Makna tugas perutusan belajar bagi biarawati (studi kasus pada dua Biarawati yang menjalani tugas belajar)

(1)

MAKNA TUGAS PERUTUSAN BELAJAR BAGI BIARAWATI

(Studi Kasus pada Dua Biarawati yang Menjalani Tugas Belajar)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh: Anastasia Manis

131114067

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(2)

i

MAKNA TUGAS PERUTUSAN BELAJAR BAGI BIARAWATI

(Studi Kasus pada Dua Biarawati yang Menjalani Tugas Belajar)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh: Anastasia Manis

131114067

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(3)

(4)

(5)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

....dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita (Ibrani 12:1)

Hidup adalah gelanggang pertandingan (Pendeta Gilbert Lumoindong)

Karya ini kupersembahkan untuk: Allahku dan Tuhanku yang Kuasa

Sœurs de la Charité de St. Jeanne Antide Thouret


(6)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 10 Maret 2017 Penulis


(7)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Anastasia Manis NIM : 131114067

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

MAKNA TUGAS PERUTUSAN BELAJAR BAGI BIARAWATI (Studi Kasus pada Dua Biarawati yang Menjalani Tugas Belajar) Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet dan media lain untuk kepentingan akdemis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan loyalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.


(8)

vii ABSTRAK

MAKNA TUGAS PERUTUSAN BELAJARBAGI BIARAWATI (Studi Kasus pada Dua Biarawati yang Menjalani Tugas Belajar)

Anastasia Manis Universitas Sanata Dharma

2017

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) cara biarawati memaknai belajar, 2) alasan biarawati bersedia melaksanakan tugas perutusan belajar, 3) bentuk-bentuk kesulitan yang ditemui biarawati dalam melaksanakan tugas perutusan belajar di Perguruan Tinggi, 4) usaha-usaha yang dilakukan biarawati dalam menghadapi kesulitan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dalam bentuk studi kasus. Tempat penelitian adalah salah satu Program Studi Universitas Swasta di Yogyakarta. Sumber data penelitian ini adalah dua biarawati yang melaksanakan tugas perutusan belajar di Perguruan Tinggi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan FGD. Teknik analisa data kualitatif yang digunakan adalah membuat verbatim, membuat koding verbatim, kemudian mengelompokkan tema, menyaring data, dan interpretasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna tugas perutusan belajar bagi biarawati merupakan proses yang ditemui dan dihadapi setiap hari dengan segala kesulitan dan tantangan dalam belajar. Biarawati memaknai belajar dengan cara belajar serius dan tekun, mengolah diri, menambah wawasan, pengetahuan. Biarawati belajar karena kebijakkan pemerintah yang mengatur kualifikasi tenaga kerja, kebutuhan kongregasi, dan kesadaran diri Kesulitan yang dihadapi adalah kurang mampu menjalankan komputer; kurang informasi; kesulitan menyesuaikan diri dalam pergaulan dan kemampuan akademik karena perbedaan usia dan kurikulum; sulit mendengarkan daripada berbicara; mudah mengantuk; terganggu dengan ketidakdisiplinan. Usaha biarawati mengatasi kesulitan adalah dengan berdoa, bercerita dan yakin ada orang lain yang menolong; sadar sebagai religius dan anggota kongregasi yang berkaul dan memiliki peraturan; menjalin relasi dan komunikasi dalam hidup bersama; mendahulukan hidup komunitas, hidup rohani daripada belajar; mengikuti semua kegiatan komunitas; menghindari kegiatan organisasi kemahasiswaan; rendah hati dan berani bertanya; menggerak-gerakkan badan dan mencuci muka ketika mengantuk; berani mencoba dan berani salah; sabar dan tekun mengerjakan tugas; bijaksana menghadapi tantangan; menyadari bahwa dalam setiap perjuangan ada kesulitan.


(9)

viii ABSTRACT

THE MEANING OF TASK MISSION STUDY FOR NUNS (A Case Study on Two Nuns Undergoing Task Study)

Anastasia Manis Sanata Dharma University

2017

This study aims to determine 1) how nuns make sense of learning, 2) the reasons of nuns’ willingness to carry out the mission of study, 3) the difficulties encountered by nuns in undergoing task mission study in university, and 4) the efforts that nuns make in overcoming those difficulties.

The research is a qualitative research in the form of a case study. The research took place at one of the study programs in a private university in Yogyakarta. The data source of this research was two nuns carrying out task mission study in university. The data collection techniques implemented were observation, interview, and FGD. The qualitative data analysis techniques implemented were creating verbatim, creating verbatim coding, categorizing themes, filtering data, and interpreting the data.

The research results showed that the meaning of task mission study to nuns is a process that is encountered and dealt with every day, along with all the difficulties and challenges inlearning. Nuns make sense of learning by studying hard and diligently, cultivating themselves, and expanding their knowledge and insight. The nuns study because of the government’s regulations that govern manpower qualifications, the congregation’s needs, and self-awareness. The difficulties that they face are the lack of ability of using computer, lack of information, difficulties in adapting to the social environment, as well as academic ability due to differences in age and curriculum, difficulties in listening rather than speaking, sleepiness, and lack of discipline. The nuns try to overcome those difficulties by praying, sharing their stories and believing that people are willing to help, being aware as religious people and congregation members who live under vows and rules, establishing relationships and communication in the social environment, prioritizing community life, living the spiritual life rather than studying, following all community activities, avoiding student organization activities, being humble and inquisitive, stretching and washing face when feeling drowsy, having the courage to try things out and to make mistakes, being patient and diligent in doing assignments, being wise in facing challenges, and realizing that there are challenges in every struggle.


(10)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang dilimpahkan kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan selesai dan berjalan dengan baik tanpa bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Gendon Barus, M.Si. selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

2. Juster Donal Sinaga, M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma dan selaku dosen pembimbing yang selalu bersedia membantu, mendampingi, dan mendukung peneliti dengan waktu, pikiran, dan tenaga dalam proses penulisan skripsi sampai selesai.

3. Dosen-dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling yang mendampingi peneliti selama studi.

4. Suster-suster SdC Delegasi Indonesia yang memberikan dukungan dan semangat dalam proses penulisan skripsi.

5. Kedua adik yang selalu memberikan semangat dan dukungan bagi peneliti selama proses penulisan skripsi.


(11)

x

7. Angkatan 2013 Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan semangat.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan. Namun demikian penulis berharap skripsi bermanfaat bagi duni Bimbingan dan Konseling dan memberikan referensi bagi mahasiswa yang membacanya.


(12)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBARPERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Fokus Penelitian ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7


(13)

xii

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

A. Perutusan Belajar ... 9

1. Pengertian Perutusan ... 9

2. Tujuan Perutusan Belajar ... 10

3. Pengertian Belajar ... 12

4. Tujuan Belajar ... 13

5. Aspek-Aspek Belajar ... 14

B. Biarawati sebagai Orang Dewasa ... 15

1. Pengertian Dewasa Awal ... 15

2. Karakteristik Perkembangan Dewasa Awal ... 17

3. Pengertian Biarawati ... 20

C. Penghayatan Kaul dan Tantangannya ... 21

D. Makna Belajar bagi Biarawati sebagai Orang Dewasa ... 24

1. Makna Belajar bagi Orang Dewasa ... 24

2. Faktor yang Memengaruhi Proses Pembelajaran Orang Dewasa ... 26

3. Ciri-Ciri Belajar Orang Dewasa ... 28

E. Penelitian yang Relevan ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Jenis Penelitian ... 31

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

C. Responden Penelitian ... 31

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 32


(14)

xiii

F. Teknik Analisis Data ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Deskripsi Data ... 39

1. Tempat dan Jadwal Penelitian ... 40

2. Deskripsi Umum Responden... 41

3. Hasil Penelitian ... 42

B. Pembahasan ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Keterbatasan Penelitian ... 69

C. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70


(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1:Lembar Panduan Observasi ... 34 Tabel 2: Pedoman Wawancaara ... 35 Tabel 3: Pedoman Focus Discussion Group ... 35


(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Hasil Observasi ... 73

Lampiran 2: Lembar Verbatim Wawancara ... 76

A. Responden AS ... 76

B. Responden KS ... 79

Lampiran 3: Lembar Verbatim FGD... 82

Lampiran 4: Lembar Koding Wawancara ... 89

A. Responden AS ... 89

B. Responden KS ... 92

Lampiran 5: Lembar Koding FGD ... 96

Lampiran 6: Lembar Kategorisasi Wawancara ... 101

A. Responden AS ... 101

B. Responden KS ... 104

Lampiran 7: Lembar Kategorisasi FGD ... 106

Lampiran 8: Lembar Penyaringan Data Wawancara dan FGD ... 110


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang masalah, identifikasi masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

A. Latar Belakang Masalah

Belajar merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Belajar dikatakan penting bagi manusia karena belajar merupakan upaya untuk mempertahankan kehidupan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menuntut manusia utnuk lebih aktif. Tanpa belar, manusia akan mengalami kesulitan dalam menyesuiaikan diri dengan lingkungan dan menghadapi tuntutan hidup yang berubah-ubah.

Kemajuan zaman dan tuntutan hidup yang berubah-ubah membawa manusia selalu mencari sesuatu yang baru. Menurut Lunandi (Mappa & Basleman, 2011), pengalaman untuk mengatasi kemajuan pesat dan perkembangan zaman tidak serta merta ada. Pengalaman membantu manusia menghadapi kemajuan dan perkembangan zaman jika dicari melalui pendidikan. Melalui pendidikan, pengalaman dapat diperoleh dan manusia dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Sepanjang rentang kehidupan, manusia merasa perlu belajar melalui pengalaman dan pencari pengetahuan.

Perkembangan zaman yang begitu pesat menunjukkan bahwa pengetahuan dan teknologi semakin dibutuhkan. Lapangan pekerjaan dan kehidupan


(18)

masyarakat menuntut manusia memiliki kemampuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Kenyataan ini mendorong orang dewasa untuk belajar menyesuaikan diri dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai kemampuan dan kesempatannya belajar, Mappa & Basleman (2011). Belajar dari pengalaman dan mencari pengetahuan berlaku bagi semua manusia tanpa memandang usia, tempat, dan waktu. Dengan demikian, belajar merupakan suatu kebutuhan bagi manusia. Biarawati juga membutuhkan pendidikan sebagai bukti mengikuti perkembangan zaman.

Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium Nomor 134 tahun 2015 mengatakan bahwa universitas-universitas merupakan lingkungan yang istimewa untuk memperjelas dan mengembangkan komitmen pewartaan kabar baik secara lintas ilmu dan terintegrasi. Pewartaan kabar baik sebagai tradisi dalam kongregasi atau tarekat. Anggota kongregasi atau tarekat menjalani tradisi ini dalam tugas perutusan masing-masing. Perutusan beraneka ragam sesuai dengan keperluan dan kemampuan anggota. Sebagai bagian dari Gereja, biarawati yang menjalani tugas perutusan perlu melihat perubahan mendasar yang sedang terjadi seperti perubahan-perubahan intelektual dan teknologi yang menyebabkan perubahan-perubahan-perubahan-perubahan sosial dan spiritual dalam kehidupan setiap orang (Simbolon, Riyanto & Mistrianto, 2011).

Biarawati merupakan individu yang sudah dewasa. Ditinjau dari psikologi perkembangan, orang dewasa menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial yang baru seperti peran


(19)

suami/istri, orang tua, pencari nafkah, dan mengembangkan sikap-sikap dan keinginan-keinginan baru. Pada masa ini, minat mulai berubah karena beberapa minat yang dipertahankan dalam kehidupan dewasa tidak sesuai dengan peran sebagai orang dewasa. Perubahan minat akan terjadi dengan cepat apabila fisik dan psikologi juga mengalami perubahan yang cepat. Kondisi-kondisi yang mempengaruhi perubahan minat pada masa dewasa diantaranya: perubahan kondisi kesehatan, status ekonomi, pola kehidupan, nilai, kesenangan, dan tekanan-tekanan budaya dan lingkungan, Hurlock (1993).

Penyesuaian diri terhadap pola-pola hidup yang baru dan perubahan minat pada orang dewasa berpengaruh pada minat untuk belajar secara formal. Orang dewasa yang memiliki fasilitas untuk belajar selama masa kanak-kanak, tampaknya menyukai belajar, Mappa & Basleman (2011). Sebagian orang merasa senang dan bersemangat untuk belajar bahkan banyak mahasiswa berlomba-lomba untuk mendapatkan beasiswa, baik beasiswa untuk belajar di dalam negeri maupun beasiswa untuk belajar di luar negeri (http://edukasi.kompas.com). Namun kenyataannya, tidak semua orang senang belajar formal. Bahkan sebagian orang tidak bisa belajar karena keterbatasan ekonomi, fisik, kognitif, dan usia. Selain itu, ada juga sebagian orang terpaksa belajar karena tuntutan pekerjaan dan peraturan.

Tuntutan pekerjaan dan peraturan mendorong biarawati belajar formal meskipun dalam keadaan terpaksa. Dalam diskusi bersama, peneliti pernah mendengar ungkapan dan keluhan dari biarawati mahasiswa yang


(20)

mengatakan “umur sudah tua tidak mampu belajar lagi seperti orang muda” atau “hanya karena tugas perutusan, saya menjadi taat”. Keluhan ini juga ditandai dengan adanya rasa malas mengerjakan tugas, kurang semangat dalam belajar, masih ada rasa malu dan kesulitan dalam bergaul.

Data biarawati yang diperoleh dari Biro Administrasi Akademik (BAA) salah satu universitas yang ada di Yogyakarta sebanyak dua belas orang. Rincian jumlah biarawati mahasiswa tahun ajaran 2012 sebanyak satu orang, tahun 2013 sebanyak tiga orang, tahun 2014 sebanyak lima orang, dan tahun 2015 sebanyak tiga orang. Data yang diperoleh dari BAA tersebut merupakan data biarawati mahasiswa aktif tahun 2012-2015

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti peroleh, biarawati yang menjadi mahasiswa merasa terpaksa belajar karena tuntutan dan peraturan. Tuntutan dan peraturan mendorong biarawati belajar secara formal. Berikut hasil petikan wawancara yang peneliti peroleh dari salah satu biarawati mahasiswa yang belajar formal dan merupakan mahasiswi aktif.

“Dan pilihan prodi BK itu memang mau tidak mau harus ngambil karena memang saya merasa bahwa saya memasuki kuliah ini ada unsur keterpaksaan. Dalam arti bahwa untuk berkarya yang lebih baik tentunya saya ngimbangi hmm…tuntutan pemerintah. Ha… mengajar SD, TK pun juga harus S-1. Ya..maka atas perutusan itu...memang awalnya saya menolak. Selain itu, saya terselubungi rasa malu yaaah... karena usia saya sudah banyak hehehe, ini pergulatan bagi saya. Untuk mengisi kegiatan studi saya, terus mengimbangi dengan kegiatan di rumah hmm…ya bagi saya tu tidak hal ringan ya”.

“bagiku belajar…bahwa belajar itu seumur hidup, artinya bahwa saya menerima tugas yg awalnya keterpaksaan mengingat umur tetapi…maka, saya berjuang untuk menekuninya dengan segala keberadaaan saya dan visi saya, maknanya.. proses..ya suatu proses bagi saya dari yang saya tahu minim dan berharap nantinya saya tahu. Dari modal minimalis dalam


(21)

bekerja nanti saya mendapatkan modal yang maksimal untuk bekerja..artinya ada peningkatan”.

Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa ada biarawati terpaksa kuliah karena tuntutan tugas perutusan dari kongregasi dan peraturan pemerintah yang mewajibkan guru memenuhi standar kualifikasi akademik. Tuntutan dan peraturan tersebut harus dijalani meskipun mengalami kesulitan. Biarawati harus bergulat dan berjuang menahan rasa malu menjadi mahasiswa karena usia yang sudah dewasa. Biarawati ini senang atau tidak senang harus melaksanakan tugas perutusan belajar di Perguruan Tinggi. Meskipun terpaksa, biarawati berusaha memaknai belajar dengan cara berproses dari yang tidak tahu menjadi tahu sehingga belajar sungguh-sungguh menjadi kebutuhan.

Peneliti juga menemukan dalam observasi, ada biarawati yang tidak dapat memaknai tugas perutusan belajar di perguruan tinggi dan tidak dapat menikmati tugas belajar. Biarawati belajar sekadar menjalankan tugas perutusan. Belajar bukan menjadi kebutuhan. Oleh karena itu, biarawati tersebut mengalami kesulitan menyelesaikan tugas kuliah, bergaul, berkonsentrasi, mengantuk, mengeluh, tidak serius dalam belajar, stress, malas, bosan, dan bahkan bisa meninggalkan studi dan panggilannya.

Berdasarkan kenyataan tersebut, peneliti tertarik menggali MAKNA TUGAS PERUTUSAN BELAJAR BIARAWATI pada Dua Mahasiswa Salah Satu Program Studi Universitas Swasta di Yogyakarta.


(22)

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah yang dapat diungkap berdasarkan latar belakang penelitian ini adalah:

1. Ada biarawati yang menjalankan tugas belajar di Perguruan Tinggi merasa terpaksa.

2. Ada biarawati yang kuliah di perguruan tinggi tidak dapat memaknai tugas perutusan belajar.

3. Ada biarawati yang kuliah di perguruan tinggi tidak dapat menikmati tugas belajar.

C. Fokus Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah dan keterbatasan peneliti, maka fokus penelitian ini adalah:

1. Menggali cara biarawati memaknai belajar bagi biarawati yang terpaksa menjalankan tugas perutusan belajar.

2. Menggali alasan biarawati bersedia belajar.

3. Menggali kesulitan-kesulitan dan tantangan-tantangan yang dihadapi biarawati dalam melaksanakan tugas perutusan belajar.

4. Menggali usaha-usaha biarawati menghadapi kesulitan. D. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian di atas, disusunlah rumusan masalah sebagai berikut:


(23)

2. Apakah alasan biarawati sehingga bersedia melaksanakan tugas perutusan belajar?

3. Seperti apakah bentuk-bentuk kesulitan yang ditemui biarawati dalam melaksanakan tugas perutusan belajar di Perguruan Tinggi?

4. Apa saja usaha-usaha yang dilakukan biarawati menghadapi kesulitan? E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui cara biarawati memaknai belajar.

2. Mengetahui alasan biarawati sehingga bersedia melaksanakan tugas perutusan belajar.

3. Mengetahui bentuk-bentuk kesulitan yang ditemui biarawati dalam melaksanakan tugas perutusan belajar di Perguruan Tinggi.

4. Mengetahui usaha-usaha yang dilakukan biarawati menghadapi kesulitan. F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini: 1. Manfaat teoretis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan informasi bagi ilmu pengetahuan Bimbingan dan Konseling khusus mengenai makna belajar dalam kaitannya dengan tugas perutusan belajar.


(24)

2. Manfaat praktis a. Bagi peneliti

Penelitian ini menjadi inspirasi baru bagi peneliti untuk terus berusaha belajar dari setiap peristiwa hidup dan membagikannya kepada orang lain terutama yang motivasi belajarnya kurang.

b. Bagi biarawati yang menjadi mahasiswa

Mahasiswa yang sudah dewasa memiliki semangat belajar, mau berusaha, dan mampu menemukan makna dan nilai belajar dalam dirinya.


(25)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini membahas landasan teori yang berkaitan dengan perutusan belajar, biarawati sebagai orang dewasa, makna belajar bagi biarawati sebagai orang dewasa, dan penelitian yang relevan.

A. Perutusan Belajar

1. Pengertian Perutusan

Perutusan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah beberapa orang yang diutus (yang disuruh mewakili) atau yang bertugas sebagai utusan pemerintah dan sebagainya. Sugijopranoto (2013), mengatakan bahwa perutusan merupakan seorang religius yang taat dan bersedia melakukan tugas yang diterima dari pembesar atau pemimpinnya dengan baik. Taat dan bersedia menjalankan tugas berarti mau dan mampu melakukan tugas dengan baik dan benar, dan dapat bekerja sama dengan orang lain. Oleh karena itu, ketaatan menjalani tugas perutusan tidak lagi dipandang sebagai taat melakukan perintah pembesar dan melawan keinginan sendiri.

Menurut Suparno (2007), perutusan adalah tugas yang dijalani orang-orang yang mengikuti panggilan Tuhan dan menyatukan hidupnya dengan kehendak Tuhan demi keselamatan manusia. Tugas perutusan yang berasal dari Tuhan secara konkret dalam kongregasi diterima lewat pemimpin. Orang yang dipanggil Tuhan disatukan dan dilibatkan dalam


(26)

karya perutusan Tuhan demi keselamatan manusia. Seseorang yang dipanggil Tuhan untuk membantu menyelamatkan manusia harus melakukannya dengan tanggung jawab dan penuh kegembiraan.

