PENINGKATAN SIKAP BELAJAR DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SERTA KORELASINYA MELALUI STRATEGIJOYFUL LEARNINGDALAM PEMBELAJARAN IPA (STUDI KUASI EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS 4 SD DI KOTA BANDUNG).

(1)

Subuh Anggoro, 2014

PENINGKATAN SIKAP BELAJAR DAN

PENGUASAAN KONSEP SISWA SERTA KORELASINYA MELALUI STRATEGIJOYFUL LEARNING DALAM PEMBELAJARAN IPA

(STUDI KUASI EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS 4 SD DI KOTA BANDUNG)

Subuh Anggoro 1201002

ABSTRAK

Penguasaan konsepIPA siswa Indonesia sebagian besar masih pada taraf pengetahuan (C1).Faktor yang menjadi penyebabnya adalahpembelajaran IPA di SD selama ini masih menggunakan Strategi teacher-centered dan lebih menitikberatkan pada aspek mengetahui (C1). Disamping itu pembelajaran IPA di SD seharusnya membuat siswa merasa bahagia karena sangat berguna bagi kehidupan di masa depannya. Salah satu alternatifuntuk meningkatkan pembelajaran IPA di SD dengan tidak mengabaikan tingkat kebahagiaan siswa, khususnya mutu pembelajaran, adalah pembelajaran menggunakan strategi Joyful Learning.Tujuan penelitian ini adalah menguji perbedaan peningkatan sikap belajar dan penguasaan konsep siswa dalam pembelajaran IPA siswa SD melalui strategi Joyful Learning. Desain penelitian ini adalah eksperimen kuasi menggunakan nonequivalent pretest posttest design. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas 4 dari 2 SD yang dibagi menjadi menjadi kelas ekperimen dan kelas kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi Joyful Learning

memberikan peningkatan sikap belajar dan penguasaan konsep yang lebih tinggi daripada Strategi konvensional. Berdasarkan hasil penelitian, siswa yang beranggapan bahwa materi pelajaran IPA menarik dan bermanfaat, diajarkan dengan menggunakan model dan media pembelajaran yang tepat, menarik dan menyenangkan, didukung oleh karakter guru yang baik dan menyenangkan, cenderung akan lebih giat mempelajari IPA.Siswa lebih mudah mengingat dan memahami sebuah konsep dengan cara melakukan dan menemukan jawaban sendiri. Terdapat korelasi yang positip antara sikap belajar dan penguasaan konsep.


(2)

STUDENTS LEARNING ATTITUDES TOWARD SCIENCE AND SCIENCE ACHIEVEMENT IMPROVEMENTWITH

JOYFUL LEARNING STRATEGY

(QUASI EXPERIMENT STUDY ON 4thELEMENTARY STUDENTS

AT BANDUNG CITY)

Subuh Anggoro 1201002

Abstract

Thisstudy assessedlearning attitude towards science and science achievement elementary school students gain scores that use Joyful Learning Approach. Quasi-experiment and nonequuivalent pretest posttest design used in this research. The population included all 4th grade student are divided into two experimental class and control class. Results indicated that Joyful Learning approach give better results than conventional approach on learning attitude towards science (p<.05) and science achievement (p<.05).However, there was not a positive gain in one level science achievement. According to this result, students who receive a positive experience of the cognitive learning through worthwhile subject matter, methods and appropriate learning media, as well as a good teacher. If it is supported by affective experience through exciting subject matter, methods and media learning interesting and fun as well as enthusiastic and fun, make the students have a positive desire or inclination to learn Science (conative experience). Students are more likely to remember and understand very well what they are learning when it is an interested or contain some parts that make their own answers.

Keywords: Joyful Learning, learning attitude toward science, science achievement


(3)

Subuh Anggoro, 2014

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ……….. ABSTRAK ……….. KATA PENGANTAR ………. DAFTAR ISI ……… DAFTAR TABEL ………

DAFTAR GAMBAR ………...

BAB I PENDAHULUAN ……….

1.1.Latar Belakang Penelitian ……….

1.2.Identifikasi dan Perumusan Masalah ………

1.3.Tujuan Penelitian ………..

1.4.Manfaat/Signifikansi Penelitian ………

1.5.Struktur Organisasi Tesis ………..

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

PENELITIAN ……….

2.1. Kajian Pustaka ………

2.1.1. Joyful Learning………..

2.1.2. Teori yang Mendasari Joyful Learning ……….

2.1.3. Hubungan antara Joyful Learning dengan Neuroscience……….

2.1.4. Hasil-hasil Penelitian tentang Joyful Learning ……… 2.1.5. HubunganJoyful Learning dengan Sikap Belajar ……… 2.1.6. Hubungan Joyful Learning dengan Penguasaan Konsep ………. 2.1.7. Korelasi antara Sikap dan Penguasaan Konsep ……….

2.2. Kerangka Berpikir ………...

2.3. Hipotesis Penelitian ………

BAB III METODE PENELITIAN ……….

3.1. Lokasi dan Subyek Penelitian ……….. 3.2. Metode dan Desain Penelitian ……….

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ………..

3.4. Instrumen Penelitian ………..….. 3.5. Proses Pengembangan Instrumen ………. 3.6. Teknik Pengumpulan Data ……… 3.7. Analisis Data ……….. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 4.1. Hasil Penelitian ……….

4.1.1. Peningkatan Sikap Belajar melalui Strategi Joyful Learning ………

4.1.2. Peningkatan Penguasaan Konsep melalui Strategi Joyful Learning…………. 4.1.3. Hubungan antara Sikap Belajar dan Penguasaan Konsep ………

iii iv v vi viii ix 1 1 5 6 6 7 9 9 9 11 20 22 25 31 33 36 39 40 40 41 41 43 48 48 53 53 58 64


(4)

4.2. Temuan dan Pembahasan ……… 4.2.1. Peningkatan Sikap Belajar melalui Strategi Joyful Learning ………..

4.2.2. Peningkatan Penguasaan Konsep melalui Strategi Joyful Learning………

4.2.3. Hubungan antara Sikap Belajar dan Penguasaan Konsep ………

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……… DAFTAR PUSTAKA ………. LAMPIRAN ………

64 64 69 73 77 78 87


(5)

Subuh Anggoro, 2014 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Tabel 2.2. Tabel 2.3. Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 3.4. Tabel 3.5. Tabel 3.6. Tabel 3.7. Tabel 3.8. Tabel 3.9. Tabel 3.10. Tabel 3.11. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.6. Tabel 4.7. Tabel 4.8. Tabel 4.9. Tabel 4.10

Ciri-ciri suasana belajar yang menyenangkan dan tidak menyenangkan Operasionalisasi Joyful Learningdalam Pembelajaran IPA ………….. Analisis Kurikulum IPA ……….

DesainPenelitian ………

Kisi-kisi Instrumen Angket Sikap Belajar ………. Kisi-kisi Instrumen Penguasaan Konsep ………

KriteriaValiditasInstrumen ………

KriteriaReliabilitasInstrumen …..………. KategoriTingkat Kesukaran Instrumen ……… Validitas dan Reliabilitas Kisi-kisi Instrumen Penelitian Sikap Belajar

Validitas dan Relialitas Kisi-kisi Instrumen Penelitian Penguasaan Konsep

Teknik PengumpulanData ………

Kategori Perolehan Skor N-Gain ……….

Kriteria nilai Korelasi Product Moment Spearman………..

UjiNormalitasN-Gain Skor Rata-rataSikap Belajar ……….. Uji Homogenitas N-Gain Skor Sikap Belajar ……… UjiPerbedaanSkorN-Gain Sikap Belajar ……… UjiPerbedaanDuaRata-rataN-GainAspek Sikap Belajar ……… UjiNormalitasN-Gain PenguasaanKonsep …... UjiHomogenitasN-Gain PenguasaanKonsep ………...……... HasilUjiPerbedaanDuaRata-rataN-Gain PenguasaanKonsep………….. HasilUjiPerbedaanDuaRata-rataN-GainTingkatan Kognitif PenguasaanKonsepBerdasarkan Dimensi Proses Kognitif

………..

HasilUjiPerbedaanDuaRata-rataN-GainTingkatan Kognitif PenguasaanKonsepBerdasarkan Konsep yang Diberikan

………..

HasilUjiKorelasiRata-rataN_GainSikap Belajar dan PenguasaanKonsep ..

27 30 34 40 42 43 44 44 45 46 47 48 49 52 56 56 57 58 61 61 62 62 63 64


(6)

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1.

Gambar 2.2. Gambar 4.1. Gambar 4.2. Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 4.5. Gambar 4.6.

Adaptasi Konsep Skematik Rosenberg dan Hovland tentang Sikap Belajar

Bagan Alir Kerangka Berpikir ……… Skor IPA sebelum Perlakuan ………. Deskripsi Data Sikap Belajar ……….

Perbandingan Peningkatan Skor Sikap Belajar ……….

Deskriptif Skor Penguasaan Konsep ………

Perbandingan Peningkatan Skor Penguasaan Konsep Berdasarkan Dimensi

Proses Kognitif ………..

Perbandingan Peningkatan Skor Penguasaan Konsep Berdasarkan Materi

yang Diberikan ………

27 38 53 54 55 59 59 60


(7)

Subuh Anggoro, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian

IPA penting diajarkan di sekolah dasar. IPA berupaya membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia yang tak habis-habisnya. Menurut Tanpa nama (2014) dengan pembelajaran IPA sejak dini diharapkan siswa memiliki kemampuan untuk menanya (ask the question), mengumpulkan informasi (collect information), mampu mengorganisasi dan mengujicoba ide yang dimiliki (organize and test our ideas), dapat mengatasi masalah dan mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari (problem-solve and apply what we learn). Dengan demikian diharapkan akan terbangun rasa percaya diri yang tinggi (building confident), kemampuan komunikasi yang baik (developing communication skills)dan memiliki kepekaan terhadap lingkungan tempat tinggalnya (making sense of the world around us). Kemampuan-kemampuan tersebut akan dapat diperoleh apabila siswa merasa bahwa IPA adalah pembelajaran yang menyenangkan atau membuat bahagia.

Mutu pendidikan Indonesia menempati peringkat terendah di dunia. Berdasarkan tabel liga global yang diterbitkan oleh firma pendidikan Pearson, mutu pendidikan Indonesia berada di posisi terbawah bersama Meksiko dan Brasil, sedangkantempat pertama dan kedua ditempati Finlandia dan Korea Selatan (Kompas, 27 Nopember 2012). Hal ini bertolak belakang dengan pengakuan sebagian negara-negara Asia (Singapura, Hongkong dan Korea Selatan) sebagai negara-negara yang menempati peringkat tertinggi untuk bidang Matematika, IPA (Science) dan Membaca (Reading) yang dikeluarkan oleh peneliti dari Boston College Amerika Serikat (Kompas, 12 Desember 2012). Kedua penelitian tersebut didasarkan pada tiga mata pelajaran utama yaitu Matematika, IPA dan Membaca dan keberhasilan negara-negara memberikan status tinggi pada guru serta memiliki "budaya" pendidikan.

