Studi deskriptif : kebahagiaan biarawati yang sudah menerima kaul kekal.

(1)

vii

STUDI DESKRIPTIF : KEBAHAGIAAN BIARAWATI YANG SUDAH MENERIMA KAUL KEKAL

Fransisca Febriani Putri

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebahagiaan biarawati yang sudah menerima kaul kekal. Subjek dalam penelitian ini adalah biarawati yang sudah menerima kaul kekal minimal 2 tahun dan berada di Yogyakarta. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 96 biarawati dari beberapa kongregasi yang ada di Yogyakarta. Hipotesis dalam penelitian ini adalah biarawati merasakan kebahagiaan dalam hidup membiara setelah menerima kaul kekal. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan satu skala Likert, yaitu skala kebahagiaan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, analisis one sample t-test, dan kategorisasi. Reliabilitas skala kebahagiaan adalah 0,943. Reliabilitas ini diperoleh dengan menggunakan korelasi Cronbach’s Alpha. Setelah melakukan kategorisasi diperoleh hasil bahwa biarawati memiliki kebahagiaan yang tinggi setelah menerima kaul kekal di dalam hidup membiara, yaitu sebesar 44,79 % atau 43 subjek.


(2)

viii

DESCRIPTIVE STUDIES: THE HAPPINESS OF NUNS WHO HAVE RECEIVED THE PERPETUAL VOWS

Fransisca Febriani Putri

ABSTRACT

This study aims to determine the happiness of nuns who have received the perpetual vows. The subject in this study were nuns who had received at least 2 years of perpetual vows and was in Yogyakarta. The total number of subjects in this study were 96 nuns from several congregations in Yogyakarta. The hypothesis in this study is that the nuns feel the happiness in religious life after receiving perpetual vows. The study’s data is collected by using a Likert scale, which is the happiness scale. Data analysis in this study by using descriptive analysis, analysis one sample t-test, and categorization. The reliability of happiness scale is 0,943. This reliability is obtained by using the Cronbach’s Alpha correlation. After doing categorization result that nuns have a high happiness after receiving perpetual vows in religious life, which amounted to 44,97% or 43 subjects.


(3)

i

STUDI DESKRIPTIF : KEBAHAGIAAN BIARAWATI YANG

SUDAH MENERIMA KAUL KEKAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

FRANSISCA FEBRIANI PUTRI 089114030

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

Saya hanya bekerja dan bekerja

Tak peduli penilaian orang, mau jelek, mau gagal, mau berhasil,

yang penting saya bekerja

(Jokowi)

“Jangan pernah meminta beban kita diperkecil, mintalah agar pundak kita diperkuat”

(Anonim)

Lakukan yang terbaik

dan lihat bagaimana

tangan Tuhan menyelesaikannya

(Throwinside)

Percaya saja, Tuhan menggenggam semua doa

Lalu dilepaskannya satu persatu di saat yang tepat


(7)

v

Karya ini kupersembahkan kepada:

Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria, St. Fransisca

yang selalu setia mendampingiku dalam mengerjakan skripsi ini Teristimewa untuk Papa dan Mama, serta semua orang yang kusayangi

Terima kasih atas segala doa dan dukungan tiada henti yang kalian berikan kepadaku selama mengerjakan skripsi ini


(8)

(9)

vii

STUDI DESKRIPTIF : KEBAHAGIAAN BIARAWATI YANG SUDAH MENERIMA KAUL KEKAL

Fransisca Febriani Putri

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebahagiaan biarawati yang sudah menerima kaul kekal. Subjek dalam penelitian ini adalah biarawati yang sudah menerima kaul kekal minimal 2 tahun dan berada di Yogyakarta. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 96 biarawati dari beberapa kongregasi yang ada di Yogyakarta. Hipotesis dalam penelitian ini adalah biarawati merasakan kebahagiaan dalam hidup membiara setelah menerima kaul kekal. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan satu skala Likert, yaitu skala kebahagiaan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, analisis one sample t-test, dan kategorisasi. Reliabilitas skala kebahagiaan adalah 0,943. Reliabilitas ini diperoleh dengan menggunakan korelasi Cronbach’s Alpha. Setelah melakukan kategorisasi diperoleh hasil bahwa biarawati memiliki kebahagiaan yang tinggi setelah menerima kaul kekal di dalam hidup membiara, yaitu sebesar 44,79 % atau 43 subjek.


(10)

viii

DESCRIPTIVE STUDIES: THE HAPPINESS OF NUNS WHO HAVE RECEIVED THE PERPETUAL VOWS

Fransisca Febriani Putri

ABSTRACT

This study aims to determine the happiness of nuns who have received the perpetual vows. The subject in this study were nuns who had received at least 2 years of perpetual vows and was in Yogyakarta. The total number of subjects in this study were 96 nuns from several congregations in Yogyakarta. The hypothesis in this study is that the nuns feel the happiness in religious life after receiving perpetual vows. The study’s data is collected by using a Likert scale, which is the happiness scale. Data analysis in this study by using descriptive analysis, analysis one sample t-test, and categorization. The reliability of happiness scale is 0,943. This reliability is obtained by using the Cronbach’s Alpha correlation. After doing categorization result that nuns have a high happiness after receiving perpetual vows in religious life, which amounted to 44,97% or 43 subjects.


(11)

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Baik dan Maha Cinta, karena atas

penyertaanMu dan kesempatan yang selalu Kau berikan kepada penulis, akhirnya

penelitian ini dapat selesai pada waktu yang Kau tentukan. Banyak hal yang

penulis dapatkan dalam proses pengerjaan penelitian ini, yaitu bagaimana penulis

menghargai kesempatan dan waktu, keuletan dalam mencari berbagai referensi,

dan kerja keras dalam menghadapi banyak tantangan untuk menuju suatu

keberhasilan.

Penulis sadar penelitian ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,

dengan besar hati penulis menerima segala kritik dan saran terkait penelitian ini

sehingga akan menjadi sempurna. Penulis berharap penelitian ini dapat

memberikan inspirasi terutama kepada biarawati yang telah memilih jalan

hidupnya untuk menjadi pelayan Tuhan dan Gereja. Semoga semangat kaulnya

dalam melayani Tuhan dan Gereja semakin besar.

Selama penelitian ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

banyak pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu

proses penelitian ini. Beberapa pihak tersebut adalah:

1. Bapak Ignatius Joko Suyono yang selalu menjadi alasan dan semangat

penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Terimakasih sudah menjadi

insipirasi dalam setiap pilihan yang penulis pilih. Terimakasih sudah


(13)

xi

2. Ibu Christiana Sri Winarti yang selalu menjadi arah dan tujuan hidup

penulis. Terimakasih atas segala doa, dukungan, dan pelukan yang selalu

diberikan pada penulis tanpa henti. Yeayy.. Akhirnya jadi sarjana

kebanggaan untukmu, mama.

3. Dio yang selalu jadi jawaban dalam setiap doa penulis. Terimakasih sudah

menjadi kakak dan adik terhebat untuk penulis.

4. Ibu Silvya Carolina MYM, M.Psi, selaku Dosen Pembimbing Skripsi.

Terimakasih atas segala kesempatan yang ibu berikan pada penulis.

Terimakasih selalu membukakan pintu bagi penulis ketika semua mencoba

menutup pintu. Berkat melimpah dari Tuhan akan selalu bersamamu, Bu.. 5. Ganda Verdinan untuk doa dan semangat yang selalu diberikan.

6. Wahyu, Indra, Plentonk, Yoha, Akeng, yang telah membantu penulis

ketika kehilangan arah. Terimakasih sudah membantu proses dari awal

hingga akhir.

7. Suster-suster Carolus Borromeus (CB), Suster-suster Sang Timur (PIJ),

Suster-suster PBHK, Suster-suster FSE, Suster-suster KYM, Suster-suster

ADM, Suster-suster OSF, Suster-suster PPYK yang sudah mau membantu

untuk menjadi subjek penelitian penulis. Terimakasih banyak untuk

kerelaan meluangkan waktunya dan kesempatan yang diberikan kepada

penulis.

8. Suster Carolina, CB., Suster Fransis, CB., Suster Yesina, CB., Suster


(14)

xii

PBHK., yang sudah membantu penulis untuk menyebarkan skala

penelitian.

9. Suster Trisiani, CB., Suster Adelberte, CB., dan Suster Laurentina, CB

yang selalu menginspirasi penulis dalam proses penyelesaian penelitian

ini.

10. Romo Heri Kartono, OSC atas pengalaman hidup Romo yang selalu

menjadi pembelajaran dan semangat hidup bagi penulis.

11. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

12. Ibu Ratri Sunar Astuti., M. Si., selaku Kepala Program Studi Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

13. Ibu (Almh) Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si., selaku Dosen

pembimbing Akademik.

14. Mas Gandung dan Mbak Nanik atas kesabaran dan bantuan kesekretariatan

di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

15. Pak Gie, Mas Doni dan Mas Muji atas bantuan, keramahan, dan canda

tawa selama penulis belajar di Fakultas Psikologi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

16. Bapak dan ibu di perpustakaan kolosani kotabaru yang sudah membantu

mencarikan berbagai referensi untuk penelitian ini.

17. Bapak parkir yang bertugas di puskat kotabaru. Terimakasih sudah


(15)

xiii

18. Tomi, Ikhsan, Bagas, Mario, Ari, Dewi, dan Aditya yang selalu menjadi tim hore bagi penulis. Terimakasih sudah mau ikut penulis “pergi pagi pulang pagi”.

19. Teman-teman Psikologi 2008 yang sudah memberi warna-warni dalam

mengikuti perkuliahan selama ini. Sukses dan jaya di kehidupan

masing-masing.

20. Yuni, Ibu Anna, dan bapak-bapak di St. Anna Panti Rapih yang sudah

membantu penulis meminta ijin untuk pengambilan data.

21. Bu Mini dan Pak Yanto yang selalu menyemangati penulis dan membantu

penulis dalam hal-hal yang berkaitan dengan perpustakaan.

Akhirnya, penulis haturkan puji syukur kepada alam dan semesta untuk

semua kesempatan, pengalaman, suka duka, waktu, dan pembelajaran yang

akhirnya terjawab sudah doa dari banyak orang bahwa penulis “SAH” menjadi Sarjana Psikologi.

