PENGGUNAAN RECLAIMED RUBBER PENGGANTI MA (1)

PENGGUNAAN RECLAIMED RUBBER PENGGANTI
MATERIAL STAINLESS STEEL SEBAGAI BAHAN BAKU
DALAM PEMBUATAN WADAH PENYIMPANAN BENIH

Diajukan sebagai karya tulis ilmiah lomba ide dan inovasi mahasiswa
di bidang hortikultura dengan topik Seed Operation

Disusun Oleh :
Ganjar Abdillah Ammar

11213021

Mutiara Kusuma Hapsari Raharjo

11413001

Moh. Fajar Anugrah

10513071

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

JALAN GANESHA NO. 10, BANDUNG 40132
JALAN WINAYAMUKTI NO.1, JATINANGOR, SUMEDANG
JAWA BARAT – INDONESIA

ABSTRAK

Sudah banyak upaya manusia yang dilakukan dalam penjagaan benih agar
tetap memiliki tingkat kelangsungan hidup atau viabilitas yang tinggi dari
berbagai macam gangguan lingkungan. Salah satu yang menjadi perhatian dalam
penjagaan benih adalah kemasan. Sifat dari kemasan tersebut haruslah
mendukung kelangsungan hidup benih, yakni dari sisi ketahanan terhadap panas,
permukaan yang halus, kuat terhadap tekanan dari luar, pori yang kecil, tingkat
elastisitas dan keempukan yang tinggi dan kuat terhadap senyawa-senyawa korosi
lainnya. Perlu diperhatikan pula keekonomisan dari bahan dasar kemasan.
Globalisasi yang menuntut kuantitas transfer produk yang tinggi juga menuntut
perusahaan pengelola benih untuk menjaga kualitas benih tersebut selama proses
ekspor-impor. Sehingga diperlukannya suatu penggantian bahan kemasan yang
lebih tepat dibandingkan bahan yang telah ada sebelumnya yaitu stainless steel.
Karet reklim diduga dapat menggantikan peran dari kemasan berbahan
stainless steel. Karena karet reklim sendiri berasal dari proses daur ulang materi

karet alami ataupun sintesis, berbeda dengan material stainless steel yang memang
material proses pabrikasi non-recycle. Sehingga ekonomi hijau dari perusahaan
pengguna karet reklim dapat dilaksanakan. Ekonomi hijau yang terdiri atas aspek
ekosistem, biomassa, energi dan materi harus mulai diterapkan sejak dini karena
keadaan bumi yang saat ini tengah terancam secara menyeluruh. Menyeluruh di
sini baik dari segi geografi ataupun demografi karena pada intinya ekonomi hijau
bertujuan untuk kesejahteraan rakyat yang kedua aspek tersebut dapat saling
bersangkutan satu sama lain.

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Al-Rahman Al-Rahim yang selalu
mendengarkan segala pinta penulis dan yang telah memberikan petunjuk dan
kemudahan pada penulis sehingga terselesaikannya karya tulis ilmiah ini.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Nabi
Muhammad SAW yang selalu memberi syafaat kepada umatnya yang taat,
Allohumma Sholli’ala Sayyidina Muhammad Wa’ala Ali Muhammad.
Kami menyadari dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, kami tidak akan

terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak dalam
pembuatan karya tulis ilmiah ini. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang ikut membantu demi kelancaran penulisan karya tulis
ilmiah ini. Sehingga karya tulis ilmiah yang berjudul “Penggunaan Reclaimed
Rubber Sebagai Pengganti Stainless Steel Sebagai Bahan Baku Dalam Pembuatan
Wadah Penyimpanan Benih” ini dapat terselesaikan.
Kami sebagai penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat
kami harapkan demi terwujudnya karya yang lebih baik di masa mendatang.

iii

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
ABSTRAK…………………………………………………...…………………...ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..iv
DAFTAR TABEL...................................................................................................v

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang…………………………….……………………………1
1.2 Capaian…………………………………………………………………3
1.3 Ruang Lingkup Penelitian……………………………………………...3
1.4 Rumusan Masalah……………………………………………………...3
1.5 Hipotesis…………………………………………………………….….3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................6
3.1 Pembuatan Reclaimed Rubber…………………………………….......6
3.2 Pembuatan Tabung Penyimpanan Benih……………………………...6
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................7
BAB V KESIMPULAN………………………………………………………...13
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………....………..14
LAMPIRAN – LAMPIRAN…………………………………………………...16

iv

DAFTAR TABEL


Tabel 1

Perbandingan harga bahan baku kemasan benih.......................16

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1

Vulcanized Rubber..............................................................................10