Menurut Woga (2012), perutusan dalam istilah bahasa Indonesia disebut misi. Misi berasal dari bahasa Latin adalah missio yang berarti perutusan. Kata misi tidak hanya digunakan dalam lingkup keagamaan tetapi juga di dunia profan seperti misi diplomatis, misi politis, misi ilmu pengetahuan, misi kebudayaan, misi dalam dunia kemiliteran. Kata misi semuanya berarti pelimpahan tugas dan tanggung jawab. Bertanggung jawab berarti mempunyai komitmen dalam pelaksanaan tugas “tanggung jawab atas” dan disertai “tanggung jawab kepada”. Perutusan bagi biarawati berarti kinerja yang sebaik-baiknya untuk meneruskan karya Allah dan keselamatan manusia.

Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa tugas perutusan merupakan orang-orang yang dipercaya oleh orang lain, pemimpin, instansi, dan organisasi dalam melaksanakan tugas tertentu dengan tanggung jawab dan siap sedia. Bagi biarawati, kata misi atau perutusan merupakan kata-kata yang sudah biasa didengar dan dijalani. Biarawati sebagai orang yang terpanggil, perlu menyadari tujuan tugas perutusan yang akan dijalani. 2. Tujuan Perutusan Belajar

Menurut Suparno (2007), perutusan studi penting sebagai persiapan untuk karya selanjutnya. Karya dibidang pendidikan, kesehatan, pastoral, sosial, media masa dapat dikembangkan dan dikelola secara baik dengan


(27)

pemikiran dan pengetahuan yang memadai. Pemikiran dan pengetahuan akan berkembang jika seseorang bersedia belajar. Belajar dengan mengikuti studi lanjut dibutuhkan untuk perkembangan karya-karya kongregasi. Biarawati menerima tugas perutusan belajar di perguruan tinggi supaya dapat memenuhi tuntutan yang mendesak dan penting di zaman yang profesional ini. Karena orang-orang yang dilayani sekarang kebanyakan orang-orang yang berpendidikan.

Biarawati yang berkehendak baik belum cukup untuk melaksanakan tugas perutusan tetapi juga memerlukan pendidikan dan kemampuan memadai. Karena kongregasi dan anggotanya adalah Gereja yang menghadirkan dan meneruskan karya Kristus untuk keselamatan manusia. Pendapat tersebut sudah ada dalam Anjuran Apostolik tentang Hidup Bakti (1996), yang menyebutkan bahwa perutusan hidup bakti sesungguhnya lebih dari sekedar menyangkut karya-karya lahiriah, tetapi menghadirkan Kristus bagi dunia melalui kesaksian pribadi. Biarawati dapat memberikan kesaksian bagi dunia melalui pendidikan dengan belajar di Perguruan Tinggi.

Sugijopranoto (2013), mengatakan bahwa perlu mempersiapkan anggota kongregasi atau tarekat melalui perutusan studi. Perutusan tertentu pada zaman sekarang membutuhkan ijazah minimal tertentu dan persyaratan lain. Menurut Sugijopranoto (2013) hal tersebut sudah diatur dalam Peraturan Presiden no. 08 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia yang mengatur kualifikasi seorang pekerja. Keadaan


(28)

ini mendesak kongregasi merencanakan tenaga untuk masa depan. Selain dari tuntutan pemerintah dan kebutuhan kongregasi, seorang religius harus mampu setara dengan orang yang dilayani.

3. Pengertian Belajar

Winkel (2014:59), mendefinisikan belajar dalam diri individu merupakan suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap yang bersifat relatif konstan dan berbekas. Sukmadinata (2013), mengatakan belajar merupakan perubahan-perubahan dalam setiap aspek kepribadian yang berlangsung melalui pengalaman. Sesorang dapat belajar melalui pengalaman, baik pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung. Selain itu, seseorang belajar mengalami interaksi dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial.

Rohmah (2015), mengatakan belajar merupakan setiap perubahan tingkah laku yang relatif menetap dari hasil latihan dan pengalaman. Perubahan tingkah laku menyangkut berbagai aspek kepribadian baik fisik maupun psikis seperti perubahan pengertian, keterampilan, dan kebiasaan sikap. Belajar dapat dikatakan perubahan tingkah laku apabila mengarahkan pada tingkah laku yang lebih baik atau buruk, perubahan melalui latihan dan pengalaman. Perubahan itu efektif, artinya perubahan membawa pengaruh dan makna tertentu bagi individu yang belajar relatif tetap dan setiap saat diperlukan dalam pemecahan masalah baik ulangan,


(29)

penyesuaian diri sehari-hari, dan mempertahankan kelangsungan hidup. Perubahan-perubahan yang disebabkan pertumbuhan tidak dianggap sebagai hasil belajar. Contoh perubahan-perubahan bukan hasil belajar adalah motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang biasanya hanya berlangsung sementara.

Berdasarkan pendapat tersebut, terdapat kesamaan makna dari pengertian belajar yaitu menunjukpada suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek dan pengalaman. Jadi, belajar merupakan setiap aktivitas dan pengalaman yang menghasilkan perubahan tingkah laku.

4. Tujuan Belajar

Manusia belajar karena manusia mempunyai tujuan. Sardiman (Rohmah, 2015:177), menyebutkan bahwa tujuan belajar adalah:

a. Untuk mendapatkan pengetahuan.

Pengetahuan seseorang ditandai dengan kemampuan berpikir. Individu tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir tanpa pengetahuan.Dengan kata lain, kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan seseorang.

b. Penanaman konsep dan keterampilan.

Keterampilan bersifat jasmani dan rohani. Keterampilan jasmani dapat dilihat, diamati dari gerakan anggota tubuh seseorang yang sedang belajar. Keterampilan rohani lebih abstrak karena menyangkut persoalan-persoalan penghayatan, keterampilan berpikir, dan


(30)

kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah dan konsep.

c. Pembentukan sikap mental dan prilaku.

Pembentukan sikap mental dan prilaku tidak terlepas dari pemahaman nilai-nilai, transfer of values. Nilai mental dan perilaku dapat diterapkan dalam interaksi dengan orang lain. Inti tujuan belajar adalah untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan penanaman sikap mental/nilai-nilai.

5. Aspek-aspek Belajar

Menurut Prawira (2014:233), aspek-aspek belajar atau manifestasi belajar, berupa aspek-aspek kemampuan manusia yang diusahakan perubahan-perubahannya melalui pengalaman-pengalaman. Bentuk aspek-aspek belajar yaitu:

a. Kebiasaan individu

Kebiasaan merupakan cara bertindak yang telah dikuasai dan tahan uji, serta bersifat seragam dan otomatis. Kebiasaan dapat dibentuk melalui perbuatan yang memiliki sedikit rintangan. Perbuatan yang terus menerus diulang dan semakin lama semakin tertanam tipe perbuatan tadi. Misalnya, seseorang yang hendak melangkah selalu dimulai dengan kaki kiri baru kemudian kaki kanannya. Perbuatan ini terus diulang-ulang dan menjadi suatu kebiasaan. Tetapi bila ia ingin mencoba mulai melangkah dengan kaki kanan, ia akan mengalami kecanggungan. Kebiasaan dapat pula dibentuk dengan cara tertentu


(31)

untuk melakukan perbuatan ada unsur sengaja supaya terbentuk pola secara otomatis. Cara ini dilakukan untuk membentuk kebiasaan yang baru. Misalnya membentuk kebiasaan yang baru dengan tujuan mengubah kebiasaan buruk. Perbuatan yang sengaja dilakukan bila dilakukan berulang-ulang akan membentuk kebiasaan baru.

b. Kecakapan individu

Kecakapan merupakan perbuatan yang disertai keahlian dan juga disebut keterampilan.Kecakapan memerlukan kesadaran yang tinggi dan ada minat.Kecakapan perlu diulang-ulang atau latihan-latihan tertentu untuk mencapai kualitas.

B. Biarawati sebagai Orang Dewasa 1. Pengertian Dewasa Awal

Menurut Syah (2008), dewasa awal merupakan tahapan perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sementara menurut Santrock (1999, Dariyo, 2008), masa dewasa awal merupakan masa di mana individu berusia antara 20 sampai 40 tahun. Masa ini merupakan masa transisi perubahan fisik dan intelektual dan peran sosial yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Papalia (2014), mengatakan bahwa individu dikatakan dewasa apabila sudah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat. Individu yang dewasa ini sudah mampu bertanggung jawab


(32)

atas diri sendiri atau telah memiliki pekerjaan, sudah berumah tangga atau memiliki hubungan dengan lawan jenis yang berarti.

Dylan (Santrock, 2009), berpendapat bahwa masa dewasa adalah masa bekerja dan bercinta. Seseorang dikatakan dewasa ketika mendapatkan pekerjaan penuh. Untuk sebagian orang biasanya terjadi pada saat seseorang menyelesaikan sekolah menengah atas dan untuk sebagian orang pada saat menyelesaikan universitas atau pasca sarjana. Permulaan masa dewasa awal ditandai dengan kemandirian ekonomi dan pengambilan keputusan.

Hurlock (Jahja, 2011), mengatakan bahwa masa dewasa awal adalah masa pencarian kemantapan dan masa reproduktif yaitu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Masa ini biasanya ditandai dengan selesainya pertumbuhan pubertas dan organ kelamin. Individu masa dewasa ini mampu berkembang dan mampu berproduksi. Individu akan mengalami perubahan fisik dan psikologis bersamaan dengan masalah-masalah penyesuaian diri.

Dengan demikian, dewasa awal merupakan masa di mana individu mulai belajar mandiri, menyesuaikan diri terhadap berbagai pola hidup yang baru, memiliki tanggung jawab dalam pekerjaan, keluarga, dan diri sendiri. Individu yang dewasa tidak lagi dapat menikmati pergaulan yang spontan seperti masa sebelumnya. Dewasa bagi seseorang berarti mampu


(33)

mencari jalan sendiri, mencari tali persahabatan yang baru, dan memantapkan identitas.

2. Karakteristik Perkembangan Dewasa Awal

Orang dewasa yang sudah bertumbuh matang, konsep diri dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya timbul. Konsep diri orang dewasa untuk memenuhi kebutuhan psikologis tersebut yakni keinginan dipandang orang lain sebagai pribadi yang utuh. Orang dewasa memiliki kemampuan memikirkan dirinya dan menyadari adanya perbedaan yang bertentangan antara nilai-nilai yang dianut dan tingkah laku orang lain.

Santrock (2009), menyebutkan perkembangan fisik masa dewasa awal mulai menurun namun penggunaan obat-obatan meningkat. Kekuatan dan kesehatan otot mulai menunjukkan penurunan, dagu mengendur, dan perut gendut, penglihatan mulai terganggu sekitar umur 30 tahun. Individu yang dikatakan dewasa, baik pria maupun wanita memiliki karakteristik perilaku dewasa. Hurlock (Jahja, 2011:245), menyatakan bahwa dewasa awal memiliki karakteristik perkembangan yang meliputi:

a. Masa pengaturan

Pada masa ini, individu cenderung mencari kepuasan, mencoba sesuatu sebelum menentukan pilihan. Kemudian individu akan menemukan pola hidup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mengembangkan sikap, prilaku, dan nilai-nilai yang cenderung menjadi kekhasannya.


