ini terlihat dari cara penanaman sawit yang di lakukan oleh masyarakat Simpang Nungki. Menurut materi yang diberikan Dinas Perkebunan cara penanaman
kelapa sawit di daerah berlahan gambut adalah dengan membuat gundukan sehingga keasaman tanah dapat berkurang. Hal tersebut tidak dapat
diimplementasikan oleh masyarakat karena jika angin besar maka pohon-pohon sawit akan tumbang. Kondisi tersebut membuat masyarakat menemukan solusi
yakni dengan merendahkan gundukan dan membangun saluran air tiap pohon disekitar gundukan sehingga rendahnya gundukan tidak membuat tanah asam.
Pengetahuan pemakaian pupuk yang pas juga didapat dari hasil mencoba atau eksperimen di lapangan. Banyak faktor yang menyebabkan materi-materi
yang diberikan dinas tidak dapat diimplementasikan di lapangan. Namun tidak banyak petani yang senantiasa mencoba cara-cara baru untuk mencari jalan keluar
dari permasalahan kebunnya. Sebagian besar masyarakat hanya menunggu atau melihat petani lain menemukan cara-cara yang lebih sesuai dan menirunya.
6.2.2 Tingkat Kepemilikan Modal
Masyarakat UPT Simpang Nungki sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani dan buruh tani termasuk buruh lepas perkebunan kelapa sawit.
Pendapatan yang didapat, sebagian diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sebagian disimpan sebagai modal pertanian pada masa tanam
selanjutnya. Biaya yang dikeluarkan untuk kebun kelapa sawit berbeda dengan komoditas pertanian yang lain. Modal untuk membangun dan merawat kebun
kelapa sawit jumlahnya jauh lebih besar. Oleh karena itu perlu kesiapan khusus terutama modal untuk membangun kebun kelapa sawit. Biaya pembangunan dan
perawatan kebun didaerah berlahan gambut selama kelapa sawit belum dipanen sekitar empat puluh juta rupiah. Jumlahnya jauh lebih besar daripada kebun
kelapa sawit yang dibangun di daerah dataran tinggi seperti sebagian besar Pulau Sumatera. Tingkat kepemilikan modal memiliki hubungan yang tidak langsung
dengan minat petani terhadap kebun kelapa sawit. Beberapa transmigran dengan minat tinggi mendapat tambahan modal membangun kebun dengan menjual aset
yang dimiliki di daerah asal atau meminjam dari kerabat. Berikut data kepemilikan modal masyarakat untuk membangun dan merawat kebun kelapa
sawit.
Tabel 6.3 Rumah Tangga Menurut Tingkat Kepemilikan Modal Pembangunan dan Perawatan Kebun Kelapa Sawit UPT Simpang Nungki, Kec. Cerbon, Kab.
Barito Kuala, 2011
Tingkat Kepemilikan Modal Jumlah KK
Persentase Rendah
30 22,39
Sedang 64
47,76 Tinggi
40 29,85
Jumlah 134
100,00
Transmigran peserta program pengembangan perkebunan kelapa sawit dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan mendapatkan bantuan modal untuk pembukaan dan
perawatan kebun kelapa sawit. Bantuan berupa bibit kelapa sawit bersertifikat, pupuk, bantuan dana pembersihan lahan, pemasangan anjir dan pembuatan
gundukan sangat membantu petani dengan kepemilikan modal yang terbatas untuk membangun kebun kelapa sawitnya. Masyarakat dengan kepemilikan
modal tinggi tidak hanya mampu membiayai proses produksi tetapi juga akan memperluas lahan yang dimilikinya. Lahan yang luas akan menghasilkan lebih
banyak dan menambah modal yang dimiliki. Hal tersebut berbeda dengan masyarakat dengan modal terbatas seperti kebanyakan transmigran yang harus
mencari tambahan modal dengan pekerjaan tambahan atau meminjam uang dari pihak lain. Modal yang ada akan sulit bertambah bahkan akan terus berkurang
untuk menutupi biaya produksi dan biaya hidup. Hal ini seperti yang diungkapkan STB 44 tahun di bawah ini
18
. “ Kebun kelapa sawit itu membutuhkan modal yang besar
dek. Saya saja sudah menjual sapi saya di Jawa. Saya juga pinjam uang adik saya. Yah demi masa depan lah,
kan nantinya kalo sudah menghasilkan, uang yang diterima juga banyak. Tapi yah itu, tikus dan kebakaran
lahan pas kemarau beberapa waktu lalu membuat kebun masyarakat sini rusak semua. cuma beberapa yang bisa
diselamatkan. Sekarang kan bibit kalau beli sendiri mahal. Saya saja sudah hampir habis 2,5 juta untuk beli
bibit buat nambal sulam bibit yang rusak dimakan tikus. Yah kalau ga ku
at modal ya ga bertahan kebunnya”
18
Hasil wawancara dengan transmigran pada tanggal 3 Mei 2011
6.3 Hubungan antara Faktor Internal dengan Keputusan Membangun Kebun Kelapa Sawit