Uji Efektivitas Antialergi Ekstrak Etanol Daun Nimba (Azadirachta indica A. Juss.) pada Mencit yang Diinduksi dengan Ovalbumin

(1)

UJI

DAUN

I EFEKTI

N NIMBA

YANG

PROGR

UNIV

IVITAS A

A (

Azadir

G DIINDU

N

N

RAM ST

FAKU

VERSITA

ANTIALE

rachta ind

UKSI DEN

SKRIP

OLEH

NONA JU

NIM 1015

TUDI SA

ULTAS F

AS SUM

MEDA

2014

ERGI EK

dica

A. Jus

NGAN OV

PSI

H:

UWITA

501132

ARJANA

FARMA

MATERA

AN

4

KSTRAK E

ss.) PADA

VALBUM

A FARM

ASI

A UTAR

ETANOL

A MENCI

MIN

MASI

RA

L

IT


(2)

UJI

DAUN

Diaj

I EFEKTI

N NIMBA

YANG

jukan untu Gela

PROGR

UNIV

IVITAS A

A (

Azadir

G DIINDU

uk Melengk ar Sarjana F

Unive

N

N

RAM ST

FAKU

VERSITA

ANTIALE

rachta ind

UKSI DEN

SKRIP

kapi Salah S Farmasi pa ersitas Sum

OLEH

NONA JU

NIM 1015

TUDI SA

ULTAS F

AS SUM

MEDA

2014

ERGI EK

dica

A. Jus

NGAN OV

PSI

Satu Syara ada Fakult matera Utar

H:

UWITA

501132

ARJANA

FARMA

MATERA

AN

4

KSTRAK E

ss.) PADA

VALBUM

at untuk Me as Farmasi ra

A FARM

ASI

A UTAR

ETANOL

A MENCI

MIN

emperoleh i

MASI

RA

L

IT


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

UJI EFEKTIVITAS ANTIALERGI EKSTRAK ETANOL

DAUN NIMBA (

Azadirachta indica

A. Juss.) PADA MENCIT

YANG DIINDUKSI DENGAN OVALBUMIN

OLEH:

NONA JUWITA

NIM 101501132

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 28 Agustus 2014

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195008221974121002 NIP 195301011983031004

Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt.

Pembimbing II NIP 195008221974121002

Drs. Rasmadin Mukhtar, M.S., Apt. Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt.

NIP 194909101980031002 NIP 195304031983032001

Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt.

NIP 195208241983031001

Medan, Oktober 2014

Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Uji Efektivitas Antialergi Ekstrak Etanol Daun Nimba (Azadirachta

indica A. Juss.) Pada Mencit Yang Diinduksi Dengan Ovalbumin”. Skripsi ini

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Sumurung Lumban Gaol dan Alm. Ibunda Norita br. Regar atas doa, dukungan dan pengorbanannya yang begitu luar biasa dengan tulus dan ikhlas bagi kesuksesan penulis, serta kepada kakak saya Hotlina L. Gaol, Desmaima L. Gaol, Nurhayati L. Gaol, abang saya Heryanto L. Gaol dan adik-adik saya tersayang Sulastri L. Gaol, Timorawi L. Gaol, Rona Uli L. Gaol dan Mitro L. Gaol.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan yang telah memberikan fasilitas selama masa pendidikan. Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Rasmadin Mukhtar, M.S., Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ibu Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik selama masa perkuliahan. Bapak dan Ibu Kepala Laboratorium Obat Tradisional,


(5)

Farmakognosi dan Farmakologi yang telah memberikan fasilitas, petunjuk dan membantu selama penelitian. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Sahabat-sahabat penulis yang telah memberikan dukungan, doa, dorongan dan menjadi penyemangat bagi penulis dan teman-teman mahasiswa stambuk 2010 serta kakak dan adik kelas Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Semoga Tuhan memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan ilmu kefarmasian khususnya.

Medan, Oktober 2014

Penulis

Nona Juwita


(6)

UJI EFEKTIVITAS ANTIALERGI EKSTRAK ETANOL DAUN NIMBA (Azadirachta indica A. Juss.)PADA MENCIT YANG DIINDUKSI DENGAN

OVALBUMIN Abstrak

Alergi merupakan salah satu bentuk manifestasi dari reaksi hipersensitivitas. Penyakit alergi terus meningkat, proses alergi pada penderita disebabkan adanya alergen yang masuk kedalam tubuh, salah satu jenis alergen adalah alergen makanan protein putih telur (ovalbumin) yang bertanggung jawab terhadap terjadinya reaksi alergi dan menyebabkan pengeluaran imunoglobulin. Ovalbumin dapat mengaktivasi jenis-jenis leukosit yaitu basofil, eusinofil, monosit, limfosit dan neutrofil.