Yogyakarta, 10 Juni 2015

Penulis,


(16)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN MOTTO...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...vi

ABSTRAK...vii

ABSTRAK...viii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH...ix

KATA PENGANTAR...x

DAFTAR ISI...xvi

DAFTAR TABEL...xvii

DAFTAR LAMPIRAN...xviii

BAB I: PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...9

C. Tujuan Penelitian...9

D. Manfaat Penelitian...9

BAB II: LANDASAN TEORI...11

A. Kebahagiaan………...11

1. Pengertian Kebahagiaan………...…..11


(17)

xv

3. Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Kebahagiaan..…..17

4. Faktor Internal yang Mempengaruhi Kebahagiaan..…...18

5. Cara Untuk Bahagia………..19

6. Karakteristik Orang yang Bahagia………20

B. Biara…...21

Pengertian Biara...21

C. Biarawati...22

1. Pengertian Biarawati 2. Tahapan Menjadi Biarawati………...22

3. Cara Mengatasi Tantangan dalam Hidup Membiara………24

D. Kaul Kekal...24

1. Pengertian Kaul………24

2. Jenis-jenis Kaul………25

E. Dinamika Kebahagiaan Biarawati Dalam Penghayatan Kaul Kekal………...28

F. Kerangka Berpikir...30

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN...31

A. Jenis Penelitian...31

B. Identifikasi Variabel...31

C. Definisi Operasional...31

1. Emosi Positif Terhadap Masa Lalu………31

2. Emosi Positif Terhadap Masa Sekarang……….33

3. Emosi Positif Terhadap Masa Lalu………34

D. Subjek Penelitian...35

E. Teknik Pengambilan Sampel……….35

F. Metode dan Alat Pengumpul Data………...36

G. Validitas dan Realibilitas Alat Ukur……….39 1. Validitas Skala……….39 2. Seleksi Item……….39 3. Realibilitas………41


(18)

xvi

H. Analisi Data...43

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...44

A. Pelaksanaan Penelitian...44

B. Deskripsi Subjek...46

C. Deskripsi Data Penelitian...47

D. Kategorisasi...48

E. Pembahasan...50

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN...55

A. Kesimpulan...55

B. Saran...56

DAFTAR PUSTAKA...57


(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1.Blue Print Skala Kebahagiaan...38

Tabel 3.2.Pemberian Skor pada Kebahagiaan………..39

Tabel 3.3.Komponen dan Distribusi item Skala Kebahagiaan……….42 Tabel 4.1.Kongregasi Subjek Penelitian...45

Tabel 4.2.Deskripsi Subjek Penelitian...46

Tabel 4.3.Hasil Pengukuran Statistik Deskriptif...48

Tabel 4.4.Hasil Kategorisasi Kebahagiaan


(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Kebahagiaan...62

Lampiran 2 Reliabilitas Skala Penelitian...74


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebahagiaan adalah suatu yang penting dalam kehidupan

seseorang. Kebahagiaan menjadi tujuan hidup seseorang. Kebahagiaan

datang kepada siapa saja tanpa melihat status seseorang. Seseorang

hidup mengejar kebahagiaan dan berusaha untuk hidup bahagia.

Kebahagiaan menjadi hal yang sangat subjektif. Setiap orang memiliki

pengertian mengukur kebahagiaan yang berbeda-beda. Kebahagiaan

antara yang satu dengan yang lain tidaklah sama (Eny, 1994).

Setiap orang memiliki cara berbeda untuk meraih kebahagiaan.

Perasaan seseorang pada saat tertentu memberikan pengertian

kebahagiaan yang berbeda pula. Seseorang dapat berubah

pandangannya mengenai kebahagiaan dari waktu ke waktu sesuai

keadaan mereka. Batasan seseorang dikatakan bahagia sangat sulit

dijelaskan karena bahagia adalah masalah hati (Eny, 1994).

Para ahli juga memiliki cara pandang dan pendapat yang

berbeda-beda dalam mendefinisikan kebahagiaan karena kebahagiaan

bersifat subjektif. Kebahagiaan adalah lebih dari sebuah pencapaian

tujuan karena pada kenyataannya kebahagiaan selalu dihubungkan


(22)

pendapatan yang lebih tinggi, serta tempat kerja yang lebih baik

(Biswas et al., 2007).

Banyak orang memahami kebahagiaan dari bagaimana

seseorang menyukai kehidupannya atau sejauh mana seseorang

menilai hidupnya secara positif. Kebahagiaan adalah evaluasi subjektif

atau keinginan untuk hidup, dapat juga disebut sebagai kepuasan atas

hidup yang diterimanya. Kebahagiaan juga merupakan kualitas hidup

atau kesejahteraan (Veenhoven, 2006).

Kebahagiaan juga merupakan sebuah perasaan yang dapat

dirasakan setiap orang berupa perasaan senang, tentram, dan memiliki

rasa damai; tidak adanya penderitaan (Rusydi, 2007). Menurut

Aristoteles (dalam Rusydi, 2007), orang yang bahagia adalah yang

memiliki good birth, good health, good look, good luck, good

reputation, good friends, good money and goodness.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan

adalah sebuah perasaan positif yang berasal dari pengalaman hidup

seseorang yang menyenangkan. Seseorang merasa puas akan hidupnya

sehingga menimbulkan rasa nyaman, senang, dan damai. Kebahagiaan

ini yang akan menjadi cara pandang positif bagi seseorang dalam


(23)

Menurut Seligman (2005), kebahagiaan merupakan konsep

yang subjektif karena setiap orang mempunyai tolak ukur kebahagiaan

yang berbeda-beda, yaitu uang, prestasi, status perkawinan, dan

lain-lain. Hal tersebut sama seperti dalam Mustofa (2008) bahwa sumber

kebahagiaan diperoleh dari kekayaan, jabatan, prestasi, dan

penerimaan positif dari lingkungan.

Menurut Adi Nugroho (2014) ada tiga aspek yang memiliki

kontribusi tinggi dalam mengukur tingkat bahagia seseorang yaitu

pendapatan rumah tangga, kondisi rumah, serta pekerjaan. Warner

Wilson (dalam Goleman, 2002) melakukan penelitian yang serius

tentang kebahagiaan pada tahun 1967. Dari hasil penelitian didapatkan

karakteristik orang yang bahagia adalah orang yang memiliki

penghasilan besar, menikah, muda, memiliki kesehatan yang baik,

berpendidikan, dan bersikap religius. Kebahagiaan tidak ada

hubungannya dengan jenis kelamin dan tingkat kecerdasan seseorang.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan menguatkan pendapat

para ahli mengenai makna kebahagiaan dan sumber kebahagiaan.

Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Gallup (dalam

JoJo Raharjo, 2013) pada mahasiswa Amerika. Penelitian tersebut

menyatakan bahwa 73% partisipan setuju bahwa uang merupakan


(24)

semakin tinggi maka semakin tinggi pula kebahagiaan yang dirasakan

seseorang (Badan Pusat Statistik, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Ed Diener dan Martin Seligman

(dalam Myers, 2004) menyatakan bahwa kebahagiaan individu tidak

hanya dari uang tetapi juga kepuasan dalam hubungan kekerabatan.

Selain uang dan adanya hubungan kekerabatan, kebahagiaan juga

dipengaruhi oleh kebebasan seseorang untuk memilih jalan hidupnya.

Kebebasan ini termasuk untuk memilih tindakan yang akan kita

lakukan berdasarkan prinsip yang kita yakini (Kant, 2009).

Myers (2004) melalukan penelitian terhadap 42.000 partisipan

Amerika. Hasilnya adalah orang yang memiliki pasangan hidup lebih

bahagia daripada yang tidak memiliki pasangan hidup karena adanya

social support dari pasangannya. Selain social support dari

pasangannya, dukungan dari orang terdekat juga bisa membuat

seseorang menjadi lebih bahagia. Seligman (2002) mengatakan bahwa

pernikahan memiliki dampak yang jauh lebih besar daripada uang.

Seseorang yang menikah cenderung lebih bahagia daripada mereka

yang tidak menikah. Pernikahan memberikan keintiman psikologis dan

fisik, memberikan harapan untuk memiliki keturunan, dan membangun

rumah tangga (Carr, 2004).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan beberapa ahli


(25)

adanya pasangan hidup atau kerabat, pernikahan, serta kebebasan

dalam memilih. Pasangan hidup dapat meningkatkan kebahagiaan

karena memiliki hubungan yang erat, seseorang dapat merasakan cinta

kasih, rasa aman, dan dapat mengurangi rasa kesepian.

Seorang wanita ingin selalu terlihat menawan dalam setiap

penampilannya. Seorang wanita ingin menjadi ibu bagi anak-anaknya.

Seorang wanita juga ingin tetap dapat berkarir disamping mengurus

kebutuhan rumah tangga. Wanita memiliki kehidupan emosional yang

lebih kuat dibandingkan pria. Wanita mengalami emosi positif lebih

tinggi daripada pria. Wanita lebih banyak menggunakan perasaan

(afeksi) dalam menanggapi sesuatu hal daripada pria yang lebih

menggunakan sisi kognitifnya (Seligman, 2005).

Seligman (2005) juga mengatakan bahwa kebahagiaan wanita

terletak pada pengalaman positif yang dirasakannya. Pengalaman

positif tersebut memunculkan kepuasan hidup yang menyenangkan.

Salah satu pengalaman positif yang membuat wanita menjadi bahagia

adalah pengalaman menjadi seorang ibu. Wanita merasa sempurna

seutuhnya menjadi seorang wanita ketika mereka mampu memiliki

keturunan dan keluarga yang bahagia. Oleh karena itu, tidak salah jika

setiap wanita berusaha untuk meraih kebahagiaannya (Heymans,


(26)

Hal tersebut berbeda dengan yang terjadi pada wanita yang

memilih hidup selibat atau tidak menikah demi mengabdikan hidupnya

untuk Tuhan, seperti biarawati. Biarawati harus mengesampingkan

kekayaan, jabatan, pasangan hidup, dan kebebasan dalam memilih

untuk mencapai kebahagiaannya. Biarawati akan menyerahkan diri

secara penuh kepada Tuhan, sehingga biarawati rela untuk diutus

kemanapun Tuhan menghendaki lewat kongregasi yang telah mereka

pilih (Paul, 1996).

Biarawati adalah perempuan yang tinggal di biara yang secara

sukarela meninggalkan kehidupan duniawi dan fokus pada hidup serta

dirinya untuk kehidupan agama di suatu biara. Tidak semua orang mau

dan dapat bertahan pada jalan hidup seperti itu. Tantangan yang

dihadapi tidaklah mudah. Banyak dari masyarakat mengagumi sosok

biarawati sebagai panutan hidup dan penggerak hati untuk berbuat

kebaikan (Patrisia, 2003).

