Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe Jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk Meningkatkan Pengetahuan Kewarganegaraan Siswa: Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas X Administrasi Perkatoran di SMK Wirakarya Ciparay Kabupaten Bandu

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

PERNYATAAN... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR GRAFIK ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Fokus Masalah Penelitian ... 11

C. Hipotesis Tindakan ... 12

D. Definisi Konsep ... 12

E. Tujuan Penelitian ... 15

F. Manfaat Penelitian ... 16

G. Paradigma Pemikiran ... 18

BAB II KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan tentang Konsep Pendidikan Kewarganegaraan 1. Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan ... 1x


(2)

2. Visi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 24

3. Misi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 24

4. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 25

5. Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 30

6. Landasan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 33

B. Kompetensi Kewarganegaraan 1. Pengetahuan Kewarganegaraan ... 3x

2. Kecakapan Kewarganegaraan ... 42

3. Watak Kewarganegaraan ... 44

C. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dalam Pendidikan Kewarganegaraan 1. Hakikat Pembelajaran Kooperatif ... 46

2. Landasan Filosofis Pembelajaran Kooperatif ... 4x

3. Implementasi Pembelajaran Kooperatif ... 50

4. Model Pembelajaran Kooperatif ... 54

5. Kooperatif Tipe Jigsaw ... 56

D. Temuan-temuan terdahulu ... 64

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 66

B. Prosedur Penelitian ... 68

C. Lokasi Penelitian ... 72

D. Instrumen Penelitian ... 73

E. Teknik Pengumpulan Data ... 74


(3)

2. Dokumentasi ... 76

F. Pengolahan dan Analisis Data ... 77

1. Reduksi Data ... 78

2. Penyajian Data ... 7x

3. Pengambilan Kesimpulan ... 7x

4. Validitas Data ... 80

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 81

2. Deskripsi Keadaan Guru SMK Wirakarya Ciparay ... 87

3. Keadaan Kelas dan Siswa Kelas X Administrasi-3 ... 88

4. Profil Awal Pembelajaran PKn ... x0

5. Refleksi Awal ... x6

6. Perencanaan Tindakan Pertama ... x7

B. Deskripsi Pelaksanaan PenelitianTindakan 1. Pelaksanaan Tindakan Siklus Pertama ... 100

a. Perencanaan Pembelajaran ... 100

b. Pelaksanaan dan Observasi ... 102

c. Refleksi Tindakan Pertama ... 114

2. Pelaksanaan Tindakan Siklus Kedua a. Perencanaan Pembelajaran ... 116

b. Pelaksanaan dan Observasi ... 11x

c. Refleksi Tindakan Kedua ... 12x


(4)

a. Perencanaan Pembelajaran ... 131

b. Pelaksanaan dan Observasi ... 132

c. Refleksi Tindakan Siklus Ketiga ... 143

C. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Perencanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan ... 147

2. Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan ... 154

3. Kendala-Kendala Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan ... 156

4. Upaya Guru dalam Mengatasi Kendala Pembelajaran Kooperatif dalam Pendidikan Kewarganegaraan ... 157

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 162

B. Rekomendasi ... 165

DAFTAR TUSTAKA ... 168


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 : Nama-nama Kepala Sekolah yang Pernah Memimpin ... 83

Tabel 4.2 : Jumlah Siswa Berdasarkan Jurusan ... 86

Tabel 4.3 : Jumlah Rombongan Belajar ... 87

Tabel 4.4 : Jumlah Tenaga Pendidik Berdasarkan Kualifikasi ... 87

Tabel 4.5 : Jumlah Tenaga Pendidik Berdasarkan jenis Pekerjaan ... 88

Tabel 4.6 : Daftar Nilai Siswa Tahap Orientasi ... x5

Tabel 4.7 : Daftar Nilai Siswa Tahap Siklus Pertama ... 113

Tabel 4.8 : Daftar Nilai Siswa Tahap Siklus Kedua ... 128


(6)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 : Mekanisme Pembelajaran Model Kooperatif Learning ... 54

Bagan 3.1 : Desain PTK Model Kurt Lewin ... 6x

Bagan 3.2 : Langkah-Langkah Observasi ... 76


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 : Gedung SMK Wirakarya Ciaparay... ... 81 Gambar 4.2 : Denah Lokasi SMK Wirakarya ... 83 Gambar 4.3 : Denah Kelas X Administrasi Perkantoran-3 ... 8x


(8)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 : Hasil Tes Penguasaan Konsep... ... 145 Grafik 4.2 : Hasil Penilaian Skala Sikap ... 146


(9)

DAFTAR LAMTIRAN

1. Silabus ... 174

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus Pertama ... 176

3. Soal Tes Penguasaan Konsep ... 183

4. Hasil Observasi Guru ... 18x

5. Pelaksanaan Tindakan Siklus ... 1x5

6. Daftar Nilai Siswa Siklus Pertama ... 1x8

7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus Kedua ... 1xx

8. Soal Tes Penguasaan Konsep ... 205

x. Hasil Observasi Guru ... 210

10. Pelaksanaan Tindakan Siklus Kedua ... 216

11. Daftar Nilai Siswa Siklus Kedua ... 21x

12. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 220

13. Soal Tes Penguasaan Konsep ... 227

14. Hasil Observasi Guru ... 233

15. Daftar Nilai Siswa Siklus Ketiga ... 238

16. Matrik Pengembangan Instrumen Penelitian ... 23x

17. Matrik Hasil Penelitian ... 241


(10)

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) merupakan subjek pembelajaran yang mengemban misi untuk membentuk kepribadian bangsa, yakni sebagai upaya sadar dalam “nation and character building.” Dalam kontek ini peran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara sangat strategis. Dengan demikian maka tujuan Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya adalah terwujudnya partisipasi penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik warga Negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia (Winataputra dan Budimansyah, 2007: i). Untuk dapat berpartisipasi secara efektif dan penuh dengan tanggung jawab dalam urusan-urusan publik diperlukan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan berperan serta. Keterampilan ini pada gilirannya ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan watak yang dapat meningkatkan kemampuan individu warga Negara berperan serta dalam proses politik, yang selanjutnya dapat mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat. Dengan demikian Pendidikan Kewarganegaraan berfokus kepada tiga komponen dasar pengembangan, yaitu (1) pengetahuan, (2) keterampilan, dan (3) watak atau karakter kewarganegaraan.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh “Civic Education Policy Study


(12)

(EDFR)” sebuah jaringan penelitian internasional yang dirancang untuk mengkaji

“…the changing character of citizenship over the next twenty-five years and the implications of these changes for educational policy for nine participating nations

and beyond”, yakni perubahan karakter kewarganegaraan untuk lebih dari 25

tahun mendatang beserta implikasinya terhadap perubahan kebijakan pendidikan perlu diperhatikannya pendidikan kewarganegaraan (Winataputra dan Budimansyah, 2007: 2). Penelitian ini merekomendasikan perlunya pengembangan sebuah model “citizenship education” yang mampu mengembangkan warganegara multidimensi (multidimensional citizenship). Warganegara Multidimensional itu memiliki lima atribut pokok, yakni:……”…a sense of identity; the enjoyment of certains rights; the fulfilment of corresponding obligations; a degree of interest and involvement in public affairs; and an acceptance of basic societal values” (Cogan,1998:2-3). Dengan kata lain secara konseptual seorang warganegara seyogyanya memiliki lima ciri utama, yaitu: jati diri; kebebasan untuk menikmati hak tertentu; pemenuhan kewajiban-kewajiban terkait; tingkat minat dan keterlibatan dalam urusan publik; dan pemilikan nilai-nilai dasar kemasyarakatan (Winataputra dan Budimansyah, 2007: 1-2).

Berdasarkan perkembangan mutakhir, tujuan PKn (civic education) adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dari warganegara dalam kehidupan politik dan masyarakat baik dalam tingkat lokal maupun nasional, maka partisipasi semacam itu memerlukan penguasaan sejumlah kompetensi kewarganegaraan. (Winataputra dan Budimansyah, 2007: 187-188). Sebagaimana Branson, (1998: 8-25) dalam Komalasari (2008: 2) mengatakan Pendidikan


(13)

Kewarganegaraan dalam menghadapi era globalisasi hendaknya mengembangkan

civic competence (kompetensi kewarganegraan). Aspek-aspek civic competence

tersebut meliputi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan watak atau karakter kewarganegaraan (civic

disposition). Selanjutnya Budimansyah dan Suryadi, (2008: 59) mensyaratkan

pengetahuan dan kemampuan intelektual, pendidikan untuk warga negara dan masyarakat demokratis harus difokuskan pada kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan untuk partisipasi yang bertanggung jawab, efektif dan ilmiah dalam proses politik dan dalam civil society.

