Visi Kwalitas kepemimpinan spiritual, nilai potensialnya sangat ditentukan oleh

Pada setiap diri manusia, semua orang yang menerima berkat khusus dari Allah untuk suatu tugas khusus, Allah menempatkan mereka dan memanggilnya untuk satu maksud yakni sebagaimana diinginkan oleh Allah. Satu kwalitas khusus dari satu kepemimpinan spiritual, ini ditandai oleh beberapa karakter, yakni; a. Disiplin Karakter ini menempati tempat yang pertama di atas seluruh kriteria dari kemampuan seorang pemimpin. Bahwa tanpa disiplin, serorang pemimpin tidak akan dapat menemukan kuasa otoritasnya yang tertinggi tanpa realisasi disiplin. Seorang pemimpin adalah ia yang mampu memimpin orang lain hanya karena konsekuensi disiplin darinya sendiri. Pemimpin adalah seorang yang menyerahkan keinginannya dan belajar patuh kepada disiplin tanpa alasan, yang kemudian melakukannya pertama dalam dirinya sendiri kemudian memimpin orang lain dari disiplin. Sesuai dengan pengalaman, bahwa tidak akan pernah terjadi pemberontakan kepada pemimpin dan kekuasaan, jika karakter disiplin dilakukan dengan benar. Setinggi apapun dendam, kerasnya kebencian serta penolakan, semuanya dapat diatasi melalui disiplin. Banyak orang yang mencoba mengikuti kursus kepemimpinan dan berharap tidak mendapatkan kegagalan namun mereka tidak pernah belajar sebagai seorang pengikuthamba. Bila ini terjadi, sesungguhnya mereka sama seperti anak-anak yang bermain perang-perangan di tengah jalan. Hampir semua orang yang memperoleh kesuksesan dalam berbagai karir, pertama- tama ini diperoleh melalui disiplin yang sejak awal telah melatih dirinya dan menderita dalam latihan itu. Banyak orang yang beriman dan secara berani di dalam kasih menasehati orang lain, secara umum selalu menekankan bahwa sikap disiplin merupakan kunci terbaik memperoleh kesuksesan.

b. Visi

Orang yang paling berkuasa dan berpengaruh adalah orang yang mampu melihat jauh ke depan dari makna sebuah peristiwa. Manusia memiliki keyakinan, dan “keyakinan adalah visi”. Kebenaran pernyataan inilah yang dinubuatkan oleh para nabi dalam Perjanjian Lama. Misalnya Nabi Musa, seorang pemimpin terbesar sepanjang zaman, “yang mampu melihat makna dari satu peristiwa ke depan.”. Di dalam imannya, visinya tidak tergugat. Di dalam visi ada peninjauan ke masa depan sebagaimana peninjauan terhadap masa kini. Seorang pemimpin harus mampu mambayangkan akhir dari satu akibat penanganan atau metode kerja. Pada posisi ini seorang pemimpin harus humorisperiang, jujur sepanjang hari, tulus dan sangat terbuka. Keberaniannya menggerakan reformasi, sikap ini merupakan gambaran dari penderitaan Kristus, dan ketegaran hatinya yang sangat menakjubkan bahkan digambarkan ibarat ketahanan dari besi dan baja. Prof. Gustav Warneck, menggambarkan Hudson Tailor sebagai orang yang menerima berkat Allah melalui kepemimpinannya dalam misi PI di China: “seorang manusia yang penuh iman dan roh kudus yang seluruh dirinya diserahkannya kepada Allah dan panggilannya, tanpa melakukan penolakan, yang mempergumulkan panggilan itu dalam do’a sehingga ia mampu menggorganisir secara mencengangkan pekerjaan misi di China sehingga dengan mengejutkan ia dapat mempengaruhi orang lain demi keberhasilan pekerjaan misinya di China. 14 mampu melihat bagaiamana pengawasan dilakukan dan hasilnya tidak hanya berdampak pada masa sekarang tetapi berdampak di sepanjang generasi. Sesuai dengan pengalaman Gereja pada masa pertumbuhan dan perkembangannya, para missionarislah yang paling tajam dan kokoh memiliki aspek kualitas visi dalam misi. Di dalam visi ada optimisme dan pengharapan. Bersikap pesimis tidak akan pernah melahirkan seorang pemimpin besar sebab sikap pesimis selalu melihat setiap kesempatan sebagai suasana yang paling sulit. Optimis melihat kesempatan adalah orang yang berprinsip kokoh pada visi sehingga setiap unsur tantangan dilihatnya sebagai