Peranan bimbingan rohani terhadap kematangan emosi para suster yunior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa - USD Repository
PERANAN BIMBINGAN ROHANI
TERHADAP KEMATANGAN EMOSI PARA SUSTER YUNIOR
KONGREGASI MISI ABDI ROH KUDUS (SSpS)
PROVINSI JAWA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan KekhususanPendidikanAgamaKatolik
Oleh
Sulis Erna Prawati
NIM: 081124045
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2012
PERSEMBAHAN
Saya mempersembahkan skripsi ini kepada Para suster Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus Provinsi Jawa yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk menjalani perutusan studi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Program Studi Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
MOTTO
Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, Dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.
(Yoh10:10) Kuberikan kebaikan untuk kebaikan itu sendiri Karena kebaikan selalu melengkapi lingkaran hidup kita.
(Anonim)
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah Peranan Bimbingan Rohani terhadap
Kematangan Emosi Para Suster Yunior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus
(SSpS) Provinsi Jawa.Pemilihan judul ini didasarkan pada realitas dan keprihatinan penulis terhadap pelaksanaan bimbingan rohani yang sudah diupayakan dan diberikan oleh pemimpin komunitas bagi para suster yunior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa belum sepenuhnya membantu mereka menjadi pribadi yang matang rohani dan emosi. Itu terjadi karena pelaksanaan bimbingan rohani belum maksimal. Ada beberapa faktor yang manjadi kendala sehingga bimbingan rohani bagi para suster yunior menjadi terhambat. Salah satunya adalah faktor pemimpin komunitas yang kurang profesional dan bahkan kurang matang emosinya. Faktor dari dalam suster yunior sendiri bisa juga menghambat dalam bimbingan, misalnya pribadi yunior yang tertutup tidak mau terbuka, adanya keterpaksaan, dan kurang disiplin diri dalam mengolah batin. Semuanya itu sangat mempengaruhi proses bimbingan rohani mereka sendiri. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para pemimpin komunitas dalam usaha meningkatkan kualitas bimbingan rohani bagi para suster yunior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa.
Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah seberapa besar peranan bimbingan rohani terhadap kematangan emosi para suster yunior dan usaha apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran para pemimpin komunitas akan pentingnya bimbingan rohani untuk kematangan emosi para suster yunior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa. Untuk menganalisis permasalahan tersebut, penulis mengkaji dengan metode deskriptif analisis. Artinya penulis menggambarkan dan menganalisis permasalahan yang ada sehingga ditemukan jalan pemecahannya. Data ini diperoleh melalui pengisian Skala Likert kepada para suster yunior itu. Selain itu penulis menggunakan refleksi pribadi selama menjadi yunior SSpS dan studi pustaka untuk mendapatkan gagasan dari para ahli yang dapat dipergunakan sebagai sumbangan dalam pelaksanaan bimbingan rohani dalam komunitas-komunitas Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa bagi kematangan emosi para suster yunior.
Mengingat peranan bimbingan rohani terhadap kematangan emosi para suster yunior sangat penting, penulis menawarkan usaha-usaha untuk meningkatkan pelaksanaan bimbingan rohani bagi para pemimpin komunitas, sehingga dapat memberikan bantuan bagi para pemimpin komunitas untuk menjadi pembimbing rohani yang profesional. Dengan menjadi pembimbing rohani yang profesional, diharapkan para pemimpin komunitas dapat membantu para suster yunior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa dalam mencapai kematangan rohani dan emosi.
ABSTRACT
The title of this small thesis is ”The Role of the Spiritual Direction for the
Emotional Maturity of Junior Sisters of the Mission Congregation of the
Servant of the Holy Spirit Sisters (SSpS) of the Java Province.”This title was chosen based on the author’s concern on the practice of the spiritual direction that has been given by the superior of the community for the SSpS junior sisters of the Java Province. The spiritual direction has not totally helped the junior sisters to become spiritually and mentally mature. There are several factors that may have caused this to happen. One of them is the role of the superior of the community that is not competent and emotionally immature. The second one is the role of the personality of the junior sisters themselves. The personality of junior sisters that is not quit open to the spiritual director, the feeling of being forced to go for spiritual direction, and the lack of discipline in making spiritual reflection can be obstacles in the process of spiritual direction. Based on this kind of concern, this small thesis wants to help the superior of the community of SSpS Sisters of the Java Province to intensify the quality of spiritual direction for the junior sisters.
The main problem of this thesis is to discuss how far the role of spiritual guidance is, for the emotional maturity of junior sisters and what efforts to be done to improve the awareness of the community leaders, to see how important the spiritual guidance is for emotional maturity of the junior sisters of the Mission Congregation of the Servant of the Holy Spirit (SSpS) of the Java Province. To analyze this matter, the writer uses analysis descriptive method, which means the writer reflects and analyses the problems in order to solve them. These data were collected with the Likert Scale by the junior sisters. In addition, the writer uses her personal reflections of her own experiences as junior sister, and some literature studies to get more ideas from experts that help communities of the Mission Congregation of the Servants of the Holy Spirit Sisters, in the efforts of spiritual direction for the emotional maturity of the junior sisters.
