Resensi Buku 002

(1)

Daftar Isi

Dafar Isi

i

Pendahuluan

1

1. Satu Ambisi Untuk Dihormati

2

2. Mencari Seorang Pemimpin

4

3. Spritualitas Alamiah Pemimpin

5

4. Kriteria Potensial Seorang Pemimpin

7

5. Penjelasan Rasul Paulus Tentang Kepemimpinan

8

6. Penjelasan Tambahan Rasul Petrus Tentang Kepemimpinan 11

7. Kwalitas Khusus Seorang pemimpin (Pertama)

12

8. Kwalitas Khusus Seorang pemimpin (Kedua)

15

9. Persyaratan Yang Sangat Dibutuhkan

18

10. Pemimpin Dan Doanya

19

11. Pemimpin Dan Waktunya

19

12. Pemimpin Dan Bacaannya

20

13. Nilai Kepemimpinan

21

14. Tanggungjawab Kepemimpinan

24

15. Menguji Kepemimpinan

26

16. Seni Mendelegasikan

30

17. Memposisikan Ulang Pemimpin

32

18. Produk Ulang Pemimpin

33

19. Type Kepemimpinan Yang Berbahaya

34

20. Sebuah Teladan kepemimpinan

38


(2)

Pendahuluan1

Buku ini ditulis dari latarbelakang diadakannya “Konferensi Kepemimpinan” di lingkungan OMF (Overseas Missionary Fellowship) di Singapore tahun 1964 dan tahun 1966. Dari rekomendasi konferensi itu, agar realisasi kepemimpinan Kristen dapat diaplikasikan secara imajinatif pada masyarakat luas dan mendalam. Sebagai penulis buku ini, J. Oswald Sander telah berhasil memenuhi permohonan ini.

Sebagaimana prinsip-prinsip kepemimpinan (dua ranah) yakni: “yang duniawi dan yang rohani”, dan sebagaimana diilustrasikan oleh kitab suci dan oleh pengalaman “orangnya Tuhan”, pada isi buku ini ditemukan pemaparan dimaksud. Tidak semua pembaca dapat merujuk kepada biographi para pemimpin sebagaimana digambarkan buku ini, namun J. Oswald Sanders secara berani, telah menekankan bahwa kehidupan para pemimpin yang berpijak pada dasar fondasi spritualitas, mereka cenderung menemukan keberhasilan pada realisasi kepemimpinan mereka. Dari sudut pemaparan dan kutipan kitab suci, penguraian Oswald Sanders pada buku ini sangat menekankan akurasi.

Materi isi yang disajikan dalam buku ini, akan sangat tajam mengilhami para pemimpin muda Kristen masa kini, sehingga oleh Roh Kudus, “hati para pemimpin muda Kristen mampu menekankan penampakan ilahi dari ambisi mereka terhadap kuasa kepemimpinan mereka”.

Buku ini, kuat menginspirasi para pemimpin muda Kristen dalam menekankan maksud kepemimpinan mereka sendiri, yakni: “sejauh jalan yang dapat mereka tempuh sendiri”.


(3)

Satu Ambisi Untuk Dihormati2

“Orang-orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah” (1 Timoteus 3:1)

“Masakan engkau mencari hal-hal yang besar bagmu sendiri” (Yeremia 45:5)

1. Rasul Paulus menekankan, satu gagasan penting yang berhubungan dengan pemimpin dan kepemimpinan adalah adanya “keinginan/ambisi untuk dihormati”. Sesuai maksud teks di atas, rasul Paulus hendak menekankan bahwa jabatan sesungguhnya bukanlah sesuatu yang harus dicari, tetapi Allah telahmenyediakan ini untuk manusia. Kecenderungan ambisi, sifat ini sesungguhnya merupakan satu kondisi situasi yang berbahaya bagi seseorang terutama bila berhubungan dengan mendapatkan jabatan. Sebagai sifat, menonjolkan penampakan ambisi, penampakan karakter ini “sesungguhnya menampakkan sisi kelemahan dari seorang pemegang jabatan”. Tidak dapat disangkal, dalam prakteknya: “ambisi cenderung sebagai suatu pedang yang sangat tajam”. Melalui ambisi, seorang terhormat dapat menerima pujian dan penghargaan, demikian sebaliknya dapat dengan penghinaan. Melalui dua kondisi ini, seperti ditekankan tema di atas, setiap orang yang ingin secara efektif melayani Tuhan serta ingin merealisasikan potensi terbaik dalam hidupnya ia “memanfaatkan ambisinya keluar dari dalam dirinya”. Sesuai tekanan rasul Paulus, ambisi untuk ingin dihormati, ada beberapa faktor yang harus diingat, yakni: “harus dipikirkan secara tepat kategori pernyatan yang diucapkan, apakah dalam terang penghormatan terhadap nama baik atau justru sebaliknya (posisi seorang pemimpin dalam jemaat)”.

Ketika Rasul Paulus menulis surat-suratnya, banyak situasi berbeda dihadapinya. Khusus pada jabatan Bishop dan Pengawas, kedua jabatan ini sering berada pada posisi bahaya khususnya pada realisasi praktis pertanggungjawaban dua jabatan ini. Sesuai pengalaman jemaat pertama, banyak tantangan dihadapi pemimpin untuk merealisasikan tanggungjawab mereka sehingga sering mereka cenderung menolak untuk dihormati. Di tengah situasi jemaat yangmenghadapi penyiksaan di mana para pemimpin dilemparkan ke dalam api, melalui situasi ini merekalah yang paling menderita. Ketika membaca surat-surat rasul Paulus, sangat jelas bahwa ia tidak melihat penyiksaan ini sebagai keadaan yang berbahaya. Penyiksaan hanya dianggapnya sebagai usaha sipenipu untuk mengecilkan nilai perjuangan dari para pemimpin di jemaat mula-mula. Di bawah lingkaran keberanian seperti inilah, rasul Paulus kuat menasehati para pemimpin serta memberikan kata pujian kepada mereka agar senantiasa kuat dan mampu menghadapi segala resiko. “Orang yang menghendaki jabatan penilik/pemimpin, menginginkan pekerjaan yang indah (1 Timoteus 3:1)”.3

2 Ibid., hal. 9-14

3 Di banyak negara, banyak para pemimpin spiritual yang melaksanakan tugasnya di bawah

tekanan yang sangat berbahaya. Namun, cerminan pengalaman jemaat pertama di atas, kuat menginspirasikan para pemimpin Kristen masa masa kini. Seperti yang dialami oleh para pemimpin jemaat di China, mereka menderita di bawah penindasan pemerintah komunis di sana. Demikian dengan para pendeta di Nepal yang menderita dalam penjara selama bertahun-tahun lamanya.


(4)

Pada teks di atas, Rasul Paulus menekankan fungsi pengawas. Rasul Paulus menegaskan bahwa mereka adalah orang yang terhormat dan mulia. Pekerjaan yang paling utama di dunia ini dan paling memiliki karakter paling mulia adalah pekerjaan yang dilakukan dari motifasi tertinggi diri setiap orang. Pada masa rasul Paulus, hanya kasih Kristus yang terdalam memotivasi Gereja dan yang mencukupkan kuasa/kekuatan bagi pada pemimpin melaksanakan tugas dan tanggungjawab kepemimpinan mereka secara berani. Pada masa sekarang, kepemimpinan Kristen telah menerima anugerah penghormatan dan ambisi yang tidak terbatas dalam di jemaat, melaluinya berlangsung kecenderungan bahwa jabatan kepemimpinan jemaat tidak memiliki unsur spiritual.

Seperti fakta yang dihadapi oleh nabi Yeremia, “masakan engkau mencari hal-hal besar bagimu sendiri, janganlah mencarinya” (45:5), sesungguhnya rasul Paulus tidak hendak melawan/menolak keinginan dan sifat ambisi setiap orang. Sama seperti nabi Yeremia, rasul Paulus hendak melawan “pemusatan ambisi pada diri sendiri” (ego/diri sendiri). Keinginan untuk menjadi yang terbesar dan utama, jangalah diperoleh melalui perbuatan dosa, tetapi hendaknya dari motifasi yang mendalam dari iman. Semua orang Kristen, berkewajiban untuk menjadikan kehidupan lebih berarti yakni dengan mengembangkan kuasa yang diberikan Allah kepada dirinya sesuai dengan kapasitasnya. Banyak orang yang memfokuskan ambisi ini di sekitar dirinya sendiri, aktifitas ini tentu sebagai satu tindakan yang salah. Sesuai pengalaman jemaat, “menekankan ambisi di lingkungan jabatan tahbisan, aktifitas ini merupakan sesuatu yang berdekatan dengan perbuatan dosa”. Bagi orang Kristen (di lingkungan pelayan tahbisan), penekanan dan penampakan ambisi merupakan keadaan yang tidak termaafkan”. Sesungguhnya ambisi4 merupakan pusat dari kemuliaan Tuhan yang

menyadarkan jemaat pada legitimasi dirinya dan kemudian secara positif menyampaikan doa dan pujian kepada Tuhan. Kepada ambisi para murid-Nya, Yesus mengatakan suatu standar yang baru untuk menjadi yang terbesar: “kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian diantara kamu.Barangsiapa ingin menjadi besar diantara kamu, hendaklah ia menjadi pelayamu” (Mark. 10:42-44). Ketika keinginan menjadi terbesar diperoleh dari motifasi tertinggi, maka ada sesuatu yang salah dalam keinginan untuk menjadi terbesar.5

4 Kata ambisi berasal dari bahasa latin yang berarti keinginan untuk dipromosikan, diperkenalkan,

dipandang superior. Dalam banyak variasi, ambisi ini dihadirkan dan diperlihatkan oleh manusia melalui keinginan supaya terkenal, menjadi lebih unggul diantar sesamanya dalam zamannya, keinginan untuk mengontrol orang lain di sekitarnya. Sifat ambisius manusia sangat menghendaki/menggunakan kekuatan uang dalam melaksankan maksudnya. Secara jasmani, perilaku ambisi ini melawan Allah. Para pemimpin spiritual yang baik dan bijaksana, sangat tidak menghendaki dirinya dipromosikan secara berlebihan.

5 Situasi inilah yang tergambar dari dosa ambisi Yakobus dan Yohanes, ketika mereka ingin

meperolehnya menggunakan tipuan. Yakni menjadi yang terbesar dari sesamanya (memperoleh kuasa tertinggi dalam kerajaan Kristus). Melalui perilaku ini dua kesalahan ada dalam diri Yakobus dan Yohanes yakni; pertama mereka menganggap bahwa Kerajaan Kristus sesajar dengan Kerajan dunia. Kedua, mereka menganggap bahwa kebesaran diri mereka sejajar bila ditempatkan pada posisi tertinggi jabatan dunia ini. Pertimbangan inilah yang berlangsung dalam diri mereka yakni keinginan menjadi pemimpin para murid. Anggapan inilah yang mencirikan standar ambisi dunia ini. Yakobus dan Yohanes mengabaikan kuasa Roh Kudus pada peristiwa Pentakosta bahwa mereka dijadikan


(5)

Sejak awal, banyak studi tentang pemimpin spiritual dilakukan. Kesimpulan semua studi dimaksud, umumnya menekankan bahwa menjadi yang terbesar (pemimpin/kepemimpinan yang efektip), posisi jabatan ini hanya dapat diperoleh melalui mengurangi keinginan berambisi untuk dihormati. Sikap terbaik ialah memberikan diri sendiri sebagai hamba bagi orang lain. Aktifitas ini hanya dilakukan tanpa harga, yakni hanya melalui penderitaan. Pemimpin spiritual yang efektip dan benar, ini hanya ditandai dengan pelayanan kepada Allah dan sesama, pada akhirnya ia akan memperoleh janji berkat dari Allah.