peluang. Orang yang pesimis selalu melihat tantangan dan kerumitan sebelum peluang, sehingga ia memiliki kecenderungan untuk mengabaikan visi. Melalui visi yang jelas akan menolong optimisme seorang pemimpin menjadi lebih baik dalam realitas. Visi juga merupakan bagian dari keberanian, keinginan untuk bertindak dalam mengikuti tahap-tahap dalam mengerjakan tujuan. c. Kebijaksanaan Kebijaksanaan adalah suatu kemampuan untuk menggunakan pemahaman secara terbaik, sebuah gabungan dari ketajaman, penilaian dan otoritas. Dalam Kitab Suci, penilaian yang benar tentang spiritualitas ditandai dengan kebenaran moral. Kebijaksanaan lebih dari pemahaman, di mana hal ini merupakan akumulasi dari realitas. Maksudnya kepribadian berhubungan dengan kebijaksanan, melampaui kecerdasan. Kebijaksanaan adalah kemampuan yang berada di dalam hatibatin, memahami secara baik realitas. Seperti pemahaman Allah terhadap isi hati alamiah manusia. Jadi, kualitas kebijaksanan merupakan kemapuan yang sejajar dan wajib dimiliki oleh seorang pemimpin untuk menuntunnya kepada elegansi karakter. Kecerdasan dapat diperoleh melalui belajar tetapi ketika roh manusia menderita, kebijaksanaan Tuhan nyata dalam kegagalan manusia. “Penuh dengan kebijaksanaan” adalah satu hal yang sangat ditekankan pada realisasi kepemimpinan masa zaman jemaat mula-mula Kis. 6:3; Kolose 1:9 Rasul Paulus selalu berdoa kepada orang Kristen di Kolose agar mereka menunjukkan tanggungjawab iman “dalam semua kebijaksanaan dan pengertian”. d. Keputusan Ketika semua fakta terjadi, itu terjadi hanya melalui keputusan yang jelas dan tepat dari komando seorang pemimpin. Pemimpin yang memiliki visi harus melakukan sesuatu hal tentang misi. Ketika seorang pemimpin tidak membuat keputusan, maka dinamika akan terganggu dan berhenti. Seorang pemimpin rohani harus yakin kepada kehendak Tuhan, sehingga ia pergi melakukan aksi dan menghormati konsekuensi. Dalam mengharapkan tercapainya tujuan, ia harus berani membuang benteng yang ada di sekitar dirinya. Dia harus menerima tanggungjawab penuh untuk kemudian konsisten dalam sikapnya 15 demi keberhasilan yang diharapkan. 20 . Kecenderungan yang fatal pada seorang pemimpin, sering terjadi karena salah membuat keputusan. e. Keberanian Keberanian termasuk suatu penampakan kualitas karakter spiritualitas pemimpin, keberanian moral yang berhubungan dengan keberanian fisik. Keberanian adalah “suatu kualitas dalam pikiran yang memampukan seorang pemimpin untuk menghadapi situasi yang bahaya, sulit, atau tanpa takut depresi semangatnya” Yoh. 20:19; Kis. 4:13; 2 Tim. 1:7. Keberanian seorang pemimpin untuk menunjukkan keinginannya menghadapi suasana yang tidak menyenangkan adalah suatu fakta dan kondisi dari sikapnya menghadapi sulitnya tantangan berlangsung dalam dirinya. f. Kerendahan Hati Dalam dunia politik dan perdagangan, kerendahan hati adalah suatu realitas yang sangat diharapkan. Pada situasi ini pemimpin sangat membutuhkan publikasi. Dalam konteks Gereja, Allah membuat skala bagi kerendahan hati ini sebagai satu aspek yang memiliki nilai penting. Kristus mendefinisikan kepemimpinan pada pengabaianNya diri sendiri. Ketika Ia bersama dengan para muridNya, Yesus menasehati mereka agar tidak sombong tetapi merendahkan diri seperti Yesus guru mereka Mat. 20:25-27. Pemimpin spiritual akan memilih jalan tersembunyi demi melayani keinginan ilahi daripada jalan yang semarak yang memuji diri sendiri. Kerendahan hati seorang pemimpin, sebagai penampakan sikap spiritualitasnya harus bertumbuh pada kwalitasnya sendiri. Dimana kualitas ini telah ditekankan oleh Rasul Paulus masa pelayanan jemaat mula-mula melalui 1 Korint. 