Considering the important role of spiritual direction for the emotional maturity of SSpS junior sisters, the author offers some solutions to intensify the practice of spiritual direction of the superior of the community, so that they can be professional spiritual directors. As the professional spiritual director, the superior of the community may help the SSpS junior sisters of the Java Province for emotional and spiritual maturity.
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan limpah terima kasih kepada Allah Tritunggal Mahakudus yang telah menyertai, membimbing, menuntun, dan menerangi penulis dengan rahmat serta kasih setia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PERANAN BIMBINGAN ROHANI TERHADAP KEMATANGAN
EMOSI PARA SUSTER YUNIOR KONGREGASI MISI ABDI ROH KUDUS
(SSpS) PROVINSI JAWA.Skripsi ini disusun oleh penulis berdasarkan penemuan bahwa bimbingan rohani merupakan salah satu faktor yang mempunyai peranan dalam kematangan emosi para suter yunior. Melalui bimbingan rohani, para suster yunior mampu melihat kembali kesatuan hidupnya yang utuh dengan Allah, sesama manusia dan kesatuan dengan ciptaan.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para suster yunior untuk
setia melaksanakan bimbingan rohani guna mencapai kematangan emosi. Selain itu
skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menempuh
ujian Program Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan
Pendidikan Agama Katolik.Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini dapat selesai pada
waktunya berkat bantuan dari berbagai pihak baik yang secara langsung maupun
tidak langsung telah mendampingi, membimbing dengan penuh kerelaan, kesabaran
dan kesetiaan serta mendukung lewat doa-doa sehinga memotivasi penulis untuk
setia dan bertekun menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan banyak terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:
1. Suster Ines Setiono, SSpS beserta Tim Pimpinan Provinsi Kongregasi Misi
Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa yang telah memberikan perutusan studi di Prodi IPPAK-JIP, Fakultas dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, serta setiap suster SSpS di Provinsi Jawa yang telah mendukung lewat cinta, doa-doa, dan perhatiannya sehingga dapat menyelesaikan tugas studi ini dengan baik.
2. Seluruh suster yunior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa
yang telah memberikan banyak bantuan dalam pengumpulan data penelitian.
3. Para suster komunitas Biara Roh Suci Yogyakarta yang telah memberikan
dukungan, doa, perhatian khususnya dalam proses penyusunan skripsi ini.
4. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ, selaku dosen pembimbing utama yang telah
menyediakan diri dan meluangkan waktu untuk mendampingi, membimbing penulis dengan kesabaran serta kesetiaan, memberi masukan dan kritikan sehingga penulis termotivasi untuk menuangkan ide dan gagasan dalam seluruh proses penulisan skripsi ini.
5. Dr. C. Putranta, SJ, selaku dosen penguji II dan sekaligus dosen wali yang
telah menyediakan diri untuk membimbing dan memberikan peneguhan pada penulisan skripsi ini.
6. Dra. Yulia Supriati, M.Pd, selaku dosen III yang telah memberikan perhatian,
bimbingan dalam penelitian, serta memberikan semangat dalam penulisan skripsi ini.
7. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma yang telah membimbing, mendukung dan mendidik penulis selama belajar sampai selesainya skripsi ini.
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL…………………………………………………….. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………… ii HALAMAN PENGESAHAN………………………………………........ ii HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………. iv MOTTO………………………………………………………………….. v PERNYATAAN KEASLIAN………………………………………........ vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK……………………. vii ABSTRAK………………………………………………………………. viii
…………………………………………………………….. ix
ABSTRACT
KATA PENGANTAR………………………………………………........ x DAFTAR ISI…………………………………………………………….. xiii DAFTAR SINGKATAN……………………………………………....... xvii BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………….
1 A. Latar Belakang…………………………………………………
1 B. Identifikasi Masalah……………………………………………
5 C. Pembatasan Masalah…………………………………………..
6 D. Rumusan Masalah……………………………………………...
6 E. Manfaat Penulisan……………………………………………..
7 F. Metode Penulisan…………………………………………........
8 G. Sistematika Penulisan………………………………………….
8 BAB II. BIMBINGAN ROHANI DAN KEMATANGAN EMOSI..........
10 A. Tahap Pembinaan Religius…………………………………….
10 1. Pembinaan Postulat………………………………………...
11 2. Pembinaan Novisiat………………………………………..
11 3. Pembinaan Yuniorat……………………………………….
12 B. Bimbingan Rohani……………………………………………..
14 1. Pengertian Bimbingan Rohani……………………………..