Menurut survei Trends in Mathematics and Science Study (TIMSS) 2011 menyatakan bahwa siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-50dari 52 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-40 dari 42 negara dalam hal prestasi IPA(Science). Berdasarkan hasil survai TIMSS 2011 diketahui bahwa 90% siswa Indonesia hanya mampu menguasai ranah kognitif pada tingkatan C1 dan C2 untuk mata pelajaran IPA. Dengan demikian siswa Indonesia


(8)

baru mencapai taraf memahami materi pelajaran. Hal ini menunjukkan sebagian besar materi pelajaran IPA masih bersifat hafalan. Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.

Beberapa hasil penelitian lain menunjukkan proses pembelajaran IPA di SD memiliki kecenderungan yang sama. Berdasarkan penelitian pembelajaran IPA di SD Kota Bandung, Jaya (2010)berpendapatbahwa:

Proses pembelajaran yang terjadi di sekolah dasar, khususnya dalam mata pelajaran IPA, terlalu ditekankan pada proses menghafalkan materi pelajaran, yang bersumber pada buku paket. Proses pembelajaran seperti itu sangat tidak sesuai dengan hakikat IPA sebagai proses. Proses pembelajaran yang lebih mengarahkan siswa kepada kemampuan untuk menghafal informasi, hanya memaksa otak siswa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi, tanpa dituntut untuk memahami informasi tersebutdan tidak berupaya untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya ketika peserta didik lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, tetapi miskin dalam aplikasi

Wuryastuti (2008) menyatakan tentang permasalahan pembelajaran IPA di SD sebagai berikut:

… guru selalu mendrill siswa untuk menghafal berbagai konsep tanpa disertai

pemahaman terhadap konsep tersebut. … Pelajaran IPA hanya menyiapkan peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi bukan menyediakan SDM

yang kritis, peka terhadap lingkungan, kreatif, …

Keduapernyataan tersebutmenggambarkan bahwa siswa lebih banyak menghapal materi IPA tanpa menghubungkan dengan realitas yang ada di lingkungannya. Akibat cara belajar seperti ini aspek pemahaman siswa kurang diperhatikan karena lebih diutamakan hasil hapalan atau penerimaan informasi yang berkaitan dengan stimulus dan respon yang dibangun.

Kegiatan yangdikembangkan dalam pembelajaran IPA seharusnya bertujuan untuk mendorong siswa agar mengamati dan mengeksplorasi lingkungan mereka, untuk memahami hubungan di alam, hubungan antara manusia dan alam, dan untuk belajar memahami manusia sebagai bagian integral dari mata rantai kehidupan. Sehingga belajar IPA akan dapat menjadi lebih menyenangkan, baik untuk siswa dan guru, apabila didasarkan pada pengalaman nyata (Hart dkk., 2000). Disamping itu dalam proses pembelajaran IPA, mendengardan melihat saja


(9)

Subuh Anggoro, 2014

tidak cukup untuk belajar.Jika siswa bisa melakukan sesuatu dengan informasiyang diperoleh, siswa akan memperoleh umpan balikseberapa bagus pemahamannya.

Sikap merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran dan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang akan diperoleh siswa. Setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda, begitu pula dengan kecenderungan sikap yang dimilikinya.Sikap belajar menurut Nordin & Ling (2011) merupakan kunci dalam menguasai konsep IPA. Sikap belajar positip yang dibangun lewat persepsi bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran seperti materi yang diajarkan, metode dan media pembelajaran, kemampuan akademik dan interpersonal guru, lingkungan fisik dan sosial yang mendukung akan membuat siswa menyenangi pembelajaran (Tanpa nama, 2004; Sardiman, 2006; Chopra & Chabra, 2013).

Sikap belajar yang positip membuat proses pembelajaran menjadi menyenangkan. Willis (2007, 2009) dan Kohn (2004) menyatakan bahwa berdasarkan riset otak, sikap belajar positip terkait dengan proses pembelajaran, pengingatan dan kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thingking) yang sukses. Kondisi tersebut merupakan atmosfir bagi proses inkuiri yang menyenangkan dalam proses pembelajaran.

Setiap pembelajaran seharusnya dikembangkan sedemikian rupa supaya siswa merasa bahwa kondisi dalam pembelajaran memiliki suasana yang fleksibel, menyenangkan, dan inspiratif. Bila suasana seperti itu terjadi dalam pembelajaran maka kegiatan belajar siswa akan penuh kebermaknaan serta aktivitas dan kreativitas yang dilakukan siswa dapat dicapai secara optimal (Ruhimat, 2009).

Joyful Learningadalah strategi, konsep dan praktik pembelajaran yang merupakan sinergi dari pembelajaran bermakna (Vallory, 2002; Morgado, 2010), pembelajaran kontekstual (Brotherson, 2009; Hart dkk , 2000; Hayes, 2007), teori konstruktivisme (Wei dkk, 2011, Jadal 2012a), pembelajaran aktif (Clark & Mayer, 2008), teori psikologi perkembangan anak (Corbeil, 1999).

Meier (2000) memberikan pengertian menyenangkan (joy of learning) sebagai suasana belajar dalam keadaan gembira. Suasana gembira disini bukan berarti suasana ribut, hura-hura, kesenangan yang sembrono dan kemeriahan yang dangkal.Pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran yang dapat dinikmati siswa. Siswa merasa nyaman, aman dan asyik. Perasaan yang mengasyikan mengandung unsur afektifterutama pada aspek sikap belajar.


(10)

Pembelajaran yang menyenangkan memberikan tantangan kepada siswa untuk memiliki sikap belajar yang baik yaitu berfikir, mencoba, dan belajar lebih lanjut, penuh dengan percaya diri dan mandiri untuk mengembangkan potensi diri secara optimal. Dengan demikian, diharapkan kelak menjadi manusia yang berkarakter penuh percaya diri, menjadi dirinya sendiri, dan mempunyai kemampuan yang kompetitif (berdaya saing) (Marsh, 2008 dan Willis, 2011).

Berdasarkan studi pencitraan syaraf pada amigdala, hippocampus, dan bagian sistem limbik, melalui pengukuran dopamin dan transmitter lainnya, tingkat kenyamanan siswa memiliki dampak yang amat penting pada transmisi dan penyimpanan informasi di dalam otak. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kenyamanan (rasa percaya diri, kepercayaan dan sikap positif terhadap guru, ruang kelas dan komunitas sekolah yang kondusif), semuanya terkait langsung terhadap kondisi pikiran yang kompatibel dengan pembelajaran, pengingatan dan berpikir tingkat tinggi yang sukses (Willis, 2011).

Joyful Learning diakui berhasil membuat siswa merasakan atmosfer pembelajaran yang berbeda dan menyenangkan. Ini seperti yang dilaporkan olehHongkong Arts Development Council (2005) yang melakukan kolaborasi pembelajaran antara 30 sekolah sekolah di Hongkong untuk membuat pembelajaran tentang seni dan sejarah. Chopra dan Chabra (2013) memaparkan tentang keberhasilan sekolah yang menggunakan strategi Joyful Learning di India dalam perspektif stakeholder. Melalui Project PEACE (Tanpa Nama, 2004) strategiJoyful Learning dapat digunakan untuk membelajarkan tentang sanitasi dan pemanfaatan sumberdaya air yang baik. Hayes (2007) melaporkan bahwa Joyful Learningsangat tepat digunakan untuk Sekolah Dasar dalam berbagai mata pelajaran seperti IPA dan Matematika.Hasil penelitian Kirikkayadkk.(2010); Kebritchi & Hirumi(2008), Wei, dkk. (2011), Jadal (2012a) dan Jadal (2012b) memaparkan tentang keberhasilan model strategi Joyful Learning dalam proses pembelajaran terhadap motivasi, pemahaman konsep dan suasana pembelajaran di kelas pada beberapa sekolah.

Joyful Learning membuat sikap belajar siswa menjadi lebih positip. Hal ini berimbas terhadap penguasaan konsepnya. Berdasarkan hasil penelitian seperti Hough dan Piper (1982), Wilson (1983), Oliver dan Simpson (1984), Ali dan Awan (2013) menunjukkan bahwa sikap belajar berkorelasi positip dan kuat terhadap penguasaan konsep IPA.


(11)

Subuh Anggoro, 2014

Pentingnya penelitian ini dilakukan karena pembelajaran IPA di SD selama ini masih menggunakan strategi teacher-centered dan lebih menitikberatkan pada aspek mengetahui (C1). Akibat cara belajar seperti ini aspek lain dari pembelajaran kurang diperhatikan. Pembelajaran IPA seharusnya membuat siswa merasa bahwa IPA adalah bermanfaat dan menyenangkan sehingga membuat mereka bersemangat untuk mempelajarinya. Disamping itu Undang-undangNomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU No 20/2003 tentang Sisdiknas) dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum (Permendikbud No 81/2013 tentang Implementasi Kurikulum) mengamanatkanJoyful Learning sebagai bagian dari iklim pendidikan yang diharapkan mampu melahirkan calon penerus pembangunan masa depan yang kompeten, mandiri, kritis, rasional, cerdas dan kreatif, dengan tetap bertawakal kepada Sang Pencipta.

1.2.Identifikasi dan Perumusan Masalah

Pembelajaran IPA di SD menjadi bagian penting dan tidak terpisahkan dalam pembentukan karakter siswa yang baik seperti rasa percaya diri yang tinggi (building confidence), kemampuan komunikasi yang baik (developing communication skills)dan memiliki kepekaan terhadap lingkungan tempat tinggalnya (making sense of the world around ). Pembelajaran IPA di SD seharusnya membuat siswa merasa bahagia karena sangat berguna bagi kehidupan di masa depannya.

Kemampuan berpikir siswa Indonesia sebagian besar masih pada taraf pengetahuan dan pemahaman (C1 dan C2) (Kompas, 27 Nopember 2012; Kompas, 12 Desember 2012). Faktor yang menjadi penyebabnya adalahpembelajaran IPA di SD selama ini masih menggunakan strategi teacher-centered dan lebih menitikberatkan pada aspek mengetahui (C1).

Salah satu alternatifuntuk meningkatkan pembelajaran IPA di SD dengan tidak mengabaikan tingkat kebahagiaan siswa, khususnya mutu pembelajaran, adalah pembelajaran menggunakan strategi Joyful Learning. Joyful Learning merupakan bagian dari amanat UU No 20/2003 tentang Sisdiknasmaupun Permendikbud No 81/2013 tentang Implementasi Kurikulum. Disamping itu hasil-hasil penelitian baik dari dalam maupun luar negeri menunjukkan bahwa

Joyful Learning memberikan pengaruh yang positip terhadap kognitif, afektif dan psikomotorik siswa.


(12)

(1) ApakahJoyful Learningdapat meningkatkan sikap belajar siswa dalam mempelajari IPA? (2)Apakah Joyful Learningdapat meningkatkan penguasaan konsep siswa dalam pembelajaran

IPA?