Sebagaimana hal di atas, partisipasi yang bertanggung jawab dalam proses politik Branson (1998: 9) mengkategorikan sebagai interacting, monitoring, and

influencing. Interaksi (Interacting) berkaitan dengan kecakapan-kecakapan

warganegara dalam berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain. Interaksi berarti bertanya, menjawab dan berunding dengan santun, Memonitor

(monitoring) sistem politik dan pemerintahan, mengisyaratkan pada kemampuan

yang dibutuhkan warga Negara untuk terlibat dalam proses politik dan pemeritahan. Monitoring juga berarti fungsi pengawasan atau watchdog warga negara. Akhirnya kecakapan partisipatoris dalam hal mempengaruhi, mengisyaratkan pada kemampuan proses-proses politik dan pemerintahan baik proses-proses formal maupun informal dalam masyarakat adalah sangat penting untuk membangun kecakapan partisipatoris sejak awal sekolah dan terus berlanjut selama masa sekolah (Budimansyah dan Suryadi, 2008: 59-60).


(14)

Sementara itu Lee, (1999: 5) dalam Komalasari (2008: 2) dari visi para

Asian Education Leaders” mengatakan: “dalam era globalisasi Pendidikan

Kewarganegaraan perlu diarahkan pada pengembangan kualitas warganegara yang mencakup “spiritual development, sense of individual responsibility, and

reflective and autonomous personality”. Oleh karena itu kurikulum dan

pembelajaran seyogyanya mengembangkan visi “globalization, localization, and individualization for multiple intelligence” (Cheng: 1996: 6). Visi tersebut pada dasarnya terpusat pada pengembangan “Learning intelligence” dalam dimensi-dimensi “social, cultural, political, economic, and technological intelligences”,

sebagaimana dikenal secara utuh dalam “Pentagon Theory of Contextualized

Multiple Intellegence” (Cheng, 1999: 7).

Dengan hal di atas maka Pendidikan Kewarganegaraan Indonesia apalagi dalam menghadapi kecenderungan global, harus ditempatkan sebagai salah satu bagian kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education” (Komalasari, 2008: 3). Konfigurasi atau kerangka sistemik Pendidikan Kewarganegaraan dibangun atas dasar paradigma sebagai berikut (Budimansyah,2008:180): Pertama, PKn secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Kedua, PKn secara teoretik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila,


(15)

kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. Ketiga, PKn secara programatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content-embedding values) dan pengalaman belajar

(learning experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan

dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara.

Hal di atas mensyaratkan Pendidikan Kewarganegaraan baik secara kurikuler, teoretik dan programatik perlu di rancang di dalam proses pembelajaran sehingga lahir warganegara yang baik dan cerdas (good and smart citizenship). Dalam proses pembelajaran, Pendidikan Kewarganegaraan hendaknya menjadi “subjek pembelajaran yang kuat” (powerfull learning area) (Budimansyah, 2008: 182). Di lain pihak sebagian besar pendidikan kewarganegaraan di Indonesia masih menampakkan ciri-ciri sistem belajar konvensional, setiap aspek dari proses pembelajaran itu dinilai mengandung banyak kelemahan bahkan secara agregat menjadi kontraproduktif terhadap pengembangan diri dan kemampuan intelektual siswa (Komalasari, 2008: 9). Hal ini berkesan ciri-ciri sistem belajar konvensional yang ditandai dengan adanya kelas yang tertutup dalam sekolah yang juga tertutup dari lingkungannya, seting ruangan yang statis dan penuh formalitas, guru menjadi satu-satunya sumber ilmu dan hanya papantulis sebagai sarana utama dalam proses transfer of knowledge, situasi dan suasana belajar yang hening untuk mendapatkan konsentrasi belajar maksimal, menggunakan buku


(16)

wajib yang cenderung menjadi satu-satunya yang sah sebagai referensi di kelas dan adanya model ujian dengan soal-soal pilihan ganda yang hasilnya menjasi ukuran kemampuan siswa (Suryadi, 2006: 27).

Berdasarkan hasil pengamatan yang penulis lakukan, pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di SMK Wirakarya Ciparay Kabupaten Bandung, dapat dinyatakan bahwa kondisi pembelajaran pendidikan kewarganegaraan saat ini adalah sebagai berikut (1) Pembelajaran masih menggunakan metode ceramah yang berkesan bersifat pembelajaran hanya berlangsung satu arah (2) Keterampilan guru dalam mengelola kelas masih bersifat kaku terlihat hanya berada di depan dekat papan tulis saja (3) pembelajaran berpusat pada penguasaan konsep dan kurang merangsang atau mengembangkan keterampilan sikap kebersamaan/gotong royong, berfikir secara kritis, (4) pembelajaran yang berlangsung cenderung tidak melibatkan pembangunan pengetahuan siswa, karena guru selalu mendominasi pembelajaran, akibatnya proses pengembangan belajar Pendidikan Kewarganegaraan terkesan terbatas. Kegiatan pembelajaran hanya di arahkan pada learning to know, kearah pengembangan aspek kognitif dan mengabaikan pengembangan pada learning to do and learning lifetogether aspek afektif serta psikomotor.

Beranjak dari permasalahan di atas, sesuai dengan yang dikatakan Somantri (2001: 245) bahwa kurang bermaknanya Pendidikan Kewarganegaraan bagi siswa dikarenakan masih dominannya penerapan motode pembelajaran konvensional seperti ground covering technique, indoktrinasi, dan narrative


(17)

dapat mengakibatkan guru tidak dapat berimprovisasi secara kreatif untuk aktifitas lainnya selain dari pembelajaran rutin tatap muka yang terjadwal dengan ketat sehingga pengelolaan kelas belum mampu menciptakan suasana kondusif dan produktif untuk memberikan pengalaman kepada siswa melalui pelibatannya secara proaktif dan interaktif baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Untuk memecahkan berbagai kekurang bermaknaan masalah tersebut, pendidikan kewarganegaraan hendaknya tidak hanya berisi hapalan belaka akan tetapi dipadukan dengan kehidupan yang sebenarnya dalam masyarakat dan proses pembelajaran hendaknya mendukung pengembangan partisipasi siswa, kebersamaan (gotong rotong), kerja sama dengan didasarkan kepada dialog kreatif yang komunikatif. Oleh karena itu, perlu dikembangkannya pendekatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (Cooperative Learning)/ (belajar bersama/ gotong royong)/ kelompok belajar kooperatif sebagai salah satu alternatif.

Pendekatan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (Cooperative learning)

sebagai suatu metode pembelajaran yang kreatif dan inovatif serta pendekatan ini memandang bahwa proses belajar benar-benar berlangsung dengan kolaboratif. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu pendekatan yang mencakup kelompok kecil dari siswa yang bekerja sama sebagai suatu tim untuk memecahkan masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau menyelesaikan suatu tujuan bersama. Kerjasama dalam pembelajaran itu merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup baik masa sekolah maupun setelah hidup di tengah-tengah masyarakat, karena dengan kerjasama akan menumbuhkan suasana membangun, saling menghargai, saling mengerti dan


(18)

saling membantu satu sama lainnya sebagaimana Anita Lie (2003: 27) menyatakan: tanpa kerjasama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi atau sekolah tanpa kerjasama kehidupan ini sudah punah.

Dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw akan memunculkan rasa kebersamaan dan tanggung jawab sebagaimana Nasution (1989: 152) menyatakan bahwa, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (cooperative learning) itu efektif bila setiap individu merasa tanggung jawab terhadap kelompok, anak turut berpartisipasi dan bekerja sama dengan individu lain secara efektif, menimbulkan perubahan yang konstruktif pada kelakuan seseorang dan setiap anggota aman dan puas dalam kelas. Sejalan dengan pendapat Nasution Kauchak dan Eggen dalam Azizah (1998: 17), mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja sama secara kolaboratif dalam mencapai tujuan. Begitu pula menurut Slavin (1995: 17), mengatakan bahwa metode pembelajaran dengan cooperative learning

memberikan keuntungan sebagai berikut:

a. Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma kelompok;

b. Siswa aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama berhasil;

c. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok;

d. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam mengemukakan pendapat.