(34)

b. Usia reproduktif

Pada masa ini individu menentukan pasangan hidupnya dan juga organ reproduksinya sudah produktif menghasilkan keturunan.

c. Masa bermasalah

Pada masa ini, individu mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri. Apabila individu tidak mampu mengatasinya, maka akan menimbulkan masalah. Masalah yang timbul tersebut karena dipengaruhi tiga faktor.

Pertama, individu kurang siap memulai babak baru dalam hidupnya sehingga mengalami kesulitan. Kedua, kurang persiapan menjalani dua peran sekaligus. Ketiga, tidak ada bantuan dari siapapun dalam menyelesaikan masalah.

d. Masa ketegangan emosional

Sekitar awal atau pertengahan umur tiga puluhan, banyak orang muda mampu memecahkan masalah dengan cukup baik secara stabil dan tenang secara emosional. Namun apabila pada usia 20-30 tahun, kondisi seseorang tidak terkendali, labil, resah, dan mudah memberontak, maka hal tersebut merupakan tanda penyesuaian diri pada orang dewasa belum terlaksana secara memuaskan.

e. Masa keterasingan sosial

Pada masa ini, individu mengalami krisis. Ia terisolasi dari kelompok sosial. Kegiatan sosial dibatasi karena tekanan pekerjaan dan keluarga.


(35)

f. Masa komitmen

Masa ini, individu sudah mulai belajar mandiri, bertanggungjawab, dan membuat komitmen baru. Tanggung jawab dan komitmen-komitmen yang akan menjadi landasan pola hidup dikemudian hari. g. Masa ketergantungan

Individu di masa dewasa awal diberi kebebasan untuk mandiri, tetapi masih ada yang tergantung pada orang lain. Ketergantungan bisa disebabkan karena mereka membutuhkan biaya untuk pendidikan mereka.

h. Masa perubahan nilai

Pada masa dewasa awal, individu sudah mulai sadar akan nilai pendidikan dalam meraih keberhasilan sosial, karier, dan kepuasan pribadi. Oleh karena itu, banyak yang putus sekolah, atau tamat sekolah merasakan kegiatan belajar sebagai peransang untuk belajar. Alasan orang dewasa awal mengalami perubahan pada nilai yaitu individu ingin diterima dalam kelompok seusianya; individu menyadari bahwa kelompok sosial berpedoman pada nilai-nilai konvensional pada keyakinan-keyakinan, perilaku, dan penampilan; individu mengubah nilai-nilai dangkal menjadi lebih konservatif dan tradisional, dari yang egosentris ke sosial.

i. Masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru

Masa ini merupakan masa penyesuaian diri pada gaya hidup yang baru. Penyesuain diri yang paling menonjol adalah penyesuaian diri pada


(36)

pola peran seks atas dasar persamaan derajat yang menggantikan pola peran seks tradisional, dan pola-pola baru bagi kehidupan keluarga. j. Masa kreatif

Pada masa ini berbeda dengan masa remaja. Orang dewasa senang apabila terlihat beda dari yang lain. Mereka tidak terikat lagi dengan aturan dan orang lain. Individu pada masa dewasa lebih kreatif dan tergantung pada minat dan kemampuan dirinya sendiri.

Seorang biarawati hidup dalam komunitas. Komunitas adalah tempat di mana anggotanya hidup bersama dalam satu kongregasi. Biarawati merupakan anggota hidup bakti yang memiliki peraturan. Peraturan tersebut yang menjadi acuan dalam hidup dan panggilan.

3. Pengertian Biarawati

Biarawati dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perempuan yang hidup di dalam biara. Menurut Heuken (2004), biarawati adalah anggota lembaga religius, artinya suatu persekutuan yang anggota-anggotanya mengucapkan kaul dan diterimakan oleh pembesar yang berwenang atas nama Gereja dan bersama-sama melaksanakan hidup persaudaraan. Biarawati merupakan anggota kongregasi religius. Sepanjang sejarah banyak orang yang diundang menghayati hidup berdasarkan panggilan khusus dan berkat kurnia Roh yang istimewa. Para wanita hidup bakti memperjuangkan pengakuan yang jelas terhadap jati diri, kecakapan, misi dan tanggung jawab, baik dalam kesadaran Gereja maupun kesadaran hidup sehari-hari.


(37)

Paus dalam Anjuran Apostolik Hidup Bakti (1996) menyebutkan bahwa biarawati merupakan anggota hidup bakti. Biarawati yang hidup dalam panggilan khusus merupakan anggota hidup bakti. Sebagai anggota hidup bakti, seorang biarawati harus hidup di sebuah lembaga, hidup di komunitas artinya tidak hidup sendiri, dan tentunya hidup berkaul. Lembaga hidup bakti yang ditempati biarawati adalah lembaga dalam arti kongregasi atau tarekat. Biarawati yang menjadi anggota kongregasi atau tarekat harus mampu hidup bersama saudarinya dalam komunitas. Biarawati menjalani panggilan khusus dalam kongregasi dan hidup bersama saudari dalam komunitas menghidupi kaul-kaul, sehingga hidup rohani biarawati lebih bermutu.

Dengan demikian, biarawati merupakan seorang wanita religius yang hidup bersama orang lain dalam komunitas, dalam kongregasi yang sama, dan berkaul. Tuhan memanggil biarawati secara khusus untuk meneruskan karya-Nya di dunia ini.

C. Penghayatan Kaul dan Tantangannya

Mutu hidup rohani sebagai biarawati ditentukan oleh mutu penghayatan hidup kaul menurut nasehat Injil. Kaul-kaul yang umum ada dalam kongregasi adalah kaul kemurnian, kaul kemiskinan, dan kaul ketaatan. Kaul merupakan sarana untuk membentuk hidup batin biarawati. Biarawati merupakan manusia biasa yang memiliki kerinduan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan seperti kerinduan akan harta benda, cinta manusiawi, dan kebebasan.


(38)

Biarawati yang mengikrarkan kaul tertantang karena tarikan kebutuhan psikologis dan cita-cita mewujudkan nilai kaul. Tarikan kebutuhan psikologis dan cita-cita untuk mewujudkan kaul akan mempengaruhi kedewasaan atau ketidakdewasaan emosi. Kemampuan seorang biarawati mengintegrasikan kebutuhan psikologis dengan nilai kaul menentukan kedewasaan emosi. Prasetya (1992), menyebutkan kebutuhan-kebutuhan psikologis yang menjadi tantangan dalam penghayatan kaul dan berhubungan langsung dengan ketiga kaul:

1. Kebutuhan psikologis yang dapat menghambat penghayatan kemurnian. Kaul kemurnian mengungkapkan cinta Allah dari segi universal, cinta yang dihayati dalam hubungan yang tidak berkepentingan bagi diri sendiri. Kebutuhan psikologis yang muncul dari cinta manusiawi adalah kebutuhan akan kehangatan, diterima, keakraban, merawat dan diperhatikan, kenikmatan seksual, pamer atau menonjolkan diri.

2. Kebutuhan psikologis yang dapat menghambat penghayatan kemiskinan. Kaul kemiskinan berarti seorang biarawati mengutamakan Kerajaan Surga sebagai satu-satunya yang pantas dimiliki bagi pengembangan dan realisasi diri. Kebutuhan psikologis yang muncul dan dapat menghambat penghayatan kemiskinan adalah kebutuhan memiliki, kebutuhan akan kenikmatan dunia, hedonisme, kebutuhan-kebutuhan yang sesungguhnya tidak diperlukan.


(39)

3. Kebutuhan psikologis yang dapat menghambat penghayatan ketaatan. Kaul ketaatan berarti biarawati setia dan taat kepada Allah. Biarawati merealisasikan diri sebagai manusia yang merdeka, pribadi, dan mampu menentukan hidupnya sendiri dengan mengikuti hati nurani dan melaksanakan kehendak Allah. Tetapi, biarawati juga berhadapan dengan kebutuhan psokologis seperti kebutuhan akan kebebasan mutlak, kebutuhan sesuai kemauan diri sendiri, kebutuhan akan prestasi, harga diri, kuasa, pangkat, dan kedudukan.

Belajar di Perguruan Tinggi merupakan salah satu karya dan tugas perutusan yang dijalani dalam kesetiaan. Panggilan menjadi biarawati menuntut kesetiaan meskipun kebutuhan psikologis juga menjadi tantangan dalam kesetiaan menjalani panggilan. Kesetiaan pada panggilan berarti bersedia menjalankan tugas perutusan, meskipun sulit dan melewati berbagai tantangan. Biarawati memerlukan perjuangan dalam menghadapi kesulitan dan tantangan, mengusahakan agar kehidupan senantiasa berarti bagi diri sendiri, masyarakat, dan agama.

Biarawati dapat menemukan cara dalam menghadapi kesulitan dan tantangan dalam menjalankan perutusan melalui peraturan hidup bersama dan penghayatan kaul. Cara-cara yang tersebut seperti membina persatuan dengan Tuhan supaya semakin lepas bebas dan hati semakin dibersihkan, membangun kedamaian hati dan pikiran supaya mampu menghindakan diri dari sikap terburu-buru, membina kerja sama dengan orang lain supaya pekerjaan yang


(40)

banyak dan berat dapat diselesaikan dan terasa ringan, dan belajar menerima diri supaya tdiak putusa asa dan mudah marah, Suparno (2007).

D. Makna Belajar bagi Biarawati sebagai Orang Dewasa 1. Makna Belajar bagi Orang Dewasa

Bastaman (2007), menyebutkan hal-hal yang dianggap penting, berharga, bermaknaakan menjadi tujuan hidup apabila terpenuhi, membuat seseorang merasa berarti, dan menimbulkan perasaan bahagia. Makna hidup tersebut dapat ditemui dalam kehidupan dan dalam setiap keadaan sehari-hari. Keadaan yang ditemui bisa menyenangkan, tidak menyenangkan, bahagia, dan menderita. Seorang yang dewasa, terutama biarawati dapat menemukan makna dalam kehidupan, dalam pekerjaan dan karya perutusan yang dijalani. Inti atau makna dari belajar adalah interaksi antar manusia dan proses bagaimana interaksi tersebut berlangsung. Biarawati terbentuk menjadi pribadi yang penuh dan mendalam dengan proses pembentukkan yang menuntut keunggulan manusiawi (Marsono, 2013).

