Penerimaan diri pada pasien pasca mastektomi.
vi
ABSTRAK
Penerimaan diri pada pasien pasca mastektomi Noviana Prima Kuntari (019114048)
Program Studi Psikologi, Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi atau tingkat penerimaan diri pada pasien pasca mastektomi. Mastektomi berakibat buruk pada wanita yaitu goncangan psikologis yang sangat besar, untuk itu penerimaan diri seseorang yang merupakan hubungan yang realistik tanpa merasa terbebani oleh pandangan masyarakat setempat, serta menerima keterbatasan diri secara realistik tanpa merasa diri tercela memiliki pengaruh besar dalam menentukan kesehatan mental seseorang. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti merumuskan masalah penelitian yaitu bagaimanakah kondisi atau tingkat penerimaan diri pada pasien pasca mastektomi.
Subyek dalam penelitian ini adalah 60 pasien kanker payudara yang telah melaksanakan mastektomi (pasca mastektomi). Penelitian ini menggunakan metode penyebaran skala penerimaan diri yang diisi oleh setiap subjek. Alat pengumpulan data berupa Skala Penerimaan Diri. Uji realibilitas terhadap skala penelitian menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,976. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa Skala Penerimaan Diri tersebut reliabel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerimaan diri pasien kanker payudara pasca mastektomi adalah tinggi. Tingginya penerimaan diri pasien kanker payudara pasca mastektomi ditunjukkan dari tingginya pemahaman pasien terhadap pengetahuan tentang fisik diri sendiri, pemahaman yang realistis tentang kemampuan diri dan kepuasan terhadap diri sendiri.
(2)
vii
ABSTRACT
Self- Acceptance towards Patient after Mastectomy Noviana Prima Kuntari (019114048)
Psychology Study Program, Psychology Department, The Faculty of Psychology Sanata Dharma University of Yogyakarta
The objective of this research was to know the condition or the level of self-acceptance towards the patient after mastectomy. Mastectomy had bad consequences to women because of psychological shock. For that reason, one’s self-acceptanceis a realistic relationship without feeling any burden by local community and also accept self-restriction realistically without feling disgraced have big influence in determining someone’s mental health. Based on that background the researcher had formulated the research problems on how the condition or the level self-acceptance towards patient after mastectomy was.
The subjects or the participants of this research were 60 breast-cancer patients who have done mastectomy. This research used spreading method of self-acceptance scale which was filled by every subject or participant. The tool of collecting data was Self-Acceptance Scale. The reliability test to the research scale has resulted reliability coefficient in the amount of 0,976. From that result it could be said that the Self- Acceptance Scale had been reliable.
The result of the research had shown that self-acceptance of breast-cancer patients after mastectomy was high. The height of self-acceptance of breast-cancer patients after mastectomy had been shown from the patient’s good understanding on the knowledge of their own physics, self-ability and satisfaction to themselves.
(3)
PENERIMAAN DIRI PADA PASIEN PASCA MASTEKTOMI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
NOVIANA PRIMA KUNTARI Nim: 019114048
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
(4)
i
PENERIMAAN DIRI PADA PASIEN PASCA MASTEKTOMI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
NOVIANA PRIMA KUNTARI Nim: 019114048
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
(5)
(6)
(7)
iv
MOTTO
FILIPI 4:13
Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku
AMSAL 1:7
Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan Didikan
AMSAL 23:18
(8)
v
Penulis mempersembahkan karya sederhana dan penuh perjuangan ini untuk:
Yang selalu menjagai hidupku, memberi berkat dan anugerah My savior “Jesus Christ”
‘Thanks God’
Bapak dan Ibuku,
Yang telah memberikan dorongan doa dan kasih sayangnya.
Argo Dwi Setiawan,
Yang selalu setia memahami dan menyayangiku
Peppy dan Lea,
Adik-adikku “I Love You All”
Keluarga Besar Marto Suharjo dan Padmo Dimejo Terima kasih atas doa dan dukungannya
(9)
vi
ABSTRAK
Penerimaan diri pada pasien pasca mastektomi Noviana Prima Kuntari (019114048)
Program Studi Psikologi, Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi atau tingkat penerimaan diri pada pasien pasca mastektomi. Mastektomi berakibat buruk pada wanita yaitu goncangan psikologis yang sangat besar, untuk itu penerimaan diri seseorang yang merupakan hubungan yang realistik tanpa merasa terbebani oleh pandangan masyarakat setempat, serta menerima keterbatasan diri secara realistik tanpa merasa diri tercela memiliki pengaruh besar dalam menentukan kesehatan mental seseorang. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti merumuskan masalah penelitian yaitu bagaimanakah kondisi atau tingkat penerimaan diri pada pasien pasca mastektomi.
Subyek dalam penelitian ini adalah 60 pasien kanker payudara yang telah melaksanakan mastektomi (pasca mastektomi). Penelitian ini menggunakan metode penyebaran skala penerimaan diri yang diisi oleh setiap subjek. Alat pengumpulan data berupa Skala Penerimaan Diri. Uji realibilitas terhadap skala penelitian menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,976. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa Skala Penerimaan Diri tersebut reliabel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerimaan diri pasien kanker payudara pasca mastektomi adalah tinggi. Tingginya penerimaan diri pasien kanker payudara pasca mastektomi ditunjukkan dari tingginya pemahaman pasien terhadap pengetahuan tentang fisik diri sendiri, pemahaman yang realistis tentang kemampuan diri dan kepuasan terhadap diri sendiri.
(10)
vii
ABSTRACT
Self- Acceptance towards Patient after Mastectomy Noviana Prima Kuntari (019114048)
Psychology Study Program, Psychology Department, The Faculty of Psychology Sanata Dharma University of Yogyakarta
The objective of this research was to know the condition or the level of self-acceptance towards the patient after mastectomy. Mastectomy had bad consequences to women because of psychological shock. For that reason, one’s self-acceptanceis a realistic relationship without feeling any burden by local community and also accept self-restriction realistically without feling disgraced have big influence in determining someone’s mental health. Based on that background the researcher had formulated the research problems on how the condition or the level self-acceptance towards patient after mastectomy was.
The subjects or the participants of this research were 60 breast-cancer patients who have done mastectomy. This research used spreading method of self-acceptance scale which was filled by every subject or participant. The tool of collecting data was Self-Acceptance Scale. The reliability test to the research scale has resulted reliability coefficient in the amount of 0,976. From that result it could be said that the Self- Acceptance Scale had been reliable.
The result of the research had shown that self-acceptance of breast-cancer patients after mastectomy was high. The height of self-acceptance of breast-cancer patients after mastectomy had been shown from the patient’s good understanding on the knowledge of their own physics, self-ability and satisfaction to themselves.
(11)
viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 11 September 2008 Penulis,
(12)
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini. Dalam penyusunan skipsi ini penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan yang ada, namun penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena terbatasnya pengetahuan penulis.
Pembuatan skripsi ini telah melibatkan banyak pihak yang dengan rela memberikan bantuannya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus, terima kasih atas berkat dan karunia yang Kau berikan kepadaku.
2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi yang memberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mengarahkan, menyediakan banyak waktu dan memberikan masukan yang berharga kepada penulis dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini.
4. Semua dosen Fakultas Psikologi, terima kasih atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan. Staf Psikologi (Bu Nanik, Mas Gandung, Mas Muji, Mas Doni dan Pak Gik), yang telah membantu kelancaran penulis selama menjalankan studi di Fakultas Psikologi Sanata Dharma.
(13)
x
5. Kedua orang tuaku yang selalu berdoa, memberikan cinta kasih, perhatian, dukungan, kebaikan dan perlindungan tak berujung. Terima kasih atas semua yang diberikan. Maaf skripsinya baru selesai sekarang.
6. Adik-adikku Peppy dan Lea, terimakasih untuk semua cinta, keceriaan dan doa yang diberikan.
7. Mas Argo, terima kasih atas semua cinta, duk ungan, semangat dan semua masalah yang kau berikan kepadaku. Kau “Pria terhebatku”.
8. Keluarga besar Marto Suharjo dan Keluarga besar Padmo Dimejo, yang selalu memberikan perhatian dan dorongan. Terima kasih.
9. Keluarga besar Bapak FX. Hartanto Klaten. Thanks buat segala pengertiannya.
10. Pdt. Supiarso, Pdt. Wawan, dan Pdt. Obet yang telah memberikan dukungan moril serta doa.
11. Sahabat-sahabatku: Awan, Ella, Sheila, Kristian dan Alm. Dodit Putra Septa. Kaulah teman sepanjang masaku.
12. Rehadini Sidawati dan Mas Eko Nur Cahyo, yang memberikan tumpangan Novi melepas lelah.
13. Mas Wayan dan Mbak Hayu, yang telah membantu terselesainya skripsi ini. 14. Semua responden yang terlibat dalam penelitian ini, terkhusus buat Bude
Yayuk, Tante Ira, Bulek Siti dan Eyang Marjo. Terima kasih atas semua bantuannya dan tiada yang mustahil bagi Tuhan. Mujizat itu akan nyata. 15. Teman-temanku Psikologi: Evi, Hastin, Sapti, Rani, Tiwuk, Dewi, Devi,
(14)
(15)
xii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Noviana Prima Kuntari
Nomor Mahasiswa : 019114048
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PENERIMAAN DIRI PADA PASIEN PASCA MASTEKTOMI
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, menge lolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
(16)
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT... vii
PERNYATAAN KEASLIAN ... viii
KATA PENGANTAR... ix
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... xii
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian... 5
1. Manfaat Teoritis ... 5
(17)
xiv
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 7
A. Penerimaan Diri ... 7
1. Definisi ... 7
2. Aspek-Aspek Penerimaan Diri... 9
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Diri ... 11
B. Kanker Payudara dan Mastektomi ... 14
C. Perkembangan Dewasa ... 17
D. Dinamika Penerimaan Diri Pasien Pasca Mastektomi... 23
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... ... 25
A. Jenis Penelitian ... 25
B. Variabel Penelitian... 25
C. Definisi Operasional ... 25
D. Subjek Penelitian ... 26
E. Metode dan Alat Pengambilan Data... 27
F. Uji Kelayakan Alat Ukur ... 29
1. Validitas... 29
2. Seleksi Aitem ... 31
3. Reliabilitas ... 31
G. Analisis Data ... 32
BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 33
A. Persiapan Penelitian... 33
1. Uji Coba Alat Ukur ... 33
(18)
xv
B. Pelaksanaan Penelitian... 35
C. Hasil Penelitian ... 35
1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 35
2. Deskripsi Data Penelitian... 39
3. Hasil Analisis Data Penelitian ... 40
D. Pembahasan... 42
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
A. Kesimpulan ... 48
B. Saran... 48
C. Keterbatasan Penelitian ... 49 DAFTAR PUSTAKA
(19)
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Jumlah Aitem Skala Penerimaan Diri ... 28
Tabel 3.2. Distribusi Aitem Skala Penerimaan Diri... 28
Tabel 4.1. Distribusi Aitem Skala Penerimaan Diri Setelah Uji Coba... 34
Tabel 4.2. Distribusi Umur Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi... 36
Tabel 4.3. Distribusi Tingkat Pendidikan Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi ... 36
Tabel 4.4. Jenis Pekerjaan Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi ... 37
Tabel 4.5. Tahun Pelaksanaan Operasi Pasien Kanker Payudara... 38
Tabel 4.6. Status Pasien Kanker Payudara ... 39
Tabel 4.7. Perbandingan Skor Empirik dan Skor Teoritik Penerimaan Diri Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi ... 39
Tabel 4.8. Uji Normalitas Variabel Penerimaan Diri... 40
Tabel 4.9. Penggolongan Penerimaan Diri Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi ... 41
Tabel 4.10. Penggolongan Aspek Penerimaan Diri Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi ... 41
(20)
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Penerimaan Diri (Try Out) Lampiran 2. Skala Penerimaan Diri (Penelitian) Lampiran 3. Identitas Responden
Lampiran 4. Skor Aitem Penerimaan Diri Sebelum Digugurkan Lampiran 5. Skor Aitem Penerimaan Diri Setelah Digugurkan
Lampiran 6. Skor Aitem Aspek Pengetahuan Tentang Fisik Diri Sendiri Lampiran 7. Skor Aitem Aspek Pemahaman Yang Realistis Tentang
Kemampuan Diri
Lampiran 8. Skor Aitem Aspek Kepuasan Terhadap Diri Sendiri Lampiran 9. Reliabilitas Penerimaan Diri Sebelum Aitem Digugurkan Lampiran 10. Reliabilitas Penerimaan Diri Setelah Aitem Digugurkan Lampiran 11. Uji Normalitas Data
(21)
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker adalah salah satu penyakit penyebab kematian di negara berkembang. Dari berbagai kanker yang ada, di Indonesia kanker payudara sampai saat ini merupakan kanker kedua tersering yang menyerang manusia setelah serviks. Namun demikian, kanker payudara menjadi penyumbang kematian ketiga terbesar setelah penyakit jantung (Natural 16, 10 Juli 2006).