Gambar 2

Desain kemasan benih berbahan karet reklim. (a) tutup kemasan
dan (b) badan kemasan..............................................................17

vi


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Anggaran Dana..........................................................................16

Lampiran 2

Model Kemasan.........................................................................17

vii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Benih merupakan biji dari tanaman yang diproduksi untuk tujuan
penanaman atau pembudidayaan kembali. Berdasarkan pengertian tersebut
maka benih memiliki fungsi agronomi atau termasuk ke dalam komponen
agronomi, karenanya benih termasuk ke dalam ruang lingkup agronomi.
Dalam bidang pengembangan usaha tani, benih memiliki peranan yang sangat

penting sebagai sarana produksi untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Benih yang dijadikan sarana produksi harus memiliki mutu yang tinggi, baik
dalam sisi mutu fisiologis, genetik, maupun fisiknya haruslah unggul.
Sehingga kualitas benih mulai dari masa panen, penyimpanan hingga pada
masa tanamnya harus dapat dipertahankan (Sutopo, 2002)
Kualitas suatu benih dapat dilihat dari tingkat viabilitas dan vigor benih.
Viabilitas benih merupakan daya hidup benih yang dapat dilihat melalui hasil
metabolisme dan pertumbuhan. Hal ini pun dapat diartikan sebagai
kemampuan benih untuk berkecambah pada kondisi optimal bagi benih untuk
berkecambah. Viabilitas benih terdiri dari 3 periode, periode pertama adalah
periode pembangunan benih. Periode ini merupakan saat dimana benih
berkembang hingga mencapai biomassa benih yang maksimal, yaitu benih
mencapai masa masak secara fisiologi. Periode kedua adalah periode simpan.
Periode ini merupakan periode dimana benih dapat disimpan sebelum saatnya
masa penanaman. Periode ini

sangat

mengandalkan kondisi


ruang

penyimpanan yang harus dapat mempertahankan kondisi benih agar tetap
optimal dari waktu pemamenan hingga waktu penanaman. Periode ketiga
adalah periode kritikal. Periode ini merupakan periode dimana benih yang
sudah disimpan harus segera ditanam karena masa penyimpanannya telah
selesai. Jika pada masa ini benih tidak segera ditanam, maka benih dapat mati
dan tidak dapat dikecambahkan (International Seed Testing Association,
2008).

1

Vigor merupakan kemampuan benih tumbuh menjadi suatu tanaman
normal yang dapat berproduksi normal dalam keadaan sub optimal, dan
mampu berproduksi di atas normal pada kondisi lapangan yang optimal.
Kualitas benih pun dipengaruhi oleh vigor daya simpan yaitu kekuatan benih
yang mampu disimpan pada kondisi penyimpanan yang sub optimal dan
mampu disimpan lama dalam kondisi optimal (Kartahadimaja et al, 2013).
Kualitas benih yang ditunjukkan oleh tingkat viabilitas dan vigor benih
tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan pada saat periode

simpan. Hal ini dikarenakan pada saat periode simpan, kualitas benih dapat
dijaga

dengan

pengoptimalan

tempat

penyimpanan,

sehingga

daya

berkecambah dapat dijaga tetap diatas 80% benih yang dapat dikecambahkan
dengan normal. Tetapi, pada periode simpan ini pula kualitas benih dapat
menurun apabila ruang penyimpanan tidak optimal untuk penyimpanan benih.
Hal ini dapat mengakibatkan daya berkemcambah benih menurun signifikan
jauh di bawah 80%. Menandakan bahwa benih tersebut telah mati dan rusak

sehingga tidak dapat dikecambahkan lagi (Harrington, 1972).
Kualitas benih yang sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan pada
masa penyimpanan, menyebabkan dibutuhkannya tempat penyimpanan benih
yang optimal, yaitu tempat penyimpanan yang dapat menjaga suhu di dalam
wadah (Purwanti, 2004), menahan aliran keluar masuknya udara dari dalam
dan keluar maupun sebaliknya, menjaga kadar air dalam wadah penyimpanan,
dan dapat menjaga benih dengan menahan dari deraan lingkungan. Sehingga
dibutuhkan bahan material yang memiliki sifat – sifat tersebut untuk
pengemasan benih. Pengemasan benih yang baik dapat menjaga kualitas dan
daya berkecambah benih agar tetap baik. Sehingga, penelitian dan
pengembangan untuk pengemasan benih perlu dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan penyimpanan benih untuk menjaga kualitas dan daya
berkecambah benih agar tetap maksimal (Kamil, 1991).