15:9; Ef. 3:8; 1 Tim. 1:15. Pemimpin masa kini dalam semua kesempatan adalah ia yang mengekspresikan kerendahan hati sebagai buah dari iman. Kerendahan hati sebagai buah dari kebijaksanaan, para pemimpin terkenal pada umumnya menekankan bahwa: “kesalahan besar dalam misi seorang pemimpin adalah adanya niat untuk penonjolan diri baik tidak disengaja oleh pemimpin itu sendiri”. Kwalitas Khsusus Seorang Pemimpin 21 Kedua 1 Timoteus 3:8 “Demikianlah para diaken, haruslah orang terhormat, jangan penggemar anggur, jangan serakah” Humor 20 Abraham digambarkan sebagai seorang yang cepat mengambil keputusan ketika ia menghadapi krisis di Sodom bersama dengan keponakannya Lot. Dalam hubungannya dengan Lot, Ia menampakkan dua sikap yakni pada satu sisi aktif dan pada sisi yang lain pasif dalam hal spiritualitas. Kualifikasi Musa menjadi pemimpin di Israel, terjadi hanya ketika ia menghitung jumlah, dan membuat keputusan sehingga bangsa Mesir membiarkan dirinya menderita. Dalam imannya, Musa mengembangkan keputusan imannya untuk membawa Israel dari Mesir Ibrani 11:24-27. Seorang pemimpin harus bertahan di tengah pencobaan dalam melakukan keputusan 21 Ibid., hal. 59-69 16 8. Sebagai tambahan tekanan di atas, beberapa kwalifikasi khusus seorang pemimpin sebagaimana ditekankan oleh rasul Paulus dalam suratnya kepada Timoteus, yakni: a. Humor Sejak pertama manusia diciptakan Tuhan, kebutuhan akan humor telah sebagai suatu sifat dasar dan alamiah manusia diberikan oleh Tuhan manusia. Namun, pada realisasi kepemimpinan walau sifat ini penting ada, penampakannya harus dikontrol secara baik. Sebagaimana humor sangat penting sebagai penunjang aktifitas yang rileks dan menyenangkan di tengah situasi dan suasana yang sulitrumit. Humor merupakan suatu aspek yang penting bagi diri seorang pemimpin, dan sifat seperti telah diakui oleh banyak orang, bahwa “seorang manusia, pada satu saat sangat membutuhkan untuk tertawa”. Dalam kehidupan iman, tertawa adalah merupakan berkat Tuhan yang menjadikan persekuatuan jemaat menjadi lebih rileks. Humor merupakan suatu kondisi yang sangat dibutuhkan oleh manusia dalam hidupnya, demikian para pemimpin dalam Gereja. Keberhasilan terbesar para pelayan dalam jemaat turut ditentukan oleh kemampuan pelayan pemimpin dalam menggabung komitmen melayani dengan humor serta menempatkannya sebagai berkat Tuhan. Humor dapat mematahkan ketegangan, sindiran dan merelaksasi suasana. b. Kemarahan Kemarahan dan suara marah, aktifitas ini dapat menunjukkan satu kualifikasi yang aneh dari seorang pemimpin. Dalam konteks yang lain, kecenderungan marah dari seorang pemimpin akan menyingkirkan dirinya dari posisi pentingnya. Dalam konteks kepemimpinan “sikap marah Yesus” Yoh. 2:15- 17 dapat sebagai cerminan untuk memahami dan menempatkan karakter pemarah seorang pemimpin. Yesus sangat mengasihi orang yang memendam di dalam hatinya kemarahan, sikap Yesus ini merefleksikan penyembuhan orang lain dalam pelayanan Mark. 3:5; Mat. 21:13. Pemimpin terbesar adalah yang menjadikan nilai spiritual dirinya sebagai dasar sikapnya terhadap kemarahan, terutama atas penyalahgunaan moral di hadapan Tuhan. Kemarahan yang benar adalah ketika Yesus melihat fakta perdagangan para budak, yang bagi Yesus perilaku ini sama nilainya dengan perendahan diri daripada manusia. c. Kesabaran Kesabaran adalah suatu berkat yang paling berkualitas dan essensial dari realisasi kepemimpinan. Sebagaimana 2 Petr. 1: 6, ditekankan bahwa kemuliaan seorang laki-laki ada pada kesabarannya. Bagi seorang Kristen, berdiri teguh dan berani menghadapi segala sesuatu adalah tanda kemenangan sebab kemampuan ini sangat didasarkan pada realisasi praktek perilaku dan sikap sabar. Dalam hubungan setiap orang dengan orang lain, kesabaran merupakan instrumen yang paling tangguh. Banyak orang yang menyaksikan bahwa ketidaksabaran merupakan awal dari kegagalan. Banyak orang mengalami bahwa kekuatuan di tengah pencobaan merupakan refleksi dari kesabaran. Satu manifestasi dari kualitas seorang pemimpin dapat diliihat dari “bagaimana ia mampu memberi kesempatan kepada para pengikutnya untuk