Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights TRIPs

Keppres Nomor 17 Tahun 1997 Tentang Pengesahan Trademark Law Treaty. Pada dasarnya Trademark Law Treaty ini mengatur masalah prosedural dalam hal pendaftaran merek berupa persyaratan maksimum untuk mengajukan permohonan pendaftaran, pencatatan perubahan nama dan alamat, pencatatan perubahan pemilik serta pembaharuan merek. Pada Trademark Law Treaty terdapat beberapa pasal mengenai perlindungan merek terkenal, sebagaimana yang terdapat pada Pasal 15 dan 16 Trademark Law Treaty. Pada Pasal 15 Trademark Law Treaty mengharuskan negara anggota untuk mengikuti ketentuan-ketentuan dalam Paris Convention tentang merek. Trademark Law Treaty tidak mengharuskan untuk menjadi anggota Paris Convention, tetapi cukup hanya sebagai anggota WIPO. Jadi untuk negara-negara yang bukan anggota dari Paris Convention, dalam Trademark Law Treaty berlaku juga ketentuan- ketentuan tentang merek termasuk Pasal 6 bis Paris Convention. Sedangkan pada Pasal 16 menjelaskan bahwa anggota Trademark Law Treaty wajib mengikuti ketentuan Pasal 6 bis Paris Convention terhadap merek dagang dan merek jasa.

2. Perlindungan Merek Asing dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2001 a. Pengertian merek menurut Undang-Undang ini yaitu dalam Pasal 1 ayat 1 adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka- angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Jenis-jenis merek menurut Pasal 1 ayat 2 dan 3 Undang-Undang ini adalah merek dagang dan merek jasa. b. Prinsip itikad baik menurut Undang-Undang ini terdapat pada Pasal 4, dimana suatu merek tidak dapat didaftar atas permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. c. Suatu merek dapat ditolak menurut Pasal 6 ayat 1 adalah jika mempunyai persamaan pada pokoknya atau secara keseluruhan dengan merek atau pihak lain yang sudah mendaftar terlebih dahulu untuk barang dan jasa yang sejenis, atau dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan atau jasa yang sejenis, atau mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah dikenal. Dengan demikian Pasal 6 ini sejalan dengan Pasal 6 bis Paris Convention. d. Ketentuan Pasal 6 ayat 2, sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat 1 dapat pula diberlakukan terhadap barang dan atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. e. Menurut ketentuan pasal 6 ayat 3 permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut merupakan atau menyerupai