(19)

Menurut Arends (1997: 118) bahwa: “Tidak satu pun studi menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memberikan pengaruh negatif. Nur Asma (2006: 26) menjelaskan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (Cooperative learning) dapat membantu siswa mengaktifkan pengetahuan latar mereka dan belajar dari latar teman sekelas mereka. Sedangkan Davidson dalam Nur Asma (2006: 26) menyatakan bahwa: “Keuntungan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan kecakapan individu maupun kelompok dalam memecahkan masalah, meningkatkan komitmen, dapat menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebayanya dan siswa yang berprestasi belajar orang lain, tidak bersifat kompetitif dan tidak memiliki rasa dendam. Slavin, (1995) dalam Nur Asma, (2006: 26), menyatakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat menimbulkan motivasi sosial siswa karena adanya tuntutan untuk menyelesaikan tugas.

Berdasarkan pada beberapa pernyataan di atas, maka keuntungan dari model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (Cooperative Learning) adalah:

a. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (cooperative

learning) lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar siswa dibanding

dengan model pembelajaran individual;

b. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menyebabkan aspek psikologis siswa menjadi terangsang dan lebih aktif yang disebabkan oleh adanya kebersamaan dalam kelompok, sehingga siswa lebih mudah berkomunikasi dengan bahasa yang sederhana;


(20)

c. Pada saat berdiskusi fungsi ingatan siswa menjadi lebih aktif, bersemangat dan berani mengemukakan pendapat

d. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (Cooperative Learning) dapat meningkatkan kerja keras siswa lebih giat dan lebih termotivasi;

e. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih tampak dikala siswa menerapkannya dalam menyelesaikan tugas yang kompleks;

f. Mempunyai motivasi mengaktualisasikan dirinya untuk diterima dalam suatu kelompok;

g. Melakukan kerja keras yang hasilnya dapat memberikan sumbangan bagi kelompoknya.

Selain hal di atas, beberapa hasil penelitian sebagaimana diungkapkan solihatin dan Raharjo (2008: 13) bahwa, Stahl (1992) dalam penelitiannya di beberapa sekolah dasar di Amerika menemukan penggunaan model cooperative

learning mendorong tumbuhnya sikap kesetiakawanan dan keterbukaan diantara

siswa. Penelitian ini juga menemukan bahwa model tersebut mendorong ketercapaian tujuan dan nilai-nilai sosial dalam pendidikan social studies. Kemudian Webb (1985), menemukan bahwa dalam pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning, sikap dan perilaku siswa berkembang kearah suasana demokratisasi dalam kelas. Di samping itu, penggunaan kelompok kecil siswa mendorong siswa lebih bergairah dan termotivasi dalam mempelajari IPS.

Dari kedua hasil temuan di atas terlihat bahwa pembelajaran dengan


(21)

diantara siswa secara demokratis, tetapi mengapa Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan masih belum dapat menampakan tingkat kompetensi siswa yang tinggi setelah berubahnya pembelajaran dari bersifat indoktrinatif kepada partisipatif, padahal berbagai model dan metode telah berusaha diimplementasikan oleh guru.

B. Fokus Masalah Penelitian

Bertolak dari latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi fokus masalah penelitian ini yaitu “Bagaimana pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan dapat meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa?

Berdasarkan fokus masalah penelitian di atas, lebih lanjut dirumuskan ke dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa SMK?

2. Bagaimana Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa SMK?

3. Kendala-kendala apa yang ditemukan pada proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa SMK?


(22)

4. Bagaimana upaya yang dilakukan guru dalam mengatasi kendala-kendala proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa SMK?

C. Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian ini berupa hipotesis tindakan, yaitu : “Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan dapat meningkatkan pengetahuan Kewarganegaraan siswa.”

D. Definisi Konsep

Berpijak pada permasalahan (pertanyaan) penelitian di atas, perlu dijelaskan dan ditegaskan beberapa konsep yang digunakan di dalam penelitian ini, hal ini dimaksud guna menghindari timbulnya ‘salah konsep’ dan ‘salah pengertian’ dalam menginterpretasi. Adapun penjelasan konsep-konsep sebagaimana berikut:

1. Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) tipe jigsaw dalam

Pendidikan Kewarganegaraan

Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997). Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model


(23)

pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).

Kooperatif jigsaw dalam pendidikan kewarganegaraan didesain untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan dan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).

2. Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan“…the foundational course work in school designed to prepare young citizens for an active role in their

communities in their adult lives” (Cogan, 1999: 4). Maksudnya adalah bahwa

“civic education” merupakan mata pelajaran dasar yang dirancang untuk

mempersiapkan para pemuda warganegara untuk dapat melakukan peran aktif dalam masyarakat, kelak setelah mereka dewasa.


(24)

Dalam kurikulum 2006, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, social cultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

3. Pengetahuan Kewarganegaraan

Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge), yaitu pemahaman mendasar yang dimiliki oleh siswa tentang hal-hal yang berkaitan dengan kewarganegaraan. Yang meliputi demokrasi dan struktur pemerintahan, kewarganegaraan, dan civil society.

Berdasarkan National Standards and Civic Framework for the 1988

National Assasment of Educational Progress (NAEP) (Branson, 1999: 9),

komponen pengetahuan kewarganegaraan ini diwujudkan dalam lima pertanyaan penting yaitu: 1) Apa kehidupan kewarganegaraan, politik dan pemerintahan; 2) Apa fondasi-fondasi sistem politik; 3) Bagaimana pemerintahan yang dibentuk oleh konstitusi mengejawantahkan tujuan-tujuan, nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi; 4) hubungan antara suatu negara dengan negara-negara lain dan posisinya dalam masalah-masalah internasional; 5) Apa peran warga negara dalam demokrasi?


(25)

E. Tujuan Penelitian

Secara umum Penelitian ini bertujuan, pertama, mengkaji, dan menganalisis secara reflektif, partisipatif dan kolaboratif terhadap realitas, kendala, problematika aktual, dan implikasi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang dikembangkan berdasarkan penggunaan cooperative learning. Baik terhadap peningkatan kinerja guru dan siswa serta iklim situasi sosial kelas selama pelaksanaan tindakan melalui pemaknaan terhadapnya. Kedua

menemukan bahan informasi dan rujukan konseptual dalam mengadakan perubahan, perbaikan dan peningkatan iklim pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SMK yang lebih ‘membumi’ (grounded) terhadap realitas pembelajaran di kelas.

Sedangkan secara khusus penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan tentang perencanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa SMK.

2. Memperoleh gambaran tentang Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa SMK.

3. Mengidentifikasi Kendala dan persoalan yang ditemukan pada proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa SMK.

4. Mendeskripsikan upaya yang dilakukan guru dalam mengatasi kendala dan persoalan yang ditemukan pada proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw


(26)

dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa SMK.

F. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Secara teoritis studi ini diharapkan dapat mengembangkan strategi pembelajaran yang kolaboratif, efektif, mengenai perencanaan, pengorganisasian dan penyajian materi, metode serta evaluasinya secara utuh khususnya dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan, agar tujuan pembelajaran untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan dapat dicapai dengan hasil maksimal.

2. Secara Praktis

Dari temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi beberapa pihak sebagaimana diuraikan berikut:

1. Para akademisi atau komunitas akademik, khususnya dalam bidang pendidikan kewarganegaraan sebagai bahan kontribusi ke arah pengembangan model pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dan peningkatan pengetahuan kewarganegaraan siswa.

2. Bagi institusi SMK/SMA/Sederajad, penelitian ini berguna sebagai feedback

sekaligus sebagai parameter untuk mengetahui seberapa jauh pembaharuan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di lapangan telah bergulir dan membawa hasil yang diharapkan.


(27)

3. Para guru Pendidikan Kewarganegaraan untuk mengukur seberapa jauh kesiapan guru-guru untuk memulai dan meningkatkan pembaharuannya baik yang menyangkut pemahaman strategi pembelajaran maupun substansi pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.

4. Bagi siswa, diharapkan memperoleh pengalaman baru dalam mempelajari pendidikan kewarganegaraan guna meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan dalam upaya peningkatan prestasi belajar.

5. Bagi Para Pengambil Kebijakan di bidang Pendidkan Kewarganegaraan, temuan ini juga bermanfaat sebagai pijakan konseptual dalam mengambil dan merumuskan kebijakan kependidikan, khususnya dalam melakukan inovasi kependidikan yang lebih kontekstual bagi iklim SMK juga peneltian inibermanfaat bagi pengembangan khasanah konsep-teoretik dan pemikiran Pendidikan Kewarganegaraan (SMA) serta bagi pengembangan pesrpektif kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan yang lebih fungsional dan bermakna bagi siswa dengan memposisikan siswa sebagai sentralitas program Pendidikan Kewarganegaraan.