14 2. Faktor yang Mempengaruhi Bimbingan Rohani..................
16
a. Pembimbing Rohani……………………………….......
17 b. Bimbingan Rohani……………………………………..
23 c. Waktu Bimbingan Rohani……………………………..
24 3. Dampak dari Bimbingan Rohani…………………………..
26 C. Kematangan Emosi…………………………………………….
29 1. Pengertian Emosi…………………………………………..
29 2. Kematangan Emosi………………………………………...
30 3. Faktor yang Mempengaruhi Emosi………………………..
32 4. Dampak dari Kematangan Emosi………………………….
34 5. Kedewasaan Pribadi………………………………………..
35 D. Kerangka Pikir……………………………………………........
38 BAB III. PERANAN BIMBINGAN ROHANI TERHADAP KEMATANGAN EMOSI PARA SUSTER YUNIOR KONGREGASI MISI ABDI ROH KUDUS (SSpS) PROVINSI JAWA…………………………………………
40 A. Sejarah Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus…………………….
40 1. Identitas Kongregasi SSpS………………………………...
40 2. Spiritualitas dan Kharisma Kongregasi SSpS………..........
42
a. Spiritualitas Kongregasi SSpS…………………………
42
b. Kharisma Kongregasi SSpS……………………………
43 B. Metodologi Penelitian………………………………………….
46 1. Jenis Penelitian…………………………………………….
46 2. Metode Penelitian………………………………………….
47 3. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………..
47 4. Responden Penelitian………………………………….......
47 5. Instrumen Penelitian……………………………………….
48 6. Variabel Penelitian…………………………………….......
49 C. Hasil Penelitian………………………………………………...
50 1. Proses Bimbingan Rohani………………………………….
50 a. Pengetahuan dan Pengenalan akan Tuhan……………..
50 b. Kepercayaan, Relasi dan Menghargai Pembimbing…...
51 c. Suasana dalam Melaksanakan Bimbingan……………..
53
d. Metode dalam Bimbingan……………………………...
54
2. Proses Kematangan Emosi…………………………………
55 a. Penilaian, Pengenalan dan Percaya Diri……………….
55 b. Pengelolaan Emosi…………………………………….
56 c. Motivasi Diri………………………………………......
57 d. Pengenalan Emosi……………………………………..
57 e. Membina Hubungan…………………………………...
58 D. Pembahasan Hasil Penelitian…………………………………..
59 1. Proses Bimbingan Rohani…………………………….........
59 a. Pengetahuan dan Pengenalan akan Tuhan…………….
59 b. Kepercayaan, Relasi dan Menghargai Pembimbing…...
60 c. Suasana dalam Melaksanakan Bimbingan……………..
61 d. Metode dalam Bimbingan……………………………...
62
2. Proses Kematangan Emosi…………………………………
64 a. Penilaian, Pengenalan dan Percaya Diri……………….
64 b. Pengelolaan Emosi……………………………………..
65 c. Motivasi Diri……………………………………….......
65 d. Pengenalan Emosi……………………………………...
66 e. Membina Hubungan…………………………………...
67
3. Rerata Proses Bimbingan Rohani terhadap Proses Kematangan Emosi para Suster Yunior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa……………………
68 E. Kesimpulan…………………………………………………….
71 F. Keterbatasan Penelitian………………………………………...
72 BAB IV. USAHA MENINGKATKAN PERANAN BIMBINGAN ROHANI TERHADAP KEMATANGAN EMOSI PARA SUSTER YUNIOR KONGREGASI MISI ABDI ROH KUDUS (SSpS) PROVINSI JAWA……………...................
73
A. Peranan Bimbingan Rohani terhadap Kematangan Emosi Para Suster Yunior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa……………………………..................................
73 B. Usaha Meningkatkan Proses Pelaksanaan Bimbingan Rohani…………………………………………………………
74
1. Latar Belakang Usaha Meningkatkan Pelaksanaan Proses Bimbingan Rohani……………………………...................
74 2. Profil Pembimbing Rohani………………………………..
76
3. Alternatif dan Pilihan Pendekatan Pembinaan Bagi Para Pemimpin Komunitas……………………………………..
77 BAB V. PENUTUP………………………………………………………
79 A. Kesimpulan…………………………………………………….
79 B. Saran…………………………………………………………...
81 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………
85 LAMPIRAN…………………………………………………………....... (1) Lampiran 1: Skala Likert Penelitian………………………................. (1) Lampiran 2: Surat Permohonan…………………………………… (6)
DAFTAR SINGKATAN A. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
PC : Perfectae Caritatis B.
