Hubungan antara Efikasi Diri dengan Kecemasan Komunikasi dalam Mempresentasikan Tugas di Depan Kelas.

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI DALAM MEMPRESENTASIKAN TUGAS DI DEPAN KELAS

SKRIPSI

Diajukan kepada Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

NI MADE FERRA SARAH DEVIYANTHI 1102205007

Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana


(2)

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI DALAM MEMPRESENTASIKAN TUGAS DI DEPAN KELAS

Oleh

NI MADE FERRA SARAH DEVIYANTHI NIM. 1102205007

Telah disetujui oleh:

Tanggal, 14 Desember 2015 Pembimbing Skripsi,


(3)

iii

Dipertahankan di depan pantitia Ujian Skripsi Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana dan diterima untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna

memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Pada tanggal

29 Desember 2015

Mengesahkan Program Studi Psikologi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Dekan,

Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K), M.Kes. 195301311980031004

Panitia Penguji :

Tanda Tangan 1. Putu Nugrahaeni Widiasavitri, S.Psi., M.Psi., Psikolog

Pembimbing

________________________

2. Made Diah Lestari, S.Psi., M.Psi., Psikolog Ketua Penguji

________________________

3. David Hizkia Tobing S.Psi., M.A. Sekretaris Penguji

________________________

4. Ni Made Ari Wilani S.Psi., M.Psi., Psikolog Anggota Penguji


(4)

MOTTO


(5)

v

PERSEMBAHAN

Karya ilmiah ini saya persembahkan kepada

Ida Sang Hyang Widhi Wasa, AYAH dan IBU terkasih GDE

AGUS INDRA TENAYA dan ROOS IRIANI, Serta kepada


(6)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya, Ni Made Ferra Sarah Deviyanthi, dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh derajat kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun. Sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis/diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia derajat kesarjanaan saya dicabut.

Denpasar, 14 Desember 2015 Yang menyatakan,


(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI DALAM MEMPRESENTASIKAN TUGAS DI DEPAN KELAS

Ni Made Ferra Sarah Deviyanthi

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana ABSTRAK

Mahasiswa Psikologi dituntut untuk mampu memiliki kemampuan komunikasi yang baik dalam situasi personal maupun di depan umum. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusan S1 Psikologi adalah terampil dalam berkomunikasi dan mampu berhubungan interpersonal secara baik sehingga kemampuan dalam berkomunikasi merupakan nilai jual yang ditawarkan oleh lulusan psikologi untuk mampu berhadapan langsung dengan manusia namun terkadang mahasiswa mengalami kecemasan ketika berkomunikasi di depan kelas dalam rangka mempresentasikan tugas di depan kelas. Penanganan kecemasan yang dialami oleh individu dapat berbeda antara individu satu dengan individu lain tergantung pada penilaian individu terhadap kemampuan yang dimiliki yang disebut sebagai efikasi diri (Sarafino, 1994). Efikasi diri adalah suatu keyakinan individu terhadap segala aspek kelebihan yang dimiliki individu yang bertujuan menghasilkan suatu pencapaian (Bandura, 1997).

Sebanyak 175 mahasiswa Psikologi Universitas Udayana dan Universitas Dhyana Pura yang masih aktif mengikuti perkuliahan dan pernah melakukan presentasi tugas secara individual di depan kelas menjadi subjek dalam penelitian kuantitatif korelasional ini. Teknik sampling yang digunakan adalahsimple random sampling.

Data diolah dengan analisis Pearson Product Moment, regresi linear sederhana, independent sample t-test, danone-wayANOVA. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas (r = -0,725; p = 0,000). Koefisien determinasi diperoleh sebesar 0,540 yang berarti 54% varians yang terjadi pada variabel kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas dapat dijelaskan oleh varians pada variabel efikasi diri. Analisis uji T dan uji F menemukan bahwa meanskor variabel kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas tidak berbeda secara signifikan apabila dikaji dari jenis kelamin (T = 1,389; p = 0,167) dan terdapat perbedaan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas apabila dikaji dari banyaknya pengalaman presentasi secara individual (F = 15,848; p = 0,000).

Kata kunci: Efikasi diri, kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas, mahasiswa Psikologi.


(8)

THE CORRELATION BETWEEN SELF-EFFICACY AND COMMUNICATION APPREHENSION IN PRESENTING THE TASK IN FRONT OF THE CLASS

Ni Made Ferra Sarah Deviyanthi

Department of Psychology, Medical Faculty, Udayana University

ABSTRACT

Psychology student is required to have a good communication skills in situations of personal and public. One of the competencies that must be owned by bachelor of psychology are skilled in interpersonal communication and have an ability to communicate with each other. Handling the anxiety experienced by individuals may differ between one individual with another individual depends on an individual assessment of the capabilities that called self-efficacy (Sarafino, 1994). Self-self-efficacy is a believe from individual against all aspects of the advantages who aims to reach an achievement.

A total of 175 students in Udayana University and Dhyana Pura University are still actively follow lectures and do an individual presentations in front of the class became a subject in this correlational quantitative study. The sampling technique used was simple random sampling

Data were processed using Pearson Product Moment analysis, simple linear regression, independent sample t-test, and one-way ANOVA analysis. Statistical analysis show, there is significant correlation between self-efficacy and communication apprehension in order to do presentation in front of class (r = -0,725; p = 0,000). The coefficient of determination obtained for 0,540 which means that 54 % of the variance that occurs in the communication apprehension in order to do a presentation in front of the class variable can be explained by the variance in self-efficacy variable. T test and F test analysis found that the mean scores for communication apprehension in order to do a presentation in front of the class did not differ significantly when assessed from the gender (T = 1,389; p = 0,167) and there are differences in communication apprehension in presenting the task in front of the class when examined from many individual presentation experience (F = 15,848 ; p = 0,000).

Keywords: Self-efficacy, communication apprehension when presenting the task in front of the class, students of Psychology.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas anugerah dan ijin beliau, maka skripsi dengan judul Hubungan antara Efikasi Diri dengan Kecemasan Komunikasi dalam Mempresentasikan Tugas di Depan Kelasdapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik tidak terlepas dari bantuan oleh berbagai pihak. Untuk itu dengan penuh kasih dan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas segala bentuk anugerah yang diberikan sehingga akhirnya penulis dapat merampungkan skripsi ini tepat pada waktunya.

2. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp. OT., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

3. Dra. Adijanti Marheni, M.Si selaku ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

4. Putu Nugrahaeni Widiasavitri, S.Psi, M.Psi, Psi selaku dosen pembimbing atas segala usahanya meluangkan waktu disela-sela aktifitasnya yang padat untuk tetap mendampingi penulis menyelesaikan skripsi ini.

5. Made Diah Lestari, S.Psi., M.Psi., Psikolog dan Ni Made Ari Wilani, S.Psi., M.Psi., Psikolog selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan memberikan kritik dan saran yang membangun untuk mengarahkan karya ini agar lebih sempurna.

6. David Hizkia Tobing, S.Psi, M.A selaku pembimbing akademik yang selalu memantau IPK dan memberi motivasi selama perkuliahan sampai penyusunan skripsi.

7. Seluruh dosen dan staf di Prodi Psikologi FK Unud atas segala bantuan dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama ±4 tahun ini.

8. Kedua orang tua penulis, Gde Agus Indra Tenaya dan Roos Iriani untuk semua doa, upaya, motivasi, dan kasih sayang telah diberikan tanpa henti kepada penulis selama ini.

9. Kepada nenek tercinta, Nani Soekisto yang selalu memberi doa dan selalu mengingatkan penulis untuk segera merampungkan skripsi.

10. Kedua sahabat sejati saya, Jessica Ayu Liana dan Ida Ayu Nym. Ratih Pradnyani atas dukungan yang diberikan selama masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi.


(10)

11. I Putu Yuda Prabawa yang dengan tulus membantu dalam referensi buku maupun masukan dan saran atas skripsi yang telah dibuat penulis

12. Para teman seperjuangan, Intan Angligan, Santika Dewi, Ratna Devy, dan Cokorda Istri Indraswari. Kalian seperti alarm bagi penulis karena sering menanyakan “kapan sidang? Kabarin ya”.

13. Ketua Program Studi Psikologi Universitas Dhyana Pura dan Universitas Udayana yang telah mengijinkan penulis dalam pengambilan data.

14. Teman-teman Zeitgeist, Zephyrus, Zestrivida, Zettrasedon, Hypnosis, dan angkatan 2014 yang telah membantu sekaligus memberikan kenangan yang berkesan.

15. Putu Beny Sutrisna, S.Psi ditulis terakhir bukan karena terlupakan namun karena terlalu istimewa untuk ditulis di tengah. Terima kasih atas waktu, dukungan, saran, bantuan, kesabaran, kasih dan segala hal menyebalkan namun bermanfaat yang telah diberikan pada penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih sekaligus meminta maaf untuk teman-teman yang senantiasa mendukung dan membantu namun namanya tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis memiliki harapan yang besar semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya kelak. Penulis juga menyadari bahwa laporan skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk mengarahkan skripsi ini semakin dekat dengan kebenaran dan ketepatan.