(28)

G. Paradigma Pemikiran

Tantangan Era Globalisasi dan

Demokrasi

Kurang bermaknanya Pendidikan Kewarganegaraan bagi siswa dikarenakan

masih dominannya penerapan motode pembelajaran konvensional seperti ground

covering technique, indoktrinasi, dan narrative technique dalam pembelajaran

pendidikan kewarganegaraan Tujuan, Visi, Misi PKn:

Terwujudnya partisipasi penuh nalar dan tanggung

jawab dalam kehidupan politik warga Negara yang

taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Diperlukan berbagai strategi belajar PTK Orientasi Rencana Tindakan Pengamatan refleksi Pengetahuan Kewarganegaan (Civic Knowledge)

Pemahaman mendasar tentang hal-hal yang berkaitan dengan kewarganegaraan. Yang meliputi

politik, system politik Indonesia, demokrasi dan struktur pemerintahan, kewarganegaraan, dan civil

society.

COOPERATIVE LEARNING

TIPE JIGSAW


(29)

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk memperbaiki kinerja guru dalam pembelajaran di kelas sehingga proses dan hasil pembelajaran siswa semakin meningkat. Menurut Stephen Kemmis (1983) dalam David Hopkins (1993:44) ‘action research’ adalah ‘A form of self-reflective inquiry undertaken by participants in a social (including education) situation in order to improve the rationaly and justice of (a) their own sosial or educational practices, (b) their understanding of this practices, and (c) the situations which practices are carried out.’

Dari definisi tersebut di atas, dalam konteks kependidikan Penelitian Tindakan Kelas adalah sebuah bentuk kegiatan refleksi diri yang dilakukan oleh para pelaku pendidikan dalam suatu situasi kependidikan untuk memperbaiki

rasionalitas dan keadilan tentang (a) praktek-praktek kependidikan mereka, (b) pemahaman mereka tentang praktek-praktek tersebut, dan (c) situasi di mana praktek-praktek tersebut dilaksanakan. Oleh karena itu penelitian tindakan kelas sangat tepat dilakukan oleh guru untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan guru dalam proses belajar mengajar, sehingga kelemahan-kelemahan itu dapat diperbaiki.

Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) memiliki ciri-ciri (Koswara, 2001: 126) sebagai berikut:


(30)

dalam suatu kegiatan Penelitian Tindakan Kelas tidak untuk digeneralisasi secara langsung.

2. Ada tindakan. Perbedaan yang mencolok antara Penelitian Tindakan Kelas dengan penelitian-penelitian lainnya adalah harus ada tindakan perbaikan yang dirancang untuk mengatasi masalah yang dihadapi saat itu dalam konteks dan situasi saat itu pula.

3. Penelaahan terhadap tindakan. Di samping adanya tindakan, dalam Penelitian Tindakan Kelas tindakan yang dilakukan tadi harus ditelaah: kelebihan dan kekurangannya, pelaksanaannya, kesesuaiannya dengan tujuan semula, penyimpangan yang terjadi selama pelaksanaan, dan argumen-argumen yang muncul selama pelaksanaan.

4. Pengkajian dampak tindakan. Dampak dari tindakan yang dilakukan harus dikaji apakah sesuai dengan tujuan, apakah memberi dampak positif lain yang tidak diduga sebelumnya, atau bahkan menimbulkan dampak negatif yang merugikan peserta didik.

5. Dilakukan secara kolaboratif. Mengingat kompleksitas pelaksanaan suatu Penelitian Tindakan Kelas, maka ada baiknya Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan secara kolaborasi. Kolaborasi dapat dilaksanakan antara guru dengan dosen, antara guru dengan guru lain yang bidang studinya baik sama ataupun tidak sama, atau bahkan antara guru dengan siswa.


(31)

dilakukan, yaitu dari mengevaluasi tindakan sampai dengan memutuskan apakah masalah itu tuntas atau perlu tindakan lain dalam siklus berikutnya.

Penelitian ini memfokuskan pada situasi sosial kelas, atau masalah yang secara aktual dihadapi dalam kelas. Penelitian tindakan kelas dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi secara mendalam tentang penerapan model pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berbasis masalah dalam meningkatkan kecakapan kewarganegaraan. Hakekat dari penelitian tindakan kelas ini adalah suatu usaha yang berupa tindakan atau intervensi yang dilakukan dengan prosedur terencana dan sistematik untuk memecahkan masalah pembelajaran yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. Dalam penelitian tindakan kelas ini dipilih bentuk penelitian tindakan kelas kolaboratif partisipatoris (Hopkins, 1993:121). Kolaborasi antara peneliti dan guru, dimana peneliti membuat rancangan, pengamatan dan mengkritisi, sementara guru merupakan praktisi mitra kerja di lapangan bagi peneliti. Guru mitra dan peneliti akan bersama-sama diskusi mulai dari tahap perencanaan, tindakan dan refleksi dengan guru untuk menemukan langkah-langkah selanjutnya untuk mencapai tujuan penelitian.

B. Prosedur Penelitian

Secara garis besar, langkah-langkah dalam penelitian tindakan (Kemmis dan Taggart, 1982) meliputi perencanaan (planning), pelaksanaan (acting),


(32)

(kasbolah, 1999:14), menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah penelitian yang merupakan suatu langkah-langkah (a spiral of steps). Setiap langkah terdiri atas empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Siklus penelitian di atas dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan 3.1

Desain PTK Model Kurt Lewin

Plan

Refleksi Act

Observasi

Resived Plan

Refleksi Act

Observasi

Resived Plan

Refleksi Act

Observasi Dst

Bagan: 3.1. Model Siklus Penelitian Tindakan Kelas Diadopsi dari Model Kemmis dan Taggart (1988).

Orientasi

Siklus 1

Siklus 3 Siklus 2


(33)

1. Orientasi, yaitu studi pendahuluan sebelum melakukan tindakan. Kegiatan ini dilakukan bersama antara peneliti dengan guru mitra terhadap praktik pembelajaran. Pada fase ini belum diberlakukan pendekatan pembelajaran, tetapi dilakukan pengkajian untuk menemukan informasi-informasi aktual tentang pembelajaran sebelumnya. Temuan ini dijadikan indikator dalam menyusun rencana tindakan untuk penetapan pendekatan pembelajaran. Hasil orientasi ini akan disesuaikan dengan hasil kajian teoritis yang relevan, sehingga menghasilkan suatu program pengembangan tindakan yang dipandang tepat dengan situasi sosial di kelas dimana tindakan akan dilaksanakan.

2. Perencanaan (Plan), yaitu kegiatan yang dilakukan dalam menyusun rencana

tindakan yang akan dilaksanakan di kelas. Dari identifikasi pendahuluan, peneliti dan guru mitra merencanakan langkah-langkah penerapan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan pokok bahasan pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Rencana disusun dan dipilih atas dasar pertimbangan kemungkinan bisa dilaksanakan secara efektif oleh peneliti, mitra peneliti, dan siswa. Pada tahap perencanaan ini disepakati tentang hal-hal yang akan di observasi, kriteria-kriteria penilaian, materi atau pokok bahasan yang akan diberikan, buku sumber, tempat dan waktu pelaksanaan, persiapan perangkat pembelajaran, serta sarana dan prasarana yang akan dipakai.


(34)

rencana yang telah disepakati sebelumnya antara peneliti dengan mitra peneliti.

4. Pengamatan (Observe), yaitu kegiatan mengamati, mengenali sambil

mendokumentasikan (mencatat dan merekam) terhadap proses, hasil, pengaruh, dan masalah baru yang mungkin saja muncul selama pendekatan dilakukan. Hasil observasi ini akan dijadikan bahan analisis dan dasar refleksi terhadap tindakan yang telah dilakukan dan bagi penyusun rencana tindakan selanjutnya. Observasi ini dilakukan untuk melihat kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan dalam penerapan pendekatan dan tentunya dalam rangka memperbaiki keadaan atau proses pembelajaran yang akan datang. 5. Refleksi (Reflect), yaitu menganalisis tentang apa-apa saja rencana dan

tindakan yang telah tercapai dan apa yang belum dapat dan sempat dilakukan pada suatu siklus. Refleksi dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dengan guru mitra. Berangkat dari hasil refleksi ini, peneliti bersama guru mitra merumuskan kembali rencana pembelajaran untuk ditindaklanjuti pada siklus berikutnya.

Dalam penelitian ini, jumlah siklus yang dilakukan bergantung dari tingkat ketercapaian hasil penerapan pendekatan sesuai dengan rencana yang telah disusun sebelumnya. Artinya akan diakhiri, apabila sudah tidak ditemukan lagi permasalahan-permasalahan dalam melaksanakan pendekatan di kelas.


