2.3. Anak
Anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Anak adalah tunas, potensi, dan generasi penerus cita-cita bangsa,
memiliki peran strategis dalam menjamin eksistensi bangsa dan negara di masa mendatang. Menurut Konvensi Hak-hak Anak Convention on The Right of The
Child , yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Keppres nomor 39 tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah setiap individu
yang berusia dibawah 18 tahun. Sebaliknya, Undang-Undang No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, batasan seseorang dapat dikatakan sebagai anak
ialah seseorang yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan dalam Undang-Undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, disebut
sebagai anak jika seseorang telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai 18 tahun dan belum pernah nikah. Selain itu dalam Undang-Undang Republik
Indonesia No. 35 tahun 2014 pasal 1 ayat 1, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan
Abu Huraerah, 2007:31.
2.4. Anak Jalanan
Istilah anak jalanan pertama sekali diperkenalkan di Amerika Selatatan Brazil dengan nama Menimos de Ruas untuk menyebutkan kelompok anak-anak
yang hidup di jalanan dan tidak memiliki ikatan dengan keluarga. Dalam diskusi
Universitas Sumatera Utara
Badan Koordinasi Kesejahteraan Sosial 1996, mendefinisikan anak-anak jalanan adalah anak-anak yang hidup dan bekerja di jalanan, ditinggalkan atau
diterlantarkan, atau melarikan diri dari keluarga yang masih ada hubungan dengan keluarganya tetapi menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja di jalan.
Sedangkan menurut PBB, anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan untuk bekerja, bermain atau beraktivitas lain. Anak
jalanan tidak jarang menghadapi resiko seperti pemerasan, perkelahian, kecelakaan dan kekerasan yang lain. Lebih dari itu, anak jalanan lebih mudah
terpengaruh kebiasaan tidak sehat dari kultur jalanan, khususnya seks bebas dan penyalahgunaan obat.
Anak jalanan pada umumnya berasal dari keluarga yang memiliki perekonomian yang lemah. Anak jalanan tumbuh dengan latar kehidupan jalanan
dan akrab dengan penganiayaan, kemiskinan dan hilangnya kasih sayang yang akhirnya membuat anak jalanan berperilaku negatif. Menurut Suyanto, munculnya
anak jalanan memiliki penyebab yang tidak tunggal. Munculnya fenomena anak jalanan tersebut disebabkan oleh dua hal yaitu:
Problema sosiologis, karena faktor keluarga yang tidak kondusif bagi
perkembangan si anak. Misalnya, orang tua yang kurang perhatian kepada anak-anaknya, tidak ada kasih sayang dalam keluarga, diacuhkan dan
banyak tekanan dalam keluarga serta pengaruh teman.
Universitas Sumatera Utara
Problema ekonomi, karena faktor kemiskinan anak terpaksa memikul
beban ekonomi keluarga yang seharusnya menjadi tanggung jawab orang tua.
Umumnya anak jalanan bekerja sebagai pengasong, pemulung, tukang semir, pengais sampah, dan sebagainya. Anak jalanan ini terutama beroperasi di
perempatan jalan traffic light. Jenis pekerjaan anak jalanan oleh Departemen Sosial RI 1998 dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu :
1. Usaha dagang yang terdiri dari pedagang asongan, penjual koran, majalah
serta menjual sapu atau lap kaca mobil. 2.
Usaha di bidang jasa yang terdiri dari pembersih bus, pengelap kaca mobil, pengatur lalu lintas, kuli angkut pasar, ojek payung, tukang semir
sepatu dan kernek atau calo. 3.
Pengamen, dalam hal ini menyanyikan lagu dengan berbagai macam alat musik seperti gitar, kecrekan, suling bambu, gendang, radio karaoke dan
lain-lain. 4.
Kerja serabutan yaitu anak jalanan tidak mempunyai pekerjaan tetap, dalam artian dapat berubah sesuai keinginan mereka.
Hasil penyelidikan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia YKAI dan Childhope, Philipina 1995, membagi dua kategori anak-anak jalanan
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan penggunaan masa dan aktivitas yang mereka lakukan Didin Saripudin, 2010:156:
a. Anak yang bekerja di jalanan children of the street.
Anak-anak dalam kategori ini menghabiskan sebagian besar masanya di jalanan atau di tempat-tempat umum lainnya untuk bekerja dan penghasilannya
digunakan untuk membantu kehidupan keluarga. Sebagian besar anak jalanan yang termasuk dalam kategori ini masih berhubungan dengan orang tua, karena
sebagian besar di antara anak-anak ini masih tinggal bersama orang tua. b.
Anak-anak yang hidup di jalanan children on the street. Anak jalanan yang termasuk dalam kategori ini menghabiskan sebagian
besar masanya di jalanan atau di tempat-tempat umum lainnya, tetapi hanya sedikit masa yang digunakan untuk bekerja. Anak jalanan dalam kategori ini
jarang berhubungan dengan keluarganya dan mempunyai kecenderungan untuk melakukan tindak kriminal serta penggunaan obat terlarang. Beberapa orang
diantara anak jalanan ini tidak memiliki rumah tinggal homeless, anak-anak ini hidup dan tinggal di jalanan mana saja.