Denpasar, 14 Desember 2015


(11)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hubungan Self-Efficacy dengan Kecemasan Komunikasi dalam Mempresentasikan Tugas di Depan Kelas... 35


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. TabelBlue-PrintSkala Efikasi Diri ...44

Tabel 2. Sebaran Aitem Skala Variabel Tergantung Sebelum Pengujian Kesahihan Aitem ...45

Tabel 3. Rumus Kategorisasi Jenjang Ordinal Lima Daerah ...49

Tabel 4. Sebaran Aitem Skala Efikasi Diri...53

Tabel 5. Sebaran Aitem Kecemasan Komunikasi Sebelum Pengujian ...55

Tabel 6. Sebaran Aitem Kecemasan Komunikasi Setelah Pengujian ...56

Tabel 7. Gambaran Karakteristik Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin...59

Tabel 8. Gambaran Karakteristik Subjek Berdasarkan Usia ...59

Tabel 9. Gambaran Karakteristik Subjek berdasarkan Angkatan...60

Tabel 10. Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Pengalaman Presentasi....60

Tabel 11. Deskripsi Data Penelitian ... 61

Tabel 12. Kategorisasi SkalaSelf-Efficacy...62

Tabel 13. Kategorisasi Variabel Kecemasan Komunikasi ... 63

Tabel 14. Hasil Uji Normalitas Data Primer ...64

Tabel 15. Hasil Uji Linieritas ...65

Tabel 16. Hasil Uji Korelasi ...66

Tabel 17. Koefisien Determinasi ... 67

Tabel 18. Hasil Uji Model Regresi ... 67

Tabel 19. Persamaan Garis Regresi ... 68

Tabel 20. Hasil Uji Normalitas Data Tambahan ...70

Tabel 21. Hasil Uji Homogenitas Varians Populasi Berdasarkan Jenis Kelamin ...70

Tabel 22. Hasil Uji Homogenitas Varians Populasi Berdasarkan Banyaknya Presentasi...70

Tabel 23. Hasil Uji F Berdasarkan Jenis Kelamin...71

Tabel 24. Hasil Uji F Berdasarkan Pengalaman Presentasi...71


(13)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Penelitian Serupa ...94

Lampiran 2. Tabulasi Data Uji Coba...96

Lampiran 3. Tabulasi Data Penelitian ...103

Lampiran 4. Output Data Uji Coba ... 108

Lampiran 5. Output Data Penelitian ...112

Lampiran 6. Skala Penelitian...126

Lampiran 7. Survei Penelitian ... 133


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai mahluk sosial, manusia tidak akan pernah terlepas dari kegiatan berinteraksi dengan orang lain karena dengan adanya interaksi, akan mempermudah individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain ketika berkomunikasi (Rahardjo, 2007). Komunikasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manusia setiap waktu dalam berbagai kondisi dan situasi baik itu dalam kegiatan kelompok, rapat, presentasi ataupun kegiatan lainnya yang melibatkan lebih dari satu individu.

Dalam dunia pendidikan, komunikasi memiliki peranan yang sangat besar dalam proses belajar-mengajar baik yang dilakukan oleh dosen kepada mahasiswa ataupun komunikasi yang dilakukan antar mahasiswa. Selama proses belajar-mengajar tersebut, mahasiswa dan dosen akan saling memberi dan menerima informasi melalui komunikasi. Tidak ada pendidikan yang tidak membutuhan proses komunikasi di dalamnya, baik komunikasi dalam bentuk verbal dan non verbal. Dunia pendidikan tidak dapat berjalan tanpa adanya proses komunikasi (Jourdan dalam Anwar, 2009).

Sebagai seorang mahasiswa akan dituntut menjadi pembicara, pendengar, pelaku media yang berkompeten dalam berbagai setting, seperti dalam situasi pergaulan sosial, di dalam kelas, di tempat kerja, atau pada setting organisasi kemahasiswaan. Pada setting di dalam kelas, diperlukan yang namanya proses belajar-mengajar yang terdiri dari transaksi proses komunikasi secara verbal maupun non verbal antara mahasiswa dengan dosen dan antara dosen dengan mahasiswa (Ariyanto, 2009).


(15)

2

Bentuk komunikasi yang biasa dilakukan mahasiswa di kalangan perguruan tinggi diantaranya berbicara di depan kelas, berbicara dalam suatu forum diskusi, diskusi tanya jawab dalam perkuliahan ataupun mempresentasikan suatu laporan di depan kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Apollo (dalam Oktavia, 2010) yang mengatakan bahwa mahasiswa sebagai kelompok terpelajar umumnya mempunyai modal pengetahuan lebih banyak dibandingkan dengan individu yang kurang terpelajar, diharapkan mahasiswa berani mengungkapkan pendapat dalam forum seperti diskusi, seminar, kuliah, belajar-mengajar atau dalam situasi informal.

Bertanya kepada dosen, mempresentasikan tugas di depan kelas, melakukan diskusi kelompok merupakan beberapa bentuk nyata dari komunikasi yang dilakukan oleh mahasiswa di dalam kelas, dimana tidak hanya dosen saja yang melakukan komunikasi ketika mengisi perkuliahan, namun mahasiswa juga dituntut untuk berbicara, mengeluarkan pendapat dan ide-ide yang dimiliki secara lisan di depan orang banyak. Sama halnya dengan mahasiswa Strata 1 (S1) Psikologi di Bali dimana sebagai calon sarjana psikologi, mahasiswa diharapkan tidak hanya memiliki kemampuan mengungkapkan pikiran secara tertulis, namun mahasiswa Psikologi dituntut untuk mampu memiliki kemampuan komunikasi yang baik dalam situasi personal maupun di depan umum. Sesuai dengan Buku Panduan Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (2014) salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusan S1 Psikologi adalah terampil dalam berkomunikasi dan mampu berhubungan interpersonal secara baik sehingga kemampuan dalam berkomunikasi merupakan nilai jual yang ditawarkan oleh lulusan psikologi untuk mampu berhadapan langsung dengan manusia.

Tertuang dalam Buku Panduan Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (2014) bahwa perkembangan Psikologi di Bali mulai menunjukkan eksistensinya sebagai ilmu Psikologi dimulai dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana


(16)

3

(UNUD) pada tahun 1980 dan diformulasikan dengan wadah Bagian Ilmu Perilaku Fakultas Kedokteran UNUD. Program Studi Psikologi ini mulai terbentuk secara resmi pada tanggal 6 Februari 2009 berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas nomor: 137/D/T/2009. Terbentuknya program studi Psikologi mulai menarik minat siswa-siswi yang tertarik akan ilmu jiwa dan perilaku untuk ikut bergabung menjadi salah satu bagian keluar besar Psikologi UNUD. Pada tahun 2012, jumlah peminat Psikologi UNUD pada tes SBMPTN mencapai 371 peminat dengan daya tampung 28 kursi, Pada tahun 2013 jumlah peminat mencapai 520 peminat dengan daya tamping 18 kursi, dan pada tahun 2014 jumlah peminat mencapai 590 peminat dengan daya tampung 18 kursi (Humas, 2015). Perkembangan ilmu Psikologi juga mulai diupayakan oleh salah satu universitas swasta yaitu universitas Dhyana Pura (UNDHIRA). UNDHIRA sendiri mengalami perubahan bentuk dari Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Dhyana Pura menjadi Universitas Dhyana Pura pada tahun 2011 (Admin, 2014).

Besarnya jumlah peminat terhadap Psikologi tentunya menjadi tanggung jawab bagi Psikologi UNUD dan UNDHIRA untuk mampu menyeleksi dan memilih para calon yang memiliki kemampuan dalam menerapkan kompetensi sebagai seorang lulusan Psikologi. Para mahasiswa Psikologi sendiri pun dapat memilih prospek kerja yang cukup beragam nantinya ketika telah menempuh seluruh perkuliahan hingga akhir. Prospek kerja yang Psikologi tawarkan bagi para lulusannya diantara lain sebagai asisten psikolog bagi S1 dan sebagai psikolog bagi S2, staf atau manajer di bidang sumber daya manusia, staf konsultan di bidang psikologi, pengajar, konselor, perancang dan fasilitator pengembangan komunitas, asisten peneliti, trainer dan motivator dalam program pelatihan dan entrepreuneur (Unpad, 2014).

Mahasiswa Strata 1 (S1) Psikologi di Bali seharusnya memiliki kemampuan komunikasi yang baik di depan umum namun terkadang mahasiswa mengalami kecemasan ketika berhadapan dengan orang lain ataupun berkomunikasi di depan kelas dalam rangka


(17)

4

mempresentasikan tugas. Davison, Neale, dan Kring (2012) menjelaskan bahwa kecemasan atau cemas merupakan suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan yang disertai dengan meningkatnya ketegangan fisiologis. Kecemasan tersebut dapat disebabkan oleh adanya kekhawatiran yang tiba-tiba menyelimuti pikiran terhadap suatu peristiwa atau kejadian yang belum terjadi. Selain itu kecemasan juga dapat muncul apabila individu merasa tidak memiliki kemampuan dalam melaksanakan suatu tugas tertentu, perasaan bimbang dan gugup ketika menghadapi situasi yang penting, ataupun ketidaksiapan yang dialami individu ketika akan melakukan sesuatu yang penting sehingga membuat individu tersebut menyerah terlebih dahulu sebelum mencoba (Davison, dkk, 2012).

Trihastuti (2010) berpendapat bahwa berbagai permasalahan mengenai komunikasi di muka umum mungkin saja terjadi, seperti bagaimana teknik dalam menyampaikan ide atau pendapat agar mahasiswa yang lain mengerti dan lebih mudah dalam menerima dan menyiapkan diri agar tidak mengalami kecemasan sehingga mahasiswa dapat menyampaikan pendapat dengan jelas.

Penelitian yang dilakukan oleh Apollo (dalam Oktavia, 2010) menunjukkan hasil bahwa kecemasan komunikasi lisan pada remaja (kelas II SMF Bina Farma Kota Madiun) cenderung pada kategori tinggi yaitu 65% dari 60 subjek. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ririn, Asmidir, dan Marjohan (2013) menunjukkan hasil serupa yakni kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa berada pada kategori tinggi yakni 42,65% dengan keterampilan komunikasi mahasiswa yang rendah yaitu 48,53%.

Permasalahan kecemasan komunikasi merupakan permasalahan yang serius dan perlu mendapatkan perhatian khusus karena dialami di negara berkembang maupun di negara maju seperti Amerika. Motley (dalam Anwar, 2009)menyatakan bahwa sekitar 85% warga Amerika mengalami kecemasan berkenaan dengan berkomunikasi dan sekitar 15% sampai 20%


(18)

5

mahasiswa Amerika mengatakan bahwa kecemasan berkomunikasi ini melemahkan dan sangat mengganggu aktivitas mahasiswa.