Mencari Seorang Pemimpin6

Jangan mengangkat tandukmu tinggi-tinggi, jangan berbicara dengan bertegang leher. Sebab bukan dari Timur atau dari Barat dan bukan

dari padang gurun datangnya peninggian itu, .... tetapi dari Allah datangnya peningian itu (Maz. 75:6-7)

2. Allah dan manusia terus menerus dan saling mencari (pemimpin/kepemimpinan) sesuai dengan ragamnya cabang-cabang dari dinamika pelayanan Kristen. Sesuai kesaksian kitab suci, Allah terus menerus mencari seorang manusia menurut type yang dikehendaki olehNya sendiri. Demi kepemimpinan, Allah tidak mencari hanya seorang manusia, tetapi Ia mencari “yang sungguh benar manusia”. Ia tidak mencari sekelompok orang tetapi Tuhan hanya mencari seorang pribadi/individu manusia (bnd. I Sam. 13:14 ; Jer. 4:25 ; Jer. 5:1 ; Hes. 22:30). Pada kitab suci dan pada sejarah umat Israel, serta pada pengalaman gereja telah dibuktikan bahwa ketika Allah sudah menemukan seseorang yang sesuai dengan kriteria spritualitas pemimpin (sebagai mana dikehendakiNya), maka sesuai keinginan Allah, “orang itu akan diurapiNya” menjadi pemimpin. Orang yang diurapi Tuhan kemudian melakukan tanggungjawab pemilihan itu sebagai seorang muridNya untuk memimpin. Tanggungjawab seperti inilah yang telah berlangsung dan ditunjukkan sejak dari jaman Nabi Musa, Gideon, David, hingga oleh Martin Luther, John Wesley dan Adoniram Judson, William Carey serta banyak yang lainnya hingga masa kini.

Sebagai sifat supranatural gereja, sangat dituntut agar seorang pemimpin muncul dari personal internalnya. Secara hakiki, gereja sangat memerlukan type kepemimpinan yang berkarakter, type kepemimpinan yang menampakkan “otoritas, spritualitas dan pengorbanan”. Kwalitas spritualitas seorang pemimpin tidaklah ditentukan oleh pemilihannya dari kesepakatan manusia atau oleh aliansi manusia, juga tidak melalui hasil konferensi atau synode gereja. Hanya oleh kuasa Tuhan yang menentukan kwalitas spritual seorang pemimpin. Tegasnya, memegang sebuah posisi penting dalam kepemimpinan tidaklah ditentukan oleh sipemimpin itu sendiri, tidak melalui kursus-kursus kepemimpinan yang diikutinya menjadi pemimpin. Kawalitas kepemimpinan hanya di tentukan oleh kwalifikasi pemimpin itu sendiri menjadi pemimpin. Kharisma kepemimpinan

sebagai pemimpin spiritual. Suatu posisi yang sejajar dengan keilahian jemaat yang menegosiasikan kuasa spiritual. Melalui sifat ini, Yesus menyampaikan pelajaran berharga bagi Yakobus dan Yohanes yakni sebagaimana ditekankan oleh Markus 10:38-40. Tekananannya pada pengajaran jemaat bahwa menjadi pemimpin terbesar tidaklah meniru kuasa dunia ini tetapi masuk kepada kerajaan kuasa kerajaan rohani. Dalam kuasa kerajaan rohani terdapat realisasi jabatan yang sempurna, yakni: “menjadi pelayan bagi sesamanya”. (Luk. 22:27)


(6)

sesorang pemimpin hanya ditentukan oleh spritualitas, disiplin, kemampuan dan kerajinannya. Spritualitas seorang pemimpin hanya dari pemberian Allah saja. Ketika penglihatan Allah melihat kwalifikasi seseorang, maka Allah akan mengurapinya dengan Roh-Nya untuk melakukan suatu tugas yang khusus yakni memimpin pelayanan sebagai mana Allah kehendaki (Kis. 9:17 ; 22:21).

Spritualitas Alamiah Pemimpin7

“...ketika aku datang kepadamu...aku tidak datang dengan kata-kata yang indah, atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah kepadamu: ...baik perkataanku maupun pembritaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat

yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh” (I Kor. 2:1,4)

3. “Memimpin adalah mempengaruhi” atau dengan kata lain memimpin adalah satu kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Seseorang dapat memimpin orang lain, hanya jika ia dapat mempengaruhi orang lain. Fakta ini telah membuktikan defenisi bahwa “kepemimpinan adalah satu situasi di mana orang tertentu mampu memegang sebuah pengaruh besar bagi orang lain”.8

Dalam banyak hal, “kepemimpinan alamiah dan kepempinan spiritual memiliki unsur-unsur persamaan, tetapi ada beberapa unsur yang berbeda”. Perbedaan dimaksud dapat diuraikan sebagai berikut:

Berapa Persaman dan Perbedaan Kepemimpinan Alamiah dan Spritual

Ciri Kepemimpinan Alamiah Ciri Kepemimpinan Spiritual

Percaya kepada diri sendiri Percaya kepada Allah Memahami/Mengetahui Keinginan

Manusia Memahami/mengetahuiAllah Keinginan

Memutuskan sendiri Mencari dan menemukan kehendak Allah

Ambisius Menonjolkan diri

Mengandalkan metode kerja sendiri Menemukan dan mengikuti kehendak Allah

Menyukai perintah orang lain Menghendaki untuk patuh kepada Tuhan

Dimotivasi oleh pertimbangan personal Domotivasi oleh kasih Allah Menekankan kebebasan Tergantung kepada kehendak Allah

7Ibid., hal. 15-19

8 Montgomery mendefenisikan konsep ini dengan: “kepemimpinan adalah satu kapasitas yang

mendorong seseorang ke satu maksud yang umum, namun dengan satu karakter yang percaya diri”.

Dr. John R. Mott (Pemimpin Persekutuan Pemuda se-Dunia), mendefenisikan kepemimpinan sebagai

“orang yang dapat memahami dan mengetahui jalan, dan yang menyatakan dapat berjalan maju terus serta yang mampu mendorong orang lain”. Presiden Turman mendefenisikan kepemimpinan sebagai: “orang yang memiliki kemampuan untuk menemukan potensi orang lain dan yang mampu melakukan suatu pekerjaan yang tidak disukainya kemudian untuk dikerjakannya namun akhirnya ia menyukainya”.


(7)

Sesuai pengalaman gereja dalam sejarah, penyerahan diri secara total kepada Roh Kudus adalah kwalitas yang khusus diterima oleh para pemimpin bagi pertumbuhan dan perkembangan Gereja. Kuasa inilah yang secara khusus diterima oleh para pemimpin terbesar menurut pengalaman gereja dalam sejarah.9

Pemimpin spiritual dan kuasanya tidaklah menjelaskan wilayah kemampuan alami dari dirinya sendiri. Pemimpin spiritual ialah ia yang menyadari beberapa hal, yakni; a). Mampu duduk di belakang untuk menghindari dirinya terbenam pada suasana yang menekankan segala sesuatu terjadi secara detail. b). Tidak berpikiran picik. c). Tidak sombong. d). Mampu mengumpulkan hal yang positif dari karakter setiap orang. e). Mempercayai orang di sekitarnya dan mampu membedakan perilaku dan tindakan setiap orang di sekitarnya tanpa tekanan. f). Memiliki kuasa mengambil dan menetapkan keputusan. g). Mampu menginspirasi akan munculnya rasa percaya diri banyak orang sekitarnya.

Pemimpin dan kepemimpinan spiritual yang essensial adalah suatu kuasa yang mampu mempengaruhi orang lain. Kemampuan ini sebagai pertimbangan tanpa batas-batas tangung jawab dalam hidupnya baik dalam kesempatan maupun dalam tekanan. Menurut pengalaman kitab suci (PL dan PB), sebuah fakta ditegaskan bahwa tidak satu orangpun manusia dapat bersikap netral baik secara moral maupun spiritual. Dalam kehidupan selalu ada jarak yang mempengaruhi kita dan yang menyadarkan setiap orang. Ketika masa-masa penindasan dialami oleh jemaat, Roh Kudus mengajarkan secara tegas bahwa selalu muncul seorang pemimpin spiritual. Pemimpin yang mewakili kuasa Allah yakni para Rasul yang mendampingi orang miskin dan janda, merekalah yang mendapat perhatian Allah. Para pemimpin spiritual selalu secara hati-hati dipilih Allah dari tipe karakter manusia yang spesifik, sebagaimana ditekankan pada Kisah. 6:3 “karena itu, saudara-saudara, pilihlah 7 orang dari antaramu, yang terkenal baik dan penuh roh dan hikmat supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu”. Inti tekanan ini hendak menekankan satu proses pemilihan ilahi bagi seorang pemimpin “yang penuh dengan Roh Kudus”, yakni yang dibentuk oleh Allah sebagai pemimpin untuk melayani kehendak-Nya. Merekalah pemimpin yang memiliki integritas yakni: “kejujuran, kebijaksanaan, penuh dengan hikmat, spirtualitas dan penuh dengan semangat”.10

9 Dr. A. W. Tozer’s menekankan: seorang pemiompin yang baik adalah seorang yang tidak

menginginkan untuk dipimpin tetapi ia masuk kepada satu kepemimpinan yang dikuasai oleh roh. Seperti nabi Musa dan David menurut pengalaman PL. Yang sama halnya dengan pengalaman Rasul Paulus sebagai pemimpin terbesar dalam PB yang dituntun oleh Roh Kudus dalam mengerjakan tugas pengutusannya. Seorang pemimpin terbesar tidak memiliki keinginan untuk melampaui pemeliharaan Allah tetapi ia seorang yang rendah hati, yang lemah lembut, yang rela mengorbankan diri sendir kepada sesamanya, yang menyerahkan dirinya untuk dipimpin, yang membiarkan dirinya ditunutn oleh roh sehingga mendapatkan kebijaksanaan sebagai karunia bagi dirinya.

10 Gagasan esensial dari seorang pemimpin spiritual yang efektip sebagaimana ditandai oleh pernyataan John. R. Mort , yakni: Saya memiliki di dalam pikiran untuk menggunakan kata kepemimpinan tanpa ragu ketika Allah berkata, “ia yang menjadi terbesar diantara kamu harus menjadi pelayan untuk semua”. Segala aspek yang berhubungan dengan kepemimpinan secara maksimal menekankan “pelayanan”. Kepemimpinan dalam banyak hal adalah kondisi yang tidak menonjolkan unsur diri sendiri yang tidak memaklai pengaruh dan kuasa dunia ini untuk menjadi yang terbesar. Kepemimpinan yang melayani akan membangun kerajaan Kristus yang melayani dunia ini.


(8)

Kriteria Potensial Seorang Pemimpin11

“Utuslah aku ... setiap orang adalah pemimpin” ( Bil 13:2)

4. Kwalitas kepemimpinan spiritual, nilai potensialnya sangat ditentukan oleh dua hal yakni: “diri sendiri dan orang lain”. Maksudnya, secara umum manusia memiliki potensi terpendam dalam dirinya yang tidak dikembangkan. Ciri-ciri potensi itu yakni kurangnya pengenalan terhadap diri sendiri dan berhubungan dengan ini, kurangnya pengenalan terhadap unsur-unsur yang melindungi. Satu studi objektif yang mengukur sejauh mana kualitas dan eksistensi seorang pemimpin baik dalam kelemahan maupun dalam kekuatannya memberi kesimpulan bahwa kondisi ini sangat ditentukan oleh kecenderungan yang terjadi dalam diri setiap pemimpin. Maksudnya, “apakah dirinya merasa kecewa oleh suatu kebiasaan yang buruk dalam dirinya ?”. Hakekatnya, bila memimpin orang lain, harus terlebih dahulu mampu memimpin dan menguasai diri sendiri. Seorang pemimpin harus mampu mengontrol dirinya sendiri ketika terjadi hal-hal yang salah dalam dirinya. Seorang pemimpin yang hilang kontrol terhadap suasana di sekitarnya, dengan sendirinya akan kehilangan pengaruhnya sebagai pemimpin. Seorang pemimpin harus bersifat tenang di tengah suasana krisis yang terjadi di sekitarnya serta mampu menahan diri dalam sikap dan pembicaraan pada situasi yang tidak kondusif sedang terjadi.

Seorang pemimpin harus bersikap bebas dalam berpendapat kepada orang di sekiktarnya. Seorang pemimpin yang tidak mampu membiarkan orang lain berpendapat secara bebas atau mengambil keputusan bagi dirinya sendiri, bila tidak demikian sipemimpin juga akan segera kehilangan pengaruhnya sebagai pemimpin. Seorang pemimpin harus dapat menangani serta memberikan jalan keluar secara objektif kepada suasana yang kaku di sekitarnya. Kerendahan hati seorang pemimpin akan menunutnnya mendapat keuntungan di tengah suasana kepicikan dan kritik terjadi. Seorang peimpin harus mampu memanfaatkan kekecewaan secara kreatif dan menjamin kerja sama untuk memenangkan keprcayaan diri orang lain. Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk menjamin berlangsungnya disiplin tanpa terlebih dahulu mengandalkan atau mempertontonkan wibawa dan otoritas kekuasaannya. Pemimpin yang baik adalah yang di dalam dirinya ada kualitas spiritual, yakni yang tidak mendahulukan wibawa dan kekuasaan struktural. Melalui aspek-aspek ini sipemimpin akan memiliki kualifikasi menjdi seorang yang pendamai di lingkungannya. Biasanya, lebih mudah menerima perdamaian daripada membuat perdamaian. Satu fungsi penting dari kepemimpinan adalah menjadikan dirinya sebagai pendamai, yakni kemampuan yang melindungi semua orang di sekitartnya, melindungi orang yang berlawanan paham dengan dirinya dan mengurangi suasana yang bertentangan di sekitarnya.