Di Indonesia, sampai saat ini belum ada data pasti pengidap kanker payudara. Data Departemen Kesehatan (1986) menyebut, bahwa kanker payudara menempati urutan kedua setelah kanker leher rahim. Terdapat kenaikan jumlah penderita kanker yang dirawat di rumah sakit dan jumlah kematian akibat penyakit tersebut. Data Surkesnas (2001) menyebutkan, di Indonesia, penyakit kanker sendiri menjadi penyebab kematian kelima. Keganasan kanker payudara di Indonesia menempati urutan kedua pada wanita setelah kanker leher rahim pada penelitian pathological-based, dengan frekwensi relatif 15,83% sesudah kanker leher rahim (25,57%), walaupun di beberapa rumah sakit besar telah terlihat bahwa frekwensi relatif kanker payudara lebih tinggi dibanding kanker rahim (Aryandono, http://www.gadjahmada.edu/index.php?page=rilis&artikel=1227, diakses 15 Mei 2008).
Insiden kanker payudara sekitar 100 per 100.000 jiwa per tahun dan lebih dari 50% diantaranya ditemukan dalam stadium lanjut. Berdasarkan
(22)
data penderita kanker payudara di Amerika, Kanada dan Australia dalam Website Imaginis the Breast Health Resources menunjukkan angka prevalensi penderita kanker payudara di Indonesia sebesar 876.665 orang (diakses 10 Agustus 2007, dari Http://www.depkes.go.id).
Data dari instalasi Kanker Terpadu Tulip di RS Sardjito Yogyakarta menunjukkan dari tahun ke tahun terjadi kenaikan kasus kanker payudara. Di tahun 2005, dari 1.269 kunjungan penderita di Instalasi Kanker Terpadu Tulip, terbanyak adalah kanker payudara (31,1%), disusul kanker leher rahim (4,9%) dan usia penderita terbanyak 46 – 50 tahun (Aryandono, dalam http://www.gadjahmada.edu/index.php?page=rilis&artikel=1227, diakses 15 Mei 2008).
Kusminarto (diakses 10 Agustus 2007, dari Http://www.depkes.go.id,) mengatakan bahwa dunia kedokteran belum mampu menemukan cara untuk pencegahan terhadap timbulnya kanker payudara. Para dokter berpendapat banyak nyawa yang dapat diselamatkan jika ada cara efektif untuk deteksi dini kanker payudara. Semakin dini diketahui keberadaan kanker payudara ini, semakin besar kemungkinan dapat disembuhkan dengan penanganan yang lebih tepat. Deteksi dini yang dianjurkan pemeriksaan payudara sendiri (sadari) sejak usia 20 tahun dan pemeriksaan mamografi 1-2 kali pada usia 35 hingga 49 tahun. Cara pemeriksaan ini berhasil jika kanker payudara itu memang sudah terjadi dengan ukuran tertentu.
Di Rumah Sakit Dharmais, sebuah rumah sakit nasional khusus kanker, pasien yang mengidap kanker ini kebanyakan kaum hawa, karena prioritas
(23)
3
keluhan yang datang adalah masalah kanker payudara. Dr Nugroho Prayogo SpD-KHOM menjelaskan bahwa kanker adalah sebutan untuk penyakit dimana suatu sel di dalam tubuh berubah perangai menjadi ganas, tidak dapat dikendalikan oleh tubuh dan berkembang, menyebar, serta merusak daerah sekitarnya. Kanker menjadi ditakuti karena sekali berubah kadang kala menjadi sulit dibasmi, terutama bila sudah terlampau berkembang, sehingga hal ini menyebabkan kematian (Natural 16, 10 Juli 2006).
Istilah kanker menyebabkan rasa takut pada para penderitanya, merekapun lupa akan kemajuan-kemajuan yang tercapai belakangan ini dalam pengendalian dan pengobatan kanker. Mereka juga lupa akan kenyataan bahwa semua orang akan meninggal pada akhirnya nanti. Setiap kanker dalam benak penderita, adalah penyakit yang tak dapat disembuhkan dan tidak memberikan harapan hidup. Bagi sebagian orang, vonis kanker bisa berarti akhir dari segalanya, seolah jalan kematian terbuka di depan mata, padahal kemajuan teknologi medis memungkinkan kanker bisa terdeteksi lebih awal dan penyebaran kanker bisa dihambat lebih cepat sehingga usia harapan hidup lebih panjang. Selain itu, kemauan untuk hidup ternyata merupakan terapi utama dari kanker.
Pandangan penderita kanker terhadap dirinya sadar atau tidak sadar sedikit banyak akan merasa terancam dengan keberadaan penyakit itu. Penampilan tubuhnya mungkin akan berubah karena operasi atau perawatan lain, sehingga cara mereka memandang dirinya ya ng sering disebut "citra diri" pun akan berubah. Perbedaan radikal pastilah dapat menimbulkan
(24)
masalah- masalah serius dalam penyesuaian diri. Operasi payudara biasanya menyebabkan hilangnya buah dada dan jaringan sekelilingnya. Mastektomi (pengangkatan payudara biasa) merupakan salah satu operasi yang mengubah citra diri atau fungsinya, pasien yang menjalani operasi ini biasanya akan mengalami perasaan resah dan tertekan karena pasien merasa kehilangan sebagian tubuhnya yang sangat berharga, ia akan meratapi kehilangan itu, karena baginya hidup tanpa organ tersebut seperti tidak berguna. Bahkan kesedihannya itu seperti kesedihan yang dialami bila kita kehilangan seseorang yang sangat dikasihi.
Dr Rene C. Mastroito dalam Moster (1997) menerangkan bahwa mastektomi berakibat buruk pada wanita. Goncangan psikologis akibat mastektomi sangat besar. Seseorang wanita yang konsep dirinya tergantung pada rasa kewanitaan dan citra dirinya sebagai wanita, akan menderita kehilangan yang lebih besar daripada wanita yang menganggap ciri-ciri tersebut kurang penting.
Ketidaksiapan seorang penderita kanker dalam menerima situasi dan kondisi pada waktu sakit membuat emosi mereka tidak stabil, sehingga dengan mudah mereka merasa bahwa Tuhan jauh darinya dan mereka kehilangan pengharapan kepada Tuhan. Akibat lainnya yaitu mereka akan menjadi malu akan keadaan dirinya, rendah diri, menganggap dirinya tidak berharga sebagai seorang manusia yang sederajat dengan individu lain, sehingga individu ini cenderung tidak dapat menerima dirinya apa adanya. Kondisi seperti inilah yang membuat seseorang penderita cenderung
(25)
5
menyalahkan keadaan dan menyalahkan Tuhan. Selain itu sebagian besar dari mereka akan menjadi tidak relistis dan menjadi tidak percaya akan kemampuan dirinya. Keadaan akan perubahan-perubahan itu membuat seorang penderita kanker payudara cenderung tidak mau mensyukuri dan menerima keberadaan hidupnya dan cenderung akan merubah penerimaan dirinya secara fisik.
Melihat kondisi tersebut, sebagai realita yang sering dihadapi oleh banyak pasien yang menderita penyakit kanker payudara serta pasien yang telah melakukan mastektomi, menyebabkan penelitian ini penting untuk dilakukan dalam rangka melihat kondisi atau tingkat penerimaan diri pada pasien pasca mastektomi.
B. Rumusan Masalah
Untuk menjelaskan pokok permasalahan dalam penelitian ini maka berdasarkan uraian di atas rumusan masalah adalah: bagaimanakah tingkat penerimaan diri pada pasien pasca mastektomi?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan diri pada pasien pasca mastektomi.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan bahan pengembangan ilmu pengetahuan Psikologi
(26)
kepribadian, klinis dan kesehatan khususnya tentang penerimaan diri pasien pasca mastektomi.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan untuk mengetahui penerimaan diri pasien dalam menerima kondisinya pasca mastektomi.
(27)
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Penerimaan Diri
1. Definisi
Panes (dalam Hurlock, 1973) menyatakan bahwa penerimaan diri adalah suatu keadaan dimana individu memiliki keyakinan akan karakteristik dirinya, serta mampu dan mau untuk hidup dengan keadaan tersebut. Jadi, individu dengan penerimaan diri memiliki penilaian yang realistis tentang potensi yang dimilikinya yang dikombinasikan dengan penghargaan atas dirinya secara keseluruhan. Artinya, individu ini memiliki kepastian akan kelebihan-kelebihannya, dan tidak mencela kekurangan-kekurangan dirinya. Individu yang memiliki penerimaan diri mengetahui potensi yang dimilikinya dan dapat menerima kelemahannya.
Hal tersebut didukung oleh pendapat dari Hjelle dan Ziegler (1981) yang menyatakan bahwa individu dengan penerimaan diri memiliki toleransi terhadap frustrasi atau kejadian-kejadian yang menjengkelkan, dan toleransi terhadap kelemahan-kelemahan dirinya tanpa harus menjadi sedih atau marah. Individu ini dapat menerima dirinya sebagai seorang manusia yang memiliki kelebihan dan kelemahan. Jadi, individu yang mampu menerima dirinya adalah individu yang dapat menerima kekurangan dirinya sebagaimana dirinya mampu menerima kelebihannya.