Selain itu, Flax (dalam Tilton, 2002) menegaskan bahwa warga Amerika menggolongkan kecemasan berbicara sebagai ketakutan terbesar. Tilton (2002) menambahkan banyak individu yang menyatakan bahwa individu lebih takut ketika berada pada situasi berbicara di depan umum dibanding ketakutan lain seperti: menderita suatu penyakit, kesulitan ekonomi, bahkan ketakutan akan kematian.

Menurut Ririn, Asmidir, dan Marjohan (2013) ketidakmampuan dalam mengungkapkan keinginan, perasaan, mengekspresikan apa yang ada dalam diri, menjadi suatu masalah yang baru yang sulit untuk ditangani sehingga dalam menyelesaikannya individu memerlukan pengalaman terkait dengan kemampuan dan keterampilan yang berdampak pada kemampuan akademik yaitu keterampilan komunikasi. Menurut Rogers (2004) kecemasan yang dialami oleh seseorang dapat menyebabkan gangguan pada komponen fisik, komponen emosional, dan proses mental.

Individu yang mengalami kecemasan cenderung akan mengalami gangguan fisik seperti detak jantung yang cepat, kaki gemetar, gangguan tidur dan berkeringat (Rogers, 2004). Pada komponen emosional, gangguan yang akan dialami individu yang mengalami kecemasan adalah ketidakstabilan emosi seperti munculnya perasaan tidak berdaya secara mendadak, munculnya perasaan malu serta panik ketika telah usai suatu pembicaraan (Rogers, 2004). Pada komponen proses mental, individu akan mengalami kekacauan pikiran yang menyebabkan timbulnya kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengingat karena individu memiliki rasa khawatir, gelisah, dan perasaan akan terjadi suatu hal yang tidak menyenangkan sehingga individu tidak memiliki kemampuan unuk menemukan suatu cara atau teknik penyelesaian dalam masalah (Hurlock, 1997).


(19)

6

Menurut Rakhmat (2008) setiap orang yang mengalami kecemasan dalam berkomunikasi cenderung tidak dianggap menarik oleh orang lain, kurang kredibel, dan jarang memperoleh jabatan yang tinggi. Hal serupa juga diungkapkan oleh McCroskey, Richmond, dan Gorham (1987) dimana individu tidak dianggap secara positif oleh orang lain karena individu dinilai tidak responsif, tidak komunikatif, dan tidak produktif dalam kehidupan profesional sehingga individu dengan kecemasan komunikasi memiliki pengaruh negatif pada aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan akademis.

Hal senada diungkapkan pula oleh Bandura (1997) bahwa individu yang mengalami kecemasan akan menampilkan ketakutan dan perilaku menghindar yang sering mengganggu performansi dalam kehidupan begitu pula dalam situasi akademis. Elliot (dalam Prakoso, 2014) menyatakan bahwa mahasiswa sering mengalami kecemasan pada saat akan menghadapi ujian atau pada saat akan melakukan komunikasi di depan orang banyak dan hal tersebut mempengaruhi performansi mahasiswa tersebut. Erricson dan Gardner (dalam Prakoso, 2014) menambahkan bahwa kecemasan terbukti menimbulkan banyak efek yang merugikan mahasiswa.

Menurut Prayitno (2010) kecemasan yang melanda mahasiswa ketika akan berbicara di depan kelas dapat membuat mahasiswa tersebut kurang dapat mengaktualisasikan diri dengan baik, di tengah pembicaraan mahasiswa akan mengucapkan kata-kata yang kacau, dan kehilangan kata-kata atau gagap. Apabila kecemasan tersebut muncul ketika seseorang sedang berbicara di depan kelas, hal tersebut tentu saja dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam penyampaian informasi sehingga dapat berdampak pada terjadinya kesalahpahaman.

Penanganan kecemasan yang dialami oleh individu dapat berbeda antara individu satu dengan individu lain tergantung pada penilaian individu terhadap kemampuan yang dimiliki yang disebut sebagai efikasi diri(Sarafino, 1994). Penilaian akan kemampuan yang dimilki oleh


(20)

7

individu sendiri merupakan salah satu faktor personal yang menjadi perantara interaksi antara faktor perilaku dan faktor lingkungan. Efikasi diri yang dipersepsikan oleh individu merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam performansi yang akan datang. Tingginya efikasi diri yang dipersepsikan akan memotivasi individu secara kognitif untuk bertindak lebih persisten dan terarah, terutama apabila tujuan yang hendak dicapai merupakan tujuan yang jelas (Azwar, 1996).

Efikasi diri adalah suatu keyakinan individu terhadap segala aspek kelebihan yang dimiliki individu yang bertujuan menghasilkan suatu pencapaian (Bandura, 1997). Warsito (2009) mengatakan bahwa mahasiswa dengan keyakinan akan kemampuan yang dimiliki mampu dalam memahami materi kuliah dengan baik. Memahami materi kuliah merupakan salah satu tujuan yang ingin diraih ketika seorang mahasiswa telah memasuki proses belajar-mengajar sehingga semakin tinggi efikasi diri yang dimiliki, semakin besar kesempatan yang dimiliki untuk memenuhi segala tuntutan akademik.

Bandura (1993) menyatakan bahwa efikasi dirimerupakan keyakinan individu terhadap kemampuan dalam menggerakkan motivasi, sumber-sumber kognitif, dan serangkaian tindakan lain yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan situasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa individu dengan efikasi diri yang tinggi akan siap menerima tugas dengan beban yang berat ataupun bersedia melakukan tindakan yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Hal ini diasumsikan pada mahasiswa yang memiliki keberanian untuk melakukan presentasi di depan kelas ketika teman-teman yang lain tidak dapat atau tidak memiliki keberanian untuk melakukan presentasi di depan kelas. Perbedaan pada pada tingkat efikasi diriitulah yang menjadi pembeda pada setiap mahasiswa dalam menghadapi berbagai tuntutan situasi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anwar (2009) diketahui bahwa efikasi diri memberikan sumbangan sebesar 44,9% terhadap kecemasan berbicara di depan umum. Hasil


(21)

8

yang serupa juga ditunjukkan pada penelitian Prayitno (2010) yang mengatakan bahwa efikasi dirimemberikan sumbangan sebesar 22,6% terhadap kecemasan dalam berkomunikasi.

Melihat besarnya sumbangan efikasi diriterhadap kecemasan dalam berkomunikasi, hal ini akan menuntut praktisi-praktisi tertentu agar mampu berhadapan secara langsung di hadapan orang banyak dan dapat menyampaikan informasi secara jelas dan tepat. Kasus hilangnya pesawat Air Asia QZ8501 setahun silam menjadi contoh dibutuhkannya kemampuan komunikasi yang baik dan efikasi diri yang tinggi dari lulusan psikologi untuk mampu memberikan penanganan secara psikologis kepada para keluarga korban (Wahyudiyanta, 2014). Pentingnya pemberian konseling maupun terapi kepada keluarga korban ditujukan untuk memberikan kenyamanan dan meminimalisir terjadinya shock.

Contoh kecil yang dapat dilihat adalah bagaimana efikasi diri mahasiswa psikologi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti pada beberapa mahasiswa Psikologi Universitas Udayana pada mata kuliah Psikologi Kesehatan dan Kesehatan Mental, diketahui bahwa pada saat kuliah terdapat mahasiswa yang terlihat bertanya dengan mahasiswa disebelah. Peneliti kemudian melakukan wawancara lebih lanjut terkait perilaku yang tampak ketika observasi kepada salah satu mahasiswa, mahasiswa tersebut mengatakan bahwa merasa enggan dan malu menanyakan pertanyaan saat berada di dalam kelas karena hal tersebut menyebabkan mahasiswa tersebut menjadi pusat perhatian dan menimbulkan perasaan gugup ketika bertanya di depan orang banyak sehingga mahasiswa tersebut cenderung mengurungkan niat untuk bertanya dan lebih memilih untuk bertanya pada mahasiswa disebelah (Deviyanthi, 2015). Hal ini sesuai dengan pendapat McCroskey (1984) yang menjabarkan karakteristik kecemasan komunikasi salah satunya adalah ketidaknyamanan internal atau internal discomfort yang ditunjukkan melalui perilaku panik, malu, tegang, atau gugup.


(22)

9

Selain itu pula, ketika dosen menunjuk salah seorang mahasiswa untuk menjawab pertanyaan, mahasiswa tersebut menjawab dengan terbata-bata atau dengan kata-kata yang kurang jelas. Peneliti melakukan wawancara terkait perilaku tersebut dan diketahui bahwa mahasiswa tersebut tidak merasa yakin dengan jawaban yang diberikan sehingga mahasiswa tersebut terbata-bata ketika menjawab pertanyaan dari dosen (Deviyanthi, 2015). Observasi selanjutnya adalah ketika mahasiswa akan melakukan presentasi di depan kelas. Hasil observasi menunjukkan bahwa masih terdapat mahasiswa saling menunjuk teman untuk maju mempresentasikan tugas dan mahasiswa yang melakukan presentasi terlihat mempresentasikan tugas dengan terbata-bata dan tangan yang terlihat gemetar sembari memegang tugas (Deviyanthi, 2015).

Peneliti kemudian mengkonfirmasi ulang, diketahui bahwa mahasiswa tersebut tidak yakin dengan hasil yang telah dikerjakan dan takut apabila hasil dari tugas tersebut akan disalahkan oleh dosen. Selain itu, individu juga mengakui bahwa individu memiliki pikiran negatif seperti, takut tugas yang dikerjakan salah, tidak percaya dengan hasil yang dikerjakan, dan merasa belum siap dengan materi yang akan dibawakan sehingga individu mengalami gejala perilaku seperti gemetar, berkeringat, dan jantung berdebar dengan cepat (Deviyanthi, 2015).