Pemimpin yang efektip adalah ia yang mampu menangani persoalan rumit berlangsung di sekitarnya. Seorang pemimpin harus mampu menerima


(9)

gagasan yang bertentangan dengan ide yang ada dalam dirinya dan yang menunjukkan sikap yang tidak mudah tersinggung terhadap keadaan ini. Orang-orang yang berada dalam lingkaran kemitraan dan yang menunjukkan loyalitas mereka merupakan suatu suasana yang ditunjukkan oleh hasil kepemimpinan yang bijaksana. Pemimpin yang selalu tergantung pada sanjungan orang lain adalah pemimpin yang tidak dapat memberikan kesan dan simpatik serta pengertian mendalam bagi komunitasnya demikian dengan menciptakan iklim persahabatan yang baik kepada orang lain di sekitarnya. Pemimpin yang efektip adalah yang menunjukkan perhatiannya kepada orang di sekitarnya, yakni melalui kepribadiannya yang menarik. Sikap pesimis seorang pemimpin adalah virus yang sangat berbahaya bagi potensi dirinya serta bagi orang lain di sekitarnya dalam realisasi tanggungjawab kepemimpinan.

Uraian dari unsur-unsur di ataslah pertimbangan sangat penting bagi karakter pemimpin dan kepemimpinan yang efektif. “Karakter ini secara spiritual hanya dapat diperoleh melalui aktifitas doa dan yang menentukan serta menjadikan dirinya memiliki kepribadian (personalitas) yang tangguh”.

Penjelasan Rasul Paulus Tentang Kepemimpinan12

“seorang pengawas/penilik haruslah seorang yang tidak bercacat.... tidak peminum, tidak pemarah, pendamai, bukan hamba uang

... seorang kepala keluarga yang baik... yang memiliki nama baik di luar jemaat ” (1 Timoteus 3:2-7)

5. Seorang yang memiliki kwalifikasi sebagai pemimpin spiritual, menurut Rasul Paulus ialah “orang yang memiliki kekayaan dalam pengalaman, yang menghendaki dalam dirinya ada tuntunan Allah serta yang mendapatkan inspirasi dari Roh Kudus”. Kriteria inilah yang secara khusus dan spesifik dimiliki seorang pemimpin menurut sudut pandang Paulus.

Secara umum, dua kata yang selalu digunakan oleh pemimpin dalam gereja yakni “bishop dan penatua”13 yang menurut pengalaman jemaat dalam PB, dua istilah

ini esensial sama. Beberapa kualifikasi spesifik dari seorang pemimpin spritual yakni:

a. Kwalifikasi Sosial

Pada perhatian kepada jemaat, seorang pemimpin harus sebagai seorang yang “tidak tercela”. Karakter ini penting supaya sipemimpin tidak tercela pada soal wibawa diri dan komandonya. Kwalifikasi ini akan menentukan seorang pemimpin dapat berdiri kokoh dan mantap di hadapan persekutuan jemaat. Di hadapan persekutuan jemaat, sipemimpin haruslah memiliki reputasi yang baik. Seorang yang menjadikan dirinya sebagai sahabat bagi persekutuan jemaat dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam aktifitasnya di luar jemaat, yang secara tegas menampakkan ciri daripada karakter orang kristen. Seorang

12Ibid., hal. 29-37

13 Penatua merujuk pada kedaulatan dan status bishop berhubungan dengan fungsi dan kewajibannya.

Dengan kata lain, penatua mereferensikan keadaan pribadi dan bishop merujuk kepada tugasnya. Pesan yang sama juga ditemukan pada kisah 20:17, 28, dimana Paulus menyelamatkan kepada orang yang sama, yakni sebagai penatua dan bishop. Pada zaman sekarang kata bishop merujuk pada pemimpin birokrasional Gereja .


(10)

pemimpin (penatua) harus dapat berfungsi sebagai pengkhotbah yang memberikan nasehat kepada orang lain di sekitarnya.

b. Kwalifikasi Moral

Pada sebuah dunia yang prinsip-prinsip moralnya selalu bertentangan, seorang pemimpin haruslah seorang yang tidak bercacat. Yang memiliki “seorang istri dari seorang suami”. Dalam masyarakat di mana “seorang isteri dari seorang suami”, ini telah menjadi norma yang sangat mutlak. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa seorang pemimpin adalah ia yang tidak tercela pada moralnya. Ia harus sebagai seorang yang memiliki standar tinggi dalam hubungan pernikahannya dan di dalam iman/kesetiannya kepada pasangannya. Si pemimpin harus sebagai seorang yang tidak terpengaruh pada suasana yang buruk moralitasnya. Seorang pemimpin adalah seorang yang menunjukkan temperamental yang baik “yang tidak pemabuk”. Makna penting daripada tekanan ini adalah “orang yang tetap hidup oleh anggur”, dengan segala kemungkinan menjadikan dirinya seorang pemabuk. Seorang pemabuk sangat tidak dihormati di tengah masyarakat demikian khususnya pada jemaat kristen. Seorang pemimpin Kristen adalah yang tidak membiarkan dirinya di bawah tekanan dan yang bersembunyi dari hadapan penglihatan orang banyak.

c. Kwalifikasi Mental

Seorang pemimpin haruslah bijaksana dan berpikiran sehat. Kata ini mengindikasikan keseimbangan yang baik antara yang dihasilkan pikiran dengan kebiasan, dan menunjukkan karakter yang baik sebagaimana dihasilkan dari disiplin sehari-hari. Seorang pemimpin harus secara berani mengontrol kualitas dirinya dalam setiap bagian keinginan dirinya. Seorang pemimpin harus seorang yang terhormat. Kata ini menekankan suatu karakter yang baik dari seorang pemimpin: “dalam pikiran, dalam kehidupan dan juga dalam keindahan pemilihan Allah atas dirinya”. Aspek mental dan spiritual seorang pemimpin harus mampu sebagai suatu instrumen yang mengajar orang lain dalam kebenaran”. Seorang pemimpin spiritual harus bertanggung jawab kepada pengajaran yang menjadikan dirinya sebagai media dari pengajaran itu, yakni mengkondisikan dirinya sebagai seorang yang tidak tercela.

d. Kwalifikasi Kepribadian

Seorang pemimpin Kristen janganlah seorang yang suka berkelahi tetapi seorang yang ramah dan lembah lembut14. Seorang pemimpin Kristen,

tidaklah orang yang suka berdebat secara kontroversialis dan hendaklah ia seorang yang berbicara dengan masuk akal. Orang yang memiliki kwalitas kepribadian seperti ini adalah “orang yang selalu menghendaki kebaikan daripada kejahatan, ia akan selalu menerima yang baik dari tindakan baik yang dilakukannya”. Pemimpin Kristen dengan sifat seperti ini akan selalu mempertimbangkan posisi dirinya di tengah posisi ironi (serba salah) di sekitarnya, yang selalu mencari solusi perdamaian di tengah persoalan “berduri” atau di tengah satu suasana yang eksplosif. Pemimpin Kristen mesti seorang yang ramah dan selalu menunjukkan sikap bersahabat kepada orang lain. Dengan karakter seperti ini maka sipemimpin tidak seorang yang

14 Makna dari kata lemah lembut, dalam kepemimpinan Kristen, kata ini diartikan sebagai: “dalam


(11)

menjenuhkan tetapi yang selalu bertindak dan melayani demi kehendak Tuhan. Seorang pemimpin harus seorang yang ramah, orang yang senang menyambut setiap orang yang datang ke rumahnya demi pelayanannya kepada Tuhan. Ketika Rasul Paulus menulis, keramahtamahan adalah sebagai hal yang sangat esensial pada masanya (dan pada masa kini). Keramahtamahan pemimpin adalah merupakan berkat terbesar bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain yang dipimpinnya15. Ketamakan merupakan definisi yang tidak terpisahkan

dengan cinta akan uang. Dalam aktifitas pelayanan dan spiritualitas sipemimpin, hendaknya ia tidak seorang yang mudah terpengaruh oleh uang. Sebaiknya keuntungan yang diperolehnya hendaknya sebagai penghormatan tertinggi dari esensi pelayanannya.

e. Kwalifikasi Domestik (Keluarga)

Seorang pemimpin kriten yang menikah, harus menunjukkan kemampuannya mengurus rumah tangganya secara baik demikian mengawasi anak-anaknya dari segala kedaulatan dirinya (adalah fakta bahwa banyak pemimpin Kristen mengalami kegagalan pada situasi ini). Untuk menemukan kondisi ideal rumah tangga pemimpin Kristen ia harus memiliki seorang istri yang memberinya aspirasi spiritual dan yang menginginkan kekudusan dalam persekutuan rumah tangga. Banyak berkat diperoleh pemimpin dan kemudian hilang serta wibawa spiritualnya menurun hanya disebabkan oleh dirinya salah memilih istri (pasangan) sebagai pendamping hidupnya. Jika seorang pemimpin Kristen tidak berhasil menunjukkan perilaku yang penuh kebaikan, dan disiplin di tengah rumah tangganya, tidak ada alasan untuk menyatakan dirinya lebih baik sebagai keluarga Kristen. Itu sebabnya ditekankan kemampuan mengawasi anak-anaknya, memperlihatkan keramahtamahan, demikian akan mengalir alamiah pengaruhnya kepada keluarga anggota jemaat lain. Rasul Paulus mengimplikasikan kemampuan seperti ini sebagai kuasa rohani yang dengan bijaksana dan berdisiplin melimpahi rumah tangga sipemimpin Kristen itu.

f. Kwalifikasi Kematangan/Kedewasaan

Kematangan spiritualitas sangat diperlukan oleh seorang pemimpin yang efektif, dan tidak ada tempat bagi orang baru16 untuk hal ini. Tempat yang

baru maksudnya yakni perubahan baru dalam tanggung jawab. Orang yang baru masuk masih membutuhkan proses pendewasaan, proses yang berlangsung tidak tergesa-gesa. Melalui hikmat ini, diharapkan hasil yang matang di dalam karakter persekutuan jemaat. Dalam 1 Tim. 3:10 Rasul Paulus menawarkan suatu persyaratan menjadi seorang diakon, “harus diuji terlebih dahulu” melalui tindakan ini akan ditentukan posisi tanggung jawab mereka dalam jemaat. Pada masaa kini kematangan spiritual dan stabilitas esensial pemimpin sangat diperlukan. Adalah suatu potensi yang membahayakan bila penetapan seorang pemimpin jemaat dilakukan dengan tergesa-gesa. Idealnya, seorang pemimpin haruslah memenuhi kwalifiikasi ini,

15 . Menurut pengalaman jemaat pertama ada banyak rumah-rumah penginapan yang di dalamnya

dua kasus moral sering terjadi, yakni “kejorokan dan emoralitas”. Sebagaimana penindasan berkembang, demikian orang Kristen dikejar dan dijadikan budak, dalam kondisi inilah anggota jemaat pertama esensial menunjukkan kesaksian imannya, khususnya para pemimpin yang menekankan keramahtamahan kepada mereka. Juga dalam situasi ini, pintu rumah pemimpin Kristen senantiasa terbuka kepada orang yang bukan Kristen.


(12)

yakni: “yang memiliki kemampuan mengontrol diri sendiri secara hati hati-hati, tenang, hemat, tahan bekerja keras, cerdas, tidak cinta akan uang, tidak mempersoalkan yang muda dan yang yang tua, jika mungkin memiliki wibawa seperti seorang bapak dalam keluarganya, memiliki kemampuan untuk berbicara, dan memiliki reputasi yang baik.

Beberapa kwalifikasi di ataslah yang ditekankan oleh rasul Paulus sebagai standar pemimpin dan kepemimpinan pada 1 Tim. 3:2-7 di atas.

