3 Barang siapa menerima penyaluran psikotropika selain yang ditetapkan dalam
Pasal 12 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun dan pidana denda paling banyak Rp.60.000.000,00 enam puluh juta rupiah.
4 Barang siapa menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 14
ayat 1, Pasal 14 ayat 2, Pasal 14 ayat 3, dan Pasal 14 ayat 4 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan pidana denda paling banyak
Rp.60.000.000,00 enam puluh juta rupiah. 5
Barang siapa menerima penyerahan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 14 ayat 3, dan Pasal 14 ayat 4 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 tahun dan pidana denda paling banyak Rp.60.000.000,00 enam puluh juta rupiah. Apabila yang menerima penyerahan itu pengguna, maka dipidana
dengan pidana penjara paling lama3 tiga bulan. Dari beberapa pasal di atas sesuai dengan kasus yang diteliti penulis, dapat
dilihat terjadinya disparitas pidana disebabkan oleh perangkat peraturan perundang- undangan itu sendiri. Undang-undang memberi peluang kepada hakim untuk
memutus sesuai dengan batas minimum dan batas maksimum yang ditentukan oleh undang-undang.
B. Yang Bersumber pada Diri Hakim
Di dalam sistem peradilan pidana, aparat penegak hukum merupakan pilar yang sangat penting dalam penegakan supremasi hukum. Sehingga diharapkan aparat
Agustina Wati Nainggolan : Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan, 2009
penegak hukum ini dalam menjalankan tugasnya haruslah benar-benar bersikap profesional dan selalu menjunjung tinggi hukum dan nilai-nilai keadilan.
Terjadinya disparitas penjatuhan pidana bagi terdakwa tidak terlepas dari Sumber daya Aparat Penegak Hukum. Tidak tertutup kemungkinan adanya
permainan yang dilakukan oleh terdakwa dengan aparat penegak hukum baik di tingkat penyidikan, tingkat penuntutan bahkan terhadap hakim itu sendiri seperti
diungkapkan oleh seorang mantan narapidana pemakai shabu-shabu yang dijatuhi pidana 6 enam bulan penjara denda Rp.1.000.000,- satu juta rupiah subsider 1
satu bulan kurungan, saya merasa hukuman saya termasuk ringan dibanding dengan teman sesama pemakai. Hal itu disebabkan perkara saya diurus. Teman saya yang
lain hukumannya lebih tinggi dari saya karena dia tidak mengurus, saya merasa putusan ini sudah adil
101
. Berbeda dengan pengungkapan seorang narapidana yang merasa hukumannya
sangat berat, ia dijatuhi hukuman 10 sepuluh tahun penjara denda Rp. 150.000.000,- seratus lima puluh juta rupiah subsider 6 enam bulan kurungan padahal saya
hanyalah korban, bermula dari ketika saya diajak seseorang untuk dipekerjakan di Medan, Saya disuruh membawa tas yang saya pikir isinya adalah pakaian ketika
dilakukan pemeriksaan di bandara teman saya lari. Dari situlah saya tahu tenyata isi tas itu bukan hanya pakaian tetapi diselipkan shabu-shabu. Untuk mengurus perkara
101
Hasil Wawancara dengan mantan narapidana tanggal 15 Desember 2008.
Agustina Wati Nainggolan : Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan, 2009
saya tidak punya uang, keluarga saya tidak ada di Medan, saya merasa putusan ini tidak adil
102
. Dari hasil wawancara penulis dengan mantan narapidana dan narapidana
di atas, tampak bahwa disparitas penjatuhan pidana di samping pengaturan perundang-undangan yang kurang tegas mengatur sanksi pidana, ternyata sumber
daya aparat penegak hukum juga dapat menimbulkan terjadinya disparitas terhadap putusan hakim. Bagi terdakwa yang dijatuhi hukuman ringan akan merasa hukum itu
sudah memenuhi rasa keadilan. Tetapi bagi terdakwa yang tidak melakukan upaya kolusi merasa adanya ketimpangan perlakuan terhadap keadilan itu sendiri, yang
mana pada akhirnya membuat terdakwa tadi cenderung tidak percaya pada hukum terlebih lagi pada sistem peradilan.