(3) Apakah sikap belajar siswa berkorelasi positif dengan penguasaan IPA?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh strategi Joyful Learning terhadap peningkatan sikap belajar dan penguasaan konsep IPA. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis

1. pengaruh strategi Joyful Learning terhadap peningkatan sikap belajar siswa dalam mempelajari IPA

2. pengaruh strategiJoyful Learningterhadappeningkatan penguasaan konsep siswa dalam pembelajaran IPA; dan menguji

3. hubungan antara sikap belajar dengan penguasaan konsep IPA

1.4.Manfaat Penelitian

Joyful Learning telah banyak diterapkan di berbagai negara. Indonesia mengadopsi pembelajaran tersebut dengan istilah Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM), Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM) atau Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Menggembirakan dan Berbobot (PAIKEM GEMBROT). Peran aktif dari siswa penting dalam proses pembelajaran. Sedangkan kreatif dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi.

Penelitian ini menjadi bermanfaat bagi pengembangan penelitian tentang Joyful Learning karena memaparkan pengaruh Joyful Learning terhadap sikap belajar dari aspek kognitif, afektif dan konatif dan penguasaan konsep IPA pada aspek mengingat, memahami,


(13)

Subuh Anggoro, 2014

mengaplikasi dan menganalisis. Penelitian ini juga memaparkan tentang hubungan antara masing-masing aspek dari sikap belajar dan penguasaan konsep IPA.

Penelitian ini memberikan manfaat dalam implementasi pembelajaran IPA di SD. Berdasarkan hasil-hasil penelitian Joyful Learningmemberikan hasil yang positip terhadap iklim pembelajaran maupun hasil belajar IPA di kelas, sehingga guru dapat mengaplikasikan hasil penelitian ini pada kelas yang mereka ampu. Disamping itu Joyful Learningdiketahui dapat meningkatkan hasil belajar sejarah, seni, sanitasi dan pemanfaatan sumberdaya alam, sehingga hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran pada mata pelajaran lain.

1.5. Struktur Organisasi Tesis

Struktur organisasi tesis ini meliputi Bab I Pendahuluan, Bab II Kajian Pustka, Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian, Bab III Metode Penelitian, Babb IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, serta Bab V Kesimpulan dan Saran. Bab I berisi latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi tesis. Bab II berisi kajian pustaka tentang Joyful Learning, yang mencakup teori yang mendasari Joyful Learning, indikator Joyful Learning, hubungan antara Joyful Learningdengan

Neuroscience, hasil-hasil penelitian tentang Joyful Learning, hubungan Joyful Learningdengan sikap belajar, hubungan Joyful Learningdengan penguasaan konsep, korelasi antara sikap dan penguasaan konsep, kerangka berpikir dan hipotesis penelitian. Bab III meliputi lokasi dan subyek penelitian, metode dan desain penelitian, variabel penelitian dan definisi operasional, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, dan analisis data. Bab IV berisi hasil penelitian tentang pengaruh Joyful Learning terhadap sikap belajar, pengaruh Joyful Learning

terhadap penguasaan konsep, hubungan antara sikap belajar dan penguasaan konsep. Bab V berisi kesimpulan dan saran.


(14)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Lokasi dan Subyek Penelitian

Lokasi pelaksanaan penelitian ini adalah SD Suruur dan SD Husainiyyah yang berada di Jalan Hegarmanah dan Bukit Karjan Kecamatan Ciumbuleuit Kota Bandung. Pemilihan sekolah didasarkan pada (1) kedua sekolah memiliki tingkat akreditasi yang sama; (2) kesiapan sekolah untuk melakukan penelitian ini.

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2013/2014. Subyek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 4 SD As Suruur dan SD Husainiyah.

3.2. Desain dan Metode Penelitian

Desaineksperimenyangdigunakan dalampenelitianiniadalahkuasi eksperimen dengan

nonequivalent pretest posttest design(McMillan & Schumacher, 2001).Sebelum pelaksanaan penelitian, peneliti membagi subyek penelitian ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kemudiandilakukan pemberian angket sikap belajar siswa dan testawalterhadapkeduakelompok, setelahitukeduakelompokdiberiperlakuan yang berbeda berupa pembelajaran menggunakan strategi Joyful Learninguntuk kelas eksperimen danpembelajarankonvensional untukkelas kontrol. Setelahkeduakelompok tersebutmendapatkan

perlakuan makadiakhiri denganpengisian angket sikap belajar

danpemberiantesakhirterhadapkeduakelompoktersebut.Secarajelasdesainpenelitiandapatdilihatpa da Tabel 3.1.

Tabel3.1. DesainPenelitian

Kelompok Pre tes Perlakuan Post test

Eksperimen O1 Joyful Learning (X1) O 2

Kontrol O 3 Konvensional (X2) O 4

Keterangan:

O 1= Skor Sikap Belajar dan Penguasaan Konsep tes awal kelas eksperimen O 2 = Skor Sikap Belajar dan Penguasaan Konsep tes akhir kelas eksperimen O 3 = Skor Sikap Belajar dan Penguasaan Konsep tes awal kelas kontrol


(15)

Subuh Anggoro, 2014

3.3. VariabelPenelitiandanDefinisiOperasionalnya 3.3.1. VariabelPenelitian

Terdapat dua variabel pada penelitian ini yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategiJoyful Learning sebagai variabel bebasnya, dan variabel terikatnya adalah sikap belajar dan penguasaan konsep.

3.3.2. DefinisiOperasional

Definisi operasional variabel penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Joyful Learning adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa melalui kegiatan bermain peran, eksperimen, dan diskusi kelompok yang dilakukan di dalam dan di luar kelas. Tema kegiatan yang dilakukan mengacu pada konsep IPA mengenai Sumberdaya Alam dan Bunyi berkaitan dengan pekerjaan dalam bidang kesehatan (dokter dan stetoskop), musik (musisi dan alat musik) dan kehutanan (erosi dan akibatnya).

b. Sikap belajar adalah respons siswasecara kognisi, afeksi, dan konasi terhadap pernyataan dalam angket untuk menerima atau menolak pembelajaran IPA yang mencakup materi pelajaran, model pembelaaran, media pembelajaran dan karakter guru yang ditunjukkanterhadappernyataan yang terkandungdalamangketsikapbelajar.

c. Penguasaan konsep adalah kemampuan siswa dalam memahami konsep IPA tentang hubungan sumberdaya alam dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat dan pengaruh bunyi terhadap benda pada dimensi proses kognitif mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3) dan menganalisis (C4) dan konsep yang terkait dengan materi sebagaimana diukur dengan tes tertulis.

3.4. InstrumenPenelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan sesuai dengan definisi operasional dan indikator sikap belajar dan penguasaan konsep IPA. Kisi-kisi instrumen angket sikap belajar disajikan pada Tabel 3.2.


(16)

Tabel 3.2.

Kisi-kisi Instrumen Angket Sikap Belajar

No Aspek Indikator Jumlah

Item Nomor Item

1 Kognitif

Kebermanfaatanmateri IPA 4 1,2,3,19 Ketepatanmetodedan media pembelajaran IPA 5 4,5,6,20,21

Kemampuan Guru IPA 2 7,22

2 Afektif

KetersediaanMateri IPA yang menarik 2 8,23 Metodedan media pembelajaranIPA yang

menarikdanmenyenangkan 4 9,10,11,24 Karakter Guru IPA yang menyenangkan 3 12,13,25

3 Konatif

Materi IPA yang membuatsiswainginterusbelajar

IPA 2 16,26

Metodedan media pembelajaran IPA yang

membuatsiswagiatbelajar IPA 4 14,15,17,27 Guru IPA yang membuatsiswarajinbelajar IPA 3 18,28,29

Indikator penguasaan konsep yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada tingkatan domain kognitif Bloom yang dibatasi pada tingkatan mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3) dan menganalisis (C4) (Anderson & Kratwohl, 2001). Penelitian ini dilakukan pada Kompetensi Dasar Hubungan Sifat Bunyi dan Benda dan Kompetensi Dasar Mendeskripsikan Hubungan antara Sumberdaya Alam dengan Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat. Pengembangan instrumen tes didasarkan pada kisi-kisi instrumenyang ditampilkan pada Tabel 3.3.


(17)

Subuh Anggoro, 2014

Tabel 3.3.

Kisi-kisi Instrumen Penguasaan Konsep

Indikator Level Penguasaan Konsep JumlahSoal

C1 C2 C3 C4

Siswa dapat menguasai konsep

hubungan sifat bunyi dengan benda 7 2 9 Siswa menguasai konsep

percobaan sifat bunyi 7 3 10

Siswa mampu menguasai peta

konsep tentang sumber daya alam 2 14 16 Siswa menguasai konsep dampak

pengambilan bahan alam tanpa pelestarian

3

3

Siswa menguasai konsep langkah

pelestarian alam 3 3

Siswa menguasai konsep dampak pengambilan sumber daya alam tanpa ada usaha pelestarian terhadap lingkungan.

5 5

Siswa menguasai konsep menggunakan sumber daya alam secara bijaksana

3 1 4

3.4. Proses Pengembangan Instrumen

Untuk mendapatkan data yang akurat dalam penelitian ini,dibutuhkan perangkat instrumen yang baik. Sebelum dipergunakan dalam penelitian, angket sikap belajar dan butir soal tes divalidasi oleh tim pakar yang menguasai materi Teknologi dan Lingkungan, Fisika SD dan Penilaian Pembelajaran. Instrumen yang telah divalidasi kemudian diujicobakan untuk mendapatkan gambaran tingkat kesukaran, validitas,danreliabilitasnyadengan menggunakansoftwareanates.

a. Validitas

Sebuah tesdikatakanvalidapabilatestersebut dapatmengukur apayang hendakdiukur.Validitassetiapbutirsoalyangdigunakan dalampenelitian,diuji denganmenggunakankorelasiPearsonProductMoment(Sugiono,2010) dengan rumus sebagai berikut:

= � −( ) ( )

� 2( )2 2 ( )2

Keterangan :

= validitas butir soal = Jumlah skor item


(18)

= jumlah skor total (seluruh item) N = jumlah responden uji coba

Hasil perhitungan validitas ini diinterpretasikan untuk menentukan kriteriavaliditassepertiTabel3.4.

Tabel3.4.

KriteriaValiditasInstrumen

Koefisien Kategori

0,80 < rxy ≤ 1,00 Sangattinggi

0,60 <rxy≤ 0,80 Tinggi

0,40 <rxy≤ 0,60 Cukup

0,20 <rxy≤ 0,40 Rendah

0,00 ≤ rxy≤ 0,20 Sangatrendah

b. Reliabilitas

Reliabilitasadalahkeajegansuatu tesapabiladiujikan padasubyekyang sama. Hasilperhitungankoefisienreliabilitas,kemudiandiklasifikasikan untuk mengetahui kategorireliabiliassoal-soal tersebut. Untuk mengetahui reliabilitas seluruh tes harus menggunakan rumus Spearman Brown(Sugiyono, 2010).

11 = 2.

1 + Keterangan:

11 = koefisien reliabitas internal seluruh item

= koefisien product moment antara belahan (ganjil - genap)

Dibawah iniditampilkan tabeluntuk mengetahuikriteria

reliabilitassuatuinstrumen(Sugiono, 2010)

Tabel3.5.