Danim (2010), mengatakan belajar bagi orang dewasa merupakan proses aktif dan efektif memecahkan masalah yang dipandang memiliki relevansi dengan pengalaman sehari-hari.Belajar bagi biarawati sebagai orang dewasa bersifat subjektif dan unik. Biarawati mempunyai sistem nilai, pendapat, dan pendirian yang berbeda. Orang dewasa yang berusia antara akhir 30-60 tahun, menggunakan pikiran untuk memecahkan


(41)

permasalahan yang berasosiasi dengan tanggung jawab pada yang lain, seperti anggota keluarga dan karyawan (Papalia, 2014). Seseorang yang dikaruniai pilihan psikologis dan sosiologi, sadar akan diri sendiri dan turut serta dalam perlombaan untuk tetap hidup, perlombaan untuk pengetahuan, dan perlombaan untuk kemajuan perseorangan dan kelompok. Dengan demikian, biarawati yang belajar diharapkan memiliki perubahan dan kemampuan untuk berubah.

Perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan makna yang terkandung dalam belajar. Kemampuan untuk berubah karena belajar, membantu individu berkembang dari pada mahluk-mahluk lain dalam mengungkapkan diri, memilih dan menetapkan keputusan-keputusan untuk dirinya (Rohmah, 2015). Selain itu, belajar juga penting untuk mempertahankan hidup di tengah-tengah persaingan dunia yang semakin ketat (Syah, 2008). Perkembangan teknologi yang semakin pesat dan tuntutan kebutuhan hidup, mendorong biarawati belajar sesuatu yang baru dan memberi makna yang baru.

Makna baru yang diperoleh biarawati sebagai orang dewasa memengaruhi minat yang sudah ada atau dapat menumbuhkan minat baru. Minat tersebut muncul dari berbagai proses pengalaman belajar. Melalui pengalaman, belajar bagi biarawati sebagai orang dewasa memberikan makna sehingga bakat atau potensi dapat dikembangkan melalui proses belajar. Pengembangan bakat dan potensi tersebut dipengaruhi lingkungan


(42)

di mana ia berada, berinteraksi, dan dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam proses pembelajaran.

2. Faktor yang Memengaruhi Proses Pembelajaran Orang Dewasa Setiap orang yang dewasa, makin bertambah usianya, akan semakin sukar baginya belajar, demikian juga biarawati. Hal ini disebabkan menurunnya semua kemampuan fisik, seperti daya ingat, kekuatan fisik, kemampuan menalar, kemampuan berkonsentrasi, daya pendengaran, daya penglihatan. Beberapa faktor berhubungan dengan karakteristik individu belajar ketika melakukan kegiatan belajar, yaitu kepribadian, gaya belajar, dan perbedaan individual. Perbedaan individual tersebut seperti perbedaan usia, pengalaman hidup, motivasi, dan persepsi diri. Faktor lainnya yang berhubungan dengan karakteristik individu belajar yaitu pergaulan dengan masyarakat di tempat kegiatan belajar berlangsung serta cara merencanakan, melaksanakan, dan menilai kegiatan belajar (Mappa & Basleman, 2011).

Sedangkan faktor yang memengaruhi proses pembelajaran orang dewasa adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari dalam individu yang sedang belajar. Faktor internal mencakup faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis mencakup pendengaran, penglihatan, kondisi fisiologis. Faktor psikologis mencakup kebutuhan, kecerdasan, motivasi, perhatian, berpikir, serta ingat dan lupa.


(43)

Faktor eksternal merupakan semua faktor yang berasal dari luar diri individu yang belajar. Faktor dari luar individu tersebut adalah faktor lingkungan belajar dan faktor penyajian. Faktor lingkungan belajar mencakup lingkungan alam, fisik, dan sosial. Faktor penyajian mencakup kurikulum, bahan ajar, dan metode penyajian (Mappa & Basleman, 2011).

Suprijanto (2007), berpendapat bahwa proses belajar terjadi dalam diri seseorang yang disebut proses intern dan terjadi di luar diri seseorang yang disebut proses ekstern. Proses belajar intern merupakan kegiatan belajar yang tidak dapat dilihat secara lahiriah. Proses belajar ekstern merupakan pencerminan dari luar yang terjadi dalam diri seseorang. Proses belajar yang terjadi dalam diri seseorang mencakup motivasi, perhatian pada pelajaran, menerima dan mengingat, reproduksi, generalisasi, dan menerapkan apa yang telah diajarkan serta umpan balik.

Selain dari faktor-faktor tersebut, ada beberapa faktor yang memengaruhi penerimaan dan pengingatan, yaitu faktor makna. Bila pelajaran yang ada hubungannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki, maka pelajaran tersebut akan lebih bermakna, lebih mudah diterima dan diingat. Dalam proses belajar individu tidak hanya menerima dan mengingat, tetapi juga harus dapat menemukan kembali apa yang pernah diterima (Suprijanto, 2007). Biarawati yang tidak tahu menjadi tahu melalui proses belajar. Bagi biarawati sebagai individu dewasa, usia dewasa merupakan masa untuk memantapkan kemampuan dan keterampilan dasar yang telah diperoleh pada saat usia anak-anak.


(44)

Selain dari faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran pada orang dewasa, dapat juga diperhatikan ciri-ciri belajar masa dewasa. Individu yang dewasa mengembangkan kemampuan dan keterampilan agar makin banyak pengetahuan dan keterampilan baru yang diperoleh, dan semakin mantap untuk belajar lebih lanjut (Mappa & Basleman, 2011). Orang dewasa memiliki ciri tersendiri dalam belajar dan berbeda dengan ciri belajar pada anak-anak dan remaja.

3. Ciri-ciri Belajar Orang Dewasa

Ketika seseorang sudah dewasa, cara belajarnya berbeda dari cara belajarnya ketika masih anak-anak dan remaja. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran perlu memperhatikan beberapa ciri belajar orang dewasa. Menurut Suprijanto (2007), ciri belajar orang dewasa adalah memungkinkan timbulnya pertukaran pendapat, tuntutan, dan nilai-nilai; memungkinkan terjadi komunikasi timbal balik; suasana belajar yang diharapkan adalah suasana yang menyenangkan dan menantang; belajar jika pendapatnya dihormati; belajar bersifat unik; perlu adanya saling percaya antara pembimbing dan peserta didik; umumnya mempunyai pendapat yang berbeda, kecerdasan yang beragam; kemungkinan terjadinya berbagai cara belajar; belajar ingin mengetahui kelebihan dan kekurangan; orientasi belajar terpusat pada kehidupan nyata dan motivasi berasal dari diri sendiri.

Orientasi belajar yang berpusat pada motivasi dari diri sendiri sangat penting sehingga dalam proses belajar, biarawati yang dewasa dapat


(45)

menemukan makna belajar yang sesungguhnya. Menurut Danim (2010:140), orientasi belajar yang berpusat pada motivasi adalah: hubungan sosial untuk memperoleh teman-teman baru perlu bagi orang dewasa. Dengan adanya teman baru, orang dewasa mendapatkan pemenuhan kebutuhan asosiasi dan persahabatan; harapan eksternal untuk memenuhi kebutuhan petunjuk dari orang lain di luar diri sendiri, memenuhi harapan atau rekomendasi dari seseorang yang memiliki otoritas; meningkatkan kemampuan untuk melayani umat manusia dalam menyiapkan diri untuk melayani dalam masyarakat dan meningkatkan kemampuan berpartisipasi dalam masyarakat; kemajuan pribadi berguna untuk kemajuan status yang lebih tinggi dalam pekerjaan, kemajuan profesional yang aman, dan sejajar dengan pesaing; stimulasi berguna untuk menghilangan kebosanan, istirahat dari rutinitas di rumah; dan bagian kognitif berfungsi untuk mencari ilmu, dan untuk menjawab pertanyaan yang terpikirkan.

4. Penelitian yang Relevan

Simbolon (2005), dalam penelitiannya menjelaskan bahwa perkembangan zaman yang semakin maju, sangat berpengaruh dalam kehidupan religius, sebab kaum religius hidup dan berkarya di tengah masyarakat. Zaman sekarang perlu mengadakan perubahan hidup dengan sepenuh hati dengan menyangkal diri dan mengikuti Yesus Kristus, berani melepaskan diri dari segala sesuatu yang menghalangi bertemu Tuhan, siap mengalami kesulitan yang ditemui dalam hidup sehari-hari. Oleh


(46)

karena itu, kaum religius atau biarawati merasa tertantang dalam menghayati panggilannya, terutama dalam menjalani tugas-tugas perutusan. Seorang biarawati sadar bahwa menjadi pengikut Yesus Kristus dalam semangat kongregasinya, menerima tugas perutusan yang diyakini berasal dari Allah Bapa melalui para pemimpin dengan senang hati menerima tugas tersebut baik di dalam maupun di luar kongregasi. Biarawati dalam tugas perutusannya, mengganggap semua orang sebagai saudara, terutama yang miskin, sakit, dan tersingkir.

Perutusan tersebut merupakan sarana pertobatan, melepaskan diri dari keterikatan diri pada dunia, mengabdikan diri pada Tuhan dan sesama. Melayani sesama melalui perutusan bukan suatu kebutuhan atau karena terpaksa melainkan sebagai cinta kasih kepada sesama. Dalam salah satu penelitian, dikatakan bahwa seorang biarawati yang menghayati panggilannya tidak mengganggap perutusan itu sebagai beban berat. Perutusan subur dan berhasil bukan karena menyenangkan karena tidak menemukan tantangan, namun mampu mencapai tujuan luhur, yaitu kebahagian orang lain (Simbolon, 2005).

Seorang biarawati perlu menyadari bahwa perutusan itu sebagai sarana untuk menyebarluaskan kerjaan Allah di dunia. Sepantasnyalah seorang biarawati memancarkan kasih Kristus kepada sesama. Biarawati sebagai religius tahu bagaimana menjawab kebutuhan-kebutuhan umat Allah dan masyarakat pada zamannya (Kelen, 2014).


(47)

31 BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini memuat beberapa hal yang berkaitan dengan metodologi penelitian, yaitu jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data, keabsahan data, dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan desain studi kasus. Penelitian kualitatif merupakan penelitan ilmiah dengan tujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dan fenomena yang diteliti (Herdiansyah, 2010). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui makna, tantangan, hambatan, dan usaha-usaha yang dilakukan responden dan peneliti mendeskripsikannya dalam latar yang alamiah. Latar alamiah yang peneliti maksudkan adalah situasi yang diteliti benar-benar natural dan apa adanya.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Peneliti melakukan penelitian ini pada salah satu Program Studi Universitas Swasta di Yogyakarta. Penelitian dilakukan pada bulan September 2016 sampai bulan Maret 2017.

