sekolah SMA/SMK sederajat, meningkatnya nilai hasil evaluasi belajar siswa SMA /MA /SMK sederajat, dan bertambahnya SMA/MA/SMK yang meningkat akreditasinya. Sedangakan kegiatan-kegiatan indikatif dari program tersebut antara lain : a. Pembangunan /rehabilitas prasarana SMA/MA/SMK seperti pengadaan sarana KBM SMA/MA/SMK, fasilitas akreditasi bagi SMA/MA/SMK dan Diklat/bimtek /sosialisasi bagi tenaga pendidik/kependidikan SMA/MA/SMK.

Salah satu faktor rendahnya mutu pendidikan SMK sebagaimana renstra depdiknas belum selarasnya pendidikan di sekolah dengan kebutuhan industri,sebagai tindak lanjut pemecahan masalah pendidikan khususnya Sekolah Menengah Kejuruan di Jawa Barat perlu meningkatan dan mengoptimalisasikan kembali lembaga TRIPHARTI yang pernah dirintis sebelumnya yakni memberdayakan dan meningkatkan kembali jalinan kerjasama antara lembaga pemerintah (Pemda/Disdik.Prov.), Dunia usaha/Dunia industri (KADIN) dengan Lembaga Pendidikan dalam hal ini Sekolah Menengah Kejuruan ( SMK ).

Berdasarkan permasalahan dalam upaya mewujudkan mutu sekolah, maka diperlukan suatu sistem yang melibatkan semua komponen lembaga baik internal maupun eksternal. Tujuan dunia usaha/dunia industri dan lembaga pendidikan dapat tercapai dan selaras. Bentuk kerjasama tersebut diwujudkan dalam program, prosedur maupun kebijakan sekolah yang mendorong meningkatnya mutu sekolah. Melalui pengembangan, penyelaraskan dan komunikasi yang berkelanjutan upaya untuk mewujudkan sekolah bermutu yang sesuai dengan harapan dunia usaha/dunia industri dan sekolah dapat terwujud tanpa praktek-praktek pengelolaan pendidikan yang bersifat pragmatis dan tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur pendidikan.


(28)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Pendidikan kejuruan harus mampu mengembangkan jejaring kerjasama dalam mengembangkan organisasi dan mencapai tujuan pendidikan (Ori Eyal, 2008) dalam Arifin. Z. (2011, hlm.7). Networking sangat penting artinya bagi keberlanjutan dan kemajuan suatu organisasi bahkan suatu bangsa. Kerjasama merupakan kebutuhan pokok bagi sekolah kejuruan untuk menindaklanjuti pembelajaran aspek produktif sebagai ciri khas sekolah kejuruan. Pengembangan jejaring kerjasama yang dijalin antara sekolah kejuruan dan dunia usaha/dunia industri sangat memungkinkan bagi sekolah untuk memberi kesempatan seluas-luasnya bagi siswa mendapat pembekalan keterampilan produktif yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Permasalahan dalam konteks mutu sekolah terkait dengan sejauhmana kontribusi kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru, fasilitas belajar, dan partisipasi dunia usaha/dunia industri terhadap mutu Sekolah Menengah Kejuruan

(SMK) Negeri di Jawa Barat. Fokus pertanyaan adalah mengapa mutu sekolah yang menjadi fokus kajian?, mutu sekolah merupakan hasil dari sinergitas beragam faktor dalam lembaga pendidikan. Mutu sekolah berkaitan langsung dengan kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru, fasilitas belajar, dan partisipasi dunia industri terutama dalam proses pembelajaran di sekolah yang pada gilirannya menjadi salah satu faktor penentu dalam menunjang mutu SMK Negeri sebagaimana yang dibutuhkan oleh tidak hanya dunia usaha/dunia industri saja, bahkan sebagai penunjang dalam memperkuat perekonomian bangsa dan negara.

Berdasarkan uraian dan permasalahan tersebut, kajian mengenai kepemim-pinan kepala sekolah, kinerja guru, fasilitas belajar, partisipasi dunia usaha/dunia industri dan mutu SMK Negeri sangat menarik untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut untuk mencari dan merumuskan model mutu sekolah yang dapat diterapkan secara terpadu pada semua kelompok SMKN dengan judul “Kontribusi kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru, fasilitas belajar, dan partisipasi dunia usaha/ dunia industri terhadap mutu SMK Negeri di Jawa Barat”.