2

1.2 Capaian
Terdapat perbandingan kualitas antara penggunaan material reclaimed
rubber dan stainless steel sebagai kemasan untuk penyimpanan benih.


1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup kemampuan material baru yang
tepat untuk dijadikan bahan baku kemasan benih yang lebih menguntungkan
pihak pengelola benih apabila dibandingkan dengan penggunaan bahan yang
biasa digunakan oleh industri benih yaitu stainless steel. Bahan baku
pembanding yang kami gunakan adalah karet hasil daur ulang dari ban bekas
yang disebut dengan Reclaimed Rubber.

1.4 Rumusan Masalah
Mengidentifikasi keunggulan penggunaan reclaimed rubber sebagai
pengganti stainless steel sebagai bahan baku dalam pembuatan wadah
penyimpanan benih.

1.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis kami dalam percobaan ini adalah bahwa reclaimed rubber
memiliki potensi yang lebih besar dalam penyimpanan dan pengemasan benih
dibandingkan dengan bahan dasar yang banyak dipakai yaitu stainless steel.

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Reclaimed rubber merupakan karet hasil daur ulang dari ban bekas yang
sudah tidak terpakai. Hal ini pada awalnya dilakukan untuk memelihara
lingkungan, agar sampah ban mobil dapat dikurangi. Namun ternyata, setelah
perlakuan tertentu, karet reklim ini memiliki kualitas yang baik, bahkan hampir
sama dengan karet yang baru mengalami proses vulkanisasi. Kini penggunaan
reclaimed rubber sudah meluas, salah satu contoh benda sehari – hari yang
menggunakan kaet reklim ialah alas sandal. Karet reklim memiliki struktur yang
tidak elastis dibandingkan dengan karet hasil vulkanisasi. Kualitas karet reklim
bergantung pada kualitas ban yang digunakan sebagai bahan karet reklim.
Sekarang ini banyak digunakan karet sintetis sebagai bahan baku pembuatan ban,
salah satunya ialah SBR (styrene butadiene rubber). Seperti namanya, karet ini
disintesis dengan mencampurkan stiren dan butadien. Jenis karet ini merupakan
jenis yang terbaik, dan suhu efektif pembentukannya ialah pada 50C (Debapriya
dan Debasish, 2011).
Ada empat aspek yang sangat mendasar sebagai landasan penggunaan
karet reklim dalam pengemasan benih. Pertama adalah karet yang di daur ulang
hanya akan memakai biaya setengah dari produksi karet alami ataupun sintetis.
Kedua adalah sifat dari karet reklim tidak jauh berbeda dibandingkan dengan karet
mentah. Ketiga, produksi karet reklim membutuhkan energi yang lebih sedikit
apabila dibandungkan dengan total proses produksi karet mentah untuk dijadikan
karet setengah jadi. Keempat, adalah mengkonservasi atau mengurangi
penggunaan produk petroleum sebagain bahan baku karet sintesis (Pusca, et al.,
2010).
Selama proses reklimasi yaitu tahap pemecahan dan pencampuran, karet
reklim menggunakan daya lebih rendah dibandingkan karet baru. Penghematan
daya per 1000 pound sebesar 20% . Penggunaan suhu yang rendah juga dapat
mempercepat proses produksi karet reklim. Lebih lagi adalah penghematan energi
produksi karet reklim, yakni hanya menggunakan energi sekitar 9% pengolahan
minyak dan 12% dalam pengolahan ban tiap kilogramnya (Abraham et al., 2012).
4

Karet dan turunannya merupakan suatu polimer yang berbasis monomer.
Maka dari itu karet reklim yang merupakan turunan dari karet mentah memiliki
banyak faktor yang menentukan sifat atau properti material tersebut. Faktor-faktor
tersebut meliputi ukuran, distribusi dan bentuk partikel, proses persenyawaan,
reaksi dan cetakan serta kekuatan ikatan antar atom. Semua itu akan memiliki efek
pada struktur permukaan, kekuatan, kelenturan, kekakuan, kekasaran dan bentuk
fisik material (Qinfu, 2008).