Keberanian dan kesetiaan biarawati ternyata tidak sekedar

menimbulkan kekaguman saja namun, memberikan dampak positif

bagi kehidupan banyak orang. Ini terjadi karena dengan pola hidupnya,

biarawati dapat lebih memanfaatkan hidupnya. Setidaknya mereka

memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengabdikan diri bagi orang


(27)

Pelayanan yang dilakukan tanpa pamrih itulah yang membuat

biarawati dapat lebih mengaktualisasikan diri. Mengaktualisasikan diri

dengan segenap kemampuan dan kesempatan yang dimilikinya tidak

hanya demi kepentingan pribadi, tetapi lebih demi kebahagiaan orang

lain (Patrisia, 2003).

Walaupun banyak hal yang dapat dibanggakan dari biarawati,

ada juga sisi lain kehidupan biarawati yang tidak sepadan dengan

kaulnya. Tidak jarang apa yang biarawati jalani menyimpang jauh dari

kaul kekal bahkan ada yang berlebihan. Hal inilah yang sering

membuat masyarakat khawatir mengingat banyaknya pola hidup

biarawati yang berubah (Adelbert, 2015).

Banyaknya kasus biarawati yang keluar dari biara dengan

berbagai permasalahan seperti penyelewengan, pola hidup yang

berubah dimana ada penyalahgunaan fasilitas, persaingan intern antar

biarawati dan kongregasi, serta kepentingan pribadi yang lebih

dominan.

Hal tersebut menjadi keprihatinan masyarakat dan juga gereja

padahal kehidupan biarawati diikat oleh janji suci yang harus

dipatuhinya seumur hidup. Janji suci lebih dikenal dengan kaul. Janji

suci atau kaul terdiri dari kaul kemiskinan, kaul kemurnian, dan kaul


(28)

Kaul merupakan dasar hidup membiara yang disahkan oleh

Gereja dimana para anggota yang terhimpun dalam suatu komunitas

religius memutuskan untuk memperjuangkan kesempurnaan lewat

ketiga kaul religius yakni kaul kemiskinan, kemurnian, dan ketaatan

yang diamalkan sesuai dengan peraturan (Yoseph, 2009).

Kaul kemiskinan adalah melepaskan secara sukarela hak

miliknya untuk menyenangkan Tuhan. Semua harta milik menjadi

milik kongregasi yang dipilihnya. Biarawati tidak lagi memiliki hak

atas apa saja yang diberikan kepadanya melainkan menjadi hak

kongregasi sebagai ungkapan terimakasihnya. Kaul kemurnian

mewajibkan biarawati melepaskan perkawinan. Biarawati rela untuk

tidak menikah dan hidup selibat. Sedangkan kaul ketaatan adalah

membangun dan menjiwai tubuh religius. Kaul Ketaatan lebih tinggi

daripada dua kaul yang pertama. Dengan kaul ini biarawati bergantung

pada keputusan pimpinan kongregasi. Biarawati harus taat pada

perintah pimpinan (Veronica, 1996).

Lalu bagaimana biarawati tetap merasakan emosi kebahagiaan

hidup pada mereka yang memilih untuk hidup selibat. Biarawati harus

taat pada janji suci atau kaul yang sudah mereka sepakati. Berdasarkan

penjelasan di atas, maka penulis ingin meneliti bagaimana biarawati

yang sudah menerima kaul kekal tetap merasa bahagia dalam hidup

membiara ditengah berkembangnya kemajuan teknologi yang kapan


(29)

Kebahagiaan yang diterima biarawati berbeda dengan masyarakat pada

umumnya yang memilih tidak hidup selibat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan dalam latar belakang di atas, maka

penulis membuat rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai

berikut: apakah biarawati yang sudah menerima kaul kekal merasa

bahagia dalam hidup membiara?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui kebahagiaan biarawati yang sudah

menerima kaul kekal dalam hidup membiara.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi dan data

tambahan bagi bidang psikologi dan bidang keagamaan mengenai

kehidupan biarawati sehingga hasil penelitian ini dapat digunakan

sebagai bahan literatur penulis lain untuk penelitian yang lebih baik di


(30)

2. Manfaat Praktis a. Bagi Gereja

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai kehidupan emosi biarawati. Biarawati memberikan peranan

penting dalam kelangsungan sebuah gereja. Dengan adanya penelitian

ini semoga gereja dan biarawati semakin bersatu dalam

menumbuhkembangkan semangat umat dalam pelayanan gereja.

b. Bagi Kongregasi

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan

kongregasi dalam mendampingi biarawati menjalani kaul kekalnya.

Selain itu, dapat semakin menumbuhkan rasa cintanya pada Tuhan,

kongregasi yang dipilihnya, dan dirinya sendiri agar semakin tercipta

kebahagiaan dalam menjalani kaul kekalnya.

c. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran bagi

masyarakat mengenai kehidupan biarawati. Masyarakat juga dapat

menerima keberadaan biarawati dan memberikan dukungan secara


(31)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kebahagiaan

1. Pengertian Kebahagiaan

Menurut Aristoteles (dalam Adler, 2003), kebahagiaan berasal dari kata “happy” atau bahagia yang berarti feeling good, having fun, having a good time, atau suatu pengalaman yang

menyenangkan. Kebahagiaan adalah sebuah proses pengalaman

hidup yang mengarahkan seseorang untuk memaknai pengalaman

tersebut (Joan, 2011).

Menurut Seligman (2005) kebahagiaan hidup merupakan

konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan seseorang

serta aktivitas-aktivitas positif yang disukai oleh orang tersebut.

Kebahagiaan adalah proses pengalaman atau aktivitas yang

positif atau disukai oleh seseorang sehingga menimbulkan emosi

positif. Emosi positif tersebut akan membantu seseorang untuk


(32)

2. Komponen yang Membentuk Kebahagiaaan

Seligman (2002) menjelaskan tentang kebahagiaan autentik

dimana kebahagiaan didapatkan seseorang setelah mengalami

emosi positif tentang masa lalu dan masa sekarang serta memiliki

emosi positif di masa depan. Emosi positif yang dirasakan individu

dapat membantu individu tersebut untuk memaknai kehidupannya.

Menurut Seligman (2005), ada beberapa komponen yang

membentuk kebahagiaan (happiness), yaitu:

a. Emosi positif terhadap masa lalu

Emosi positif pada masa lalu adalah perasaan positif

seseorang terhadap masa lalu yang sepenuhnya bergantung pada

ingatan, pemikiran dan penafsiran setiap individu. Emosi positif

terhadap masa lalu dapat membantu seseorang memaknai

hidupnya. Pemahaman dan penghayatan yang tidak baik

terhadap masa lalu serta menekankan pada peristiwa buruk

adalah hal yang membuat seseorang tidak memiliki emosi

positif pada masa lalu. Untuk dapat meningkatkan emosi positif

pada masa lalu, seseorang dapat menumbuhkan rasa bersyukur,

memaafkan hal yang lalu, dan melupakan hal-hal yang tidak

baik di masa lalu.

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur emosi


(33)

pembentuk yang mendukung emosi positif terhadap masa lalu,

yaitu:

1) Melepaskan pandangan masa lalu

Melepaskan pandangan masa lalu merupakan cara

agar seseorang dapat melangkah maju ke depan dan

menentukan masa depan yang baik bagi dirinya.

2) Gratitude

Seseorang bersyukur terhadap hal-hal baik dalam

hidupnya dan meningkatkan pengalaman-pengalaman yang

positif.

3) Forgiving dan forgetting

Seseorang harus bisa memaafkan masa lalunya.

Memaafkan adalah memutuskan untuk tidak memihak siapa

yang benar dan yang salah. Memaafkan dapat menurunkan

stress dan meningkatkan kemungkinan terciptanya kepuasan

hidup.

b. Emosi positif terhadap masa sekarang

Emosi positif pada masa sekarang adalah perasaan

positif seseorang terhadap masa sekarang, saat ini, atau yang

sedang dijalani seseorang. Emosi positif masa sekarang terdiri


(34)

dan masa depan. Seseorang yang memiliki emosi positif pada

masa sekarang akan menikmati segala sesuatu yang

dijalaninnya. Emosi positif pada masa sekarang bersumber dari

diri sendiri. Diri sendirilah yang paling memahami apa yang

membuat dirinya bahagia atau terpuaskan.

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur emosi

positif terhadap masa sekarang didasarkan pada komponen

pembentuk yang mendukung emosi positif terhadap masa

sekarang, yaitu:

1) Kenikmatan (pleasure)

Kenikmatan adalah kesenangan yang memiliki

komponen sensorik dan emosional yang kuat, bersifat

sementara, dan sedikit melibatkan kognitif. Kesenangan ini

mudah didapatkan seseorang, melalui indera, dan bersifat

sementara. Organ-organ pengindera menjadi terkait secara

langsung dengan emosi positif, seperti meraba, mengecap,

membaui, menggerakkan tubuh, melihat, dan mendengar

secara langsung. Hal-hal tersebut secara langsung dapat

menimbulkan kenikmatan.

2) Gratifikasi (gratification)

Gratifikasi adalah kegiatan yang sangat disukai oleh

seseorang namun tidak selalu melibatkan perasaan tertentu,


(35)

kenikmatan. Gratifikasi membuat seseorang terlibat

sepenuhnya dalam kegiatan tersebut sehingga membuat

seseorang kadang lupa waktu. Kegiatan yang memunculkan

gratifikasi umumnya memiliki komponen seperti menantang,

membutuhkan keterampilan dan konsentrasi, bertujuan,

adanya umpan balik langsung, seseorang tenggelam dalam

kegiatan tersebut, dan memakan waktu yang lebih lama.

Seligman (2005) menekankan bahwa gratifikasi tidak

muncul setelah melakukan aktivitas yang menyenangkan,

tetapi pada saat seseorang melakukan aktivitas tersebut. c. Emosi positif terhadap masa depan

Emosi positif terhadap masa depan adalah perasaan

positif seseorang terhadap masa depannya. Perasaan positif

tersebut antara lain keyakinan, kepercayaan, kepastian, harapan,

dan optimisme. Harapan dan sikap optimis memberikan

kekuatan yang lebih baik dalam menghadapi tekanan ketika

musibah terjadi di masa depan. Harapan dan sikap optimis juga

meningkatkan kinerja di tempat kerja terutama saat mengerjakan

tugas-tugas yang berat. Seseorang akan memiliki kesehatan

yang baik pula jika seseorang memiliki harapan dan sikap

optimis. Orang yang memiliki sikap optimis akan berpikir

bahwa hal baik akan lebih banyak terjadi daripada hal buruk di


(36)

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur emosi

positif terhadap masa depan didasarkan pada komponen

pembentuk yang mendukung emosi positif terhadap masa depan,

yaitu:

1) Keyakinan (faith)

Seseorang yang memiliki keyakinan tinggi dalam

hidupnya akan mudah dalam memikirkan masa depan serta

rencana-rencana yang lebih baik. 2) Kepercayaan (trust)

Seseorang memiliki rasa percaya diri yang tinggi

bahwa segala tantangan dan hambatan dalam hidupnya

mampu diatasi dengan baik.