Masih banyak dijumpai aparat penegak hukum yang salah menggunakan norma-norma hukum yang sudah ada baik itu yang disengaja maupun tidak. Bagi
hakim sebagai pengambil keputusan akan sangat mungkin baginya untuk memanfaatkan peluang yang diberikan oleh undang-undang. Sehingga hakim akan
sangat mudah untuk mempermainkan hukum. Tetapi mungkin juga disebabkan oleh kurangnya sumber daya hakim dalam memahami dan mengerti maksud dari
kandungan hukum yang terdapat dalam undang-undang. Untuk terciptanya kemandirian penyelenggaraan kekuasaan kehakiman,
Mahkamah Agung dalam instruksinya No.KMA015INSTVI1998 tanggal 01 Juni 1998 menginstruksikan agar para hakim memantapkan profesionalisme dalam
102
Hasil wawancara dengan narapidana tanggal 15 Desember 2008.
Agustina Wati Nainggolan : Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan, 2009
mewujudkan peradilan yang berkualitas dengan menghasilkan putusan hakim yang eksekutabel, berisikan ethos integritas, pathos pertimbangan yuridis yang utama,
filosofis berintikan rasa keadilan dan kebenaran, sosiologis sesuai dengan tata nilai yang berlaku dalam masyarakat, serta logos dapat diterima akal sehat, demi
terciptanya kemandirian para penyelenggara kekuasaan kehakiman
103
. Bagi pencari keadilan justiabelen yang tidak merasa puas dengan putusan
yang dijatuhkan oleh hakim dipersilahkan mengajukan upaya hakim yang ada. Dengan demikian peranan hakim sangat dominan untuk menentukan suatu putusan.
Seperti yang dikemukakan hakim Pratondo, Hakim pada PN. Medan, terdakwa tidak menerima putusan yang dijatuhkannya, tidak masalah karena memutus sudah
memenuhi rasa keadilan lagipula kalau terdakwa tidak merasa puas bisa mengajukan upaya hukum banding
104
. Sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi kemandirian hakim dalam
melaksanakan tugas dan kewenangan, namun demikian pada prinsipnya faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut dapat datangnya dari diri hakim itu sendiri maupun dari
luar diri hakim tersebut yang disebut juga dengan faktor internal dan faktor eksternal. Jadi faktor internal berkaitan dengan kualitas sumber daya hakim itu sendiri, yang
dapat bermula dari cara rekruitmennya yang tidak objektif, integritas moral kurang dan tingkat pendidikankeahlian. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang
datangnya dari luar diri hakim, terutama yang berkaitan dengan sistem peradilan atau
103
Bambang Sutiyoso, Loc cit, hal.14.
104
Hasil wawancara dengan Bapak Pratondo, Hakim Pengadilan Negeri Medan, tanggal 27 Januari 2009.
Agustina Wati Nainggolan : Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan, 2009
sistem penegakan hukum yang kurang mendorong kinerja hakim. Dalam hal ini dapat disebabkan karena masalah instumen hukumnya perundang-undangan, adanya
intervensi dan tekanan dari pihak luar, tingkat kesadaran hukum, sarana dan prasarana sistem birokrasipemerintahannya, dll
105
. Dengan demikian kemandirian hakim berkorelasi positif dengan penegakan supremasi hukum itu sendiri.
Menurut hemat penulis yang diperlukan untuk menghindarkan disparitas penyalahan pidana ini sebenarnya adalah moral dari penegak hukum sendiri. Karena
walaupun undang-undang
sudah bagus
mengatur sanksi
pidana untuk
penyalahgunaan narkoba, tetapi kalau moral dari penegak hukum itu kurang maka hukum sulit ditegakkan tetapi kalau moral dari penegak hukum sudah bagus
walaupun undang-undang kurang lengkap mengatur sanksi pidana maka hukum akan bisa ditegakkan.