Berdasarkan pemaparan yang telah dipaparkan di atas serta dengan prelimenary study yang telah peneliti lakukan, membuat peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh dan memutuskan membuat penelitian dengan judul “hubungan efikasi diri dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan:


(23)

10

Apakah terdapat hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas pada mahasiswa ini belum pernah diteliti di Provinsi Bali. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang difokuskan pada pencarian hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas. Berdasarkan penelusuran peneliti terhadap judul penelitian lain yang terkait tentang hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas, ditemukan setidaknya tujuh penelitian yang terdapat pada lampiran 1.

Peneliti melakukan penelitian yang berbeda dengan tujuh jurnal penelitian tersebut di atas. Jurnal penelitian yang pertama, Oktavia (2010) menggunakan variabel bebas yaitu berpikir positif sedangkan peneliti menggunakan variabel bebas yaitu efikasi diri. Hasil dalam penelitian ditemukan bahwa Ada hubungan negatif antara berpikir positif dengan kecemasan berbicara di depan kelas.

Jurnal penelitian yang kedua, Trihastuti (2010) menggunakan variabel bebas, yaitu kepercayaan diri sedangkan peneliti menggunakan variabel bebas, yakni efikasi diri. Hasil dari penelitian, ditemukan terdapat hubungan yang negatif antara kepercayaan diri dengan kecemasan berbicara di depan kelas.

Jurnal penelitian yang ketiga, Nursilawati (2010) menggunakan siswa SMP kelas 3 SMPN 4 Tangerang sebagai sampel dan variabel bebas, yaitu, self-efficacy matematika serta variabel tergantung adalah kecemasan menghadapi pelajaran matematika sedangkan peneliti menggunakan Mahasiswa dari Psikologi Universitas Udayana dan Universitas Dhyana Pura


(24)

11

sebagai sampel dan variabel bebas adalah efikasi diri serta variabel tergantung adalah kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas. Hasil penelitian Nursilawati (2010) adalah terdapat hubungan negatif antara self-efficacy matematika dengan kecemasan menghadapi pelajaran matematika.

Jurnal penelitian keempat, Azwar, Rakhmad, dan Widowati (2014) memiliki perbedaan dengan peneliti pada variabel bebas. Azwar, dkk (2014) menggunakan dua variabel bebas yaitu, ketidakpastian dan konsep diri sedangkan peneliti menggunakan variabel bebas, efikasi diri. Penelitian Azwar, dkk (2014) ditemukan dua hasil, yaitu yang pertama adalah terdapat hubungan positif yang signifikan antara ketidakpastian dengan tingkat kecemasan komunikasi dan hasil kedua adalah terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara konsep diri pria dengan kecemasan komunikasi.

Jurnal kelima oleh Ayu (2014) memiliki perbedaan pada variabel bebas dan karakteristik sampel. Ayu menggunakan variabel bebas, yaitu kepercayaan diri sedangkan peneliti menggunakan efikasi diri sebagai variabel bebas. Ayu (2014) menggunakan siswa kelas VII di SMP Negeri 15 Jogjakarta sedangkan peneliti menggunakan subjek mahasiswa Psikologi Universitas Udayana dan Universitas Dhyana Pura. Hasil penelitian yang ditemukan adalah terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada siswa kelas VII di SMP Negeri 15 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014.

Jurnal keenam yang dilakukan oleh Kusumawati, Lilik, dan Agustin (2012) terdapat perbedaan pada jumlah variabel bebas dan variabel penelitian dimana Kusumawati, dkk (2012) menggunakan dua variabel bebas yaitu, konsep diri dan asertivitas sedangkan peneliti menggunakan satu variabel bebas yaitu efikasi diri. Pada variabel tergantung, Kusumawati, dkk (2012) menggunakan kecemasan komunikasi interpersonal sedangkan peneliti menggunakan


(25)

12

variabel tergantung kecemasan komunikasi. Hasil penelitian yang dilakukan Kusumawati, dkk (2012) adalah terdapat hubungan yang signifikan yang kuat antara konsep diri dan asertivitas dengan kecemasan komunikasi interpersonal dan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara konsep diri dengan asertivitas dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada siswa kelas X SMA AL Islam 1 Surakarta.

Jurnal penelitian terakhir, yang berjudul faktor-faktor yang memengaruhi kecemasan berkomuikasi di depan umum (kasus mahasiswa Fakultas Dahwah INISNU Jepara) dilakukan oleh Muslimin (2013) memiliki perbedaan pada peneliti dalam jenis penelitian dimana Muslimin menggunakan jenis penelitian kualitatif dalam membahas mengenai kecemasan berkomunikasi di depan umum sedangkan penulis menggunakan jenis penelitian kuantitatif dalam membahas kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas. Hasil yang ditemukan Muslimin (2013) adalah faktor-faktor yang memengaruhi kecemasan berkomunikasi di depan umum adalah perasaan sedang di evaluasi, merasa orang lain memiliki kemampuan berkomunikasi yang lebih baik, dan kurangnya pengalaman berkomunikasi.

Berdasarkan ketujuh penelitian yang telah dipaparkan di atas, dapat dilihat adanya beberapa perbedaan antara ketujuh penelitian tersebut dengan penelitian ini, seperti pada variabel bebas dan tergantung, metode penelitian yang digunakan, serta karakteristik sampel yang ingin diteliti. Variabel bebas dari penelitian ini adalah efikasi diri sedangkan variabel tergantung adalah kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, dengan menggunakan rumusan masalah korelasional. Metode pengumpulan data menggunakan skala efikasi diri dan skala kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas Udayana


(26)

13

dan Universitas Dhyana Pura yang masih berstatus mahasiswa aktif dan pernah melakukan presentasi tugas secara individual di depan kelas.

Oleh karena itu, keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi yaitu kejujuran, rasional, objektif serta terbuka. Hal ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah sehingga dengan demikian penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara ilmiah, keilmuan dan terbuka untuk kritisi yang sifatnya konstruktif (membangun).

D. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai peneliti adalah mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas.

E. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti diharapkan memberikan manfaat kepada pembaca ataupun pihak yang terkait, yaitu:

1. Manfaat Teoretis

a. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam pengembangan kajian ilmu Psikologi khususnya Psikologi Pendidikan terkait dengan pembahasan efikasi diri, Psikologi Klinis terkait dengan pembahasan kecemasan, dan Psikologi Komunikasi dengan pembahasan mengenai komunikasi dalam hubungannya dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas


(27)

14

2. Manfaat Praktis

a. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi pada pihak Program Studi Psikologi Universitas Udayana dan Universitas Dhyana Pura untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas efikasi dirimahasiswa.

b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi mahasiswa khususnya mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas Udayana dan Universitas Dhyana Pura untuk meningkatkan keberanian dalam hal mempresentasikan tugas di depan kelas.

c. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi orangtua dalam membantu anak meningkatkan efikasi diri agar dapat mengurangi kecemasan dalam berbicara di depan kelas.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecemasan Komunikasi dalam Mempresentasikan Tugas di Depan Kelas 1. Definisi Kecemasan Komunikasi dalam Mempresentasikan Tugas di Depan

Kelas

Kecemasan merupakan sebuah perasaan yang dimiliki oleh setiap individu. Munculnya kecemasan melibatkan pikiran dan perasaan negatif sehingga dapat memunculkan perilaku-perilaku dan respon yang tidak biasa. Menurut Davison, dkk (2012) kecemasan merupakan suatu perasaan takut dan khawatir yang tidak menyenangkan yang disertai dengan meningkatnya ketegangan fisologis.

Apabila mengkaji menurut pengertian komunikasi, komunikasi adalah suatu bentuk interaksi sosial yang nampak atau terwujud dalam suatu tindakan kolektif dan adanya kerjasama di dalamnya (Rickheitt & Strohner, 2008). Hal serupa dikatakan pula oleh Effendy (2003) bahwa komunikasi menunjuk kepada kalimat mendiskusikan makna, berbagi informasi, dan mengirim pesan dengan tujuan agar orang lain memiliki informasi yang serupa dengan pemberi pesan. Apabila individu tersebut memiliki perasaan takut atau perasaan negatif dalam melakukan komunikasi yang melibatkan berbagi informasi, mendiskusikan makna, dan mengirim pesan kepada individu lain maka individu tersebut telah mengalami kecemasan komunikasi (Beebe, Beebe, dan Radmond, 2005).

Menurut Turner & West (2009) kecemasan komunikasi merupakan ketakutan yang dirasakan oleh individu berupa perasaan negatif dalam melakukan komunikasi. Hal senada disampaikan pula oleh Spence, Westerman, Skalski, Seeger, Ulmer, Venette, dan Sellnow (2005) yang mengatakan bahwa kecemasan dalam komunikasi


(29)

16

diartikan sebagai kekhawatiran individu yang berkaitan dengan komunikasi dengan individu lain. Penjelasan tersebut sejalan dengan penjelasan Weiten, Dunn, dan Hammer (2011) yang mengatakan bahwa kecemasan komunikasi merupakan suatu ketegangan yang dialami oleh individu ketika berbicara dengan orang lain.

McCroskey (1984) mendefinisikan kecemasan komunikasi sebagai ketakutan yang dialami individu yang berhubungan dengan komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung antara individu dengan individu lain. Kecemasan komunikasi menurut McCroskey (1984) terbagi menjadi empat tipe dimana salah satunya mewakili pengertian dari kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas. Tipe tersebut adalah situasional communication apprehension yang merupakan kecemasan komunikasi yang berhubungan dengan situasi ketika seseorang mendapat perhatian yang tidak biasa dari orang lain. Hal ini menunjuk pada individu ketika melakukan presentasi tugas di depan kelas mendapat perhatian dari teman-teman dan dosen.