Tanaman nimba (Azadirachta indica A. Juss.), suku Meliaceae, secara empiris telah dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu obat tradisional yang dapat mengatasi berbagai macam penyakit, seperti cacingan, kudis, malaria, diabetes, rematik dan alergi. Pemanfaatan sebagai antialergi menunjukkan bahwa ekstrak daun nimba mengandung komponen imunomodulator yang dapat memodulasi respon imun.

Tahap penelitian meliputi pengumpulan bahan, pengolahan bahan, pembuatan ekstrak etanol daun nimba, penyiapan hewan percobaan (mencit) dan pengujian antialergi pada hewan percobaan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antialergi ekstrak etanol daun nimba pada mencit yang diinduksi dengan ovalbumin, menggunakan 25 ekor mencit terbagi atas 5 kelompok. Kelompok kontrol positif (K1) tidak diberi perlakuan, kelompok kontrol negatif (K2) hanya diberi ovalbumin, kelompok K3, K4 dan K5 diberi ekstrak etanol daun nimba dengan dosis 50 mg/kg bb, 100 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb selama 21 hari, kemudian pada hari ke-21 dan ke-22 diinduksi ovalbumin. Terhadap masing-masing kelompok dilakukan pemeriksaan jumlah total leukosit dan jumlah diferensial leukosit (limfosit, monosit, neutrofil, eusinofil dan basofil) dengan mengambil darah dari ekor mencit pada waktu tertentu yaitu jam ke-6, jam ke-24 dan pada hari ke-7.

Dari hasil penelitian didapat bahwa ekstrak etanol daun nimba pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan kemampuan dalam meningkatkan jumlah leukosit dengan nilai 7324 sel/l mendekati kontrol positif (K1) yang tidak diberi perlakuan. Untuk jumlah limfosit pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan nilai 29,93 sel/l, untuk jumlah monosit pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan nilai 6,2 sel/l, untuk jumlah neutrofil pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan nilai 61,07 sel/l, untuk jumlah eusinofil pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan nilai 2,87 sel/l dan untuk jumlah basofil pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan nilai 0,53 sel/l. Dari hasil pengujian statistik, pemberian ekstrak etanol daun nimba mampu meningkatkan jumlah total leukosit dan diferensial leukosit mencit secara signifikan terhadap kelompok uji (p < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun nimba mempunyai efektivitas sebagai antialergi.


(7)

EFFECTIVENESS OF ANTIALLERGY OF ETHANOL EXTRACT NEEM LEAF (Azadirachta indica A. Juss.) IN MICE INDUCED BY OVALBUMIN

Abstract

Allergy is one of hypersensitivity manifestations. Allergy continue rising, allergic process in patients is caused by allergens which entered the body. One of the type of allergen is protein from white egg (ovalbumin) which responsible for occurences of allergic reactions and induces immunoglobulin. Ovalbumin activates some kinds of leukocytes like basophils, eosinophils, monocytes, lymphocytes, and neutrophils.

Neem plant(Azadirachta indica A. Juss.), Meliaceae, empirically has been common known as one of traditional medicine which able to overcame the various diseases, such as intestinal worms, scabies, malaria, diabetes, arthritis and allergies. Anti-allergic utilization shows that nimba leaves extract contains immunomodulatory which able to modulates immune response.

Research stages involve materials collecting, materials processing, ethanol extract of neem leaves making, experimental animals (mice) preparing, and allergy testing in animals.

This study aims to determine allergenic effects of ethanol extract of neem leaves in mice induced by ovalbumin, using 25 mices were divided into 5 groups. Positive control group (K1) untreated, negative control group (K2) were given ovalbumin, K3, K4, and K5 group were given ethanol extract of neem leaves with doses 50 mg/kg bw, 100 mg/kg bw, and 200 mg/kg bw for 21 days, then on day 21 and 22 were induced by ovalbumin. Each group was observed in leukocytes total number, and leukocytes differential total number (lymphocytes, monocytes, neutrophils, eosinophils, and basophils) by taking blood from mice at specific time, 6th hour, 24th hour, and 7th day.