5

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pembuatan Reclaimed Rubber
Ada lima metode yang dapat digunakan dalam pemrosesan karet reklim,
yaitu proses mekanik, proses termal, proses termomekanik, proses mekanokimia dan proses kriomekanik (Abraham et al., 2012). Untuk reagen dan
tahapan pada masing-masing metode memiliki unit proses yang saling
berbeda satu dengan yang lainnya. Sehingga diperlukannya kerja sama yang
tepat antara pihak pengelola benih dengan produsen karet reklim yang
memiliki metode paling efisien dan ekonomis juga produksi produk yang
berkualitas.

3.2 Pembuatan Tabung Tempat Penyimpanan Benih
Pembuatan tabung untuk wadah penyimpanan benih dari bahan
reclaimed rubber adalah dengan lelehan reclaimed rubber dicetak menjadi
bentuk tabung dengan ketebalan 15 mm, diameter tabung 20 cm, dan
ketinggian tabung 20 cm.

Pembuatan tutup tabung disesuaikan dnegan

ukuran silinder. Kemudian bagian dalam tabung dilapisi dengan aluminium
foil tipis.

6

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Umumnya sekarang ini, kemasan benih secara global menggunakan zat hasil
penggabungan antara besi dan aluminium, atau dengan kata lain “stainless steel”
yang dijadikan sebagai bahan dasar pembuat kaleng untuk penyimpanan benih.
Melihat sifat stainless steel yang merupakan konduktor yang baik, hal ini tentu
akan mempengaruhi terhadap benih di dalamnya, bila didasarkan pada tempat
penyimpanannya. Bila benih yang berada dalam wadah stainless steel disimpan
dalam lingkungan yang memang suhunya lebih tinggi dari kondisi standar atau
STP (Standard Temperature Pressure) atau 250C, maka suhu dari permukaan
kaleng stainless steel pun akan ikut meningkat, dan bila memperhatikan bahwa
stainless steel mudah menghantarkan panas (konduktor yang baik) maka bagian
dalam dari kaleng stainless steel akan dengan mudah meningkat suhunya
mengikuti suhu bagian luar permukaannya. Hal ini akan mempengaruhi
biomolekul-biomolekul dalam benih, baik protein, enzim, lemak, gula ataupun
unsur makro dan mikro lainnya. Yang jadi masalah adalah pada struktur protein
dalam benih, mengingat protein adalah biomolekul yang rentan mengalami
perubahan struktur karena suhu ataupun pH. Jika protein ataupun enzim sudah
mengalami denaturasi akan sulit memulihkan kedua molekul tersebut seperti
semula (renaturasi) sehingga kemampuan kecambah untuk tumbuh akan
berkurang, atau bahkan tidak dapat tumbuh sama sekali karena kerusakan
tersebut. Berbeda bila menggunakan karet, karena karet memiliki sifat isolator
yang baik (tidak mudah menghantarkan panas) (Harrington, 1972).
Benih sangat terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya pada saat periode
penyimpanan (Purwanti, 2004). Apabila benih dalam wadah karet disimpan di
dalam suasana lingkungan yang panas, karet tidak akan dengan mudah mengikuti
suhu lingkungannya. Sehingga wadah akan memiliki suhu yang stabil, meskipun
warna karet reklim adalah hitam. Warna hitam dari karet reklim disebabkan bahan
hasil dari daur ulang ban bekas yang memang ban bekas tersebut berwarna hitam.
Warna hitam dari ban ini berasal dari karbon aktif yang ditambahkan ketika
proses vulkanisasi karet menjadi ban. Tujuan dari penambahan karbon aktif ini