Dari beberapa definisi di atas, definisi operasional didasarkan pada definisi kecemasan komunikasi oleh McCroskey (1984) karena definisi kecemasan komunikasi yang dinyatakan oleh McCroskey lebih tepat dalam membahas kecemasan komunikasi ketika mempresentasikan tugas di depan kelas dibandingkan teori lain yang membahas kecemasan komunikasi secara interpersonal. Definisi kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas dikelas adalah ketakutan atau kekhawatiran yang dialami oleh individu yang berhubungan dengan komunikasi secara langsung ketika individu dihadapkan pada suatu situasi yang menuntut individu untuk mendapat perhatian yang tidak biasa dari orang lain, yaitu ketika mempresentasikan tugas di depan kelas.


(30)

17

2. Faktor-Faktor Penyebab Kecemasan Komunikasi

Kecemasan komunikasi yang dialami individu disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut McCroskey (1984), faktor yang menyebabkan individu mengalami kecemasan komunikasi adalah:

a. Faktor Keturunan

Pada faktor ini menjelaskan bahwa penyebab individu mengalami kecemasan komunikasi dikarenakan keturunan. Sikap individu dipengaruhi oleh proses pembelajaran yang diterima dari orangtua individu. Artinya, individu akan mengadopsi nilai-nilai yang diajarkan atau yang diturunkan langsung dari orangtua, sebagai contoh individu yang sejak dini tidak diajarkan untuk berpendapat secara bebas oleh orangtua, maka individu tersebut akan menurunkan ajaran tersebut kepada generasi berikutnya.

b. Faktor Lingkungan

Pada faktor ini menjelaskan bahwa penyebab individu mengalami kecemasan komunikasi karena lingkungan. Lingkungan yang dimaksud seperti keluarga, teman sebaya, dan masyarakat di lingkungan tempat tinggal. Individu yang berada pada lingkungan yang memiliki kecenderungan mengalami kecemasan komunikasi, akan mengalami kecencerungan mengalami kecemasan komunikasi.

c. Faktor Reinforcement

Faktor ini menyatakan bahwa seberapa sering individu mendapat penguatan ketika melakukan komunikasi dari lingkungan sekitar. Individu yang menerima positive reinforcement oleh lingkungan sekitar dapat mengurangi kecemasan ketika melakukan komunikasi. Individu yang jarang atau tidak pernah diberikan kesempatan oleh lingkungan sekitar untuk


(31)

18

berkomunikasi dan tidak diberikan dorongan untuk melakukan komunikasi, maka individu tersebut menjadi cenderung mengalami kecemasan ketika melakukan komunikasi.

Reinforcement yang dimaksud adalah proses belajar, dimana individu yang aktif untuk belajar mengembangkan keterampilan komunikasi dapat mengurangi kecemasan komunikasi dibandingkan yang individu yang tidak belajar keterampilan komunikasi.

d. Faktor Situasi Komunikasi

Pemicu timbulnya kecemasan yang dialami seseorang adalah situasi komunikasi. Individu yang mampu berkomunikasi dengan baik dalam situasi informal, yaitu ketika berbicara dengan teman belum tentu dapat berkomunikasi dengan baik ketika berkomunikasi dalam situasi formal. Situasi formal yang dimaksud adalah situasi dimana individu melakukan komunikasi pada khalayak umum. Individu yang berkomunikasi di depan umum cenderung mengalami kecemasan.

e. FaktorPenilaian

Salah satu hal yang dapat menyebabkan individu mengalami kecemasan dalam berkomunikasi adalah disaat individu merasa bahwa individu akan dinilai atau diberikan penilaian dari orang lain karena penilaian dianggap mampu membuat, mengangkat atau menjatuhkan harga diri namun pada umumnya penilaian dapat membuat harga diri individu jatuh. Individu yang akan melakukan komunikasi di depan umum cenderung memiliki pikiran-pikiran negatif yang belum tentu benar sehingga hal tersebut menyebabkan individu mengalami kecemasan ketika mengetahui bahwa individu sedang dinilai oleh penilai.


(32)

19

f. Faktor Kemahiran Kemampuan dan Pengalaman

Diyakini bahwa individu yang memiliki sedikit kemampuan dan pengalaman melakukan komunikasi menyebabkan individu tidak mengetahui apa topik yang akan dibicarakan serta apa yang harus dilakukan sehingga hal-hal itu memunculkan kecemasan. Maka dari itu, dibutuhkan pengetahuan yang luas mengenai komunikasi serta banyak berlatih berkomunikasi akan memberikan individu kemampuan untuk memulai, melanjutkan, dan mengakhiri pembicaraan yang baik dan benar.

1. Karakteristik Kecemasan Komunikasi

McCroskey (1984) mengemukakan, individu yang mengalami kecemasan komunikasi, memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Internal Discomfort

Individu mengalami perasaan tidak nyaman pada diri. Ketidaknyamanan dalam diri individu akan menimbulkan respon-respon yang negatif seperti kekhawatiran atau ketakutan, sehingga individu akan memunculkan kepanikan, malu, tegang atau gugup.

b. Avoidance of Communication

Individu yang mengalami kecemasan komunikasi cenderung untuk menghindari situasi atau keadaan yang memerlukan komunikasi. Pada situasi tersebut, perilaku yang dimunculkan biasanya berupa diam ataupun berbicara seperlunya atau memunculkan respon berupa kalimat pendek.

c. Communication Disruption

Individu yang mengalami kecemasan dalam berkomunikasi cenderung mengalami ketidaklancaran dalam presentasi verbal ataupun memunculkan perilaku non verbal yang tidak natural. Pemilihan strategi komunikasi yang


(33)

20

kurang terencana terkadang terefleksikan dalam respon individu berupa: “seharusnya saya…”

d. Overcommunication

Individu lebih memperdulikan kuantitas daripada kualitas dari komunikasi yang disampaikan. Individu cenderung menampilkan respon yang berlebih untuk menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki kualitas yang baik dalam melakukan presentasi namun sebenarnya perilaku itu muncul untuk menutupi komunikasi yang kurang pada diri individu. Sebagai contoh, individu ketika melakukan presentasi di depan kelas mengucapkan kalimat-kalimat yang tidak sesuai dengan topik yang dibawakan.

2. Tipe-Tipe Kecemasan Komunikasi

McCroskey (1984) membagi empat tipe kecemasan komunikasi, diantaranya adalah:

a. Traitlike Communication Apprehension

Kecenderungan kecemasan komunikasi yang relatif panjang waktunya dan stabil ketika individu dihadapkan pada konteks komunikasi. Tipe ini dapat dilihat sebagai refleksi orientasi kepribadian dari individu yang mengalami tingkat kecemasan berkomunikasi. Contoh dari kecemasan tipe ini adalah individu yang memiliki kecemasan karena faktor bawaan atau kepribadian yang dimiliki individu dan tipe ini cenderung sulit untuk diubah karena merupakan sifat bawaan dari individu.

b. Generalized Context Communication Apprehension

Kecemasan yang timbul ketika individu berada hanya pada konteks yang bagi individu tersebut merasa terancam dan kecemasan akan berubah apabila individu berada pada konteks yang berbeda. Contoh dari kecemasan tipe ini


(34)

21

adalah individu yang memiliki kecemasan ketika berada pada konteks berdiskusi kelompok dengan individu lainnya, namun ketika individu dihadapkan pada konteks yang berbeda seperti melakukan pidato, individu tidak akan mengalami kecemasan.

c. Audience Communication Apprehension

Individu merasa cemas apabila individu dihadapkan ketika individu berkomunikasi pada tipe-tipe orang tertentu tanpa memandang waktu dan konteks. Contoh dari kecemasan tipe ini adalah individu akan mengalami kecemasan komunikasi apabila dalam melakukan pidato dihadapkan pada orangtua dari individu tersebut, namun apabila individu melakukan pidato tanpa kehadiran orangtua, maka individu tersebut tidak akan mengalami kecemasan.

d. Situasional Communication Apprehension

Individu akan mengalami kecemasan ketika individu dihadapkan pada situasi-situasi yang dimana individu mendapatkan perhatian yang tidak biasa dari orang lain. Sebagai contoh, individu akan mengalami kecemasan ketika individu dihadapkan pada situasi sedang mempresentasikan skripsi dihadapan para dosen karena individu menjadi pusat perhatian ketika melakukan presentasi skripsi maka individu mengalami kecemasan.

Berdasarkan pemaparan di atas peneliti menggunakan karakteristik kecemasan komunikasi (McCroskey, 1984) untuk dijadikan skala yang terdiri dari internal

discomfort, avoidance of communication, communication disruption, dan


(35)

22

B. Efikasi Diri 1. Pengertian Efikasi Diri

Efikasi diri merupakan istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh Bandura yang menekankan pada pentingnya peranan pengharapan yang dimiliki oleh seseorang tentang akibat-akibat perbuatan individu sendiri. Istilah efikasi diri pertama kali muncul pada tahun 1986. Bandura (1986) mengemukakan bahwa efikasi diri mengacu pada keyakinan yang meliputi kemampuan menyesuaikan diri, kepercayaan diri, kapasitas kognitif, kecerdasan, dan kapasitas untuk bertindak pada situasi yang penuh tekanan dimana individu tersebut menilai sejauhmana individu dapat memperkirakan kemampuan diri yang dimiliki dalam melaksanakan tugas atau melakukan suatu tugas yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil tertentu.

Selanjutnya, Bandura (1993) mengungkapkan bahwa efikasi diri dapat berkembang secara terus-menerus seiring dengan bertambahnya pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki.

Bandura (1997) menambahkan bahwa efikasi diri adalah suatu kemampuan atau keyakinan seseorang unuk mengatur dan melaksanakan tugas yang bertujuan untuk menghasilkan pencapaian yang sesuai dengan keinginan atau harapan yang akan dicapai oleh individu. Keyakinan seseorang terhadap kemampuan individu sendiri untuk dapat mengukur keberfungsian dan hal-hal yang terjadi di dalam lingkungan (Bandura dalam Feist & Feist, 2010).