C. Responden Penelitian

Responden penelitian ini adalah dua orang biarawati yang menjadi mahasiswa salah satu Program Studi Universitas Swasta di Yogyakarta. Alasan peneliti


(48)

memilih kedua biarawati sebagai responden adalah responden sudah berusia di atas tiga puluh tahun, responden sudah lebih dari enam tahun hidup membiara, dan responden merupakan mahasiswa yang masih aktif. Alasan peneliti tersebut merupakan kriteria dalam pemilihan responden penelitian. Cara yang peneliti lakukan dalam memilih responden adalah melakukan pendekatan, mengobservasi, dan mengajukan beberapa pertanyaan dalam wawancara tidak terstruktur.

D. Teknik dan InstrumenPengumpulan Data

Peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan teknik observasi, wawancara, dan Focus Gruop Discussion (FGD).Observasi yang peneliti lakukan berarti memperhatikan dan mengikuti dalam arti mengamati dengan teliti dan sistematis sasaran prilaku yang dituju. Dalam proses pelaksanaan pengumpulan data, ada dua proses observasi yaitu observasi partisipan dan observasi nonpartisipan, (Sugiyono, 2011:204). Penelitian ini menggunakan proses observasi di mana pengamat tidak bertindak sebagai partisipan.

Teknik wawancara yang peneliti gunakan adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam artinya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus permasalahan, sehingga data-data yang dibutuhkan dalam penelitian dapat terkumpul. Menurut Moleong (Herdiansyah, 2010), wawancara merupakan percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara dan terwawancara.


(49)

Teknik lainnya yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah teknik FGD. FGD atau diskusi kelompok merupakan wawancara yang dilaksanakan dalam kelompok. FGD dilakukan untuk berdiskusi dan berdialog bersama, bertatap muka dengan sesama responden penelitian guna menghasilkan suatu informasi langsung dari berbagai sudut pandang. Diskusi kelompok ini pada dasarnya wawancara yang dilaksanakan dalam kelompok.

FGD dapat dilakukan: pertama, jika peneliti memerlukan pemahaman dari sudut pandang yang lebih bervariasi. Kedua, untuk menyingkap suatu fakta secara detail dan lebih kaya. Peserta akan mengungkapkan sudut pandang masing-masing, sehingga kebenaran atau kekeliruan suatu fakta dapat terungkap. Ketiga, untuk keperluan verifikasi.Pokok permasalahan yang dibahas dalam FGD dapat diverifikasi langsung, sehingga peneliti bisa menentukan langkah selanjutnya.Sebaliknya FGD dihindari apabila topik yang dibahas mengandung beban emosional, aspek yang diungkap terlalu kritis, dan kurang ekonomis.

Menurut Herdiansyah (2010) ada ketentuan yang perlu diperhatikan apabila ingin melakukan FGD yaitu:

1. Jumlah peserta FGD antara lima sampai sepuluh orang.

2. Peserta FGD harus bersifat homogen atau berkarakteristik hampir sama. 3. Perlu dinamika kelompok. Dinamika kelompok yang dimaksud seperti

giliran berbicara dan mengemukaan pendapat, giliran menjawab dan merespon pertanyaan dari sudut pandang anggota lain.


(50)

Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti menggunakan instrumen untuk mengumpulkan data dengan:

1. Observasi

Observasi yang peneliti gunakan adalah obsevasi nonpartisipan.Observasi nonpartisipan berarti peneliti tidak terlibat langsung dalam aktivitas, peneliti hanya sebagai pengamat. Peneliti melakukan observasi terhadap responden ketika pertama kali melakukan pendekatan dan selama penggumpulan data. Observasi dilakukan ketika responden di kampus, saat responden menghadapi kesulitan, dan saat responden di komunitas.

Tabel 1.

Lembar Panduan Observasi

No Hari/tanggal Pukul Deskripsi 1

2 3

2. Wawancara

Pedoman wawancara berisikan pertanyaan-pertanyaan kepada responden. Wawancara dilakukan untuk mengetahui arti belajar, tantangan tugas perutusan belajar, cara menghadapi tantangan, dan visi ke depan.


(51)

Tabel 2.

Pedoman Wawancara

Aspek Pertanyaan

Arti belajar 1. Apa cara yang suster lakukan dalam memaknai belajar? 2. Pengalaman apa yang mendukung suster belajar? 3. Bagi suster apa untungnya belajar?

Tantangan tugas perutusan belajar

1. Apa kesulitan yang suster temui dalam menjalankan tugas perutusan belajar?

2. Apa tantangan yang suster temui belajar di Perguruan Tinggi?

3. Tantangan zaman seperti apa yang mendorong suster bersedia menjalankan perutusan belajar?

Cara

menghadapi tantangan

1. Bagaimana cara suster berjuang menghadapi kesulitan yang suster temui sehari-hari?

2. Bagaimana cara suster memandang arti kesulitan dalam menghadapi tantangan?

3. Bagaimana cara suster membagi waktu belajar dan hidup komunitas?

Visi ke depan

1. Apa tujuan yang ingin suster capai dalam tugas perutusan belajar?

2. Apa pandangan suster tentang pentingnya perutusan belajar untuk masa depan?

3. Focus Group Discussion

Focus Group Discussion memuat pertanyaan-pertanyaan untuk mengumpulkan informasi secara langsung dan bersama dalam kelompok.

Tabel 3.

Pedoman Focus Group Discussion

No Pertanyaan

1 Situasi yang bagaimana suster harapkan memberi arti dalam belajar?

2 Tantangan-tantangan yang bagaimana mempengaruhi suster belajar?

3 Bagaimana cara suster dalam menghadapi tantangan?


(52)

E. Keabsahan Data

Untuk keabsahan data, peneliti berusaha mencatat, mendokumentasikan, dan menafsirkan setiap jawaban dari yang diwawancarai.Di luar data itu, untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data, peneliti menggunakan tehnik triangulasi. Pengujian kredibilitas pada triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber, berbagai cara, dan waktu (Sugiyono, 2011).

Triangulasi merupakan teknik pengumpulan data untuk menggabungkan teknik pengumpulan data dan sumber data yang ada.Teknik triangulasi terdiri dari dua jenis, yaitu triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Triangulasi sumber berarti mengecek data yang sudah diperoleh melalui beberapa sumber. Peneliti mendapatkan data dari sumber yang berbeda dengan teknik yang sama. Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Teknik triangulasi yang peneliti gunakan adalah observasi, wawancara, dan FGD untuk sumber yang sama.

Observasi dilakukan tanpa batas waktu, artinya dapat dilakukan waktu pagi, siang, dan juga sore hari dalam waktu yang tepat dan baik untuk melakukan observasi. Peneliti membandingkan data hasil observasi dengan hasil wawancara, membandingkan data hasil observasi dengan FGD, membandingkan hasil wawancara dengan FGD.


(53)

F. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain (Sugiyono, 2011:335).

Teknik analisis data dapat dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut: 1. Tahap membaca verbatim.

Verbatim dibaca berulang-ulang untuk menemukan ide-ide pokok tentang penelitian.

2. Tahap membuat kode (koding)

Memberi kode pada tema atau tema yang muncul pada verbatim, berdasarkan tujuan penelitian atau muncul dari data yang diperoleh. 3. Tahap kategorisasi

Setelah memberi kode pada tema yang muncul dalam verbatim, selanjutnya adalah kategorisasi atau penyajian data. Kategorisasi berarti memilah-milah tema-tema besar, sub-sub tema dari semua data sehingga dapat ditemukan pola dari verbatim.

4. Tahap menyaring data

Setelah menemukan kalimat yang memperkuat tema, maka tahap selanjutnya menyaring data.Penyaringan data dilakukan dengan mencari


(54)

gambaran besar dari hasil penelitian, memilah yang penting dan yang tidak penting, temuan yang utama atau yang hanya penunjang.

5. Tahap interpretasi

Setelah semua tahap dilakukan, selanjutnya melakukan interpretasi akhir.Tahap ini menjelaskan makna yang terpenting dari data yang diperoleh.

Tahap-tahap di atas dapat dilakukan secara bersamaan atau berurutan, atau simultan (Analisis Data Kualitatif, 2013).


(55)

39 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi deskripsi data dan pembahasan berupa informasi-informasi yang sudah diperoleh sebagai hasil penelitian. Untuk menjaga privasi responden, maka nama dan beberapa informasi lainnya disamarkan.

A. Deskripsi Data

Penelitian ini menggunakan metode observasi, wawancara, dan FGD. Penelitian dimulai dengan observasi dan melakukan pendekatan dengan responden. Selanjutnya, peneliti menjelaskan topik penelitian yaitu memahami makna tugas perutusan belajar bagi biarawati. Kemudian peneliti menanyakan kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Setelah menyatakan kesediaan menjadi responden, langkah selanjutnya menentukan waktu dan tempat yang tepat bertemu dengan responden untuk wawancara, baik wawancara mendalam maupun Focus Discussion Group. Waktu dan tempat pelaksanaan wawancara dan FGD disesuaikan dengan waktu luang dari masing-masing responden. Observasi dilakukan sebanyak empat kali dalam waktu yang berbeda.


(56)

1. Tempat dan Jadwal Penelitian

Inisial Responden

Waktu Tempat Keterangan

AS

Senin, 7 November 2017 09.00-10.50 WIB

Kampus Observasi pada saat belajar di kelas Senin, 28 November 2016

12.00-13.00 WIB

Kampus Observasi pada saat belajar di kelas Senin, 17 Januari 2017

11.00-12.30 WIB Komunitas responden Observasi saat melakukan kegiatan komunitas Minggu, 15 Januari 2017

11.23-12.00 WIB

Komunitas responden

Wawancara

KS

Jumat, 30 September 2016 12.15-13.00 WIB

Kampus Observasi pada saat kerja kelompok di bawah tangga dekat sekretariat BK Rabu, 16 November 2016

10.30-11-30 WIB

Kampus Observasi pada saat keja kelompok Minggu, 22 Januari 2017

10.00-12.00 WIB Komunitas responden Observasi saat melakukan kegiatan komunitas Kamis, 5 Januari 2017

12.40-13.00 WIB

Rumah peneliti

Wawancara

AS dan KS Minggu, 22 Januari 2017 11.00-11.40 WIB Komunitas responden As FGD dilakukan bersama dengan seorang koordinator diskusi


(57)

2. Deskripsi Umum Responden a. Responden 1

Nama : AS

Alamat : Yogyakarta

Usia : 35 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Anak ke : 11 dari 14 bersaudara

Penampilan : rambut keriting, berperawakan sedang, kulit agak gelap, berkacamata, bentuk wajah lonjong, hidung sedang, berbadan agak pendek dan gemuk.