Penerimaan diri menurut Wiley (dalam Anugerah, 1995) berhubungan dengan penyesuaian diri yang tinggi selain memberi
(28)
sumbangan pada kesehatan mental seseorang serta hubungan antar-pribadi. Penerimaan diri mengandung pengertian adanya persepsi terhadap diri sendiri mengenai kelebihan dan keterbatasannya untuk digunakan secara efektif. Penerimaan diri juga adalah meningkatkan toleransi terhadap orang lain dan terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya. Mereka melihat manusia, dunia dan dirinya seperti apa adanya. Seseorang yang memiliki penerimaan diri berarti dapat mengenali kekurangannya sendiri dan berusaha untuk memperbaiki diri. Penerimaan diri akan meningkatkan penilaian diri akan dapat mengkritik dirinya sendiri dan bertanggung jawab terhadap pilihannya sendiri tidak menyalahkan ataupun mencela orang lain karena keadaan dirinya.
Ahli-ahli lain; Sartain dkk (1973) dan Hurlock (1974), berpendapat bahwa penerimaan diri adalah keinginan untuk memandang diri seperti adanya, dan mengenali diri sebagaimana adanya. Ini tidak berarti kurangnya ambisi karena masih adanya keinginan-keinginan untuk meningkatkan diri, tetapi tetap menyadari bagaimana dirinya saat ini. Dengan kata lain, kemampuan untuk hidup dengan segala kelebihan dan kekurangan diri ini tidak berarti bahwa individu tersebut akan menerima begitu saja keadaannya, karena individu ini tetap berusaha untuk terus mengembangkan diri. Individu dengan penerimaan diri akan mengetahui segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya, dan mampu mengelolanya.
Penerimaan diri berhubungan secara erat dengan kesehatan fisiologis individu (Hjelle dan Ziegler, 1981, Munandar 2001). Individu
(29)
9
dengan penerimaan diri menunjukkan selera makan yang baik, dapat tidur dengan nyenyak, dan menikmati kehidupan seks. Proses biologis dasar; seperti kehamilan, menstruasi, dan proses menua; adalah bagian dari perkembangan yang dapat diterima dengan perasaan bahagia.
Jadi penerimaan diri merupakan suatu kondisi dengan kesadaran penuh seorang individu menerima kelemahan-kelemahan yang dimilikinya, tanpa mencela, serta memiliki kemampuan untuk mengoptimalkan potensi (sisi positif) yang dimilikinya, sebagai sebuah kelebihan yang ada pada dirinya.
2. Aspek-Aspek Penerimaan Diri
Penerimaan diri adalah suatu keadaan dimana individu memiliki keyakinan akan karakteristik dirinya, serta mampu dan mau untuk hidup dengan keadaan tersebut. Tiga aspek penerimaan diri terhadap kondisi fisik menurut Burn (1987) adalah:
a. Pengetahuan tentang kondisi fisik diri sendiri adalah tingkat seseorang dapat memahami karakteristik dirinya dan mampu menerima kondisi yang ada dengan kesungguhan.
Ciri-ciri yang terdapat pada tiap individu adalah memiliki kemampuan untuk memandang dirinya secara realistis tanpa harus menjadi malu akan keadaannya, mengenali kelebihan-kelebihan dirinya, dan bebas memanfaatkannya, mengenali kelemahan-kele mahan dirinya tanpa harus menyalahkan dirinya, memiliki spontanitas dan rasa tanggung jawab dalam diri (Jersild, 1963).
(30)
Selanjutnya Sheerer (dalam Cronbach, 1963) menyebutkan bahwa komponen dari pengetahuan tentang kondisi fisik diri sendiri yaitu menyadari dan tidak merasa malu akan keadaan dirinya, menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia yang sederajat dengan individu lain, menempatkan dirinya sebagaimana manusia yang lain sehingga individu lain dapat menerima dirinya
b. Pemahaman yang realistis tentang kemampuan diri adalah seseorang yang menyadari potensi- potensi yang dimiliki sehingga mereka mampu melakukan sesuatu dan menjadi sesuatu yang diharapkan.
Individu dengan aspek penerimaan diri ini berciri-ciri memiliki penghargaan yang realistis terhadap kelebihan-kelebihan dirinya, memiliki keyakinan akan standar-standar dan prinsip-prinsip dirinya tanpa harus diperbudak oleh opini individu- individu lain, menerima potensi dirinya tanpa menyalahkan dirinya atas kondisi-kondisi yang berada di luar kontrolnya, merasa memiliki hak untuk memiliki ide- ide dan keinginan-keinginan serta harapan-harapan tertentu (Jersild, 1963). Komponen dari pemahaman yang realistis tentang kemampuan diri dijelaskan oleh Sheerer (dalam Cronbach, 1963) yaitu memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya dalam menjalani kehidupan dan mempercayai prinsip-prinsip atau standar-standar hidupnya tanpa harus diperbudak oleh opini individu- individu lain.
(31)
11
c. Kepuasan terhadap diri sendiri adalah sepadan dengan tingkat penerimaan diri seseorang akan mampu menerima kelebihan dan kelemahannya.
Ciri-ciri kepuasan terhadap diri sendiri adalah tidak melihat diri mereka sebagai individu yang harus dikuasai rasa marah atau takut atau menjadi tidak berarti karena keinginan-keinginannya tapi dirinya bebas dari ketakutan untuk berbuat kesalahan dan tidak merasa iri akan kepuasan-kepuasan yang belum mereka raih (Jersild, 1963).
Komponen penyusunnya oleh Sheerer (dalam Cronbach, 1963) disebutkan meliputi bertanggung jawab atas segala perbuatannya, menerima pujian atau celaan atas dirinya secara obyektif, tidak mengingkari atau merasa bersalah atas dorongan-dorongan dan emosi-emosi yang ada pada dirinya.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri
Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri adala h pendidikan dan dukungan sosial. Penerimaan diri akan semakin baik apabila ada dukungan dari lingkungan sekitar, seperti yang dikatakan Ichransjah, hal ini dikarenakan individu yang mendapat dukungan sosial akan mendapat perlakuan yang baik dan menyenangkan (Kompas, 28 Juli 2002). Selain itu juga dikatakan bahwa faktor pendidikan juga mempengaruhi penerimaan diri, dimana individu yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi pula akan datangnya berbagai penyakit (kanker) yang mengancam jiwanya
(32)
sehingga mereka lebih siap untuk menghadapinya, bahkan dengan pendidikan lebih tinggi, upaya untuk menghadapi berbagai penyakit kanker bisa diantisipasi lebih dini.
Vernon dalam Burn (1987), juga menyebutkan faktor- faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan diri terhadap kondisi fisik, yaitu:
a. Cinta dan dukungan keluarga adalah adanya perasaan nyaman dan aman dalam keluarga, terpenuhinya kebutuhan kasih sayang serta adanya penerimaan dan dukungan keluarga terhadap kegiatan yang dilakukan termasuk pekerjaan yang digeluti.
b. Perasaan bahwa dirinya berharga bagi orang lain dan melakukan sesuatu yang dapat menolong orang lain. Hal ini juga terkait dengan tujuan kaum wanita dalam menjalankan pekerjaannya maupun dalam kehidupan keseharia nnya.
c. Adanya teman senasib, hadirnya pribadi-pribadi lain yang memiliki nasib yang sama dengan apa yang dialami akan menguatkan keberadaan mereka dan mampu mempertahankan eksistensinya.
d. Adanya kekuatan untuk mengatasi masalah yaitu seberapa besar kemampuan untuk mengatasi masalah- masalah yang harus mereka hadapi, termasuk jalan yang ditempuh untuk mengatasi masalah.
e. Memiliki aspirasi untuk masa depan yaitu adanya harapan seseorang terhadap masa yang akan datang yang akan memberikan motivasi bagi mereka untuk mengembangkan diri secara optimal dan mengarahkan perilaku mereka untuk memenuhi harapan tersebut. Aspirasi ini terkait
(33)
13
erat dengan adanya prinsip atau komitmen seseorang untuk mewujudkan aspirasi yang dikehendaki.
Selain hal di atas, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan diri seseorang yaitu:
a. Jenis kelamin
Menurut Ratna wati (1990), jenis kelamin akan mempengaruhi penerimaan diri, dan terdapat perbedaan yang mencolok antara pria dan wanita. Pria dinilai memiliki penerimaan diri yang lebih positif bila dibandingkan dengan wanita. Hal ini karena wanita relatif lebih sensitif serta lebih menitikberatkan pada afektif daripada pria.
b. Lama cacat yang disandang/waktu pelaksanaan operasi
Berdasarkan lama cacat yang disandang, penerimaan diri pada penyandang cacat tubuh sejak lahir atau pada masa kanak-kanak lebih positif dibandingkan penyandang cacat tubuh pada masa remaja atau dewasa (Suhartono, 1976). Hal itu terjadi karena mereka sejak kecil terbiasa diperlakukan sebagai anak normal. Kecacatan tubuh yang mereka sandang seolah-olah merupakan kejutan psikis, sehingga mereka mengalami gangguan emosi berupa rasa rendah diri, apatis, sensitif dan diikuti dengan penolakan diri.
c. Inteligensi
Faktor intelegensi selai menambah kemampuan dalam membentuk pengertian mengenai bagaimana nilai-nilai sosial menghendaki penyesuaian juga dapat membuat seseorang lebih mampu untuk
(34)
membentuk tinjauan yang lebih tepat tentang arti positif dari kenyataan dirinya berdasarkan nilai-nilai sosial yang ada (Siswojo, 1980).
B. Kanker Payudara dan Mastektomi
Menurut Prayogo (dalam Natural, 2006) kanker adalah sebutan untuk penyakit di mana suatu sel di dalam tubuh berubah perangai menjadi ganas, tidak dapat dikendalikan oleh tubuh, berkembang dan menyebar serta merusak daerah sekitarnya. Kanker menjadi ditakuti karena sekali berubah kadang kala sulit dibasmi, terutama bila sudah terlampau berkembang, sehingga hal ini menyebabkan kematian. Kanker terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu karsinoma, sarkoma, limfoma, (neoplasma sistem limfatik) atau leukimia (neoplasma ganas sel darah putih). Karsinoma merupakan tumor ganas yang berasal dari sel epitel, misalnya kanker kulit, kanker lambung dan kanker payudara. Adapun sarcoma merupakan tumor ganas yang berasal dari jaringan mesodermal, misalnya fibrosarkoma (tumor ganas jaringan ikat), limfosarkoma (tumor ganas sistem limfatik), dan osteosarkoma (tumor ganas pada tulang).
Kanker disebabkan oleh perobahan pada gen yang terletak di kromosom sel. Perubahan ini terjadi karena dua faktor, yakni faktor eksogen seperti zat kimia, radiasi dan virus, sedangkan faktor endogen semisal mutasi spontan. Di samping itu juga karena gaya hidup tidak sehat, contohnya merokok, minum alkohol, stress, dan ganti-ganti pasangan seksual.
Perkembangan kanker payudara dapat dibedakan menjadi stadium-stadium dengan ciri khas sebagai berikut:
(35)
15
1. Stadium I (stadium dini)
Besarnya tumor tidak lebih dari 2-2,25 cm, dan tidak terdapat penyebaran(matastase) pada kelenjar getah bening ketiak. Pada stadium I ini, kemungkinan penye mbuhan secara sempurna adalah 70 persen. Untuk memeriksa ada tidak metastase ke bagian tubuh yang lain, harus diperiksa di laboratorium.