Bandura (dalam Santrock, 2007) juga mengemukakan hal yang serupa bahwa efikasi diriberpengaruh besar dalam menentukan munculnya perilaku tertentu untuk mencapai tujuan yang akan diraih individu.

Hal serupa mengenai efikasi diri diungkapkan pula oleh Baron & Byrney (1994) yang menyebutkan bahwa efikasi diri sebagai evaluasi seseorang mengenai


(36)

23

kompetensi diri individu sendiri untuk melakukan tugas, mencapai tujuan tertentu, dan mengatasi hambatan. Brehm & Kassin (1993) mendefinisikan efikasi dirisebagai keyakinan individu akan kemampuan individu sendiri dalam melakukan tindakan spesifik yang diperlukan untuk mendapatkan hasil atau outcome yang diinginkan dalam suatu situasi.

Dari beberapa definisi yang telah disebutkan di atas, peneliti memilih menggunakan definisi efikasi diridari Bandura karena melihat dari sejarah penelitian terkait efikasi diriyang telah dilakukan oleh Bandura dari tahun 1986. Oleh karena itu, efikasi diri adalah keyakinan dan kemampuan yang dimiliki individu untuk melakukan tugas sehingga dapat membentuk suatu pencapaian yang diinginkan. 2. Dimensi Efikasi Diri

Bandura (1997) mengungkapkan bahwa perbedaan efikasi diri pada setiap individu terletak pada tiga komponen, yaitu level, strength dan generality. Masing-masing mempunyai implikasi penting di dalam performansi, yang secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Level atau tingkat kesulitan tugas

Pada dimensi level berhubungan dengan tingkat kesullitan tugas yang mampu dikerjakan oleh individu. Individu memiliki tingkat kesulitan yang berbeda. Hal ini berdampak pada pemilihan perilaku yang akan dicoba atau dikehendaki berdasarkan pengharapan pada tingkat kesulitan tugas (level of difficulty). Individu akan mencoba perilaku yang dirasakan mampu untuk dilakukan. Sebaliknya individu akan menghindari situasi dan perilaku yang dirasa melampaui batas kemampuan yang dimiliki.


(37)

24

b. Generality atau luas bidang perilaku

Pada dimensi generality berhubungan dengan luas bidang perilaku dimana individu merasa yakin terhadap kemampuan yang dimiliki. Individu mampu mengerjakan tugas yang memiliki kemiripan tugas yang pernah dilakukan sebelumnya. Kemiripan tersebut mencakup aspek behavior, cognitive, atau afektif. Gambaran secara umum tentang efikasi diri pada individu dapat dilihat dari kemampuan individu dalam mengerjakan tugas. Keyakinan diri pada individu akan semakin meningkat apabila individu semakin banyak mengerjakan tugas dan memiliki pemahaman yang luas.

c. Strength atau kemantapan keyakinan

Pada dimensi strength berhubungan dengan keteguhan hati terhadap keyakinan individu bahwa individu akan berhasil dalam menghadapi suatu permasalahan atau tugas yang akan dihadapi. Dimensi ini seringkali harus menghadapi rasa frustrasi, luka dan berbagai rintangan lainnya dalam mencapai suatu hasil tertentu. Semakin kuat efikasi diriyang dimiliki oleh individu akan semakin besar ketekunan akan tugas yang dihadapi. Individu dengan keyakinan yang lemah akan mudah menyerah dalam menghadapi suatu tugas ataupun tantangan.

3. Sumber Efikasi Diri

Efikasi diri pada individu disebabkan oleh empat sumber yang memberikan kontribusi penting dalam pembentukan efikasi diri(Bandura, 1997), yaitu:

a. Enactive Mastery Experience

Sumber ekspektasi yang berasal dari pengalaman keberhasilan dan pencapaian Prestasi. Sumber efikasi diri ini dikatakan penting karena berkaitan dengan pengalaman individu secara langsung. Individu yang pernah memperoleh


(38)

25

suatu keberhasilan akan terdorong untuk meningkatkan keyakinan dan penilaian terhadap efikasi diri individu. Pengalaman keberhasilan individu dapat meningkatkan ketekunan, keuletan, dan kegigihan dalam berusaha mengatasi suatu tugas, sehingga dapat mengurangi kegagalan. Individu yang mengalami keberhasilan dalam mengerjakan suatu tugas memiliki keyakinan dalam diri. Individu yang cenderung mencapai keberhasilan dalam melaksanakan tugas akan memiliki keyakinan diri yang semakin meningkat.

b. Vicarious Experience

Sumber ini berkaitan dengan pengalaman orang lain. Biasanya individu mengamati perilaku dan pengalaman orang lain sebagai proses belajar individu atau yang biasa disebut dengan modelling. Diyakini bahwa melalui sumber vicarious experience, dapat meningkatkan kemampuan yang dimiliki indivdu terutama model yang dirasa tepat oleh individu sehingga individu akan mempunyai kecenderungan merasa mampu melakukan hal yang sama atau jauh lebih baik dari subyek modelling. Peningkatan efikasi diri akan menjadi efektif jika subyek modelling tersebut mempunyai banyak kesamaan karakteristik antara individu dengan model.

c. Verbal Persuasion

Sumber verbal persuasion berhubungan dengan sugesti untuk percaya bahwa individu dapat mengatasi masalah-masalah yang akan dihadapi individu. Verbal persuasion dapat mengarahkan individu untuk berusaha lebih gigih untuk mencapai tujuan dan kesuksesan. Verbal persuasion dapat menjadi dorongan motivasi untuk dapat melewati suatu tantangan atau tugas yang dihadapi, namun tak jarang pula sumber ini akan menurunkan motivasi individu untuk mencapai


(39)

26

suatu keberhasilan apabila menggunakan kalimat atau kata-kata yang bersifat negatif sehingga sumber ini hanya bersifat sementara.

d. Physiological State and Emotional Arousal

Physiological State and Emotional Arousal berhubungan dengan situasi yang menekan kondisi emosional individu seperti gejolak emosi, kegelisahan yang mendalam, dan keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu sehingga dalam mengerjakan suatu tugas dibutuhkan fisik dan mental yang baik agar individu mampu menyelesaikan tugas dengan baik. Kecemasan dan stres diyakini mampu mengurangi performa individu. Pada umumnya, individu dalam kondisi fisik dan mental yang baik akan mampu mencapai keberhasilan di dalam menyelesaikan tugas, namun sebaliknya, individu yang memiliki tingkat stres dan kecemasan yang tinggi cenderung akan memiliki kegagalan dalam menyelesaikan tugas dikarenakan ekspektasi dan pikiran negatif pada tugas yang akan dikerjakan.

4. Proses-Proses yang Mempengaruhi Efikasi Diri

Menurut Bandura (1997), proses psikologis turut berperan dalam diri manusia. Terdapat empat proses yang mempengaruhi efikasi diri, yakni:

a. Proses Kognitif

Proses kognitif merupakan proses pemerolehan, pengorganisasian, dan penggunaan informasi. Perilaku atau tindakan individu bermula dari proses kognitif terlebih dahulu. Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi lebih senang membayangkan tentang kesuksesan. Sebaliknya, individu yang memiliki efikasi diriyang rendah lebih banyak membayangkan kegagalan dan hal-hal yang dapat menghambat tercapainya kesuksesan. Individu yang mempersepsikan diri


(40)

27

bahwa individu mampu melakukan suatu tugas maka individu tersebut semakin membentuk usaha-usaha dalam mencapai tujuan.

b. Proses motivasi

Individu memberi motivasi atau dorongan pada diri sendiri dan mengarahkan tindakan melalui tahap pemikiran-pemikiran sebelumnya. Kepercayaan akan kemampuan diri dapat mempengaruhi motivasi dalam beberapa hal, seperti menentukan tujuan yang telah ditentukan, seberapa besar usaha yang dilakukan, ketahanan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dan dalam menghadapi kegagalan. Terdapat tiga teori yang menjelaskan tentang proses motivasi. Teori pertama adalah causal attributions. Teori ini berfokus pada penyebab yang mempengaruhi motivasi, usaha, dan reaksi-reaksi individu. Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi cenderung menganggap kegagalan diakibatkan karena kurangnya usaha-usaha yang dikerahkan. Sebaliknya, individu yang memiliki efikasi diri yang rendah, cenderung menganggap kegagalan yang dialami individu diakibatkan oleh kemampuan yang terbatas yang dimiliki individu. Teori kedua, outcomes experience, yang menyatakan motivasi dibentuk melalui harapan-harapan. Biasanya individu berperilaku sesuai dengan keyakinan individu tentang apa yang dapat dilakukan. Teori ketiga, goal theory, dimana motivasi dapat meningkat apabila individu menentukan tujuan terlebih dahulu.

c. Proses Afektif

Proses afeksi merupakan keyakinan dan kemampuan individu untuk mengontrol situasi Individu yang merasa tidak mampu mengontrol situasi cenderung mengalami level kecemasan yang tinggi, selalu memikirkan kekurangan diri sendiri, memandang lingkungan sekitar penuh dengan ancaman,


(41)

28

membesar-besarkan masalah kecil, dan terlalu cemas pada hal-hal kecil yang sebenarnya jarang terjadi.

d. Proses Seleksi

Kemampuan individu untuk memilih aktivitas dan situasi tertentu mempengaruhi efek dari suatu kejadian. Individu cenderung menghindari aktivitas dan situasi yang diluar batas kemampuan individu. Bila individu merasa yakin bahwa individu mampu menangani suatu situasi, maka individu akan cenderung tidak menghindari situasi tersebut.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri

Beberapa hal yang mempengaruhi efikasi diripada individu, antara lain: a. Jenis kelamin

Zimmerman (dalam Bandura, 1997) mengatakan perkembangan kemampuan dan kompetensi antara laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan. Pada pekerjaan tertentu para pria memiliki efikasi diri yang lebih tinggi dibanding dengan wanita, begitu juga sebaliknya para wanita memiliki efikasi diriyang tinggi dalam beberapa pekerjaan tertentu dibandingkan dengan pria. b. Usia

Selama masa kehidupan yang berlangsung, maka terbentuk proses belajar sosial pada individu. Individu yang lebih muda diyakini memiliki rentang waktu dan pengalaman yang lebih sedikit dibandingkan individu yang lebih tua hal ini dikarenakan individu yang lebih tua memiliki banyak pengalaman serta peristiwa-peristiwa dalam hidup. Individu yang lebih tua akan lebih mampu mengatasi suatu tugas dibandingkan dengan individu yang lebih muda, hal ini berkaitan dengan pengalaman yang individu miliki sepanjang rentang kehidupan (Bandura, 1997).