KriteriaReliabilitasInstrumen

Koefisien Kategori

0,80<rxy≤ 1,00 Sangattinggi 0,60<rxy≤ 0,80 Tinggi 0,40<rxy≤ 0,60 Cukup


(19)

Subuh Anggoro, 2014


(20)

c. TingkatKesukaran

Analisisinidilakukanuntukmengetahuitingkatkesukaransetiapbutir soal(indekskesukaran),yangakandigunakandalammenentukanapakahbutir

soalitutermasukdalamkelompok soalmudah,soalsedang,atausoalsukar. Taraf kesukaran tes dinyatakan dengan rumus:

P = �

Keterangan:

P = Taraf kesukaran

B = Subjek yang menjawab betul

J = Banyaknya subjek yang ikut mengerjakan tes

Selanjutnyakriteria indekskesukarandiklasifikasikansepertipadaTabel3.6. Tabel3.6.

KategoriTingkat Kesukaran Instrumen

Hasil uji validitas dan reliabilitas angket sikap belajar ditampilkan seperti pada Tabel 3.7.

Batasan Kategori

0,00≤ P≤ 0,30 Soalsukar

0,30<P≤ 0,70 Soalsedang


(21)

Subuh Anggoro, 2014

Tabel 3.7. Validitas dan Reliabilitas Kisi-kisi Instrumen PenelitianSikap Belajar

No Nilai

r Interpretasi No Nilai r Interpretasi

1 0.386 Valid 16 0.528 Valid 2 0.282 Valid 17 0.509 Valid 3 0.446 Valid 18 0.347 Valid 4 0.59 Valid 19 0.613 Valid 5 0.468 Valid 20 0.751 Valid 6 0.372 Valid 21 0.604 Valid

7 0.104 Tidak Valid 22 0.571 Valid

8 0.107 Tidak Valid 23 0.681 Valid

9 0.374 Valid 24 0.663 Valid 10 0.249 Valid 25 0.62 Valid 11 0.258 Valid 26 0.79 Valid 12 0.656 Valid 27 0.646 Valid 13 0.336 Valid 28 0.558 Valid 14 0.234 Valid 29 0.676 Valid 15 0.494 Valid

Keterangan

Rata-rata :3,77 SimpanganBaku :0,10 KorelasiXY :0,96 Reliabilitastes :0,98 Butirangket:29

JumlahSubyek :35

Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas angket sikap belajar, dua butir item ternyata tidak valid. Dengan demikian kedua item tersebut, yaitu butir nomor 7 dan 8 dilakukan revisi redaksional sehingga dapat digunakan dalam penelitian ini.

Hasil uji tingkat kesukaran, validitas dan reliabilitas instrumen penguasaan konsep disajikan pada Tabel 3.8.


(22)

Tabel 3.8.

Tingkat Kesulitas, Validitas dan Reliabilitas Kisi-kisi Instrumen Penelitian Penguasaan Konsep

No Tingkat

Kesukaran r Interpretasi No

Tingkat

Kesukaran r Interpretasi 1 Sukar 0,367 Valid 26 Mudah -0,027 Tidak

Valid 2 Mudah 0,648 Valid 27 Sukar 0,367 Valid 3 Sedang 0,586 Valid 28 Mudah 0,362 Valid 4 Sukar 0,398 Valid 29 Sukar -0,054 Tidak Valid 5 Mudah 0,731 Valid 30 Mudah 0,098 Valid 6 Sukar -0,012 Tidak

Valid 31 Sukar 0,430 Valid 7 Sedang 0,429 Valid 32 Sukar -0,203 Tidak Valid 8 Sukar 0,316 Valid 33 Sedang 0,278 Valid 9 Sukar 0,18 Valid 34 Sukar 0,184 Valid 10 Sukar -0,072 Tidak

Valid 35 Sukar NAN

Tidak Valid 11 Sukar 0,393 Valid 36 Mudah 0,725 Valid 12 Sedang 0,343 Valid 37 Sedang 0,203 Valid 13 Mudah 0,649 Valid 38 Sedang 0,278 Valid 14 Mudah 0,721 Valid 39 Sedang 0,333 Valid 15 Mudah 0,622 Valid 40 Sukar 0,153 Valid 16 Mudah -0,027 Tidak

Valid 41 Mudah 0,537 Valid 17 Mudah 0,362 Valid 42 Sedang 0,066 Valid 18 Mudah 0,098 Valid 43 Sukar NAN Tidak Valid 19 Sukar -0,203 Tidak

Valid 44 Sedang 0,527 Valid 20 Sukar 0,184 Valid 45 Mudah 0,244 Valid 21 Sedang 0,725 Valid 46 Sedang -0,068 Tidak Valid 22 Mudah 0,203 Valid 47 Sukar 0,199 Valid 23 Sukar 0,153 Valid 48 Sedang 0,650 Valid 24 Sukar 0,430 Valid 49 Sukar -0,022 Tidak Valid 25 Sukar 0,199 Valid 50 Sedang 0,810 Valid

Keterangan

Rata-rata :36,69 SimpanganBaku :12.45 KorelasiXY :0,54 Reliabilitastes :0,70 ButirSoal :50 JumlahSubyek :35

Berdasarkan hasil uji pada Tabel 3.8. terdapat 10 butir soal tidak dapat digunakan karena tidak memenuhi kriteria. Dengan demikian soal yang dapat digunakan untuk mengukur


(23)

(24)

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian menggunakan tes dan angket. Tes dilakukan sebelum dan setelah pemberian materi. Sedangkan angket digunakan untuk mengumpulkan data sikap belajar siswa yang dilakukan sebelum dan setelah perlakuan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3.9.

Tabel3.9.

Teknik PengumpulanData Sumber

Data

JenisData Teknik

PengumpulanData

Instrumen

Siswa Sikap Belajar

Penguasaan konsep

Angket Sikap Belajar yang diberikan sebelum dan sesudah perlakuan

Tesawaldan Tes akhir penguasaan konsep

Angket Sikap Belajar

Butir soalobjektif penguasaan konsep hubungan SDA dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat

3.6.AnalisisData

Sebelum analisis data, langkah pertama yang dilakukan adalah verifikasi dan penyekoran data. Data sikap belajar dan penguasaan konsep yang telah diperoleh diverifikasi untuk memisahkan data yang dapat digunakan dan tidak dapat digunakan dalam analisis. Langkah selanjutnya adalah melakukan penyekoran data sehingga diperoleh data kuantitatif (skor) yang akan digunakan dalam analisis data.

Tujuan penelitian ini adalah menguji dan menganalisis peningkatan skor sikap belajar dan penguasaan konsep kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pengujian inidilakukan untuk mengetahuiperbedaanpeningkatan skor sikap belajar dan penguasaan

konsepsebelumdansesudahperlakuan. Peningkatanyangterjadi


(25)

Subuh Anggoro, 2014 Keterangan:

Spre=Skortes awal Spost =Skortes akhir Smaks=Skormaksimum g =SkorN-gain

Kriteria perolehan skor N-Gain ditampilkan pada Tabel. 3.10. Tabel3.10

KategoriPerolehanSkorN_Gain

Batasan Kategori

g>0,7 Tinggi

0,3≤ g≤ 0,7 Sedang

g<0,3 Rendah

Selanjutnyadatapeningkatan skor sikap belajar dan penguasaan konsep dianalisisdenganmenggunakan ujistatistikdengan tahapan-tahapansebagai berikut:

a.UjiNormalitas

Sebelum melakukan pengujian hipotesis perlu dilakukan pengujian model distribusi normal untuk mengetahui normalitas distribusi populasi data penelitian. Uji normalitas dilakukan dan diolah menggunakanuji non parametrik Kolmogorov-Smirnovsatu sampel (one-sampel Kolmogorov-Smirnovtest) padaprogramSPSS,dengankriteriapengujiansebagai berikut:

Ho : distribusi probabilitas data adalah distribusi probabilitas normal Hi : distribusi probabilitas data bukan distribusi probabilitas normal

Kriteria pengujian adalah tolak Ho apabila nilai Z hitung ≤ Z tabel pada (α)0,05

b. UjiHomogenitas

Selain populasi berasal dari populasi berdistribusi normal, variansi populasi perlu homogen. Untukujihomogenitasmenggunakan ujinonparametrikrelasiduasampel

(tworelatedsampeltest)padaprogram SPSSVersi17.Adapunkriteria


(26)

H0 : Varians populasi skor kelompok eksperimen dankelompokkontrolhomogen

H1 : Varians populasi skor kelompok eksperimen dankelompokkontroltidak

homogen

Kriteriapengujianialah: TolakH0 jikanilai F hitung<(α)0,05

.

Untuk menjawab hipotesis penelitian, langkah yang dilakukan setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas adalah sebagai berikut:

1. Langkah yang dilakukan untuk menjawab hipotesis 1(StrategiJoyful Learning dapat meningkatkan sikap belajar siswa dalam pembelajaran IPA) adalah:

a. merumuskan hipotesis nol dan hipotesis alternatif

Berdasarkanhipotesispenelitianyangdiajukantersebut,makahipotesisyangakandiujiadalah: Ho : StrategiJoyful Learning tidak memberikan perbedaan dalam

peningkatan sikap belajar siswa dalam pembelajaran IPA; dan H1 : StrategiJoyful Learning memberikan perbedaan peningkatan

sikap belajar dalampembelajaran IPA b. menguji hipotesis menggunakan uji t

Rumus yang digunakan untuk uji t dua variabel adalah sebagai berikut:

ℎ� �= � 1−� 2 �1

1+

�2 2−2 .

1 1 +

2 2

Keterangan:

r = Nilai korelasisikap belajar 1(kelas eksperimen) dengan 2 (kelas kontrol) n = Jumlah siswa

x1 = Rata-rata skor sikap belajar(kelas eksperimen)

x2 = Rata-rata skorsikap belajar(kelas kontrol)

S1 = Varians skor sikap belajar(kelas eksperimen)

S2 = Varians skorsikap belajar(kelas kontrol)

s1 = Standar deviasi skor sikap belajar(kelas eksperimen) s2 = Standar deviasi skorsikap belajar (kelas kontrol)


(27)

Subuh Anggoro, 2014

Secara statistik hipotesis yang diajukanadalah Ho : μ1≤μ2

Ha : μ1 >μ2

Ho diterima jika harga t hitung (t hit) ≤ harga t tabel Ho ditolak jika harga t hitung (t hit) > harga t tabel Keterangan:

μ1: Rata-rata peningkatan skorsikap belajar siswakelaseksperimen.

μ2: Rata-rata peningkatan skorsikap belajar siswakelaskontrol

PengujianhipotesisH0danH1denganuji satuarahpadad e n g a n

kriteria:tolakH0jikaSignifikansi<(α)0,05.Perhitungan uji-tuntukduasampelbebas

(Independentsamplest-test)menggunakan SPSS

2. Langkah yang dilakukan untuk menjawab hipotesis 2 (StrategiJoyful Learning dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa dalam pembelajaran IPA) adalah:

a. merumuskan hipotesis nol dan hipotesis alternatif

Berdasarkanhipotesispenelitianyangdiajukantersebut,makahipotesisyangakandiujiadalah: Ho: StrategiJoyful Learning tidak memberikan perbedaan dalam peningkatan

penguasaan konsep siswa dalam pembelajaran IPA dan

H1 : StrategiJoyful Learning memberikan perbedaan dalam peningkatan

penguasaan konsep siswa dalam dalampembelajaran IPA b. menguji hipotesis menggunakan uji t

Rumus yang digunakan untuk uji t peningkatan penguasaan konsep sama dengan yang digunakan untuk menguji peningkatan sikap belajar. Secara statistik hipotesis yang diajukanadalah

Ho : μ1≤μ2

Ha : μ1 >μ2

Keterangan:

μ1: Rata-rata peningkatan skorpenguasaan konsep siswakelaseksperimen.