Penjelasan Tambahan Petrus Tentang Kepemimpinan17

(I Pet. 5:1-7)

6. Rasul Petrus adalah rasul pertama yang diterima sebagai pemimpin periode jaman rasul-rasul. Apa yang Petrus lakukan dilakukan oleh orang lain, ke mana Petrus pergi, orang lain mengikutinya. Sebagai pemimpin, Petrus selalu menghendaki dapat bergabung dengan teman-temannya. Sebagai manusia biasa, ia memiliki kelemahan tetapi dalam banyak hal pengaruhnya sangat besar, dan kepemimpinannya tidak terkalahkan oleh siapapun. Untuk merenungkan nasehatnya, yakni yang ditulsinya kepada para pemimpin (pada beberapa tahun sejak kematangan dirinya) adalah sebuah nasehat yang sangat berharga. Melalui bimbingannya, ia meluruskan sikap gereja dan jemaat ketika mereka mengalami penyiksaan dan prinsip nasehatnya selalu menekankan nilai spritualitas yang kokoh termasuk kepada para pemimpin. Kepada para pelayan (pemimpin), Petrus mengingatkan mereka supaya mereka memperhatikan “kawanan” domba yang mereka layani (5:2). Demikian kepada para pelayan setelah mereka mengalami kegagalan dalam perkejaan mereka (Joh. 21:15-17). Dalam nasehat-nasehatnya inilah ditemukan kwalitas type perhatian pastoral Petrus. Dalam surat-suratnya, rasul Pterus sesungguhnya tidaklah berbicara dari atas tetapi dari kesetaraan dengan mereka, sebuah sikap yang baik dari tindakan seorang pemimpin. Petrus memperlakukan mereka pada posisi yang sejajar dengan dirinya sendiri. Tulisan Petrus tentang penderitaan Kristus adalah sebuah kesaksian setelah mengalami kegagalan, patah dan takluk pada kasih Golgata (sebuah pekerjaan Hamba yang tidak dapat dikerjakan oleh siapa pun, sebuah tanda dari hati seorang Hamba). Melalui kisah ini (I Pet. 5”1-7):

a. Petrus bersentuhan dengan motivasi sipemimpin.

Tindakan yang ditunjukkan dari spritualitas yang bertanggungjawab, tanpa paksaan dan tidak di bawah paksaan, tetapi “pencapaian keinginan, tidak karena tidak dapat menemukannya”. Kondisi yang berlangsung saat Petrus menulis yakni “peristiwa yang menggoncang hatinya agar para pemimpin melakukan tanggungjawab/kewajiban esensial mereka yakni dari keilahian cinta kasih yang mereka miliki (5:2)”.

b. Seorang pemimpin Kristen adalah seorang yang memiliki kepribadian menarik demi keuntungan pelayanan. Rasul Petrus tidak mengabaikan/melupakan unsur mara bahaya dari penyalahgunaan kekuasaan dan ketamakan temannya Yudas, hanya ia tertarik menjadi seorang penatua yang bebas dari ketamakan. Seorang pemimpin, setidaknya ia harus bebas dari pertimbanagan dirinya pada


(13)

soal keuntungan dan keuangan. Jika orang lain melihat diri sipemimpin tidak menarik, maka kemudian sipemimpin akan sulit menjalankan perintahnya. c. Seorang pemiompin Kristen janganlah seorang yang diktator (1 Petr. 5:3a).

Seorang pemimpin yang ambisius akan mudah jatuh dan tidak dihargai oleh anggotanya. Tidak ada sikap terbaik daripada menunjukkan kerendahan hati seperti anak Allah yang telah merendahkan diri.

d. Seorang pemimpin haruslah memberikan “contoh yang baik” kepada anggotanya (5: 3b). Rasul Paulus mengingatkan Timoteus “janganlah seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda” (1 Tim. 4:12). Demikian rasul Petrus mengingatkan para pemimpin, sebagaimana mereka adalah gembala yang baik bagi banyak orang.

e. Para pemimpin “mengenakan kerendahan hati”.

Perkataan ini menganalogikan perbedaan “pakaian para pemimpin” dengan pakaian para budak. Kerendahan hati merupakan dasar bagi keilahian kuasa dan keberanian dalam pelayanan. Keramahan di dalam hati, merupakan sumber dari banyak keuntungan bagi dirinya. Pada ayat 5, Petrus menekankan agar para sipemimpin menunjukkan kerendahan hati dalam hubungan mereka dengan orang lain. Pada ayat 6, ia kemudian menantang mereka agar menunjukkan kerendahan hati ini sebagai wakil Allah.

Petrus menawarkan satu keuntungan bagi para pemimpin yang berkharisma, “...kamu akan menerima mahkota kemuliaan, mahkota yang tidak layu”. Perkataan ini menekankan makna suatu keadaan yang “tidak dapat diremukkan”, yakni kuasa iman yang menaungi para pemimpin. Kondisi karakter yang lain yang penting diperhatikan oleh para pemimpin adalah kegelisahan pikiran dan hati oleh konflik batin dalam diri sendiri. Suasana ini berakibat fatal bagi diri pemimpin dalam menekankan status dan fungsinya sebagai pemimpin spiritual yang mengerjakan kehendak Allah dalam realisasi kepemimpinan itu.

Kwalitas Khusus Seorang Kepemimpian18

(Pertama) 1 Timoteus 3:2

“Karena itu, seorang peniliik jemaat haruslah seorang yang tidak bercacat”

7. Untuk mempersiapkan seorang pemimpin, Allah meletakkan prinsip dan gagasan aktifitas ini pada pelayanan. Pada fungsi inilah maksud dan tujuan utama Allah memilih seorang pemimpin. Allah meletakkan defenisi pemilihanNya terhadap pemimpin pada pelayanan dan kemudian memberikan kemampuan agar orang yang dipilihNya mampu bertindak menurut potensi terbaiknya. Dengan pembekalan inilah Allah menjamin kemampuan rasul Paulus melaksanakan misi Pekabaran Injil.19

18Ibid., hal. 43-59

19Sikap yang serupa dilakukan oleh Allah untuk mempersiapkan Adoniram Judson sebagai pioner

misiNya di Birma. Dengan pembekalan Allah, Adoniram Judson memiliki kwalitas khusus baik melalui kerendahan hati, semangat, kecermatan, kesabaran serta keberanian untuk menghadapi semua tantangan yang berlangsung dalam dirinya. Demikian halnya dengan Martin Luther, tokoh luarbiasa gerakan reformasi. Melalui kepemimpinannya menggerakkan pembaharuan dalam gereja abad 16, ia digambarkan sebagai seorang yang melakukan pendekatan pribadi dengan sangat bijaksana, dengan kepribadian sangat sederhana, serta seorang manusia yang sangat mengagumkan. Bahkan Martin Luther dianggap sebagai seorang yang berperasaan sangat sempurna serta


(14)

Pada setiap diri manusia, semua orang yang menerima berkat khusus dari Allah untuk suatu tugas khusus, Allah menempatkan mereka dan memanggilnya untuk satu maksud yakni sebagaimana diinginkan oleh Allah.

Satu kwalitas khusus dari satu kepemimpinan spiritual, ini ditandai oleh beberapa karakter, yakni;

a. Disiplin

Karakter ini menempati tempat yang pertama di atas seluruh kriteria dari kemampuan seorang pemimpin. Bahwa tanpa disiplin, serorang pemimpin tidak akan dapat menemukan kuasa otoritasnya yang tertinggi tanpa realisasi disiplin. Seorang pemimpin adalah ia yang mampu memimpin orang lain hanya karena konsekuensi disiplin darinya sendiri. Pemimpin adalah seorang yang menyerahkan keinginannya dan belajar patuh kepada disiplin tanpa alasan, yang kemudian melakukannya pertama dalam dirinya sendiri kemudian memimpin orang lain dari disiplin. Sesuai dengan pengalaman, bahwa tidak akan pernah terjadi pemberontakan kepada pemimpin dan kekuasaan, jika karakter disiplin dilakukan dengan benar. Setinggi apapun dendam, kerasnya kebencian serta penolakan, semuanya dapat diatasi melalui disiplin. Banyak orang yang mencoba mengikuti kursus kepemimpinan dan berharap tidak mendapatkan kegagalan namun mereka tidak pernah belajar sebagai seorang pengikut/hamba. Bila ini terjadi, sesungguhnya mereka sama seperti anak-anak yang bermain perang-perangan di tengah jalan. Hampir semua orang yang memperoleh kesuksesan dalam berbagai karir, pertama-tama ini diperoleh melalui disiplin yang sejak awal telah melatih dirinya dan menderita dalam latihan itu. Banyak orang yang beriman dan secara berani di dalam kasih menasehati orang lain, secara umum selalu menekankan bahwa sikap disiplin merupakan kunci terbaik memperoleh kesuksesan.

b. Visi

Orang yang paling berkuasa dan berpengaruh adalah orang yang mampu melihat jauh ke depan dari makna sebuah peristiwa. Manusia memiliki keyakinan, dan “keyakinan adalah visi”. Kebenaran pernyataan inilah yang dinubuatkan oleh para nabi dalam Perjanjian Lama. Misalnya Nabi Musa, seorang pemimpin terbesar sepanjang zaman, “yang mampu melihat makna dari satu peristiwa ke depan.”. Di dalam imannya, visinya tidak tergugat. Di dalam visi ada peninjauan ke masa depan sebagaimana peninjauan terhadap masa kini. Seorang pemimpin harus mampu mambayangkan akhir dari satu akibat penanganan atau metode kerja. Pada posisi ini seorang pemimpin harus

humoris/periang, jujur sepanjang hari, tulus dan sangat terbuka. Keberaniannya menggerakan reformasi, sikap ini merupakan gambaran dari penderitaan Kristus, dan ketegaran hatinya yang sangat menakjubkan bahkan digambarkan ibarat ketahanan dari besi dan baja. Prof. Gustav Warneck, menggambarkan Hudson Tailor sebagai orang yang menerima berkat Allah melalui kepemimpinannya dalam misi PI di China: “seorang manusia yang penuh iman dan roh kudus yang seluruh dirinya diserahkannya kepada Allah dan panggilannya, tanpa melakukan penolakan, yang mempergumulkan panggilan itu dalam do’a sehingga ia mampu menggorganisir secara mencengangkan pekerjaan misi di China sehingga dengan mengejutkan ia dapat mempengaruhi orang lain demi keberhasilan pekerjaan misinya di China.


(15)

mampu melihat bagaiamana pengawasan dilakukan dan hasilnya tidak hanya berdampak pada masa sekarang tetapi berdampak di sepanjang generasi. Sesuai dengan pengalaman Gereja pada masa pertumbuhan dan perkembangannya, para missionarislah yang paling tajam dan kokoh memiliki aspek kualitas visi dalam misi.

