Ikhtisar DINAMIKA STRUKTUR AGRARIA UNIT PEMUKIMAN

pendidikannya tinggi. Tapi yang lain kan umumnya rendah. Selain itu, kalo ada masalah misalnya modal atau yang lainnya mereka juga bingung mau minta bantuan ke siapa. Padahal asal ada kemauan aja banyak yang mau membantu tapi ya susah. Biasanya keadaan mereka membaik saat sudah di bangun plasma kelapa sawit seperti di daerah lain” Tekanan yang datang membuat transmigran tidak memiliki pilihan lain bagi transmigran yang minim akses dan jejaring selain menjual lahan kepada pemodal yang ingin bergabung dengan program plasma. Petani yang mampu bertahan juga tidak memiliki pilihan selain bergabung dengan plasma perusahaan yang ditentukan pemerintah. Pembentukan lapisan baru sebagai petani tak berlahan pada periode ketiga akhir 2011 menunjukkan bahwa pemerintah sebagai penyelenggara program transmigrasi tidak mampu membantu transmigran mengatasi masalah. Pola yang terbentuk pada akhirnya tak jauh berbeda dengan keadaan di Jawa bahwa yang memiliki modal yang dapat bertahan dan berkembang. Hal ini membuktikan bahwa tujuan transmigrasi belum tercapai.

5.5 Ikhtisar

Dinamika struktur agraria di Unit Pemukiman Transmigrasi UPT Simpang Nungki dibagi dalam tiga periodisasi, yakni periode pra masuknya komoditas kelapa sawit, periode proses masuknya komoditas kelapa sawit dan pasca masuknya komoditas kelapa sawit. Masa pra masuknya komoditas kelapa sawit terjadi pada tahun 2005 sampai 2006. Masa ini adalah masa awal kedatangan transmigran di UPT Simpang Nungki karena transmigran masuk ke UPT Simpang Nungki dalam tiga tahap yakni pada tahun 2005, 2006, dan 2007. Perubahan struktur agraria belum terlalu banyak. Hal ini disebabkan sertifikat lahan masyarakat belum turun dan ketentuan transmigrasi tidak mengizinkan pemindahan kepemilikan lahan transmigrasi sebelum kurun waktu 10 tahun. Namun, proses pemindahan kepemilikan dan kasus perginya transmigran tetap terjadi. Lebih dari 50 persen transmigran yang berasal dari luar Pulau Kalimantan maupun transmigran lokal asal Kalimantan Selatan pergi meninggalkan kompleks transmigrasi dengan berbagai alasan seperti kurangnya sarana dan prasarana, lahan yang kurang subur, dan sebagainya. Mayoritas transmigrasi pergi meninggalkan lahan dan tempat tinggalnya tanpa menjual lahan. Sistem transfer kepemilikan banyak terjadi pada lahan kapling yang dimiliki masyarakat lokal. Sistem kelembagaan yang ada pada periode ini adalah kelembagaan bagi hasil yang mengatur tentang aturan lahan garapan. Pada periode ini komoditas pertanian yang ditanam oleh masyarakat pada umumnya adalah padi, palawija, dan jeruk. Masa proses masuknya komoditas kelapa sawit terjadi pada tahun 2006 akhir sampai saat ini tahun 2011. Periode ini ditandai dengan beroperasinya dua perusahaan besar swasta yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan kelapa sawit di sekitar Desa Simpang Nungki. Program dan kebijakan pemerintah terkait pengembangan program kelapa sawit juga menjadi penanda periode ini dimulai. Proses transfer kepemilikan terjadi pada masa ini. Harga lahan pertanian semakin tinggi terlebih untuk lahan yang telah bersertifikat. Lahan yang mengalami pemindahan kepemilikan sekitar 25 persen dari jumlah lahan transmigran yang pergi. Proses transfer kepemilikan ini terjadi melalui sistem ganti rugi dan terjadi dalam dua periode yakni masa pra masuknya komoditas kelapa sawit dan masa proses masuknya komoditas kelapa sawit. Sistem kelembagaan yang ada hampir sama dengan periode sebelumnya yakni kelembagaan bagi hasil dalam pengaturan lahan garapan. Kelembagaan baru yang muncul pada masa proses masuknya komoditas kelapa sawit adalah koperasi. Komoditas pertanian yang ditanam masyarakat sudah mulai berubah. Sekitar 50 persen kepala keluarga mulai menanam kelapa sawit pada masa ini. Pada peride pertama dan kedua, struktur agraria masyarakat belum mengalami perubahan yang besar. Seluruh kepala keluarga Unit Pemukiman Transmigrasi Simpang Nungki memiliki lahan pertanian. Status sosial masyarakat terdiferensiasi ke dalam beberapa jenis lapisan yakni petani pemilik, petani pemilik+penggarap, petani pemilik +buruh tani, dan petani pemilik+penggarap+buruh tani. Periode pasca masuknya komoditas kelapa sawit ditandai dengan disepakatinya perjanjian-perjanjian terkait kebun plasma masyarakat dan mulai dibangunnya kebun plasma di UPT Simpang Nungki. Pendatang juga mulai masuk ke Desa Simpang Nungki untuk mengadu nasib. Sistem transfer kepemilikan melalui ganti rugi banyak terjadi. Harga lahan yang semakin tinggi tidak menghilangkan minat pemodal untuk memiliki lahan yang akan diplasmakan. Proses transfer kepemilikan ini diperkirakan banyak terjadi pada masa jeda antara pembagian sertifikat transmigran dengan penetapan peserta program plasma. Masuknya buruh-buruh perkebunan baru dan proses trannsfer kepemilikan lahan akan mencetak tunakisma baru yang akan menambah lapisan- lapisan dalam struktur agraria masyarakat UPT Simpang Nungki. Proses di atas menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara dinamika struktur agraria dengan perubahan komoditas pertanian sehingga hipotesis 3 diterima. Kondisi transmigran setelah terjadi perubahan-perubahan menunjukkan bahwa program transmigrasi belum berhasil untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat yang dapat bertahan dan semakin sejahtera adalah masyarakat yang memiliki modal dan posisi yang baik sejak awal.