(42)

29

c. Tingkat pendidikan

Efikasi diridapat terbentuk dari proses pembelajaran pada tingkat formal. Individu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi diyakini memiliki efikasi diri yang lebih tinggi karena individu tersebut lebih banyak belajar dalam pendidikan formal. Selain itu, individu yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar dalam mengatasi permasalahan dalam hidup (Bandura, 1997).

d. Pengalaman

Melalui proses belajar pada suatu organisasi atau perusahaan maka dapat terbentuk efikasi diri. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan proses adaptasi dan pembelajaran yang ada dalam situasi kerja. Semakin lama seseorang bekerja dalam suatu perusahaan atau organisasi maka semakin tinggi efikasi diri individu namun tidak menutup kemungkinan bahwa efikasi diriyang dimiliki juga dapat semakin rendah tergantung dari bagaimana individu menghadapi keberhasilan dan kegagalan yang dialami individu selama melakukan pekerjaan tersebut (Bandura, 1997).

6. Karakteristik Efikasi Diri

Bandura (1997) membagi karakteristik individu yang memiliki efikasi diriyang tinggi dan individu yang memiliki efikasi diriyang rendah.

a. Individu yang Memiliki Efikasi DiriRendah:

1) Individu merasa tidak berdaya ketika dihadapkan dalam suatu tugas 2) Individu menghindari tugas-tugas yang dianggap sulit atau susah untuk

dikerjakan

3) Individu mudah merasa cemas 4) Individu bersikap apatis


(43)

30

5) Individu mudah bersedih

6) Individu mudah menyerah ketika menghadapi rintangan

7) Individu susah mengomunikasikan pendapatnya di depan umum

8) Individu memiliki komitmen yang rendah terkait dengan tujuan yang ingin dicapai

9) Individu cenderung memikirkan kekurangan yang dimiliki ketika individu dihadapkan pada situasi yang sulit

10)Individu memikirkan kegagalan ketika dihadapkan pada suatu situasi atau tugas

11)Individu susah dalam memulihkan diri ketika individu mengalami kegagalan.

b. Individu yang Memiliki Efikasi DiriTinggi:

1) Individu merasa yakin bahwa individu mampu menangani secara efektif tugas ataupun situasi yang dihadapi

2) Individu tekun dalam menyelesaikan tugas-tugas

3) Individu merasa yakin akan kemampuan yang ada pada diri individu 4) Individu memandang kesulitan sebagai tantangan, bukan ancaman 5) Individu suka dengan hal-hal baru

6) Individu menetapkan sendiri tujuan yang ingin dicapai dan memiliki komitmen yang kuat dalam diri

7) Individu menanamkan usaha yang kuat dengan tugas yang dilakukan dan mampu meningkatkan usaha ketika individu mengalami kegagalan

8) Individu berfokus pada tugas dan memikirkan strategi dalam menghadapi kesulitan


(44)

31

9) Individu cepat memulihkan rasa mampu kepada diri apabila individu mengalami kegagalan

10)Individu dalam menghadapi stressor atau ancaman dengan keyakinan pada diri bahwa individu mampu mengontrol stressor atau ancaman tersebut. Berdasarkan pemaparan di atas peneliti menggunakan dimensi efikasi diri (Bandura, 1997) untuk dijadikan skala yang terdiri dari dimensi level, strength, dan generality.

C. Hubungan antara Efikasi Diri dengan Kecemasan Komunikasi dalam Mempresentasikan Tugas di Depan Kelas

Dalam proses belajar-mengajar di perkuliahan, berkomunikasi di depan umum seperti mempresentasikan tugas di depan kelas merupakan hal yang tidak mungkin dihindari. Tantangan bagi mahasiswa untuk berbicara di depan kelas dalam mempresentasikan tugas tidak menutup kemungkinan hal tersebut dapat menyebabkan munculnya perasaan cemas. Melalui pengamatan peneliti yang telah peneliti paparkan di latar belakang, mahasiswa yang mendapat tugas mempresentasikan tugas di depan kelas dapat mengalami kecemasan dapat terlihat dari tangannya yang gemetar dan mahasiswa tersebut tersendat-sendat atau kurang lancar dalam mempresentasikan tugas (Deviyanthi, 2014).

Timbulnya kecemasan pada mahasiswa salah satunya disebabkan oleh adanya pikiran yang irasional. Adanya perasaan khawatir dan cemas ini seringkali disebabkan karena ketidakyakinan mahasiswa akan kemampuan yang dimiliki dalam melakukan sesuatu (Hidayatin & Darmawanti, 2013).

Individu yang mengalami kecemasan ketika melakukan presentasi di depan kelas dapat menilai keyakinan diri sendiri akan kemampuan yang dimiliki (Prayitno, 2010).


(45)

32

Penilaian terhadap kemampuan yang dimiliki individu disebut efikasi diri (Sarafino, 1994)

Mahasiswa yang dihadapkan pada situasi yang menekan, dalam hal ini melakukan presentasi di depan kelas, keyakinan mahasiswa terhadap kemampuan yang dimiliki yakni efikasi diri akan mempengaruhi cara individu dalam bereaksi terhadap situasi tersebut. Efikasi diriberguna untuk melatih individu dalam mengontrol stressor yang berperan penting dalam memunculkan kecemasan pada mahasiswa (Bandura, 1997). Mahasiswa yang memiliki keyakinan akan kemampuan dalam mengontrol sebuah ancaman seperti kecemasan ketika dihadapkan pada situasi presentasi di depan kelas, mahasiswa tersebut akan memiliki tingkat kecemasan yang rendah dan sebaliknya, mahasiswa yang tidak memiliki keyakinan dalam diri kurang dapat mengontrol ancaman seperti melakukan presentasi di depan kelas, sehingga mahasiswa tersebut cenderung memiliki kecemasan yang tinggi.

Hal serupa diungkapkan pula oleh Feist & Feist (2010) bahwa individu yang memiliki kecemasan yang akut, ketakutan yang tinggi, atau tingkat stres yang tinggi, maka individu tersebut mempunyai efikasi diriyang rendah dan individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi merasa mampu dan yakin akan kesuksesan dalam menghadapi rintangan dan menganggap ancaman sebagai suatu tantangan yang tidak untuk dihindari. Uraian di atas menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara efikasi diridengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di kelas. Hal ini didukung pula oleh Hidayatin & Darmawanti (2013) bahwa efikasi diri mempengaruhi kecemasan mahasiswa. Semakin tinggi efikasi diri seseorang, maka semakin rendah kecemasan yang dialami. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah efikasi diri seseorang maka semakin tinggi kecemasan yang dialami. Dapat dikatakan bahwa mahasiswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan memiliki keyakinan akan kemampuan dalam


(46)

33

menghadapi situasi yang menimbulkan kecemasan dan memiliki keyakinan akan keberhasilan menghadapi situasi tersebut. Berbeda dengan mahasiswa memiliki efikasi diri yang tinggi. Mahasiswa dengan efikasi diri rendah cenderung memiliki ketidakyakinan akan kemampuan yang dimiliki ketika mahasiswa dihadapkan pada situasi yang memunculkan kecemasan. Hal ini disebabkan karena mahasiswa tersebut memiliki pemikiran bahwa usaha yang hendak dilakukan akan gagal atau sia-sia sehingga secara tidak langsung meningkatkan perasaan tertekan yang dirasakan oleh mahasiswa yang akan mempresentasikan tugas di depan kelas.

Mahasiswa yang mengalami kecemasan cenderung akan merasa terpaksa untuk berbicara di depan kelas. Hal ini dapat dilihat dari prelimenary study yang peneliti lakukan dimana mahasiswa saling menunjuk teman lainnya ketika dosen meminta salah satu dari mahasiswa untuk mempresentasikan tugas (Deviyanthi, 2014). Hal ini didukung oleh penelitian Prayitno (2010) yang memaparkan bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi pada mahasiswa dalam mempresentasikan tugas di kelas. Semakin tinggi efikasi diri maka semakin rendah kecemasan komunikasi pada mahasiswa dalam mempresentasikan tugas dikelas, demikian pula sebaliknya.

Efikasi dirimenentukan seberapa besar usaha yang akan dicurahkan dan seberapa lama individu akan tetap bertahan dalam menghadapi hambatan. Mahasiswa dengan efikasi diri tinggi memandang tugas-tugas sulit sebagai tantangan untuk dihadapi sedangkan mahasiswa dengan efikasi diri yang rendah memandang tugas-tugas sulit sebagai sebuah hambatan yang dapat mengancam diri mahasiswa sehingga tugas-tugas sulit tersebut perlu dihindari.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas memiliki


(47)

34

hubungan yang berlawanan arah, artinya mahasiswa dengan efikasi diri yang tinggi cenderung mengalami kecemasan yang rendah ketika mempresentasikan tugas di depan kelas. Sebaliknya, mahasiswa dengan efikasi diri yang rendah akan mengalami kecemasan ketika mempresentasikan tugas di depan kelas.