(35)

Lokasi penelitian mengandung tiga unsur, yakni: tempat, pelaku dan kegiatan. Tempat adalah tiap lokasi dimana manusia melakukan sesuatu, pelaku adalah semua orang yang terdapat di lokasi tersebut. Sedangkan kegiatan adalah apa yang dilakukan dalam situasi sosial tersebut (Nasution, 1996: 43). Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan lokasi penelitian ini adalah Siswa kelas X Administrasi Perkantoran-3 SMK Wirakarya Ciparay Kabupaten Bandung.

2. Subyek Penelitian

Subyek penelitian tindakan ini adalah peneliti sendiri (guru kelas) X Administrasi Perkantoran-3 SMK Wirakarya Ciparay dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam penelitian ini yang diamati sebagai sumber data adalah manusia, peristiwa dan situasi (Nasution, 1996:9). Manusia yang dimaksud adalah semua orang yang terlibat dalam penelitian tindakan ini yaitu terdiri dari guru/peneliti, siswa, dan guru mitra (observer). Peristiwa yang dimaksud adalah semua kejadian yang diamati selama kegiatan pembelajaran berlangsung di dalam kelas. Sedangkan yang dimaksud dengan situasi adalah latar atau gambaran yang menyangkut keadaan atau kondisi ketika berlangsung pengamatan terhadap pengembangan pembelajaran oleh guru.

Pada penelitian ini, peneliti berusaha memperoleh berbagai macam data yang berhubungan dengan penelitian. Data tersebut akan diperoleh dari semua pembicaraan, tindakan, situasi, dan peristiwa yang dapat diamati oleh peneliti


(36)

tersebut yaitu dari guru, siswa, dan pihak-pihak lain yang sesuai dengan penelitian ini.

D. Instrumen Penelitian

Sebagai Penelitian tindakan Kelas yang bersifat kualitatif, maka kerjanya tidak terlepas dari karakteristik penelitian kualitatif. Karakteristik penelitian kualitatif menurut Creswell (1997: 16) adalah sebagai berikut.

Setting alami (terfokus data lapangan) sebagai sumber data, peneliti sebagai instrumen utama dalam pengumpulan data, pengumpulan data berupa kata-kata dan gambar-gambar, mengutamakan proses dari pada hasil, analisis data bersifat induktif, perhatian peneliti diarahkan pada hal-hal tertentu yang bermakna, menggunakan bahasa ekspresif, pendekatannya persuasif.

Dalam penelitian ini, peneliti sendirilah yang menjadi instrumen utama

(human instrument) yang turun ke lapangan (kelas) untuk mengumpulkan data

yang diperlukan. Menurut Sugiyono (2005: 59) “dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat peneliti adalah peneliti itu sendiri”.

Di samping peneliti sendiri sebagai instrumen utama, penelitian ini juga akan menggunakan instrumen bantu berupa catatan lapangan (field notes), lembar panduan observasi, pedoman wawancara, dokumen sekolah, foto, dan alat perekam.


(37)

suatu penelitian. Oleh karena tujuan penelitian untuk memperoleh data. Dalam penelitian tindakan kelas yang bersifat kualitatif peneliti sendirilah yang akan mengumpulkan data di lapangan dan berusaha sendiri mendapatkan informasi melalui berbagai cara atau teknik. Menurut Creswell (1998: 121) “Prosedur pengumpulan data dalam penelitian kualitatif terdiri dari empat tipe dasar yaitu: Observasi, wawancara, dokumentasi, dan audio visual”. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah observasi, dan dokumentasi. Karena keseluruhan teknik ini diharapkan dapat melengkapi dalam memperoleh data yang diperlukan.

1. Pedoman Observasi.

Observasi adalah semua kegiatan yang ditujukkan untuk mengamati, merekam dan mendokumentasikan setiap indikator dari proses dan hasil yang dicapai (perubahan yang terjadi) baik yang ditimbulkan oleh tindakan yang terencana maupun akibat sampingannya (Kasbolah, 1998/ 1999: 91). Tujuan utama dari observasi adalah untuk memantau proses, hasil, dan dampak perbaikan pembelajaran yang direncanakan.

Dalam penelitian ini observasi dilakukan terhadap keseluruhan rangkaian pembelajaran materi system politik indonesia, untuk melihat proses, keadaan dan hasilnya, apakah dari suatu siklus ke siklus berikutnya terjadi perkembangan pembelajaran peserta didik. Dalam kegiatan observasi ini, peneliti menggunakan


(38)

terbuka yang berbentuk format isian, pada lembar tersebut di atas guru mitra tinggal memberikan atau membubuhkan tanda ceklis (v) pada aspek yang muncul dan memberikan penjelasan berupa catatan lapangan (field note) yang terstruktur. Disamping itu juga peneliti menggunakan observasi terbuka, yaitu menggunakan kertas kosong sebagai alat untuk mencatat kegiatan proses pembelajaran, setiap langkah yang dilakukan oleh guru dan siswanya. (Wardani, et al, 2000: 3.24; Kasbolah, 1998/ 1999: 95).

Dalam penelitian ini untuk memperoleh data yang akurat maka kegiatan observasi ini dilakukan berulangkali sampai diperoleh semua data yang diperlukan. Langkah-langkah observasi terdiri dari tiga tahap yaitu: pertemuan pendahuluan, pelaksanaan observasi, dan pertemuan balikan. Pertemuan pendahuluan sering disebut sebagai pertemuan perencanaan dilakukan sebelum observasi berlangsung dengan tujuan menyepakati hal-hal yang akan diamati dengan mitra peneliti. Pelaksanaan observasi dilakukan setelah adanya kesepakatan dengan guru mitra sebelumnya terhadap proses dan hasil tindakan perbaikan yang terfokus perilaku mengajar guru, perilaku belajar siswa dan interaksi antara guru dan siswa. Diskusi atau pertemuan balikan dilakukan setelah tindakan perbaikan yang diamati berakhir.


(39)

Bagan: 3.2. Langkah-Langkah Observasi Sumber: Wardani, et al (2002: 2.20)

Observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang tindakan atau perilaku guru dan siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam

Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan

kewarganegaraan (civic knowledge) siswa serta mengetahui bagaimana proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

2. Dokumentasi

Dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data pada penelitian tindakan kelas adalah dokumen-dokumen resmi yang dimiliki sekolah dan dari guru mitra peneliti. Dokumen-dokumen resmi yang dimiliki oleh sekolah antara lain: sejarah berdirinya sekolah, denah lokasi sekolah, kepala-kepala sekolah yang pernah memimpin sekolah, data jumlah guru dan siswa, sedangkan dokumen guru mitra peneliti antara lain kurikulum pendidikan kewarganegaraan, program pengajaran pendidikan kewarganegaraa (program tahunan, program semester, analisis materi


(40)

buku nilai siswa, absensi siswa dan lain-lain.

F. Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan (Nasution, 1996: 126). Selanjutnya, ia menjelaskan menyusun data berarti menggolongkannya dalam pola, tema atau kategori. Menurut Sogiyono (2005: 89) analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Dalam penelitian ini menggunakan cara yang dipakai oleh Miles dan Huberman (1992: 16-18) terdiri atas tiga jalur kegiatan secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/ verifikasi. Selanjutnya Miles dan Huberman (1992: 20) mengatakan bahwa “Analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus. Masalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan merupakan rangkaian kegiatan analisis yang saling susul menyusul”. Dengan demikian analisis yang dimaksud merupakan kegiatan lanjutan dari langkah pengumpulan data.


(41)

Bagan 3.3 Komponen-komponen Analisis Data (Miles dan Huberman, 1992:20)

Bagan di atas dapat dijelaskan bahwa tiga jenis kegiatan utama pengumpulan data (reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/ verifikasi) merupakan proses siklus dan interaktif. Peneliti harus siap bergerak diantara empat sumbu kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak balik di antara kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan/ verifikasi.

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Menurut Miles dan Huberman (1992: 16) reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian dan penyederhanaan, pengabstrakan, dan transpormasi data yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan langkah awal dalam menganalisa data, ini berguna untuk mempermudah pemahaman terhadap data yang diperoleh. Sugiyono (2005: 92) menyatakan, mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

Pengumpulan data

Reduksi data

Kesimpulan: Penarikan/verifikasi

Penyajian data


(42)

2. Penyajian Data (Data Display)

Setelah melakukan reduksi terhadap data yang dikumpulkan maka peneliti menyajikan data dalam bentuk deskripsi yang berdasarkan aspek-aspek yang diteliti dan disusun berturut-turut mengenai pembelajaran yang dilakukan oleh guru dari tahap persiapan atau perencanaan sampai pada pelaksanaannya. Data yang akan dianalisis dan dideskripsikan, sebelumnya dikategorisasikan terlebih dahulu berdasarkan masalah penelitian. Dalam hal ini pembelajaran nilai, macam-macam norma dan sanksinya pada mata pelajaran kewarganegaraan.