2. Stadium II
Tumor sudah lebih besar dari 2,25 cm dan sudah terjadi metastase pada kelenjar getah bening di ketiak. Pada stadium ini, kemungkinan untuk sembuh hanya 30-40% tergantung dari luasnya penyebaran sel kanker. Pada stadium I dan II biasanya dilakukan operasi untuk mengangkat sel-sel kanker yang ada pada seluruh bagian penyebaran, dan setelah operasi dilakukan penyinaran untuk memastikan tidak ada lagi sel-sel kanker yang tertinggal.
3. Stadium III
Tumor sudah cukup besar, sel kanker telah menyebar ke seluruh tubuh, dan kemungkinan untuk sembuh tinggal sedikit. Biasanya pengobatan hanya dilakukan penyinaran dan chemotherapie (pemberian obat yang dapat membunuh sel kanker). Kadang-kadang juga dilakukan operasi untuk mengangkat seluruh bagian payudara (mastektomi). Usaha ini dilakukan untuk menghambat proses perkembangan sel kanker dalam tubuh serta untuk meringankan penderitaan pasien semaksimal mungkin.
(36)
Sekarang ini, kanker payudara merupakan kanker yang ditakuti oleh wanita. Di Indonesia, kanker payudara menduduki peringkat kedua setelah kanker leher rahim. Bagi wanita, penyakit ini sering menjadi penyebab hilangnya rasa percaya diri, karena bila kanker payudara yang dideritanya telah mencapai stadium lanjut seringkali ia harus merelakan salah satu payudaranya untuk diangkat (mastektomi), bahkan mungkin keduanya. Wanita yang berisiko terkena kanker payudara adalah wanita yang mengalami haid lebih cepat, yaitu sebelum 12 tahun, melahirkan setelah usia 35 tahun, melahirkan dan tidak pernah menyusui, tidak menikah atau menikah tapi tidak punya anak, banyak mengkonsumsi lemak di usia remajanya, atau kegemukan (diakses10 Agustus 2007, dari http://www.info-sehat.com).
Menurut Sutjipto, sekitar 70 persen pasien kanker payudara datang ke rumah sakit berada dalam kondisi stadium lanjut (diakses 10 Agustus 2007, dari http://www.sinarharapan.co.id). Penyebab keterlambatan penderita datang ke dokter ini, antara lain takut operasi, percaya pada pengobatan tradisional atau paranormal, dan faktor ekonomi atau ketiadaan biaya. Semakin tinggi stadiumnya maka kemungkinan sembuh akan turun hingga 15 persen. Berdasarkan pengalaman, dapat dipastikan sebuah benjolan pada payudara merupakan kanker atau bukan hanya lewat sentuhan. Jika benjolan tersebut dipegang dan terasa keras seperti kentang atau bakso yang berada dalam kulkas, maka bisa dipastikan benjolan tersebut adalah kanker. Jika sel kanker berada pada stadium dini hingga 3 maka terapi yang dilakukan berupa pembedahan, kemoterapi (pemberian obat anti kanker), terapi radiasi atau
(37)
17
hormonal. Tapi jika sudah mencapai stadium 4, maka tidak bisa melakukan apa-apa, kecuali kemoterapi dan radiasi sampai dengan mengangkat seluruh jaringan payudara, yang populer dengan istilah mastektomi. Operasi mastektomi merupakan operasi yang sangat radikal, karena tidak hanya mengangkat seluruh jaringan payudara, tetapi juga jaringan otot di bagian belakang payudara. Hasilnya, kulit menjadi sangat tipis hingga tulang iga terlihat oleh mata telanjang. Efek samping dari mastektomi radikal ini adalah membesarnya bagian tangan.
Berdasarkan beberapa teori dan pendapat para ahli ya ng ada, dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri setiap individu sangat berhubungan dengan kematangan emosional. Individu yang matangan emosinya, biasanya menerima setiap kondisi baik maupun buruk yang menimpa dirinya secara iklas dan bertanggung jawab. Ind ividu yang memiliki penerimaan diri yang baik selalu optimis, dinamis dan tidak pernah berhenti bersyukur atas apa yang diterimanya.
C. Perkembangan Dewasa
Perkembangan masa hidup manusia pada tahap dewasa menurut Santrock (2002) dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Dewasa Awal a. Fisik
Kondisi fisik pada saat awal masa dewasa mencapai puncaknya, seringkali antara 19-26 tahun. Puncak dari kemampuan fisik ini dicapai pada usia di bawah 30 tahun. Pada masa ini, kekuatan dan kecepatan
(38)
puncak terjadi, didukung oleh kondisi fisik dalam keadaan yang paling sehat. Manusia yang berada dalam masa dewasa awal sudah melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan melindungi kesehatan seperti: mengatur gizi, tidur, olah raga, dan mengawasi berat badan.
b. Kognitif
Pada awal masa dewasa, individu mengatur pemikiran operasional formalnya, lebih mampu merencanakan dan membuat hipotesis tentang masalah-masalah, dan biasanya menjadi lebih sistematis dalam penyelesaian masalah tersebut. Optimisme yang berlebihan ketika remaja mulai berkurang dan menghilang, integrasi pikiran terjadi dengan penyesuaian diri yang sedikit mengandalkan analisis logis dalam pemecahan masalah. Komitmen, spesialisasi, dan penyaluran energi ke dalam usaha seseorang untuk memperoleh tempat dalam masyarakat dan sistem kerja yang kompleks menggantikan ketertarikan remaja pada logika yang idealis. Kemampuan kognitif sangat baik selama dewasa awal, dan juga menunjukkan adaptasi dengan aspek pragmatis kehidupan. Individu mulai menyadari perbedaan pendapat dan berbagai perspektif yang dipegang orang lain yang mengguncangkan pandangan dualistik mereka. Orang dewasa awal biasanya berubah dari mencari pengetahuan menuju penerapan pengetahuan dan apa yang diketahui untuk mengejar karir dan membentuk keluarga.
(39)
19
c. Sosial
Dari aspek sosial, kehidupan dewasa awal sudah mulai memasuki fase siklus kehidupan keluarga. Fase- fase siklus kehidupan keluarga mencakup: (1). meninggalkan rumah dan menjadi orang dewasa yang hidup mandiri. Pada fase ini, pembedaan diri seseorang dalam kaitannya dengan keluarga asal, membangun hubungan sebaya yang intim, memantapkan diri dalam hubungannya dengan pekerjaan dan keuangan. Dalam hal ini individu menerima tanggung jawab emosional dan keuangan bagi diri sendiri. (2). bergabungnya keluarga melalui pernikahan (pasangan baru). Pembentukan sistem pernikahan disertai dengan penyusunan kembali hubungan dengan keluarga jauh dan teman untuk melibatkan pasangan. (3). menjadi orang tua dan sebuah keluarga dengan anak. Menyesuaikan sistem pernikahan untuk memberi ruang bagi anak-anak. Individu juga ikut serta dalam merawat anak, keuangan dan tugas rumah tangga. Menyusun kembali hubungan dengan keluarga jauh, termasuk peran menjadi orang tua dan peran kakek- nenek.
2. Dewasa Tengah a. Fisik
Kehidupan dewasa tengah sering disebut dengan usia tengah baya. Perkembangan fisik pada usia dewasa tengah yaitu usia 35-45 tahun hingga mendekati usia 60 tahun, sudah mulai menurun. Rambut sudah mulai memutih, kulit mulai keriput, badan mengendur, gigi menguning, memakai kaca mata baca dan tidak dapat berlari dengan
(40)
cepat. Melihat dan mendengar merupakan dua perubahan yang paling menyusahkan dan paling tampak. Status kesehatan mulai menjadi persoalan utama. Lebih banyak waktu dihabiskan untuk mengkhawatirkan kesehatan dibandingkan pada masa dewasa awal, karena masa dewasa tengah dikarakterisasikan oleh penurunan umum kebugaran fisik. Masalah kesehatan utama adalah penyakit kardiovaskular, kanker, dan berat badan.
b. Kognitif
Perkembangan kognitif terlihat dari daya ingat yang menurun, walaupun strategi-strategi dapat digunakan untuk mengurangi kemunduran tersebut. Kekurangan terbesar terjadi pada memori jangka panjang (long term) dari pada memori jangka pendek (shot term). Proses-proses seperti organisasi dan pembayangan dapat digunakan untuk mengurangi kemunduran daya ingat. Kemunduran yang lebih besar terjadi ketika informasi yang diperoleh bersifat baru atau ketika informasi yang diterima saat ini tidak sering digunakan, dan ketika digunakan adalah proses mengingat kembali daripada proses mengenali (recognition).
c. Sosial
Secara sosial, seseorang yang berada dalam masa dewasa tengah akan merasakan cinta kasih sayang atau sebagai teman meningkat pada masa dewasa tengah, khususnya dalam pernikahan yang telah bertahan selama bertahun-tahun. Kepuasan pernikahan akan menurun apabila
(41)
21
anak-anak meninggalkan rumah setelah masa remaja karena orang tua mendapatkan banyak kesenangan dari anak-anaknya. Hubungan dengan saudara kandung pada saat ini sangat dekat, terutama jika mereka dekat pada masa anak-anak, meskipun sebagian ada yang acuh bahkan sangat bertentangan. Umumnya ada kontak yang berkelanjutan dengan dan antar generasi dalam keluarga. Usia tengah baya biasanya memiliki tanggung jawab yang sangat besar, karena kewajiban finansial dan pemberian perawatan pada yang masih muda dan pada orang tua yang lanjut usia mungkin menimbulkan stres pada orang dewasa usia tengah baya. Usia tengah baya juga memainkan peran penting dalam menghubungkan generasi.
3. Dewasa Akhir a. Fisik
Perkembangan fisik pada masa dewasa akhir ini dicirikan oleh tersisa sedikit kemampuan memfokuskan dan terdapat penurunan ketajaman pengelihatan sekalipun dengan lensa- lensa korektif. Rentan terhadap cahaya yang menyilaukan, dan kemampuan membedakan warna mengalami penurunan. Pendengaran terjadi kehilangan yang signifikan, kekurangan tersebut dapat ditolong dengan alat bantu pendengaran. Rentan terhadap penutupan dari apa yang didengar karena keramaian. Perasaan, pembau dan peraba berkurang secara signifikan. Seiring dengan penurunan kemampuan fisik juga diikuti oleh peningkatan masalah- masalah kesehatan dari pada masa dewasa tengah. Hampir ¾
(42)
dari orang dewasa lanjut meninggal karena penyakit jantung, kanker, dan stroke. Penyakit radang sendi, osteoporosis juga menyertai kehidupan orang dewasa akhir ini.
b. Kognitif
Perkembangan kognitif pada masa dewasa akhir terjadi penurunan kecakapan, tetapi yang lain tidak. Tidak ada penurunan dalam inteligensi, hanya kecepatan memproses saja yang menurun, dan penurunan ingatan. c. Sosial
Perkembangan sosial masa dewasa akhir ditandai dengan saat pensiun sampai meninggal, yang seringkali mengarah pada “tahap akhir di dalam proses pernikahan”. Pensiun mengubah gaya hidup pasangan, dan membutuhkan adaptasi. Orang-orang yang menikah di masa dewasa akhir biasanya lebih berbahagia dibandingkan orang-orang yang sendiri, walaupun orang-orang dewasa yang sendirian lebih mudah beradaptasi dengan kesepian. Kencan telah menjadi hal yang umum di antara orang-orang dewasa lanjut. Dalam beberapa kasus, kencan ini mirip dengan orang-orang dewasa muda, dan pada beberapa kasus berbeda. Tanpa menghiraukan usia, persahabatan merupakan dimensi yang penting dari hubungan sosial, mereka menguat saat kehilangan. Sekitar 80% para kakek dan nenek mengatakan bahwa mereka puas dan bahagia dalam hubungannya dengan cucu. Peran sebagai kakek/nenek setidaknya memiliki tiga makna: biologis, emosional dan terpencil, dan setidaknya
(43)
23
memiliki tiga gaya interaksi: formal, mencari kesenangan dan figur yang jauh.