7

sendiri agar karet yang dijadikan ban menjadi awet dan tahan lama, karena bila
karet yang mengandung karbon aktif terpapar sinar UV, maka karbon aktif akan
menguap dan mengubah sinar UV menjadi panas, sehingga struktur karet ban
tetap utuh. Semakin lama ban akan berwarna abu – abu yang menandakan karbon
aktif yang terkandung sudah berkurang.
Warna hitam akan menyebabkan panas akan dengan mudah merambat.
Penambahan sedikit Rhodamin B ke dalam bahan karet reklim saat pembuatan
akan mengurangi proses transfer panas dalam karet. Selain itu, dalam wadah yang
dibuat ini pada bagian dalam dari wadahnya akan dilapisi oleh aluminium foil,
sehingga benih yang berada di dalam benar – benar terisolasi, tidak akan ada
pancaran radiasi panas yang masuk ke dalam benih (Debapriya dan Debasish,
2011).
Dari segi pengubahan bahan menjadi wadah yang siap pakai, karet reklim
jelas memiliki kelebihan dibandingkan dengan stainless steel. Stainless steel yang
digunakan untuk wadah benih biasanya merupakan campuran antara besi dan
aluminium. Untuk membuatnya, yang harus dilakukan ialah mencampurkan besi
cair dan aluminium cair dengan perbandingan tertentu, lalu didinginkan kembali.
Dari data literatur, diketahui bahwa aluminium murni memiliki titik leleh pada
suhu 933.47 K, sementara itu, besi murni memiliki titik leleh pada suhu 1811 K.
Oleh karena itu, dibutuhkan setidaknya suhu 1850 K agar kedua zat bercampur
secara sempurna menjadi satu, hal ini tentu akan memakan biaya yang cukup
banyak, karena pemanasan dengan suhu hampir 2000 K memerlukan energi yang
sangat besar, yang berimbas kepada penggunaan bahan bakar yang sangat banyak.
Berbeda dengan karet yang merupakan salah satu polimer alam yang
memiliki ukuran molekul sangat besar. Meskipun demikian, titik leleh dari karet
hasil vulkanisasi hanya sekitar 440 K, karena memang tidak terdapat ikatan
hidrogen pada makromolekul ini, hanya terdapat ikatan van der waals dan gaya
london saja. Meskipun karet merupakan sebuah makromolekul, namun karena
tidak memiliki ikatan hidrogen, maka tidak dibutuhkan suhu dan energi yang
terlalu besar untuk mengubah fasa dari karet dari padat menjadi cair. Hal ini jelas
merupakan suatu keuntungan finansial. Karena dengan kebutuhan suhu yang lebih

8

rendah, akan membutuhkan energi yang lebih sedikit, dan tentunya dapat
menghemat bahan bakar yang digunakan (Sperling, 1981).
Karet reklim adalah karet hasil daur ulang karet ban bekas yang struktur
karetnya telah ditata ulang, yakni dengan memutuskan ikatan silang yang ada
dalam struktur karet ban itu sendiri. Karet ban merupakan karet alam yang sudah
divulkanisasi, artinya di-dopping oleh beberapa atom sulfur agar strukturnya lebih
kuat (berbentuk kokoh) namun tetap menjaga karakteristik dari karetnya itu
sendiri. Ban yang telah di-dopping oleh sulfur dinamakan ban hasil vulkanisasi.
Sementara itu, reclaimed rubber merupakan ‘cured rubber’. Artinya, reclaimed
rubber itu bukan hasil daur ulang, atau bukan juga karet yang dibuat dari 100%
karet alami, namun merupakan hasil perbaikan terhadap struktur karet yang sudah
divulkanisasi dan dengan pemutusan ikatan silang (crosslink) antar molekulnya,
dengan berbagai reagen dan mengalami proses termokimia. Ikatan silang dalam
karet menyebabkan karet memiliki sifat dapat kembali ke bentuk semua. Namun
setelah direklimasi, karet tersebut akan menjadi jauh lebih kaku, karena memang
ikatan silangnya sudah tidak ada, dan sangat layak untuk dijadikan wadah. Bila
dibandingkan dengan Stainless steel, karet reklim memang tidak akan pernah
sekuat stainless steel, namun tingkat kekerasannya tidak terlalu jauh berbeda, dan
sifat elastis dan empuk (soft) dari karet reklim tidak hilang walaupun sudah tidak
lagi memiliki ikatan silang (Debapriya dan Debasish, 2011).
Hal ini akan berpengaruh terhadap kondisi dari benih itu sendiri. Benih
bila sering terkena benturan, maka benturan tersebut akan merusak bagian dalam
dari benih tersebut, yang akan berimbas kepada menurunnya kemampuan sebuah
benih untuk tumbuh. Semakin banyak sebuah benih menerima guncangan atau
kontak fisik yang keras, semakin cepat pula penurunan daya tumbuh dari benih
tersebut. Bila benih disimpan di dalam wadah yang berbahan stainless steel, benih
yang disimpan akan memiliki resiko yang lebih besar untuk berbenturan dengan
wadahnya (Kuswanto, 1996). Namun bila menggunakan karet reklim sebagai
wadah, dengan sifatnya yang jauh lebih empuk (karena daya lenturnya tinggi) dari
stainless steel, dampak benturan yang dirasakan benih akan berkurang karena
guncangan dan gesekan diredamkan oleh sifat elastis karet reklim.

