KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS VIII DI SMP NEGERI 19 SEMARANG

(1)

i

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE

JIGSAW

DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS VIII DI SMP

NEGERI 19 SEMARANG

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Sutiyono NIM 3301411014

JURUSAN POLITIK DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015


(2)

(3)

(4)

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Juni 2015

Sutiyono

NIM. 3301411014


(5)

Motto

 “Maka Sesungguhnya Sesudah Kesulitan Itu Ada Kemudahan” (Al-Insyiraah, Ayat 5)

 “Manusia Yang Terbaik Adalah Yang Bermanfaat Bagi Orang Lain” (Rosullullah)

 “Satu-satunya Kebaikan Adalah Pengetahuan Dan Satu-satunya Kejahatan Adalah Kebodohan” (Socrates)

 “Jika Kalian Tidak Mau Belajar Dengan Keras Mulai Saat Ini, Maka Bersiap- siaplah Menikmati Kebodohan Dimasa Tua Kalian”(Aristoteles)

Persembahan

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

1. Bunda Rusmiati dan Ayahanda Sujatmiko 2. Nenekku tersayang, yang selalu mendoakanku 3. Muh.Galuh Jatmiko Adik baruku, semoga kita

mampu mikul dhuwur mendhem jero

4. Yosi Purnama Sari, partner pramuka, semoga kita dapat terus mengabdi untuk anak-anak Indonesia.

5. Dzihnatun Nabilah teman diskusi, semoga kita bisa selalu bersilaturohmi dengan baik.

6. Sahabat Ska.Wan Bording House dan teman- teman PKn yang menjadi pemicu semangatku. 7. Almamaterku Universitas Negeri Semarang

kampus konservasi.


(6)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII di SMP Negeri 19 Semarang”.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dan sumbang saran dari segala pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, selaku Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. Subagyo, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

3. Drs. Slamet Sumarto, M.Pd., Ketua Jurusan Politik dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

4. Drs. Tijan, M.Si., Dosen Wali Pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Segenap Dosen Jurusan Politik dan Kewarganegaraan yang telah memberikan ilmu dan keteladanan laku kepada penulis.

6. Seluruh Staf dan Karyawan Jurusan PKn, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang.

7. Dra. Cicilia Sri Maryuni, MM., Kepala SMP Negeri 19 Semarang yang telah memberikan ijin penelitian.


(7)

membantu dalam proses penelitian untuk penulisan skripsi ini.

9. Segenap guru dan karyawan SMP Negeri 19 Semarang atas segala bantuan yang diberikan.

10. Orang tua yang melecut gairahku untuk lekas merampungkan skripsi dengan senantiasa menanyakan, “Wisuda kapan, Le?”.

11. Teman-teman yang bersedia membantu dalam dokumentasi penelitian ini, Andi, Cholid, Anam, Jefri, Oksa, Agus Prasetyo, Agus Misbahudin, Dendy Aditya Pradana, thanks awfully.

12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia pada umumnya dan bermanfaat bagi para pembaca pada khususnya.

Semarang, Juni 2015 Penulis


(8)

Sutiyono. 2015. Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII Di SMP Negeri 19 Semarang. Skripsi, Jurusan Politik dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. Drs. Tijan, M.Si., dan Drs. Slamet Sumarto, M.Pd.

Kata Kunci: Keefektifan, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw, Hasil Belajar

Keefektifan pembelajaran tidak terlepas dari aktivitas yang berkualitas dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang dilakukan oleh guru. Salah satu peran guru adalah memilih model pembelajaran efektif. Model pembelajaran yang mengacu pada keaktifan siswa adalah model cooperative learning. Tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk mengetahui aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas VIII SMP Negeri 19 Semarang, dan 2) untuk mengetahui perbedaan hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan metode ceramah bervariasi kelas VIII di SMP Negeri 19 Semarang.

Penelitian ini adalah quasi-experimental dengan menggunakan

nonequivalent control group design yang memiliki populasi seluruh siswa kelas VIII di SMP Negeri 19 Semarang. Pengambilan sampel menggunakan teknik

cluster random sampling, terpilih kelas VIII F sebagai kelas eksperimen memperoleh model kooperatif tipe jigsaw dan kelas VIII G sebagai kelas kontrol memperoleh pembelajaran ceramah bervariasi. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah tes, observasi dan dokumentasi. Analisis data penelitian menggunakan bantuan SPSS 20.

Hasil yang diperoleh dari analisis data lembar observasi aktivitas siswa adalah 84,37%. Skor ini menunjukkan data hasil penelitian aktivitas siswa menggunakan model kooperatif tipe jigsaw dalam kategori sangat baik. Hasil uji-t Uji Independent sample t tes rata-rata hasil belajar posttes kedua kelas berbeda, model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw memberikan pengaruh terhadap hasil belajar sebesar 20%, dan memperoleh rata-rata 81.82, artinya melebihi (KKM ≥75 ). Data yang diperoleh adalah (thitung = 3.364 > 1.166) pada taraf signifikan 0.05, artinya (thitung > ttabel), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi kedua rata-rata sampel memiliki hasil belajar berbeda. Simpulan yang diperoleh adalah penggunaan model kooperatif tipe jigsaw terbukti efektif dalam meningkatkan hasil belajar pendidikan kewarganegaraan untuk materi hubungan antarlembaga negara Republik Indonesia.

Berdasarkan simpulan tersebut, saran yang diajukan yaitu (1) penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada tahap pembagian kelompok harus memperhatikan waktu pembelajaran agar berjalan efektif, (2) perlu adanya kesepakatan peraturan agar dalam melakukan pertukan kelompok tidak gaduh, (3) perlu perluasan ruang kelas, sehingga memudahkan pembelajaran kelompok, (4) direkomendasikan untuk penelitian lanjut pada ranah afektif dan psikomotorik.


(9)

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

SARI... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Batasan Istilah ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Efektivitas... 9

B. Tinjauan Tentang Konsep Pembelajaran ... 11

C. Hasil Belajar ... 22

D. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ... 27

E. Model Pembelajaran Kooperatif... 31

F. Model Pembelajaran Ceramah Bervariasi ... 46

G. Perbandingan Pembelajaran Kooperatif dan Ceramah Bervariasi .. 49

H. Kerangka Berpikir ... 50

I. Hipotesis ... 52


(10)

B. Populasi ... 55

C. Sampel ... 56

D. Variabel Penelitian ... 56

E. Prosedur Penelitian ... 57

F. Metode Pengumpulan Data ... 60

G. Analisis Instrumen ... 62

H. Metode Analisis Data ... 68

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 74

1. Gambaran Umum Pelaksanaan Pembelajaran…. ... 74

a. Pelaksanaan Pembelajaran dengan Model Kooperatif Tipe Jigsaw…. ... 74

b. Pelaksanaan Pembelajaran dengan Metode Ceramah Bervariasi …. ... 79

2. Aktivitas Belajar Siswa dalam Pembelajaran Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw…... 81

3. Perbedaan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Ceramah Bervariasi …. ... 82

B. Pembahasan ... 85

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 95

B. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97

LAMPIRAN ... 100


(11)

Tabel 2.1 Perbandingan Pembelajaran Kooperatif dan Ceramah Bervariasi ... 49

Tabel 2.2 Kerangka Berpikir Komparasi/Perbandingan Metode yang dikembangkan dalam penelitian... 52

Tabel 3.1 Desain Penelitian... 54

Tabel 3.2 Hasil Output Validitas Soal Uji Coba ... 63

Tabel 3.3 Rekap Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba ... 66

Tabel 3.4 Rekap Perhitungan Daya Pembeda Soal Uji Coba ... 68

Tabel 4.1 Aspek Aktivitas Belajar Siswa Yang Diamati ... 81

Tabel 4.2 Hasil Belajar Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 83

Tabel 4.3 Hasil Output Uji Independent Sample t test Hasil Belajar Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 83


(12)

Gambar 2.1 Ilustrasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 43 Gambar 4.1 Guru Mendampingi Siswa Dalam Diskusi Kelompok Ahli ... 76 Gambar 4.2 Aktivitas Siswa dalam Tanya Jawab ... 77


(13)

Lampiran 1. Panduan Wawancara Kebutuhan

Lampiran 2. Data Siswa Kelas 8 SMP Negeri 19 Semarang Lampiran 3. Soal Uji Coba

Lampiran 4. Soal Pretest dan Posttest Lampiran 5. Data Siswa Kelas Eksperimen Lampiran 6. Data Siswa Kelas Kontrol Lampiran 7. Uji Homogenitas

Lampiran 8. Uji Validitas Soal Uji Coba Lampiran 9. Reliabilitas Soal Uji Coba Lampiran 10. Perhitungan Tingkat Kesukaran Lampiran 11. Perhitungan Daya Pembeda Lampiran 12. Pedoman Aktivitas Belajar Siswa Lampiran 13. Uji Paired Sample t test Hasil Belajar Lampiran 14. Uji Idenpendent Sample t test