Sifat-sifat internal dan eksternal ini seringkali tidak dapat dipisahkan atau kadang-kadang sulit dipisahkan, karena sudah terpadu sebagai atribut seseorang yang
disebut sebagai kepribadian dari hakim dalam arti luas yang menyangkut pengaruh- pengaruh latar belakang sosial, pendidikannya, agama, pengalaman, perangai dan
perilaku sosial
106
. Adanya disparitas penjatuhan pidan bukan hanya tampak pada tingkat putusan
hakim yang satu dengan hakim yang lain. Disparitas pidana itu bisa saja muncul pada tingkat penuntutan oleh jaksapenuntut umum, sering dijumpai di lapangan antara
105
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 8.
106
Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat Bandung: Alumni, 1992, hal. 121-122.
Agustina Wati Nainggolan : Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan, 2009
jaksapenuntut umum yang satu dengan yang lain tuntutan pidananya berbeda-beda terhadap terdakwa terhadap yang satu dengan terdakwa yang lain dalam tindak pidana
yang sama. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 13. Disparitas Putusan Pengadilan Negeri Medan
Pidana yang dijatuhkan No
No. Putusan Pasal
yang dilanggar
Tuntutan oleh JPU
Penjara Denda
Jumlah barang
bukti ket
1 1500PID.B2004PN
Medan Pasal 82
ayat 1 huruf a
Undang –
Undang nomor
22 tahun 1997
12 tahun denda
Rp.10.000.000 subsider 5
bulan 12
tahun Rp.10.000.000
subsider 5 lima bulan
kurungan 20
bungkus seberat
150 kg
2 2200PID.B2005PN
Medan Pasal 82
ayat 1 huruf a
Undang –
Undang nomor
22 tahun 1997
10 tahun denda
Rp.10.000.000 subsider 3
bulan 7 tahun
Rp.1.000.000 subsider 5
bulan 14
bungkus daun
ganja kering
seberat 13,7 kg
3 3916PID.B2007PN
Medan Pasal 82
ayat 1 huruf a
Undang –
Undang nomor
22 tahun 1997
7 tahun denda Rp.3.000.000
subsider 3 bulan
6 tahun Rp.3.000.000
subsider 3 bulan
250 gr ganja
kering
Sumber: Pengadilan Negeri Medan.
Dari ketiga kasus narkotika di atas terlihat adanya disparitas pidana pada tingkat penuntutan oleh jaksapenuntut umum yang satu dengan jaksapenuntut umum
yang lain terhadap kasus yang sama pasal yang dilanggar. Kemudian juga terlihat
Agustina Wati Nainggolan : Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan, 2009
adanya disparitas terhadap penjatuhan pidananya oleh hakim yang satu dengan hakim yang lain.