3) Kepastian (confidence)

Seseorang yang memiliki emosi positif terhadap masa

depan yang baik akan memiliki kesehatan fisik yang baik

pula.

4) Harapan

Seseorang yang memiliki harapan dapat menghadapi

depresi ketika sebuah musibah terjadi dalam hidupnya.

5) Optimis

Optimis dapat meningkatkan kualitas kinerja di

tempat kerja terutama ketika seseorang dihadapkan pada


(37)

3. Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Kebahagiaan

Seligman (2002) mengatakan bahwa ada faktor yang

mempengaruhi kebahagiaan seseorang. Hal ini diperkuat oleh Carr

(2004) yang juga berpendapat bahwa ada faktor yang berkontribusi,

yaitu:

a. Uang

Keadaan uang atau seberapa banyak uang yang kita miliki

mengakibatkan adanya peningkatan kekayaan. Hal ini akan

menempatkan uang di atas segalanya sehingga timbul rasa bahagia.

b. Pernikahan

Pernikahan memiliki dampak yang jauh lebih besar

daripada uang. Dengan adanya pernikahan akan tercipta keintiman

psikologis, memiliki seorang anak, berfungsinya peran ibu, dan

sebagainya. Orang yang menikah jauh lebih bahagia daripada

orang yang tidak menikah (Seligman, 2002).

c. Pekerjaan

Orang yang bekerja lebih bahagia dibandingkan orang yang

tidak bekerja (Carr, 2004). Hal ini dikarenakan adanya stimulus

menyenangkan, terpuaskannya rasa ingin tahu, pengembangan

ketrampilan, komunikasi relasi, social support, serta identitas diri


(38)

4. Faktor Internal yang Mempengaruhi Kebahagiaan

a. Religiusitas

Orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas akan

hidupnya dibandingkan orang yang tidak religius (Seligman,

2005). Orang yang memiliki tingkat religiusitas yang baik akan

selalu setia kepada kebenaran, Tuhan, dan ajaranNya.

b. Bersyukur

Seseorang yang mampu bersyukur akan selalu bahagia.

Bersyukur adalah keadaan dimana seseorang mampu menerima

hidupnya dan selalu berpikir positif serta memaafkan kekurangan

yang ada pada dirinya (Seligman, 2005). Seseorang yang bersyukur

memiliki emosi positif dan kegiatan positif yang lebih tinggi,

merasa lebih baik mengenai kehidupan, lebih optimis, dan

memiliki tekad.

c. Kehidupan Sosial

Orang yang bahagia biasanya memiliki efek yang positif

berkenaan dengan kehidupan sosial, seperti halnya memiliki

banyak teman, memiliki dukungan sosial yang kuat, dan memiliki


(39)

d. Kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu faktor penting bagi setiap

orang. Ketika seseorang sakit terkadang kebahagiaan terasa sedikit

berkurang. Orang yang bahagia memiliki kesadaran yang lebih

baik mengenai kesehatan (Seligman, 2005).

5. Cara Untuk Bahagia

Menurut Seligman ada tiga cara seseorang dapat meraih

kebahagiaan, yaitu:

a. Have a Pleasant Life (Life of Enjoyment)

Seseorang diharapkan memiliki hidup yang menyenangkan

yang sesuai pada porsinya (kebutuhannya). Jika kebahagiaan yang

diperoleh berlebihan maka seseorang akan dihadapkan pada situasi

yang membosankan. Semakin seseorang mencari kenikmatan, maka

seseorang akan sulit terpuaskan.

b. Have a Good Life (Life of Engagement)

Seseorang diharapkan terlibat dalam pekerjaan, hubungan,

dan kegiatan yang membuat diri mengalami flow. Menurut Mihaly,

ciri-ciri seseorang mengalami flow, yaitu:

1) Terlibat sepenuhnya dalam kegiatan yang dilakukan sehingga

seseorang dapat fokus dan berkonsentrasi penuh.

2) Memahami dengan sungguh apa yang sedang dikerjakan dan


(40)

3) Menyadari bahwa tantangan pekerjaan yang sedang dihadapi

dapat diatasi dengan mudah. Seseorang memiliki kemampuan

yang memadai untuk mengerjakan tugas tersebut.

c. Have a Meaningful Life (Life of Contribution)

Seseorang memiliki semangat untuk melayani,

berkontribusi, dan bermanfaat untuk orang lain. Seseorang merasa

menjadi bagian dari sebuah organisasi, kelompok, atau suatu

komunitas. Seseorang merasa hidupnya memiliki makna penting

bagi orang lain.

6. Karakteristik Orang yang Bahagia

Myers (2004) membagi empat karakteristik pada orang yang

merasa hidupnya bahagia, yaitu:

a. Menghargai dirinya sendiri bahwa orang menyukai dirinya dan

memiliki tingkat kepercayaan diri yang cukup tinggi.

b. Optimis berarti bahwa orang mempercayai bahwa ada peristiwa

hidup yang baik dan yang buruk sehingga orang akan

memaksimalkan kesempatan yang datang padanya agar peristiwa

baiklah yang mereka dapatkan.

c. Sikap terbuka berarti bahwa orang mudah untuk bersosialisasi


(41)

d. Mampu mengendalikan diri yang berarti bahwa orang memiliki

kontrol diri yang cukup baik.

B. Biara

Pengertian Biara

Biara dalam bahasa sanskerta (vihara), dalam arti luas adalah

rumah atau tempat tinggal komunitas yang menjalankan hidup

membiara. Biara harus didirikan dengan sah, dihuni suatu komunitas,

dikepalai seorang pemimpin yang diangkat menurut hukum gerejani

yang berlaku, dan mempunyai tempat ibadah untuk perayaan ekaristi

serta penyimpanan sakramen mahakudus.

Setiap biara harus berguna untuk umat setempat dan cocok

untuk melakukan kerasulan menurut tujuan tarekat religius yang

bersangkutan. Sedangkan, dalam arti sempit, biara adalah klausura,

yaitu tempat kediaman biarawan atau biarawati yang tidak terbuka

untuk umum (Adolf, 2004).

Kata biara juga dapat dikenal dengan wihara atau monastery

yang merupakan sebuah bangunan tunggal, setengah terbuka sisi-sisi

sampingnya, dengan tiang raksasa, gagah perkasa menyangga atap

yang lebar membahana. Selain itu, dapat dikatakan sebagai rumah

dimana biarawati mempersembahkan diri dalam kehidupan religius


(42)

C. Biarawati

1. Pengertian Biarawati

Biarawati adalah anggota lembaga religius yang artinya

suatu persekutuan yang anggota-anggotanya mengucapkan kaul

kekal atau sementara yang diterima oleh pembesar yang berwenang

atas nama gereja, dan bersama-sama melaksanakan hidup

persaudaraan. Biarawati adalah anggota ordo atau kongregasi

religius (mengikat diri dengan kaul / ikrar).

Heuken (1995) berpendapat bahwa biarawati adalah

anggota lembaga religius yang mengikat diri dengan kaul.

Biarawati juga merupakan pelayan Tuhan yang mengabdikan

hidupnya hanya untuk melayani Tuhan (Hardawiryana, 1993).

2. Tahapan Menjadi Biarawati

Dalam hidup membiara, ada tahapan atau proses yang harus

dijalankan oleh seorang calon biarawati. Menurut Pujaharsana (1986),

seseorang yang ingin menjadi biarawati harus melewati empat tahapan

sebelum akhirnya menerima kaul kekal dan menjadi biarawati

seutuhnya, yaitu:

a. Masa pra-novisiat

Masa dimana biarawati menjalani masa seleksi pertama dan


(43)

ingin hidup membiara dan dilihat kemampuannya. Kemampuan

yang dimaksud di sini adalah terpenuhinya syarat ijazah dan

tingkat kematangan biarawati melalui pengalaman hidupnya.

b. Masa novisiat

Masa dimana biarawati menghayati semangat pemahaman

hidup orang katolik dalam pergaulannya dengan Tuhan.

c. Masa yuniorat

Dalam masa yuniorat perlu pembinaan formal melalui

pendalaman dan pengarahan yang terus menerus terhadap

pengalaman hidup religius. Pemimpin resmi dalam komunitas dan

praktek karya sangat dibutuhkan dalam masa ini sehingga tercipta

sikap saling terbuka antara pembimbing dan terbimbing.

d. Pembinaan terus menerus (on going formation)

Dalam masa ini diperlukan penyegaran iman melalui

rekoleksi bulanan, retret tahunan, sharing hidup doa, pengalaman

karya, kursus atau penataran, pekan studi, pekan refleksi, seminar,

dan evaluasi. Kegiatan tersebut untuk mendalami kharisma,


(44)

3. Cara Mengatasi Tantangan dalam Hidup Membiara

a. Menjalin relasi persaudaraan dengan teman di novisiat atau

ditempat yang baru. Semakin biarawati mempunyai sahabat dekat

dan semakin merasa tidak terasing, biarawati akan mudah

menghilangkan rasa sepi.

b. Memulai dengan mengenal daerahnya, mulai mempunyai teman,

dan menikmati sunyinya tempat yang baru. Orang yang memiliki

banyak kesibukan juga akan mudah melupakan kesepiannya.

c. Membangun kembali hidup rohani, menguatkan hidup doa, dan

melakukan laku tapa.

D. Kaul Kekal

1. Pengertian Kaul

Kaul atau prasetia adalah suatu janji untuk memuliakan

Tuhan. Orang berjanji secara sadar dan rela untuk berbuat sesuatu

(yang pada umumnya tidak dituntut darinya) yang lebih berkenan

kepada Tuhan daripada yang sebaliknya. Kaul adalah suatu

perjanjian untuk memuliakan Tuhan. Seorang biarawati

melepaskan kepunyaannya dan mengabdikan diri hanya pada

Tuhan (Adolf, 1975).

