progressive berkompromi saling mencobai. Ketika Firaun melihat Musa tidak fleksibel tidak kendor pada prinsipnya yakni untuk membawa umat
Israel keluar dari Mesir beribadah kepada Allah, Firaun menggunakan semua tipu muslihatnya hingga akhirnya ia frustasi. “Beribadahlah kepada Allah
jika engkau menginginkannya”, inilah tawaran pertama dari Firaun, “tetapi tidak ada kemungkinan engkau bisa membawa umat Israel keluar dari
Mesir. Beribadahlah kepada Allah di tempat mana engkau mau”.
38
Ketika pendekatan pertama ini gagal, Firaun kembali menawarkan kompromi
kedua, yakni: “jika engkau harus keluar dari Mesir untuk beribadah kepada Tuhanmu, engkau tidak boleh pergi lebih jauh. Pergilah ke sekitar batas-
batas Mesir”.
39
Tawaran ketiga disampaikan Firaun kepada Musa yakni, “biarlah laki-laki dari antara kamu yang pergi dan beribadah kepada
Tuhanmu, tetapi tidak ada seorang pun di antara wanita dan anak-anak yang boleh menyertai mereka”.
40
Tawaran terakhir inilah sebagai perbandingan terhadap ketamakan Firaun dengan Musa yakni pada soal-soal yang
berhubungan dengan ambisi kekayaan dan materi dunia seorang pemimpin. “Pergilah jika engkau harus pergi, tetapi biarkanlah umatmu tinggal di
Mesir ketika engkau harus pergi beribadah kepada Tuhanmu”. Tekanan maksud ini hendak menyampaikan bahwa melalui perkataan Firaun, ia
hendak menekankan kepada Musa: “jangan melegitimasi keyakinanagama serta mempertentangkannya dengan segala hal yang berhubungan dengan
urusan serta tindakan”. Melalui nilai spritualitas yang tegas ada dalam diri Musa, maka akhirnya ia mampu menjawab dengan bijaksana tawaran-
tawaran kompromi Firaun. Melalui teladan sikap seperti ini maka “ tidak ada bekas sengat kuku yang tertinggal dekat dengan diri si pemimpin”.
Akhirnya, Musa dapat berhasil menghadapi ujian yang datang kepada dirinya yakni sebagaimana dihadapinya, tanda satu kwalitas spritualitas
seorang pemimpin lih. Kel. 8:25-28 ; 10:11-14, 26.
b. Ambisi.
Seperti umumnya para pemimpin besar, Musa terus diuji ambisinya yakni selama kesendiriannya di gunung Sinai bersama Tuhan, ... orang Israel
kembali pada penyembahan berhala, memuja roh iblis, akhirnya murka Allah menyala atas mereka Bil. 14:12. Setiap tuntutan dan ketidakyakinan
mereka kepada Allah, seakan sebagai bukti kegagalan Musa memimpin mereka. Musa mungkin akan memaafkan mereka jika umat Israel meilhat
rencana besar ilahi yang dibebankanNya kepada Musa bagi perkembangan mereka. Sejak Tuhan memulai dukunganNya, ujian lain menyusul
dikembangkan. Tidak pernah Musa bangga sendiri terhadap tanggungjawab ini dari menanggapi pesan Allah terhadap dirinya. Perhatian Musa hanya
tertuju pada kemuliaan Tuhan dan pada kesejahteraan umat. Musa dengan gigih mengerjakan tanggungjawabnya pada perintah Tuhan, dari segenap
kekuatannya hanya demi membela kepentingan umat Allah yang ia pimpin.
38
Dalam pemahaman modern, tawaran Firaun ini dapat dimaknai sebagai: “janganlah mengabaikan agama, tetapi tidak ada kemungkinan untuk menyempurnakan dunia ini”.
39
Perkataan Firaun ini dalam pemahaman modern juga hendak menekankan bahwa “agama adalah baiik dan penting, tetapi engkau tidak dipanggil menjadi fanatik terhadapnya. Tinggallah lebih dekat
dengan dunia ini sejauh engkau dapat dan mampu”.
40
Perkataan ini dapat diartikan sebagai: “berhentilah di duniamu sendiri, jika engka harus melakukannya, tetapi jangan mengganggu kemajuan kelauargamu dan mengukurnya menurut
standart keagunganmu sendiri”.
28
c. Situasi Yang Tidak Mungkin.
John R. Mott’s, mengajukan sebuah pertanyaan untuk menguji seorang pemimpin yang memiliki reputasi besar melalui satu pertanyaan:
“bagaimana ia menghadapi satu situasi sangat sulit terjadi ?”. Pertanyaan ini difokuskan pada sejauh mana tindakan berani seorang pemimpin ketika ia
berurusan dengan satu situasli yang sangat sulit dihadapinya. Jawaban atas pertanyaan ini sangat menekankan wujud dan perhatian seorang pemimpin
terhadap wibawa, pengajaran dan ketergantungannya kepada orang lain, kemudian mengarahkan dirinya kepada kehendak Tuhan. Seorang
pemimpin yang baik adalah ia yang melakukan dan menunjukkan pendekatan terbaiknya menghadapi situasi yang paling sulit dialaminya.
Suatu yang berlebihan jika seorang pemimpin menampilkan sikap bertentangan dengan suasana kritis sebagaimana dihadapinya. Pada hal, jika
mereka ingin survive, ia harus mampu berkembang di dalam tantangan sebagaimana nyata dihadapinya.
Nabi Musa, menghadapi situai yang paling sulit ketika bangsa Israel menyeberangi Laut Merah. Pada jalur yang mereka lewati di Baal Zephon
sebuah jalur yang harus mereka lewati, telah menghadang sepasukan yang tidak mungkin mereka kalahkan yakni pasukan Firaun. Melihat keadaan itu,
Musa memberi perintah agar mereka berhenti dan melihat fakta itu. Melaluinya, semangat moral bangsa Israel berada pada titik nol. “Mereka
berpikir bahwa saatnya telah tiba, di mana kumpulan perjalanan bangsa itu terhenti. Bila mereka kembali kepada Firaun, telah tertutup tanah Mesir
bagai kuburan bagi mereka”. Sebagai seorang pemimpin yang beriman, Musa berhenti dan berserah diri kepada kelanjutan rencana Allah. Akhirnya,
ia bersuara untuk menenangkan umat Israel, suatu suara komando dari seorang pemimpin yang sungguh berwibawa: “jangan takut”. Satu fakta
telah ada di hadapan mereka, yakni alasan yang menguatkan umat Israel menjadi takut. Kemudian, Musa melanjutkan, “tetap berdiri”. Teriakan yang
kemudian mendorong dan menyemangati Musa mengayunkan tongkatnya serta melibaskannya ke air laut Merah sehinga akhirnya air laut itu terbelah
menjadi dua. Ketika, umat Allah menyaksikan keselamatan dari Tuhan, akhirnya semua mereka merasakan jarak dekat yang sangat dekat yakni jalur
yang masih akan mereka tempuh, walau sebenarnya masih sangat jauh Kel. 14:11-13. Teriakan Musa ini sesungguhnya menandakan teriakan dari
seorang pemimpin yang agung, sebab Musa berhasil memimpin sekelompok umat untuk melewati suatu ujian di tengah kondisi yang sangat tidak
mungkin ia lewati situasi yang sangat rumitsulit dan kemudian akhirnya ia memuliakan kebesaran Tuhan. Umat Allah sungguh melihat kehancuran
musuh mereka, dan melaluinya nyata keselamatan Tuhan menaungi hidup umatNya.
41
d. Kegagalan