(28)

PengujianhipotesisH0danH1denganuji satuarahpadad e n g a n

kriteria:tolakH0jikaSignifikansi<(α)0,05.Perhitungan uji-tuntukduasampelbebas

(Independentsamplest-test)menggunakan SPSS. Ho diterima jika harga hitungan (t hit) ≤ harga tabel (α)0,05.

3. Langkah yang dilakukan untuk menjawab hipotesis 3 (sikap belajar berkorelasi positip terhadap penguasaankonsep IPA) adalah:

a. merumuskan hipotesis nol dan hipotesis alternatif

Adapun hipotesis nol dan hipotesis alternatif yang diajukan adalah sebagai ber ikut H0 : tidak terdapat korelasi positip antara sikap belajar dan penguasaan konsep

H1 : terdapat korelasi positip antara sikap belajar dan penguasaan konsep

b. Menguji hipotesis menggunakan Uji Product Moment Spearman Perhitungan uji korelasi Product Moment Spearman dengan rumus

PengujianhipotesisH0danH1denganuji duaarahpadadengankriteriatolakH0jikanilai t hitung <t

tabel(α)0,05. Interpretasi nilai korelasi (r) ditampilkan pada Tabel 3.11. Tabel 3.11

Kriteria Nilai Korelasi Product Moment Spearman r Interpretasi

0 Tidakberkorelasi 0,01-0,20 KorelasiSangatrendah 0,21-0,40 Rendah 0,41-0,60 Agakrendah 0,61-0,80 Cukup 0,81-0,99 Tinggi


(29)

Subuh Anggoro, 2014

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Padababinidiuraikanmengenai hasil, temuandanpembahasan penelitian. 4.1HasilPenelitian

Berdasarkan laporan hasil belajar semester gasal tahun 2013/2014 diperoleh data skor IPA dari kedua SD seperti Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Skor IPA sebelum perlakuan

Gambar 4.1. menunjukkan skor IPA dari kedua kelas sebelum pelaksanaan penelitian. Berdasarkan gambar tersebut terlihat lebih dari 80% di kelas kontrol berada pada rentang skor 60-80. Bahkan seluruh kelas eksperimen berada pada kisaran tersebut.

4.1.1. Peningkatan Sikap Belajar dengan StrategiJoyful Learning

Sikap belajar yang diobservasi dalam penelitian ini adalah sikap kognitif, afektif dan konatif. Sikap kognitif meliputi sikap siswa terhadap kebermanfaatan materi IPA, ketepatan media dan model pembelajaran yang digunakan dan kemampuan mengajar guru. Sikap afektif meliputi sikap siswa terhadap materi yang dianggap menarik, media dan model pembelajaran yang menarik dan menyenangkan serta karakter guru mengajar. Sedangkan sikap konatif meliputi sikap siswa terhadap materi IPA, media dan model pembelajaran yang inspiratif, serta

4.44 0

53.33 50

28.89

50

13.33 0

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00

Kontrol Eksperimen

%

j

u

m

la

h

s

is

w

a

Skor IPA

50-59 60-69 70-79 >80


(30)

antusiasme guru dalam mengajar. Deskripsi skor sikap belajar sebelum dan setelah perlakuan serta nilai N-Gain ditampilkan pada Gambar 4.2. Sedangkan perhitunganselengkapnyadisajikanpada LampiranC)

Gambar 4.2. Deskripsi Data Sikap Belajar

Gambar 4.1menjelaskan tentang skor sikap belajar selama perlakuan. Berdasarkan gambar tersebutterlihat kenaikan skor sikap belajar pada kelas eksperimen dan penurunan skor sikap belajar pada kelas kontrol. Peningkatan skor sikap belajar kelompok eksperimen sebesar0,33termasuk kategori sedang berdasar kriteria Hake (Meltzer, 2002), sedangkan peningkatan skor sikap belajar kelompok kontrolsebesar -0,11 termasuk kategori rendah.

Hasil penelitian ini mendukung pendapat Tanpa nama (2004), HADC (2005), Hayes (2007), Wei dkk. (2011) dan Chopra & Chabra (2013) bahwa Joyful Learning memberikan hasil yang lebih baik dibanding pembelajaran konvensional. Peningkatan sikap belajar yang lebih tinggi juga didukung oleh pendapat Meier (2000), Willis (2007,2009, 2011) dan Wolk (2011) tentang pengaruh Joyful terhadap perilaku belajar atau menerima informasi.

-0.50 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00

Eksperimen Kontrol

2.92

3.01 3.62

2.91 0.33

-0.18

S

k

o

r

Perlakuan

Pre Post N-Gain


(31)

Subuh Anggoro, 2014

BerdasarkankategoriHake(Meltzer,2002), skorN-Gain diklasifikasikan kedalamtigakategoripeningkatanyaitukategoritinggi,sedang danrendah.

Banyaknyasiswakelasekperimendankelaskontrolyang memenuhi

kategoritinggi,sedang,danrendahditunjukkanpadaGambar 4.3.

Gambar 4.3. Perbandingan Peningkatan Skor Aspek Sikap Belajar

PadaGambar4.3tampakbahwamayoritassiswakelas kontrol memperolehskorN-Gain dengankategorirendah pada setiap aspek sikap.Sedangkan pada kelas eksperimen, sebagian besar siswa (lebih dari 80%) siswa mengalami peningkatan skor sikap belajar kategori sedang pada aspek afektif dan konatif. Berdasarkan hasil tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa strategiJoyful Learning dalam pembelajaran IPA memberikan peningkatan sikap belajar yang lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional.

Gambar 4.1 dan 4.2. menunjukkan bahwa terjadi perbedaan peningkatan skor sikap belajar pada kedua kelas perlakuan. Data-data tersebut mengindikasikan skor sikap belajar kelas eksperimen lebih tinggi dibanding kelas kontrol. Untukmengetahui signifikan atautidaknyaperbedaan tersebut,makadilakukananalisisstatistik uji normalitas, uji homogenitas dan ujiPerbedaandua rata-rata.

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00

Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol

Kognitif Afektif Konatif

0.00 2.27 0.00 0.00 0.00 0.00

24.24 18.18 87.88 6.82 81.82 0.00 75.76 79.55 12.12 93.18 18.18 100.00 % ju m la h s is w a

Aspek Sikap Belajar

Tinggi Sedang Rendah


(32)

Tabel4.1

UjiNormalitasN-Gain Skor Rata-rataSikap Belajar

Kelompok Mean Std.

Dev Z p. Kesimpulan Keterangan

Eksperimen 0.3292 0.07414 0.877 0.425 TerimaH0 Normal Kontrol -0.1685 0.18940 0.561 0.91 TerimaH0 Normal

Tabel4.1menunjukkan bahwaberdasarkan uji normalitas, sikap belajar baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol memiliki nilaihitung yang lebih rendah daripada tabelpada taraf signifikansi (α)0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa populasirata-rataskor

pretestdan posttest kelas eksperimen dan kontrol berdistribusi normal. Tabel4.2

UjiHomogenitasN-Gain Sikap Belajar

Kelompok Mean Std. Dev F df1 df2 p. Kesimpulan Keterangan

1. Eksperimen 0.3292 0.07414

23.0920 1 74 0.000 Terima H0 Homogen 2. Kontrol -0.1685 0.1894

Tabel4.2menunjukkan hasilperhitunganujihomogenitas(Uji Levene)skorsikap belajar. Berdasar nilai hitung statistik menunjukkan populasi data kedua perlakuan bersifat homogen ditunjukkan dengan nilai p < 0.05.

Setelahdilakukan ujinormalitasdanujihomogenitas terhadapdata sikap belajar,didapatkan keterangan bahwakelaseksperimen dan kontrol berdistribusi normal dan homogen,dengan demikian dapat dilanjutkandenganpengujianperbedaanduarata-ratamenggunakan uji-tdengan tarafsignifikansi(α)0,05.Hasil perhitungan uji-t untuk dua sampel bebas (Independent samples t-test) menggunakan SPSS ditampilkan padaTabel 4.3.


(33)

Subuh Anggoro, 2014

Tabel4.3

UjiPerbedaan SkorN-GainSikap Belajar

Kelompok Mean Std. Dev.

Std. Error Mean

F p. t p.

1.Eksperimen 0.338 0.0618 0.0109 26.925 0.000 15.057 0.000 2.Kontrol -0.187 0.1894 0.0289

Tabel 4.3. menunjukkan hasil uji Perbedaan skor N-Gain sikap belajar dari kedua perlakuan. Berdasarkan nilai uji Perbedaan menunjukkan bahwa strategi Joyful Learning

memberikan nilai statistik yang berbeda nyata (p <.05) terhadap peningkatan sikap belajar dalam pembelajaran IPA.

Kirikkaya, dkk. (2010) memaparkan Joyful Perceptionmemberikan pengaruh positif terhadap motivasi belajar peserta didik. Sejumlah educational gamesdengan strategiJoyful Learningtelah dikembangkan dan didasarkan pada teori dan strategi ilmu pendidikan/pedagogika (Kebritchi & Hirumi, 2008).Wei, dkk.(2011) melaporkan melalui strategiJoyful Classroom Learning System (JCLS) dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dan meningkatkan joyful perceptionselama proses pembelajaran. Jadal (2012a) dan Jadal (2012b) menyatakan bahwastrategiactivity-based joyful learning (ABJL) padabeberapa Sekolah Dasar di Maharastra India. memberikan hasil yang lebih baik dibanding pembelajaran konvensional.

Sikap belajar terbukti dapat ditingkatkan dengan menggunakan strategi Joyful Learning. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan masing-masing aspek sikap belajar digunakan uji statistik yang hasilnya ditampilkan pada Tabel 4.4.


(34)

Tabel4.4

HasilUjiPerbedaanDuaRata-rataN-Gain Sikap Belajar

AspekSikapBelajar Kelompok Mean Mean

Difference

Std. Error

Difference t df p.

Kognitif

1.

Eksperimen 0.199 0.1417 0.0251 2.026 73 0.046 2.Kontrol 0.030 - 0.2711 0.0413

Afektif

1.

Eksperimen 0.419 0.1200 0.0212 10.899 73 0.000 2.Kontrol 0.038 - 0.2133 0.0325

Konatif

1.

Eksperimen 0.370 0.1334 0.0235 14.732 73 0.000 2.Kontrol 0.264 - 0.2219 0.0338

Tabel4.4 menunjukkan hasil uji perbedaan peningkatan sikap belajar kedua perlakuan. Dari ketiga aspek belajarsemua menolak H0. Hal ini menunjukkan bahwa strategiJoyful Learning dapat meningkatkan sikap belajarpada aspek kognitif, afektif dan konatif dalam pembelajaran IPA.