Lampiran 15. Kisi-kisi Soal

Lampiran 16. Lembar Jawab Siswa Lampiran 17. Silabus Pembelajaran

Lampiran 18 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol Lampiran 19. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen Lampiran 20. Ringkasan Materi Pembelajaran

Lampiran 21. Lembar Kerja Siswa Lampiran 22. Jadwal Penelitian

Lampiran 23. Surat Keterangan Telah Penelitian Lampiran 24. Data Aktivitas Belajar Siswa Lampiran 25. Hasil Belajar Kelas Eksperimen Lampiran 26. Hasil Belajar Kelas Kontrol Lampiran 27. Dokumentasi Pembelajaran Lampiran 28. Surat Izin Penelitian


(14)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Pembelajaran yang efektif adalah proses belajar mengajar yang bukan saja terfokus pada hasil yang dicapai peserta didik, melainkan bagaimana proses pembelajaran yang efektif mampu memberikan pemahaman yang baik, kecerdasan, ketekunan, kesempatan, dan mutu serta dapat memberikan perubahan perilaku yang aplikatif dalam kehidupan. Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan supaya diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi, peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Pasal 19, PP No.19 Th 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan). Jadi kegiatan atau aktivitas dalam belajar sangat diperlukan untuk menciptakan pengalaman belajar tersebut. Pengalaman tersebut akan dijadikan dasar bagi peserta didik dalam kehidupan bermasyarakat.

Kegiatan belajar siswa dapat terjadi dalam pembelajaran. Pembelajaran pada hakekatnya merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik


(15)

dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar belajar dengan baik, sehingga dapat dikatakan bahwa pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang melibatkan aktivitas belajar peserta didik secara aktif dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Proses pembelajaran selalu berkaitan dengan aktivitas peserta didik. Aktivitas adalah tingkah laku atau kegiatan yang dilakukan seseorang. Aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik dalam proses pembelajaran disebut aktivitas belajar. Aktivitas belajar peserta didik berupa keterlibatannya dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dalam pembelajaran guna mencapai keberhasilan belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Jadi aktivitas belajar adalah segala kegiatan peserta didik dalam pembelajaran atau interaksi peserta didik dengan lingkungan belajarnya dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Semakin tinggi aktivitas belajar peserta didik maka menunjukkan belajar secara aktif. Oleh karena itu, aktivitas atau interaksi menjadi faktor yang sangat penting dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Kegiatan pembelajaran harus mempunyai tujuan yang ingin dicapai dan tersusun pada tujuan instruksional yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya model pembelajaran yang tepat sehingga tujuan tersebut dapat tercapai dengan sukses. Untuk itu, guru harus mampu memilih model pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan. Namun, dalam pelaksanaannya


(16)

pembelajaran masih berpusat pada guru. Padahal, dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pembelajaran lebih menekankan pada pembelajaran siswa aktif, tetapi masih banyak guru yang belum melaksanakan pembelajaran tersebut. Model yang mereka gunakan masih konvensional, padahal model pembelajaran yang interaktif banyak pilihannya yang dapat digunakan oleh guru.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Sugianingsih, salah satu guru Pendidikan Kewarganegaraan di SMP Negeri 19 Semarang ternyata kondisi pembelajaran pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan masih menggunakan metode ceramah bervariasi yaitu perpaduan antara ceramah dan tanya jawab. Hal ini dikarenakan materi pelajaran yang sangat banyak. Sementara aktivitas peserta didik menjadi rendah karena peserta didik hanya duduk dan mendengarkan penjelasan dari guru. Akibatnya, peserta didik menjadi pasif dalam proses pembelajaran. Selain itu, minat peserta didik pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menjadi rendah dan dampaknya hasil belajar akan rendah pula. Hal ini menyebabkan siswa pasif dalam pembelajaran hanya duduk, mendengar, dan mencatat saja, sehingga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa menjadi rendah. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik adalah perlunya penerapan suatu model pembelajaran yang inovatif. Hasil wawancara studi pendahuluan dapat dilihat di lampiran 1.

Pembelajaran yang berpusat pada siswa atau student center approach


(17)

dengan model konvensional dirasa kurang tepat. Hal tersebut disebabkan pembelajaran dengan model konvensional hanya berpusat pada guru tanpa memperhatikan aktivitas belajar peserta didik. Seiring dengan perkembangan kehidupan masyarakat dan tuntutan kurikulum memaksa adanya pembaharuan dalam dunia pendidikan. Salah satunya adalah menggunakan model pembelajaran agar pembelajaran berorientasi pada peserta didik. Aktivitas belajar atau interaksi belajar antarpeserta didik sangat diperlukan untuk mengembangkan kemampuannya sebagai makhluk sosial, dimana hal ini akan menjadikan bekal baik untuk belajar dan bersosial di masyarakat. Salah satu model pembelajaran yang mengacu pada keaktifan peserta didik adalah model pembelajaran cooperative learning.

Model pembelajaran cooperative learning merupakan model pembelajaran yang sesuai untuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Pembelajaran Cooperative Learning lebih memusatkan pembelajaran pada peserta didik secara bersama-sama untuk mengembangkan pemahaman dan sikap sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama-sama di antara sesama anggota kelompok akan meningkatkan aktivitas, motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar. Kesuksesan kelompok menjadi tujuan dari model


(18)

pembelajaran Kooperatif. Hal yang spesial dalam pembentukan kelompok Kooperatif dilaksanakan secara heterogen, baik dalam kemampuan akademis, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya. Model pembelajaran Kooperatif memiliki beberapa jenis tipe. Pada penelitian ini digunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw.

Penelitian sebelumnya yang berjudul Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Tegal pada Mata Pelajaran PKn melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw menunjukkan bahwa aktivitas belajar peserta didik meningkat mulai dari 72,5% menjadi 87,5% (Rodiati, 2008). Penelitian ini terbukti efektif dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa. Hal ini akan berpengaruh pada perolehan hasil belajar peserta didik pula.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Kelas VIII di SMP Negeri 19 Semarang”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw pada mata


(19)

pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas VIII SMP Negeri 19 Semarang?

2. Apakah ada perbedaan hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw dan metode ceramah bervariasi kelas VIII di SMP Negeri 19 Semarang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan judul dan rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

1. Mengetahui aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas VIII SMP Negeri 19 Semarang.

2. Mengetahui perbedaan hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw dan metode ceramah bervariasi kelas VIII di SMP Negeri 19 Semarang.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada bidang pendidikan mengenai pentingnya peningkatan hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat.


(20)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi sekolah, memberikan masukan sebagai pedoman pengambilan kebijakan penggunaan model pembelajaran secara tepat.

b. Bagi guru, hasil penelitian ini berguna untuk memberikan masukan kepada guru dalam memilih model pembelajaran.

E. Batasan Istilah

Dalam penelitian ini perlu dijelaskan istilah yang berkaitan dengan judul penelitian agar tidak terjadi salah penafsiran, maka penulis merasa perlu memberikan batasan yang memberikan penegasan istilah yang digunakan tersebut, yaitu:

1. Keefektifan Pembelajaran

Pembelajaran dikatakan efektif apabila mencapai sasaran yang diinginkan, baik dari segi tujuan pembelajaran dan hasil belajar siswa yang maksimal. Efektivitas dalam penelitian ini berupa peningkatan hasil belajar kognitif siswa dalam menjawab soal-soal sesuai dengan materi ajar dan melebihi KKM ≥ 75.

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw adalah pembelajaran kerjasama yang dimulai dengan intruksi kepada peserta didik membentuk beberapa kelompok kecil. Peserta didik kemudian dengan kelompok lainnya untuk memaksimalkan kelompoknya dan masing- masing dalam memahami bahan ajar. Dalam pembelajaran Kooperatif


(21)

ini ada suasana saling ketergantungan yang positif antar siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran Kooperatif tipe

Jigsaw dalam bekerja kelompok selama dua kali, yakni dalam kelompok

mereka asal dan dalam kelompok ahli. 3. Hasil Belajar Belajar

Hasil belajar adalah perubahan hasil yang diperoleh individu dalam suatu studi. Hasil yang diperoleh tersebut dapat berasal dari dalam dan diri individu sendiri ataupun dari pihak lain luar individu melalui pengukuran tes. Pengukuran menggunakan tes bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman dan pengusaan peserta didik dalam belajarnya.

Terkait dengan penelitian ini, hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar pada ranah kognitif. Pada ranah afektif, dan ranah psikomotorik dipadukan dalam lembar aktivitas belajar peserta didik. Ranah kognitif yaitu mulai dari pengetahuan hafalan, dan pemahaman atau komprehensif, sampai pada analisis, dan sintesis.


(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Efektivitas

Menurut Cameron (dalam Sutomo, 2009:24) efektivitas merupakan fenomena yang mengandung banyak segi, sedikit sekali orang yang dapat memaksimalkan keefektivan sesuai dengan efektivitas itu sendiri. Efektivitas menunjukkan ketercapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas dapat diartikan adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju. Efektivitas adalah bagaimana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasional yang telah ditetapkan.