Singkatan Lain
Art : Artikel Kan : Kanon
SVD : Societas Verbi Divini SSpS : Servae Spiritus Sancti SSpSAP : Servae Spiritus Sancti Adorationis Perpetuae
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bimbingan rohani sangat diperlukan untuk mendewasakan iman religius supaya tangguh dalam menanggapi tantangan zaman saat ini. Para suster yunior perlu memiliki kematangan emosi supaya dapat menanggapi
tantangan zaman ini. Perkembangan zaman yang semakin pesat mulai dari teknologi alat-alat canggih, mode sampai dengan makanan cepat saji menimbulkan begitu banyak tawaran duniawi yang menggiurkan. Dalam kehidupan sehari-hari mau tidak mau orang dihadapkan pada banyaknya pilihan tersebut. Gaya hidup zaman sekarang sangat mempengaruhi watak dan pola hidup kaum muda. Gambaran penerus zaman sekarang dapat digambarkan sebagai generasi instan yang ingin cepat-cepat menerima hasil tanpa harus berusaha.
Menghadapi begitu pesatnya perkembangan zaman, para yunior membutuhkan dukungan dari berbagai pihak agar semakin bertumbuh dan berkembang dalam iman dan kematangan emosinya. Dalam hal ini Konstitusi SSpS mengatakan:
Masa Yuniorat adalah masa dimana para suster muda telah menyelesaikan masa novisiatnya. Selama masa Yunior ini, para suster melanjutkan perkembangan dalam hidup iman, kesediaan untuk pengabdian misioner, kesetiaan kepada Kongregasi dan adanya kenyakinan bahwa mereka dapat menemukan pemenuhan dirinya dalam panggilan religius. Mereka juga harus berkembang dalam percaya diri dan kematangan, demikian pula kemampuan untuk hidup dan bekerjasama dengan orang lain. Mereka harus mencapai tingkat kematangan manusia dan religius, yang memampukan mereka mengambil keputusan untuk penyerahan terakhir pada Kristus dalam kaul kekal (Konst. SSpS. art. 528).
Bagi seorang yunior, untuk mencapai kematangan emosi dan religius tidaklah mudah. Banyak hal yang turut mewarnai cita-cita dan harapan mereka. Dinamika perjalanan hidup untuk menuju tingkat kematangan emosi dan religius sangat kompleks. Ada benturan idealisme (cita-cita/harapan kongregasi) dan harapan pribadi serta situasi nyata yang dihadapi dapat mengaburkan tujuan. Ada banyak faktor yang menjadi penghambat baik dari luar maupun dari dalam diri yunior itu sendiri. Hambatan dari luar yang sering dijumpai oleh yunior misalnya kesibukan studi, tuntutan kerja yang terlalu banyak, situasi dari komunitas yang kurang mendukung misalnya, sesama suster yang kurang memberi sapaan atau teguran, pemimpin yang terlalu banyak menuntut dan kurang peka dengan keadaan dan situasi yang sedang dihadapi oleh yunior. Selain itu tidak adanya keteladanan dan kesungguhan dari suster yang lebih senior, hal itu jelas berpengaruh dalam pembentukan kepribadian dan kematangan emosi seorang religius muda tersebut. Bagaimanapun juga seorang yunior yang tinggal di dalam komunitas akan menyerap nilai-nilai yang ada di komunitasnya. Kemajuan teknologi yang semakin canggih kadang-kadang juga membawa hambatan bagi suster muda tersebut, bila pribadi itu kurang dewasa dan matang emosinya, sehingga mereka menjadi orang yang labil dan mudah terbawa arus, tidak mempunyai prinsip, emosional, dan tidak jelas dimana dia akan berpijak.
Sedangkan hambatan dari dalam diri yunior misalnya: tidak disiplin dalam membuat jurnal harian dan merefleksikan, malas membaca dan merenungkan Kitab Suci dan Konstitusi, enggan untuk mengolah perasaan, hidup doa yang dangkal dan terlalu terlena dengan dunianya sendiri. Keadaan seperti itu tidak jarang bagi yunior akan mengalami kelesuan hidup, kehilangan arah hidup, jiwa menjadi terbebani, dirinya. Bila keadaannya ini dibiarkan terus-menerus akan menggerogoti dan mengakibatkan yunior tidak krasan dan tidak at home dengan hidup panggilannya yang efeknya yunior akan menanggalkan jubahnya atau keluar dari biara.