4.1.2. Peningkatan PenguasaanKonsep melalui Strategi Joyful Learning

Penguasaan konsep yang diobservasi dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa memahami konsep hubungan sumberdaya alam dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat pada tingkatan kognitif mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3) dan menganalisis (C4). Berikut ini ditampilkan hasil pretes, postes dan N-Gain selama perlakuan.


(35)

Subuh Anggoro, 2014

Gambar 4.4. Deskripsi Skor Penguasaan Konsep

PadaGambar4.4. diketahuibahwa rata-ratapeningkatan skorpenguasaan konsep kelaseksperimenlebih besar dibanding kelaskontrol.Peningkatan nilai selama perlakuan mencapai 70,48% untuk kelas eksperimen dan 56,25% untuk kelas kontrol. Sedangkan dilihat dari rata-rata N-gain, kelas eksperimen 50% lebih tinggi dibanding kelas kontrol.

Banyaknyasiswakelasekperimendankelaskontrolyang memenuhi

kriteriatinggi,sedang,danrendahditunjukkanpadaGambar4.5.

Gambar 4.5. Perbandingan Peningkatan Skor Penguasaan Konsep berdasarkan Dimensi Proses Kognitif

Gambar4.5menunjukkanperbedaan peningkatan skor penguasaan konsep kedua

32.42 29.12 52.77 45.5 0.3 0.2 0 10 20 30 40 50 60

Skor rata-rata Skor Rata-rata

Eksperimen Kontrol

S k o r Penguasaan Konsep Pretes Postes N-Gain 3.03

0 0 0

33.33

2.27 0 0

63.64 13.64 36.36 11.36 30.3 25 24.24 38.64 33.33 86.36 63.64 88.64 36.36 72.73 75.76 61.36 0 20 40 60 80 100

Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol

Mengingat Memahami Melakukan Menganalisis

% ju m la h s is w a

Tingkat Penguasaan Konsep

Tinggi Sedang Rendah


(36)

perlakuan. Berdasarkan gambar tersebut mayoritassiswadari kelas kontrol mencapaiskorN-Gain dengankategorirendah.Sedangkan pada kelas eksperimen bervariasi pada tingkat kognitif mengingat, memahami dan melakukan. Persentase jumlah siswa yang mengalami peningkatan penguasaan konsep sedang kelas eksperimen pada tingkatan kognitifmengetahui, memahami dan mengaplikasikan lebih tinggi dibanding kelas kontrol. Berdasarkan hasil tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa strategiJoyful Learning

dalam pembelajaran IPA memberikan peningkatan penguasaan konsep yang lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Jadal (2012a), Jadal (2012b) dan Wei dkk.(2011) yang menyatakan bahwa Joyful Learning memberikan hasil belajar yang lebih tinggi dibanding pembelajaran konvensional (traditional learning method).


(37)

Subuh Anggoro, 2014

Penguasaan konsep didasarkan pada materi yang diberikan dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6. Perbandingan Peningkatan Skor Penguasaan Konsep berdasarkan Materi yang diberikan

Gambar 4.4, 4.5 dan 4.6memberikan kesimpulan bahwa diduga pembelajaran menggunakan Joyful Learning memberikan pengaruh positip terhadap penguasaan konsep siswa. Untuk menjawab hipotesis tersebutdilakukan uji statistikmeliputiujinormalitas,ujihomogenitas variansidan uji perbedaan rata-rata N-Gain kedua perlakuan. Hasi uji statistik ditampilkanpadaTabel4.5, 4.6 dan 4.7.

Tabel4.5

UjiNormalitasN-Gain PenguasaanKonsep

Kelompok Mean Std.

Dev Z p. Kesimpulan Keterangan

Eksperimen 0.30 0.10873 0.498 0.965 TerimaH0 Normal Kontrol 0.20 0.09132 0.777 0.582 TerimaH0 Normal

Tabel4.5menunjukkan hasil uji normalitas data kedua perlakuan. Berdasarkan uji statistik menunjukkan N-Gain penguasaan konsep baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol berdistribusi normal dibuktikan dengan nilai p >.05.

10.18 10.67 9.84 10.28

15.12 15.12 14.93

11.56

0.33 0.31 0.34 0.09

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00

SDA Bunyi SDA Bunyi

Eksperimen Kontrol

S

k

o

r

R

a

ta

-ra

ta

Penguasaan Konsep

Pre Post N-Gain


(38)

Tabel4.6

UjiHomogenitasN-Gain PenguasaanKonsep

Kelompok Mean Std. Dev F df1 df2 p. Kesimpulan Keterangan

1. Eksperimen 0.2981 0.10873

17.316 1 73 0.000 Terima H0 Homogen 2. Kontrol 0.2019 0.09132

Tabel4.6menunjukkan hasil perhitunganuji homogenitas N-Gain penguasaan konsep.Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa varian kedua perlakuan adalah homogen dibuktikan dengan nilai p < .05. Setelahdilakukan ujinormalitasdanujihomogenitas terhadapskor penguasaankonsep,didapatkan hasil statistik bahwakelaseksperimen dan kontrol berdistribusi normal dan homogen.Dengan demikian dapat dilanjutkandenganpengujianperbedaanN-Gain penguasaan konsep kedua perlakuan.


(39)

Subuh Anggoro, 2014

Tabel4.7

HasilUjiPerbedaanDuaRata-rataN-Gain PenguasaanKonsep

Kelompok Mean Std.

Dev. Difference Mean Difference Std. Error t p. 1. Eksperimen 0.4034 0.2217 0.21296 0.04304 4.948 0.000 2. Kontrol 0.1905 0.1481

Tabel 4.7menunjukkan hasil perhitungan uji perbedaan rata-rata peningkatan skor penguasaan konsep. Berdasarkan tabel tersebut, peningkatan penguasaan konsep kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Dengan demikian dapat disimpulkan Joyful Learning memberikan peningkatan penguasaan konsep secara signifikan. Kesimpulan tersebut sesuai dengan hasil penelitian Astuti dkk (2010), Widyayanti (2011), Jadal (2012a), Jadal (2012b), serta Mishra dan Yadav (2013).

Untuk mengetahui perbedaan N-Gain penguasaan konsep untuk masing-masing tingkatan kognitif dilakukan uji perbedaan dua rata-rata N-Gain kedua perlakuan. Hasil uji perbedaan ditampilkan pada Tabel 4.8.

Tabel4.8

HasilUjiPerbedaanDuaRata-rataN-Gain

PenguasaanKonsepBerdasarkan Dimensi Proses Kognitif

TingkatanKognitifPenguasaanKon

sep Kelompok Mean

Std. Dev. Mean Differenc e Std. Error Differenc e

T df p

Mengingat

1. Eksperime n

0.403

4 0.2217 0.22034 0.0436 5.053 7 5

0.00 0

2. Kontrol 0.183 1 0.1532 2 Memahami 1. Eksperime n 0.232 8 0.1374

9 0.079 0.02867 2.755 7 5

0.00 0

2. Kontrol 0.153 8

0.1092 1


(40)

Mengaplikasikan 1. Eksperime n 0.551 6 0.3258

8 0.32275 0.05985 5.392 7 5

0.00 0

2. Kontrol 0.228

8 0.1843

Menganalisis 1. Eksperime n 0.200 3 0.1603

7 -0.08707 0.0397 -2.193 7 5

0.03 2

2. Kontrol 0.287 4

0.1755 4

Tabel 4.8. menunjukkan hasil uji perbedaan rata-rata peningkatan penguasaan konsep yaitu pada tingkatan kognitif mengingat, memahami, mengaplikasikan, dan menganalisis. Berdasarkan tabeltersebut,dari keempat tingkatan kognitif penguasaan konsep, aspek mengingat, memahami,mengaplikasikandan menganalisis menunjukkan perbedaan yang nyata ditunjukkan dengan nilai p<.05.

StrategiJoyful Learning dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa pada tingkatan kognitif mengingat, memahami dan mengaplikasikan dalam pembelajaran IPA berdasarkan nilai rata-rata (mean). Wei, dkk.(2011) mengungkapkan bahwa siswa lebih mudah mengingat dan memahami dengan baik apa yang mereka pelajari apabila hal itu menarik atau mengandung bagian yang membuat mereka harus menemukan sendiri jawabannyamemahami sebuah konsep dengan cara bermain atau melakukan kegiatan (Jadal, 2012a dan Jadal, 2012b).

Untuk mengetahui perbedaan N-Gain penguasaan konsep terkait pengetahuan yang diberikan dilakukan uji perbedaan dua rata-rata N-Gain kedua perlakuan. Hasil uji perbedaan ditampilkan pada Tabel 4.9.

Tabel4.9

HasilUjiPerbedaanDuaRata-rataN-Gain

PenguasaanKonsepBerdasarkan Konsep yang Diberikan

PenguasaanKonsep Kelompok Mean Std.

Dev.

Mean Difference

Std. Error

Difference T df p

SumberdayaAlam

1. Eksperimen 0.337 0.2615 -0.012 0.062 0.417 75 0.679 2. Kontrol 0.349 0.2603


(41)

Subuh Anggoro, 2014

2. Kontrol 0.071 0.3563

Strategi Joyful Learning memberikan peningkatan yang signifikan terhadap penguasaan konsep bunyi dan tidak signifikan pada konsep Sumberdaya Alam. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p<.05 untuk penguasaan konsep Bunyi dan p>.05 untuk penguasaan konsep Sumberdaya Alam. Siswa kedua kelas perlakuan memiliki tingkat penguasaan konsep Sumberdaya Alam yang tidak berbeda apabila dilihat dari rata-rata skor penguasaan konsep maupun peningkatan penguasaan konsepnya.


(42)

4.1.3. Hubungan antara Sikap Belajar dengan Penguasaan Konsep

Untuk mengetahui hubungan antara sikap belajar dengan penguasaan konsep IPA dilakukan dengan uji korelasi product moment Pearson. Berdasarkan perhitungan uji normalitas dan homogenitas N-Gain sikap belajar dan penguasaan konsep yaitu Tabel 4.2, 4.3, 4.6 dan 4.7 diketahui bahwa kedua variabel tersebut berdistribusi normal dan homogen. Hasil perhitungan uji korelasi Product Moment Spearmanditampilkan pada Tabel 4.10

Tabel4.10

HasilUjiKorelasiRata-rataN-Gain Sikap Belajar dan PenguasaanKonsepIPA

Aspek Mengingat Memahami Mengaplikasikan Menganalisis Kognitif r(-0,129).p>.05 r(0,158).p>,05 r(-0,033).p>,05 r(-0,172).p>,05

Afektif r(0,265).p<.05 r(0,201).p<,05 r(0,363).p<,05 r(-0,282).p<,05

Konatif r(0,357).p<.05 r(0,249).p<,05 r(0,473).p<,05 r(-0,257).p<,05

Tabel 4.9 memberikan gambaran bahwa peningkatan sikap belajar aspek afektif dan konatif berkorelasi secara signifikan dengan peningkatan penguasaan konsep pada aspek mengingat, memahami, mengaplikasikan dan menganalisis. Berdasarkan hasil tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa sikap belajar berkorelasi positip terhadap penguasaan konsep IPA terutama yang berkaitan dengan kemampuan kognitif siswa pada tingkatan kognitif memahami, mengaplikasikan dan menganalisis (ranah kognitif C2 – C4).