Efektivitas dapat juga diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Misalnya jika suatu pekerjaan dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan, maka cara tersebut adalah benar dan efektif.

Eggen dan Kauchak (dalam Warsita, 2008:289) mengemukakan pembelajaran yang efektif mempunyai beberapa indikator meliputi:

1. peserta didik menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan dan membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan,


(23)

2. guru menyediakan materi sebagai fokus berfikir dan berinteraksi dalam pelajaran,

3. aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian, 4. guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada

peserta didik dalam menganalisis informasi,

5. orientasi pembelajaran penguasaan isi pembelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir, serta

6. guru menggunakan teknik pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya pembelajaran guru.

Suatu kegiatan dikatakan efektif bila kegiatan itu dapat diselesaikan pada waktu yang tepat dan mencapai tujuan yang diinginkan. Efektivitas menekankan pada perbandingan antara rencana dengan tujuan yang dicapai. Oleh karena itu, efektivitas pembelajaran sering kali diukur dengan tercapainya tujuan pembelajaran, atau dapat pula diartikan sebagai ketepatan dalam mengelola suatu situasi (Warsita, 2008:287).

Efektivitas tersebut dapat disimpulkan bahwa sesuatu dapat dikatakan berjalan efektif apabila peserta didik mengalami aktivitas belajar secara aktif dan tujuan dapat dicapai atau berhasil dengan suatu tindakan atau usaha. Efektivitas yang dimaksud adalah efektivitas model pembelajaran yang merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan proses pembelajaran.

Efektivitas dalam penelitian ini adalah keberhasilan dalam penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw, dikatakan efektif apabila hasil


(24)

belajar peserta didik mengalami peningkatan yaitu dari sebelum dan sesudah pembelajaran menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw dan respon siswa terhadap pembelajaran. Selain itu, rata-rata hasil belajar akan dikomparasikan dan diukur manakah yang lebih efektif antara model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw dan metode ceramah bervariasi dalam meningkatkan hasil belajar.

B. Tinjauan Tentang Konsep Pembelajaran

1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi seseorang. Oleh karena itu mempelajari konsep dasar tentang belajar, seorang mampu memahami aktivitas belajar.

Menurut Hilgard dan Brower (dalam Hamalik, 2010:45) belajar mengandung pengertian terjadinya perubahan dari persepsi dan perilaku, termasuk juga perbaikan perilaku. Belajar adalah perubahan dalam perbuatan melalui aktivitas, praktek, dan pengalaman. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003:2).


(25)

Menurut Gage (dalam Hardini, 2011:4) belajar adalah proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat dari pengalaman. Belajar juga dipahami sebagai suatu perilaku, pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, jika ia tidak belajar responnya menurun. Dengan demikian, belajar diartikan sebagai suatu perubahan dalam kemungkinan atau peluang terjadinya respon. Robert M Gagne (dalam Hardini, 2011:4) juga menambahkan belajar adalah suatu proses yang kompleks dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebabkan stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar.

Belajar merupakan aktivitas interaksi aktif individu terhadap lingkungan sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Sementara itu, pembelajaran adalah penyediaan kondisi yang mengakibatkan terjadinya proses belajar pada diri peserta didik (Sani, 2013:40). Penyediaan kondisi dapat dilakukan dengan bantuan pendidik atau ditemukan sendiri oleh individu.

Morgan et.al (dalam Rifa‟i, 2010:82), menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktik atau pengalaman. Sejalan dengan Morgan et.al, Slavin juga mengungkapkan bahwa belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman.

Belajar secara umum dapat diartikan sebagai prosedur perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungan. Proses perubahan


(26)

perilaku ini tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi ada yang sengaja direncanakan dan ada yang dengan sendirinya terjadi karena proses kematangan. Proses yang sengaja direncanakan agar terjadi perubahan perilaku ini disebut dengan proses belajar. Proses ini merupakan suatu aktivitas psikis/mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan yang relatif konstan dan berbekas (Solihatin, 2012:5).

Secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Pengertian belajar juga dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Kalau tangan seorang anak menjadi bengkok karena patah tertabrak mobil, perubahan seperti itu tidak dapat diartikan perubahan dalam arti belajar. Demikian pula perubahan tingkah laku seseorang dalam keadaan mabuk, perubahan yang terjadi dalam aspek-aspek kematangan, pertumbuhan, dan perkembangan tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar.


(27)

Berdasarkan beberapa definisi belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar pada dasarnya berbicara tentang tingkah laku seseorang berubah sebagai akibat pengalaman yang berasal dari lingkungan. Dari pengertian tersebut tersirat bahwa agar terjadi proses belajar atau terjadinya perubahan tingkah laku sebelum kegiatan belajar mengajar di kelas, seorang guru perlu menyiapkan atau merencanakan berbagai pengalaman belajar yang akan diberikan pada peserta didik dan pengalaman belajar tersebut harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Proses belajar itu terjadi secara internal dan bersifat pribadi dalam diri peserta didik, agar proses belajar tersebut mengarah pada tercapainya tujuan dalam kurikulum, maka pengajar atau guru harus merencanakan dengan saksama dan sistematis berbagai pengalaman belajar yang memungkinkan perubahan tingkah laku peserta didik sesuai dengan apa yang diharapkan.

Apabila terjadi proses belajar, bersama itu pula terjadi proses mengajar. Hal ini kiranya mudah dipahami karena jika ada yang belajar sudah tentu ada yang megajar dan begitu juga sebaliknya. Dalam proses belajar mengajar, guru sebagai pengajar dan peserta didik sebagai subjek belajar, dituntut adanya profil kualifikasi tertentu dalam hal pengetahuan, kemampuan, sikap, dan tata nilai, serta sifat-sifat pribadi, agar proses itu dapat berlangsung dengan efektif dan efisien.

Dalam dunia pendidikan, peserta didik yang melakukan proses belajar, tidak melakukan secara individu, tetapi ada beberapa komponen yang terlibat,


(28)

seperti pendidik atau guru, media dan strategi pembelajaran, kurikulum, dan sumber belajar. Dari kata belajar itulah kemudian lahir kata pembelajaran.

Pembelajaran dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, Bab 1 Pasal 1 Ayat 20 adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Gagne (dalam Khanifatul, 2012:14), intruction atau pemebelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk memengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.

Terlepas dari perbedaan redaksi atas pendefinisian kata pembelajaran tersebut, diantara kesemuanya tetap ada titik kesamaan definisi. Titik kesamaan tersebut yaitu pembelajaran adalah usaha sadar yang dilakukan oleh guru atau pendidik untuk membuat siswa atau peserta didik belajar (mengubah tingkah laku untuk mendapatkan kemampuan baru) yang berisi suatu sistem atau rancangan untuk mencapai suatu tujuan.

2. Pembelajaran Efektif

Menurut Miarso (dalam Warsito, 2008:287) pembelajaran efektif adalah belajar yang bermanfaat dan bertujuan bagi peserta didik, melalui pemakaian prosedur yang tepat. Pengertian ini mengandung dua indikator, yaitu terjadinya belajar pada peserta didik dan apa yang dilakukan guru. Oleh karena itu, prosedur pembelajaran yang dipakai oleh guru dan terbukti peserta


(29)

didik belajar akan dijadikan fokus dalam usaha untuk meningkatkan pembelajaran.

Menurut Dick (dalam Warsito 2008:287) pembelajaran efektif adalah suatu pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk belajar keterampilan spesifik, ilmu pengetahuan, dan sikap serta yang membuat peserta didik senang. Pembelajaran efektif memudahkan peserta didik untuk belajar sesuatu yang bermanfaat, seperti: fakta, keterampilan, nilai, konsep, cara hidup serasi dengan sesama, atau sesuatu hasil belajar yang diinginkan.

Pembelajaran efektif adalah proses belajar mengajar yang bukan saja terfokus pada hasil yang dicapai peserta didik, melainkan proses pembelajaran yang mampu memberikan pemahaman yang baik, kecerdasan, ketekunan, kesempatan, dan mutu serta dapat memberikan perubahan perilaku yang diaplikasikan dalam kehidupan.

Pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar disebut sukses jika terjadi perubahan perilaku pada anak didik baik perubahan yang menyangkut aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik (Sukardi, 2013:12). Dalam ketiga aspek ini perubahan dalam perilaku anak didik mencakup lima kompetensi atau kapabilitas penting, yakni kemampuan informasi verbal (menyatakan, menceritakan, atau menggambarkan informasi yang telah disimpan sebelumnya), keterampilan intelektual (menerapkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang dapat digeneralisasikan untuk menyelesaikan masalah), strategi kognitif (mengelola proses berpikir dan belajar pada diri anak itu sendiri), sikap-sikap memilih wacana aksi pribadi dan keterampilan gerak


(30)

(mengeluarkan tindakan fisik secara tepat dan pada waktu yang pas) (Gagne dan Medsker dalam Sukardi, 2013:12).