Menanggapi masalah-masalah yang terjadi dalam diri para suster yunior tersebut, Kongregasi berusaha membantu meningkatkan pembinaan pribadi yang dapat mendukung dan mengembangkan iman para suster yunior dalam proses kematangan rohani dan pribadi. Pembinaan pribadi tersebut diupayakan melalui: pembinaan spiritualitas, pembinaan misioner (formasi SSpS berusaha mempersiapkan anggotanya agar mampu melaksanakan tugas dalam sikap apostolis dan semangat pengabdian. Hal ini diusahakan salah satunya dengan cara melatih setiap suster khususnya para postulant, novis dan yunior untuk mengalami live-in dengan tujuan agar mereka bisa berdialog dengan masyarakat sekitarnya. Selain itu saling berbagi tentang pengalaman misi berserta suka dukanya dan tantangan- tantangannya sangat membantu para suster untuk menambah wawasan tentang misi, dilatih keberanian untuk berdialog dengan semua orang dengan hati dan pikiran terbuka dan dengan orang-orang dari agama dan kebudayaan lain), pembinaan komunitas, pembinaan afeksi, pembinaan sosial, pembinaan hidup dalam pilihan- pilihan hidup, dan bimbingan rohani (manuale untuk pembinaan Kongregasi SSpS, 2001: 54-63). Tujuan dari bimbingan rohani itu sendiri agar para suster yunior semakin mengenal dirinya baik dalam segi positif dan negatif.
Dalam formasi lembaga religius, tugas pembinaan tersebut dipercayakan kepada para pemimpin komunitas atau pembina khusus. Adanya pembina khusus bagi yunior adalah untuk membantu para suster yunior mencapai kematangan pribadi dan emosional. Menanggapi pentingnya seorang pembina bagi yunior, maka mendampingi para yunior tersebut. Pembinaan para suster yunior ini diharapkan menjawab kebutuhan mereka dan mengena. Konsili Vatikan II dalam Dekrit
Perfectae Caritatis mengatakan:
….penyesuaian hidup religius dengan tuntutan-tuntutan zaman sekarang hendaknya jangan melulu bersifat lahiriah. Hendaknya dilakukan pembinaan melalui perpaduan unsur-unsurnya yang sesuai sedemikian rupa, sehingga membantu para anggota untuk mencapai keutuhan hidup. (PC art. 18).
Ini suatu tantangan bagi para pembina maupun yunior itu sendiri yang menuntut bagaimana seorang religius hidup di tengah-tengah dunia dan dalam pelayanannya dapat membawa Kabar Sukacita Kristus. Di sinilah dapat dilihat pentingnya pembinaan lewat bimbingan rohani agar para suster yunior semakin memiliki kepribadian yang dewasa dan matang emosinya. Istilah “bimbingan” dapat diartikan sebagai bantuan, pertolongan dan petunjuk. Dengan kata lain, bantuan atau pertolongan yang diberikan seseorang terhadap orang tertentu. Sedangkan istilah”rohani” berasal dari kata Roh yang berarti nafas hidup atau hidup yang dijiwai oleh roh.
Melalui bimbingan rohani, seseorang semakin mengenal dirinya. Baik dalam segi postif dan negatif. Dengan mengenal potensi yang dimilikinya maka seseorang juga mampu untuk mengolah emosi yang bergejolak di dalam dirinya. Semakin mereka tekun dan setia dalam bimbingan rohani semakin ditumbuh kembangkan dalam hidup rohaninya dan kematangan emosinya. Dalam Kongregasi SSpS, bimbingan rohani adalah: “Wawanhati” dengan pendamping untuk melihat sejauh mana perkembangan hidup rohani para suster yunior. Setiap yunior wajib untuk bimbingan rohani dengan pemimpin rumah secara bergilir. Mereka mengadakan wawanhati satu kali dalam setiap bulan dan dilakukan secara rutin.
Seorang pemimpin rumah wajib memberi bimbingan kepada para suster yunior agar mereka dapat memupuk kerelaan hati dan kepekaan terhadap karya Roh Kudus (Konst. SSpS. art. 520). Wawanhati juga dimaksudkan untuk membantu para suster yunior agar semakin berkembang dalam hidup bersama, hidup misi, hidup rohani dan kematangan emosi.
Kembali kepada pemimpin komunitas atau pembina yunior. Persoalan yang dihadapi adalah tidak semua pemimpin komunitas berpotensi sebagai pembina profesional dimana mereka sungguh mampu mendampingi para yunior sampai mereka dewasa dalam kepribadian dan matang dalam emosinya.
Berdasarkan keprihatinan dan realitas yang ada dalam diri para suster yunior SSpS di Provinsi Jawa ini, yang masih membutuhkan bimbingan rohani supaya mereka dapat berkembang dalam iman serta dapat mencapai kedewasaan pribadi serta kematangan dalam emosi, penulis memilih judul skripsi PERANAN BIMBINGAN ROHANI TERHADAP KEMATANGAN EMOSI PARA SUSTER YUNIOR KONGREGASI MISI ABDI ROH KUDUS (SSpS) PROVINSI JAWA.
Pemilihan judul ini didasarkan pada pemikiran bahwa para yunior masih membutuhkan bimbingan rohani yang terus menerus untuk semakin dewasa dalam iman dan matang dalam emosi agar dapat menjadi seorang religius misionaris yang tangguh dalam menghadapi tantangan zaman.