Kaul kekal diikrarkan seorang anggota lembaga religius dan


(45)

seumur hidup. Kaul mengenai hal lain semisal berkarya dalam

misi, merawat orang sakit, dll boleh ditambahkan, sesuai dengan

aturan lembaga yang bersangkutan.

Kaul kekal disebut juga kaul terakhir, karena didahului kaul

sementara meskipun ada anggota lembaga tertentu yang

mengucapkan kaul kekal langsung selesai novisiat. Dalam lembaga

lain kaul kekal tidak pernah diikrarkan, tetapi kaul sementara

diperbaharui secara berkala. Lembaga ini harus menetapkan batas

waktu seseorang diterima menjadi anggota penuh atau tidak. Di

lembaga dengan kaul kekal, masa yang mengikat anggota dengan

kaul sementara tidak melebihi 9 tahun (Adolf, 2004).

2. Jenis-jenis Kaul

a. Kaul Kemiskinan

Pengertian Kaul Kemiskinan

Pada kaul ini biarawati harus siap hidup miskin

dalam kenyataan dan dalam semangat, hidup kerja dalam

kesederhanaan dan jauh dari kekayaan duniawi (Kitab

Hukum Kanonik Kanon. 600). Kaul kemiskinan yang

diajarkan Tuhan adalah supaya biarawati secara total dapat

menyerahkan diri kepada Tuhan dan tidak tergoda pada


(46)

Biarawati yang mengikrarkan kaul kemiskinan tidak

boleh mengurus barang berharga yang dimiliki tanpa izin

pimpinan kongregasi atau dapat dikatakan kehilangan hak

atas milik apapun. Kemiskinan yang rela merupakan wujud

dan tanda iman akan kekayaan sebenarnya yang bukan

duniawi sifatnya (Adolf, 2004).

Menurut Paul (2006), dalam kaul kemiskinan

biarawati diharapkan untuk melepaskan diri dari barang

atau harta di dunia ini. Makna yang tersimpan dalam kaul

kemiskinan sendiri adalah biarawati harus mampu

mendahulukan mereka yang menderita dan miskin,

bermurah hati kepada orang lain, mementingkan

kepentingan umum, dan memperjuangkan kehidupan orang

kecil supaya mendapat kehidupan yang layak.

b. Kaul Kemurnian

Pengertian Kaul Kemurnian

Pada kaul ini biarawati memilih hidup selibat dan

tidak menikah (Kitab Hukum Kanonik Kanon. 599).

Menurut Christina (1991), kaul kemurnian adalah

sikap terbuka dan kesediaan diri secara total bagi karya

Tuhan. Biarawati juga diharuskan meninggalkan


(47)

bersama Tuhan. Bukti nyata biarawati yang secara total

menyerahkan diri untuk Tuhan adalah dengan tidak

menikah.

Dalam arti umum, kaul kemurnian adalah keadaan

bebas dari sesuatu yang melemahkan, menodai, atau

mencemarkan manusia atau kegiatannya. Dalam arti

khusus, kaul kemurnian adalah sikap yang wajar terhadap

seksualitas sesuai dengan status yang bersangkutan.

Biarawati yang dengan setia menjalani semangat panggilan,

tidak akan menikah dan mengabdikan diri untuk sesama

tanpa mencari kompensasi (Adolf, 2004).

c. Kaul Ketaatan

Pengertian Kaul Ketaatan

Pada kaul ini biarawati harus tunduk pada otoritas

yang ada di dalam gereja (Kitab Hukum Kanonik Kanon. 601).

Kaul ketaatan juga berarti kesetiaan pada himpunan, kepada

cita-cita tarekat, kepada tujuan bersama yang hendak dicapai

(Christina, 1991).

Kaul ketaatan adalah kehendak Tuhan, melakukan

kehendak Tuhan. Pertama-tama yang ditaati adalah kehendak

Tuhan bukan kehendak pemimpin (Paul,2007). Dengan


(48)

hidupnya kepada Tuhan bagaikan persembahan diri (Adolf,

2004).

Kaul ketaatan untuk perutusan, yaitu membantu

jiwa-jiwa, bukan demi yang lain. Penghayatan ketaatan itu

sendiri kadang dirasa berat karena ada salib di dalamnya.

Namun, pada akhirnya hasil akhir yang dinanti adalah

kebahagiaan karena menaati kehendak Tuhan (Paul,2007).

Dalam kaul ketaatan, biarawati diharapkan

menunjukkan kerendahan hati dan ketaatannya pada Tuhan.

Biarawati yang selalu mendahulukan kehendak Tuhan, maka

dapat bebas dari kecenderungan menindas orang.

E. Dinamika Kebahagiaan Biarawati dalam Penghayatan Kaul Kekal

Kebahagiaan adalah perasaan yang menyenangkan meliputi

penilaian seseorang terhadap dirinya (Jalaluddin, 2004). Kebahagiaan

adalah pengalaman hidup yang ditandai oleh perasaan positif seperti

perasaan yang bahagia dan kepuasan hidup (Myers, 2007).

Begitu banyak hal yang mendukung terjadinya kebahagiaan,

baik eksternal maupun internal. Uang, pernikahan, dan kekayaan

merupakan faktor eksternal dari kebahagiaan. Sedangkan, religiusitas,

bersyukur, kehidupan sosial, dan kesehatan merupakan faktor internal


(49)

Bagi sebagian banyak orang, uang dan pernikahan adalah hal

penting untuk hidup bahagia. Namun, hal itu berbeda dengan

biarawati, dimana terdapat banyak peraturan yang mungkin berat

diakui oleh orang lain. Biarawati harus melepas kenikmatan duniawi

dan berserah diri kepada Tuhan untuk melayani Tuhan dan sesama

seumur hidupnya. Seorang biarawati juga dituntut untuk terus

menghayati dan meneguhkan hati agar jalan biarawati terpenuhi

dengan baik (Astina, 2012).

Pilihan untuk menjadi seorang biarawati memiliki konsekuensi

yaitu hidup selibat, taat, dan siap hidup miskin. Padahal banyak orang

menginginkan hidup yang bebas, dapat menyalurkan kebutuhan

biologis melalui pernikahan, dan ingin menjadi orang kaya (Charlys,

2007).

Keputusan seseorang menjadi biarawati adalah tanpa paksaan

dan memang menjadi keputusan personal biarawati. Oleh karena itu,

tidak mudah memang menjadi biarawati kalau memang tidak

terpanggil. Panggilan adalah bukan sesuatu yang dipaksakan

melainkan dasar untuk menghayati, memperlihatkan, serta mewartakan

karya Tuhan bagi sesama (Christina, 1991).

Semua orang ingin hidup bahagia. Dari beberapa pengertian

kebahagiaan menurut para ahli, kebahagiaan dilihat dari seberapa besar


(50)

memilih. Bagi biarawati kebahagiaan tidak mengacu pada tiga hal

tersebut melainkan kebahagiaan didapatkan ketika biarawati memiliki

kesehatan yang baik, tingkat religiusitas yang tinggi, mampu

mensyukuri segala sesuatu yang diberikan Tuhan, dan memiliki relasi

yang baik dengan orang sekitar (Adelbert, 2015). Hal inilah yang akan

dilihat oleh peneliti bahwa bagaimana biarawati yang memilih untuk

hidup membiara tetap merasakan emosi kebahagiaan.

F. Kerangka Berpikir

KEBAHAGIAAN

KESEHATAN RELIGIUSITAS

KEHIDUPAN SOSIAL BERSYUKUR KAUL

KEKAL BIARAWATI


(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif

kuantitatif. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara

sistematik, akurat, dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai

bidang tertentu. Penelitian ini menggambarkan situasi atau kejadian.

Data yang diperoleh bersifat deskriptif sehingga tidak bermaksud

mencari penjelasan, menguji hipotesis, atau membuat prediksi (Azwar,

2000).

B. Identifikasi Variabel

Penelitian ini menggunakan satu variabel, yaitu kebahagiaan

(happiness). Kebahagiaan adalah emosi positif tentang kepuasan akan

masa lalu, kebahagiaan pada masa sekarang, dan optimis akan masa

depan (Seligman, 2002).

C. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini, kebahagiaan akan dilihat dari skor total

alat ukur kebahagiaan. Skor total tersebut didapat dari komponen

pembentuk kebahagiaan, yaitu:

1. Emosi Positif Terhadap Masa Lalu

Emosi positif terhadap masa lalu dapat membantu


(52)

sepenuhnya ditentukan oleh pemikiran dan penafsiran seseorang.

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur emosi positif terhadap

masa lalu didasarkan pada komponen pembentuk yang mendukung

emosi positif terhadap masa lalu, yaitu:

a) Melepaskan Pandangan Masa Lalu

1) Kemampuan seseorang untuk melupakan masa lalu yang

kurang baik

2) Kemampuan seseorang untuk berdamai dengan masa lalu

yang kurang baik

3) Kemampuan seseorang untuk bangkit dari kegagalan

4) Menjadikan kegagalan sebagai pengalaman berharga

b) Gratitude

1) Bersyukur atas pengalaman hidupnya

2) Ketercukupan kebutuhan hidup dengan uang atau barang

diterimanya

3) Kemampuan seseorang untuk meningkatkan pengalaman

yang positif

c) Forgiving dan Forgetting


(53)

2) Mampu memutuskan untuk tidak memihak siapa yang benar

dan yang salah

Perolehan skor yang tinggi pada skala emosi positif

terhadap masa lalu menunjukkan seseorang memiliki emosi positif

terhadap masa lalu yang tinggi, sedangkan jika skornya rendah

maka seseorang memiliki emosi positif terhadap masa lalu yang

rendah.

2. Emosi Positif Terhadap Masa Sekarang

a) Kenikmatan (Pleasure)

1) Ekstase, gairah, orgasme, rasa senang, riang, ceria, dan

nyaman

2) Rasa puas yang berkaitan dengan panca indera atau anggota

tubuh

b) Gratifikasi (Gratification)

1) Kegiatan yang disukai seseorang

2) Terlibat sepenuhnya dalam suatu kegiatan yang kadang

membuat seseorang kehilangan kesadaran diri (waktu)

3) Gratifikasi bertahan lebih lama dibandingkan kenikmatan

karena melibatkan banyak pemikiran dan interpretasi

Perolehan skor yang tinggi pada skala emosi positif

terhadap masa sekarang menunjukkan seseorang memiliki emosi


(54)

rendah maka seseorang memiliki emosi positif terhadap masa

sekarang yang rendah.