Pembelajaran juga dinyatakan seperangkat peristiwa (events) yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik itu memperoleh kemudahan (Briggs dalam Rifa‟i, 2010:190). Seperangkat peristiwa itu membangun suatu pembelajaran yang bersifat internal jika peserta didik melakukan self intruction dan di sisi lain kemungkinan juga bersifat eksternal, yaitu jika bersumber antara lain dari pendidik. Jadi

teaching itu hanya sebagian dari intruction, sebagai salah satu bentuk pembelajaran. Unsur utama dari pembelajaran adalah pengalaman anak sebagai seperangkat event sehingga terjadi proses belajar. Pembelajaran dikatakan efektif jika mampu memberikan pengalaman baru, membentuk kompetensi peserta didik, serta mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal (Hardini, 2012:84). Dengan demikian belajar dan pembelajaran mempunyai hubungan konseptual yang tidak berbeda. Berdasarkan hal pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran efektif menuntut keterlibatan peserta didik secara aktif, karena mereka merupakan pusat kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi.

3. Komponen-komponen Pembelajaran

Komponen-komponen dalam pemebalajarn yaitu meliputi tujuan, subyek belajar, materi pelajaran, strategi, media, evaluasi, dan penunjang. a) Tujuan yang secara eksplisit diupayakan pencapaiannya melalui kegiatan


(31)

dan keterampilan atau sikap yang dirumuskan secara eksplisit dan operasional.

b) Subyek belajar merupakan komponen utama karena berperan sebagai subyek sekaligus obyek. Sebagai subyek karena peserta didik adalah individu yang melakukan proses belajar mengajar. Sebagai obyek karena kegiatan pembelajaran diharapkan dapat mencapai perubahan perilaku pada diri subyek belajar.

c) Materi pelajaran merupakan komponen utama dalam proses pembelajaran, karena materi pelajaran akan memberi warna dan bentuk dari kegiatan pembelajaran.

d) Strategi belajar merupakan pola umum mewujudkan proses pembelajaran yang diyakini efektivitasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran.

e) Media pembelajaran adalah alat atau wahana yang digunakan pendidik dalam proses pembelajaran untuk membantu penyampaian pesan pembelajaran.

f) Penunjang yang dimaksud dalam sistem pembelajaran adalah fasilitas belajar, buku sumber, alat pelajaran, bahan pelajaran dan semacamnya. Komponen penunjang berfungsi memperlancar, melengkapi dan mempermudah terjadinya proses pembelajaran (Rifai‟i, 2010:194).

Kegiatan belajar mengajar mengandung sejumlah komponen yang meliputi tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar mengajar, metode, alat dan sumber, serta evaluasi. Penjelasan dari setiap komponen tersebut adalah sebagai berikut.


(32)

a) Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan pembelajaran yang diharapkan setelah peserta didik mempelajari bahan pelajaran yang diajarkan oleh guru.

b) Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam peroses belajar mengajar.

c) Kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar.

d) Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

e) Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pengajaran.

f) Sumber pelajaran bukanlah berproses dalam kehampaan, tetapi berproses dalam kemaknaan, di dalamnya ada sejumlah nilai yang disampaikan kepada peserta didik. Yang dimaksud dengan sumber-sumber bahan dan belajar adalah sebagai sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar sesorang.

g) Evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. (Djamarah, 2006:41-50)

Sesuai dengan beberapa uraian tentang komponen pembelajaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran terdapat beberapa komponen yang meliputi; tujuan pembelajaran, subjek pembelajaran, materi


(33)

atau sumber pembelajaran, metode atau pengalaman belajar dan evaluasi pembelajaran.

4. Tujuan Pembelajaran

Pembelajaran dapat ditinjau dari segi internal dan eksternal makna teori pembelajaran atau intruksional adalah penerapan prinsip-prinsip teori belajar, teori tingkah laku, dan prinsip pengajaran dalam usaha mencapai tujuan belajar dengan penekanan pada prosedur yang telah terbukti berhasil secara konsisten (Sukamto dalam Rifa‟i, 2010:197). Dengan demikian tujuan daripada pembelajaran erat kaitannya dengan implementasi akan berintegrasi menjadi prinsip-prinsip pembelajaran.

Menurut Mandigers (dalam Rifai‟i, 2010:200), tujuan pembelajaran dapat membuat peserta didik dengan mudah dan berhasil dalam belajar, untuk itu pendidik perlu memperhatikan:

a) prinsip aktivitas mental, belajar adalah aktivitas mental, oleh karena itu pembelajaran hendaknya dapat menimbulkan aktivitas mental,

b) prinsip menarik perhatian, bila dalam belajar mengajar peserta didik penuh perhatian kepada bahan yang dipelajari, maka hasil belajar akan lebih meningkat sebab dengan perhatian ada konsentrasi, pada gilirannya hasil belajar itu akan lebih berhasil dan tidak lekas lupa,

c) prinsip penyesuaian perkembangan murid, anak atau peserta didik lebih tertarik apabila bahan pelajaran disesuaikan dengan perkembangan subyek belajar,


(34)

d) prinsip appersepsi, memberikan petunjuk bahwa kalau mengajar pendidik hendaknya mengkaitkan materi yang akan dipelajari dengan apa yang sudah diketahui,

e) prinsip peragaan, memberikan pedoman bahwa dalam mengajar hendaknya digunakan alat peraga,

f) prinsip aktivitas motorik, mengajar hendakya dapat menimbulkan aktivitas motorik peserta didik, dan

g) prinsip motivasi ialah dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhannya.

Dalam mengaplikasikan prinsip ini pendidik dapat melakukan dengan memilih model dan metode pembelajaran mana yang tepat. Hal ini dapat dijelaskan bahwa belajar yang berhasil adalah bila anak atau peserta didik melakukan belajar langsung yang intensif dan optimal, sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang lebih bersifat permanen.

Selain itu juga dijelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran meliputi faktor internal (faktor dari dalam diri siswa) yaitu kondisi keadaan jasmani dan rohani siswa (Sukardi, 2013:12-13). Faktor internal ini juga terdapat faktor kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat.

Selanjutnya dalam pembelajaran juga dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari luar atau eksternal seperti lingkungan sosial sekolah. Lingkungan ini adalah guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memperngaruhi proses belajar seorang siswa (Sukardi, 2013:21).


(35)

Berdasarkan beberapa penjelasan, dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa atau peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Salah satu faktor keberhasilan dalam pembelajaran adalah kefektifan model pembelajaran yang digunakan akan sangat berpengaruh pada lingkungan belajarnya, sehingga menarik dan menjadikan peserta didik lebih aktif dalam pembelajaran. Apabila dalam diri peserta didik sudah termotivasi untuk belajar, maka ini akan mempengaruhi indikator penilaian dalam pembelajaran dari peserta didik.

C. Hasil Belajar

Hasil Belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjukkan pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Hasil produksi adalah perolehan yang didapatkan karena adanya kegiatan mengubah bahan (raw materials) menjadi barang/hasilnya (finished goods) (Purwanto, 2014: 44).

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh peserta didik. Perubahan perilaku yang harus tercapai setelah siswa melakukan kegiatan belajar disusun dalam


(36)

tujuan pembelajaran. Tujuan tersebut merupakan gambaran dari perubahan perilaku yang diinginkan dalam kegiatan pembelajaran (Rifa‟iet al, 2010:85).

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian- pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne (dalm Suprijono, 2013: 5-6), hasil belajar berupa:

1. informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan,

2. keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Kemampuan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip- prinsip keilmuan. Kemampuan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas,

3. strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memcahkan masalah,

4. keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkain gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani, dan

5. sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilain terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan


(37)

menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik (Bloom dalam Suprijono, 2013:6-7). Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan dan kemahiran intelektual. Ranah afektif berkaitan dengan perasaan, sikap, minat, dan nilai. Ranah psikomotorik berkaitan dengan kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf. Ketiga ranah tersebut dibagi menjadi kategori-kategori, sebagai berikut.

1. Ranah kognitif

a) Pengetahuan (knowledge) didefinisikan sebagai perilaku mengingat atau mengenali informasi yang telah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan ini meliputi pengingatan kembali tentang rentangan materi yang luas, mulai dari fakta spesifik sampai teori yang kompleks.

b) Pemahaman (comprehension) didefinisikan sebagai kemampuan memperoleh makna dari materi yang telah dipelajari.

c) Penerapan (application) mengacu pada kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari di dalam situasi baru dan konkret. Hal ini mencakup penerapan hal-hal seperti aturan, metode, konsep, prinsip-prinsip, dalil dan teori.

d) Analisis (analysis) mengacu pada kemampuan memecahkan material ke dalam bagian-bagian sehingga dapat dipahami struktur organisasinya. Hal


(38)

ini mencakup identifikasi bagian-bagian, analisis hubungan antar bagian dan mengenali prinsip-prinsip pengorganisasian.

e) Sintesis (synthesis) mengacu pada kemampuan menggabungkan bagian- bagian dalam rangka membentuk struktur yang baru.