Selanjutnya Departemen Sosial RI dan UNDP 1997 menambahkan satu kategori lagi, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
c. Anak yang rentan menjadi anak jalalan vurnerable to be street children.
Anak-anak yang masih tinggal dan berhubungan dengan keluarganya dan sebagian besar masih bersekolah. Dalam waktu luangnya pulang sekolah, anak-
anak ini bekerja di jalanan dan penghasilannya digunakan untuk membiayai sekolah atau keluarganya.
Beberapa karakteristik atau sifat-sifat yang menonjol dari anak jalanan, diantaranya adalah :
i. Kelihatan kumuh atau kotor, baik kotor tubuh maupun kotor pakaian.
ii. Memandang orang lain yang tidak hidup di jalanan sebagai orang yang
dapat dimintai uang. iii.
Mandiri, artinya anak jalanan tidak terlalu menggantungkan hidupnya terutama dalam hal tempat tidur atau makan.
iv. Mimik wajah yang selalu memelas, terutama ketika berhubungan dengan
orang yang bukan dari jalanan. v.
Anak-anak tidak memiliki rasa takut untuk berinteraksi baik berbicara dengan siapaun selama di jalanan.
vi. Malas untuk melakukan kegiatan anak “rumahan”, misalnya jadwal tidur
selalu tak beraturan, mandi, membersihkan badan, dan sebagainya. Menurut Mohammad Farid, sebagian anak jalanan bertahan hidup dengan
cara yang secara sosial kurang atau bahkan tidak dapat diterima, disebabkan
Universitas Sumatera Utara
tantangan kehidupan yang anak jalanan hadapi pada umumnya memang berbeda dengan kehidupan normatif yang ada di masyarakat. Dalam banyak kasus, anak
jalanan sering hidup dan berkembang di bawah tekanan dan stigma atau cap sebagai pengganggu. Perilaku anak jalanan sebenarnya merupakan konsekuensi
logis dari stigma sosial dan keterasingan mereka dalam masyarakat. Tidak ada yang berpihak kepada mereka dan justru sebenarnya perilaku mereka
mencerminkan cara masyarakat memperlakukan mereka Bagong, 2010:190. Ada perbedaan perilaku sosial anak-anak jalanan yang hidup di jalanan dengan anak
yang bekerja di jalanan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Perbedaan Anak Jalanan yang Hidup di Jalanan dan Anak yang Bekerja di Jalanan
No Aspek-aspek
Anak yang hidup di jalanan
Anak yang bekerja di jalanan
1 Waktu
24 jam Temporal menurut jam
kerja 2
Ruang hidup Semua fasilitas jalan dan
public space Tertentu sesuai tempat
kerja 3
Tempat tinggal Jalanan dan public space
Ibu bapak, mengontrak atau di tempat kerja
4 Hubungan dengan
orang tua Terputus
Pulang ke rumah setiap hari atau secara
periodik 5
Latar belakang Non ekonomi: kekerasan,
penolakan, penyiksaan, perceraian
Ekonomi: mencari uang, membantu
keluarga, memenuhi kebutuhan sendiri
6 Aktivitas
Berkeliaran dan berganti- ganti pekerjaan seperti
mengamen, mengemis, menyemir sepatu
Aktivitas ekonomi: menyemir sepatu,
mengasong, mengamen, menjual koran, mencuci
bis dan lain-lain 7
Sifat hidup Berpindah-pindah
nomaden Menetap
8 Sikap
Curiga, susah diatur, liar, reaktif, tertutup, bebas
Lebih lunak
Universitas Sumatera Utara
No Aspek-aspek
Anak yang hidup di jalanan
Anak yang bekerja di jalanan
9 Perilaku norma
Mengembangkan nilai sub kultur jalanan untuk
survival Masih normatif
10 Jenis masalah Eksploitasi jenis pekerjaan,
seksual, kriminalitas, kesehatan, dll
Biaya sekolah, kebutuhan keluarga,
biaya hidup, pengaruh teman dan eksploitasi
keluarga 11 Frekuensi masalah Sering dan banyak terjadi,
kurang kontrol orang tua Sering dan sedikit
terjadi, masih ada bantuan orang tuaLSM
12 Motivasi kerja Untuk hidup terus
Untuk memperoleh uang
13 Minat untuk kembali kepada
keluarga Umumnya tidak berminat
Masih tinggal dengan ibu bapak
Sumber: Modul YKAI – Dep – Sos. 1999 Departemen Sosial 2004, mengungkapkan cukup banyak anak yang
mengalami tindakan kekerasan dengan dampak yang sangat mendalam bagi anak. Bentuk kekerasan tersebut bukan hanya secara fisik saja tetapi juga non-fisik.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Bentuk Kekerasan yang dialami Anak Jalanan dan Pelakunya No