Di dalam visi ada optimisme dan pengharapan. Bersikap pesimis tidak akan pernah melahirkan seorang pemimpin besar sebab sikap pesimis selalu melihat setiap kesempatan sebagai suasana yang paling sulit. Optimis melihat kesempatan adalah orang yang berprinsip kokoh pada visi sehingga setiap unsur tantangan dilihatnya sebagai peluang. Orang yang pesimis selalu melihat tantangan dan kerumitan sebelum peluang, sehingga ia memiliki kecenderungan untuk mengabaikan visi. Melalui visi yang jelas akan menolong optimisme seorang pemimpin menjadi lebih baik dalam realitas. Visi juga merupakan bagian dari keberanian, keinginan untuk bertindak dalam mengikuti tahap-tahap dalam mengerjakan tujuan.

c. Kebijaksanaan

Kebijaksanaan adalah suatu kemampuan untuk menggunakan pemahaman secara terbaik, sebuah gabungan dari ketajaman, penilaian dan otoritas. Dalam Kitab Suci, penilaian yang benar tentang spiritualitas ditandai dengan kebenaran moral. Kebijaksanaan lebih dari pemahaman, di mana hal ini merupakan akumulasi dari realitas. Maksudnya kepribadian berhubungan dengan kebijaksanan, melampaui kecerdasan. Kebijaksanaan adalah kemampuan yang berada di dalam hati/batin, memahami secara baik realitas. Seperti pemahaman Allah terhadap isi hati alamiah manusia. Jadi, kualitas kebijaksanan merupakan kemapuan yang sejajar dan wajib dimiliki oleh seorang pemimpin untuk menuntunnya kepada elegansi karakter. Kecerdasan dapat diperoleh melalui belajar tetapi ketika roh manusia menderita, kebijaksanaan Tuhan nyata dalam kegagalan manusia. “Penuh dengan kebijaksanaan” adalah satu hal yang sangat ditekankan pada realisasi kepemimpinan masa zaman jemaat mula-mula (Kis. 6:3; Kolose 1:9) Rasul Paulus selalu berdoa kepada orang Kristen di Kolose agar mereka menunjukkan tanggungjawab iman “dalam semua kebijaksanaan dan pengertian”.

d. Keputusan

Ketika semua fakta terjadi, itu terjadi hanya melalui keputusan yang jelas dan tepat dari komando seorang pemimpin. Pemimpin yang memiliki visi harus melakukan sesuatu hal tentang misi. Ketika seorang pemimpin tidak membuat keputusan, maka dinamika akan terganggu dan berhenti. Seorang pemimpin rohani harus yakin kepada kehendak Tuhan, sehingga ia pergi melakukan aksi dan menghormati konsekuensi. Dalam mengharapkan tercapainya tujuan, ia harus berani membuang benteng yang ada di sekitar dirinya. Dia harus menerima tanggungjawab penuh untuk kemudian konsisten dalam sikapnya


(16)

demi keberhasilan yang diharapkan.20. Kecenderungan yang fatal pada seorang

pemimpin, sering terjadi karena salah membuat keputusan.

e. Keberanian

Keberanian termasuk suatu penampakan kualitas karakter spiritualitas pemimpin, keberanian moral yang berhubungan dengan keberanian fisik. Keberanian adalah “suatu kualitas dalam pikiran yang memampukan seorang pemimpin untuk menghadapi situasi yang bahaya, sulit, atau tanpa takut depresi semangatnya” (Yoh. 20:19; Kis. 4:13; 2 Tim. 1:7). Keberanian seorang pemimpin untuk menunjukkan keinginannya menghadapi suasana yang tidak menyenangkan adalah suatu fakta dan kondisi dari sikapnya menghadapi sulitnya tantangan berlangsung dalam dirinya.

f. Kerendahan Hati

Dalam dunia politik dan perdagangan, kerendahan hati adalah suatu realitas yang sangat diharapkan. Pada situasi ini pemimpin sangat membutuhkan publikasi. Dalam konteks Gereja, Allah membuat skala bagi kerendahan hati ini sebagai satu aspek yang memiliki nilai penting. Kristus mendefinisikan kepemimpinan pada pengabaianNya diri sendiri. Ketika Ia bersama dengan para muridNya, Yesus menasehati mereka agar tidak sombong tetapi merendahkan diri seperti Yesus guru mereka (Mat. 20:25-27). Pemimpin spiritual akan memilih jalan tersembunyi demi melayani keinginan ilahi daripada jalan yang semarak yang memuji diri sendiri. Kerendahan hati seorang pemimpin, sebagai penampakan sikap spiritualitasnya harus bertumbuh pada kwalitasnya sendiri. Dimana kualitas ini telah ditekankan oleh Rasul Paulus masa pelayanan jemaat mula-mula melalui 1 Korint. 15:9; Ef. 3:8; 1 Tim. 1:15. Pemimpin masa kini dalam semua kesempatan adalah ia yang mengekspresikan kerendahan hati sebagai buah dari iman. Kerendahan hati sebagai buah dari kebijaksanaan, para pemimpin terkenal pada umumnya menekankan bahwa: “kesalahan besar dalam misi seorang pemimpin adalah adanya niat untuk penonjolan diri baik tidak disengaja oleh pemimpin itu sendiri”.

Kwalitas Khsusus Seorang Pemimpin21

(Kedua) 1 Timoteus 3:8

“Demikianlah para diaken, haruslah orang terhormat, jangan penggemar anggur, jangan serakah”

Humor

20 Abraham digambarkan sebagai seorang yang cepat mengambil keputusan ketika ia

menghadapi krisis di Sodom bersama dengan keponakannya Lot. Dalam hubungannya dengan Lot, Ia menampakkan dua sikap yakni pada satu sisi aktif dan pada sisi yang lain pasif dalam hal spiritualitas. Kualifikasi Musa menjadi pemimpin di Israel, terjadi hanya ketika ia menghitung jumlah, dan membuat keputusan sehingga bangsa Mesir membiarkan dirinya menderita. Dalam imannya, Musa mengembangkan keputusan imannya untuk membawa Israel dari Mesir (Ibrani 11:24-27). Seorang pemimpin harus bertahan di tengah pencobaan dalam melakukan keputusan


(17)

8. Sebagai tambahan tekanan di atas, beberapa kwalifikasi khusus seorang pemimpin sebagaimana ditekankan oleh rasul Paulus dalam suratnya kepada Timoteus, yakni:

a. Humor

Sejak pertama manusiadiciptakan Tuhan, kebutuhan akan humor telah sebagai suatu sifat dasar dan alamiah manusia diberikan oleh Tuhan manusia. Namun, pada realisasi kepemimpinan (walau sifat ini penting ada), penampakannya harus dikontrol secara baik. Sebagaimana humor sangat penting sebagai penunjang aktifitas yang rileks dan menyenangkan di tengah situasi dan suasana yang sulit/rumit. Humor merupakan suatu aspek yang penting bagi diri seorang pemimpin, dan sifat seperti telah diakui oleh banyak orang, bahwa “seorang manusia, pada satu saat sangat membutuhkan untuk tertawa”. Dalam kehidupan iman, tertawa adalah merupakan berkat Tuhan yang menjadikan persekuatuan jemaat menjadi lebih rileks. Humor merupakan suatu kondisi yang sangat dibutuhkan oleh manusia dalam hidupnya, demikian para pemimpin dalam Gereja. Keberhasilan terbesar para pelayan dalam jemaat turut ditentukan oleh kemampuan pelayan (pemimpin) dalam menggabung komitmen melayani dengan humor serta menempatkannya sebagai berkat Tuhan. Humor dapat mematahkan ketegangan, sindiran dan merelaksasi suasana.

b. Kemarahan

Kemarahan dan suara marah, aktifitas ini dapat menunjukkan satu kualifikasi yang aneh dari seorang pemimpin. Dalam konteks yang lain, kecenderungan marah dari seorang pemimpin akan menyingkirkan dirinya dari posisi pentingnya. Dalam konteks kepemimpinan “sikap marah Yesus” (Yoh. 2:15-17) dapat sebagai cerminan untuk memahami dan menempatkan karakter pemarah seorang pemimpin. Yesus sangat mengasihi orang yang memendam di dalam hatinya kemarahan, sikap Yesus ini merefleksikan penyembuhan orang lain dalam pelayanan (Mark. 3:5; Mat. 21:13). Pemimpin terbesar adalah yang menjadikan nilai spiritual dirinya sebagai dasar sikapnya terhadap kemarahan, terutama atas penyalahgunaan moral di hadapan Tuhan. Kemarahan yang benar adalah ketika Yesus melihat fakta perdagangan para budak, yang bagi Yesus perilaku ini sama nilainya dengan perendahan diri daripada manusia.

c. Kesabaran

Kesabaran adalah suatu berkat yang paling berkualitas dan essensial dari realisasi kepemimpinan. Sebagaimana 2 Petr. 1: 6, ditekankan bahwa kemuliaan seorang laki-laki ada pada kesabarannya. Bagi seorang Kristen, berdiri teguh dan berani menghadapi segala sesuatu adalah tanda kemenangan sebab kemampuan ini sangat didasarkan pada realisasi praktek perilaku dan sikap sabar. Dalam hubungan setiap orang dengan orang lain, kesabaran merupakan instrumen yang paling tangguh. Banyak orang yang menyaksikan bahwa ketidaksabaran merupakan awal dari kegagalan. Banyak orang mengalami bahwa kekuatuan di tengah pencobaan merupakan refleksi dari kesabaran. Satu manifestasi dari kualitas seorang pemimpin dapat diliihat dari “bagaimana ia mampu memberi kesempatan kepada para pengikutnya untuk berkembang”. Kemampuan ini dalam diri pemimpin diperoleh dari sikap sabar


(18)

yang ditunjukkannnya menuntun para pengikutnya (Rom. 15:1). Pemimpin yang tidak sabar akan jatuh kepada keraguan dalam realisasi kepemimpinan itu. Melalui kesabaran yang sangat tinggi, pemimpin dapat mengimplementasikan perhatian secara baik dan secara bertanggungjawab.

d. Persahabatan

Mahkota (keberhasilan) kemuliaan seorang pemimpin ialah kemampuannya bersahabat dengan orang lain. Fakta bahwa seorang pemimpin akan sangat dikasihi orang lain jika ia sanggup menunjukkan sikap persahabatan kepada orang lain. Kisah 2 Sam. 23:15-16 digambarkan sikap seorang yang rela mati demi sahabatnya. Rasul Paulus memiliki pengalaman ini dalam konteks persahabatannya, rasul Paulus adalah seorang yang sangat pintar bersahabat. Dalam PB, tidak orang yang dianggapnya sebagai musuh tetapi semua orang dijadikannya sebagai temannya. Kemesaran persahabatan Rasul Paulus dan keberhasilannya memimpin kelompok jemaat adalah merupakan gambaran dari kemampuannya memimpin perkembangan jemaat mula-mula. Jemaat mula-mula mengikuti Rasul Paulus sebagai pemimpin, lebih didorong oleh faktor kemampuannya bersahabat dengan jemaat sekaligus sebagai gambaran dari kasih dirinya sebagaimana ditunjukkannya sekaligus sebagai seorang sahabat.

e. Kebijaksanaan dan Diplomasi

Kebijaksanan didefinisikan sebagai “persepsi pribadi, khususnya persepsi yang baik terhadap apa yang baik dan yang benar, apa yang harus segera dilakukan atau dikatakan, apa yang segera diselesaikan”. Diplomasi didefinisikan sebagai ketangkasan dan kemampuan mengelola banyak hal. Kombinasi dua hal ini, menekankan kemampuan untuk melawan berbagai gagasan yang menantang pengelolaan dan realisasi kepemimpinan. Kemampuan inilah yang secara esensial sebagai penampakan dari kualitas seorang pemimpin spiritual. Kemampuan untuk mendelegasikan dan menegosiasikan banyak keadaan yang berhubungan langsung dengan personal, kemudian cara mengakui harmoni potensi/bakat personal. Kombinasi kedua kata ini juga merupakan kemampuan untuk menempatkan diri sendiri pada posisi yang tepat, di tempat yang tepat dan berperasaan yang tepat serta bertindak secara benar. Pada situasi yang sama, perkataan penuh kebijaksanan dan tidak bijaksana merupakan keadaan yang perlu diantisipasi.

f. Kuasa Inspirasional

Menginspirasi banyak orang merupakan kekuatan bagi pelayanan para pemimpin. Ada banyak contoh dapat diuraikan untuk menekankan maksud dari makna pernyataan ini. Salah satunya, yakni ketika Nabi Yehemia menginspirasi kuasa karunia untuk melayani orang di Yerusalem yakni di tengah umat yang tidak memiliki hati dan semangat karena pembuangan. Melalui inspirasi khotbahnya, Nehemia berhasil mensejahterakan penduduk Yerusalem dan secara efektif ia dapat mendorong mereka. Dalam situasi yang seperti ini Nehemia berhasil memotivasi mereka. Yerusalem adalah “umat yang memiliki semangat” yakni semangat yang mendorong mereka untuk membangun kembali kota Yerusalem sebagai pusat spiritualitas mereka.


(19)

g. Kemampuan Eksekutif

Kemampuan ini menekankan kwalitas dari realisasi kuasa dan wibawa spiritual seorang pemimpin. Lebih spesifik, kemampuan ini menekankan kesanggupan seorang pemimpin menterjemahkan “visi ke dalam aksi”. Rahasia kunci dari keberhasilan John Wesley dan para pemimpin besar lainnya sangat ditentukan oleh tekanan makna dari hikmnat ini. Khususnya Wesly pada perkembangan Methodis di seluruh dunia, bahwa sejak awal, keadaan ini sangat ditentukan oleh kemampuan Wesley menterjemahkan visi reformasi (perubahan) ke dalam tindakan (gerakan) sehingga akhirnya Wesley dikenal sebagai tokoh kunci bagi perkembangan Methodist di seluruh dunia.