Menurut Anderson dalam (Yanti, 2011:252-253) hasil belajar ranah kognitif mencakup: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, dan harus dievalusi.

2. Ranah afektif

a) Penerimaan (receiving) mengacu pada keinginan peserta didik untuk menghadirkan rangsangan atau fenomena tertentu (aktivitas kelas, buku teks, musik dan sebagainya).

b) Penganggapan (responding) mengacu pada partisipasi aktif pada diri peserta didik. Siswa diusahakan untuk merespoon fenomena tertentu dengan berbagai cara.

c) Penilaian (valuing) berkaitan dengan harga atau nilai yang melekat pada objek, fenomena atau perilaku tertentu pada diri siswa.

d) Pengoganisasian (organization) berkaitan dengan perangkaian nilai-nilai yang berbeda, memecahkan kembali konflik-konflik antar nilai, dan mulai menciptakan sistem nilai yang konsisten secara internal.

e) Pembentukan pola hidup (organization by a value complex) mengacu pada individu peserta didik memiliki sistem nilai yang telah mengendalikan perilakunya dalam waktu cukup lama sehingga mampu mengembangkannya menjadi karakteristik gaya hidupnya.


(39)

3. Ranah Psikomotorik

a) Persepsi (perception) berkaitan dengan penggunaan organ penginderaan untuk memperoleh petunjuk yang memandu kegiatan motorik.

b) Kesiapan (set) mengacu pada pengambilan tipe kegiatan tertentu. Kategori ini mencakup kesiapan mental dan jasmani.

c) Gerakan terbimbing (guided resonse) berkaitan dengan tahap-tahap awal di dalam belajar keterampilan kompleks. Hal ini meliputi peniruan dan mencoba-coba dengan menggunakan pendekatan gerakan ganda.

d) Gerakan terbiasa (mechanism) berkaitan dengan tindakan kinerja dimana gerakan yang telah dipelajari itu telah menjadi biasa dan gerakan dapat dilakukan dengan sangat meyakinkan dan mahir.

e) Gerakan kompleks (complex overt response) berkaitan dengan kemahiran kinerja dari tindakan motorik yang mencakup pola-pola gerakan yang kompleks. Kecakapan ditunjukkan melalui kecepatan, kehalusan, keakuratan, dan yang memerlukan energi minmum.

f) Penyesuaian (adaptation) berkaitan dengan keterampilan yang dikembangkan sangat baik sehingga indinvidu partisipan dapat memodifikasi pola-pola gerakan sesuai dengan persyaratan baru atau menemui situasi masalah baru.

g) Kreativitas (originally) mengacu pada penciptaan pola-pola gerakan baru untuk disesuaikan dengan situasi tertentu atau masalah-masalah tertentu (Rifa‟i, 2010:86-90).


(40)

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa meliputi tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar kognitif lebih menekankan pada aspek pengetahuan. Ranah afektif lebih menakankan pada sikap peserta didik dan ranah psikomotorik berkenaan dengan respon dan kesiapan dalam pembelajaran.

Dalam penelitian ini hasil belajar siswa adalah ranah kognitif yaitu hasil akhir proses belajar mengajar yang ditunjukkan oleh angka-angka atau nilai tertulis dalam kertas evaluasi dari pendidik.

D. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

1. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)

Berdasarkan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang ingin membentuk warga negara ideal yaitu warga negara yang memiliki keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, menguasai kemampuan, keterampilan, dan nilai-nilai sesuai dengan konsep dan prinsip-prinsip kewarganegaraan.

Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air (UU No. 20 Tahun 2003). Melalui mata pelajaran PKn peserta didik diharapkan untuk mempunyai pengetahuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), memiliki sikap menghormati, menghargai dan memiliki tanggung jawab akan dirinya sendiri, bangsa dan negara serta memiliki


(41)

keterampilan untuk menjalin hubungan dalam negeri ataupun luar negeri sesuai dengan norma dan nilai yang ada.

Pendidikan kewarganegaraan juga merupakan media pengajaran yang akan meng-Indonesiakan para siswa secara sadar, cerdas, dan penuh tanggung jawab. Melalui mata pelajaran PKn diharapkan peserta didik memiliki komitmen yang kuat dan konsisten untuk mempertahankan NKRI.

Berdasarkan uraian di atas, pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukkan warga negara atau peserta didik yang memiliki pengetahuan kewarganegaraan, keterampilan kewarganegaraan dan nilai-nilai kewarganegaraan agar memiliki rasa cinta tanah air.

2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan yang dilaksanakan disemua lembaga pendidikan atau sekolah dalam sistem pendidikan nasional. Kedudukannya sangat strategis sebab bukan hanya sekedar proses pengajaran, tetapi adalah penanaman sikap untuk membentuk watak dan kepribadian berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

Secara terperinci tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar peserta didik mempunyai kemampuan sebagai berikut.

a) Berpikir kritis, rasioanal, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.


(42)

b) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta anti korupsi.

c) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.

d) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Per.Men Pendidikan Nasional RI, Nomor 24 Tahun 2006).

Berdasarkan tujuan pendidikan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang mempunyai misi khusus yaitu membentuk peserta didik agar menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab.

3. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi delapan aspek, yaitu persatuan dan kesatuan bangsa, norma hukum dan peraturan, hak asasi manusia, kebutuhan warga negara, konstitusi negara, kesatuan dan politik, Pancasila, dan Globalisasi. Rincian delapan aspek ini sebagai berikut.

a) Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam


(43)

pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.

b) Norma, hukum dan peraturan, meliputi tertib dalam kehidupan keluarga, sekolah, di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, dan norma-norma dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional.

c) Hak asasi manusia, meliputi hak-hak yang dimiliki oleh setiap pribadi, dan kewajiban dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

d) Kebutuhan warga negara, meliputi hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan organisasi, mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara.

e) Konstitusi negara, meliputi proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, dan hubungan dasar negara dengan konstitusi.

f) Kekuasaan dan politik, meliputi pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi.

g) Pancasila, meliputi kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan Pancasila sebagai ideologi yang terbuka.


(44)

h) Globalisasi, meliputi globalisasi dilingkungannya, politik luar negeri Indonesia, dampak globalisasi, hubungan internasional Indonesia, dan mengevaluasi globalisasi (Per.Men. Pendidikan Nasional 24 Tahun 2006).

E. Model Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran adalah bentuk atau tipe kegiatan pembelajaran yang digunakan untuk menyampaikan bahan ajar oleh guru kepada siswa. Metode atau teknik pembelajaran adalah cara-cara yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan bahan ajar kepada siswa atau peserta didik. Metode pembelajaran juga didefinisikan sebagai cara-cara untuk melakukan aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga proses belajar berjalan dengan baik dalam arti tujuan pengajaran tercapai. Metode pembelajaran adalah prosedur atau cara yang bersifat teknis. Strategi pembelajaran adalah prosedur atau langkah-langkah teknis yang harus ditempuh untuk menerapkan metode pembelajaran tertentu di kelas. Adapun pendekatan pembelajaran adalah cara-cara yang ditempuh oleh guru untuk menghampiri siswa agar lebih memahami bahan yang diajarkan oleh guru. Kadang-kadang pendekatan pembelajaran (sinonim) dengan model pembelajaran (Sukardi, 2013:30).

Seperti disebutkan di atas, model pembelajaran adalah bentuk atau tipe kegiatan pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan bahan


(45)

ajar kepada siswa. Dalam model pembelajaran terdapat unsur: (1) filosofis atau teori yang menjadi landasan atau ruh dari rumusan teoritis dan praktis sebuah metode pembelajaran; (2) rumusan teoritis metode pembelajaran; (3) prosedur teknis penerapan metode pembelajaran. Sehingga dapat dikatakan bahwa strategi adalah bagian dari metode, dan metode adalah bagian dari model pembelajaran. Jadi dapat ditarik benang merahnya bahwa model pembelajaran adalah tipe kegiatan pembelajaran yang mengandung konsep- konsep teoritis tentang metode dan strategi pembelajaran.

Model pembelajaran yang efektif adalah model yang mengeksplorasi pengalaman belajar efektif, yaitu pengalaman belajar yang memungkinkan siswa mengalami atau berbuat secara langsung dan aktif dalam sebuah lingkungan belajarnya. Peserta didik diberi kesempatan yang luas untuk melihat, memegang, merasakan dan mengaktifkan lebih banyak indera yang dimilikinya. Peserta didik didorong untuk mengekspresikan diri dalam rangka membangun pemahaman pengetahuan, perilaku dan keterampilannya. Oleh karena itu, guru atau pendidik bertugas mengkondisikan situasi pengalaman belajar yang dapat menstimulasi atau merangsang indera dan keingintahuan peserta didik. Model adalah bentuk representatif akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu (Mills dalam Suprijono, 2009:45).

Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penuturan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada


(46)

tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas (Arends dalam Suprijono, 2009:46). Fungsi model adalah “each model guides us as we design instruction to help students achieve various objective”(Joyce dalam Suprijono, 2009:46).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan model pembelajaran adalah pola atau bentuk kegiatan dengan tipe kegiatan pembelajaran tertentu yang telah dirancang dan digunakan dalam penyampaian bahan ajar oleh guru kepada peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Salah satu model pembelajaran yang dapat membuat peserta didik aktif dan dapat dijadikan acuan pengajaran keterampilan di kelas adalah model pembelaran Kooperatif. Model pembelajaran Kooperatif adalah model yang sering digunakan dalam kegiatan pembelajaran, karena selain hemat waktu, juga efektif, apalagi jika metode yang diterapkan sangat memadai untuk perkembangan siswa.

Definisi model pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) secara umum adalah suatu model pembelajaran yang mendorong siswa untuk aktif bertukar pikiran sesamanya dalam memahami suatu materi pelajaran, siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang struktur heterogen (tinggi, sedang, dan rendah, bahkan bila


(47)

memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda).

Model pembelajaran Kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4- 5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karakter), ada kontrol dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi (Ngalimun, 2012:161-162).

Model cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama-sama di antara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas dan perolehan belajar. Cooperative learning is more effective in increasing motive and performance students (Michaels dalam Solihatin, 2012:103)

Definisi lain yang sama dengan di atas menyatakan bahwa pembelajaran Kooperatif adalah seperangkat instruksi yang menggunakan kelompok kecil, sehingga siswa dapat menjalin kerjasama untuk memaksimalkan kelompoknya dan masing-masing melakukan pembelajaran (Sukardi, 2013: 139). Sederhananya bahwa cooperative learning adalah kerja bersama untuk mencapai tujuan yang terbagi dalam tujuan masing-masing (Nggermanto dalam Sukardi, 2013:140). Pembelajaran Kooperatif adalah


(48)

pembelajaran yang secara sadar menciptakan yang silih asah sehingga sumber belajar siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa (Wena dalam Hardini, 2011:144).

Elemen-elemen pembelajaran Kooperatif terdiri dari; saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual, dan keterampilan menjalin hubungan antar pribadi (Lie dalam Hardini, 2011:144).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Kooperatif adalah proses pembelajaran yang menekankan pada kerja sama antarpeserta didik, saling membantu dan berdiskusi dalam penyelesaian tugas-tugas yang diberikan. Sistem pembelajaran Kooperatif lebih dititik beratkan pada kelompok daripada individu.

2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif a) Hasil Belajar Akademik

Model pembelajaran Kooperatif mempunyai tujuan dalam memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas selain tujuan sosialnya. Model pembelajaran ini menurut para ahli, cukup unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Model struktur penghargaan Kooperatif, kata para penganjur model pembelajaran Kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada pembelajaran akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar (Sukardi, 2013: 140). Selain mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran Kooperatif dapat memberi keunggulan baik pada siswa kelompok bawah


(49)

maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.

b) Penerimaan terhadap Perbedaan Individu

Model pembelajaran Kooperatif juga memiliki tujuan lain yang bersifat sosiologis, yaitu agar siswa memiliki sikap menerima perbedaan dalam sebuah komunitas dengan beragam latar belakang (ras, budaya, kelas sosial, kemamampuan). Dalam pembelajaran Kooperatif siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi didorong untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan Kooperatif akan belajar salong menghargai satu sama lain.

c) Pengembangan Keterampilan Sosial

Pembelajaran Kooperatif juga bertujuan mengajarkan pada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Siswa perlu memiliki keterampilan-keterampilan sosial karena saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial (Ibrahim dalam Sukardi, 2013: 140). 3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

a) Pengertian Model Pemebelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Jigsaw learning atau pembelajaran tipe Jigsaw merupakan sebuah teknik yang dipakai secara luas yang memiliki kesamaan dengan teknik

“pertukaran dari kelompok ke kelompok” (group-to-group exchange) dengan suatu perbedaan penting yaitu setiap peserta didik mengajarkan sesuatu. Dalam teknik ini peserta didik belajar dengan sebuah kelompoknya, dimana dalam kelompok tersebut terdapat satu orang ahli yang membahas


(50)

materi tertentu (Silberman, 2002: 168). Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins. Metode Jigsaw merupakan bagian daripada pembelajaran Kooperatif yang menekankan pada belajar kelompok heterogen.

Model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw menitik beratkan kepada kerja kelompok dalam bentuk kelompok kecil. Metode atau tipe Jigsaw

merupakan metode belajar Kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen. Siswa bekerja sama saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Dalam pembelajaran ini, siswa juga memiliki banyak kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya (Rusman dalam Shoimin, 2014:90)

Pembelajaran dengan metode Jigsaw diawali dengan pengenalan topik yang akan dibahas oleh guru. Guru bisa menulis topik pembelajaran pada papan tulis, white board, penayangan power point, dan sebagainya. Kemudian aktivitas belajar siswa lebih banyak didapatkan dalam kelompok yang sudah dibagi oleh guru. Dimana dalam satu kelompok itu dihitung sesuat nomor 1-5, kemudian proses belajar dilanjutkan dengan berkelompok pada nomor urut yang sama. Apabila sudah didapatkan informasi, maka


(51)

kelompok yang bekerja sama sesuai persamaan nomor urut tersebut disebut kelompok ahli. Kelompok yang kumpul pertama merupakan kelompok asal atau home teams (Suprijono, 2009:89).

Model pembelajaran kooperati tipe Jigsaw sama halnya siswa bekerja kelompok selama dua kali, yakni dalam kelompok mereka sendiri dan dalam

“kelompok ahli” (Huda, 2014:121).

Model pembelajaran ini termasuk pembelajaran Kooperatif dengan sintaks seperti berikut ini. Pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak siswa dalam kelompok, tiap anggota kelompok bertugas membahas bagian tertentu, tiap kelompok bahan ajar sama, buat kelompok ahli sesuai dengan bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke kelompok asal, pelaksanaan tutorial pada kelompok asal oleh anggota kelompok ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi (Ngalimun, 2012:169).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Jigsaw merupakan model pembelajaran pertukaran kelompok dengan kelompok atau dapat dikatakan siswa mengajarkan sesuatu pada siswa lainnya yang di dalamnya terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. b) Langkah-langkah Pelaksanaan Model Pemebelajaran Kooperatif Tipe

Jigsaw

Model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw diperkenalkan oleh Areson, Blaney, Stephen, Sikes, dan Snap pada tahun 1978. Pada model ini


(52)

siswa lebih berperan dalam pembelajaran. Berikut ini adalah langkah- langkahnya:

1) Siswa dikelompokkan ke dalam 4 anggota tim.

2) Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda. 3) Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan.

4) Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/subbab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk berdiskusi.

5) Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajarkan pada teman lainnya secara bergantian.

6) Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.

7) Guru memberikan evaluasi sebagai penutup (Aqib, 2014:21).

Pendapat lain tentang prosedur pembelajaran tipe Jigsaw terbagi dalam 5 langkah adalah sebagai berikut.

1) Memilih materi belajar yang dapat dipisahkan menjadi bagian-bagian. Sebuah bagian dapat disingkat seperti sebuah kalimat atau beberapa halaman.

2) Menghitung jumlah bagian belajar dan jumlah peserta didik. Dengan satu cara yang pantas, bagian tugas yang berbeda kepada kelompok peserta yang berbeda.

3) Bentuklah kelompok “Jigsaw learning”. Setiap kelompok mempunyai setiap wakil dari masing-masing kelompok dalam kelas.


(53)

4) Meminta kelompok Jigsaw untuk mengajarkan materi yang telah dipelajari kepada yang lain.

5) Pengumpulan kembali peserta didik ke kelas besar untuk memberi ulasan dan sisakan pertanyaan guna memastikan pemahaman yang tepat (Silberman, 2002:168).

Sintak metode Jigsaw dapat dilihat dalam langkah-langkah adalah sebagai berikut.

1) Guru membagi topik pelajaran menjadi bagian-bagian subtopik.

2) Sebelum subtopik-subtopik itu diberikan, guru memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas pada pertemuan hari itu.

3) Siswa dibagi dalam kelompok berempat.

4) Bagian/subtopik pertama dibagikan pada siswa/anggota pertama, dan yang kedua seterusnya.

5) Kemudian, siswa diminta membaca/mengerjakan bagian yang telah diberikan.

6) Setelah selesai mengerjakan/diskusi dengan kelompoknya, siswa kembali untuk mendiskusikan dalam kelompok yang utama (Huda, 2014:204).

Pendapat lain tentang juga menyampaikan bahwa langkah-langkah

Jigsaw learning sebagai berikut.