3. Emosi Positif Terhadap Masa Depan

a) Keyakinan (Faith)

1) Seseorang memiliki rencana yang lebih baik

2) Rasa yakin akan pilihan jalan hidup yang telah dipilih

3) Kemampuan seseorang untuk tampil percaya diri

b) Kepercayaan (Trust)

1) Kemampuan seseorang untuk menyelesaikan masalah atau

konsekuensi yang diterimanya c) Kepastian (Confidence)

1) Memiliki kesehatan yang baik

d) Harapan

1) Mampu menghadapi segala macam rintangan atau musibah

2) Kemampuan seseorang untuk berpikir positif

e) Optimis

1) Memiliki kualitas kinerja yang baik di tempat kerja terutama

ketika seseorang dihadapkan pada situasi yang menantang 2) Memiliki rencana masa depan yang matang

3) Seseorang merasa puas dengan hidupnya

Perolehan skor yang tinggi pada skala emosi positif

terhadap masa depan menunjukkan seseorang memiliki emosi positif


(55)

maka seseorang memiliki emosi positif terhadap masa depan yang

rendah.

D. Subyek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah

1. Biarawati

Biarawati adalah seorang perempuan yang hidup di biara

secara sukarela meninggalkan kehidupan duniawi dan

memfokuskan dirinya serta hidupnya hanya untuk kehendak Tuhan

dan kehidupan agama di suatu biara. Dalam hidup membiara,

biarawati diikat oleh peraturan yang sangat ketat, yaitu kaul atau

janji suci (Aleksander, 2007). 2. Telah Menerima Kaul Kekal

Penelitian hanya mengambil data pada biarawati yang

sudah menerima kaul kekal atau janji suci minimal dua tahun.

Biarawati yang sudah menerima kaul kekal memiliki tanggung

jawab dan komitmen lebih besar dibandingkan biarawati yang

belum menerima kaul kekal. Setelah biarawati menerima kaul

kekal, totalitas pelayanan dan kesetiaan pada Tuhan, gereja, dan

kongregasi sangatlah besar.

E. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik


(56)

Pengambilan sampel berdasarkan seleksi khusus. Peneliti membuat

kriteria tertentu siapa yang dijadikan sebagai subjek (Fajri, 2013).

Dalam penelitian ini, kriteria yang dipilih adalah biarawati yang sudah

menerima kaul kekal.

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan

skala Likert. Skala Likert terdiri dari empat pilihan jawaban, yaitu :

Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak

Setuju (STS). Kategori penilaian untuk masing-masing item favorable

adalah nilai 4 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 3 untuk Setuju (S), nilai

2 untuk Tidak Setuju (TS), dan nilai 1 untuk Sangat Tidak Setuju

(STS). Sedangkan untuk masing-masing item unfavorable adalah nilai

1 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 2 untuk Setuju (S), nilai 3 untuk

Tidak Setuju (TS), dan nilai 4 untuk Sangat Tidak Setuju (STS).

Pernyataan dalam skala penelitian ini terbagi dalam dua

pernyataan, yaitu item favorable dan item unfavorable. Item favorable

berisi pernyataan yang mendukung indikator. Item unfavorable berisi

pernyataan yang tidak mendukung indikator. Tujuan penentuan nilai

skala tersebut adalah memberikan bobot tertinggi bagi jawaban yang

paling favorable. Jawaban favorable adalah respon setuju terhadap

pernyataan yang favorable dan respon tidak setuju terhadap pernyataan


(57)

pernyataan yang unfavorable dan respon tidak setuju terhadap

pernyataan favorable.

Skala yang digunakan ini digunakan untuk mengukur tingkat

kebahagiaan pada subjek penelitian adalah skala kebahagiaan.

Item-item pada skala penelitian ini dibuat dalam dua macam, yaitu

favorable dan unfavorable. Item favorable berisikan

pernyataan-pernyataan yang mendukung terbentuknya kebahagiaan yang terdiri

dari komponen emosi positif terhadap masa lalu, emosi positif

terhadap masa sekarang, dan emosi positif terhadap masa depan. Item

unfavorable berisikan pernyataan-pernyataan yang tidak mendukung

terbentuknya kebahagiaan yang terdiri dari komponen emosi positif

terhadap masa lalu, emosi positif terhadap masa sekarang, dan emosi

positif terhadap masa depan. Skala ini dibuat dengan memberikan

empat alternatif jawaban yang diberikan yaitu sangat setuju (SS),

setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Jumlah

item dalam penelitian ini adalah 100 item yang terdiri atas 50 item

favorable dan 50 item unfavorable.


(58)

Table 3.1

Blue Print Skala Kebahagiaan

No Aspek Sub-Aspek Item Total

Favorable Unfavorable

1 Emosi Terhadap Masa Lalu

Melupakan Pandangan Masa Lalu

1, 7, 13, 19, 25, 31

4, 10, 16, 22, 28, 34

35

(35%) Grattitude 5, 11, 17, 23,

29, 35

2, 8, 14, 20, 26, 32

Forgiving dan Forgetting

3, 9, 15, 21, 27 6, 12, 18, 24, 30, 33

2 Emosi Terhadap Masa Sekarang

Kenikmatan 36, 40, 44, 48, 52, 56, 60

38, 42, 46, 50, 54, 58

25

(25%) Gratifikasi 39, 43, 47, 51,

55, 59

37, 41, 45, 49, 53, 57

3 Emosi Terhadap Masa Lalu

Keyakinan 61, 71, 81, 91 66, 76, 86, 96

40

(40%) Kepercayaan 67, 77, 87, 97 62, 72, 82, 92

Kepastian 63, 73, 83, 93 68, 78, 88, 98

Harapan 69, 79, 89, 99 64, 74, 84, 94

Optimis 65, 75, 85, 95 70, 80, 90, 100


(59)

Table 3.2

Pemberian Skor pada Skala Kebahagiaan

Alternatif Jawaban Favorable Unfavorable

Sangat Setuju 4 1

Setuju 3 2

Tidak Setuju 2 3

Sangat Tidak Setuju 1 4

G. Validitas dan Realibilitas Alat Ukur 1. Validitas Skala

Validitas yang digunakan dalam skala ini adalah validitas

isi. Validitas isi adalah proses pengujian isi alat ukur dilakukan

oleh professional judgment (Azwar, 2009) dalam hal ini dosen

pembimbing. Pada prosesnya, setiap item dari skala kebahagiaan di

periksa oleh dosen pembimbing untuk mengetahui apakah item

tersebut sudah benar-benar mengukur aspek-aspek kebahagiaan

atau belum.

2. Seleksi Item

Peneliti menggunakan bantuan SPSS 17.00 for Windows

untuk melakukan seleksi item. Seleksi item dilakukan dengan

tujuan untuk melihat item mana yang memiliki skor tertinggi dan

skor terendah. Seleksi item didasarkan pada data empiris, yaitu

data hasil coba item pada kelompok subjek yang memiliki


(60)

Kualitas dari item akan diukur menggunakan daya diskriminasi

item. Daya diskriminasi item adalah sejauh mana item mampu

membedakan antara subjek yang memiliki atau tidak memiliki

atribut yang diukur (Azwar, 1999).

Uji daya diskriminasi item akan menghasilkan koefisiensi

korelasi item total (rix) atau yang biasa disebut juga dengan daya

beda item (Azwar, 1999). Koefisiensi korelasi item total

merupakan korelasi antara skor item dengan skor item total. Syarat

yang digunakan untuk seleksi item, yaitu apabila item-item

menghasilkan korelasi positif dan signifikan, yang berarti bahwa

fungsi item sejalan dengan fungsi skala. Dengan demikian

item-item yang memiliki korelasi positif dan signifikan dengan skor

total dipandang memiliki daya beda yang memuaskan. Batasan

yang digunakan dalam pemilihan item ini adalah ≥ 0,300. Hal ini didasarkan atas pertimbangan agar jumlah item yang diinginkan

dapat dicapai.

Pada skala ini terdapat tiga komponen pembentuk

kebahagiaan yaitu komponen emosi positif terhadap masa lalu,

emosi positif terhadap masa sekarang, dan emosi positif terhadap

masa depan. Pada komponen emosi positif terhadap masa lalu, ada

35 item yang terdiri atas 17 item favorable dan 18 item

unfavorable. Dari hasil pengujian data pada komponen emosi


(61)

0,300, sedangkan item yang memiliki nilai rix ≤ 0,300 ada 13 item, yaitu 2, 3, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 15, 21, 32, dan 35. Kemudian, pada

komponen emosi positif terhadap masa sekarang ada 25 item yang

terdiri dari 13 item favorable dan 12 item unfavorable. Dari hasil

pengujian data pada komponen emosi positif terhadap masa

sekarang terdapat 12 item yang memiliki rix ≥ 0,300, sedangkan item yang memiliki nilai rix ≤ 0,300 ada 13 item, yaitu 36, 37, 40, 48, 49, 50, 51, 52, 56, 57, 58, 59, dan 60. Sedangkan untuk

komponen emosi positif dari masa depan ada 40 item yang terdiri

dari 20 item favorable dan 20 item unfavorable. Dari hasil

pengujian data pada komponen emosi positif terhadap masa depan

terdapat 25 item yang memiliki rix ≥ 0,300, sedangkan item yang memiliki nilai rix≤ 0,300 ada 15 item, yaitu 66, 67, 68, 69, 71, 76, 77, 79, 83, 86, 88, 91, 97, 98, dan 99.

3. Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada konsistensi hasil pengukuran,

yaitu keajegan hasil pengukuran skala (Azwar, 1999). Pengukuran

skala yang memiliki reliabilitas yang tinggi berarti pengukuran

tersebut reliabel, dan pengukuran skala yang memiliki reliabilitas

yang rendah berarti pengukuran tersebut tidak reliabel.

Skala kebahagiaandiuji dengan menggunakan teknik Alpha

Cronbach dan didapatkan hasil (r) = 0,921, dan koefisiensi Alpha


(62)

Cronbach menjadi naik dikarenakan adanya 41 item yang gugur

sehingga meningkatkan koefisiensi Alpha Cronbach.