3. Pengambilan Kesimpulan/ Verifikasi (Conclusion/ Verification)

Berdasarkan kegiatan tersebut di atas langkah terakhir yang dilakukan oleh peneliti adalah mengambil kesimpulan/ verifikasi. Kasimpulan merupakan pemaknaan terhadap data yang telah dikumpulkan di mana kesimpulan tersebut diarahkan pada pokok permasalahan yang diteliti.

Dalam hal ini kesimpulan dilakukan secara bertahap, pertama berupa kesimpulan sementara, nanum dengan bertambahnya data maka perlu dilakukan verifikasi data yaitu dengan mempelajari kembali data-data yang ada (yang direduksi maupun disajikan). Di samping itu, dilakukan dengan cara meminta pertimbangan dengan pihak-pihak yang berkenaan dengan penelitian ini, yaitu kepada pihak sekolah dan pihak guru. Setelah hal itu dilakukan, maka peneliti baru dapat mengambil keputusan akhir.


(43)

keabsahan data. Validasi data dilakukan untuk mendapatkan data yang benar-benar mendukung dan sesuai dengan karakteristik permasalahan maupun tujuan penelitian. Teknik validasi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Member-chek (Nasution, 1996: 117-118), yaitu mengecek kebenaran dan

kesahihan data temuan penelitian dengan cara mengkonfirmasikannya dengan sumber data atau kepada pemberi data agar informasi yang diperoleh dan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh pemberi data berarti datanya valid, sehingga semakin dipercaya. Dalam proses ini data atau informasi yang diperoleh dikonfirmasikan dengan guru mata pelajaran melalui kegiatan diskusi pada setiap akhir pelaksaanaan tindakan, dan pada akhir keseluruhan pelaksanaan tindakan yang direncanakan sesuai dengan tujuan penelitian.

2. Expert Opinion (Wiriaatmadja, 2005: 171), yaitu kegiatan untuk

menkonsultasikan hasil temuan atau meminta nasehat kepada ahli. Dalam penelitian ini peneliti menkonsultasikan hasil temuan-temuan kepada Prof. Dr. H. Sapriya, M.Ed untuk memperoleh arahan dan masukan terhadap masalah-masalah penelitian. Perbaikan, modifikasi atau penghalusan berdasarkan arahan atau opininya akan meningkatkan derajat kepercayaan sehingga validasi temuan penelitian dapat dipertanggungjawabkan.


(44)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dalam bagian ini akan diuraikan kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan dan rekomendasi yang disajikan merupakan pemaparan dari kondisi dan proses pembelajaran serta dari hasil temuan yang didapat selama penelitian berlangsung di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Wirakarya Ciparay kelas X Administrasi Perkantoran-3 Kabupaten Bandung. Untuk lebih jelas akan diuraikan sebagai berikut:

A. Kesimpulan

Setelah peneliti memaparkan berbagai kondisi dan proses pembelajaran, dan temuan selama penelitian maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Adapun kesimpulan yang diambil merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian sesuai dengan temuan di lapangan. Hal ini akan diuraikan sebagaimana berikut:

1. Perencanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa SMK terlebih dahulu dengan merancang perangkat pembelajaran (rencana pembelajaran, silabus, media, materi berupa hand out dan lembar penilaian) yang disesuaikan dengan kurikulum sekolah. Pada tahap orientasi sebelum diadakannya tindakan siklus, perencanaan hanya terbatas pada RPP dan materi buku paket pegangan guru saja, tetapi perencanaan dalam pelaksanaan tindakan siklus pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan dari siklus pertama sampai kepada siklus ketiga disiapkan


(45)

perangkat-perangkat persiapan pembelajaran secara lengkap dan komprehensip.

2. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa SMK dilaksanakan dengan langkah-langkah dan prosedural yaitu: kegiatan awal/apersepsi, kegiatan inti dan kegiatan akhir/penutup. Pada kegiatan awal membuka pembelajaran, mengecek kesiapan belajar siswa, mengenalkan topik pembahasan, menyampaikan kompetensi yang harus di capai, menjelaskan strategi pembelajaran yang akan dijalani siswa. Kegiatan Inti yaitu siswa dibagi kedalam kelompok-kelompok (tiap kelompok anggotanya 4 - 6 orang), memberikan materi kepada siswa dalam bentuk teks (hand out) yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab, setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya, anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya, setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar teman-temannya, pada pertemuan dan diskusi kelompok asal siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis individu selanjutnya presentasi perwakilan kelompok dengan cara diundi. Kegiatan akhir/penutup yaitu mengambil kesimpulan, melakukan postes lisan/tulisan, melakukan refleksi.

3. Kendala dan persoalan yang ditemukan pada proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa SMK yang dihadapi adalah:


(46)

keterbatasan sumber pembelajaran, media pembelajaran, sarana prasarana yang ada. Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran, kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini, peserta didik masih terbawa kebiasaan metode konvensional, dimana pemberian materi terjadi secara satu arah. Faktor penghambat yang lain yaitu kurangnya waktu dalam penerapan model pembelajaran ini. Proses metode ini membutuhkan waktu lebih banyak, sementara waktu pelaksanaan metode ini harus disesuaikan dengan beban kurikulum. Dalam mensiasati kendala tersebut sehingga pembelajaran tetap bermakna (meaningfull), aktif, kreatif, enjoy, serta partisipatif dengan lancar dijelaskan pada point empat di bawah.

4. Usaha/upaya yang dilakukan guru dalam mengatasi kendala dan persoalan proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa SMK: Guru beserta observer senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan, pembagian jumlah siswa yang merata, dalam arti tiap kelas merupakan kelas heterogen baik dalam hal prestasi akademik, maupun yang lainnya, diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran cooperative learning, meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber, media dan mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya belajar berkelompok yang


(47)

dapat membina proses pembelajaran secara gotong royong yang bertanggung jawab.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil temuan Penelitian Tindakan Kelas tentang Pembelajaran Kooperatif tipe jigsaw dalam Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) siswa dari siklus pertama sampai siklus ke tiga, maka pada bagian ini dikemukakan rekomendasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi banyak pihak terkait yang peduli terhadap pendidikan kewarganegaraan dan memiliki kontribusi kuat terhadap pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan khususnya bagi tenaga pendidik/edukatif pendidikan kewarganegaraan di lapangan. Maka ada beberapa rekomendasi yang akan disampaikan kepada pihak-pihak terkait, yaitu:

1. Guru Pendidikan Kewarganegaraan, diharapkan terus berupaya untuk

dapat mengubah pemikiran/paradigma dari pembelajaran konvensional yang selalu menjadikan guru sebagai sumber pembelajaran (teacher centered)

beralih menjadi student centered dimana keterlibatan siswa harus lebih dominan dan partisipatif, penekanan metode ceramah dan tanya jawab beralih kepada diskusi kelompok sehingga peran siswa sebagai penemu, pemecah dari persoalan-persoalan yang dihadapi secara gotong royong dengan penuh tanggung jawab. Guru Pendidikan Kewarganegaraan khususnya diharapkan terus berupaya untuk mengembangkan kompetensi keahliannya

(pedagogiknya) melalui berbagai pelatihan-pelatihan/penataran-penataran

sehingga bisa menjadi pengembang model bahkan penemu model pembelajaran.


(48)

2. Kepala Sekolah, merupakan pihak yang memiliki kewenangan secara dominan dan sangat strategis dalam pengembangan instutusi sekolah terutama pada ranah pengambilan kebijakan, maka seyogyanya konsisten terhadap falsafah ing ngarso sungtulodo ing madya wangun kerso tut wuri handayani.

Kepala sekolah hendaknya berdiri di depan sebagai sauri tauladan pemberi contoh yang baik dalam proses pembelajaran, berdiri ditengah hendaknya memberikan konstruksi (membangun) dan di belakang memberikan motivasi/ dorongan terhadap guru-guru dalam mengembangkan potensi keilmuannya sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya melalui pelatihan-pelatihan/ penataran-penataran untuk meningkatkan kompetensi profesionalisme guru (kompetensi pedagogik, kompetensi personal, kompetensi sosial dan kompetensi profesional), memfasilitasi sarana prasarana sekolah sesuai kebutuhan dalam pembelajaran serta berinovasi terhadap model-model pembelajaran yang aktual dalam peningkatan kualitas pembelajaran yang bermutu.

3. Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, dari hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi salah satu input dalam peningkatan profesionalitas guru dalam memperbaiki kualitas pembelajaran, khususnya pembelajaran pendidikan kewarganegaraan, sehingga pembelajaran pendidikan kewarganegaraan tidak hanya terbatas pada proses pembelajaran dan penilaian pada dampak instruksional (instructional effects) yang terbatas pada penguasaan materi

(content mastery) atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi


(49)

dan psikomotorik) dan pemerolehan dampak pengiring (nurturant effects) sebagai “hidden curriculum”. Di samping itu, untuk meningkatkan kemampuan profesional guru pendidikan kewarganegaraan, seyogyanya agar difasilitasi kegiatan-kegiatan pelatihan guru, termasuk pelatihan mengenai model-model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered),

yang dipandu oleh ahli-ahli yang mempunyai kualitas dan kepakaran pada bidangnya.

4. Peneliti selanjutnya, pada penelitian ini fokus mengenai pembelajaran

kooperatif (cooperative learning) tipe jigsaw dalam pendidikan kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa

(civic knowledge) dengan hasil baik, namun demikian kehidupan

pembelajaran di sekolah merupakan kondisi dinamis bergerak sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan maka hendaknya bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bukan hanya terfokus pada pengetahuan kewarganegaraan saja namun ketiga aspek-aspek (civic

knowledge, civic skills and civic disposisions) dari kompetensi


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Arends. R. (1997). Clasroom Instruction and Management. New York. Mc. Graw Hill Books Companies.

Asma, N. (2006). Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta. Depdiknas. Dirjen Perguruan Tinggi Direktorat Ketenagaan.

Azizah. U. (1998). Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Devisions (STAND) untuk Meningkatkan Kualitas

Pembelajaran Kimia di SMU. Tesis IKIP Surabaya: Tidak diterbitkan.

Banks, J. A. (1997). Teaching Strategies for the Social Studies: Inquiry, Valuing

and Decision Making, Reading: Addison – Wesley Publishing.

Becker, W.C. (1986). Applied Psychology for Teachers-A Behavioral Cognitive

Approach. New York: Macmillan. (Originally published by scinece

Research Associates.

Branson, M.S. (1998). The Rule of Civic Education, Calabasas: CCE.

Branson, M.S. (1999). Belajar Civic Education dari Amerika. Yogyakarta: LKIS. Branson, M.S. (1999). Making the Case for Civic Education: Where We Stand at

the End of the 20th Centure. Washington: CCE.

Budimansyah, D. (2007). Pendidikan Demokrasi sebagai Konteks Civic

Education di Negara Berkembang. Bandung: Acta Civicus Jurnal

Pendidikan Kewarganegaraan, Vol. 1. No. 1.

Budimansyah, D. (2008). “Revitalisasi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Melalui Praktik Belajar Kewarganegaraan

(Project Citizen)”, Jurnal Acta Civicus, Vol. 1 No. 2, hlm. 179-198.

Budimansyah, D. (2009). Membangun kultur Bangsa di Tengah Arus globalisasi

dan Gerakan Demokratisasi. Pidato Pengukuhan Guru Besar pada

FPIPS UPI Bandung: tidak diterbitan.

Budimansyah. D. & Suryadi K. (2008). PKn dan Masyarakat Multukultural. Sekolah Pascasarjana. UPI


(51)

Center for Education Civic Education/CICED. (1998). Strategi Penyempurnaan

Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

(Makalah).

Cheng, Y,C. (1999). Curriculum and Pedagogy in the New Century:

Globalization, Localization and Individualization for Multiples

Intelligences. Bangkok: UNESCO-ACEID.

Cogan, J.J. (1999) Developing the Civic Society: The Rule of Civic Education.

Bandung: CICED.

Cogan, J.J. dan Derricott, R. (1998). Citizenship for the 21 st Century: An

International Perspective on Education, London. Cogan Page.

Creswell, J.W. (1994). Research Design Qualitative & Quantitative Approach. London: Publications.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum 2004: Kompetensi Standar

Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Depdiknas

Republik Indonesia.

Hopskins, David. (1993). A Teacher’s Guide to Classroom Research.

Philadelphia: open University Press.

Isjoni. (2007). Cooperative Learning; Efektifitas Pembelajaran Kelompok.

Bandung: Alfabeta

Isjoni. (2009). Pembelajaran Kooperatif. Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi

antar Sesama Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Johnson, D. W, Johnson, R. T & Smith, K. A. (1991). Active Learning:

Cooperation in the college Clasroom. Edina: Interaction Book

Company. Tersedia: http://www.cooplearn.org/pages/cl.html.

Kerr, D. (1999). Citizenship Education: an International Comparison, London: National Foundation for Education Research-NFER

Komalasari, K. (2008). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap Kompetensi Kewarganegaraan Siswa SMP. Bandung: Acta Civicus Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Vol. 2 No.1


(52)

Lee, W. (1999). Qualities of Citizenship for the New Century: Persceptions of

Asian Educational Leaders. Bangkok: UNESCO-ACEID

Lie, A. (2003). Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo

________. (1994). Mengembangkan Sistim Gotong Royong dalam Pendidikan.

Surabaya Post, 24 Mei 1994.

________.(2008). Cooperative Learning. Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas.

Makmun, Abin Syamsuddin. (1996). Psikologi Kependidikan: Perangkat Sistem

Pengajaran Modul. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Miles, Mathew B. dan A. Michael Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif:

Buku Sumber tentang Metode-metode Baru. Terjemahan oleh Tjetjep

Rohendi Rohidi dari judul Qualitative Data Anlysis. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Qialifications and Curriculum Authority-QCA. (1998). Education for Citizenship

and the Teaching of Democracy in Schools. London: Deprtement of

Education and Employment-DIEE.

Quigley, C.N, Buchanan, Jr.J.H, Bahmueller, C.F (1991). Civitas: A Framework

for civic Education. Calabasas: CCE

Republik Indonesia. (2003). UU No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas. Jakarta; depdiknas

Sabatini,C.A, Bevis,G.G, Finkel, S.E (1998). The Impact of Civic Education Programs on Political Participation and Democratic Attitudes.

Sanusi. A. (1998). “Memberdayakan Masyarakat dalam Pelaksanaan 10 Pilar

Demokrasi”. Makalah Pada Seminar dan Lokakarya PPKn IKIP

Bandung: Bandung

Sapriya dan Winataputra. (2003). Pendidikan Kewarganegaraan: Model

Pengembangan Materi Dan Pembelajaran. Bandung: Laboratorium

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) FPIPS-UPI.

Sapriya. (2006). “Warganegara dan Teori Kewarganegaraan”. Dalam Budimansyah, Dasim dan Syaifullah Syam (Ed). Pendidikan Nilai Moral dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan (Menyambut 70


(53)

Tahun Prof. Drs. H. A. Kosasih Djahiri). Bandung: Lab. PKn FPIPS UPI.

Sapriya. (2007). Persfektif pemikiran Pakar Pendidikan Kewarganegaraan dalam

Pembangunan Karakter Bangsa, Disertasi, Bandung :Sekolah Pasca

Sarjana UPI

Slavin, R. E. (1995). Cooperative Learning. Boston, Allyn and Bacon. Tersedia: http://www.cooplearn.org/pages/cl.html.

Slavin, R. E. (1995). Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice,

(second ed). Boston, Allyn and Bacon.

Solihatin dan Raharjo, E. (2008). Cooperative Learning. Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara

Somantri, N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Steven, C. dkk. (2004). Teiloring Cooperative Learning Events For Engineering

Classes. Press University of Idaho/Washington St University.

Tersedia: http://www.cooplearn.org/pages/cl.html

Sudjana. N. (1989). Teori-teori Belajar untuk Pengajaran. Jakarta: Universitas Indonesia.

Sudjana, H.D. (2000). Strategi Pembelajaran. Bandung: Falah Production.