4.2. Temuan dan Pembahasan

4.2.1. Peningkatan Sikap Belajarmelalui StrategiJoyful Learning

Sikap menurut Second &Backman (Azwar, 2009)merupakan keteraturan tertentu dalam hal pengetahuan (kognisi), pemahaman(afeksi), dan perilaku (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh seseorang terhadap suatu obyek. Sedangkan komponen afektif merupakan aspek emosional yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Joyful Learning terbukti memberikan pengaruh positip terhadap sikap belajar siswa dalam pembelajaran IPA.


(43)

Subuh Anggoro, 2014

Peningkatan sikap belajar aspek kognitif pada kelas eksperimen (N-Gain 0,199) berbanding terbalik penurunan pada kelas kontrol (-0,030). Berdasarkan hasil observasi selama pembelajaran, siswa kelas eksperimen memiliki kecenderungan pendapat bahwa dengan Joyful Learning membuat mereka lebih mengerti manfaat mempelajari materi IPA. Media dan metode pembelajaran IPA sudah sesuai dengan materi yang diberikan. Kemampuan guru dalam mengajarkan IPA dianggap lebih baik. Sedangkan pada siswa kelas kontrol tidak terjadi perubahan sikap pada aspek kognitif karena mereka menganggap pembelajaran yang dilakukan tidak berbeda dengan yang biasa mereka terima.

Peningkatan sikap belajar pada aspek afektif menunjukkan kecenderungan yang sama dengan aspek kognitif. Siswa kelas eksperimen berpendapat dengan Joyful Learning, materi IPA yang diberikan lebih menarik. Metode dan media pembelajaran yang digunakan dirasakan lebih menarik dan menyenangkan. Interaksi antara guru dan siswa dirasakan lebih menyenangkan karena dalam proses pembelajaran siswa merasakan suasana belajar yang menarik.

Siswa kelas kontrol memiliki kecenderungan pendapat bahwa kegiatan pembelajaran tidak membuat mereka tertarik dengan IPA karena materi yang diajarkan tidak menarik. Metode pembelajaran yang digunakan tidak membuat mereka tertarik karena hanya berdiskusi dan menyampaikan hasil diskusi. Tidak ada perubahan sikap guru dalam pembelajaran yang membuat mereka tertarik dengan materi IPA yang diajarkan.

Joyful Learning memberikan peningkatan sikap belajar pada aspek konatif. Siswa di kelas eksperimen memiliki sikap positip terhadap pembelajaran IPA. Materi IPA yang diajarkan membuat mereka ingin selalu belajar IPA. Metode dan media pembelajaran yang digunakan oleh guru membuat mereka ingin selalu mempelajari IPA karena rasa ingin tahu dan minat mereka tersalurkan. Sebagian besar siswa berpendapat pelajaran IPA perlu ditambah waktunya. Mereka berpendapat bahwa proses pembelajaran menggunakan Joyful Learning membuat mereka selalu ingin belajar. Siswa berpendapat bahwa guru yang membuat mereka selalu ingin belajar IPA.

Pada siswa kelas kontrol terjadi penurunan sikap belajar pada aspek konatif. Materi IPA yang diberikan tidak membuat mereka termotivasi untuk lebih giat belajar IPA. Mereka berpendapat media yang digunakan serta metode pembelajaran membosankan karena hanya demonstrasi, ceramah dan diskusi. Bahkan beberapa siswa berpendapat bahwa bila diijinkan


(44)

mereka tidak ingin mengikuti pelajaran IPA. Guru yang mengajar IPA membuat tidak mampu membuat mereka ingin belajar IPA.

Pada kelas eksperimen, guru mengaplikasikan kegiatan pembelajaran menggunakan prinsip-prinsip prinsip-prinsip learning by playing, learning by doing, learning by enjoying and learning by problem solving. Siswa melakukan sinergi kegiatan membuat alat dan bermain peran seperti membuat stetoskop dan memeriksa denyut jantung. Pada waktu yang lain siswa membuat alat musik dari botol yang diisi air dalam jumlah tertentu dan membuat nada lagu yang mereka pilih sendiri. Peran guru dalam kegiatan tersebut adalah sebagai fasilitator dan penilai. Siswa terlihat antusias dalam mengaplikasikan kegiatan-kegiatan tersebut, terlihat dari kemauan mereka membawa peralatan sendiri dari rumah dan keinginan kuat untuk bisa membuat alat peraga dan mengaplikasikannya.

Hal yang paling mendasar dari penemuan teori perkembangan kognitif Piaget adalah belajar pada siswa tidak harus terjadi hanya karena seorang guru mengajarkan sesuatu padanya.Piaget(Blake & Pope, 2008 dan Simatwa, 2010) percaya bahwa belajar terjadi karena siswa memang mengkonstruksi pengetahuan secara aktif darinya, dan ini diperkuat bila siswa mempunyai kontrol dan pilihan tentang hal yang dipelajari. Hal ini tidaklah meniadakan faktor guru dalam proses pembelajaran. Pengajaran oleh guru yang mengajak siswa untuk bereksplorasi, mengaplikasikan manipulasi, baik dalam bentuk fisik atau secara simbolik, bertanya dan mencari jawaban, membandingkan jawaban dari siswa lain akan lebih membantu siswa dalam belajar dan memahami sesuatu.

Pada awal pembelajaran, guru memberikan pengantar materi dengan cara bermain, baik menggunakan alat bantu permainan seperti puzzle dan buku komik IPA maupun tanpa menggunakan alat bantu. Disamping itu selama proses pembelajaran, guru mengaplikasikan interaksi yang intens pada siswa melalui kegiatan diskusi interaktif.

Pada setiap pembelajaran, guru menyediakan waktu untuk mengaplikasikan kegiatan di luar ruangan. Kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan materi yang disampaikan. Hal ini ternyata memberikan suasana yang berbeda dibanding bila dilakukan di dalam kelas. Siswa dapat mengaplikasikan kegiatan dengan berkelompok dengan ruang yang lebih luas. Siswa terlihat lebih semangat dalam mengaplikasikan kegiatan pembelajaran karena kegiatan pembelajaran dapat dilakukan sambil bermain.


(45)

Subuh Anggoro, 2014

Menurut Vygotsky (dalam Tarman dan Tarman, 2011) melalui bermain, semua aspek perkembangan anak dapat ditingkatkan. Dengan bermain secara bebas anak dapat berekspresi dan bereksplorasi untuk memperkuat hal-hal yang sudah diketahui dan menemukan hal-hal baru. Melalui permainan, anak-anak juga dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal, baik potensi fisik maupun mental intelektual dan spritual. Oleh karena itu, bermain bagi anak merupakan jembatan bagi berkembangnya fisik dan psikisnya (Brotherson, 2009).

Pembelajaran merupakan proses perkembangan pengetahuan yang bersifat holistik dan berkesinambungan melalui interaksi sosial, berdasarkan pengalaman dan siswa beradaptasi dengan kehidupan mereka. Melalui bermain, interaksi sosial dengan rekan sebaya, guru serta orangtua dapat dibangun dengan baik. Interaksi dengan orang dewasa (dalam hal ini guru di sekolah dan orangtua di rumah) amat penting agar proses perkembangan kognitif lebih cepat dicapai. Hal ini sesuai dengan pandangan Vygotsky tentang konsep Zone Proximal Development

(Saleh, 2011).

Pada akhir pembelajaran, guru mengajak siswa mengaplikasikan kegiatan evaluasi lewat kegiatan berkompetisi. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi melalui poster yang mereka buat bersama, kemudian kelompok yang lain memberikan penilaian. Hal ini membuat setiap kelompok berusaha menampilkan yang terbaik.

Implikasi dari teori kognitif Vygostky (dalam Tarman & Tarman, 2011), pada pembelajaran yaitu :

1. Dikehendaki setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif sehingga siswa dapat berinteraksidi sekitar tugas-tugas dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah afektif dalam zona of proximal development.

2. Dalam pengajaran ditekankan scaffoldingsehingga siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri.

Joyful Learning merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan rasa senang, bahagia, dan nyaman dari pihak-pihak yang sedang berada dalam proses belajar mengajar. Di sini terdapat keterikatan cinta dan kasih sayang antara guru dan peserta didik maupun antar peserta didik. Keterikatan hati di dalam proses belajar mengajar akan membuat masing-masing pihak berusaha memberikan yang terbaik untuk menyenangkan pihak lain. Guru dengan semangat menggebu-gebu akan berusaha optimal memimpin kelas dengan cara yang paling menarik, sedangkan


(46)

peserta dengan antusias dan berlomba-lomba ikut aktif ambil bagian dalam setiap kegiatan. Dengan demikian,Joyful Learning menjadi sarana yang membuat guru maupun peserta didik menjadi betah menjalani sesi demi sesi pelajaran sehingga hasilnya akan maksimal (Adodo & Gbore, 2011; Saleh, 2011; Jadal, 2012a;Majzub, dkk (2012); dan Chopra & Chabra, 2013).

Joyful Learning yang dilakukan di kelas eksperimen bersesuaian dengan ciri-ciri yang dikemukakan oleh Corbeil (1999), Meier (2000) dan Wolk (2011). Adanya lingkungan yang rileks, menyenangkan, tidak membuat tegang (stress), aman, menarik, dan tidak membuat siswa ragu mengaplikasikan sesuatu meskipun keliru untuk mencapai keberhasilan tinggi. Ketersediaan materi pelajaran dan metode yang relevan, terlibatnya semua indera dan aktivitas otak kiri dan kanan, situasi belajar yang menantang (challenging) bagi siswa untuk mengeksplorasi materi yang sedang dipelajari, serta situasi belajar emosional yang positif ketika para siswa belajar bersama, membuat suasana belajar lebih menyenangkan.

Indikator Joy of Learning yang diutarakan oleh Wolk (2011) telah dilakukan pada kelas eksperimen. Beberapa indikator tersebut antara lain

a) find the pleasure in learning (mendapatkan kepuasan dalam belajar) b) let student create things (mengajak siswa berkreasi)

c) show off student work (memajang hasil kreasi siswa)

d) take time to thinker (menyediakan waktu yang cukup untuk berpikir)

e) make school spaces inviting (membuat lingkungan sekolah sebagai sumber belajar) f) get outside (mengembangkan aktivitas pembelajaran di luar kelas)

g) read good books (menyediakan buku-buku berkualitas sesuai dengan perkembangan kognitif siswa)

Atmosfir “penemuan yang menyenangkan” tersebut membuat siswa mempertahankan antusiasme menjalani proses pembelajaran dengan penuh suka cita (Kohn, 2004).

Joyful Learning yang dilakukan di kelas eksperimen selaras dengan yang dikemukakan oleh Meier (2000). Siswa merasakan suasana pembelajaran yang membangkitkan minat belajar, rileks, dan menarik sehingga membuat siswa semangat dan berkonsentrasi tinggi selama pembelajaran. Adanya keterlibatan penuh dalam pembelajaran ditunjukkan dengan kemauan untuk menyediakan sendiri peralatan dan pembagian tugas dalam kelompok secara mandiri dengan gembira.