D. Dinamika Penerimaan Diri Pasien Pasca Mastektomi
Kondisi fisik dan psikis dari penderita kanker payudara yang melakukan mastektomi memberikan dampak yang negatif terhadap perkembangan psikologisnya. Dalam menghadapi penyakit tersebut, setiap individu akan berespon dan mempunyai persepsi yang berbeda-beda tergantung pada kepribadian dan ketahanan diri terhadap stres, konsep diri dan citra diri, serta penghayatan terhadap penyakit kanker tersebut. Respon marah, karena merasa tidak beruntung sampai dengan menyalahkan orang lain di sekitarnya, menyesali nasibnya, bahkan menyalahkan Tuhan bisa saja terjadi. Di lain pihak, banyak pula individu yang dapat menerima kenyataan bahwa mastektomi yang dialami sudah merupakan takdir yang walaupun berbahaya dan mengubah penampilannya, namun tetap harus dihadapi dengan ikhlas sehingga tetap bertahan hidup dengan lebih nyaman.
Penerimaan diri bagi individu yang mengalami mastektomi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya penerimaan diri pada pasien pasca mastektomi, diantaranya yaitu kondisi lingkungan sosial dan keluarga, pendidikan dan inteligensia, kesempatan untuk mengembangkan aspirasi dan lama waktu mengalami kecacatan atau operasi. Selain faktor itu, terdapat faktor pokok yang menjadi dasar pembentuk penerimaan diri pasien pasca mastektomi yaitu kekuatan dari dalam diri sendiri untuk menerima keadaan fisiknya yaitu
(44)
mempunyai pengetahuan tentang kondisi fisik diri sendiri, mempunyai pemahaman yang realistis tentang kemampuan diri, dan puas terhadap diri sendiri. Individu yang berada dalam kondisi ini, secara sadar tahu akan kelemahan dirinya, dan tidak mengeluh serta mencela sehingga dapat dikatakan memiliki penerimaan diri yang baik, artinya mereka dengan ik hlas menerima kondisi yang dihadapi dan dapat menjalani hidup dengan lebih baik kedepannya.
Pasien kanker payudara
Mastektomi
Akibat Mastektomi
- Guncangan psikologis (marah, menyalahkan orang lain, menyesali nasib, menyalahkan Tuhan) - Ikhlas dan nyaman bertahan hidup
- Umur
- Pendidikan Penerimaan diri
- Pekerjaan pasien - Pengetahuan ttg kondisi fisik - Status - Pemahaman ttg kemampuan diri - Lama operasi - Kepuasan thd diri sendiri
Kategori PD
(sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi) Gambar 2.1.
(45)
25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan jenis atau bentuk penelitian deskriptif yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan, dengan metode survey. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), metode survei atau penelitian sampel adalah penilaian yang mengambil sampel dari populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data utama.
B. Variabel Penelitian
Variabel dapat didefinisikan sebagai suatu gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati. Variabel sebagai atribut dari sekelompok orang atau obyek yang mempunyai variasi antara satu dengan lainnya dalam kelompok tersebut (Sugiyono, 2002). Pada penelitian ini, variabel yang akan diteliti adalah: penerimaan diri.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional penting untuk memudahkan dalam pengamatan, pengukuran, membatasi ruang lingkup permasalahan, memudahkan melihat hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain dan memudahkan penyusunan instrumen atau alat ukur penelitian.
Penerimaan diri adalah suatu keadaan dimana individu memiliki keyakinan akan karakteristik dirinya, serta mampu dan mau untuk hidup dengan keadaan tersebut, yang diukur dengan skala penerimaan diri yang
(46)
dibuat oleh peneliti berdasarkan tiga aspek penerimaan diri terhadap kondisi fisik menurut Burn (1987). Ketiga aspek tersebut adalah:
a. Pengetahuan tentang kondisi fisik diri sendiri.
Adanya pemahaman terhadap keadaan dirinya menurut apa yang ada serta menerima segala kelemahan dan kelebihan dengan kesungguhan tanpa menyalahkan orang la in.
b. Pemahaman yang realistis tentang kemampuan diri.
Menggunakan potensi diri yang dimiliki untuk mengembangkan kualitas hidup yang lebih baik dengan melakukan sesuatu dan menjadi sesuatu sesuai yang diharapkan.
c. Kepuasan terhadap diri sendiri.
Adanya sikap yang menunjukkan penghargaan atas diri sendiri, menerima dan puas terhadap kelebihan dan kelemahan yang dimiliki.
Tingkat penerimaan diri pada penelitian ini dihasilkan dari skor yang diperoleh dari skala penerimaan diri. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi pula tingkat penerimaan diri yang dimiliki.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang digunakan bersifat purposive, artinya kelompok subjek tersebut memiliki ciri-ciri atau sifat-sifat khusus yang dipandang mempunyai sangkut paut erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat subjek penelitian yang telah diketahui sebelumnya (Hadi, 1984).
Kriteria subjek yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
(47)
a. Subjek adalah pasien kanker payudara yang telah melaksanakan mastektomi (pasca mastektomi).
b. Usia antara 35 sampai memasuki usia 60 tahun, dengan pertimbangan subjek sudah dewasa (madya) sehingga mampu menyesuaikan diri, memiliki emosi yang matang dan mampu berfikir secara lebih realistis terhadap kondisi yang menimpanya.
c. Berjenis kelamin perempuan.
E. Metode dan Alat Pengambilan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala penerimaan diri. Skala atau kuisioner yang digunakan adalah kuisioner berstruktur dimana subjek tinggal memilih salah satu jawaban yang disediakan. Penyusunan skala penerimaan diri menggunakan skala model Likert dengan metode Summated Rating yang sudah dimodifikasi dengan empat alternatif jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Tinggi rendahnya penerimaan diri dinilai dari skor total skala tersebut. Jumlah aitem dalam skala penerimaan diri sebanyak 60 aitem. Aitem dibuat berdasarkan tiga aspek penerimaan diri terhadap kondisi fisik yang dikembangkan oleh Burn (1987) yang terdiri dari pengetahuan tentang fisik diri sendiri, pemahaman yang realistis tentang kemampuan diri dan kepuasan terhadap diri sendiri.
Pemberian skor pada skala penerimaan diri berdasarkan penilaian dalam skala Likert. Skor bergerak dari 1 sampai 4. Cara penilaian untuk pernyataan favorable adalah sebagai berikut: skor 4 diberikan untuk jawaban SS, skor 3
(48)
diberikan untuk jawaban S, skor 2 diberikan untuk jawaban TS dan skor 1 diberikan untuk jawaban STS. Sedangkan untuk pernyataan unfavorable adalah sebagai berikut: skor 4 diberikan untuk jawaban STS, skor 3 diberikan untuk jawaban TS, skor 2 diberikan untuk jawaban S dan skor 1 diberikan untuk jawaban SS. Semakin tinggi skor penerimaan diri yang diperoleh berarti semakin tinggi tingkat penerimaan diri seseorang.
Berikut distribusi skala penerimaan diri berdasarkan pernyataan favorable dan unfavorable:
Tabel 3.1. Jumlah Aitem Skala Penerimaan Diri
Jumlah Aitem Aspek
Favorable Unfavorable Total
Pengetahuan tentang fisik diri sendiri. 10 (16,67%) 10 (16,67%) 20 (33,33%) Pemahaman yang realistis
tentang kemampuan diri.
10 (16,67%) 10 (16,67%) 20 (33,33%) Kepuasan terhadap diri sendiri. 10
(16,67%)
10 (16,67%)
20 (33,33%)
Jumlah 30 (50%) 30 (50%) 60 (100%)
Distribusi aitem skala penerimaan diri menurut masing- masing dimensi dan kategori sifat favorable dan unfavorable adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2. Distribusi Aitem Skala Penerimaan Diri
Nomor Aitem Aspek
Favorable Unfavorable Total
Pengetahuan tentang fisik diri sendiri.
1, 7, 13, 19, 25, 31, 37, 43, 50, 56
2, 8, 14, 20, 21, 26,
32, 38, 44, 51 20 Pemahaman yang
realistis tentang kemampuan diri.
4, 9, 16, 22, 28, 34, 39, 45, 53,58
3, 10, 15, 27, 33,
40, 46, 52, 57, 59 20 Kepuasan terhadap
diri sendiri.
5, 11, 17, 23, 29, 35, 41, 48, 54, 60
6, 12, 18, 24, 30,
36, 42, 47, 49, 55 20
(49)
Sebelum digunakan pada penelitian yang sebenarnya, skala diuji cobakan terlebih dahulu pada subjek penelitian untuk mengetahui validitas isi dan reliabilitas alat ukur. Suatu alat ukur yang telah memenuhi kualifikasi validitas isi dan reliabilitas inilah yang akan digunakan dalam penelitian dengan asumsi bahwa alat ukur tersebut secara tepat dapat mengungkap apa yang ingin diukur serta konsisten dalam pengukuran (Azwar, 2005).
F. Uji Kelayakan Alat Ukur 1. Validitas
Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2005). Uji validitas akan dilakukan untuk skala penerimaan diri yaitu untuk melihat tingkat ketepatan alat ukur ini dalam mengungkap penerimaan diri pasien pasca mastektomi.
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement. Aitem-aitem tes diharapkan dapat mewakili komponen-komponen dalam keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur (aspek representasi) dan sejauh mana aitem-aitem tes mencerminkan ciri perilaku yang hendak diukur atau aspek relevansinya (Azwar, 2001).