(29)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Dari hasil observasi awal di lokasi penelitian (tahun 2010), peneliti mendapatkan informasi yang mengindikasikan bahwa mutu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri di Jawa Barat belum sesuai dengan harapan pengguna lulusan serta standar kompetensi yang diinginkan lembaga pendidikan. Dalam dugaan peneliti, hal ini disebabkan antara lain oleh faktor-faktor kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja guru terhadap mutu pembelajaran. Karena pada saat ini, maupun yang akan datang, baik penentu maupun pelaksana kebijakan pendidikan harus mampu merespons perubahan tuntutan masyarakat dengan menyelenggarakan pendidikan yang bermutu tinggi dan lulusan yang memiliki kompetensi sesuai harapan pengguna atau masyarakat.

Beberapa faktor yang mempengaruhi mutu sekolah antara lain: kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja guru terhadap mutu pembelajaran, sumber daya manusia (TU dan staf sekolah), kebijakan pemerintah; biaya dan fasilitas belajar (sarana dan prasarana) serta partisipasi dunia DU/DI. Salah satu faktor yang dominan mempengaruhi mutu sekolah yaitu kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja guru terhadap mutu pembelajaran serta salah satu indikator ditunjukkan oleh tingginya mutu lulusan.

Kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja guru terhadap mutu pembe-lajaran serta dampaknya mutu sekolah yang tidak hanya ditunjukkan berupa hasil kerja akan tetapi termasuk juga perilaku kerja yang cenderung rendah. Murphy dan Cleveland (1991, hlm.92) menyatakan bahwa :Job Performance should be defined in term of behavior or in term of the results of behavior. Namun, Stoner dan Wankel (1993, hlm.159) menyatakan bahwa kinerja ialah hasil kerja secara nyata yang ditunjukkan oleh individu. Harley (Siagian, 1996, hlm.14) menyebut kinerja sebagai upaya yang dilakukan dalam menyelesaikan pekerjaan untuk menghasilkan keluaran dalam periode


(30)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

tertentu, dan performansi sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan, dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu. Hal ini sejalan dengan pendapat Sukmadinata (2006, hlm.7) yang menyatakan bahwa:

Proses pendidikan yang bermutu harus didukung oleh personalia, seperti adminstrator, guru, konselor, dan tata usaha yang bermutu dan profesional. Hal tersebut didukung pula oleh sarana dan prasarana pendidikan, fasilitas, media, serta sumber belajar yang memadai, baik mutu maupun jumlahnya, dan biaya yang mencukupi, manajemen yang tepat, serta lingkungan yang mendukung.

Dari semua faktor tersebut, guru menempati posisi sentral, mengingat persoalan pokok dari kualitas hasil belajar berawal dari proses belajar mengajar. Menurut Sallis (2006, hlm.86) bahwa:

Pada saat sebagian besar institusi pendidikan dituntut untuk mengerjakan lebih baik lagi, penting baginya untuk memfokuskan diri pada aktivitas utama yaitu pembelajaran. Gedung yang bagus dan cantik, megah, laboratorium yang lengkap dan kurikulum yang canggih sama sekali tidak ada artinya jika tidak ada guru yang berkualitas di depan kelas untuk mengajarkan sesuatu.

Sejalan dengan pernyataan tersebut, kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru, fasilitas belajar, dan partisipasi dunia usaha/dunia industri menjadi variabel bebas yang berkontribusi langsung terhadap mutu SMK Negeri.

Berdasarkan uraian tersebut, timbul beberapa pertanyaan dari berbagai faktor seperti seberapa besar kontribusi kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru, fasilitas belajar, dan partisipasi dunia usaha/dunia industri terhadap mutu SMK Negeri? Pertanyaan tersebut masih umum sehingga hanya merupakan arahan bagi tahap kegiatan berikutnya serta memerlukan elaborasi secara operasional. Dengan demikian dapat diidentifikasi permasalah dan batasan masalah pada penelitian ini yaitu kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru, fasilitas belajar, dan partisipasi dunia usaha/dunia industri serta mutu SMK Negeri.


(31)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Bertolak dari latar belakang penelitian, identifikasi dan batasan masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah secara umum dalam penelitian yaitu “Bagaimana model hasil analisis serta kebermaknaan kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru, fasilitas belajar, dan partisipasi dunia usaha/dunia industri terhadap mutu SMK Negeri di Jawa Bara?”. Rumusan masalah penelitian tersebut dapat dirinci sebagai berikut.