Persyaratan Yang Sangat Dibutuhkan22

“... pilihlah tujuh orang dari anatarmu yang terkenal baik, dan yang penuh roh dan hikmat”( Kisah. 6:3)

9. Kepemimpinan spritual hanya dapat dilakukan melalui pemilihan Roh Kudus kepada manusia. Kwalifikasi lain dari kepemimpinan spiritual sangat diperlukan. Dalam Kitab Kisah Para Rasul, satu prinsip dari kepemimpinan kristen ditekankan. Prinsip inilah yang memiliki makna penting dan pusat persyaratan dari posisi bertanggungjawab seorang pemimpin menurut pengalaman jemaat mula-mula yakni “penuh dengan Roh Kudus”. Jemaat harus mengetahui bahwa pemimpin yang mereka pilih memiliki kecerdasan dan integritas namun lebih dari itu calon pemimpin harus memiliki spiritualitas. Menurut pengalaman, seseorang yang memiliki kecerdasan, tanpa memiliki spiritualitas yang baik mustahil ia mampu sebagai pemimpin.

Pilihlah seorang pemimpin bagi jemaat yang memiliki kwalifikasi spiritual yang baik. Makna penting Roh Kudus bagi pemilihan pemimpin dalam jemaat yakni memperlengkapi serta memberikan hikmat agar orang yang dipilih mampu menekankan prinsip kerja yang sesuai dengan hikmat yang berasal dari Roh Kudus. Pengalaman jemaat di Yerusalem, pemilihan Roh Kudus kepada pemimpin jemaat berhubungan dengan aktifitas penyembuhan, penyampaian berkat serta mendampingi jemaat menghadapi tantangan zaman. Beberapa kasus pada perkembangan jemaat mula-mula, menunjukkan pemilihan Roh Kudus kepada para rasul sebagai pemimpin dalam jemaat (Kisah. 10 : 38, “Allah mengurapi Rasul dengan Roh Kudus dan kuasa. Rasul berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang, sebab Allah menyertai dia”. Kisah. 2 : 4 sejumlah orang yang dipilih oleh Roh Kudus). Orang yang diplih oleh Roh Kudus untuk memimpin jemaat, akan disertai oleh Roh Kudus dalam melakukan tanda pengawasan kepemimpinan itu. Kuasa intelektual, emosi dan fisik berada dalam penguasaan Roh Kudus untuk melakukan maksud daripada Tuhan mealalui kepemimpinan. Di bawah pengawasan Roh Kudus, karunia kepemimpinan menjadi suatu nilai yang khusus dalam diri setiap orang. Roh Kudus yang memperlengkapi pemimpin dengan potensi yang bersumber dari Roh Kudus sendiri. Kepenuhan Roh Kudus sangat esensial dalam tindakan kepemimpinan spiritual.


(20)

Pemimpin dan Doanya23

“pertama-tama aku menasehatkan: naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur unutk semua orang” (1 Timoteus 2 : 1)

10. Satu yang paling penting dari seorang pemimpin bagi para pengikutnya adalah “doa”. Doa adalah satu instrumen yang paling orisinil, paling universal dan paling ekspressif dari hidup keagamaan. Makna khusus doa dalam kepemimpinan, melalui doa sipememimpin akan mendapatkan kekuatan dan perlindungan Tuhan atas dirinya. Mengemban mahkota tanggung jawab dari kepemimpinan dapat dilakukan oleh kuasa doa. Banyak pemimpin menyaksikan bahwa kekuatan ilahi yang berlangsung dalam dirinya sehingga sanggup melakukan pekerjaan dan tanggung jawab besar, ditopang oleh doa. Pengalaman inilah yang dirasakan oleh Martin Luther memberhasilkan gerakan reformasi sebagaimana dicanangkannya. Melalui kuasa doa banyak persoalan dapat diatasi. Terhadap kuasa doa dalam satu kehidupan, seorang pemimpin akan menunjukkan dirinya sendiri kepada Tuhan, dengan keyakinan bahwa Tuhan menyertai dirinya.

Doa malam Tuhan Yesus (Luk. 6 : 12), adalah sebagai tanda daripada komunikasinya dengan Allah Bapa (Mrk. 1 : 35). Sehingga krisis terbesar dalam hidup dan pelayanan-Nya secara khusus ditemukan jalan keluar dalam doa (Luk. 5 : 16). Beberapa kasus dalam PL yang menkankan kuasa doa dalam kehidupan para rasul yakni kisah Paulus dan Epaphras, dimana doa Epaphras menyertai jemaat di Kolose (4 : 12), doa yang mengatasi krisis dalam jemaat (2 : 1). “bertarung krisis, penderitaan” adalah keadaan yang mendapat peneguhan di dalam doa (Kolose 1 : 29; 1 Korint. 9 : 25; 1 Tim. 6 : 12; Yohanes 18 : 36). Pertimbangan inilah yang sangat jelas sebagai buah daripada kuasa doa.

“Berdoa dalam kuasa roh”, satu kondisi yang sangat penting dalam diri pemimpin. Roh Kudus sebagai pendamping baik kehidupan orang Kristen. Menurut Ef. 6 : 18 penyerahan diri sendiri secara menyeluruh melalui doa akan memperlengkapi setiap orang berhikmat dan mampu melakukan tanggung jawabnya.

Pemimpin dan Waktunya Efesus 5 : 16

“lakukanlah yang terbaik setiap waktu”

11. Kualitas seorang pemimpin spiritual turut ditentukan oleh kebijaksanaannya mempergunakan waktu seobjektif mungkin karakter dan karir seorang pemimpin juga sangat ditentukan oleh kemampuannya mempergunakan waktunya sebaik-baiknya. Setiap peristiwa yang terjadi setiap hari adalah karunia khusus dari Tuhan yang sebaik-baiknya dipergunakan oleh manusia. Satu perkataan yang sering dikatakan oleh seorang pemimpin, “saya tidak memiliki waktu” perkatan ini sesungguhnya dapat menyingkirkan pemimpin dari posisinya. Masalah esensial yang ada di balik perkataan ini terdapat pada ketidakmampuan pemimpin memakai waktunya. Perumpaman Tuhan Yesus dalam Luk. 19 : 12-27 menekankan bahwa setiap pelayan harus mampu mempergunakan waktunya seefektif mungkin. Seorang pelayan akan kehilangan wibawanya melalui ketidakmampuannya mengelola waktu dari para pekerjanya.


(21)

Letika Rasul Paulus menekankan jemaat di Efesus untuk “memanfaatkan waktu” perkataan ini menekankan waktu sebagai hal yang sangat penting sebab waktu merupakan siklus yang berjalan terus tanpa dapat berubah. Jika kita menginginkan perkembangan yang baik berlangsung dalam kehidupan, maka mempergunakan waktu seefektif mungkin merupakan hal yang sangat menentukan.

Secara tegas dan komit Yesus mempergunakan waktunya seefktif mungkin, sikap ini didasarkan atas kesadaran pengutusannya bagi penebusan manusia (Yoh. 2 : 4). Peristiwa yang menggambarkan pertemuan Marta dan Maria dengan Yesus dan kesalahpahaman keduanya tentang Yesus Kristus, percakapan mereka menandakan sikap Yesus terhadap waktu/saat pengutusannya (Yoh. 11 : 6, 9). Dalam dialog itu Yesus menekankan bahwa sepanjang hari Ia bertugas untuk melakukan secara sempurna keinginan Tuhan dalam diri-Nya. Peneguhan Rasul Paulus bahwa Tuhan memiliki rencana kepada setiap orang bahwa setiap orang diciptakan untuk bekerja dan mempergunakan waktu seefektif mungkin (Ef. 2 : 10). Melalui doa dan persekutuan, seorang pemimpin harus mempergunakan waktunya dengan baik. Melakukan prinsip dalam tindakan, akan menuntun setiap orang memetik keberhasilan, suatu keadaan yang relevan dengan spiritualitas.

Pemimpin dan Bacaanya24

2 Timoteus 4 : 13

“bawalah jubahmu,... kitab-kitabmu, terutama perkamen itu” Membaca menjadikan seseorang menjadi manusia; berbicara,

pembaca, penulis dan seorang manusia yang tepat

12.Nasehat utama Paulus kepada Timoteus yakni: “memperhatikan dan membaca”. Dalam surat Rasul Paulus sangat ditekankan kepada Timoteus agar banyak menyediakan dirinya membaca kitab-kitab sejarah umat Israel dan penjelasan-penjelasan Hukum Taurat serta kitab Nabi-Nabi. Sama seperti tekanan ini, seseorang yang menginginkan dirinya berkembang secara intelektual, cita-cita ini hanya dapat diperoleh melalui membaca. Semua profesi sangat menuntut kemampuan untuk membaca, kemampuan yang secara khusus harus dimiliki oleh seorang pemimpin spritual. Dari kesediaan diri membaca, pemimpin spritual akan mampu memahami kecenderungan-kecenderungan yang terjadi dalam persekutuan. Beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan oleh pemimpin yakni :

a. Apa yang dibaca

Jika ingin memahami secara baik lembaga/organisasi yang dipimpin, pemahaman ini harus direfleksikan dari kesediaan membaca buku. Seorang pepimpin harus membenamkan dirinya dengan bacaan-bacaan buku, aktifitas ini akan menentukan kualitas pelayanan dan kepemimpinannya secara tajam.

b. Bagaimana membaca

Seseungguhnya membaca merupakan simbol dari penghubung pikiran dan ekspresi. Secara umum lebih sulit menjamin efektifitas apresiasi diri bila tidak


(22)

menepatkan diri untuk membaca. Beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan oleh seorang pemimpin bagi pentingnya mambaca yakni : a). Melalui mambaca akan menolong sipemimpin mengingat banyak hal, mengembangkan sistem kepemimpinan dan mengingatkan dirinya terhadap banyak hal. b). Dengan membaca sipemimpin akan mampu memanfaatkan dukungan dan kritikan secara baik. c). Melalui membaca sipemimpin akan memiliki pemahaman yang baik terhadap banyak persoalan. d). Melalui mambaca akan mempengaruhi diri sipemimpin memiliki akar yang kuat terhadap prinsip pengawasan dalam kepemimpinan.

Nilai Kepemimpinan25

“Dapatkan kahmu meminum cawan yang harus Ku minum dan dibabtis dengan babtisan yang harus Ku terima” (Mark. 10:38)

13. Tidak satu kepemimpinan pun yang tidak mengharapkan dapat memperoleh penghargaan dari realisasi kepemimpinan yang diembannya. Kepemimpinan yang benar selalu melakukan suatu pengorbanan kepada keseluruhan orang yang mengabdi pada kepemimpinan tersebut, dan yang lebih efektif bagi kepemimpinan adalah penghargaan yang lebih tinggi yang harus dibayar.26

Harga dan nilai kepemimpinan hanya dapat dibeli oleh komitmen yang berlangsung setiap hari yakni dalam perencanaan dan hubungannya dengan waktu, konsistensi yang dilakukan setiap hari. Pada kepemimpinan Kristen, nilai pengorbananlah yang ditekankan guna memberhasilkan perjuangan sebuah kepemimpinan.27

a. Pengorbanan

Pengorbanan adlaah harga yang harus dibayar setiap hari. Pengorbanan adalah sebuah salib pada realisasi kepemimpinan spiritual. Sebuah salib kepemimpinan sangat menuntut konsistensi. Sperti tekanan I Yoh. 3: 16, “...demikianlah kita ketahui kasih Kristus yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawaNya untuk kita, jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita”. Teks ini menekankan makna kuasa salib Kristus yang bekerja di dalam diri manusia. “kematian yang mengalir bagi saya dan juga bagimu, menghindari salib berarti kehilangan kepemimpinan”. Siapapun yang ingin mempertahankan posisi utamanya dalam kepemimpinan, “ia harus menjadi hamba”. Anak manusia tidak datang untuk dilayani tetapi datang untuk melayani dan memberikan dirinya sebagai tebusan” (Mark. 10:44-45).28. Para muridNya mengakui bahwa Yesus Kristus dan pesanNya

merupakan puncak dari hikmat yang menasehati terjadi demoralisasi

25Ibid., hal. 104-114

26Quinton Hogg, pendiri dari London Polytechnin Institute menghususkan sebuah penghargaan

terbesar diperusahannya. Ketika banyak orang bertanya kepadanya, berapa biaya yang dipakai untuk membangun lembaga perusahan sebesar miliknya, Hogg menjawab: “tidak terlalu besar, sesederhana hidup darah manusia”. Makna jawaban ini menandakan harga setiap prestasi besar yang tidak dibayar dengan setumpuk dana.