9

Gambar 1 Vulcanized Rubber
Sumber : Kuntzleman et al. 2015. www.jce.divched.org

Gambar di atas merupakan struktur dari karet alam yang telah
divulkanisasi dan pada umumnya akan digunakan sebagai bahan baku ban
kendaraan bermotor. Tujuan dari vulkanisasi ini ialah menyisipkan molekul –
molekul sulfur ke dalam getah karet agar karet menjadi lebih keras dan dapat
dibentuk. Lalu ketika ban tersebut sudah tidak layak pakai, ban bisa kembali
diolah dengan cara reklimasi. Reklimasi itu sendiri pada hakikatnya ialah
memperbaiki struktur – struktur yang cacat dari karet ban tersebut dan
mengubahnya menjadi unit –unit yang lebih kecil lagi. Mengubah molekul yang
ada menjadi molekul yang lebih kecil ialah dengan cara memutuskan ikatan silang
yang berada pada karet alam. Ikatan silang ini yang berperan menjadikan karet
memiliki sifat elastis, hilangnya ikatan silang akan menyebabkan struktur yang
lebih rigid (kaku), sehingga akan lebih stabil bila dijadikan wadah untuk benih.
Selain itu, reclaimed rubber merupakan jenis karet yang lebih tahan akan oli dan
minyak fosil, hal ini menambah keunggulan dari reclaimed rubber sebagai wadah
bagi benih. Selain itu, karena reclaimed rubber merupakan karet daur ulang dari
ban, maka jenis karet yang digunakan untuk membuat ban pun sangat menentukan
kualitas dari karet reklim ini (Berry et al, 1956).
Umumnya, ban menggunakan jenis karet sintetis sebagai bahan baku nya,
yaitu SBR (Styrene Butadiene Rubber). Karet jenis ini merupakan karet sintetis
terbaik, meskipun hanya bisa dipakai untuk keperluan umum, tidak untuk
keperluan–keperluan yang khusus untuk kondisi yang ekstrim.SBR ini sering
10

digunakan karena sifatnya yang lebih keras dan sukar mengendur, hal ini yang
membuat produsen tertarik untuk menggunakan SBR. SBR sendiri disintesis dari
bahan baku stirena dan butadiena. Reaksi polimerisasi SBR akan menghasilkan
struktur SBR yang paling kuat, yang hampir menyamai kualitas karet alam. Bila
reaksi dilakukan pada suhu 50C, namun % rendemen yang didapatkan hanya 60%,
bila reaksi dijalankan pada suhu 500C, % rendemen yang didapatkan sebesar 70%,
namun kekuatan karet hasil sintesis yang didapatkan tidak sebagus kualitas karet
sintetis yang disintesis pada suhu 50C, hal ini dapat terjadi karena dalam beberapa
kondisi, dibutuhkan suhu yang lebih dingin, agar molekul radikal yang ada selama
reaksi terjadi lebih stabil dan lebih dengan sempurna bersatu dengan reaktan –
reaktannya sehingga produk yang diapatkan memiliki ikatan yang lebih kuat
(Debapriya dan Debasish, 2011).
Penggunaan kemasan berbahan reclaimed rubber untuk pengemasan benih
dapat menjaga benih dari aliran panas dari dalam keluar ataupun sebaliknya.
Dapat menjaga benih dari perubahan suhu lingkungan di luar wadah dikarenakan
sifat karet yang merupakan isolator panas sehingga tidak dapat ditembus oleh
suhu yang mendadak berubah. Dapat menjaga benih dari sinar ultra violet yang
dipancarkan matahari ke lingkungan. Hal ini sangat penting karena sinar ultra
violet yang dipancarkan matahari dapat berdampak kerusakan protein dari benih,
karena sinar ultra violet bersifat karsinogenik dengan mengubah tatanan protein
dalam

suatu makhluk

hidup, ataupun

merusaknya.