Tabel 3.3

Komponen dan Distribusi Item Skala Kebahagiaan

No Aspek Sub-Aspek Item Total

Favorable Unfavorable

1 Emosi Terhadap Masa Lalu

Melupakan Pandangan Masa Lalu

1, 13, 19, 25, 31 4, 16, 22, 28, 34

22

(37,29%) Grattitude 17, 23, 29 14, 20, 26

Forgiving dan Forgetting

9 6, 18, 24, 30, 33

2 Emosi Terhadap Masa Sekarang

Kenikmatan 44 38, 42, 46, 54

12

(20,34%) Gratifikasi 39, 43, 47, 55 41, 45, 53

3 Emosi Terhadap Masa Lalu

Keyakinan 61, 81 96

25

(42,37%) Kepercayaan 87 62, 72, 82, 92

Kepastian 63, 73, 93 78

Harapan 89 64, 74, 84, 94

Optimis 65, 75, 85, 95 70, 80, 90, 100


(63)

H. Analisis data

Analisis data menggunakan kategorisasi. Subjek akan

dikategorikan berdasarkan tingkat kebahagiaan. Luas interval setiap

kategori diperoleh melalui beberapa tahapan perhitungan, diantaranya

adalah :

a) Menentukan skor minimum : nilai terendah tiap item x jumlah

terpakai

b) Menentukan skor maksimum : nilai tertinggi tiap item x jumlah

terpakai

c) Menghitung mean teoritik : skor maksimum + skor minimum

2

d) Standar deviasi : skor maksimum – skor minimum 6

Norma kategorisasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

X ≤ (Mean –(1,8.σ)) kategori sangat rendah (Mean –(1,8.σ)) < X ≤ (Mean –(0,6.σ)) kategori rendah (Mean –(0,6.σ)) < X ≤ (Mean + (0,6.σ)) kategori sedang (Mean + (0,6.σ)) < X ≤ (Mean + (1,8.σ)) kategori tinggi


(64)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Peneliti melakukan uji coba terhadap alat ukur skala

kebahagiaan kepada biarawati diberbagai kongregasi yang ada di

Yogyakarta seperti Kongregasi CB, Kongregasi PBHK,

Kongregasi ADM, Kongregasi FSE, Kongregasi KYM,

Kongregasi OSF, Kongregasi PPYK, Kongregasi SPM dan

Kongregasi PIJ.

Pengambilan data dilakukan dengan meminta bantuan

kepada suster untuk mengisi skala. Peneliti juga datang secara

langsung ke biara-biara untuk meminta ijin membagikan skala.

Ada beberapa kepala komunitas biara yang membantu peneliti

menyebarkan skala ke teman-teman suster lainnya.

Biarawati yang dipilih adalah yang sudah menerima kaul

kekal minimal dua tahun. Biarawati berusia 27 – 88 tahun. Uji coba dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 2015 – 31 Mei 2015. Jumlah subjek yang terlibat dalam uji coba ini adalah 103 subjek,

namun terdapat 7 subjek yang gugur karena ada 4 subjek tidak

mengisi skala dengan lengkap dan 3 skala tidak kembali. Dengan

demikian, jumlah subjek yang terlibat dalam uji coba menjadi 96


(65)

Tabel 4.1

Kongregasi Subjek Penelitian

No Nama Ordo / Kongregasi Jumlah

1 Carolus Borromeus 40

2 PBHK 7

3 ADM 8

4 FSE (Fransiskan Santa Elisabeth) 6

5 KYM 6

6 OSF 8

7 PIJ (Sang Timur) 20

8 SPM (Santa Perawan Maria) 4

9 PPYK (Putri-Putri Yesus Kristus) 4

Total 103

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan uji coba

terpakai. Alasan yang mendasari peneliti memilih uji coba terpakai

adalah minimnya waktu yang dimiliki peneliti untuk menyelesaikan

skripsi ini. Selain itu juga karena sulitnya mencari subjek. Tidak

semua kongregasi bersedia untuk menjadi subjek penelitian dengan

berbagai alasan. Kemudian, juga dengan alasan cukup lamanya

mengurus perijinan penelitian di biara. Peneliti harus menunggu

adanya persetujuan dari Suster Propinsial tiap kongregasi untuk


(66)

Yogyakarta sehingga akan memakan waktu yang cukup lama. Oleh

karena itu, peneliti menggunakan uji coba terpakai dalam penelitian

ini agar meminimalkan kurangnya subjek penelitian.

B. Deskripsi Subjek

Subjek penelitian adalah biarawati yang menetap di

Yogyakarta dan sudah menerima kaul kekal minimal dua tahun.

Subjek berjumlah 103 namun setelah skala penelitian dikembalikan

hanya ada 96 subjek saja karena sebagian belum terisi lengkap dan

identitas yang tidak terisi. Berikut ini adalah deskripsi subjek:

Tabel 4.2

Deskripsi Subjek Penelitian

Kongregasi Rentang

Usia

Rentang Lama Kaul

Kekal

Karya Jumlah

CB 35-88 tahun 5-50 tahun Asrama 12

Rumah Sakit 13

Novisiat 3

Sekolah 8

PBHK 27-56 tahun 2-28 tahun Studi 5

Rumah Komunitas

2

ADM 27-48 tahun 3-17 tahun Studi 4

Rumah Komunitas

2


(67)

Rumah Komunitas

1

KYM 28-60 tahun 4-24 tahun Studi 5

Rumah Komunitas

1

OSF 36-57 tahun 5-25 tahun Sekolah 7

PIJ 30-72 tahun 5-35 tahun Studi 5

Sekolah 6

Rumah Komunitas

9

SPM 30-45 tahun 4-19 tahun Biara 4

PPYK 35-50 tahun 5-24 tahun Rumah

Komunitas

4

Total 96

C. Deskripsi Data Penelitian

One-Sample T-Test adalah suatu tes yang digunakan untuk

menguji apakah suatu nilai tertentu berbeda secara nyata atau tidak

dengan rata-rata sebuah sampel atau mean empirik (Santoso, 2010).

Pada penelitian ini, rata-rata mean empirik akan dibandingkan dengan

mean teoritik. Mean teoritik didapat dengan menggunakan rumus,

(Xmin + Xmax) : 2. Sedangkan mean empirik diperoleh dari rata-rata


(68)

Tabel 4.3

Hasil Pengukuran Statistik Deskriptif

Skala Skor Empirik Skor Teoritik

Xmin Xmax Mean SD Xmin Xmax Mean SD

Kebahagiaan 130 216 176,69 16,62 59 236 147,5

Berdasarkan hasil pengukuran statistik deskriptif pada tabel di

atas, dapat disimpulkan bahwa mean empirik memiliki skor lebih

tinggi daripada mean teoritik. Dimana skor mean empirik sebesar

176,69 dan skor mean teoritik sebesar 147,5 dengan sig 0,000. Hal ini

menunjukkan bahwa subjek memiliki kebahagiaan yang lebih tinggi

dari standar (mean teoritik).

D. Kategorisasi

Peneliti akan menggolongkan subjek ke dalam kategorisasi

kelompok berdasarkan kriteria yang sudah dibuat dengan berdasar

pada norma. Norma tersebut adalah:

X ≤ (Mean –(1,8.σ)) kategori sangat rendah (Mean –(1,8.σ)) < X ≤ (Mean –(0,6.σ)) kategori rendah (Mean –(0,6.σ)) < X ≤ (Mean + (0,6.σ)) kategori sedang


(69)

(Mean + (0,6.σ)) < X ≤ (Mean + (1,8.σ)) kategori tinggi

(Mean + (1,8.σ)) < X kategori sangat tinggi

Berdasarkan norma diatas, maka peneliti dapat membuat

kategorisasi subjek berdasarkan skala kebahagiaansebagai berikut:

Tabel 4.4

Hasil Kategorisasi Kebahagiaan pada Subjek Penelitian

Skala Rentang Nilai Jumlah Presentase

(%)

Kategorisasi

Kebahagiaan X ≤ 146 3 3,13 % Sangat

rendah

146 < X ≤ 166 25 26,04 % Rendah

166 < X ≤ 187 43 44, 79 % Sedang

187 < X ≤ 207 23 23,96 % Tinggi

207 < X 2 2, 08 % Sangat tinggi

Total 96 100 %

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 3

subjek atau 3,13 % subjek memiliki kebahagiaan yang termasuk

dalam kategori sangat rendah. Subjek yang masuk dalam kategori

rendah sebanyak 25 subjek atau 26,04 % subjek. Untuk kategori

sedang ada 43 subjek atau 44,79 % subjek. Sedangkan untuk kategori

tinggi ada 23 subjek atau 23,96 % subjek. Kategori sangat tinggi


(70)

E. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah biarawati

yang sudah menerima kaul kekal merasakan kebahagiaan dalam hidup

membiara. Penelitian ini menggunakan kategorisasi untuk

mengelompokkan subjek berdasarkan tingkat kebahagiaannya.

Berdasarkan skor total item dari seluruh biarawati yang

menjadi subjek penelitian didapatkan sebanyak tiga subjek atau 3,13

% subjek memiliki kebahagiaan yang termasuk dalam kategori sangat

rendah. Kemudian, subjek yang masuk dalam kategori rendah

sebanyak 25 subjek atau 26,04 % subjek. Untuk kategori sedang ada

43 subjek atau 44,79 % subjek. Sedangkan untuk kategori tinggi ada

23 subjek atau 23,96 % subjek. Kategori sangat tinggi hanya ada dua

subjek atau 2,08 % subjek. Dari hasil analisis data diatas dapat

disimpulkan bahwa biarawati memiliki tingkat kebahagiaan yang

tinggi. Biarawati tetap merasakan kebahagiaan setelah menerima kaul

kekal dalam hidup membiara.

Biarawati yang dikatakan sudah menerima kaul kekal adalah

biarawati yang sudah melewati empat tahapan dalam hidup membiara.

Tahapan pertama atau yang disebut dengan masa pra-novisiat adalah

masa seleksi pertama dimana akan ada sesi wawancara tentang alasan

seseorang tertarik menjadi biarawati, pengumpulan berkas-berkas

yang dibutuhkan sebuah kongregasi meliputi biodata diri dan


(71)

pra-novisiat seorang calon biarawati akan menjalani masa uji coba dalam

hidup membiara selama kurang lebih satu tahun. Tujuannya untuk

membantu calon biarawati beradaptasi dalam hidup membiara.

Tahap kedua yaitu masa novisiat. Masa novisiat adalah

tahapan yang semakin mendalam dimana calon biarawati akan

semakin mendalami perannya sebagai seorang biarawati dan

memahami betul tugas dalam kongregasi. Dalam tahapan ini biasanya

biarawati akan dibekali ilmu selama dua tahun atau lebih tergantung

pada kemampuan adaptasi calon biarawati.

Tahap ketiga yaitu masa yuniorat. Masa dimana calon

biarawati akan mulai mempraktekkan ilmu yang didapat atau

dikaryakan di luar biara. Karya setiap kongregasi berbeda-beda.

