Kompromi. Sikap kompromi adalah satu karakter yang melambai mengayun dari

dari pada seorang yang membatasi apa saja. Secara umum, semua orang menghendaki agar tindakan yang dilakukannya menyelamatkan dirinya, tetapi rasul Paulus tidak memikirkan ini. Ia secara langsung sangat hati-hati dan bergumul di dalam doa menghitung resiko yang ia hadapi. Satu kegagalan besar dan sering terjadi dalam diri seorang pemimpin adalah kurangnya ia melakukan suatu eksperimen baru secara berani. Hendaknya seorang pemimpin jangan mengabaikan pendampingan yang ada baik secara langsung maupun tidak langsung datang ke dalam dirinya. Kepekaan seorang pemimpin terhadap situasi seperti ini akan menuntun dirinya selamat dari kesalahan-kesalahan yang tidak penting dan sering dilakukannya. Dia harus menyadari peringatan-peringatan yang datang kepadanya yakni untuk membatasi inisiatifnya, jika ia merasa bahwa visi kepemimpinannya sebagai yang berasal dari Tuhan. f. Mengemban tanggungjawab. Mengemban tanggungjawab secara baik dan melakukannya secara berhati- hati, penampakan sikap ini adalah sebagai tanda dari kepemimpinannya. Jika seorang pemimpin tidak mempersiapkan dirinya untuk situasi ini, dia sendiri yang menyingkirkan dirinya dari jabatannya itu. Jika seorang pemimpin menghindari dirinya dari suatu keadaan yang menuntut keterlibatan dirinya pada peristiwa yang isidentil, sikap ini nyata sebagai tanda dari batas situasinya memperpanjang pengaruh kepemimpinannya. Josua telah menunjukkan kwalitas kepemimpinannya yakni dengan tanpa ragu menerima tanggungjawab yang mengagumkan, mengikuti tahap-tahap teladan kepemimpimpinan Musa. Sejauh alasan yang dikatakan Josua untuk mengakui kelemahannya dibanding Musa, tetapi ia tidak mengulangi berdosa sebagai seorang pemimpin. Secara langsung ia menerima semua tanggungjawab kepemimpinan itu dan kemudian ia meneruskan tugasnya. Menguji Kepemimpinan Satu Penelitian 37 “Dan .... Tuhan telah menguji” test Abraham Kej. 22:1 “Jesus dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai oleh iblis” Mat. 4:1 15. Dua nats di atas merupakan prinsip yang sangat esensial bagi maksud topik ini, yakni ditujukan kepada pemimpin yang tidak meyakini kuasa spritualitas rohani ada dalam dirinya. Biasanya, ada pencobaan berlangsung pada diri seorang pemimpin, di mana keadaan ini dapat dikatakan sebagai ujian test kepada kepemimpinan itu sendiri. Beberapa hal di bawah ini sebagai pencobaan ujiantest dimaksud , yakni:

a. Kompromi. Sikap kompromi adalah satu karakter yang melambai mengayun dari

sebuah prinsip untuk mengembangkan kesepakatan. Sikap kompromi selalu bertolak belakang dengan prinsip ketika hendak menegaskan konsekwensi untuk menurunkan standart seseorang dan tegasnya kebiasaan berkompromi akan menurunkan standart dan prinsip diri setiap orang. Kisah klasik kitab suci yang membuktikan ini yakni, ketika Musa dan Firaun secara 37 Ibid., hal. 120-126 27 progressive berkompromi saling mencobai. Ketika Firaun melihat Musa tidak fleksibel tidak kendor pada prinsipnya yakni untuk membawa umat Israel keluar dari Mesir beribadah kepada Allah, Firaun menggunakan semua tipu muslihatnya hingga akhirnya ia frustasi. “Beribadahlah kepada Allah jika engkau menginginkannya”, inilah tawaran pertama dari Firaun, “tetapi tidak ada kemungkinan engkau bisa membawa umat Israel keluar dari Mesir. Beribadahlah kepada Allah di tempat mana engkau mau”. 38 Ketika pendekatan pertama ini gagal, Firaun kembali menawarkan kompromi kedua, yakni: “jika engkau harus keluar dari Mesir untuk beribadah kepada Tuhanmu, engkau tidak boleh pergi lebih jauh. Pergilah ke sekitar batas- batas Mesir”. 39 Tawaran ketiga disampaikan Firaun kepada Musa yakni, “biarlah laki-laki dari antara kamu yang pergi dan beribadah kepada Tuhanmu, tetapi tidak ada seorang pun di antara wanita dan anak-anak yang boleh menyertai mereka”. 40 Tawaran terakhir inilah sebagai perbandingan terhadap ketamakan Firaun dengan Musa yakni pada soal-soal yang berhubungan dengan ambisi kekayaan dan materi dunia seorang pemimpin. “Pergilah jika engkau harus pergi, tetapi biarkanlah umatmu tinggal di Mesir ketika engkau harus pergi beribadah kepada Tuhanmu”. Tekanan maksud ini hendak menyampaikan bahwa melalui perkataan Firaun, ia hendak menekankan kepada Musa: “jangan melegitimasi keyakinanagama serta mempertentangkannya dengan segala hal yang berhubungan dengan urusan serta tindakan”. Melalui nilai spritualitas yang tegas ada dalam diri Musa, maka akhirnya ia mampu menjawab dengan bijaksana tawaran- tawaran kompromi Firaun. Melalui teladan sikap seperti ini maka “ tidak ada bekas sengat kuku yang tertinggal dekat dengan diri si pemimpin”. Akhirnya, Musa dapat berhasil menghadapi ujian yang datang kepada dirinya yakni sebagaimana dihadapinya, tanda satu kwalitas spritualitas seorang pemimpin lih. Kel. 8:25-28 ; 10:11-14, 26.

b. Ambisi.