1. Bagaimana deskripsi kepemimpinan kepala sekolah (SMKN), kinerja guru , fasilitas belajar, partisipasi DU/DI dan mutu SMKN di Jawa Barat?

2. Apakah terdapat kontribusi signifikan kepemimpinan kepala sekolah terhadap mutu SMKN di Jawa Barat?

3. Apakah terdapat kontribusi signifikan kinerja guru terhadap mutu SMKN di Jawa Barat?

4. Apakah terdapat kontribusi signifikan fasilitas belajar terhadap mutu SMKN di Jawa Barat?

5. Apakah terdapat kontribusi signifikan partisipasi DU/DI terhadap mutu SMKN di Jawa Barat?

6. Seberapa besar kontribusi kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru , fasilitas belajar, partisipasi DU/DI terhadap mutu SMKN di Jawa Barat baik secara parsial maupun secara simultan?

7. Seberapa besar kontribusi yang signifikan kepemimpinan kepala sekolah, fasilitas belajar, dan partisipasi DU/DI baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap mutu SMKN melalui kinerja guru di Jawa Barat?

8. Seberapa besar kontribusi signifikan kepemimpinan kepala sekolah, dan partisipasi DU/DI baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap mutu SMKN melalui fasilitas belajar di Jawa Barat?

9. Bagaimana model hipotetik hasil analisis pengembangan SMKN bermutu? C. Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan data empirik, menganalisis data, menemukan model hasil analisis serta menguji kebermaknaan kepemimpinan


(32)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

kepala sekolah, kinerja guru, fasilitas belajar, dan partisipasi DU/DI terhadap mutu SMK Negeri di Jawa Barat. Adapun tujuan khusus penelitian yaitu untuk mengetahui

1. Deskripsi kepemimpinan kepala sekolah (SMKN), kinerja guru , fasilitas belajar, partisipasi DU/DI dan mutu SMK Negeri di Jawa Barat

2. Kontribusi kepemimpinan kepala sekolah terhadap mutu SMK Negeri di Jawa Barat

3. Kontribusi kinerja guru terhadap mutu SMK Negeri di Jawa Barat 4. Kontribusi fasilitas belajar terhadap mutu SMK Negeri di Jawa Barat.

5. Kontribusi signifikan Partisipasi DU/DI terhadap mutu SMK Negeri di Jawa Barat.

6. Kontribusi kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru , fasilitas belajar, partisipasi DU/DI terhadap mutu SMK Negeri di Jawa Barat baik secara parsial maupun simultan

7. Kontribusi kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru, fasilitas belajar, dan partisipasi DU/DI baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap mutu SMK Negeri di Jawa Barat

8. Kontribusi kepemimpinan kepala sekolah, dan partisipasi DU/DI baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap mutu SMK Negeri melalui fasilitas belajar di Jawa Barat

9. Model hipotetik hasil analisis pengembangan SMK Negeri Bermutu D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk kepentingan kajian teoretis dan praktis. Secara teoretis penelitian ini dapat bermanfaat antara lain:

1. Memberikan kontribusi yang berdaya guna secara teoritis, metodologis, dan empiris bagi kepentingan akademis dalam bidang ilmu kependidikan khusus-nya administrasi pendidikan terutama pada kepemimpinan kepala sekolah,


(33)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

kinerja guru, fasilitas belajar, dan partisipasi DU/DI terhadap mutu SMK Negeri di Jawa Barat.

2. Dapat dijadikan suatu pola dan strategi dalam meningkatkan kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru, fasilitas belajar, dan partisipasi DU/DI terhadap mutu SMK Negeri di Jawa Barat.

3. Dapat dijadikan sebagai alternatif model inovasi dalam pengembangan kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru, fasilitas belajar, dan partisipasi DU/DI terhadap mutu SMK Negeri di Jawa Barat.

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk dijadikan:

1. Informasi bagi para pengelola pendidikan dalam upaya memperbaiki, mening-katkan, dan mengembangkan kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru, fasilitas belajar, dan partisipasi DU/DI terhadap mutu SMK Negeri di Jawa Barat, yaitu (a) prestasi peserta didik; (b) kesempatan pendidikan lebih tinggi; (c) kesempatan kerja; dan (d) pengembangan diri.