Beberapa contoh karya seperti di bidang kesehatan (rumah sakit), di

bidang pendidikan (sekolah), di bidang pelayanan sosial (panti

asuhan), di bidang pastoral (gereja), dan sebagainya.

Tahap keempat yaitu masa pembinaan terus-menerus dan

diakhiri dengan penerimaan kaul kekal. Dalam tahapan ini biarawati

akan melakukan banyak kegiatan seperti rekoleksi, retret, sharing,

kursus, pekan studi, seminar, dan evaluasi. Tujuan dari kegiatan

tersebut adalah untuk semakin memantapkan hati calon biarawati

sebelum calon biarawati mengucapkan kaul kekal.

Biarawati yang sudah menerima kaul kekal memiliki tanggung


(72)

menjadi milik Tuhan, gereja, dan kongregasi. Jika biarawati sudah

menerima kaul kekal, akan sulit bagi mereka untuk keluar dari

kongregasi.

Totalitas dalam hidup membiara setelah menerima kaul kekal

membawa kebahagiaan bagi hidup biarawati karena biarawati

menikmati kehidupan menbiara yang sedang dijalani. Biarawati juga

mampu untuk berdamai dengan pengalaman masa lalu yang kurang

baik. Biarawati dapat selalu bersyukur atas apa yang biarawati

dapatkan selama hidup membiara bahwa kasih Tuhan sungguh besar.

Relasi yang baik dan komunikasi yang terbuka membantu

kelangsungan hidup biarawati. Hal ini membuat biarawati merasa

nyaman tinggal di biara karena tidak merasa kesepian. Akan selalu ada

teman biarawati yang siap membantu dalam keadaan apapun. Dalam

hidup membiara, biarawati juga memiliki banyak kegiatan atau karya

yang akhirnya membuat biarawati tidak jenuh. Dengan banyaknya

karya pelayanan yang diberikan pimpinan Kongregasi, biarawati

menjadi semangat dalam melayani sesamanya.

Biarawati juga merasakan kebahagiaan seutuhnya ketika

biarawati mendapatkan pengalaman hidup yang sangat berharga.

Dimana biarawati merasa hidup religiusitas semakin tinggi. Di dalam

hidup membiara setiap hari akan selalu rutin kegiatan rohani seperti

berdoa bersama pagi hingga malam, adanya evaluasi akan pengalaman


(73)

sebelum biarawati istirahat malam. Dengan hidup membiara,

biarawati memiliki tingkat religiusitas yang baik dimana biarawati

akan selalu setia kepada kebenaran, Tuhan, dan ajaranNya.

Biarawati juga merasa semakin mampu bersyukur atas nikmat

Tuhan yang diberikan. Biarawati dituntut untuk hidup apa adanya

seperti Tuhan. Hal ini biarawati rasakan sejak awal pertama menjadi

novisiat. Orang yang mampu bersyukur akan selalu bahagia dalam

hidupnya dan selalu berpikir positif serta memaafkan kekurangan

yang ada pada dirinya (Seligman, 2005). Biarawati semakin memiliki

emosi positif dan kegiatan positif yang lebih tinggi.

Dalam suatu biara, kesehatan biarawati menjadi prioritas

utama. Sebuah kongregasi sangatlah bertanggung jawab untuk

kebutuhan akan kesehatan biarawati. Hal ini dirasakan oleh semua

biarawati. Menu makan setiap hari bervariasi. Bagi biarawati yang

memiliki pantangan dalam makanan terkait kesehatannya, akan diatur

oleh pengurus kongregasi. Oleh karena itu, biarawati merasa jauh

lebih sehat ketika mereka menjadi biarawati sebab segala sesuatunya

sudah diatur dengan baik.

Seseorang yang memiliki kesehatan yang baik juga akan

memiliki kehidupan sosial yang baik pula. Orang yang bahagia

biasanya memiliki efek yang positif berkenaan dengan kehidupan

sosial, seperti halnya memiliki banyak teman, memiliki dukungan


(74)

Hal ini jelas dirasakan biarawati ketika biarawati dipercayakan sebuah

karya pelayanan oleh kongregasi. Dalam sebuah karya pelayanan,

biarawati akan sering berinteraksi dengan banyak orang, akan banyak

pengalaman yang biarawati dapatkan, relasi yang baik dari berbagai


(75)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan

bahwa kebahagiaan biarawati yang sudah menerima kaul kekal

termasuk dalam kategori tinggi. Dalam hal ini berarti bahwa biarawati

tetap merasakan kebahagiaaan setelah menerima kaul kekal di dalam

hidup membiara.

Biarawati juga memiliki emosi positif terhadap masa lalu,

masa sekarang, dan masa depan. Biarawati mampu berdamai dengan

masa lalu yang kurang baik. Selain itu biarawati juga menikmati

hidupnya saat ini atau yang sedang dijalani. Biarawati juga mampu

memandang masa depan dengan optimis bahwa keputusan untuk


(76)

B. Saran

1. Bagi Kongregasi

Bagi Kongregasi diharapkan dapat terus meningkatkan

kebahagiaan biarawati sehingga semakin nyaman tinggal di biara.

Selain itu, juga dapat membantu biarawati untuk semakin

menumbuhkan rasa cintanya pada Tuhan, kongregasi yang

dipilihnya, dan dirinya sendiri agar semakin tercipta kebahagiaan

dalam menjalani kaul kekalnya.

2. Bagi Biarawati

Bagi biarawati diharapkan dapat terus menjaga komunikasi

yang baik dengan Tuhan, pimpinan kongregasi, teman, dan orang

sekitar sehingga tercipta rasa nyaman dan damai. Biarawati juga

dapat melakukan sharing dan bertukar pikiran dengan teman

biarawati lain agar komunikasi lancar dan saling terbuka.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Berkaitan dengan keterbatasan pada penelitian kuantitatif

yaitu besarnya kemungkinan subjek memilih respon yang baik

secara sosial (social desirability), untuk penelitian selanjutnya

disarankan untuk menggunakan metode penelitian kualitatif dalam

mengungkap kebahagiaan menjadi biarawati. Peneliti juga

menyarankan untuk menambah jumlah subjek dan membagi rata

subjek di tiap kongregasi sehingga mewakili gambaran


(1)

VAR00090

282.1979 371.445 .581 .919 VAR00091

283.2500 380.084 .240 .921 VAR00092

283.0313 376.683 .364 .920 VAR00093

282.1250 376.026 .434 .920 VAR00094

282.6354 371.603 .533 .919 VAR00095

282.1146 372.755 .437 .920 VAR00096

282.5938 375.760 .356 .920 VAR00097

282.7917 381.914 .151 .922 VAR00098

283.2083 379.535 .272 .921 VAR00099

282.7604 379.953 .253 .921 VAR00100


(2)

Reliabilitas Skala Penelitian Setelah Seleksi Aitem

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing

Summary

N

%

Cases

Valid

96

100.0

Excluded

a

0

0.0

Total

96

100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the

procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha

N of

Items

.943

59

Item-Total Statistics

Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance

if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if

Item Deleted VAR00001

173.3438 266.565 .456 .942 VAR00002

173.5833 265.256 .513 .942 VAR00003

174.0000 267.621 .397 .943 VAR00004

173.8125 264.301 .446 .943 VAR00005

173.6667 267.888 .413 .943 VAR00006

174.0417 266.146 .449 .942 VAR00007

173.1875 269.038 .411 .943 VAR00008

173.7188 269.552 .489 .942 VAR00009


(3)

VAR00010

173.8542 265.410 .552 .942 VAR00011

174.3750 267.732 .360 .943 VAR00012

173.3542 265.242 .511 .942 VAR00013

173.9688 268.915 .424 .942 VAR00014

173.9375 268.417 .331 .943 VAR00015

173.4063 268.496 .431 .942 VAR00016

173.7396 270.763 .397 .943 VAR00017

174.4375 270.249 .323 .943 VAR00018

173.3229 266.579 .537 .942 VAR00019

173.8542 271.410 .300 .943 VAR00020

173.3229 268.642 .384 .943 VAR00021

173.3542 263.179 .652 .941 VAR00022

173.6771 266.621 .507 .942 VAR00023

173.6875 264.870 .557 .942 VAR00024

173.3646 266.992 .486 .942 VAR00025

174.0313 267.252 .466 .942 VAR00026

173.6250 265.311 .574 .942 VAR00027

173.4063 270.096 .351 .943 VAR00028

173.6458 272.484 .328 .943 VAR00029

173.4479 266.397 .581 .942 VAR00030

173.7292 265.189 .579 .942 VAR00031

173.4063 267.591 .419 .943 VAR00032

173.5417 264.504 .616 .941 VAR00033

173.6771 267.800 .477 .942 VAR00034

174.0208 266.400 .429 .942 VAR00035


(4)

VAR00036

173.6042 264.010 .557 .942 VAR00037

173.7813 269.773 .349 .943 VAR00038

173.4375 263.070 .598 .941 VAR00039

173.7188 270.878 .340 .943 VAR00040

173.9688 270.010 .327 .943 VAR00041

174.1563 267.417 .425 .942 VAR00042

173.6250 269.395 .393 .943 VAR00043

173.7604 268.689 .410 .943 VAR00044

173.1458 267.284 .446 .942 VAR00045

173.8333 264.372 .535 .942 VAR00046

173.7604 261.847 .526 .942 VAR00047

173.2500 267.305 .463 .942 VAR00048

174.2292 268.073 .391 .943 VAR00049

173.8854 267.281 .388 .943 VAR00050

174.1250 263.226 .514 .942 VAR00051

173.7083 269.325 .434 .942 VAR00052

173.4479 265.724 .687 .941 VAR00053

173.4479 263.408 .602 .941 VAR00054

174.2813 268.667 .342 .943 VAR00055

173.3750 267.732 .431 .942 VAR00056

173.8854 264.650 .500 .942 VAR00057

173.3646 264.739 .443 .942 VAR00058

173.8438 268.007 .330 .943 VAR00059


(5)

LAMPIRAN 3


(6)

Descriptive Statistics

N

Minimu

m

Maximu

m

Mean

Std.

Deviation

VAR00001

96

130.00

216.00 176.6875

16.61535

Valid N

(listwise)

96

One-Sample Statistics

N

Mean

Std.

Deviation

Std. Error

Mean

VAR00001

96 176.6875

16.61535

1.69580

One-Sample Test

Test Value = 147.5

t

df

Sig.

(2-tailed)

Mean

Difference

95% Confidence Interval of

the Difference

Lower

Upper

VAR00001

17.212

95

.000

29.18750

25.8209

32.5541