Pengemasan

benih

menggunakan karet pun mempertahankan benih dengan menjaga benih dari
rembesan minyak dari luar. Selain itu, struktur karet yang kaku dapat menjaga
benih dari tekanan dari lingkungan, tetapi harus diingat bahwa karet pun memiliki
sifat elastis. Tingkat elastisitasan yang dimiliki reclaimed rubber ini tidak terlalu
tinggi tetapi tetap memiliki sifat elastis sehingga bahan dari reclaimed rubber ini
sesuai untuk bahan kemasan benih (Debapriya dan Debasish, 2011).
Bahan karet reklim akan membuat sistem di dalamnya terisolasi, yaitu
sistem tidak akan melakukan perpindahan materi ataupun panas terhadap
lingkungan. Dengan begitu sistem isolasi dari kemasan berbahan karet reklim
sangat tepat untuk diaplikasikan oleh perusahaan berbasis benih yang memiliki
tingkat mobilisasi produk yang tinggi.
11

Ditambah dengan asal mula dari karet reklim yang merupakan karet daur
ulang yang melewati proses reklimasi dan berasal dari karet bekas yang telah
menjadi sampah dan membahayakan lingkungan hidup mulai dari tingkat hidup
yang besar Bima hingga lingkup hidup yang paling kecil yaitu sel. Dengan begitu
selain karet reklim mendorong perusahaan untuk melakukan aksi penghijauan
(karena limbah karet) untuk di recycle atau penggunaan kembali juga dapat
menekan cost production kemasan benih. Penekanan harga terjadi karena harga
pembuatan karet reklim lebih murah dibandingkan dengan pembuatan stainless
steel.
Dari seluruh pemaparan tersebut, dapat dipastikan bahwa reclaimed
rubber merupakan bahan yang sesuai menjadi bahan kemasan benih. Hal ini pun
diperkuat oleh pendapat Rahayu et al (2011) bahwa kemasan benih yang baik
memiliki sifat dapat menahan panas, tidak tembus air, tidak tembus air, tidak
terpengaruh lingkungan luar, bahannya mudah didapat, bersifat isolator, tidak
reaktif sehingga tidak mempengaruhi benih, dan dapat menahan kadar air dan
kelembaban dalam tempat penyimpananya.

12

BAB V
KESIMPULAN
Secara keseluruhan perusahaan atau instansi yang terkait dengan benih
akan mengalami tiga buah keuntungan yang pertama adalah pihak terkait akan
memiki benih kualitas tidak jauh berbeda antara benih yang baru saja dikemas
dengan yang akan dibuka kemasannya karena sistem kemasan yang lebih
terisolasi dibandingkan kemasan stainless steel. Kedua adalah pihak terkait dapat
menekan biaya produksi kemasan karena penggunaan kembali karet bekas dan
bukan membuat kemasan baru berupa stainless steel. Terakhir adalah aspek ketiga
yang berupa green product, dikarenakan produk yang diusung adalah hasil
penanggulangan limbah tercemar yang dapat membahayakan makhluk hidup.
Apabila semua itu terlaksana, pihak terkait akan memiliki produk adidaya secara
menyeluruh

dari

segi

ketahanan,

kualitas,

keramahan

lingkungan

dan

keterjangkauan harga bagi konsumen khususnya konsumen Indonesia. Dapat
disimpulkan bahwa bahan reclaimed rubber lebih unggul dalam menjaga benih
pada periode penyimpanan benih.