BAB VI FAKTOR

– FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN

6.1 Faktor Eksternal

Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya. Harga pasaran yang tinggi dan relatif stabil memberikan daya tarik tersendiri bagi pemerintah dan pengusaha. Perkembangan industri kelapa sawit di Indoensia sangat pesat. Keadaan ini membawa peluang bagi pemerintah untuk membuat kebijakan terkait perkebunan kelapa sawit. Hal tersebut direalisasikan pemerintah melalui Peraturan Menteri Pertanian No.26 Tahun 2007 tentang pengembangan perkebunan melalui program revitalisasi perkebunan bahwa setiap perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit wajib memiliki plasma minimal 20 persen dari luas HGU. Keberhasilan program pengembangan kelapa sawit berbasis perkebunan rakyat di beberapa daerah dengan meningkatnya keadaan sosial ekonomi masyarakat menambah daya tarik komoditas kelapa sawit. Pemerintah daerah Barito Kuala khususnya dan Kalimantan Selatan pada umumnya telah menetapkan program-program terkait dengan pengembangan perkebunan kelapa sawit berbasis perkebunan rakyat melalui program revitalisasi perkebunan. Program revitalisasi perkebunan adalah upaya percepatan pengembangan perkebunan rakyat melalui perluasan, peremajaan, dan rehabilitasi tanaman perkebunan. Pelaksanaan program ini merupakan bentuk kerjasama dari beberapa pihak. Perbankan sebagai pihak penyedia kredit investasi, pemerintah sebagai fasilitator yang memberikan dukungan dan subsidi bunga, perusahaan di bidang usaha perkebunan sebagai mitra pengembangan dalam pembangunan kebun, pengolahan dan pemasaran hasil. Pelaku utama dalam program ini adalah masyarakat sebagai peserta program dan pemilik lahan perkebunan.