(47)

Subuh Anggoro, 2014

pelajaran yang bermanfaat, metode dan media pembelajaran yang tepat, serta guru yang baik. Apabila hal tersebut didukung pengalaman afektif melalui materi pelajaran yang menarik, metode dan media pembelajaran yang menarik dan menyenangkan serta antusias dan menyenangkan, membuat siswa memiliki keinginan atau kecenderungan positip untuk mempelajari IPA (pengalaman konatif).

Sebagai hasil evaluasi, sikap yang disimpulkan dari berbagai pengamatan terhadap objek diekspresikan dalam bentuk respon kognitif, afektif (emosi), maupun perilaku (Triandis dalam Azwar, 2009). Siswa yang memiliki opini bahwa pembelajaran IPA bermanfaat bagi dirinya, menarik dan menyenangkan dalam proses pembelajarannya, memiliki kecenderungan untuk lebih giat belajar IPA. Sebaliknya, apabila pembelajaran IPA dianggap sebagai beban, ditunjang oleh proses pembelajaran yang membosankan, menyebabkan siswa malas untuk belajar IPA.

4.2.2. Peningkatan Penguasaan Konsep melalui Strategi Joyful Learning

Penguasaan konsep atau mastery concepts menurut Dahar (2003) adalah kemampuan siswa dalam memahami makna secara ilmiah baik teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan definisi penguasaan konsep menurut Bloom (dalam Krathwohl dan Anderson, 2001) yaitu kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan ke dalam bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengaplikasikannya.

Materi IPA yang diajarkan saat penelitian adalah tentang Sumberdaya Alam dan Bunyi. Melalui materi SDA siswa diharapkan dapat menguasai peta konsep tentang sumberdaya alam, pelestarian lingkungan, dampak pengambilan bahan alam tanpa pelestarian, serta menggunakan sumberdaya alam secara bijaksana. Sedangkan pada materi bunyi siswa diharapkan menguasai konsep hubungan sifat bunyi dan benda serta percobaan sifat-sifat bunyi. Penguasaan konsep diukur dari kemampuan siswa menjawab butir soal tes dengan tingkat penguasaan kognitif mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3) dan menganalisis (C4).

Joyful Learning memberikan peningkatan skor yang lebih tinggi pada kelas eksperimen (0,40±0,222) dibandingkelas kontrol (0,18±0,16). Materi SDA dan Bunyi yang diajarkan dengan


(48)

mengingat materi yang diajarkan. Hanya sebagian kecil siswa (13,64%) di kelas kontrol yang kemampuan kognitifnya meningkat pada tingkatan mengingat.

Peningkatan penguasaan konsep siswa pada tingkatan kognitif memahami pada kelas eksperimen (0,23±0,13) relatif lebih tinggi dibanding kelas kontrol (0,15±0,11). Siswa di kelas eksperimen memahami materi SDA dan Bunyi lebih baik dibanding kelas kontrol dibuktikan dari 36,4% siswa kelas eksperimen mengalami peningkatan pemahaman mengalami peningkatan pada kategori sedang dibanding 11,4% siswa kelas kontrol. Melalui kegiatan pembelajaran yang bersifat tematik (hubungan antara dokter dan stetoskop, musisi dan alat musik, serta erosi dan akibatnya) siswa kelas eksperimen mengalami peningkatan pemahaman yang lebih dibanding hanya memfokuskan pada materi SDA dan Bunyi seperti di kelas kontrol.

Peningkatan penguasaan konsep pada tingkatan kognitif mengaplikasikan siswa kelas eksperimen (0,55±0,32) lebih tinggi dibanding kelas kontrol (0,23±0,18). Kegiatan pembelajaran yang menggunakan eksperimen dan bermain peran membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran dibanding menggunakan demonstrasi dan diskusi pada kelas kontrol.

Peningkatan penguasaan konsep pada tingkat kognitif menganalisis siswa kelas eksperimen (0,20±0,16) lebih rendah dibanding kelas kontrol (0,29±0,18). Joyful Learning pada kelas eksperimen belum dapat meningkatkan kemampuan analisis yang lebih baik dibanding kelas kontrol. Faktor yang menjadi penyebabnya adalah siswa terbiasa dengan menghafal konsep yang disampaikan guru. Siswa mengalami kesulitan ketika harus melakukan analisis dan mengkomunikasikannya. Pembelajaran menggunakan Joyful Learning membutuhkan waktu yang lebih panjang karena lebih banyak aktivitas yang dilakukan dibanding pembelajaran konvensional. Waktu pembelajaran yang hanya 3 x 35 menit dirasakan terlalu sedikit untuk membuat siswa memiliki kemampuan menganalisis sebuah konsep seperti sifat-sifat bunyi dan proses erosi & akibatnya. Disamping itu penilaian menggunakan tes obyektif seperti menjawab soal pilihan ganda dan uraian singkat dirasakan tidak dapat mengukur aspek analisis secara baik. Ketiga faktor tersebut yang diduga membuat Joyful Learning tidak memberikan peningkatan yang lebih baik pada penelitian ini.

Joyful Learning meberikan peningkatan skor penguasaan konsep Bunyi pada kelas eksperimen. Pada materi Bunyi, siswa kelas eksperimen melakukan eksperimen berupa pembuatan stetoskop sederhana dan alat musik, sedangkan siswa kelas kontrol diberikan


(49)

Subuh Anggoro, 2014

demonstrasi penggunaan stetoskop dan alat musik. Siswa memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengingat dan memahami dengan baik apa yang mereka pelajari apabila hal itu menarik atau mengandung bagian yang membuat mereka harus menemukan sendiri jawabannya. Ketika ketertarikan siswa tinggi, stres dan kegelisahan akan menurun, sehingga siswa lebih dapat menerima kesalahan mereka dan mau mencoba kembali. Dengan demikian karena fokus mereka meningkat, siswa akan lebih mudah memahami materi yang diberikan guru (Willis, 2007).

Ketika pelajaran bersifat membosankan, tidak relevan dengan kehidupan mereka, atau membingungkan akan menimbulkan kondisi stres bagi siswa. Dalam kondisi seperti ini, informasi tidak dapat melewati amigdala untuk menuju tingkat berpikir yang lebih tinggi serta pusat memori otak. Apabila kondisi ini berlangsung lama, maka bisa membawa kepada kerusakan dan kehilangan hubungan sinaps-sinapsdan dendrit-dendrit penting pada hippocampus. Informasi baru tidak bisa mencapai wilayah otak yang menjadi tempat pemrosesannya, yang berhubungan dengan dengan pengetahuan sebelumnya, serta penyimpanan untuk pemanggilan pada waktu berikutnya (Kohn, 2004).

Joyful Learning tidak memberikan perbedaan peningkatan penguasaan konsep Sumberdaya Alam yang nyata. Sebagian siswa kelas kontrol sudah mengetahui materi Sumberdaya Alam melalui informasi di media. Hal ini diketahui padaa saat sesi diskusi, siswa kelas kontrol mampu menjelaskan dampak pengambilan sumberdaya tanpa pelestarian dengan baik. Hal ini berdampak pada peningkatan penguasaan konsep yang tidak berbeda dengan kelas eksperimen.

Tingkatan kognitif menganalisis memberikan hasil peningkatan penguasaan pada kategori rendah (Meltzer, 2007). Kemampuan menganalisis merupakan bagian yang sulit siswa kelas 4. Seperti diketahui bahwa dalam perkembangan kognitif menurut Piaget, siswa kelas 4 masih dalam perkembangan operational concrete. Pada tahap operasional konkrit, pembelajaran tidak semestinya hanya terpaku pada mempelajari konsep melainkan siswa harus terlibat dalam kegiatan yang langsung berinteraksi dengan objek yang dipelajari. Siswa lebih mudah mengingat dan memahami sebuah konsep dengan cara mengaplikasikan. Sedangkan kemampuan menganalisis memerlukan pembiasaan sejak dini dan waktu yang panjang.

Joyful Learning dalam penelitian ini terbukti memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan penguasaan konsep IPA. Peningkatan penguasaan konsep secara signifikan terjadi


(1)

Subuh Anggoro, 2014

PENINGKATAN SIKAP BELAJAR DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SERTA KORELASINYA MELALUI Uji Normalitas Data N-Gain Sikap Belajar

Descriptive Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Eksperimen 32 .3292 .07414 .10 .58

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

SB

N 32

Normal Parametersa Mean .3292

Std. Deviation .07414

Most Extreme Differences Absolute .155

Positive .124

Negative -.155

Kolmogorov-Smirnov Z .877

Asymp. Sig. (2-tailed) .425

a. Test distribution is Normal.

Descriptive Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Kontrol 43 -.1865 .18940 -.64 .19

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

PK

N 43

Normal Parametersa Mean -.1865

Std. Deviation .18940

Most Extreme Differences Absolute .086

Positive .086

Negative -.050

Kolmogorov-Smirnov Z .561

Asymp. Sig. (2-tailed) .911


(2)

NGain

Kelompok N Mean Std. Dev Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Min Max Lower

Bound

Upper Bound

Eksperimen 32 .3292 .07414 .01311 .3025 .3559 .10 .58 Kontrol 43 -.1865 .18940 .02888 -.2448 -.1282 -.64 .19 Total 75 .0335 .29766 .03437 -.0350 .1020 -.64 .58

Test of Homogeneity of Variances NGain

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

23.092 1 73 .000

ANOVA NGain

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 4.880 1 4.880 212.412 .000

Within Groups 1.677 73 .023

Total 6.557 74

Uji Kesamaan N-Gain Sikap Belajar

Group Statistics

Grup N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean


(3)

Independent Samples Test Levene's Test

for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Differ

ence

Std. Error Differen

ce

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper NGain Equal

variances assumed

23.092 .000 14.574 73 .000 .51572 .03539 .44520 .58625 Equal

variances not assumed


(4)

Uji Normalitas N-Gain Penguasaan Konsep Descriptive Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Eksperimen 32 .2981 .10873 .04 .54

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

PKEks

N 32

Normal Parametersa Mean .2981

Std. Deviation .10873

Most Extreme Differences Absolute .088

Positive .087

Negative -.088

Kolmogorov-Smirnov Z .498

Asymp. Sig. (2-tailed) .965

a. Test distribution is Normal.

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Kontrol 43 .2019 .09132 .07 .50

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

PKKont

N 43

Normal Parametersa Mean .2019


(5)

Uji Homogenitas N-Gain Penguasaan Konsep Descriptives NGainPK

Kelompok N Mean Std. Dev Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Min Max Lower

Bound

Upper Bound

Eksperimen 32 .2981 .10873 .01922 .2589 .3373 .04 .54 Kontrol 43 .2019 .09132 .01393 .1738 .2300 .07 .50 Total 75 .2429 .10947 .01264 .2177 .2681 .04 .54

Test of Homogeneity of Variances NGainPK

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

.861 1 73 .356

ANOVA NGain PK

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .170 1 .170 17.316 .000

Within Groups .717 73 .010


(6)

Uji Kesamaan Dua Rata-rata N-Gain Penguasaan Konsep Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

NGain PK

Equal variances

assumed .861 .356 4.161 73 .000 .09626 .02313 .05016 .14237

Equal variances