27 Samuel Brengle menulis: “kuasa spiritual adalah pencurahan dari kehidupan yang spiritual, seperti

semua kehidupan, dari sana bersumber lumut yang tumbuh dalam tembok” untuk memperoleh mahkota dan tahta, yakni dari Tuhan. Hikmat inilah sebagai aspirasi bagi kepemimpinan yang harus dibayar dengan harga dan yang diperoleh dari Tuhan.

28 Dr. Samuel M. Zwemmer mengatakan lebih tajam tentang gagasan pelayanan dalam kepemimpinan,

“Yesus mengambil jalan penderitaan untuk menunjukkan bekas lukanNya pada realisasi pengutusanNya”


(23)

manusia termasuk demoralisasi para pemimpin masa kini. Jika Yesus menunjukkan bekas lukaNya, sikap itu merupakan tanda autentik dari iman para murid dan tanda bagi kepemimpinan spiritual yang benar. Karya salib Yesus yang mengaspirasi para pemimpin, yakni “pengorbananNya merupakan peristiwa pertama bagi pengorbanan jiwa para pemimpin termasuk pengorbanan fisik manusia masa kini”. Sebagaimana Paulus mengetahui, “janganlah ada orang yang menyusahkan aku, karena pada tubuhku ada tanda-tanda milik Yesus” (Gal. 6:17). Melalui tekanan teks ini, rasul Paulus ingin membayar tanda-tanda luka kepemimpinanNya pada jemaat mula-mula, sebagaimana inti hikmat pernyataan ini ditekankan oleh rasul Paulus sendiri pada II Kor. 4:8-11.

b. Kesendirian

Kondisi ini merupakan suatu hal yang alamiah, dan umumnya para pemimpin harus memiliki masa sendiri. Dia harus selalu mendahului para pengikutnya, serta menunjukkan sikap bersahabat dengan mereka, namun demikian ada area (wilayah) hidupnya yang memungkinkan dirinya sendiri untuk mempersiapkan hikmat baginya untuk memimpin.29 Secara umum

pada kesaksian kitab suci (kususnya PL), kebanyakan para nabi diperkenalkan sebagai orang yang sendiri. Misalnya Henok berjalan sendiri di tengah masyarakat tempat dimana ia memberitakan penghukuman tetapi Tuhan menampakan dirinya kepada Henok. Henok menemukan pengalaman kepedihan dalam kesendirian itu lebih daripada Yunus, orang yang memberitakan pesan penghukuman Allah kesebuah kota yang dipenuhi manusia dengan kebencian. Rasul Paulus sebagai seorang yang suka berteman adalah orang yang sendiri walau ia mengalami kepedihan oleh kesalahpahaman jamannya, oleh musuhnya dan oleh perlawanan para sahabat-sahabatnya. Kepedihan yang dialami oleh rasul Paulus diungkapkannya kepada Timoteus (II Timoteus 1:15), “Engkau tahu bahwa semua mereka yang di daerah Asia kecil berpaling daripadaku: termasuk Figelus dan Hermogenes”.30 Pemimpin harus menjadi seorang yang selalu

membuka dirinya bagi persahabatan dan mendukung semua orang yang memberikan dirinya untuk persahabatan ini.

c. Kelelahan

“Dunia ini dipenuhi oleh manusia yang kelelahan”, ... makna yang ditekankan ialah pentingnya sebuah butir realitas. Sering para pemimpin mengalami keraguan dan ketakutan ketika fisiknya mulai mengalami kelelahan, ia mengetahui bahwa dirinya memerlukan penguatan. Secara fisik rasul Paulus adalah seorang yang terkenal memiliki kekuatan fisik yang tangguh. Dalam II Korintus 4:15-16 ditekankan “pada waktu pembelaanku yang pertama tidak seorangpun yang membantu aku, semua meninggalkan aku”. Orang yang

29 Fakta ini di anut oleh Dixon E. Hoste ketika Hudson Taylor memanggilnya dan mendampinginya

melakukan tugas misi di Cina yang selanjutnya sebagai penerus pekerjaan missi Hudson Taylor di sana. Ketika wawancara selama pemilihannya dilakukan, sebagai pemimpin baru, perasaan menanggung tanggungjawab besar mendahului dirinya. Melalui situasi ini Dixon E. Hoste mengatakan “sekarang saya tidak hanya memiliki teman, tetapi memiliki Tuhan”. Dalam perjalanan kepemimpinannya selanjutnya Dixson E. Hoste kokoh berdiri bersama dengan Tuhan dalam melaksanakan tanggungjawabnya, selama Tuhan mngembankan tangungjawab pada dirinya.

30A. W. Tozer menulis, “umumnya dunia ini penuh dengan jiwa yang menderita oleh kesendirian.


(1)

Jika keinginan seperti ini muncul berlebihan, sikap ini akan menandai aspek kelemahan dari si pemimpin dan berujung pada hilangnya wibawa dan kharismanya sendiri. Pada pelayanan misinya, rasul Paulus sangat menyadari situasi ini. Seorang pemimpin, dirinya memiliki nilai wibawa di hadapan para pengikutnya bila “ia menunjukkan kasih mendalam dan kerjasama di kelompok/komunitasnya”. Pemimpin yang sangat berhasil adalah ia yang menunjukkan kasih sayang bagi para pengikutnya, ia mampu membangkitkan kebanggaan di tengah komunitasnya sehingga apresiasi seperti ini dapat membuahkan penghargaan serta mengurangi pengkultusan pengikut secara berlebihan.55 Keinginan menjadi terkenal sangat membahayakan bagi

spiritualitas pemimpin Kristen, sebab keinginan seperti ini merupakan suatu gejala untuk mensahkan terjadinya sikap kompromi dengan dunia ini. Unsur berbahaya dari keinginan untuk menjadi terkenal, yakni bila cita-cita ini dicapai melalui segala metode, akhirnya tindakan dan sikap si pemimpin akan menjadi diktator. Kesuksesan merupakan tujuan setiap orang, namun yang harus diingat ialah “Tuhanlah yang menuntun semua pekerjaan, Ia juga yang mampu melanjutkan pekerjaan itu, serta melalui pekerjaan itu Tuhan akan membuat semua hal memiliki arti sebagaimana ditentukan oleh rencanaNya sendiri”.

e. Infabilitas

Faktanya bahwa seseorang yang didiami oleh Roh akan dituntun oleh Roh. Jika seseorang masih dikuasai keinginan tubuh/daging, maka dirinya akan “infalibel”. Unsur-unsur yang berbahaya dari sikap seperti ini yakni munculnya kecenderungan diri spemimpin jatuh pada kelicikan. Karakter infabilitas dapat mempengaruhi hilangnya rasa percaya diri. Satu keadaan yang aneh, tetapi telah sebagai kebenaran, bahwa: “ditekankannya kerendahan hati ini sikap ini merupakan yang terbaik bagi iklim kepemimpinan”.

f. Merasa Tidak Dibutuhkan

Banyak orang telah memegang pengaruh besar. Namun, kebanyakan mereka jatuh pada pencobaan, yakni: “cenderung berfikir bahwa dirinya tidak tergantikan dan dalam cara menunjukkan perhatian terbaik bagi realisasi dari wibawa tertinggi jabatan itu”. Banyak orang ketika masih memegang sebuah tampuk otoritas sebuah jabatan kepemimpinan, setelah melewati masa-masa ini, ia justru merasakan kecenderungan bahwa dirinya tidak memiliki arti”. Muncul dan berkembangnya persaan seperti ini, lebih disebabkan oleh perasaan gagal pada banyak hal kehidupan sipemimpin. Sejak awal, munculnya perasaan seperti ini dapat diatasi melalui kematangan karakter dan spiritual, memaluinya maka setiap orang akan terhindar dari anggapan “merasa tidak dibutuhkan”.

g. Tertekan Dalam Hubungan

Pada setiap pekerjaan, selalu ada saat-saat munculnya perasaan tertekan khususnya pada mencapai prestasi. Pada kepemimpinan, terlalu seringnya muncul perasaan tertekan, keadaan ini merupakan suatu yang berbahaya.

55Sesungguhnya merupakan kebutuhan yang sangat fundamental untuk memperoleh popularitas. Yesus sendiri menekankan ini ketia Ia berkata “diberkatilah mereka yang mendapat cacian karena aku dan yang menderita karena aku dan yang mengucapkan segala hal melawan kejahatan demi namaku”.


(2)

Sesungguhnya perasaan ini bisa diselesaikan dengan kerelaan diri berbagi dengan orang lain (Lukas 10).56 Satu unsur tantangan pada realisasi

kepemimpinan, yakni “adanya kemampuan dalam memahami unsur-unsur originil dirinya sehingga ia berani mengambil sikap dan keputusan di tengah situasi diri yang tertekan”.57

h. Nabi atau Pemimpin?

Ada banyak keadaan terjadi di sekitar diri pemimpin, di antaranya terjadinya konflik batin di antara dua hal, yakni: “konflik pelayanan satu pihak dan konflik batin (keadaan) diri sendiri di pihak lain”. Misalnya seorang pengkhotbah, ia menginginkan tanda karunia kepemimpinan dapat diperolehnya dari jemaat untuk memaksa dirinya dipilih sebagai “seorang pemimpin terkenal atau nabi yang tidak terkenal”. Makna dilema gambaran ini dijelaskan oleh A. C. Dixon (seorang pendeta di jemaat Chicago) menekankan “setiap pengkhotbah seharusnya menjadi seorang nabi yang memberitakan kehendak Tuhan tanpa kecenderungan dihormati. Ketika seorang pengkhotbah menyadari fakta bahwa dirinya seorang pemimpin di jemaat yang ia layani dengan sendirinya ia akan memberi reaksi terhadap krisis yang terjadi pada pelayanannya. Di tengah keadaan seperti itu dia harus memilih dua hal peran yakni sebagai nabi dan sebagai pemimpin. Pada dua peran ini ia harus melaksanakannya secara berhasil, jika memutuskan menjadi seorang nabi maka ia kehilangan sifat kepemimpinnannya. Sejajar dengan ini, jika ia menginginkan menjadi seorang diplomat, ia menjadi seorang nabi. Jika ia menekankan fungsinya secara bersamaan pada dua jabatan ini maka akan memudahkan dirinya sebagai seorang aktifis politik yang mencari segala cara untuk mendapatkan posisi pentingnya yakni sebagai pemimpin. Satu tanda dan realisasi kepemimpinan yang efektip dapat berkembang dengan mudah hanya ketika seseorang mampu memilih posisi dirinya, yakni “apakah sebagai pelayan atau sebagai seorang nabi ?” Tanpa sikap menentukan pilihan seperti ini, “semua hal pada kepemimpinan itu akhirnya akan menjadi membahayakan”.

i. Penyingkiran

Tekanan maksud dari sub point tema ini sangat tepat digambarkan oleh Rasul Paulus pada I Kor. 9 : 27, “Aku melatih tubuhku dan menguasai seluruhnya, supaya sesudah memberitakan injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak”. Makna khusus dari tekanan teks ini ada pada peringatan bahwa setiap pemimpin harus dapat dipercayai dengan segala tanggungjawab spiritualnya. Sebagaimana teks I Kor. 9 : 27, ditemukan kata “ditolak” atau “terbuang”, latarbelakang bentuk kata ini berasal dari konteks potongan-potongan besi yang tidak berguna. Konteks ini kemudian dirujuk oleh Rasul Paulus bagi kegagalan seorang pemimpin pada realisasi tanggungjawabnya (sekaligus 56Pada kisah PL, pengalaman Elisa di Karmel menjelaskan keadaan dirinya yang tertekan dan melalui

perasaan ini, Elisa ingin secepatnya mati. Terhadap keadaan ini, Allah langsung memeriksa Elisa. Elisa, ternyata telah sesaat mengabaikan imannya, malah melaluinya ia tertidur. Dengan merenungkan lebih mendalam pergumulan diri dari aspek iman, Elisa menemukan pelajaran untuk menjawab keadaan dirinya yang tertekan. Sikap yang dilakukan oleh Elisa merupakan fakta bahwa tidak semua pelayanan dapat menemukan cita-citanya (sesuai dengan yang diinginkan).