2. Bahan masukkan dan perbandingan bagi Dinas Pendidikan Jawa Barat dan Direktorat Pembinaan SMK dalam merencanakan, melaksanakan, menempatkan, mengawasi,sistem rekruitmen, meningkatkan kompetensi dan mengevaluasi kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru, fasilitas belajar serta partisipasi DU/DI terhadap mutu SMK Negeri di Jawa Barat sesuai dengan Renstra .

3. Masukan bagi dunia usaha/dunia industri sebagai mitra Pendidikan Sistem Ganda ( PSG ) di Jawa Barat, untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan secara kontekstual dan konseptual operasional dalam merumuskan konsep dan program pengembangan dan peningkatan mutu SMK.

4. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai temuan awal untuk melakukan penelitian lanjut tentang model kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru, fasilitas belajar, dan partisipasi DU/DI secara bersama terhadap mutu SMK Negeri di Jawa Barat pada institusi pendidikan lainnya.


(34)

Rochana, 2014.

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu E. Struktur Organisasi Disertasi

Struktur organisasi disertasi ini berisikan rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab dalam disertasi secara garis besar, mulai dari Bab I sampai Bab V sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, berisi : Latar belakang Penelitian, Identifikasi dan Perumusan Masalah,Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan struktur organisasi disertasi.

Bab II Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran,dan Hipotesis penelitian, berisi Kajian Pustaka meliputi : Konsep Administrasi Pendidikan, Mutu Pendidikan, Mutu Sekolah, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Kinerja Guru, Fasilitas Belajar, Partisipasi DU/DI, Hasil Penelitian Sebelumnya yang Relevan, serta Kerangka Pemikiran dan asumsi-asumsi serta hipotesis penelitian. Bab III. Metodologi Penelitian, berisi : Pendekatan Penelitian, Populasi dan teknik pengambilan sampel. Definisi Operasional Variabel Penelitian, berisi : Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1), Kinerja Guru (X2), Fasilitas Belajar (X3), Partisipasi DU/DI (X4) dan Mutu Sekolah (Y).Prosedur Pengembangan Instrumen Penelitian berisi : Persiapan,Penyusunan Kisi-kisi Instrumen Penelitian, Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Instrumen. Hasil Uji Normalitas dan Uji Linieritas Data, uji homogenitas dan Analisis Data Statistik. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, menjelaskan: Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab V Kesimpulan dan rekomendasi, berisi : Kesimpulan, Implikasi Praktis dan Rekomendasi.


(1)

--- (1999). Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosda Karya

Furqon (2009). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung.Alfabeta. Fakkry Griffith S, A.(2007) A Proposed Model For Assessing Quality Of Education

International Review of Education (2008) 54:99–112.

Handoko, T. H. (2003). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE.

Hasanah. A (2008). PRODUKTIVITAS MANAJEMEN SEKOLAH (Studi Kontribusi Kepemimpinan Kepala Sekolah, Budaya Sekolah, dan Kinerja Guru terhadap Produktivitas Sekolah Menengah Pertama di kota Bandung)

Disertasi. UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Henrietta, B. (2004). Essential Concepts in Developing Community–University Partnerships. Essential Concepts in Developing Community–University Partnerships. Public Health Nursing Vol. 21 No. 1, pp. 32–40. Blackwell Publishing, Inc).

Herrsey, Paul dan Blanchard, K. H. (1977). Management of Organization

Behavior, New York : Englewood Cliffs.

Hoy, W. K., & Hannum, J. W (1978). Middle School Climate: An Empirical

Assessment Of Organizational Health And Student Achievement. Educational Administration Quarterly..

---, Jardine et al (2000) Improving Quality in Education . 11 New Fetter Lane, London.

http://agupenajateng.net

http://www.toyota.astra.co.id/company/news/article.php?article_id=1708 http://www.toyota.co.id/company/mediarelations/article.php?article_id=1777 http://id.wikipedia.org/wiki/Administrasi

Idris, Jamaluddin. (2005). Analisis Kritis Mutu Pendidikan. Banda Aceh:

Taufiqiah Sa’adah.

Jalal, F. (2005). Kebijakan Pendidikan dalam Profesionalisasi Pendidik dan

Tenaga kependidikan dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Pendidikan.

Bandung: FIP UPI.

Jarolemek. J. dan Clifor, D. Foster (1981). Model of Teaching. New Yersey: Englangwood Cliff Prenticehall Inc.