berkembang”. Kemampuan ini dalam diri pemimpin diperoleh dari sikap sabar 17 yang ditunjukkannnya menuntun para pengikutnya Rom. 15:1. Pemimpin yang tidak sabar akan jatuh kepada keraguan dalam realisasi kepemimpinan itu. Melalui kesabaran yang sangat tinggi, pemimpin dapat mengimplementasikan perhatian secara baik dan secara bertanggungjawab. d. Persahabatan Mahkota keberhasilan kemuliaan seorang pemimpin ialah kemampuannya bersahabat dengan orang lain. Fakta bahwa seorang pemimpin akan sangat dikasihi orang lain jika ia sanggup menunjukkan sikap persahabatan kepada orang lain. Kisah 2 Sam. 23:15-16 digambarkan sikap seorang yang rela mati demi sahabatnya. Rasul Paulus memiliki pengalaman ini dalam konteks persahabatannya, rasul Paulus adalah seorang yang sangat pintar bersahabat. Dalam PB, tidak orang yang dianggapnya sebagai musuh tetapi semua orang dijadikannya sebagai temannya. Kemesaran persahabatan Rasul Paulus dan keberhasilannya memimpin kelompok jemaat adalah merupakan gambaran dari kemampuannya memimpin perkembangan jemaat mula-mula. Jemaat mula-mula mengikuti Rasul Paulus sebagai pemimpin, lebih didorong oleh faktor kemampuannya bersahabat dengan jemaat sekaligus sebagai gambaran dari kasih dirinya sebagaimana ditunjukkannya sekaligus sebagai seorang sahabat. e. Kebijaksanaan dan Diplomasi Kebijaksanan didefinisikan sebagai “persepsi pribadi, khususnya persepsi yang baik terhadap apa yang baik dan yang benar, apa yang harus segera dilakukan atau dikatakan, apa yang segera diselesaikan”. Diplomasi didefinisikan sebagai ketangkasan dan kemampuan mengelola banyak hal. Kombinasi dua hal ini, menekankan kemampuan untuk melawan berbagai gagasan yang menantang pengelolaan dan realisasi kepemimpinan. Kemampuan inilah yang secara esensial sebagai penampakan dari kualitas seorang pemimpin spiritual. Kemampuan untuk mendelegasikan dan menegosiasikan banyak keadaan yang berhubungan langsung dengan personal, kemudian cara mengakui harmoni potensibakat personal. Kombinasi kedua kata ini juga merupakan kemampuan untuk menempatkan diri sendiri pada posisi yang tepat, di tempat yang tepat dan berperasaan yang tepat serta bertindak secara benar. Pada situasi yang sama, perkataan penuh kebijaksanan dan tidak bijaksana merupakan keadaan yang perlu diantisipasi. f. Kuasa Inspirasional Menginspirasi banyak orang merupakan kekuatan bagi pelayanan para pemimpin. Ada banyak contoh dapat diuraikan untuk menekankan maksud dari makna pernyataan ini. Salah satunya, yakni ketika Nabi Yehemia menginspirasi kuasa karunia untuk melayani orang di Yerusalem yakni di tengah umat yang tidak memiliki hati dan semangat karena pembuangan. Melalui inspirasi khotbahnya, Nehemia berhasil mensejahterakan penduduk Yerusalem dan secara efektif ia dapat mendorong mereka. Dalam situasi yang seperti ini Nehemia berhasil memotivasi mereka. Yerusalem adalah “umat yang memiliki semangat” yakni semangat yang mendorong mereka untuk membangun kembali kota Yerusalem sebagai pusat spiritualitas mereka. 18 g. Kemampuan Eksekutif Kemampuan ini menekankan kwalitas dari realisasi kuasa dan wibawa spiritual seorang pemimpin. Lebih spesifik, kemampuan ini menekankan kesanggupan seorang pemimpin menterjemahkan “visi ke dalam aksi”. Rahasia kunci dari keberhasilan John Wesley dan para pemimpin besar lainnya sangat ditentukan oleh tekanan makna dari hikmnat ini. Khususnya Wesly pada perkembangan Methodis di seluruh dunia, bahwa sejak awal, keadaan ini sangat ditentukan oleh kemampuan Wesley menterjemahkan visi reformasi perubahan ke dalam tindakan gerakan sehingga akhirnya Wesley dikenal sebagai tokoh kunci bagi perkembangan Methodist di seluruh dunia. Persyaratan Yang Sangat Dibutuhkan 22 “... pilihlah tujuh orang dari anatarmu yang terkenal baik, dan yang penuh roh dan hikmat” Kisah. 6:3

9. Kepemimpinan spritual hanya dapat dilakukan melalui pemilihan Roh Kudus