Prosedur penulisan aitem, prosedur analisis dan seleksi aitem merupakan hal yang sangat penting, dikarenakan kualitas skala penerimaan diri yang diukur sangat ditentukan oleh kualitas aitem-aitem didalamnya. Penulisan aitem dilakukan dengan berpedoman pada blue print skala
(50)
(aspek-aspek penerimaan diri). Setelah itu dilakukan analisis dan seleksi aitem berdasarkan evaluasi kualitatif. Evaluasi ini melihat apakah aitem yang ditulis sudah sesuai dengan indikator penerimaan diri yang akan diungkap, melihat apakah aitem-aitem yang ditulis sesuai dengan kaidah penulisan yang benar, dan melihat apakah aitem-aitem yang ditulis masih mengandung kesalahan yang tinggi. Evaluasi dan seleksi aitem dalam tahap ini dikerjakan oleh peneliti sendiri sesuai arahan dan persetujuan pembimbing (ahli pengukuran/psikometri) dan ahli dalam masalah atribut yang hendak diukur oleh skala yang sedang disusun. Setelah prosedur tersebut selesai dan diperoleh kumpulan aitem dalam jumlah yang cukup, maka kumpulan aitem tersebut dikompilasikan dalam bentuk daftar aitem yang siap untuk diujicobakan secara empiris (field-tested) sehingga diperoleh data empiris (data hasil uji coba aitem pada kelompok subjek yang karakteristiknya setara dengan subjek yang hendak dikenai skala itu nantinya) dengan melakukan analisis kuantitatif terhadap parameter-parameter aitem. Pada tahap ini dilakukan seleksi aitem yang lebih lengkap melalui analisis validitas. Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa cermat suatu tes dapat melakukan fungsi ukurannya (Sigit, 2003). Semakin tinggi va liditas suatu alat ukur, maka semakin tepat pula alat ukur tersebut mengenai sasarannya dan sebaliknya semakin rendah suatu alat ukur maka semakin jauh pula alat pengukur mengenai sasarannya.
(51)
2. Seleksi Aitem
Proses seleksi aitem dilakukan untuk menyeleksi aitem yang berkualitas tinggi dan rendah. Kualitas yang dimaksudkan adalah keselarasan atau disebut juga konsistensi aitem total (Azwar, 2005). Dasar kerja yang digunakan dalam proses seleksi aitem tersebut adalah memilih aitem- aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes. Pengujian keselarasan fungsi aitem dengan fungsi tes tersebut dengan melakukan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada tiap aitem dengan kriteria yang relevan yaitu distribusi skor total tes itu sendiri. Prosedur pengujian konsistensi aitem total akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total (rix) atau daya beda aitem.
Menurut Azwar (2005), sebagai kriteria pemilihan aitem berdasarkan koefisien korelasi aitem total biasanya menggunakan batasan rix = 0,30.
Batasan tersebut merupakan konvensi.
3. Reliabilitas
Reliabilitas disebut juga dengan keterpercayaan, keterandalan, atau kestabilan konsistensi. Konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil pengukuran tersebut relatif konsisten. Suatu hasil penelitian dapat dipercaya bila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap suatu kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek belum berubah (Azwar, 2005).
Reliabilitas skala diukur dengan pendekatan konsistensi internal yaitu koefisien Alpha yang didasarkan pada bentuk final masing- masing
(52)
skala. Pendekatan ini dianggap memiliki nilai praktis dan efisiensi tinggi. Reliabilitas ini dianggap memiliki nilai praktis dan efisiensi yang tinggi (Azwar, 2005). Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien yang angkanyaberada dalam rentang dari 0,00 sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya dan sebaliknya.
Uji reliabilitas dilakukan pada skala penerimaan diri yaitu untuk melihat keajegan alat ukur yang digunakan dalam mengungkap penerimaan diri pasien pasca mastektomi dengan menggunakan uji statistik Analisis Varians dalam SPSS 12.0 for Windows.
G. Analisis Data
Sebelum dilakukan analisis data, skor hasil penelitian pertama-tama ditabulasikan dan diuji kenormalannya. Uji normalitas dimaksudkan untuk memeriksa apakah populasi yang diselidiki terdistribusi normal atau tidak. Teknik yang digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov Test. Data dikatakan normal apabila nilai t-statistik lebih besar dari nilai taraf signifikansi α = 0,05. Selanjutnya interpretasi tingkat penerimaan diri dilakukan berdasarkan kategorisasi jenjang (ordinal) dari Azwar (2005), sebagai berikut :
1. Penerimaan diri sangat rendah 2. Penerimaan diri rendah
3. Penerimaan diri cukup tinggi 4. Penerimaan diri tinggi
(53)
33
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian 1. Uji Coba Alat Ukur
Sebelum melakukan penelitian, alat penelitian yang akan digunakan terlebih dahulu diuji coba atau biasa disebut dengan try out. Uji coba alat penelitian dilakukan untuk melihat kesahihan aitem dan reliabilitas alat ukur yang akan digunakan untuk penelitian yang sesungguhnya.
Dalam penelitian ini digunakan metode sampel terpakai yang berarti bahwa sampel yang digunakan dalam uji coba, digunakan juga sebagai sampel penelitian. Uji coba alat penelitian ini dilaksanakan pada 1 Mei 2008 sampai dengan 15 Mei 2008, dengan cara mendatangi subjek penelitian satu per satu. Sampel dalam penelitian ini merupakan pasien kanker payudara pasca mastektomi. Untuk memperoleh data penelitian subjek diminta mengisi skala penerimaan diri dengan panduan peneliti jika dibutuhkan. Jumlah subjek penelitian yang terkumpul sebanyak 60 orang.
2. Seleksi Aitem dan Reliabilitas Skala Try Out
Berdasarkan uji coba alat ukur penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Seleksi aitem skala penerimaan diri
Uji seleksi aitem skala penerimaan diri dilihat dari nilai Corrected-Aitem Total Correlation. Dari 60 aitem pernyataan diperoleh nilai korelasi aitem antara -0,008 sampai dengan 0,801. Dari hasil
(54)
analisis ke-60 aitem penerimaan diri terdapat lima aitem pernyataan yang dinyatakan gugur karena memiliki nilai korelasi terhadap skor total yang rendah yaitu kurang dari 0,30 (<0,30). Menurut Azwar (2005), sebagai kriteria pemilihan aitem berdasarkan koefisien korelasi aitem total biasanya menggunakan batasan rix = 0,30. Aitem-aitem
pernyataan yang dinyatakan gugur yaitu aitem pernyataan nomor 7, 37, 38, 39 dan 57. Aitem-aitem pernyataan ini kemudian dikeluarkan dari skala penerimaan diri.
Selanjutnya skala penerimaan diri yang terdiri dari aitem-aitem sahih yang telah diurutkan dan akan digunakan dalam penelitian, disajikan dalam tabel 4.1. sebagai berikut:
Tabel 4.1. Distribusi Aitem Skala Penerimaan Diri Setelah Uji Coba
Nomor Aitem Aspek
Favorable Unfavorable Total Pengetahuan
tentang fisik diri sendiri.
1, 13, 19, 25, 31, 43, 50, 56
2, 8, 14, 20, 21, 26, 32, 44, 51 17 (30,91%) Pemahaman yang realistis tentang kemampuan diri.
4, 10, 16, 22, 28, 34, 45, 53, 58
3, 9, 15, 27, 33, 40, 46, 52, 59
18 (32,73%) Kepuasan terhadap
diri sendiri.
5, 11, 17, 23, 29, 35, 41, 48, 54, 60
6, 12, 18, 24, 30, 36, 42, 47, 49, 55
20 (36,36%)
Jumlah 27
(49,09%)
28 (50,91%)
55 (100,00%)
b. Reliabilitas skala penerimaan diri
Reliabilitas skala penerimaan diri dihitung setelah aitem-aitem yang gugur dibuang. Nilai reliabilitas ini diperoleh dengan menggunakan teknik Koefisien Reliabilitas Alpha dari Cronbach. Dari
(55)
35
hasil perhitungan diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0,976. Nilai yang diperoleh ini lebih besar dari 0,60 yang berarti bahwa skala penerimaan diri tersebut memiliki nilai yang tinggi dan bersifat reliabel.
B. Pelaksanaan Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah pasien kanker payudara yang telah melakukan mastektomi (pengangkatan payudara) di beberapa rumah sakit yang ada di Yogyakarta. Penelitian dilakukan dari 25 Mei 2008 hingga 15 Juni 2008. Penelitian ini dilakukan dengan cara mendatangi subjek penelitian satu per satu (door to door). Subjek penelitian sebagian besar berdomisili di Kabupaten Gunung Kidul dan sekitarnya. Data penelitian diperoleh dengan membagikan skala penerimaan diri kepada setiap subjek penelitian dengan panduan peneliti jika dibutuhkan. Penelitian ini juga dibantu oleh beberapa pasien kanker payudara yang ikut terlibat aktif dalam penyebaran angket penelitian.
C. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang dilibatkan dalam penelitian ini sebanyak 60 orang pasien kanker payudara yang telah melakukan mastektomi. Berdasarkan data yang diperoleh deskripsi subjek penelitian secara lengkap sebagai berikut:
a. Umur
Distribusi umur pasien kanker payudara pasca mastektomi adalah sebagai berikut:
(56)
Tabel 4.2. Distribusi Umur Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi
Kategori Umur (tahun)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
19 – 26 0 00,00
35 – 60 60 100,00
> 60 0 00,00
Total 60 100,00
Sumber: Data Primer yang diolah, 2008
Rata- rata umur pasien kanker payudara pasca mastektomi yaitu 43 tahun, dengan umur pasien termuda 32 tahun dan pasien tertua 56 tahun. Dari distribusi umur menunjukkan bahwa semua (100,00%) pasien kanker payudara pasca mastektomi berumur antara 35– 60 tahun atau masuk dalam kategori dewasa tengah dan tidak terdapat pasien yang masuk dalam kategori dewasa dini dan dewasa akhir.
b. Pendidikan
Distribusi pasien kanker payudara pasca mastektomi berdasarkan tingkat pendidikannya sebaga i berikut:
Tabel 4.3. Distribusi Tingkat Pendidikan Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi
Kategori Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
Tidak lulus SD 1 1,67
SD 8 13,33
SMP 1 1,67
SLTA 19 31,67
D3 7 11,67
Strata 1 (S1) 23 38,32
Strata 2 (S2) 1 1,67
Total 60 100,00
Sumber: Data Primer yang diolah, 2008
Tingkat pendidikan pasien kanker payudara pasca mastektomi berkisar dari tidak lulus SD hingga Strata 2 (S2). Dari tingkat pendidikan yang dimiliki pasien kanker sebagian besar berpendidikan Strata 1 (S1)
(57)
37
yaitu sebesar 38,32% dan SLTA sebanyak 31,67% dan hanya sebesar 1,67% saja yang tidak lulus pendidikan dasar. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum pasien kanker payudara pasca mastektomi memiliki tingkat pendidikan yang sudah memadai.
c. Pekerjaan Pasien
Berdasarkan jenis pekerjaan yang dimiliki oleh pasien kanker payudara pasca mastektomi adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4. Jenis Pekerjaan Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi
Kategori Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)
PNS 10 16,67
Guru 6 10,00
Karyawan Swasta 13 21,66
Wiraswasta 9 15,00
Petani 6 10,00
Buruh 1 1,67
Ibu Rumah Tangga 15 25,00
Total 60 100,00
Sumber: Data Primer yang diolah, 2008
Jenis pekerjaan yang dimiliki oleh pasien kanker pasca mastektomi sangat beragam. Dari jenis pekerjaan yang dimiliki sebagian besar berperan sebagai ibu rumah tangga (25,00%), karyawan swasta (21,66%) dan PNS (16,67%), dan selebihnya mempunyai jenis pekerjaan yang beragam yaitu sebagai wiraswasta/pedagang, guru, petani dan buruh.
d. Tahun Operasi
Tahun operasi merupakan tahun dilaksanakannya operasi pengangkatan payudara atau mastektomi. Distribusi tahun pelaksanaan operasi bagi pasien kanker payudara adalah sebagai berikut:
(58)
Tabel 4.5. Tahun Pelaksanaan Operasi Pasien Kanker Payudara
Tahun Jumlah (orang) Persentase (%)
1985 1 1,67
1992 1 1,67
1997 1 1,67
1998 2 3,33
2000 6 10,00
2001 5 8,33
2002 3 5,00
2003 8 13,33
2004 5 8,33
2005 15 25,00
2006 3 5,00
2007 8 13,33
2008 2 3,33
Total 60 100,00
Sumber: Data Primer yang diolah, 2008
Dari sejumlah responden yang dijadikan sampel, paling banyak pasien kanker payudara melakukan mastektomi pada tahun 2005. Kecenderungan jumlah pasien pasca mastektomi sebelum tahun 2000 dan setelah tahun 2000 bertambah sangat signifikan. Kurun waktu 1985-2000 jumlah pasien mastektomi sebanyak 11 orang (18,33%) dan sampai saat ini mereka dapat hidup dan berinteraksi dengan lingkungan secara normal. Hal ini mencerminkan penerimaan diri mereka dapat dikatakan lebih baik. Dengan waktu operasi yang sudah semakin lama maka pasien kanker payudara sudah lebih terbiasa dengan keadaannya sehingga sebagian besar pasien akan lebih dapat menerima kondisi dirinya sekarang ini apa adanya.