13

DAFTAR PUSTAKA

Abraham, E., Cherian, B.M., Elbi, P.A., Pothen, L.A. dan Thomas, S. 2012.
Recent Advances in the Recycling of Rubber Waste. Kerala, India:
Transworld Research Network
Berry, J. P., Scanlan, J., Watson, W. F. “Cross-Link Formation In Stretched
Rubber Networks”. Transactions of the Faraday Society. 52 : 1137 –
1151.
De, Debapriya dan De, Debasish. (2011). “Processing and Material Characteristics
of a Reclaimed Ground Rubber Tire Reinforced Styrene Butadiene
Rubber”. Materials Sciences and Applications, 2(13) : 486 – 496.
Farris, R.J. 2001. Powder Processing Techniques to Recycle Rubber Tires Into
New Parts From 100% Reclaimed Rubber Powder/Crumb. Chelsea:
University of Massachusetts Lowell
Harrington, J.F. 1972. Seed storage and longevity. In: T.T. Kozlowski (Ed.).Seed
biology Vol. III. Academic Press. New York. p. 145 – 245.
International Seed Testing Association. 2008. Seed Science and Technology:
International Rules for Seed Testing. Zurich: International Seed Testing
Association.
Kamil, J. 1991. Teknologi Benih. Bandung : Angkasa Raya.
Kartahadimaja, J., Syuriani, E., Hakim, N. A. (2013). “Pengaruh Penyimpanan
Jangka Panjang Terhadap Viabilitas dan Vigor Empat Galur Benih
Inbred Jagung”. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 13 (3) : 168 –
173.
Kuntzleman, T., Talaski, T., Schaerer, C. 2015. www.jce.divched.org. Diakses pada
tanggal 22 April 2015 pukul 19.30 WIB.

Kuswanto, H. 1996. Dasar – Dasar Teknologi Produksi dan Sertifikasi Benih.
Yogyakarta : Andi Offset.
Pelkmans, J., Egenhofer, C., Marcu, A., Schrefler, L. Luchetta, G., Simonelli, F.,
Valiante, D, Zavatta, R., Giammotti, E. dan Stecchi, G.M. 2013.
Assessment of Cummulative Cost Impact For The Steel Industry.
Brussels

14

Purwanti, Setyastuti. (2004). “Kajian Suhu Ruang Terhadap Kualitas Benih
Kedelai Hitam dan Kedelai Kuning”. Jurnal Ilmu Pertanian. 11 (1): 22
– 3.
Pusca, A., Bobancu, S. dan Duta, A. (2010). "Mechanical Properties of RubberAn Overviewz". Bulletin of the Transilvania University of Brasov.
Vol.3 (52)-2010
Qinfu, L. 2008. Properties of Vulcanized Rubber Nanocomposites Filled with
Nanokaolin and Precipitated Silica. In: Applied Clay Science 42, p.
232-237.
Rahayu, S., Prestyaning, Y. P., Kobarsih, M. (2011). “Penyimpanan Benih Padi
Menggunakan Berbagai Jenis Pengemas”. Jurnal Agrin. 15 (1) : 145 –
150.
Sperling, L. H. 1981. Interpenetrating Polymer Networks and Related Materials.
New York: Plenum Press.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Jakarta : CV. Rajawali.

15

LAMPIRAN 1

Anggaran Dana
Tabel 1. Perbandingan harga bahan baku kemasan benih

Bahan Baku

Karet Reklim (Rp)

Stainless Steel (Rp)

Harga

4.000-8.000/m2

200.000/m2

Sumber

(Farris, 2001)

(Pelkmans, et al., 2013)

16

LAMPIRAN 2

Model Kemasan

(a)

17 cm

1.5 cm

0 20 cm
0 1.5 cm

0 20 cm

(b)
Gambar 2. Desain kemasan benih berbahan karet reklim.
(a) tutup kemasan dan (b) badan kemasan

17

Dokumen yang terkait

VARIASI PENGGUNAAN AGREGAT BENTUK PECAH DAN BENTUK BULAT PADA CAMPURAN ASPAL BETON TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL

6 148 2

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA EMPIRIS PADA PASIEN RAWAT INAP PATAH TULANG TERTUTUP (Closed Fracture) (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

11 138 24

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

STUDI PENGGUNAAN ACE-INHIBITOR PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) (Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan)

15 136 28

STUDI PENGGUNAAN ANTITOKSOPLASMOSIS PADA PASIEN HIV/AIDS DENGAN TOKSOPLASMOSIS SEREBRAL (Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang)

13 158 25

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENGGUNAAN BAHASA JURNALISTIK PADA TERAS BERITA HEADLINE HARIAN UMUM GALAMEDIA

8 75 43

PENGGUNAAN APLIKASI KOMPUTER PADA PEMBEL

0 1 1

UPAYA PENINGKATAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN ALAT PERAGA PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS IV (EMPAT) SDN 3 TEGALSARI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2011/2012

23 110 52

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59