Bisa dilihat ketiga kasus di atas tidak ada yang sama tuntutannya, Jaksa penuntut umum pada kasus Nomor 1 pada tabel di atas memberi tuntutan 12 dua
belas tahun penjara denda Rp.10.000.000,- sepuluh juta rupiah subsider 5 lima bulan kurungan, pada kasus ini terlihat penuntut umum sependapat dengan hakim
dengan dijatuhkannya pidana sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum. Untuk kasus Nomor 2 pada tabel, jaksa penuntut umum memberi tuntutan 10 sepuluh
tahun penjara denda Rp.10.000.000,- sepuluh juta rupiah subsider 3 tiga bulan kurungan. Dalam hal ini hakim tidak sependapat dengan jaksa dengan dijatuhkannya
putusan 7 tujuh tahun penjara denda Rp. 1.000.000,- satu juta rupiah subsider 3 tiga bulan kurungan. Begitu juga untuk kasus yang ketiga hakim juga tidak
sependapat dengan jaksa penuntut umum dengan dijatuhkan putusan 6 enam tahun penjara denda Rp. 3.000.000,- tiga juta rupiah subsider 3 tiga bulan berkurang 1
satu tahun dari yang dituntut oleh jaksa penuntut umum. Tetapi apabila dicermati dari ketiga kasus di atas semakin sedikit barang
buktinya semakin rendah pula tuntutannya, semakin banyak barang buktinya semakin tinggi pula tuntutannya. Untuk barang bukti 20 dua puluh balbungkus dengan ganja
seberat 150 seratus lima puluh kg dituntut dengan hukuman 12 dua belas tahun penjara, demikian juga untuk barang bukti 14 empat belas balbungkus daun ganja
seberat 13,7 tiga belas koma tujuh kg dituntut dengan hukuman 10 sepuluh tahun
Agustina Wati Nainggolan : Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan, 2009
penjara sedangkan untuk barang bukti seberat 250 dua ratus lima puluh gram daun ganja kering dituntut dengan hukuman 7 tujuh tahun penjara.
Di samping disparitas pidana pada tingkat penuntutan, pada penjatuhan putusannya terjadi disparitas Majelis Hakim yang satu berbeda pendapat dengan
Majelis Hakim yang lain dalam penjatuhan putusan. Seperti pada tabel di atas untuk ketiga kasus yang sama Pasal yang dilanggar hakim menjatuhkan putusan yang
berbeda, ada yang memutus 12 dua belas tahun penjara, 10 sepuluh tahun penjara dan 7 tujuh tahun penjara. Untuk hal ini Pratondo, hakim pada Pengadilan Negeri
Medan memberi komentar terjadinya putusan yang berbeda dalam kasus yang sama merupakan hal yang kasuistis sesuai dengan kasus itu sendiri, ada pertimbangan
memberatkan dan ada pertimbangan yang meringankan sehingga terhadap kasus yang sama hukumannya tidak sama. Itulah sebabnya terkadang dijumpai penjatuhan pidana
bagi pemakai narkoba lebih berat daripada pelaku tindak pidana narkoba yang lainnya
107
. Senada dengan ucapan hakim tersebut di atas dapat dilihat dalam putusan PN.
Medan pada tabel berikut:
107
Hasil wawancara dengan Bapak Pratondo, Hakim Pengadilan Negeri Medan, tanggal 27 Januari 2009.
Agustina Wati Nainggolan : Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan, 2009
Tabel 14. Putusan Pengadilan Negeri Medan
Pidana yang Dijatuhkan No
No. Putusan Pasal
yang Dilanggar
Tuntutan oleh JPU
Penjara Denda
Jumlah Barang
Bukti Ket
1 1920PID.B2005PN
Medan Pasal 59
ayat 1 huruf e
Undang – Undang
nomor 5 tahun
1997 4 tahun denda
Rp.150.000.000 subsider 3
bulan 4 tahun
Rp.150.000.000 subsider 3
bulan ½ butir
pil ekstasi
2 2234PID.B2006PN
Medan Pasal 60
ayat 1 huruf a
Undang – Undang
nomor 5 tahun
1997 3 tahun
2 tahun Rp.2.000.000
subsider 2 bulan
192 butir
pil ekstasi
40 gr shabu
- shabu
Sumber: Pengadilan Negeri Medan.
Pada tabel di atas yaitu putusan Nomor 1920Pid.B2005PN.Mdn, kalau dibaca dalam dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum bahwa terdakwa
menggunakan ½ setengah butir pil ekstasi lebih berat pidananya daripada orang yang
menerima penyerahan
psikotopika seperti
putusan Nomor
2234Pid.B2006PN.Mdn. Padahal barang bukti pada kasus perkara hanyalah ½ setengah butir pil ekstasi. Sedangkan pada kasus kedua barang buktinya jauh lebih
banyak yaitu 192 seratus sembilan puluh dua butir pil ekstasi dan 40 empat puluh gram shabu-shabu hukumannya hanya 2 dua tahun penjara dan denda sebesar
Rp. 2.000.000,00 dua juta rupiah bandingkan dengan hukuman hanya untuk ½ setengah butir pil ekstasi yang digunakannya pidananya 4 empat tahun penjara dan
denda sebesar Rp. 150.000.000,- seratus lima puluh juta rupiah.
