Faktor Penyebab Anak di Jalanan

masih pengen kak terus sekolah, tapi ya gitu. Gak tau kak gimana ke depannya. Bukan hanya AP yang mengalami pengaruh dari lingkungan atau keluarga yang bekerja di jalanan. Seorang informan juga mengaku hampir terpengaruh dengan kehidupan di sekitar terminal Pinang Baris. “Kalau aku kan kak, hanya tamatan SMP-nya kak. Dulu waktu masih 15 tahun, hanya sebentarnya aku ngerasain jadi anak SMA gitu. Sekolah sampe kelas satu kak, itupun cuman satu semester aja kak. Teman-temanku banyak di terminal ini kak. Kami mau pulang itu keseringan jam-jam 9 atau 10 malam kak, main-main dulu sama mereka. Bapak marah sih memang, tapi ya gitu kak, akunya terus keg gitu. Lagian sepulang sekolahnya aku keg gitu kak. Apalagi mamak dan bapak kan kerja. Manalah mereka tau- tau itu kak. Cuman ya keg gitu, akhirnya gara-gara keseringan, jadi bapak bukan hanya marahin aja tapi mukul. Kar’na takut dipukul bapak lagi, aku kabur dari rumah ke tempat kawan. Eh, kar’na kabur itu aku malah jadi keg gini kak. Nyesal juga sih kak pernah mau bergaul dengan mereka., kalau tau bakal keg gini YL, 18”.

4.3.2. Faktor Penyebab Anak di Jalanan

Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan anak-anak turun ke jalanan. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh adalah masalah kemiskinan. Berdasarkan data yang di dapat dari SKA-PKPA diketahui bahwa yang menyebabkan anak turun ke jalanan adalah karena permasalah ekonomi. Kondisi keluarga anak jalanan yang digolongkan dalam keadaan miskin, memaksa anak untuk tetap survive dengan cara hidup ataupun bekerja di jalanan. Walaupun tidak Universitas Sumatera Utara semua anak jalanan di paksa untuk secara langsung untuk pergi kejalanan, tetapi anak-anak melihat bahwa orang tua mereka tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan kehidupan keluarga mereka. Jumlah beban anggota keluarga yang lebih tinggi dibandingkan pendapatan orangtua, dimana mayoritas orang tua anak jalanan bekerja di sektor formal seperti supir angkot, pemulung, tukang bangunan dan sebagainya. Keluarga juga tidak mampu mengelola keuangan untuk melihat prioritas pengeluaran. Misalnya biaya rokok dan membeli sabu-sabu menjadi kebutuhan utama yang rutin untuk masuk ke dalam daftar pengeluaran dan pada akhirnya mengabaikan atau mengorbankan biaya pendidikan dan kebutuhan anak yang lain. Berikut adalah hasil wawancara dari anak jalanan yang mengaku hidup di jalanan karena kondisi keluarga yang sudah tidak mampu lagi. “Aku ke jalanan kak gaknya disuruh mamak atau ayah. Tapi memang aku kasihan lihat mamak kerja sendiri jadi tukang sapu dan itupun uangnya gak cukup untuk makan kami kak. Kalau ayah memang kerja kak, tapi uangnya untuk beli sabu-sabu kak. Gak ada ayah kasih uang ke mamak. Malah mamak sering dimarahi kak. Makanya aku milih kerjalah jadi tukang sapu kak. Mamak juga gak pernah nanya atau apapunlah kak tentang aku milih jadi keg gini RI, 15”. Kemiskinan bukanlah faktor yang berdiri sendiri sebagai penyebab anak turun ke jalanan. Baik buruknya keluarga memberikan dampak yang besar terhadap perkembangan anak, baik jiwa dan jasmani anak-anak. Jika di dalam Universitas Sumatera Utara keluarga selalu dipenuhi dengan konflik yang serius sehingga dapat menyebabkan keretakkan keluarga yang pada akhirnya terjadinya perceraian, maka sering sekali terjadi banyak kesulitan yang akan terjadi pada anggota keluarga tersebut, terkhusus anak-anak. Bukan itu saja, dimana peran orang tua juga tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Adanya disfungsi peran ayah sebagai pemimpin keluarga dan peran ibu sebagai sosok yang membimbing dan menyayangi keluarganya. Keadaan ini membuat anak merasa ditelantarkan dan adanya ketidakpastian. Orang tua yang berceraiberpisah mengakibatkan anak menjadi tertekan dan merasa terluka. Berikut adalah hasil wawancara dari anak jalanan yang orang tuanya telah berpisah. “Bapak dan mamak udah bercerai waktu aku kecil kak. Aku lupalah kapan pastinya. Tapi memang, mamak udah gak tahan lagi sama bapak karena bapak suka kali nikah kak. Udah 7 kali dia nikah. Mamak orang ke 6 yang dinikahi bapak. Karena bapak nikah lagi, mamak gak terima kak. Jadi mamak milih pigi bawak kakakku ke Padang dan aku di tinggal sama bapak. Tapi waktu bapak udah nikah, aku gak nyaman kak di rumah. Bapak udah punya anak lagi dari mamak tiri, aku keg gak dipedulikan lagi sampe dibiarkanlah aku pigi ke Medan kak nyusul kakak. Itupun gak ada di carinya. Lebih baguslah aku disini kak walaupun gak sekolah dan kerja di terminal daripada harus balek ke sana lagi. Percuma juga kak. Mamak ataupun bapak mana pernah nyariin aku. Mamak aja ku telepon, nomernya gak nyambung lagi. Terakhir ku dengar, bapak katanya udah meninggal kak. Aku belum tau kak mau kesana atau enggak JB, 15”. Lingkungan juga memiliki pengaruh yang cukup besar yang dapat menyebabkan anak menjadi anak jalanan. Baik buruknya lingkungan akan Universitas Sumatera Utara mempengaruhi perkembangan anak, terlebih jika orang tua membiarkan anak- anaknya meninggalkan sekolah dan menikmati kehidupan di jalanan. Lingkungan terminal Pinang Baris yang banyak dihuni oleh orang-orang yang memiliki perilaku negatif yang dapat membuat anak terpengaruh. Berikut adalah hasil wawancara dari anak jalanan yang pergi ke jalanan karena pengaruh dari teman. “Aku udah lama kak di jalanan ini. Sebenarnya mamak gak adanya nyuruh aku ke jalanan gitu kak. Tapi karena ku lihatnya kawanku ngamen dan sapu-sapu angkot kak. Diajaklah aku kak ikut kerja, daripada aku dirumah dan gak ada kerjaan. Aku pun udah gak sekolah lagi kak, jadi kerjalah aku kak. Waktu mamak tau aku kerja keg gitu, biasa aja sih kak reaksi mamak. Malah adik ku sekarang juga udah gak sekolah dan kerja keg aku juga. Kalau anak-anak di terminal ini kak hampir semuanya anak jalanan. Apalagi keluarganya pada bisa dibilang miskinlah kak. Gak bisa bayar uang sekolah. Jadi mamak pun keg mamak-mamak yang lain. Gak ngelarang gitu S, 16”.

4.4. Pelaku dan Bentuk Kekerasan Pada Anak Jalanan