The results obtained that the ethanol extract of neem leaf at a dose of 100 mg / kg bw showed the ability to increase the number of leukocytes to the value of 7324 cells / l approaching the positive control (K1) untreated. For the number of lymphocytes in a dose of 100 mg / kg bw showed the value of 29.93 cells / l, for the number of monocytes in a dose of 100 mg / kg bw showed the value of 6.2 cells / l, for the number of neutrophils in a dose of 100 mg / kg bw demonstrate the value of 61.07 cells / l, for a number of eusinofil at a dose of 100 mg / kg bw showed values of 2.87 cells / l and for the number of basophils in a dose of 100 mg / kg bw showed values of 0.53 cells / l. From the results of statistical testing, the ethanol extract of neem leaves is able to increase the number of total leukocyte and differential leukocyte mice significantly to the test group (p <0.05). It can be concluded that the ethanol extract of neem leaf have effectiveness antiallergy.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Tumbuhan ... 6

2.1.1 Sistematika Tumbuhan ... 6

2.1.2 Nama Daerah ... 7

2.1.3 Nama Asing ... 7


(9)

2.1.5 Kandungan Kimia Daun Nimba ... 7

2.1.6 Khasiat Daun Nimba ... 8

2.2 Ekstraksi ... 8

2.3 Uraian Leukosit ... 10

2.4 Jenis-jenis Leukosit ... 11

2.4.1 Granulosit ... 11

2.4.2 Agranulosit ... 14

2.5 Ovalbumin ... 16

2.6 Alergi ... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Alat dan Bahan ... 21

3.1.1 Alat-alat penelitian ... 21

3.1.2 Bahan-bahan penelitian ... 21

3.2 Hewan Percobaan ... 22

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel ... 22

3.3.1 Pengumpulan bahan ... 22

3.3.2 Identifikasi tumbuhan ... 22

3.3.3 Pembuatan simplisia daun nimba ... 22

3.4 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ... 23

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ... 23

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 23

3.4.3 Penetapan kadar air ... 23

3.4.4 Penetapan kadar sari larut dalam air ... 24

3.4.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol ... 24


(10)

3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 25

3.5 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Nimba (EEDN) ... 25

3.6 Penyiapan Bahan Obat ... 26

3.6.1 Penyiapan larutan putih telur ayam ras 50% ... 26

3.6.2 Penyediaan larutan Turk ... 26

3.6.3 Pembuatan larutan buffer ... 26

3.6.4 Penyediaan larutan Giemsa ... 27

3.6.5 Penyiapan larutan CMC 0,5% ... 27

3.6.6 Penyiapan larutan uji suspensi EEDN ... 27

3.7 Pengujian Efektivitas Antialergi ... 27

3.7.1 Penyiapan hewan percobaan ... 27

3.7.2 Tahap pengelompokkan dan perlakuan sampel ... 28

3.7.3 Pemberian EEDN pada mencit ... 28

3.7.4 Pemberian ovalbumin ... 28

3.7.5 Analisis perhitungan jumlah total sel darah putih (leukosit) ... 29

3.7.6 Analisis diferensial sel darah putih (leukosit) ... 29

3.7.7 Analisis data ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 31

4.2 Hasil Karaterisasi Bahan Tumbuhan dan Serbuk Simplisia . 31 4.2.1 Pemeriksaan makroskopik ... 31

4.2.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 31

4.2.3 Pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia ... 33

4.3 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia ... 33


(11)

4.4.1 Jumlah total sel darah putih (leukosit) mencit ... 34

4.4.2 Diferensial sel darah putih (leukosit) mencit ... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

4.1 Kesimpulan ... 50

4.2 Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia dari daun nimba ... 33 Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia dari simplisia daun nimba ... 33 Tabel 4.3 Jumlah total leukosit mencit yang diberi EEDN dapat

dilihat pada hasil pengamatan jam ke-6, jam ke-24 dan hari ke-7 ... 34 Tabel 4.4 Persentase Limfosit Mencit yang diberi EEDN dapat dilihat

padahasil pengamatan jam ke-6, jam ke-24 dan hari ke-7 ... 38 Tabel 4.5 Persentase monosit mencit yang diberi EEDN dapat dilihat

pada hasil pengamatan jam ke-6, jam ke-24 dan hari ke-7 .. 40 Tabel 4.6 Persentase neutrofil mencit yang diberi EEDN dapat dilihat

pada hasil pengamatan jam ke-6, jam ke-24 dan hari ke-7 ... 42 Tabel 4.7 Persentase eusinofil mencit yang diberi EEDN dapat dilihat

pada hasil pengamatan jam ke-6, jam ke-24 dan hari ke-7 ... 44 Tabel 4.8 Persentase basofil mencit yang diberi EEDN dapat dilihat