Gambar 1. Hubungan Efikasi Diridengan Kecemasan Komunikasi dalam Mempresentasikan Tugas di Depan Kelas

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian teoretik di atas, maka dapat ditetapkan hipotesis penelitian ini adalah:

Ho: Tidak terdapat hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas.

Ha: Terdapat hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas

Presentasi di depan

Kecemasan

Rendah Tinggi

Efikasi Diri

: Menghasilkan atau menyebabkan : Memengaruhi


(48)

(1)

5) Individu mudah bersedih

6) Individu mudah menyerah ketika menghadapi rintangan

7) Individu susah mengomunikasikan pendapatnya di depan umum

8) Individu memiliki komitmen yang rendah terkait dengan tujuan yang ingin dicapai

9) Individu cenderung memikirkan kekurangan yang dimiliki ketika individu dihadapkan pada situasi yang sulit

10)Individu memikirkan kegagalan ketika dihadapkan pada suatu situasi atau tugas

11)Individu susah dalam memulihkan diri ketika individu mengalami kegagalan.

b. Individu yang Memiliki Efikasi Diri Tinggi:

1) Individu merasa yakin bahwa individu mampu menangani secara efektif tugas ataupun situasi yang dihadapi

2) Individu tekun dalam menyelesaikan tugas-tugas

3) Individu merasa yakin akan kemampuan yang ada pada diri individu 4) Individu memandang kesulitan sebagai tantangan, bukan ancaman 5) Individu suka dengan hal-hal baru

6) Individu menetapkan sendiri tujuan yang ingin dicapai dan memiliki komitmen yang kuat dalam diri

7) Individu menanamkan usaha yang kuat dengan tugas yang dilakukan dan mampu meningkatkan usaha ketika individu mengalami kegagalan

8) Individu berfokus pada tugas dan memikirkan strategi dalam menghadapi kesulitan


(2)

9) Individu cepat memulihkan rasa mampu kepada diri apabila individu mengalami kegagalan

10)Individu dalam menghadapi stressor atau ancaman dengan keyakinan pada diri bahwa individu mampu mengontrol stressor atau ancaman tersebut. Berdasarkan pemaparan di atas peneliti menggunakan dimensi efikasi diri (Bandura, 1997) untuk dijadikan skala yang terdiri dari dimensi level, strength, dan generality.

C. Hubungan antara Efikasi Diri dengan Kecemasan Komunikasi dalam Mempresentasikan Tugas di Depan Kelas

Dalam proses belajar-mengajar di perkuliahan, berkomunikasi di depan umum seperti mempresentasikan tugas di depan kelas merupakan hal yang tidak mungkin dihindari. Tantangan bagi mahasiswa untuk berbicara di depan kelas dalam mempresentasikan tugas tidak menutup kemungkinan hal tersebut dapat menyebabkan munculnya perasaan cemas. Melalui pengamatan peneliti yang telah peneliti paparkan di latar belakang, mahasiswa yang mendapat tugas mempresentasikan tugas di depan kelas dapat mengalami kecemasan dapat terlihat dari tangannya yang gemetar dan mahasiswa tersebut tersendat-sendat atau kurang lancar dalam mempresentasikan tugas (Deviyanthi, 2014).

Timbulnya kecemasan pada mahasiswa salah satunya disebabkan oleh adanya pikiran yang irasional. Adanya perasaan khawatir dan cemas ini seringkali disebabkan karena ketidakyakinan mahasiswa akan kemampuan yang dimiliki dalam melakukan sesuatu (Hidayatin & Darmawanti, 2013).

Individu yang mengalami kecemasan ketika melakukan presentasi di depan kelas dapat menilai keyakinan diri sendiri akan kemampuan yang dimiliki (Prayitno, 2010).


(3)

Penilaian terhadap kemampuan yang dimiliki individu disebut efikasi diri (Sarafino, 1994)

Mahasiswa yang dihadapkan pada situasi yang menekan, dalam hal ini melakukan presentasi di depan kelas, keyakinan mahasiswa terhadap kemampuan yang dimiliki yakni efikasi diri akan mempengaruhi cara individu dalam bereaksi terhadap situasi tersebut. Efikasi diri berguna untuk melatih individu dalam mengontrol stressor yang berperan penting dalam memunculkan kecemasan pada mahasiswa (Bandura, 1997). Mahasiswa yang memiliki keyakinan akan kemampuan dalam mengontrol sebuah ancaman seperti kecemasan ketika dihadapkan pada situasi presentasi di depan kelas, mahasiswa tersebut akan memiliki tingkat kecemasan yang rendah dan sebaliknya, mahasiswa yang tidak memiliki keyakinan dalam diri kurang dapat mengontrol ancaman seperti melakukan presentasi di depan kelas, sehingga mahasiswa tersebut cenderung memiliki kecemasan yang tinggi.

Hal serupa diungkapkan pula oleh Feist & Feist (2010) bahwa individu yang memiliki kecemasan yang akut, ketakutan yang tinggi, atau tingkat stres yang tinggi, maka individu tersebut mempunyai efikasi diri yang rendah dan individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi merasa mampu dan yakin akan kesuksesan dalam menghadapi rintangan dan menganggap ancaman sebagai suatu tantangan yang tidak untuk dihindari. Uraian di atas menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di kelas. Hal ini didukung pula oleh Hidayatin & Darmawanti (2013) bahwa efikasi diri mempengaruhi kecemasan mahasiswa. Semakin tinggi efikasi diri seseorang, maka semakin rendah kecemasan yang dialami. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah efikasi diri seseorang maka semakin tinggi kecemasan yang dialami. Dapat dikatakan bahwa mahasiswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan memiliki keyakinan akan kemampuan dalam


(4)

menghadapi situasi yang menimbulkan kecemasan dan memiliki keyakinan akan keberhasilan menghadapi situasi tersebut. Berbeda dengan mahasiswa memiliki efikasi diri yang tinggi. Mahasiswa dengan efikasi diri rendah cenderung memiliki ketidakyakinan akan kemampuan yang dimiliki ketika mahasiswa dihadapkan pada situasi yang memunculkan kecemasan. Hal ini disebabkan karena mahasiswa tersebut memiliki pemikiran bahwa usaha yang hendak dilakukan akan gagal atau sia-sia sehingga secara tidak langsung meningkatkan perasaan tertekan yang dirasakan oleh mahasiswa yang akan mempresentasikan tugas di depan kelas.

Mahasiswa yang mengalami kecemasan cenderung akan merasa terpaksa untuk berbicara di depan kelas. Hal ini dapat dilihat dari prelimenary study yang peneliti lakukan dimana mahasiswa saling menunjuk teman lainnya ketika dosen meminta salah satu dari mahasiswa untuk mempresentasikan tugas (Deviyanthi, 2014). Hal ini didukung oleh penelitian Prayitno (2010) yang memaparkan bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi pada mahasiswa dalam mempresentasikan tugas di kelas. Semakin tinggi efikasi diri maka semakin rendah kecemasan komunikasi pada mahasiswa dalam mempresentasikan tugas dikelas, demikian pula sebaliknya.

Efikasi diri menentukan seberapa besar usaha yang akan dicurahkan dan seberapa lama individu akan tetap bertahan dalam menghadapi hambatan. Mahasiswa dengan efikasi diri tinggi memandang tugas-tugas sulit sebagai tantangan untuk dihadapi sedangkan mahasiswa dengan efikasi diri yang rendah memandang tugas-tugas sulit sebagai sebuah hambatan yang dapat mengancam diri mahasiswa sehingga tugas-tugas sulit tersebut perlu dihindari.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas memiliki


(5)

hubungan yang berlawanan arah, artinya mahasiswa dengan efikasi diri yang tinggi cenderung mengalami kecemasan yang rendah ketika mempresentasikan tugas di depan kelas. Sebaliknya, mahasiswa dengan efikasi diri yang rendah akan mengalami kecemasan ketika mempresentasikan tugas di depan kelas.

Gambar 1. Hubungan Efikasi Diridengan Kecemasan Komunikasi dalam Mempresentasikan Tugas di Depan Kelas

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian teoretik di atas, maka dapat ditetapkan hipotesis penelitian ini adalah:

Ho: Tidak terdapat hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas.

Ha: Terdapat hubungan antara efikasi diri dengan kecemasan komunikasi dalam mempresentasikan tugas di depan kelas

Presentasi di depan

Kecemasan

Rendah Tinggi

Efikasi Diri

: Menghasilkan atau menyebabkan : Memengaruhi


(6)

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Kecemasan Dalam Menghadapi Ujian SBMPTN.

3 26 16

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Kecemasan Dalam Menghadapi Ujian SBMPTN.

0 4 16

PENDAHULUAN Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Kecemasan Dalam Menghadapi Ujian SBMPTN.

0 2 9

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PERILAKU MENYONTEK Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Perilaku Menyontek.

0 11 20

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN TERHADAP KEMUNGKINAN TERKENA PHK HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN TERHADAP KEMUNGKINAN TERKENA PHK PADA KARYAWAN.

0 0 15

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PRESTASI AKADEMIK DAN KECEMASAN MENYELESAIKAN STUDI HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PRESTASI AKADEMIK DAN KECEMASAN MENYELESAIKAN STUDI PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR.

0 0 16

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Kecemasan Komunikasi Interpersonal Pada Remaja.

0 0 19

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI UJIAN PADA SISWA KELAS IX DI MTs AL HIKMAH BREBES.

0 0 159

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Berbicara di Depan Umum 1. Pengertian Kecemasan Berbicara di Depan Umum - HUBUNGAN ANTARA BERPIKIR POSITIF DAN EFIKASI DIRI DENGAN KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI UNIVERSI

0 0 49

KECEMASAN KOMUNIKASI PADA MAHASISWA DALAM MEMPRESENTASIKAN TUGAS DI KELAS DITINJAU DARI SELF-EFFICACY - Unika Repository

1 1 12