Kartini Kartono (1983). Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: Rajawali Press. Ko¨ksal, H (2012) SQCs in Turkey as ‘‘Imece Circles’’. AI & Soc (2012) 27:377–

386

Krügerm, M dan Scheerens, J (2012) Conceptual Perspectives on School


(2)

Leung Mei & Fung Ivan (2005) Enhancement of classroom facilities of primary

schools and its impact on learning behaviors of student; 2005; 23, vol:

13/14; ABI/INFORM (diakses tanggal 15 oktober)

Madlock,P,E (2008) Employee Satisfaction The Link Between Leadership Style,

Communicator Competence, and Employee Satisfaction. Journal of Business Communication 2008 45: 61

Manochehri, N.N et al (2012) Total Quality Culture (TQC) In Educational

Institutions: A Gulf Corporation Council (GCC) Region Study. Academy of

Educational Leadership Journal, Vol.16, Number 3, 2012.

Martial dembe´ le´ dan oviawe,J (2007) Introduction: Quality Education In

Africa –International Commitments, Local Challenges And Responses.

International Review of Education (2007) 53:473–483 _ Springer.

Masdonati, J. et al (2010) Vocational education and training attrition and the

school-to-work transition. Education þ Training Vol. 52 No. 5, 2010 pp.

404-414

Mayer. C (2001). Transfer of Concepts and Practices of Vocational Education

and Training from the Center to the Peripheries: the case of Germany.

Journal of Education and Work, Vol. 14, No. 2, 2001).

MCGOWEN (2007) The Impact Of School Facilities On Student Achievement,

Attendance, Behavior, Completion Rate And Teacher Turnover Rate In Selected Texas High Schools. North Zeeb Road ProQuest Information and

Learning Company 300 ( diakes 15 oktober 2013)

Milliano,Marloes (2010) The Quality of Education in Times of Crisis – a Case of Indonesia. The Maastricht Graduate School of Governance.

Moos, L,. Johansson, O dan Day C (2011) How School Principals Sustain

Success over Time. Springer. New York.

Munadi,M (2008) Community Participation In The Public Policy Making In

Education Sector In Surakarta Municipality. Jurnal Penelitian dan Evaluasi

Pendidikan, Nomor 2, Tahun XII, 2008.

Murphy, J et al. (Ed). (1991). Handbook of Research on Educational

Administration (Second Edition). San Fransisco: Jossey - Bass Publisher.

Nasution,S (1998) Methodologi Research,Bandung,Jemars.

Nazara dan Wicaksana (2008) dalam Skills Development Strategy: The Indonesian

Case Study on the Pre-Employment Vocational Education and Training (VET), Lembaga Demografi FEUI dan World Bank.Sallis Edward, (1993) “Total Quality Management in Education.” London: Kogan Page.


(3)

Oetinger, Jonathan (2010). Green Schools: Constructing and Renovating School

Facilities with the Concept of Sustainability. ProQuest LLC 789 East

Eisenhower Parkwa ( dikases 15 Oktober )

Paul Hersey dan Ken Blanchard. (1995). Manajemen Perilaku Organisasi:Pendayagunaan Sumber-daya Manusia. (Jakarta: Erlangga,

Penerjemah Agus Dharma. Edisi ke-4).

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Pendidikan Nasional.

Permen Diknas No.13 tahun 2007 tentang Standar Kinerja Kepala Sekolah. Powell (1995) The Juran Trilogy. Journal Strategic Management Vol. 16: Rachman, Arief, 2009, SMK jadi Solusi Permasalahan Lapangan Kerja dalam

Jurnal LKS, Hari kedua, 22 Mei 2009.

Rad, A.M.M ( 2006) The Impact Of Organizational Culture On The Successful

Implementation Of Total Quality Management. The TQM Magazine Vol.

18 No. 6, 2006 pp. 606-625.

Rahman Y (2001) Peran Strategis Kepala Sekolah dalam Meningkatkan

Mutu Pendidikan. Bandung: Alqaprint Jatinangor bekerjasama dengan

Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI).

Remen,F., Karakus,M, dan Yasan,T(2008) Total quality management practices in

Turkish primary schools. Quality Assurance in Education Vol. 17 No. 1, 2009

pp. 30-44

Riduwan dan Kuncoro (2010). Cara Menggunakan dan Memaknai Path Analysis

(Analisis Jalur). Bandung: Alfabeta.

Riduwan dan Kuncoro, Engkos Achmad (2007). Cara Menggunakan dan Memaknai

Analisis Jalur (Pathanalysis). Bandung : Alfabeta.