1) Pilih materi pelajaran yang dapat dibagi menjadi beberapa segmen (bagian).

2) Bagi peserta didik menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah segmen yang ada.


(54)

3) Setiap kelompok mendapat tugas membaca dan memahami materi kuliah yang berbeda-beda.

4) Setiap kelompok mengirimkan anggotanya ke kelompok lain untuk menyampaikan apa yang telah mereka pelajari di kelompok.

5) Kembalikan suasana kelas seperti semula kemudian tanyakan sekiranya ada persoalan-persoalan yang tidak terpecahkan dalam kelompok.

6) Beri peserta didik beberapa pertanyaan untuk mengecek pemahaman mereka terhadap materi (Zaini, 2008:56-57).

Pendapat yang sama disampaikan bahwa pembelajaran tipe Jigsaw

memiliki beberapa langkah-langkah sebagai berikut.

1) Pembelajaran Jigsaw diawali dengan pengenalan topik yang akan dibahas oleh guru. Guru dapat menjelaskan melalui penayangan power point, papan tulis, dan sebagainya.

2) Guru menanyakan topik tersebut pada siswa, hal ini dilakukan untuk mengaktifkan skemata atau struktur kognitif peserta didik agar lebih siap menghadapi kegiatan pelajaran yang baru.

3) Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok lebih kecil. Jumlah kelompok bergantung pada topik yang dipelajari. Kelompok awal ini disebut sebagai home teams (kelompok asal).

4) Guru membagikan materi tekstual pada tiap-tiap kelompok tersebut. Setiap orang dalam keompok tersebut bertanggung jawab mempelajari materi tekstual yang diberikan oleh guru.


(55)

5) Sesi berikutnya, membentuk expert teams (kelompok ahli). Kelompok ahli ini terdiri dari bagian kelompok asal masing-masing kelompok. 6) Setelah terbentuk kelompok ahli, berikan kesempatan untuk berdiskusi.

Melalui diskusi ini kelompok ahli diharapkan memahami topik pembelajaran.

7) Setelah diskusi mereka kembali ke kelompok asal. Artinya anggota- anggota yang berasal dari kelompok asal pertamanya.

8) Setelah mereka kembali kepada kelompoknya diberikan waktu untuk berdikusi. Kegiatan ini merupakan refleksi terhadap pengetahuan yang telah mereka dapatkan dari hasil berdiskusi di kelompok ahli. Bila perlu setiap kelompok diberikan kesempatan untuk mempresentasikan di depan.

9) Diakhir pembelajaran guru memberikan review terhadap topik yang dipelajari (Suprijono, 2009:89-91).

Langkah-langkah model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw dalam (Shoimin, 2014:91-93) terdapat delapan langkah (1) guru merencanakan pembelajaran yang akan menghubungkan beberapa konsep dalam satu rentang waktu secara bersamaan, (2) menyiapkan handout materi pelajaran untuk masing-masing kelompok, (3) guru menyiapkan tugas untuk masing- masing kelompok, (4) bagilah kelas menjadi beberapa kelompok dan guru menyampaikan pengantar diskusi secara singkat, (5) setiap kelompok mendalami materi pada handout/materi yang menjadi pegangan, (6) pengelompokkan kelompok ahli, (7) setelah selesai diskusi dengan


(56)

kelompok ahli, siswa kembali ke kelompok asalnya, (8) guru mengukur hasil belajar dengan tes atau kuis.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan langkah-langkah dalam pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw dimulai dari guru membagi siswa ke dalam kelompok kecil terdiri dari 4-5 siswa, pemberian materi kepada siswa dalam bentuk teks, dan setiap siswa dalam kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari satu bagian materi. Anggota kelompok yang berbeda dan memiliki materi yang sama berkumpul membentuk kelompok yang disebut sebagai kelompok ahli. Setelah mereka berdiskusi dalam kelompok ahli, kemudian mereka kembali ke kelompok awal yaitu kelompok asal mereka dan menjelaskan semua yang telah mereka diskusikan atau pelajari dengan kelompok ahli. Berikut ilustrasi model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw.

Gambar 2.1 Ilustrasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw


(57)

c. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw

Hamdayana (2014: 89-90) menyatakan bahwa bila dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional, model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw memiliki beberapa kelebihan diantaranya sebagai berikut.

1) Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar, karena sudah ada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya. 2) Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih

singkat.

3) Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat.

Beberapa hal yang bisa menjadi kelemahan aplikasi model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw dilapangan adalah sebagai berikut. 1) Prinsip utama pembelajaran ini adalah ‘peer teaching’, pembelajaran

oleh teman sendiri, ini akan menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam memahami konsep yang akan didiskusikan bersama siswa lain. 2) Apabila siswa tidak memiliki rasa percaya diri dalam berdiskusi

menyampaikan materi pada teman.

3) Butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model ini bisa berjalan dengan baik.

4) Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi dan cenderung mengontrol jalannya diskusi.


(58)

5) Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berpikir rendah akan mengalami kesulitan untuk menjelaska materi apabila ditunjuk sebagai tanaga ahli.

6) Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan.

7) Pembagian kelompok yang tidak heterogen, dimungkinkan kelompok yang anggotanya lemah semua.

8) Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran (Roy Killen dalam Hamdayama, 2014:89-90).

Menurut Shoimin (2014:93) kelebihan model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw juga dijelaskan dalam sebagai berikut.

1) Memungkinkan murid dapat mengembangkan kreativitas, kemampuan, dan daya pemecahan masalah menurut kehendaknya sendiri.

2) Hubungan antara guru dan murid berjalan secara seimbang dan memungkinkan suasana belajar menjadi sangat akrab sehingga memungkinkan harmonis.

3) Memotivasi guru untuk bekerja lebih aktif dan kreatif.

4) Mampu memadukan berbagai pendekatan belajar, yaitu pendekatan kelas, kelompok, dan individual.

Sedangkan kelemahan metode atau tipe Jigsaw dijelaskan sebagai berikut.

1) Jika guru tidak mengingatkan siswa selalu menggunakan keterampilan- keterampilan Kooperatif dala kelompok masing-masing, dikhawatirkan kelompok akan macet dalam pelaksanaan diskusi.


(59)

2) Jika anggota kelompoknya kurang akan menimbulkan masalah.

3) Membutuhkan waktu yang lebih lama, apalagi bila penataan ruang belum terkondisi dengan baik sehingga perlu waktu untuk mengubah posisi yang dapat menimbulkan kegaduhan (Shoimin, 2014:93-94).

F. Model Pembelajaran Ceramah Bervariasi

1. Pengertian Metode Ceramah

Menurut Sagala (dalam Hardini, 2011:14) metode ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan lisan dari guru kepada peserta didik. Metode ceramah merupakan cara belajar atau mengajar yang menekankan pemberitahuan satu arah dari pengajar kepada pelajar. Metode ini dapat dikatakan metode yang satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham siswa.

Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode tradisonal, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar mengajar (Djamarah, 2013:97). Meski merode ini lebih banyak menuntut keaktifan guru daripada anak peserta didik, tetapi metode ini tetap tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam kegiatan pengajaran.

Ceramah adalah penuturan atau penerangan secara lisan oleh guru terhadap kelas. Alat iteraksi yang terutama dalam hal ini adalah “berbicara”.


(60)

Dalam ceramah guru menyelipkan pertanyaan-pertanyaan, tetapi kegiatan belajar siswa terutama mendengarkan dengan teliti dan mencatat pokok- pokok penting, yang dikemukakan oleh guru, bukan menjawab pertanyaan- pertanyaan siswa (Hamdayama, 2014:167).

Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode tradisional karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dan anak didik dalam interaksi edukatif (Sri Anita dalam Hamyama, 2014:168)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan metode ceramah merupakan suatu cara penyajian bahan pelajaran secara lisan dari guru, mulai pemberian informasi, klarifikasi, ilustrasi, dan menyimpulkan. 2. Kelebihan dan Kelemahan Metode Ceramah

Metode ceramah ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangannya sebagai berikut.

a) Kelebihan Metode Ceramah 1) Guru mudah menguasai kelas.

2) Mudah mengorganisasikan tempat duduk/kelas. 3) Dapat diikuti oleh jumlah siswa yang besar. 4) Mudah mempersiapkan dan melaksanakannya. 5) Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik. b) Kelemahan metode ceramah


(61)

2) Yang visual menjadi rugi yang auditif (mendengarkan) yang besar menerimanya.

3) Bila selalu digunakan dan terlalu lama, membosankan.

4) Guru menyimpulkan bahwa siswa mengerti dan tertarik pada ceramahnya, ini sukar sekali.

5) Menyebabkan siswa menjadi pasif (Djamarah, 2013:97-98).

Menurut Hamdayama kelebihan metode cermah dijelaskan sebagai berikut.

1) Guru mudah menguasai kelas karena guru menyampaikan informasi dan materi secara langsung dengan tatap muka langsung dengan peserta didik.