(59)
39
e. Status
Status menggambarkan kondisi pasien kanker payudara dalam kedudukan sosial dan keluarga. Berdasarkan statusnya pasien kanker payudara adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6. Status Pasien Kanker Payudara
Kategori Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)
Tidak menikah 1 1,67
Menikah 59 98,33
Total 60 100,00
Sumber: Data Primer yang diolah, 2008
Berdasarkan statusnya menunjukkan bahwa sebagian besar pasien (98,33%) berstatus sudah menikah dan hanya 1,67% saja yang berstatus belum menikah.
2. Deskripsi Data Penelitian
Hasil data penelitian yang diperoleh dapat diketahui sebagai berikut: Tabel 4.7. Perbandingan Skor Empirik dan Skor Teoritik Penerimaan Diri
Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi
Variabel Skor Empirik Skor Teoritik
Skor Min.
Skor
Max Mean SD
Skor Min
Skor
Max Mean SD Penerimaan
diri
108 203 160,90 22,82 55 220 137,50 33,00 Sumber: Data Primer yang diolah, 2008
Berdasarkan hasil perhitungan diatas menunjukkan bahwa nilai mean empirik dari variabel penerimaan diri lebih besar dari nilai mean teoritiknya. Nilai mean empirik penerimaan diri sebesar 160,90 dan nilai mean teoritiknya adalah 137,50. Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian yaitu pasien kanker payudara pasca mastektomi mempunyai penerimaan diri yang tinggi.
(60)
(61)
(62)
kemampuan diri sebanyak 60,00% pasien mempunyai pemahaman yang tergolong tinggi dan dari aspek kepuasan terhadap diri sendiri, sebanyak 48,33% pasien mempunyai kepuasaan terhadap dirinya sendiri yang tergolong tinggi. Hal ini secara umum menunjukkan bahwa pasien penderita kanker payudara mampu menerima keadaannya setelah melakukan mastektomi, yang ditunjukkan dengan tingginya pemahaman pasien akan kondisi fisik, kemampuan dan kepuasan dirinya.
D. Pembahasan
Dari karakteristik segi umur atau perkembangan masa hidup manusia menunjukkan bahwa semua (100,00%) pasien kanker payudara pasca mastektomi berumur antara 35– 60 tahun atau masuk dalam kategori dewasa tengah. Pasien kanker payudara pasca mastektomi kategori dewasa tengah ini, ditandai dengan perkembangan fisik mulai menurun dengan rambut mulai memutih, kulit mulai keriput, badan mengendur, gigi menguning, penglihatan dan pendengaran berkurang dan secara kognitif daya ingat juga menurun, terutama pada memori jangka panjang dan memori jangka pendek. Dengan kondisi fisik dan kognitif yang mulai menurun maka kemungkinan terserang kanker payudara pada pasien kategori dewasa tengah ini akan cenderung lebih besar dibandingkan pada kategori perkembangan dewasa awal karena pada dewasa awal kondisi fisik pasien dalam keadaan ya ng paling sehat. Pada kondisi dewasa awal manusia lebih banyak melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan melindungi kesehatan (mengatur gizi, tidur, olah raga, dan
(63)
43
mengawasi berat badan) dan tidak menhabiskan waktunya untuk mengkhawatirkan kesehatannya (Santrock, 2002).
Meskipun pasien kanker payudara pasca mastektomi berada pada kategori dewasa tengah, akan tetapi berdasarkan perbandingan nilai rata-rata empirik dan teoritik serta penggolongan aspek-aspek penerimaan diri pasien kanker payudara pasca mastektomi berdasarkan kelas intervalnya menunjukkan bahwa penerimaan diri pasien kanker payudara pasca mastektomi adalah tinggi. Tingginya rasa penerimaan diri pasien kanker payudara pasca mastektomi dapat ditelusuri dari karakteristik masing- masing pasien penderita kanker payudara dan aspek-aspek pembentuk penerimaan diri.
Secara sosial, seseorang yang berada dalam masa dewasa tengah akan merasakan cinta kasih sayang atau sebagai teman meningkat pada masa dewasa tengah, khususnya dalam pernikahan yang telah bertahan selama bertahun-tahun. Kepuasan pernikahan akan menurun apabila anak-anak meninggalkan rumah setelah masa remaja karena orang tua mendapatkan banyak kesenangan dari anak-anaknya. Hubungan dengan saudara kandung pada saat ini sangat dekat, terutama jika mereka dekat pada masa anak-anak, meskipun sebagian ada yang acuh bahkan sangat bertentangan. Umumnya ada kontak yang berkelanjutan dengan dan antar generasi dalam keluarga. Usia tengah baya biasanya memiliki tanggung jawab yang sangat besar, karena kewajiban finansial dan pemberian perawatan pada yang masih muda dan pada orang tua yang lanjut usia mungkin menimbulkan stres pada orang dewasa usia tengah
(64)
baya. Usia tengah baya juga memainkan peran penting dalam menghubungkan generasi.
Dengan kondisi sosial yang seperti itu maka pasien kanker payudara pasca mastektomi akan merasa aman dan nyaman dengan lingkungan dan orang-orang disekitarnya sehingga mereka mampu menerima dirinya baik dengan kekurangan dan kelebihan yang dimiliki. Selain itu dengan usia dewasa tengah, pasien kanker payudara pasca mastektomi telah mempunyai kematangan dalam bersikap dan berfikir, sehingga mampu menghadapi kehidupan dengan lebih realistis. Pada umur ini individu sudah dapat mengetahui kepastian akan kelebihan-kelebihannya, dan tidak mencela kekurangan-kekurangan dirinya, individu pada usia ini mengetahui potensi yang dimilikinya dan dapat menerima kelemahannya serta lebih bertanggung jawab, sehingga memiliki penerimaan diri yang relatif baik.
Selain faktor umur, faktor pendidikan juga dapat mempengaruhi penerimaan diri seseorang. Pada dasarnya pendidikan bertujuan untuk mengembangkan dan memperluas pengetahuan, pengalaman serta pengertian individu (Djumhur dan Surya, 1975). Makin tinggi pendidikan seseorang maka makin mudah seseorang berfikir secara luas, makin tinggi daya inisiatifnya dan makin mudah pula untuk menemukan cara-cara yang efisien guna menyelesaikan masalahnya dengan baik. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki pasien kanker sebagian besar berpendidikan Strata 1 (S1) yaitu sebesar 38,32%; SLTA sebanyak 31,67%; dan hanya sebesar 1,67% saja yang tidak lulus pendidikan dasar.
(65)
45
Kondisi ini menunjukkan bahwa dari faktor pendidikan sebagian besar subjek penelitian memiliki latar belakang pendidikan yang cukup memadai, sehingga kemampuan penerimaan dirinya menjadi tinggi.
Hal ini sejalan dengan pendapat Ichransjah (Kompas, 26 Juli 2002) yang mengatakan bahwa individu yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi akan datangnya berbagai penyakit (kanker) yang mengancam jiwanya sehingga mereka lebih siap untuk menghadapinya, bahkan dengan pendidikan lebih tinggi, upaya untuk menghadapi berbagai penyakit kanker bisa diantisipasi lebih dini.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi penerimaan diri pasien pasca mastektomi adalah faktor lingkungan atau sosial. Faktor lingkungan atau sosial dapat meliputi lingkungan keluarga, tempat kerja atau lingkungan tempat tinggal. Pekerjaan yang dimiliki pasien kanker pasca mastektomi merupakan ajang atau kesempatan pengembangan diri dan prestasi. Selain itu pekerjaan yang dimiliki dapat dijadikan sarana bersosialisasi dan pertemanan. Dari data penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa hanya 25,00% saja subjek penelitian yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan 75,00% lainnya memiliki pekerjaan yang beragam yaitu dari petani, buruh, karyawan swasta, guru hingga PNS. Meskipun pernah melakukan mastektomi sebagian besar subjek penelitian tetap melakukan pekerjaannya. Hal ini menunjukkan bahwa mereka merasa aman dan nyaman dengan lingkungan sekitarnya sehingga tetap beraktifitas seperti layaknya orang normal lainnya, sehingga penerimaan diri yang terbentuk akan menjadi tinggi. Ichransjah mengatakan bahwa penerimaan
(66)
diri akan semakin baik apabila terdapat dukungan dari lingkungan sekitar, hal ini dikarenakan individu yang mendapat dukungan sosial akan mendapat perlakuan yang baik dan menyenangkan (Kompas, 28 Juli 2002).
Selain dari faktor karakteristik responden, tingginya penerimaan diri pasien kanker payudara pasca mastektomi dapat dijelaskan dari tiga aspek pembentuk penerimaan diri yaitu aspek pengetahuan tentang fisik diri sendiri, pemahaman yang realistis tentang kemampuan diri dan kepuasan terhadap diri sendiri. Dari aspek pembentuk penerimaan diri menunjukkan bahwa pengetahuan pasien tentang fisik diri sendiri tergolong cukup tinggi. Hal ini berarti bahwa pasien kanker payudara yang telah melakukan mastektomi memiliki kemampuan yang cukup tinggi untuk memandang dirinya secara realistis tanpa harus menjadi malu akan keadaannya, mampu mengenali kelebihan-kelebihan dirinya dan bisa memanfaatkannya, mampu mengenali kelemahan-kelemahan dirinya tanpa harus menyalahkan dirinya sendiri dan memiliki spontanitas serta rasa tanggung jawab dalam dirinya. Pasien kanker payudara pasca mastektomi akan menganggap dirinya berharga sebagai manusia yang sederajat dengan individu lain dan mampu menempatkan dirinya sehingga individu lain dapat menerima dirinya. Hal ini didorong dengan sud ah cukup lamanya pasien melakukan mastektomi sehingga pasien menjadi lebih terbiasa dengan kondisi fisiknya sehingga menjadi cukup nyaman dan menjadi lebih percaya diri.