Riwayat pendidikan : SD sudah naik kelas tiga tapi karena merasa belum mampu akhirnya minta turun kembali ke kelas 2. Masuk biara salah satu kongregasi tahun 2000 dan kaul kekal tahun 2010. Mulai kuliah tahun 2013.

Ciri-ciri kepribadian : Kurang sabar, ramah , terbuka perhatian, mudah Iba

b. Responden 2

Nama : KS

Alamat : Yogyakarta

Usia : 33 tahun


(58)

Anak ke : 3 dari 5 bersaudara

Penampilan : rambut lurus dan hitam, kulit putih, bentuk wajah agak bulat, hidung sedang, bibir sedang, berbadan kecil dan agak gemuk. Riwayat pendidikan : selama sekolah tidak pernah gagal. Masuk

biara salah satu kongregasi tahun 2007. Mulai kuliah tahun 2014.

Ciri-ciri kepribadian : ramah, sabar, lembut 3. Hasil Penelitian

Dari observasi, wawancara, dan FGD yang dilakukan peneliti terhadap kedua responden diperoleh hasil yang berkaitan dengan makna tugas perutusan belajar.

a. Cara biarawati memaknai belajar.

Kedua responden memiliki beberapa cara yang sama dalam memaknai belajar. Responden belajar serius dan tekun. Keseriusan dan ketekunan responden ditunjukkan dengan cara mendengarkan aktif ketika ada penjelasan, aktif bertanya, aktif menjawab, berusaha memahami apa yang disampaikan, disiplin waktu dengan cara datang tidak terlambat dan berpikir optimis. Hal ini dapat dilihat dari kutipan hasil wawancara dengan kedua responden.

“Hmmm..cara yang saya lakukan itu..saya mendengarkan dengan baik ya ketika dosen menjelaskan. Maka saya tidak suka kelas ribut, ada yang terlambat. Selain mendengarkan, saya juga bertanya, menjawab juga ya kalau dosen bertanya. Jadinya..saya belajar itu serius, tidak asal-asalan”. (DA151/MPB-w/003-008)


(59)

“Cara yang saya lakukan, pertama saya optimis, tidak main-main

ya”. (DK51/MPB-w/003-004)

Selain dalam wawancara, ungkapan tersebut dapat juga dilihat dalam hasil FGD. Berikut kutipan FGD kedua responden:

“Belajar yang baik bagi saya terutama di dalam kelas, saya menginginkan suasana itu hening. Artinya menciptakan situasi yang nyaman ketika dosen menjelaskan, kita bisa mendengarkan dosen dengan baik. Kita bisa bertanya. Lalu juga, ketika ada interaksi antara dosen dengan mahasiswa, ketika dosen bertanya dan mahasiswa bisa menjelaskan lagi apa yang diterangkan. Selain itu, tidak ada yang masuk terlambat apalagi dosen menjelaskan..Karena saya belajar tidak asal-asalan”.

(DA221/MPB-FGD/025-037)

“…mahasiswa lebih serius. Artinya ketika dosen menerangkan dan dosen bertanya mahasiswa mengerti atau diberi kesempatan bertanya. Ketika dosen itu bertanya kepada mahasiswa dan mahasiswa menjawab tidak disalahkan. Karena kan kita berusaha, tidak main-main”. (DK221/MPB-FGD/004-009)

dan kutipan hasil observasi:

Sepanjang perkuliahan Konseling Spiritual, responden sangat serius. Responden aktif menanggapi presentasi kelompok dan aktif bertanya kepada dosen. Sebelum bertanya, responden menceritakan pengalaman-pengalaman yang pernah ditemui sesuai materi perkuliahan (AS7/11/2016).

Sebelum kerja kelompok, responden sempat bertanya dengan salah satu dosen yang sedang lewat. Beberapa saat kemudian, ia diskusi bersama teman-teman kelompoknya dan mengerjakan tugas kelompok di bawah tangga dekat sekretariat BK. Pada saat diskusi, responden terlihat sangat serius (KS30/09/2016).

Bagi responden, belajar dengan serius dan tekun merupakan satu kesempatan yang baik.Responden menggunakan kesempatan belajar untuk mengolah hidup, mengembangkan diri, menambah wawasan, dan menambah pengetahuan.Sehingga bagi responden belajar menjadi


(60)

lebih bermakna. Jawaban kedua responden dapat dilihat dari kutipan hasil wawancara sebagai berikut:

“Karena belajar bagiku merupakan cara mengolah hidup, cara

menambah wawasan, pengetahuan”. (DA151/MPB-w/009-010)

“Selain bagaimana cara mengembangkan diri juga..tadinya belajar itu dibutuhkan orang-orang yang kreatif, berwawasan luas, dan selalu mencari cara-cara yang baik menghadapi masa depan”. (DA151/MPB-w/129-133)

“Kemudian saya juga berpikir bahwa belajar itu merupakan satu kesempatan yang berharga untuk mengembangkan diri”. (DK51/MPB-w/004-006)

“Maka itu memotivasi saya untuk berusaha belajar dan memahami bahwa belajar merupakan proses dari yang tidak tahu menjadi

tahu”. (DK51/MPB-w/009-012)

Jawaban yang sama juga dapat dilihat dari jawaban responden dalam diskusi. Ungkapan kedua responden dapat dilihat dari kutipan hasil FGD berikut:

“Selain mengembangkan diri juga dibutuhkan orang-orang yang

lebih kreatif, punya wawasan yang luas dan selalu mencari cara-cara yang baik ketika menghadapi masa depan. Maka, saya menuntut diri lebih kreatiflah selama belajar”. (DA221/MPB -FGD/185-190)

“Saya selalu optimis dan berpikir bahwa belajar itu kesempatan

saya mengembangkan diri..”. (DK221/MPB-FGD/021-023)

Selain itu, responden KS berpendapat bahwa belajar merupakan proses dari ketidaktahuan menjadi tahu.

“Maka itu memotivasi saya untuk berusaha belajar dan memahami bahwa belajar merupakan proses dari yang tidak tahu menjadi


(61)

Dari hasil observasi, wawancara, dan FGD tersebut dapat dipahami bahwa cara responden memaknai belajar yakni belajar serius dan tekun dengan cara mendengarkan, bertanya, menjawab, berusaha memahami, optimis, dan disiplin waktu. Responden juga berusaha menggunakan kesempatan belajar dengan baik untuk mengembangkan diri, mengolah diri, menambah wawasan, dan menambah pengetahuan. Selain itu, belajar merupakan proses yang dialami mulai dari responden belum tahu sampai responden tahu. Sehingga bagi responden belajar menjadi lebih bermakna.

b. Alasan biarawati sehingga bersedia melaksanakan tugas perutusan belajar.

Responden termotivasi untuk belajar karena keprihatianan pada permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat, kurang pengetahuan, kurang kemampuan, kurang kesabaran untuk membantu orang lain. Ungkapan tersebut terdapat pada hasil wawancara. Kutipan hasil wawancara kedua responden sebagai berikut:

“Saya punya pengalaman mendampingi anak asrama. Tapi saya belum tahu bagaimana caranya menghadapi mereka. Pengalaman saya juga belum tahu caranya bagaimana membantu orang tua anak yang bercerita masalah keluarga mereka, hidup mereka, perjuangan

mereka”. (DA151/MPB-w/012-017)

“Itu suster, sekarang ini banyak sekali perselingkuhan. Saya prihatin dengan keluarga yang istri atau suami selingkuh”. (DA151/MPB-w/067-070)

“Waktu itu, belum tahu anak panti itu datang dari berbagai latar belakang mana, maka yang kita dampingi itu tentu berbeda-beda. Pengetahuan saya masih kurang, kesabaran juga kurang”. (DK51/MPB-w/016-020)


(62)

Ungkapan yang sama juga terdapat pada saat FGD. Berikut kutipan hasil FGD dari kedua responden.

“Dulu saya ditugaskan di asrama tetapi saya belum tahu ilmu-ilmu

yang cocok untuk mendampingi anak-anak. Ketika anak-anak mengalami masalah ini, saya dengan cara apa untuk menghadapi dia dan mencari solusinya seperti apa. Perjumpaan dengan orang tua yang sharing tentang pergulatan hidup, pengalaman hidup

dalam berkeluarga”. (DA221/MPB-FGD/039-045)

“sekarang ini banyak terjadi perselingkuhan, pertentangan di mana

-mana”. (DA221/MPB-FGD/111-112)

“Jika dilihat pengalaman ketika mandampingi anak panti, di mana saat itu saya.. pendidikan dan pengalaman masih rendah, kemampuan saya masih kurang, kadang kurang… kurang sabar”. (DK221/MPB-FGD/009-013)

Kedua responden juga bersedia melaksanakan tugas perutusan belajar meskipun mengalami kesulitan. Anjuran dan Peraturan Pemerintah, kebutuhan Kongregasi, dan kesadaran diri mereka sendiri memotivasi responden. Hal ini dapat dilihat dari kutipan hasil wawancara dan FGD berikut:

“Makanya, selain dari tuntutan pemerintah atau peraturan

pemerintah yang menganjurkan..contoh saja yang kerja di sekolah perlu S1. Selain itu, kongregasi memang membutuhkan orang ya

untuk itu”. (DA151/MPB-w/019-023)

“Maka peraturan pemerintah dan juga dari diri saya sendiri mendorong saya menjalankan perutusan belajar ini”. (DK51/MPB -w/079-081)

“Belajar selain karena memang peraturan..peraturan pemerintah

juga kongregasi..”.(DA221/MPB-FGD/181-182

“...peraturan pemerintah mewajibkan misalnya guru wajib S1. Selain itu, dari diri saya, kongregasi juga mengikuti perkembangan zaman". (DK221/MPB-FGD/077-079)


(63)

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa responden termotivasi melaksanakan tugas perutusan belajar karena Peraturan Pemerintah, kebutuhan Kongregasi, dan kesadaran diri responden. Kesadaran responden tersebut karena keprihatinan, dan kurang pengetahuan, kemampuan, kesabaran dalam menolong orang lain.

c. Bentuk-bentuk kesulitan yang ditemui biarawati dalam melaksanakan tugas perutusan belajar di Perguruan Tinggi.