Suryadi, Ace. (2006). ”Model Pembelajaran Alternatif Menuju Reformasi

Pembelajaran (School Reform)” dalam Pendidikan Nilai Moral dalam

Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Laboratorium

Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Rosdakarya

Winataputra, Udin S. dan dkk. (2007). Pedoman Umun : Model Sekolah Sebagai Wahana Pengembangan Warga Negara Yang Demokrastis dan

bertanggungjawab melalui pendidikan kewarganegaraan. Jakarta:


(54)

Winataputra. U.S, dan Budimansyah D, (2007). Civic Education: Konteks,

Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Program Studi Pendidikan

Kewarganegaraan SPs UPI

__________(2001) Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi: Suatu Kajian Konseptual dalam

Konteks Pendidikan IPS. Bandung: PPs-UPI (Disertasi Dr)

Wiriaatmadja.R. (2005). Metode Penelitian Tindakan Kelas untuk Meningkatkan

Kinerja Guru dan Dosen. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Woolever, R.M. (1987). ”A New Framework for Developing Classroom


(1)

dan psikomotorik) dan pemerolehan dampak pengiring (nurturant effects) sebagai “hidden curriculum”. Di samping itu, untuk meningkatkan kemampuan profesional guru pendidikan kewarganegaraan, seyogyanya agar difasilitasi kegiatan-kegiatan pelatihan guru, termasuk pelatihan mengenai model-model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered), yang dipandu oleh ahli-ahli yang mempunyai kualitas dan kepakaran pada bidangnya.

4. Peneliti selanjutnya, pada penelitian ini fokus mengenai pembelajaran kooperatif (cooperative learning) tipe jigsaw dalam pendidikan kewarganegaraan untuk meningkatkan pengetahuan kewarganegaraan siswa (civic knowledge) dengan hasil baik, namun demikian kehidupan pembelajaran di sekolah merupakan kondisi dinamis bergerak sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan maka hendaknya bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bukan hanya terfokus pada pengetahuan kewarganegaraan saja namun ketiga aspek-aspek (civic knowledge, civic skills and civic disposisions) dari kompetensi kewarganegaraan secara komprehensip menjadi perhatian.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Arends. R. (1997). Clasroom Instruction and Management. New York. Mc. Graw Hill Books Companies.

Asma, N. (2006). Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta. Depdiknas. Dirjen Perguruan Tinggi Direktorat Ketenagaan.

Azizah. U. (1998). Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Devisions (STAND) untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Kimia di SMU. Tesis IKIP Surabaya: Tidak diterbitkan. Banks, J. A. (1997). Teaching Strategies for the Social Studies: Inquiry, Valuing

and Decision Making, Reading: Addison – Wesley Publishing.

Becker, W.C. (1986). Applied Psychology for Teachers-A Behavioral Cognitive Approach. New York: Macmillan. (Originally published by scinece Research Associates.

Branson, M.S. (1998). The Rule of Civic Education, Calabasas: CCE.

Branson, M.S. (1999). Belajar Civic Education dari Amerika. Yogyakarta: LKIS. Branson, M.S. (1999). Making the Case for Civic Education: Where We Stand at

the End of the 20th Centure. Washington: CCE.

Budimansyah, D. (2007). Pendidikan Demokrasi sebagai Konteks Civic Education di Negara Berkembang. Bandung: Acta Civicus Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Vol. 1. No. 1.

Budimansyah, D. (2008). “Revitalisasi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Melalui Praktik Belajar Kewarganegaraan (Project Citizen)”, Jurnal Acta Civicus, Vol. 1 No. 2, hlm. 179-198. Budimansyah, D. (2009). Membangun kultur Bangsa di Tengah Arus globalisasi

dan Gerakan Demokratisasi. Pidato Pengukuhan Guru Besar pada FPIPS UPI Bandung: tidak diterbitan.

Budimansyah. D. & Suryadi K. (2008). PKn dan Masyarakat Multukultural. Sekolah Pascasarjana. UPI


(3)

Center for Education Civic Education/CICED. (1998). Strategi Penyempurnaan Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (Makalah).

Cheng, Y,C. (1999). Curriculum and Pedagogy in the New Century: Globalization, Localization and Individualization for Multiples Intelligences. Bangkok: UNESCO-ACEID.

Cogan, J.J. (1999) Developing the Civic Society: The Rule of Civic Education. Bandung: CICED.

Cogan, J.J. dan Derricott, R. (1998). Citizenship for the 21 st Century: An International Perspective on Education, London. Cogan Page.

Creswell, J.W. (1994). Research Design Qualitative & Quantitative Approach. London: Publications.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum 2004: Kompetensi Standar Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Depdiknas Republik Indonesia.

Hopskins, David. (1993). A Teacher’s Guide to Classroom Research. Philadelphia: open University Press.

Isjoni. (2007). Cooperative Learning; Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta

Isjoni. (2009). Pembelajaran Kooperatif. Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi antar Sesama Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Johnson, D. W, Johnson, R. T & Smith, K. A. (1991). Active Learning: Cooperation in the college Clasroom. Edina: Interaction Book Company. Tersedia: http://www.cooplearn.org/pages/cl.html.

Kerr, D. (1999). Citizenship Education: an International Comparison, London: National Foundation for Education Research-NFER

Komalasari, K. (2008). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap Kompetensi Kewarganegaraan Siswa SMP. Bandung: Acta Civicus Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Vol. 2 No.1


(4)

Lee, W. (1999). Qualities of Citizenship for the New Century: Persceptions of Asian Educational Leaders. Bangkok: UNESCO-ACEID

Lie, A. (2003). Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo

________. (1994). Mengembangkan Sistim Gotong Royong dalam Pendidikan. Surabaya Post, 24 Mei 1994.

________.(2008). Cooperative Learning. Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas.

Makmun, Abin Syamsuddin. (1996). Psikologi Kependidikan: Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Miles, Mathew B. dan A. Michael Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-metode Baru. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi dari judul Qualitative Data Anlysis. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Qialifications and Curriculum Authority-QCA. (1998). Education for Citizenship and the Teaching of Democracy in Schools. London: Deprtement of Education and Employment-DIEE.

Quigley, C.N, Buchanan, Jr.J.H, Bahmueller, C.F (1991). Civitas: A Framework for civic Education. Calabasas: CCE

Republik Indonesia. (2003). UU No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas. Jakarta; depdiknas

Sabatini,C.A, Bevis,G.G, Finkel, S.E (1998). The Impact of Civic Education Programs on Political Participation and Democratic Attitudes.

Sanusi. A. (1998). “Memberdayakan Masyarakat dalam Pelaksanaan 10 Pilar Demokrasi”. Makalah Pada Seminar dan Lokakarya PPKn IKIP Bandung: Bandung

Sapriya dan Winataputra. (2003). Pendidikan Kewarganegaraan: Model Pengembangan Materi Dan Pembelajaran. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) FPIPS-UPI.

Sapriya. (2006). “Warganegara dan Teori Kewarganegaraan”. Dalam Budimansyah, Dasim dan Syaifullah Syam (Ed). Pendidikan Nilai Moral dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan (Menyambut 70


(5)

Tahun Prof. Drs. H. A. Kosasih Djahiri). Bandung: Lab. PKn FPIPS UPI.

Sapriya. (2007). Persfektif pemikiran Pakar Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pembangunan Karakter Bangsa, Disertasi, Bandung :Sekolah Pasca Sarjana UPI

Slavin, R. E. (1995). Cooperative Learning. Boston, Allyn and Bacon. Tersedia: http://www.cooplearn.org/pages/cl.html.

Slavin, R. E. (1995). Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice, (second ed). Boston, Allyn and Bacon.

Solihatin dan Raharjo, E. (2008). Cooperative Learning. Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara

Somantri, N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Steven, C. dkk. (2004). Teiloring Cooperative Learning Events For Engineering Classes. Press University of Idaho/Washington St University. Tersedia: http://www.cooplearn.org/pages/cl.html

Sudjana. N. (1989). Teori-teori Belajar untuk Pengajaran. Jakarta: Universitas Indonesia.

Sudjana, H.D. (2000). Strategi Pembelajaran. Bandung: Falah Production.

Suryadi, Ace. (2006). ”Model Pembelajaran Alternatif Menuju Reformasi Pembelajaran (School Reform)” dalam Pendidikan Nilai Moral dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Rosdakarya

Winataputra, Udin S. dan dkk. (2007). Pedoman Umun : Model Sekolah Sebagai Wahana Pengembangan Warga Negara Yang Demokrastis dan bertanggungjawab melalui pendidikan kewarganegaraan. Jakarta: DIJEN Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.


(6)

Winataputra. U.S, dan Budimansyah D, (2007). Civic Education: Konteks, Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan SPs UPI

__________(2001) Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi: Suatu Kajian Konseptual dalam Konteks Pendidikan IPS. Bandung: PPs-UPI (Disertasi Dr)

Wiriaatmadja.R. (2005). Metode Penelitian Tindakan Kelas untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Woolever, R.M. (1987). ”A New Framework for Developing Classroom Questions”. Social Education. 8, (2). 407-410.