Riduwan dan Akdon (2006). Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistika. Cetakan Perdana Bandung: Alfabeta.

Robbins (2006). Perilaku Organisasi. Alih bahasa Molan. Jakarta. Indeks.

Sahney, et al (2003) Enhancing quality in education: application of quality

function deployment - an industry perspective Work Study; 2003; vol: 52, 6/7;

ABI/INFORM Complete ( diakses 15 oktober).

Sallis & Edward (2006). Total Quality Management in Education. London: Sascha et al (2011) Education and Catch-up in the Industrial Revolution.

American Economic Journal: Macroeconomics 3 (July 2011): 92–126 http://www.aeaweb.org/articles.php?doi=10.1257/mac.3.3.92 (diakses 15 IOktober 2013)

Satori, D. (1999). Manajeman Berbasis Sekolah, Basic Education Project. Jawa Barat.


(4)

Saud, Udin Syaefudin dan Makmun, Abin Syamsuddin (2005). Perencanaan

Pendidikan-Suatu Pendekatan Komprehensif. Bandung : Rosda.

______2002). Pengembangan Kepala Sekolah: Makalah. Bandung.

Schein, E, (1992), Organizational Culture and leadership,2ndEdition : San Fransisco Jossey-bas Publisers.

Schleicher,A (2009) Securing quality and equity in education: Lessons from PISA. UNESCO IBE .

Siagian, Sondang P. (1996). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

--- (2004). Kerangka Dasar Ilmu Administrasi. Jakarta: Rineka Cipta. ---(2003). Filsafat Administrasi. Jakarta: Gunung Agung.

Siaran Pers Depdiknas, 2008, Depdiknas Targetkan 1,5 Juta Lulusan SMP

Melanjutkan ke SMK dalam http://www.smk averus .org/ print. php? type =N&item_id=5

Sindoro, A (1996). Lima Pilar Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara SK Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen

Pendidikan Nasional Nomor 251/C/KEP/MN/2008 tentang Spektrum

Keahlian Pendidikan Menengah Kejuruan.

Slide Bahan Masukan Pasar Kerja, Dit PSMK 2009 (Error! Hyperlink reference

not valid.

Stoner, J. A. F. (1993). Management, London: Prentice Hall International.

Suar, D, Tewari H.,R dan Chaturbedi, K,R. (2006) Work Behaviour Subordinates' Perception of Leadership Styles and Their Work Behaviour. Psychology

Developing Societies 2006 18: 95

Sugiyono (2011). Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta.

Sukmadinata, N.S. dkk. (2006). Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah

Menengah: Konsep. Prinsip dan Instrumen. Bandung: Refika Aditama.

Supriadi, Dedi. (1999). Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa

.--- (2002). Sejarah Pendidikan Teknik,Jakarta.Depdiknas

Surya, M. (2000). Mencermati Kebijakan Pendidikan dalam Mewujudkan

Kemandirian Guru. Makalah Simposium Nasional Pendidikan tentang Rekonstruksi Profesi guru dalam Kerangka Reformasi Pendidikan di

Unmuh Malang.

Sutermeister, Robert A. (1976). People and Productivity, New York: MCGraw-Hill Book Company.


(5)

Sutisna, Oteng (1983), Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional. Bandung: Angkasa.

Suyanto (2007). Mobilitas Horizontal bagi Guru Bermutu. Journal. Inovasi Pendidikan.

Suzane et al (2007) Academic–Practice Partnerships for Community Health Workforce Development. Journal Academic–Practice Partnerships for Community Health Workforce Development. Journal of Community Health

Nursing, 2007, 24(3), 155–165 Copyright © 2007, Lawrence Erlbaum Associates, Inc.)

Svensson,M dan Klefsjo,B (2000). Experiences from creating a quality culture

for continuous improvement in swedish school sector by using self assessment. Total Quality Management; Jul 2000; 11, 4-6; ProQuest.

Tanggapan terhadap buku Isu-isu Pendidikan Kejuruan Depdiknas RI 2007, http ://one1thousand100education.wordpress.com/2008/02/07/pendidikan-kejuruan/.

Tilaar, H.A.R. (2001), Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam

Perspektif Abad 21. Magelang: Tera Indonesia.

--- (2001). Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineke Cipta.