Responden melaksanakan tugas perutusan belajar berhadapan dengan berbagai tantangan. Tantangan-tantangan kedua responden sama berupa kurangnya kemampuan menjalankan komputer dan kekurangan mendapatkan informasi. Hal ini dapat ditemukan kutipan wawancara berikut:

“Di kelas itu sering ribut saat dosen menjelaskan. Saya terganggu

karena tidak sopan, tidak menghargai. Lalu, kesulitan saya juga menjalankan komputer belum terlalu pandai. Tapi kesulitan saya juga selalu ngantuk itu, mudah tertidur di kelas. Terlebih jam satu jam dua itu, godaan bagi saya untuk tidur”. (DA151/MPB -w/039-044)

“Kemudian juga kesulitan itu ya dengan perkembangan jaman itu... teknologi canggih ya.. mereka lebih cepat mengoprasikan laptop,

tapi saya lamban dan juga cara saya menangkap”. (DK51/MPB

-w/052-055)

Responden AS terganggu dengan suasana kelas yang ribut dan mudah mengantuk. Hasil observasi juga menunjukkan hal yang sama.

Responden sangat mengantuk ketika perkuliahan berlangsung. Pada saat diminta salah satu kelompok presentasi menjelaskan kembali video yang sudah diperlihatkan, responden bertanya kepada teman di sampingnya.


(64)

(AS28/11/2016)

Selain dari itu, hasil FGD juga mengungkapkan hal yang sama tentang kurangnya kemampuan menjalankan computer dan kurangnya informasi. Kutipan hasil FGD kedua responden sebagai berikut:

“Saya itu belum terlalu pandai dengan komputer. Anak-anak itu

biasa. Lalu juga saya mudah ngantuk, masuk kelas harus belajar. Akhirnya konsentrasi saya hilang. Saya terngganggu kalau kelas itu ribut ketika dosen menjelaskan, tidak sopan”. (DA221/MPB-FGD/096-100)

“Tantangan juga ya selama kuliah itu..alat komunikasi seperti HP. Teman punya, kita tidak tahu informasi tidak seperti mereka”. (DK221/MPB-FGD/072-075)

Selain itu, dari hasil wawancara dan FGD responden As merasa lebih mudah berbicara daripada mendengarkan. Sedangkan dari hasil observasi, wawancara dan FGD, responden KS terganggu dengan anggota kelompok yang tidak disiplin waktu.

“Saya orangnya suka bicara, sementara di BK harus mendengarkan”.(DA151/MPB-w/028-029)

“Saya berpikir di BK itu, mulut tutup telinga buka. Sementara

saya sendiri inginnya mulutnya terbuka terus”.

(DA221/MPB-FGD/086-088)

Teman kelompok responden datang terlambat. Responden berusaha sabar menunggu teman kelompok yang datang terlambat. (KS 16/11/2016)

“Kemudian kesulitan itu ketika misalnya kerja kelompok tapi tidak

tepat waktu seperti yang sudah disepakati”. (DK51/MPB

-w/044-046)

“Dalam kelompok jam sekian kita kumpul sementara ada yang terlambat, akhirnya bertabrakan dengan jadwal komunitas..ya kita


(65)

Kedua responden juga mengalami kesulitan yang lain. Keduanya menjelaskan dengan bahasa yang berbeda tetapi maksudnya sama. Responden AS merasa sudah tua. Sehingga responden minder dalam pergaulan dan berteman hanya dengan satu orang, dan kemampuan akdemiknya kurang. Kemampuan responden menerima dan memahami juga kurang karena kurikulum dan jangka waktu menyelesaikan SMA samapai masuk Perguruan Tinggi terlalu jauh. Kutipan hasil observasi dan diperkuat hasil wawancara dan FGD sebagai berikut:

Kemudian responden menuju sekretariat BK hanya berteman dengan satu mahasiswa. (AS28/11/2016)

”..umur yang sudah tua. Terkadang saya sulit membaur, bergaul dengan teman-teman. Apalagi awalnya, saya berjuang setengah mati. Sekarang sudah lumayan, tetapi saya masih melihat ada pengelompokkan-pengelompokkan. Maka, saya sering berteman dengan satu teman saja. Tantangan lainnya, pada saat Konseling Keluarga dapat C padahal 6 SKS. Lalu Konseling Ekspresif 3

SKS”. (DA151/MPB-w/053-060)

“Lalu, saya sudah lama tidak sekolah dari tahun 2000 tidak sekolah sampai 2012. Selain kurikulum yang berbeda juga pastinya otak

saya ini udah tumpul”. (DA221/MPB-FGD/090-093)

“Berikutnya saya minder karena saya ini udah tua hahaha

sementara teman-teman saya barusan lulusan SMA, masih kecil yang masih bersemangatnya. Itu tantangan bagi saya. Saya pernah dapat nilai C ya. Saya kadang malu di tengah-tengah mereka untuk awal-awal masuk itu. Maka tidak heran saya itu hanya sama satu

teman yang bisa diajak ngobrol, senda gurau”. (DA221/MPB

-FGD/100-107)

Sementara itu, responden KS mengatakan bahwa perbedaan umur dan kurikulum menyebabkan kemampuan menangkap dan memahami


(1)

- Minder - Sudah tua - Nilai rendah - Hanya satu orang

teman

- Kelompok telat - Jadwal

bertabrakan

- Umur - Kurikulum - Tidak mudah

memahami

- HP

- Tidak tahu informasi

Berikutnya saya minder karena saya ini udah tua hahaha sementara teman-teman saya barusan lulusan SMA, masih kecil yang masih bersemangatnya. Itu tantangan bagi saya. Saya pernah dapat nilai C ya. Saya kadang malu di tengah-tengah mereka untuk awal-awal masuk itu. Maka tidak heran saya itu hanya sama satu teman yang bisa diajak ngobrol, senda gurau. (DA221/MPB-FGD/100-107)

Dalam kelompok jam sekian kita kumpul sementara ada yang terlambat, akhirnya bertabrakan dengan jadwal komunitas..ya kita harus sabar saja. (DK221/MPB-FGD/065-068)

Lalu mereka baru tamat SMA, masih muda dibanding dengan saya yang sudah berumur, sudah sepuluh tahun lalu tamat SMA. Kurikulumnya juga berbeda. Ketika dosen menerangkan saya tidak secepat mereka menangkap, mengerti. (DK221/MPB-FGD/068-072)

Tantangan juga ya selama kuliah itu..alat komunikasi seperti HP. Teman punya, kita tidak tahu informasi tidak seperti mereka.

(DK221/MPB-Merasa sudah tua dan minder dalam pergaulan sehingga hanya berteman dengan satu orang, dan kemampuan akademik kurang Keterlamabatan anggota kelompok mengakibatkan waktu kerja kelompok bertabrakan dengan waktu komunitas Perbedaan umur dan kurikulum menyebabkan kemampuan menangkap dan memahami kurang dibandingkan dengan yang lain.

Kekurangan informasi karenan tidak memiliki alat komunikasi atau HP


(2)

Usaha-usaha yang dilakukan menghadapi kesulitan Relasi dan komunikasi dengan Tuhan dan sesama Penggunaan waktu dan motivasi - Berdoa

- Tidak sendirian

- Bertanya - Dekat dengan

teman

- Bertanya dengan teman dan dosen

- Bijaksana - Kreatif - Rendah hati

bertanya

- Menggerakan badan

- Cuci muka

FGD/073-075)

Sebagai religius, saya berdoa dan yakin saya tidak sendirian. (DA221/MPB-FGD/124-125)

Selain itu, saya bertanya dekat dengan mereka karena mereka punya HP, mereka tahu komputer. (DA221/MPB-FGD/139-141)

Kalau saya tidak mengerti, maka saya tanya entah dengan teman juga sama dosen. (DK221/MPB-FGD/146-148)

Juga dalam perkembangan teknologi sekarang seperti HP ketika harus buka ini atau teman-teman mau menghubungi sulit. Saya berefleksi bahwa memang dalam situasi seperti inilah ditantang untuk lebih bijaksana dan tentu harus kreatif, ketika tidak mengerti dan harus buka saat itu yaaa saya harus rendah hati bertanya dengan teman-teman yang punya. (DK221/MPB-FGD/148-155)

Nah, kalau udah ngantuk, saya menggerak-gerakkan badan atau cuci muka. (DA221/MPB-FGD/125-126)

Menghadapi kesulitan dengan berdoa dan merasa yakin ada orang lain yang menolong Berusaha mendekati dan bertanya dengan teman yang memiliki HP dan pandai dengan komputer Berusaha dengan cara bertanya

Bijaksana dan kreatif dalam menghadapi kemajuan teknologi, rendah hati bertanya untuk mendapatkan informasi

Melakukan gerakkan-gerakkan dan mencuci wajah apabila terasa


(3)

- Kesulitan membuat kreatif

- Ada aturan - Mengutamakan

komunitas - Komunikasi

dengan pemimpin - Belajar setelah

doa malam

- Mengutamakan hidup membiara

- Menyesuaikan waktu

- Di rumah ikut kegiatan komunitas

Kesulitan membuat saya kreatif mencari cara menghadapi tantangan. (DA221/MPB-FGD/143-145)

Maaf ya, ini aturan dalam kongregasi kami. Jangan sampai kamu melalaikan waktu, acara komunitas harus duluan. Artinya, karena suster maka kita kuliah. Kalau benar-benar tidak bisa ya..harus ijin dengan pemimpin. Saya sendiri kalau udah sepanjang hari kuliah pasti udah capek malam harus belajar. kalau ada tugas saya harus berjuang. Kami belajar malam setelah doa malam. Kalau ada rekreasi bersama ya, jam sembilan baru bisa belajar. (DA221/MPB-FGD/130-137)

Memang sering dikatakan pada kami kalian itu suster yang kebetulan mahasiswa bukan mahasiswa yang kebetulan suster. Artinya yang diutamakan adalah hidup membiara. (DK221/MPB-FGD/156-159)

Kadang kami di kampus seharian ya, maka ketika di rumah ada di rumah, kegiatan apa yang ada diikuti. Kalau doa siang tidak ikut karena ada di kampus. (DA221/MPB-FGD/159-162)

mengantuk

Dalam kesulitan menjadi lebih kreatif menghadapi tantangan

Menyadari diri sebagai religius dan anggota kongregasi yang

memiliki peraturan perlu mendahulukan komunitas sebelum belajar, perlu ada komunikasi dengan anggota yang lain, belajar setelah doa malam.

Menyadari diri sebagai religius perlu

mengutamakan hidup rohani dari pada belajar.

Berusaha menyesuaikan dengan waktu yang ada. Ketika berada di rumah, semua kegiatan


(4)

- Aktif

- Tiap perjuangan ada kesulitan

Dengan kesulitan itu semua, saya jadi lebih aktif mencari solusi. Prinsipnya setiap perjuangan pasti ada kesulitan. (DK22/MPB-FGD/172-173)

Berpandangan

bahwasetiap perjuangan pasti ada kesulitan. Kesulitan memacu lebih aktif untuk menemukan cara menghadapi tantangan.


(5)

(6)