B. Identifikasi Masalah
Atas dasar latar belakang penelitian tersebut, diidentifikasikan masalah- masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah para suster yunior SSpS Provinsi Jawa menggunakan waktu
2. Bagaimanakah sikap para suster yunior SSpS Provinsi Jawa pada saat melaksanakan bimbingan rohani?
3. Apakah para suster yunior SSpS Provinsi Jawa mempunyai kesetiaan dalam melaksanakan bimbingan rohani?
4. Sejauh mana para suster yunior SSpS Provinsi Jawa matang emosinya selama melaksanakan bimbingan rohani?
5. Seberapa besar peranan bimbingan rohani terhadap kematangan emosi para suster yunior SSpS Provinsi Jawa? C. Pembatasan Masalah
Mengingat waktu yang terbatas dan penelitian yang dilakukan dapat mendalam penulis membatasi permasalahan pada “Peranan Bimbingan Rohani Terhadap Kematangan Emosi Para Suster Yunior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa”.
D. Rumusan Masalah
Berdasar pembatasan masalah tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses bimbingan rohani dalam komunitas khususnya Kongregasi SSpS Provinsi Jawa?
2. Bagaimana proses kematangan emosi para suster yunior dalam komunitas khususnya Kongregasi SSpS Provinsi Jawa?
3. Seberapa besar peranan bimbingan rohani terhadap kematangan emosi bagi para Suster Yunior Kongregasi SSpS Provinsi Jawa?
E. Tujuan Penulisan
Dengan melihat beberapa rumusan masalah di atas maka tujuan yang akan dicapai dalam penulisan ini ialah:
1. Menguraikan proses bimbingan rohani dalam komunitas khususnya Kongregasi SSpS Provinsi Jawa.
2. Memaparkan proses kematangan emosi dalam komunitas khususnya Kongregasi SSpS Provinsi Jawa.
3. Untuk mengetahui seberapa besar peranan bimbingan rohani terhadap kematangan emosi para Suster Yunior Kongregasi SSpS Provinsi Jawa.
F. Manfaat Penulisan
1. Bagi para yunior Memberikan sumbangan berupa informasi, pengetahuan dan pemahaman akan pentingnya mengupayakan bimbingan rohani dalam hidup religius yang dapat memberikan peranan terhadap kematangan emosi bagi para suster yunior. Penelitian ini diharapkan dapat membantu dan mendorong para suster yunior Kongregasi SSpS Provinsi Jawa untuk membina diri dengan setia melaksanakan bimbingan rohani untuk mencapai kematangan emosi. Dengan demikian dapat menjadi seorang suster misionaris Abdi Roh Kudus yang tangguh dalam tugas perutusan yang dipercayakan Kongregasi.
2. Bagi Para Pendamping/Pembimbing Memberikan wawasan yang dapat membantu para pendamping/pembimbing yunior dalam usaha memberikan bimbingan rohani kepada para suster yunior yang berkaitan dengan kematangan rohani dan emosi.
3. Bagi Kongregasi SSpS Provinsi Jawa Semakin meneguhkan Kongregasi untuk terus berupaya memberikan dukungan dan pembinaan kepada para pendamping/pembimbing yunior untuk mengambil bagian dalam karya kongregasi.
4. Bagi penulis Menambah pemahaman akan pentingnya mengusahakan bimbingan rohani dalam hidup religius yang berperan bagi kematangan emosi para suster yunior.
5. Bagi Ilmu Kateketik Memberikan sumbangan berupa pengetahuan dan pemahaman akan pentingnya peranan bimbingan rohani sebagai landasan utama dalam kematangan emosi para suster yunior Kongregasi SSpS Provinsi Jawa.
G. Metode Penulisan
Dalam penulisan ini penulis akan menggunakan metode deskriptif analitis yaitu menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta serta sifat populasi atau daerah tertentu (Suryabrata, 1983: 75), sehingga ditemukan jalan pemecahan yang tepat dalam membantu para suster yunior untuk mencapai kematangan emosi.
H. Sistematika Penulisan
Supaya memperoleh gambaran yang jelas mengenai penulisan ini, penulis akan menyampaikan pokok-pokok gagasan dalam penulisan ini.
BAB I berisi pendahuluan, yang meliputi latar belakang penulisan, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan,
BAB II berisi Bimbingan Rohani dan Kematangan Emosi yang meliputi: tahap pembinaan religius, bimbingan rohani, kematangan emosi dan kerangka berpikir. Tahap pembinaan religius terdiri dari: pembinaan postulant, pembinaan novisiat dan pembinaan yuniorat. Bimbingan rohani terdiri dari: pengertiaan bimbingan rohani, faktor-faktor yang mempengaruhi bimbingan rohani dan dampak dari bimbingan rohani. Kematangan emosi terdiri dari: pengertian emosi, kematangan emosi, faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan emosi, dampak dari kematangan emosi dan kedewasaan pribadi, dan kempat menerangkan kerangka berpikir.
