Ketentuan Khusus Pendaftaran Merek Terkenal

pemilik merek produsenpedagang dan kepentingan konsumen atau khalayak ramai pada umumnya, dimana kedua kepentingan tersebut terlindungi secara seimbang dan tidak berat sebelah. Secara menyeluruh, kepentingan-kepentingan yang hendak dilindungi oleh hukum merek dapat dipisah-pisahkan menjadi empat kelompok berikut 2 . 1. Kepentingan pemilik merek untuk tidak diganggu gugat dalam hubungan baiknya dengan para konsumen, yang telah dibina olehnya dipasar melalui penggunaan suatu merek tertentu, serta dalam harapan yang wajar untuk memperoleh langganan tetap pada masa mendatang, yang kesemuaannya itu terjamin oleh pengenalan masyarakat kepada merek tersebut, yang menunjukan bahwa pemilik merek itu adalah produsen dari barang yang bersangkutan. 2. Kepentingan para produsen atau para pedagang lainnya yang bersaing, untuk bebas memasarkan barang-barangnya dengan memakai tanda- tanda umum yang dapat dipakai oleh siapa saja, dan yang seharusnya tidak boleh dimonopoli oleh siapapun sehingga tidak merugikan kebebasan mereka untuk menjual barang-barangnya dalam persaingan yang jujur dan sah. 3. Kepentingan para konsumen untuk dilindungi terhadap praktik-praktik yang cendrung hendak menciptakan kesan-kesan yang dapat menyesatkan dan menipu atau membingungkan konsumen, dengan cara 2 Suyud Margono, Hak Milik Industri: Pengaturan dan Praktik di Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2011, h.48-49. mempengaruhi pikiran konsumen bahawa suatu perusahaan adalah sama dengan dengan perusahaan lain, atau hasil-hasil dari suatu perusahaan itu juga berasal dari perusahaan yang lain tersebut. 4. Kepentingan umum untuk memajukan perdagangan yang jujujr di pasar- pasar, serta untuk mencegah timbulnya praktik-praktik yang tidak jujur dan bertentangan pula dengan norma-norma kepatutan dalam perdagangan. Jadi perlindungan atas merek diciptakan sebagai bentuk perlindungan dari berbagai kepentingan, yaitu kepentingan pemilik merek produsenpedagang dan kepentingan konsumen ataupun khalayak ramai pada umumnya. Perlindungan terhadap merek asing terdapat dalam konvensi Internasional dan di Indonesia sendiri perubahan Undang-Undang merek sebanyak empat kali, terakhir dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001, hal ini menunjukkan bahwa eksistensi merek asing apalagi merek yang sudah terkenal dilindungi di Indonesia.

1. Perlindungan Merek Asing Dalam Konvensi Internasional

a. Paris Convention

Indonesia menjadi anggota dari Paris Convention melalui Keppres Nomor 24 Tahun 1979 dengan disertai pengecualian terhadap Pasal 1 sampai dengan Pasal 12 dan Pasal 28 ayat 1. Terhadap pengecualian Pasal 1 sampai Pasal 12 ini kemudian dicabut dengan Keppres Nomor 15 Tahun 1997 tentang perubahan Keppres Nomor 24 Tahun 1979, sehingga Pasal 1 sampai pasal 12 itu kemudian berlaku juga di Indonesia. Pada Pasal 2 dan 3 Paris Convention, berlaku prinsip non diskriminatif, akibatnya hukum yang berlaku dinegara sendiri berlaku juga untuk orang asing yang merupakan warga negara dari peserta Paris Convention. Pada Pasal 4 Paris Convention pendaftaran merek dapat diberikan hak prioritas. Jadi seseorang yang sudah mendaftarkan hak milik intelektualnya di suatu negara akan diberi prioritas dengan bentuk kelonggaran waktu untuk mendaftarkan haknya di negara lain selama 6 bulan. Persyaratan pengajuan dan pendaftaran merek dagang ditentukan berdasarkan Pasal 6 Paris Convention, ditentukan oleh undang-undang setempat masing-masing negara anggota Paris Convention. Hal ini dimaksudkan agar masing-masing negara anggota dapat menggunakan patokan-patokan sendiri yang ditetapkan dalam undang-undangnya untuk menentukan masa berlakunya suatu merek dagang. Bentuk perlindungan merek terkenal terletak pada Pasal 6 bis, yang menyebutkan bahwa masing-masing anggota di suatu negara harus menolak permohonan pendaftaran yang sama atau mirip dengan merek yang dianggap terkenal di negara itu. Konvensi ini juga tidak menyebutkan tentang definisi itikad tidak baik, namun pada pasal 6 bis