57 Sesuai dengan pengalaman F. B. Meyer: “perasaan tertekan dapat diatasi dengan penuh pengharapan

dan inspirasi. Kehidupan yang selalu pesimis justru akan menjauhkan seorang pemimpin dari wibawa dan harga dirinya”.


(3)

sebagai ujian bagi dirinya). Sesuai maksudnya, rasul Paulus hendak menjelaskan: “penolakan, terbuang, setelah gagal melakukan standar kualitas tanggungjawabnya sebagai pemimpin”. Bagi diri Rasul Paulus jelas, pemimpin sekaligus berperan sebagai “penantang dan sebagai pemberita”. Sebagai pemberita ia mengumumkan peraturan permainan bagi pesaing. Kata memberitakan menekankan subjek pelaku. Istilah ini bagi Paulus merupakan tindakan yang juga menekankan standar dari kualitas kinerja. Kata tempramen menekankan makna “kualitas diri sendiri’ dalam banyak hal. Dalam hal ini, tidak dimungkinkan bagi setiap pemimpin hilang percaya diri, namun hanya karena kemenangan dalam pertarungan, ia (seorang pemimpin) dapat berdiri eksis di tengah komunitasnya tanpa ditolak oleh mereka.

Sebuah Teladan Kepemimpinan58

20. Berhubung dengan tema ini, satu kisah dari kitab suci yang sangat terkenal dan sangat menginspirasikan bagi kuasa kepemimpinan dapat dilihat dari kisah kepemimpinan Nehemia. Pada masanya, kepemimpinan Nehemia menekankan ciri dari metode karakter yang sangat kuat, sebab ia dipakai oleh Tuhan untuk mencapai pembaharuan spektakuler pada hidup umatNya. Dari keberhasilan dan metode kepemimpinan Nehemia, ditemukan hikmat karakter yang sangat efektip bagi karakter kepemimpinan masa kini.

a. Karakter Nehemia

Kesan pertama dan sangat nyata dari karakter kepemimpinan Nehemia adalah “aspek dirinya sebagai seorang pemimpin yang sangat giat dalam kehidupan spritualitas dan doa”. Tanda ini tampak pada jawaban dan reaksi Nehemia setelah mendengarkan nasib Yerusalem yang menyedihkan sehingga mempengaruhi dan mendorong dirinya berdoa secara sungguh-sungguh kepada Tuhan. Dalam konteks seperti ini, ia bukan seorang yang merasa dirinya asing, yakni seperti batu yang dibuang. Namun melalui doanya, sekaligus sebagai puncak (klimaks) pergumulan imannya, ia menempatkan kehidupan doa itu sebagai bagian dari hidup dan pekerjaanya (bnd. I:4,6 ; 2:4 ; 4:4,9 ; 5:19 ; 6:14 dst). Pada Neh. 6:11, ia menjukkan sikap tegasnya untuk melakukan suatu tugas besar, yakni meningkatkan moral umat Tuhan yang sedang dalam keadaan rapuh hati. Nehemia menunjukkan perhatiannya secara orisinil yakni bagi kesejahteraan umat Israel. Sebuah perhatian yang sangat jelas di tengah menanggapi musuh yang selalu berkomentar terhadap dirinya (2:10). Sikap bijaksana akhirnya diperolehnya dari jawaban doa dan air matanya (1:4-6). Nehemia memandang tajam ke depan di tengah suasana tegang yang ia alami, akhirnya ia dapat mengambil keputusan tepat dan bijaksana atas ketegangan yang dialaminya menjalankan tugasnya. Ia tidak menunda untuk melaksanakan tugas mendesaknya, sebab penundaan sebagaimana dipahaminya, sikap ini tidak memiliki ruang di dan tempat di dunia yang fana ini.

Di tengah pergumulan umat Tuhan, ia menunjukkan empathy yakni mencurahkan pengertian dan simpatiknya mendengarkan masalah-masalah 58 Ibid., hal. 153-158


(4)

dan keluhan umat serta mengambil tindakan untuk memperbaikinya (4:10-12 ; 5:15). Dari sikap Nehemia ini, diinspirasikan perhatian seorang pemimpin kepada bawahannya untuk membela mereka sekaligus menempatkan dirinya sebagai pembela bagi bawahannya. Keputusan dan tindakan Nehemia mencirikan keadilan yang kuat, sebab ia menunjukkan teladan karakternya bukan kepada perorangan namun kepada umat sekaligus. Akhinrnya, para bangsawan dan pemerintah menerima jaminan keamanan mereka ketika mereka melakukan tanggungjawab yang pantas sebagaimana patutnya mereka lakukan kepada umat Tuhan.59

Pendekatan spritualitas Nehemia sebagai pemimpin kepada masalah-masalah yang terjadi tidaklah mengabaikan fakta yang wajar/sehat (4:9). Dalam memperlihatkan tanggungjawabnya, ia tidak menghindari sejumlah ekses, tetapi ia mempersiapkan dirinya secara matang menghadapi segala kemungkinan resiko bahkan yang paling sulit, yang melaluinya ia menemukan keberhasilan dan dan hikmat kesimpulan yang mendasari dirinya. Melalui sikapnya, sebagai pemimpin, ia adalah “seorang yang bijak menata aktifitas kepemimpinannya, yang tenang menghadapi krisis, tidak kwatir dalam kecaman, mendahulukan perdamaian sebelum melakukan perlawanan, berani mengambil keputusan yang tepat dan benar, bertanggungjawab padapraksis kepemimpinannya, mendahulukan penyelesaian dalam menghadapi ancaman, waspada melawan tipu muslihat, pemimpin yang mengalami kemenangan ketika mengandalkan kepercayaan dan keyakinan diri hati para pengikutnya”.

b. Metodenya

Nehemia meningkatkan kwalitas aspek moral teman sejawatnya, tanggungjawab yang sangat penting dari seorang pemimpin terhadap koleganya (teman sejawat). Nehemia melakukan ini dengan mersangsang iman sejawatnya menekankan bahwa sebesar apa pun masalah yang dihadapi, keilahian dan keyakinan kepada Tuhan selalu dapat menemukan penyelesaiannya.60 Bagi Nehemia, iman yang melahirkan iman, pesimisme

akan melahirkan ketidakyakinan. Sikap seperti inilah sebagai tanggungjawab paling utama dari seorang pemimpin untuk memotivasi iman dari teman sejawatnya. Nehemia adalah seorang yang sangat pandai dan bijaksana memotivasi teman sejawatnya. Nehemia langsung turun tangan menghibur teman sejawatnya yang sedang dalam keputusasaan dan yang dalam keadaan demoralisasi. Tindakan pertama yang ia lakukan adalah menghidupkan nilai pengharapan sejawatnya untuk kemudian menjamin stabilitas kerjasama dengan mereka. Untuk tujuan ini, tindakan pertama dilakukannya adalah menghitung kembali (merenungkan) kebaikan karya Tuhan yang telah Ia tunjukkan bagi mereka (2:18). Menurut Nehemia, perasaan bersalah dan kegagalan harus dibenarkan oleh iman, walau sisi manusia alamiah sering menganggap keadaan seperti ini sebagai sesuatu yang kurang maksimal dilakukan. Bagi Nehemia, membangkitkan nilai dan 59 Neh. 5:7, “aku akan menegur para bangsawan dan pemerintah... dan aku akan merancang sebuah

perlawanan menentang mereka”.

60 Bnd. 2:20, “Allah di sorga... akan memakmurkan kita” ; 4:14, ...”jangan takut...ingatlah Tuhan...Ia

maha besar dan dahsyat” ; 4:20, ...“Allah yang akan berperang untuk kita”, 8:10... “Tuhan adalah kekuatan kita”.


(5)

semangat iman, akan menginspirasikan banyak orang melakukan yang terbaik dari dirinya sendiri. Nehemia yakin bahwa dengan iman dan displin akan memenangkan setiap orang mampu melanjutkan perlawanannya dengan percaya diri, yakni sejauh dari otoritas (kemampuan) yang ada dalam dirinya.

Nehemia segera memanfaatkan potensi diri sejawatnya untuk mengatasi keraguan/kecemasan mereka. Dua type tindakan dilakukan Nehemia yakni: a. Neh. 4:10-16, ... yang putus asa, kelelahan, dan obstruksi. Orang yang

kelelahan, putus asa, dan yang merasakan kemajuan mereka tidak berarti, sungguh merasa kelelahan oleh karena tekanan dan intimidasi. Cara dan teknik Nehemia memberdayakan keadaan seperti ini pada diri sejawatnya yakni dengan mengarahkan pikiran mereka kepada firman Allah. Nehemia mengelompokkan mereka pada pokok tekanan yang sangat strategis, yakni dengan memanfaatkan kekuatan pendekatan keluarga. Ia memerintah sejawatnya dengan membagi mereka ketika sebagian yang lain dibneri kesempatan istirahat. Melalui metode ini, para sejawatnya menemukan potensi mereka melalui penghormatan pemimpin mereka dan akhirnya sanggup bergulat kembali dengan masalah-masalah mereka.

b. Umat yang kecewa atas keserakahan dan kekejaman sebagian saudara-saudara mereka yang kaya (5:1-5), tanah mereka telah digadaikan, beberapa di antara anak mereka digadaikan menjadi budak, Keadaan moral umat yang rapuh, yang merusak masa depan generasi penerus (anak-anak) bangsa itu. Metode yang dilakukan Nehemia mencari jalan keluar mengatasi persoalan ini di tengah kehidupan umat Tuhan yang dipimpinnya yakni dengan mencurahkan perhatiannya secara penuh kepada umat Tuhan. Nehemia mendengarkan segala keluhan dan tuntutan mereka, sekaligus menampakkan sikap simpatiknya kepada persoalan umat. Ia menegur para bangsawan sebab keadaan hati mereka, yang mencari keuntungan dari riba dari saudara-saudara mereka sendiri (5:7). Nehemia melawan mereka dengan altruisme yang mereka lakukan (5:14), dan kemudian segera memperbaikinya (5:11-12).

Nehemia mengembalikan kuasa firman Tuhan (8:1-8) dengan berusaha mengelompokkan masalah-masalah yang ada dan kemudian memberdayakan standart penyelesainya dari firman Tuhan, dari kuasa firman inilah kekuatan spritual umat mengalir pada tindakan mereka. Sesungguhnya, Nehemia adalah seorang pemimpin yang memiliki skill dan kemampuan yang sangat baik, khususnya pada soal-soal organisasi (lembaga) di persekutuan umat. Sebelum Nehemia merencanakan sesuatu, ia terlebih dahulu melakukan penelitian secara hati-hati dan kemudian melakukan analisa dan penilaian kepada situasi itu (2:11-16). Sebagai seorang pemimpin, Nehemia melakukan pengujian dan penilaian kepada kepribadian setiap koleganya. Ia tidak pernah mengabaikan hal-hal yang menurut banyak orang persoalan sepele terutama pada kertas kerjanya. Setiap kelompok dipercayakannya satu tanggungjawab yang khusus dan tegas. Ia memberi kepercayaan kepada pemimpin di bawahnya, memanggil mereka dengan namanya, dan kemudian menempatkan mereka pada tugas yang tepat sesuai


(6)

dengan potensi yang mereka miliki. Mereka diberikan penghargaan dan rasa bangga, bahwa bagi Nehemia, koleganya bukanlah ibarat mesin, namun Nehemia mendelegasikan sebuah tanggungjawab yang bijaksana kepada anggotanya (lih. 7:2). Kemudian, memberikan kesempatan dan peluang bagi anggotanya berkembang sesuai dengan potensi kepemimpinan yang mereka miliki. Nehemia adalah seorang pemimpin yang “memilik iman yang kuat kepada Tuhan, dan juga sebagai seorang yang takut akan Tuhan di atas segala hal kepemimpinannya”. Pada kepemimpinan Nehemia, ia telah menampakkan sikapnya baik menghadapi penantangnya melalui ragam bentuk, baik dalam “penghinaan, sindiran dan infiltrasi, intimidasi dan intrik”. Sikap ini merupakan sikap yang tangguh menuntun setiap orang secara tangguh menghadapi tantangan kepemimpinan masa kini.

Melalui topik ini, hikmat yang dapat dipetik pada soal kepemimpinan yakni: “menguji spritualitas seorang pemimpin adalah satu instument (alat ukur) yang paling berhasil dan paling objektif”. Pada ksus Nehemia, pernyataan ini tidak memiliki unsur keraguan mebenarkannya”. Ahirnya “sehingga pekerjaan tembok itu selesai” (6:15).