BAB III mengenai Peranan Bimbingan Rohani terhadap Kematangan Emosi Para Suster Yunior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa yang meliputi sejarah Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus dan metodologi penelitian. Sejarah Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus yang meliputi identitas Kongregasi SSpS, spiritualitas dan kharisma Kongregasi SSpS. Metodologi penelitian yang meliputi jenis penelitian, metode penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian, instrumen penelitian dan variabel penelitian. Tahap berikutnya penulis akan mengkaji hasil penelitian dan membahas hasil penelitian.
BAB IV Meningkatkan Peranan Bimbingan Rohani Terhadap Kematangan Emosi Para Suster Yunior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa BAB V penulis ingin menegaskan kembali intisari dari skripsi ini dengan memberikan usul dan saran.
BAB II BIMBINGAN ROHANI DAN KEMATANGAN EMOSI Pada bab ini akan diuraikan tentang peranan bimbingan rohani terhadap
kematangan emosi para suster yunior Kongregasi SSpS Provinsi Jawa. Bagian pertama menerangkan dinamika pembinaan yuniorat. Bagian kedua membahas bimbingan rohani, yang terdiri dari: pengertian bimbingan rohani, faktor-faktor yang mempengaruhi bimbingan rohani, dan dampak bimbingan rohani. Bagian ketiga menguraikan tentang kematangan emosi yang terdiri dari: pengertian emosi, kematangan emosi, faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan emosi, dampak dari kematangan emosi, dan kedewasaan pribadi. Bagian keempat mengenai kerangka pikir.
Para anggota muda Kongregasi SSpS Provinsi Jawa adalah kaum muda yang lahir dalam arus jaman globalisasi. Kaum muda ini banyak dipengaruhi oleh situasi jaman dan berdampak pula dalam kehidupan bersama. Berhadapan dengan pembinaan hidup religius itu sendiri, Kongregasi SSpS juga berupaya untuk memberikan pembinaan bagi para yuniornya. Karena pembinaan itu merupakan proses yang terjadi seumur hidup, maka pendampingan bagi para religius muda perlu mendapat perhatian.
A. Tahap Pembinaan Religius
Setiap calon yang masuk dalam salah satu Lembaga Hidup Bakti tertentu harus memasuki melalui beberapa tahap pembinaan. Mereka ditempa dalam proses dalam salah satu Lembaga Hidup Bakti juga melewati tahap-tahap secara umum dari pembinaan di Postulat, Novisiat, Yuniorat maupun yang sudah berkaul kekal (OnGoing Formation). Berikut ini akan diuraikan secara singkat tahap-tahap pembinaan religius untuk:
1. Pembinaan Postulat:
Kata “Postulat” berasal dari kata “Postulare” yang berarti “mengajukan permohonan”, juga mempunyai dua arti, yaitu tempat pembinaan calon dalam suatu kongregasi dan masa pembinaan. Tujuan khusus dari masa pembinaan di postulant menurut Konstitusi SSpS adalah:
Hendaknya mereka mencapai kematangan manusiawi dan rohani yang memadai untuk mampu menjawab panggilan Tuhan dengan bebas. Dibawah bimbingan pemimpin, mereka berusaha mengembangkan hidup doa, pengajaran, studi dan membantu mereka untuk memperdalam pengetahuan. Melalui kehidupan bersama mereka dibantu untuk lebih mengenal dan menerima diri (Konst. SSpS. art. 514).
Masa postulat merupakan masa peralihan dan perkenalan bagi si calon agar dapat berorientasi dan mengenal kehidupan membiara melalui kongregasi yang dimasukinya (Mardi Prasetya, 1992: 292). Selama masa postulan ini, calon dibantu oleh pemimpin postulan untuk mencapai kematangan manusiawi dan kristiani.
2. Pembinaan Novisiat:
Novisiat adalah suatu masa dimana seorang belajar untuk mengalami kehidupan religius yang sesungguhnya. Kata “Novis” menurut kamus bahasa Latin sendiri berasal dari bahasa latin “novicius” yang berarti “orang yang belum berpengalaman” (Verhoeven:1969).
Dalam masa novisiat ini seorang novis diajak untuk menjajaki kesungguhan magister/magistranya. Pada masa ini mereka sudah melibatkan diri untuk menjalankan hidup berkomunitas dan belajar untuk memulai melaksanakan nasihat- nasihat Injil (Mardi Prasetya seri 2, 2001: 43). Tentang novisiat ini Konstitusi SSpS mengatakan:
Dalam latihan menghayati hidup religius, para novis dipersiapkan untuk penyerahan total kepada Allah dalam kaul-kaul. Mereka dibimbing untuk belajar hidup sesuai dengan nasihat-nasihat Injil dan Konstitusi kita dan semakin berkembang pengertian mereka tentang hidup religius. Pada waktu yang sama mereka tumbuh dalam semangat Kongregasi dan mengenal tradisi- tradisi kita. (Konst. SSpS. art. 528).