2) Metode dianggap paling ekonomis waktu dan biaya karena waktu dan materi dapat diatur oleh guru secara langsung, materi dan waktu pelajaran sangat ditentukan oleh sistem nilai yang dimiliki oleh guru yang bersangkutan.

3) Mudah dilaksanakan.

4) Dapat diikuti anak didik dalam jumlah yang besar.

5) Guru mudah menerangkan bahan pelajaran berjumlah besar.

Setiap metode memiliki keterbatasan dalam penerapan proses pembelajaran. Begitupun dalam metode tradisonal ceramah, kelemahan- kelemahan metode tradisional ceramah dijelaskan sebagai berikut.

1) Bila terlalu lama membosankan.


(62)

3) Anak didik yang lebih tanggap dari sisi visual akan menjadi rugi dan anak didik yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih besar menerimanya.

4) Sukar mengontrol sejauhmana pemerolehan belajar anak didik. 5) Menyebabkan anak didik pasif (Hamdayama, 2014:169)

G. Perbandingan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Ceramah Bervariasi

Tabel 2.1 Perbandingan Pembelajaran Kooperatif dan Ceramah Bervariasi Pembalajaran Kooperatif Pembelajaran Ceramah Bervariasi Interpedensi positif dengan

prosedur-prosedur terstruktur jelas

(positive interpedence with

structured)

Tidak ada interpedensi positif (no positive interpedence)

Akuntailitas individu atas pembagian kerja kelompok (a clear accountability their individual’s share of the group work)

Tidak ada akuntabilitas atas pembagian kerja kelompok (no accountability for individual share of the group’s work)

Relative menekankan kelompok yang terdiri dari siswa-siswa denga level kemampuan yang berbeda

(heterogeneous ability grouping)

Cenderung menekankan kelompok terdiri dari siswa-siswa dengan level kemampuan setara

(homogeneous ability grouping)

Saling berbagi peran kepemimpinan (sharing of leardership roles)

Jarak menunjuk pemimpin kelompok (few being appointed or put in charge of the group)

Masing-masing anggota saling

menshare tugas pembelajaran

dengan anggota yang lain (shareing of the appointed learning task)

Masing-masing anggota jarang yang membantu anggotanya yang lain untuk belajar (each seldom responsible for other’learnig)

Bertujuan memaksimalkan pembelajaran setiap anggota kelompok (aiming to develop each member’s learning to the

Fokus hanya untuk menyelesaikan tugas (focusing only on accomplishing the assigments)


(1)

Penilaian keaktifan kelas:

Presentase keaktifan peserta didik dalam pembelajaran = 27 × 100% = 84,37% 32

Kriteria penilaian: Presentase keaktifan = x

25%  x < 43,75% : aktivitas peserta didik tidak baik 43,75%  x < 62,5 % : aktivitas peserta didik cukup baik 62,5%  x < 81,25% : aktivitas peserta didik baik x  81,25% : aktivitas peserta didik sangat baik Kesimpulan:

Jadi, persentase keaktifan peserta didik dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah 84,37% dan memiliki sangat baik.

Observer 2

M. Jefri P


(2)

Lampiran 25

HASIL BELAJAR KELAS EKSPERIMEN

No. Nama Siswa Pretest Posttest Selisih

1 ADIB NAFISUDIN 35 100 65

2 ALIF PRASETYA JATI 60 100 40

3 ALVIN ADITIA 60 95 35

4 AMEILYA SETIANINGRUM 65 95 30

5 ANANG ZHAHFRAN BUDI R 60 75 15

6 AVIA JOLANDA ROSA ADI 45 65 20

7 DIAN PERMATA SARI 50 55 5

8 FAHNIDA KIFTIYA 40 100 60

9 FARRA ANASYA PUJA RISMAWANA 30 70 40

10 GIGIH RESTU HANANTO 70 85 15

11 HILMI DARY ALWAN 30 90 60

12 INDAH AYU WULANDARI 70 80 10

13 KURNIA ADI NUGROHO 65 95 30

14 MARINI NUR HAYATI 40 55 15

15 MOHAMAD FAJAR BUDIMAN 70 90 20

16 MUHAMMAD ADI PRAKOSO 45 50 5

17 MUHAMMAD RAAFI FEBRIAN TARA 70 90 20

18 NINDYA HANDARU VIADUTA K. 50 100 50

19 NISRINA QURRATU AINI 60 75 15

20 NOVENDOSARI PUTRA SOEDJENDRO 60 100 40

21 RAHMATULLAH YASIN MUBAROK 60 70 10

22 RAUL ARYA SYAHPUTRA 65 70 5

23 REVINA PUTRI DWI ANGGRAENI 60 90 30

24 RIZKA AYUNING LESTARI 70 90 20

25 SARAS FITRIA 60 80 20

26 SEVA ARYA PRATAMA 60 85 25

27 TITANIA ARESTANTO 70 95 25

28 WIDIHANDOKO DWI WIDODO 45 50 5

29 WILDAN PUTRA ADITYA 70 85 15

30 YUAN VIRNA 70 80 10

31 ZAHRAH NADA SALSABILA 70 90 20

32 ZIGRO TAQWAGIE 50 70 20

33 ZULFA NADIA LUTHFIA RAHMI 60 80 20

Rata-rata 57.12 81.82

Max 70 100


(3)

Lampiran 26

HASIL BELAJAR KELAS KONTROL

No. Nama Siswa Nilai Nilai 2 Selisih

1 AJI ROHMAN SUBEKTI 40 45 5

2 AKBAR SADJARI SYAHDJUDAN 60 60 0

3 ALIVIA DEFA ANANDA 70 70 0

4 APRILIAN SATYA PRATAMA 65 95 30

5 ARIF SURYO WIBOWO 60 75 15

6 AULIA' VALENTINA ABSHARINA 45 65 20

7 BENING GITA PRAMESTI 50 65 15

8 CHOIRUNNISA ADLEA A. 40 50 10

9 DAFFA ARYA DEWANGGA 60 50 -10

10 DEA AYU KARTIKA PUTRI 70 75 5

11 DESI PUDWI HANDAYANI 40 40 0

12 DWI NOVIA SARI 70 90 20

13 ESA DANY RIZALDI 65 85 20

14 FANY PRADITA WULAN 40 85 45

15 FARIZ SYAHROYO TEGAR AURI 70 55 -15

16 GITUNG PONCO KUSUMO 45 60 15

17 HILMY AFRIAN 70 55 -15

18 KAMAL RIJAL SADEWO 50 50 0

19 LAKSMI KINANTHI 40 50 10

20 MEGA AYU PUSPITASARI 65 70 5

21 MUTIA KARINA PERTIWI 60 85 25

22 NUR ALIYUDIN ACHMAD 30 35 5

23 OCTA DEVARA 75 55 -20

24 PUTRA ERLANGGA FEBRIYANTO 40 40 0

25 RAVELINO ARYA SALVADO 60 85 25

26 REZA DWI KURNIAWAN 70 80 10

27 RISMA RISKIYANI 70 70 0

28 RIZKI SEKARINGTYAS 45 100 55

29 ROVINO AJI PRATAMA 60 60 0

30 SABRINA NUR YUSRINA 75 95 20

31 SARTIKA ANNISA DEWI 70 90 20

32 VANESSA BERLIANA DYSTA A. 60 70 10

33 VICKI MAHARANI 65 90 25

Rata-rata 57.42 68.03

Max 75 100


(4)

Lampiran 27

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1. Pembagian Soal Uji Coba Gambar 2. Siswa Mengerjakan Soal


(5)

Gambar 5. Diskusi Kelompok Ahli Gambar 6. Diskusi Kelompok Asal


(6)

Dokumen yang terkait

PENGERUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA PADA KONSEP CAHAYA (KUASI EKSPERIMEN DI SDN CIRENDEU III, TANGERANG SELATAN)

1 5 177

Perbedaan Peningkatan Hasil Belajar Antara Siswa Yang Diajar Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Pembelajaran Konvensional Pada Konsep Protista

0 18 233

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada pembelajaran IPS kelas IV MI Miftahul Khair Tangerang

0 13 0

Pengaruh Penggunaan Model Kooperatif Tipe Jigsaw Menggunakan Strategi Peta Konsep (Concept MAP) Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa

0 25 295

Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Pembelajaran Ips Terpadu Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas Viii Smp Negeri 1 Slogohimo Di Kabupaten Wonogiri

0 4 72

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA.

0 1 33

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VIII-1 MTSN 1 MODEL MEDAN.

0 1 28

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi pada Siswa Kelas VIII di Smp Negeri 13 Semarang.

0 0 2

Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe JIGSAW terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika pada Peserta Didik Kelas VIII Semester I SMP Negeri 4 Semarang Tahun Pelajaran 2008/2009.

0 7 124

HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINIER DUA VARIABELMENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DI KELAS VIII SMP SKRIPSI

0 0 22