Thomas J Allan (1972). The Productive School A System Analysis Approach to

Educational Administration, John Wiley & Sons. JNC. Canada:

Tim Dosen Adpen UPI. (2008). Manajemen Pendidikan. Bandung:

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. (2003). Sistem

Pendidikan Nasional. Departemen Pendidikan Nasional Republik

Indonesia. Jakarta.

Undang-Undang RI No. 14 Tahun (2004). tentang Guru dan Dosen. Bandung: Citra Umbara.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2012) Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Bandung : UPI.

Wahjosumidjo(2010), Kepemimpinan Kepala Sekolah,Jakarta : Rajawali Pers. Wang, Yuche Jerry (2000). A Study to Identify International Business Competencies

Needed by Business Graduates of Four-Year Colleges and Universities in Taiwan, R.O.C. Disertasi Doktor pada Faculty of the Graduates School

University of Missouri Columbia. USA : ProQuest Information and Learning Company.

Wellington, Patricia. (1998). Kaizen Strategies for Customer Care. Interaksara. Wibisono(2006) Manajemen Perubahan. Jakarta,.Rajawali Press


(6)

Winardi. (2002). Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

--- (2003), Kreativitas dan Teknik-teknik Pemikiran Kreatif Dalam Bidang

Manajemen, Citra Aditya, Bandung.

--- (1990). Asas-asas Manajemen. CV. Mandar Maju. Bandung.

Wirawan, (2002). Kapita Selekta Teori Kepemimpinan Pengantar untuk Praktek

dan Peneliti Buku 1 Jakarta: Yayasan Bangun Indonesia & Uhamka Press.

--- (2002). Kapita Selekta Teori Kepemimpinan Pengantar untuk Praktek dan

Peneliti Buku 2 Jakarta: Yayasan Bangun Indonesia & Uhamka Press.

Yudo Husodo, Siswono (2007, 27 Januari). Abad Pertarungan Talenta. Kompas. Halaman 6. Tersedia : http://www,kompas.com

Yulk, Gary A. (1994). Leadership in Organization, 2nd Edition. New York: Prentice Hall International Inc.

Yusufhadi Miarso , 2008. Kajian Pemetaan Pendidikan Kejuruan http:// kanda wibawa .net/2009/01/31/sekolah-menengah-kejuruan-smk.

Zaqeuz, Marque. (2008). Kemiskinan dan Pengangguran; Mata Rantai

Permasalahan Pembangunan. Terjemahan, Jakarta: Pustaka Pena

Zeithaml, Valarie A. A. Parasurarnan, Leonard L. Berry (1990). Delivering Quality Service : Balancing Customer Perception and Expectation. New York: The Free Press.


Dokumen yang terkait

PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN FASILITAS PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN FASILITAS SEKOLAH TERHADAP MOTIVASI KERJA GURU DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BATIK 2 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011.

0 1 16

KONTRIBUSI KOMUNIKASI INTERPERSONAL KEPALA SEKOLAH TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA GURU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI KOTA BANDUNG.

1 2 71

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP MUTU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN JOMBANG BANTEN.

0 0 74

PRODUKTIVITAS SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI : Studi Deskriptif Analitis tentang Pengaruh Kepemimpinan Kepala sekolah, Pembiayaan Sekolah, Fasilitas Belajar, Kinerja Mengajar Guru dan Mutu Pembelajaran terhadap Produktivitas SMA Negeri di Provinsi Jawa Bara

0 11 108

HUBUNGAN PEMBINAAN OLEH KEPALA SEKOLAH DENGAN KINERJA GURU : Studi Deskriptif - Analitik pada Sekolah Menengah Kejuruan Negeri se-Jawa Barat.

0 0 66

PENGARUH PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001: 2008 DAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH TERHADAP PRODUKTIVITAS SEKOLAH :Penelitian Deskriptif Analitik di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri se-Jawa Barat.

0 0 48

Kepemimpinan Kepala Sekolah Pengaruhnya Terhadap Kompetensi, Motivasi, Dan Kepuasan Kerja Guru Serta Implikasinya Terhadap Kinerja Guru (Penelitian Pada Sekolah Menengah Kejuruan Di Jawa Barat).

0 0 2

PROSIDING SEMNAS abstrak

0 0 8

PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) NEGERI DI TEMANGGUNG.

0 2 191

KONTRIBUSI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, KINERJA GURU, FASILITAS BELAJAR, DAN PARTISIPASI DUNIA INDUSTRI TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI DI JAWA BARAT - repository UPI D ADP 0809455 Title

0 0 3