Lama masa novisiat adalah dua tahun. Tahun pertama dinamakan tahun kanonik, dalam tahun ini yang menjadi penekanan ialah melatih seorang novis untuk menghayati cara hidup kongregasi yang masih dirasa baru bagi si calon. Sedangkan masa novisiat tahun kedua merupakan masa untuk mengalami kenyataan hidup religius secara realistis. Dalam tahun kedua ini calon dilibatkan dalam kegiatan kerasulan kongregasi.
3. Pembinaan Yuniorat
Tahap berikutnya adalah masa yuniorat. Setelah melewati masa postulat dan novisiat, seseorang memasuki masa yunior. Mengenai yuniorat ini Kitab Hukum Kanonik menegaskan:
“Dalam masing-masing tarekat, hendaknya pendidikan semua anggota diteruskan sesudah profesi pertama, agar dapat menghayati hidup khas tarekat secara lebih penuh serta dapat melaksanakan perutusan mereka secara lebih baik” (Kan. 659 - § 1).
Pada Kan. 573 - § 1 dikatakan sebagai berikut: Hidup yang dibaktikan dengan pengikraran nasihat-nasihat Injili adalah bentuk kehidupan tetap di mana orang beriman, dengan mengikuti Kristus pembangunan Gereja serta keselamatan dunia mereka dilengkapi dengan alasan baru dan khusus mengejar kesempurnaan cintakasih dalam pelayanan Kerajaan Allah, dan sebagai tanda unggul dalam Gereja mewartakan kemuliaan surgawi.
Bertitik tolak dari kita Kitab Hukum Kanonik di atas, diharapkan suster yunior SSpS dapat menemukan dan merasakan suasana rohani dengan meningkatkan kematangan emosinya dalam mempertanggungjawabkan terhadap tugas yang dipercayakan kepadanya.
Konstitusi SSpS tentang yuniorat menuliskan: Yuniorat berlangsung dari kaul pertama sampai kaul kekal.Selama waktu ini, suster mengambil bagian dalam hidup dan perutusan Kongregasi. Selama tahun yuniorat para suster melanjutkan perkembangan dalam iman, kesediaan untuk pengabdian misioner kesetiaan pada Kongregasi. Mereka diharapkan berkembang dalam tingkat kematangan manusiawi dan religius yang memampukan mereka untuk mengambil keputusan dalam penyerahan diri kepada Kristus lewat kaul kekal (Konst. SSpS. art. 528).
Pendampingan untuk para yunior tetap didampingi oleh pemimpin komunitas dan pembimbing khusus yunior serta diusahakan secara integral dan intensif untuk membantu mereka dalam meningkatkan kematangan emosi dalam bertanggungjawab sebagai anggota SSpS dan semakin siap melibatkan diri dalam tugas perutusan lainnya yang dipercayakan oleh Kongregasi. Pendampingan para suster yunior hendaknya dilakukan dengan empati dan integral agar yunior mampu membina diri dan meleburkan dirinya serta menerima, menghayati kharisma dan hidup kerohanian kongregasinya, sehingga semakin menjadi religius yang matang dan dewasa dalam melaksanakan tugas perutusannya dengan penuh dedikasi.
B. Bimbingan Rohani
1. Pengertian Bimbingan Rohani
Dewasa ini, istilah bimbingan rohani masih tetap digunakan meskipun zaman terus berkembang dan mengalami kemajuan yang cepat, sebab bimbingan rohani itu sendiri digunakan untuk menunjukkan isi dari sebuah pengalaman hidup manusia dalam menghayati hubungan dengan Allah, sesama manusia dan alam semesta.
Penghayatan tersebut merupakan sebuah usaha menuju pada sebuah kepenuhan hidup.
Dalam konteks bimbingan rohani dalam Gereja, kerohanian Kristiani selalu berkaitan erat dengan peranan Roh Kudus. Roh Kudus hadir dalam setiap diri orang kristiani. Maka setiap orang kristiani diharapkan mengikuti bimbingan Roh Kudus dalam dirinya. Ia diharapkan semakin mampu berelasi dengan Allah. Bimbingan rohani merupakan sarana yang memungkinkan agar orang semakin memperdalam relasinya dengan Allah dalam Roh Kudus (Darminta, 2006: 33).
Bimbingan rohani merupakan usaha untuk menyadari dan menghayati bimbingan roh dalam hidup seseorang. Usaha tersebut akan tampak ketika seseorang mencari pribadi lain yang dimintai bantuan untuk membimbingnya dalam mengikuti bimbingan Roh dalam hidupnya (Darminta, 2006: 16).