Aspek kedua yaitu pemahaman yang realistis tentang kemampuan diri pasien kanker payudara, diperoleh hasil yang tergolong tinggi. Kondisi ini
(67)
47
menjelaskan bahwa pasien kanker payudara pasca mastektomi menyadari potensi-potensi yang dimilikinya sehingga mereka mampu melakukan sesuatu dan menjadi sesuatu yang diharapkannya. Pasien kanker payudara pada golongan ini memiliki penghargaan yang realistis terhadap kelebihan-kelebihan dirinya, memiliki keyakinan dan prinsip-prinsip dirinya yang kuat dan cenderung mengabaikan opini individu- individu lain dan tidak menyalahkan dirinya atas kondisi-kondis i yang berada di luar kontrolnya.
Selanjutnya kepuasan pasien kaker payudara pasca mastektomi terhadap diri sendiri juga tergolong tinggi. Kondisi ini menunjukkan bahwa pasie n kanker payudara mempunyai kepuasan yang tinggi terhadap dirinya meskipun telah melakukan mastektomi. Dengan kepuasan diri yang tinggi maka mereka terbebas dari rasa marah dan takut serta tidak merasa iri akan kepuasan-kepuasan yang belum diraihnya. Selain itu pasien dengan kepuasan diri yang tinggi mampu bertanggung jawab atas segala perbuatannya, menerima pujian atau celaan atas dirinya secara obyektif dan tidak mengingkari atau merasa bersalah atas dorongan-dorongan dan emosi-emosi yang ada pada dirinya.
Dari ketiga aspek pembentuk penerimaan diri itu menunjukkan bahwa pasien penderita kanker payudara mampu menerima keadaannya setelah melakukan mastektomi, yang ditunjukkan dengan tingginya pemahaman pasien akan kondisi fisik, kemampuan dan kepuasan dirinya.
(68)
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri pasien kanker payudara pasca mastektomi adalah tinggi. Tingginya penerimaan diri pasien kanker payudara pasca mastektomi ditunjukkan dari tingginya pemahaman pasien terhadap pengetahuan tentang fisik diri sendiri, pemahaman yang realistis tentang kemampuan diri dan kepuasan terhadap diri sendiri.
B. Saran
1. Bagi pasien kanker payudara pada umumnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan atau informasi tentang penerimaan diri sehingga pasien dapat lebih meningkatkan kepercayaan dirinya dan mengembangkan potensi diri yang ada.
2. Penelitian ini hanya terbatas pada penggolongan tingkat penerimaan diri pasien kanker payudara pasca mastektomi dan belum menggali terlalu jauh faktor- faktor yang dapat mempengaruhi tingkat penerimaan diri pasien kanker payudara pasca mastektomi. Untuk itu bagi penelitian selanjutnya, dapat lebih dikembangkan dan diperdalam untuk mengetahui faktor- faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan diri pasien kanker payudara pasca mastektomi.
(69)
49
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan yang mungkin akan memberikan pengaruh lain terhadap hasil penelitian, yaitu tidak mengo ntrol variabel-variabel lain (selain aspek penerimaan diri) yang bisa mempengaruhi penerimaan diri pasien pasca mastektomi. Variabel-variabel tersebut adalah: 1. Faktor sosial, seperti peran keluarga dan masyarakat. Peneliti tidak dapat
melakukan kontrol terhadap faktor tersebut karena keterbatasan dalam hal waktu, biaya dan tenaga.
2. Faktor ekonomi, seperti kondisi keuangan dan gaya hidup. Peneliti tidak dapat melakukan kontrol terhadap faktor tersebut karena keterbatasan dalam hal waktu, biaya dan tenaga.
3. Faktor psikologis lainnya, seperti kepribadian, sikap dan kepercayaan. Peneliti tidak dapat melakukan kontrol terhadap faktor tersebut karena keterbatasan dalam hal waktu, biaya dan tenaga.
(70)
DAFTAR PUSTAKA
Anugerah D. E. (1995). Studi Hubungan antara Penerimaan Diri terhadap Kondisi Fisik dengan Penyesuaian Sosial Remaja Cacat Tubuh di Panti Sosial Bina Daksa Suryatama Bangil Kabupaten Pasuruan. Surabaya: Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Surabaya.
Aryandono, T. (2008). Terapi Alternatif Memperlambat Terapi Medis Untuk Pengobatan Kanker Payudara. Diakses 15 mei 2008, dari http://www.gadjahmada.edu/index.php?page=rilis&artikel=1227
Azwar, S. (2001). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2005). Dasar-Dasar Psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Burn, R.B. (1987). Konsep Diri. Edisi Pertama. Alih Bahasa oleh Eddy. Jakarta: Penerbit Arcan.
Cronbach, L.J. (1963). Educational Psychology. New York: Haecourt, Brace and World. Inc.
Deteksi Sangat Dini Kanker Payudara, Jawaban Untuk Menghindar. Diakses 28 Juli 2002, dari http://Kompas.com
Djumhur, I. & Surya, M. (1975). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance and Counceling). Bandung: CV. Ilmu.
Hadi, S. (1984). Analisis Butir untuk Instrumen. Yogyakarta : Andi Offset. Hurlock. C.B. (1973). Personality Development. Tokyo: Mc. Graw Hill.
Hjelle, L.A dan Ziegler D.J. (1981). Personality the Ories Basic Assumption, Research and Application. Tokyo: Mc. Graw Hill.
Kanker Payudara Si Kepiting Ganas Perenggut Nyawa. Diakses 10 Agustus 2007, dari Http://www.info-sehat.com.
Kanker Payudara Bukan Akhir Segalanya. Diakses 10 Agustus 2007, dari http://www.sinarharapan.co.id,)
Jersild (1963). The Psychology of Adolecent. Tokyo: Mc. Graw Hill.
Munandar (2001). Bunga Rampai Psikologi Perkembangan Pribadi: Dari Bayi Sampai Lanjut Usia. Jakarta: Universitas Indonesia.
(71)
Moster, M.B. (1997). Hidup Bersama Kanker. Diterjemahkan oleh T. Marbun. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Natural 16, (2006). Easy Life With Cancer, Kanker Bukan Akhir Kehidupan. Majalah Natural Edisi 16/10 Juli 2006.
Penderita Kanker Payudara di Indonesia 876.665 Orang. Diakses 10 Agustus 2007, dari http://www.depkes.go.id
Ratnawati D. (1990), Hubungan Keasertifan dengan Penerimaan Diri atas Kecacatan yang Disandang Para Penyandang Cacat Tubuh di PRPCT “Prof. Dr. Seharso” Surakarta. Intisari Skripsi. Tidak diterbitkan.
Sartain, A.Q, dkk (1973). Psychology, Understanding Human Behavior. New York: Mc. Graw Hill Book Company.
Santrock, John W. (2002). Life Span Development. Alih bahasa, Juda Damanik, Achmad Chusairi, Editor Wisnu Chandra Kristiaji, Yati Sumiharti. Edisi 5. Jakarta. Erlangga, Jilid 2.
Sigit, S., (2003). Pengantar Metodologi Penelitian Sosial Bisnis Manajemen. Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta.
Singarimbun dan Effendi, S. (1995), Metode Penelitian Survey. Edisi Revisi, Jakarta: Pustaka LP3S.
Siswojo, (1980). Aspek-Aspek Psikologi Penderita Cacat Jasmai di RS Surakarta. Kumpulan Paper pada Penataran Peningkatan Tenaga Teknisi Ortorik dan Prostetik di RS Orthopaedi.
Sugiyono, (2006). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.
Suhartono, (1976). Studi Mengenai Perbedaan Kestabilan Emosi Pada Masing-Masing Tingkat Beratnya Cacat Jasmani di RC. Surakarta. Intisari Skripsi. Tidak diterbitkan.
(72)
(73)
Lampiran 1.
Skala Penerimaan Diri (Try Out)
Kepada Yth, Ibu/Saudari di Tempat
Dengan hormat,
Bersama dengan ini saya, Noviana Prima Kuntari, Nim: 019114048 sebagai mahasiswa Sanata Dharma semester akhir meminta bantuan Ibu/Saudari dalam penelitian saya tentang skala psikologi dalam rangka pemenuhan tugas akhir atau penyusunan skripsi. Saya mohon bantuan Ibu/Saudari untuk mengisi daftar pertanyaan/ skala psikologi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Dan semua jawaban yang Ibu/Saudari berkan tidak ada yang salah, selama jawaban yang Ibu/Saudari berikan merupakan jawaban yang sebenarnya.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kerjasama Ibu/Saudari, semoga penelitian ini memberikan manfaat.
Hormat saya,
(1)
Scale Mean if Aitem Deleted
Scale Variance if Aitem Deleted
Corrected Aitem-Total
Correlation
Cronbach's Alpha if Aitem
Deleted
Aitem 19 158.1167 497.223 .816 .975
Aitem 20 158.1333 502.795 .669 .975
Aitem 21 157.9000 501.956 .650 .975
Aitem 22 158.1500 501.553 .675 .975
Aitem 23 158.1500 503.892 .619 .975
Aitem 24 158.1000 510.769 .458 .976
Aitem 25 158.1000 504.058 .556 .976
Aitem 26 157.9333 495.385 .790 .975
Aitem 27 157.5833 496.823 .756 .975
Aitem 28 157.9333 501.860 .760 .975
Aitem 29 158.1000 498.668 .811 .975
Aitem 30 157.6333 507.118 .548 .976
Aitem 31 158.1500 509.350 .494 .976
Aitem 32 158.0000 507.763 .561 .976
Aitem 33 157.8167 505.339 .606 .975
Aitem 34 157.7833 492.444 .780 .975
Aitem 35 157.9167 499.739 .782 .975
Aitem 36 158.0500 507.235 .514 .976
Aitem 37 157.8333 492.989 .749 .975
Aitem 38 158.0000 501.695 .736 .975
Aitem 39 157.9167 501.332 .721 .975
Aitem 40 158.0833 499.874 .777 .975
Aitem 41 157.9167 505.468 .672 .975
Aitem 42 158.0667 498.809 .727 .975
Aitem 43 157.9500 501.608 .680 .975
Aitem 44 157.8667 507.134 .578 .976
Aitem 45 158.2833 502.952 .612 .975
Aitem 46 158.4000 510.888 .342 .976
Aitem 47 158.0333 500.473 .755 .975
Aitem 48 157.9833 505.101 .583 .975
Aitem 49 157.8500 498.265 .738 .975
Aitem 50 157.6667 496.734 .652 .975
Aitem 51 157.7500 496.496 .732 .975
Aitem 52 158.0167 504.729 .604 .975
Aitem 53 157.8667 512.965 .420 .976
Aitem 54 157.8500 495.452 .776 .975
Aitem 55 158.0000 503.492 .665 .975
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Aitems
(2)
Lampiran 11. Uji Normalitas Data
NPar Tests
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Penerimaan diri 60 160.9000 22.82409 108.00 203.00
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Penerimaan diri
N 60
Normal Parameters(a,b) Mean 160.9000
Std. Deviation 22.82409
Most Extreme Differences Absolute .171
Positive .073
Negative -.171
Kolmogorov-Smirnov Z 1.322
Asymp. Sig. (2-tailed) .061
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
(3)
(4)
(5)
(6)