Agustina Wati Nainggolan : Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan, 2009
Bila dikaji lebih dalam kedua putusan di atas, tentang pertimbangan hakim terhadap hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan pada kedua
putusan tersebut tidak jauh berbeda. Pada kasus pertama hal-hal yang memberatkan bahwa perbuatan terdakwa sangat meresahkan masyarakat serta dapat memberi
contoh yang tidak baik bagi generasi muda. Pada kasus kedua hal-hal yang memberatkan bahwa perbuatan terdakwa menghambat program pemerintah yang
sedang giat-giatnya memberantas penyalahgunaan psikotropika. Hal-hal yang meringankan pada putusan pertama sama dengan hal-hal yang meringankan pada
putusan yang kedua. Bedanya pada kedua putusan ini penulis tidak menjumpai adanya pertimbangan hakim terhadap pekerjaan terdakwa. Padahal pada kasus yang
kedua itu terdakwa bekerja sebagai polisi. Sebagai penegak hukum seharusnya terdakwa tahu bahwa perbuatannya sangat bertentangan dengan hukum.
Terjadinya disparitas pidana disebabkan oleh persepsi hakim terhadap filsafat pemidanaan dan tujuan pemidanaan sangat memegang peranan penting didalam
penjatuhan pidana. Seorang hakim mungkin berpikir bahwa tujuan serupa pencegahan hanya bisa dicapai dengan pidana penjara, namun di lain pihak dengan
tujuan yang sama, hakim lain akan berpendapat bahwa pengenaan denda akan lebih efektif. Seorang hakim yang memandang aliran klasik lebih baik daripada aliran
modern akan menjatuhkan pidana lebih berat, sebab perundangannya adalah pidana harus sesuai dengan perbuatannya dan sebaliknya yang berpandangan modern akan
memidana lebih ringan sebab ia berpendirian, bahwa pidana harus sesuai dengan
Agustina Wati Nainggolan : Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan, 2009
orangnya. Apalagi dari segi teoritis, mengenai tujuan pemidanaan ini belum tercapai kesepakatan diantara para sarjana
108
. Dalam rangka penegakan hukum dan keadilan, pengadilan mempunyai
peranan yang sangat penting di mana hakim sebagai orang yang melaksanakan kegiatan di bidang peradilan, harus melengkapi dirinya dengan nilai-nilai yang
berkembang dan hidup dalam masyarakat tentang arti keadilan di samping menguasai norma-norma hukum tertulis. Namun demikian betapapun idealnya suatu konsepsi,
faktor manusia di belakangnya merupakan hak yang tidak kalah pentingnya. Dengan demikian peranan yang diharapkan dari suatu lembaga peradilan dapat berguna
sebagai wadah dalam hal
109
. 1.
Memberikan pelayanan hukum, perlindungan hukum dan keadilan bagi masyarakat.
2. Sebagai tempat perwujudan dari kejujuran, keluhuran, kebersihan serta rasa
tanggung jawab sense of responsibility terhadap sesama manusia, negara dan Tuhan.
3. Sebagai tempat paling utama dan yang terakhir untuk tegaknya hukum dan
keadilan.
108
Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Bandung: Alumni, 1992, hal. 123.
109
Anton Rasnhart, Masalah Hukum Dari Kratologi sampai Kwitansi, Jakarta: Aksara Persada, 1985, hal. 103.
Agustina Wati Nainggolan : Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan, 2009
C. Keadaan-keadaan Diri Terdakwa