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian ... 5

Gambar 4.1 Gambar mikroskopik melintang daun nimba segar ... 32 Gambar 4.2 Gambar mikroskopik serbuk simplisia daun nimba ... 32 Gambar 4.3 Grafik hasil uji EEDN terhadap jumlah total leukosit

berdasarkan waktu pengambilan darah ... 35 Gambar 4.4 Grafik hasil uji EEDN terhadap jumlah total leukosit

berdasarkan rata-rata keseluruhan ... 35 Gambar 4.5 Grafik persentase limfosit mencit berdasarkan waktu

pengambilan darah ... 38 Gambar 4.6 Grafik persentase limfosit mencit berdasarkan rata-rata

keseluruhan ... 39 Gambar 4.7 Grafik persentase monosit mencit berdasarkan waktu

pengambilan darah ... 41 Gambar 4.8 Grafik persentase monosit mencit berdasarkan rata-rata

keseluruhan ... 41 Gambar 4.9 Grafik persentase neutrofil mencit berdasarkan waktu

pengambilan darah ... 43 Gambar 4.10 Grafik persentase neutrofil mencit berdasarkan rata-rata

keseluruhan ... 43 Gambar 4.11 Grafik persentase eusinofil mencit berdasarkan waktu

pengambilan darah ... 45 Gambar 4.12 Grafik persentase eusinofil mencit berdasarkan rata-rata

keseluruhan ... 45 Gambar 4.13 Grafik persentase basofil mencit berdasarkan waktu

pengambilan darah ... 47 Gambar 4.14 Grafik persentase basofil mencit berdasarkan rata-rata


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Persetujuan Komite Etik Penelitian Hewan ... 54

Lampiran 2. Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 55

Lampiran 3. Gambar karakterisasi tanaman nimba ... 56

Lampiran 4. Perhitungan pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia daun nimba (Azadirachta indica A. Juss.) ... 58

Lampiran 5. Bagan kerja pembuatan serbuk simplisia ... 63

Lampiran 6. Bagan kerja pembuatan ekstrak ... 64

Lampiran 7. Gambar alat-alat ... 65

Lampiran 8. Gambar hasil kamar hitung dan hasil diferensial leukosit mencit ... 67

Lampiran 9. Contoh perhitungan ... 71


(15)

UJI EFEKTIVITAS ANTIALERGI EKSTRAK ETANOL DAUN NIMBA (Azadirachta indica A. Juss.)PADA MENCIT YANG DIINDUKSI DENGAN

OVALBUMIN Abstrak

Alergi merupakan salah satu bentuk manifestasi dari reaksi hipersensitivitas. Penyakit alergi terus meningkat, proses alergi pada penderita disebabkan adanya alergen yang masuk kedalam tubuh, salah satu jenis alergen adalah alergen makanan protein putih telur (ovalbumin) yang bertanggung jawab terhadap terjadinya reaksi alergi dan menyebabkan pengeluaran imunoglobulin. Ovalbumin dapat mengaktivasi jenis-jenis leukosit yaitu basofil, eusinofil, monosit, limfosit dan neutrofil.

Tanaman nimba (Azadirachta indica A. Juss.), suku Meliaceae, secara empiris telah dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu obat tradisional yang dapat mengatasi berbagai macam penyakit, seperti cacingan, kudis, malaria, diabetes, rematik dan alergi. Pemanfaatan sebagai antialergi menunjukkan bahwa ekstrak daun nimba mengandung komponen imunomodulator yang dapat memodulasi respon imun.

Tahap penelitian meliputi pengumpulan bahan, pengolahan bahan, pembuatan ekstrak etanol daun nimba, penyiapan hewan percobaan (mencit) dan pengujian antialergi pada hewan percobaan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antialergi ekstrak etanol daun nimba pada mencit yang diinduksi dengan ovalbumin, menggunakan 25 ekor mencit terbagi atas 5 kelompok. Kelompok kontrol positif (K1) tidak diberi perlakuan, kelompok kontrol negatif (K2) hanya diberi ovalbumin, kelompok K3, K4 dan K5 diberi ekstrak etanol daun nimba dengan dosis 50 mg/kg bb, 100 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb selama 21 hari, kemudian pada hari ke-21 dan ke-22 diinduksi ovalbumin. Terhadap masing-masing kelompok dilakukan pemeriksaan jumlah total leukosit dan jumlah diferensial leukosit (limfosit, monosit, neutrofil, eusinofil dan basofil) dengan mengambil darah dari ekor mencit pada waktu tertentu yaitu jam ke-6, jam ke-24 dan pada hari ke-7.

Dari hasil penelitian didapat bahwa ekstrak etanol daun nimba pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan kemampuan dalam meningkatkan jumlah leukosit dengan nilai 7324 sel/l mendekati kontrol positif (K1) yang tidak diberi perlakuan. Untuk jumlah limfosit pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan nilai 29,93 sel/l, untuk jumlah monosit pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan nilai 6,2 sel/l, untuk jumlah neutrofil pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan nilai 61,07 sel/l, untuk jumlah eusinofil pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan nilai 2,87 sel/l dan untuk jumlah basofil pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan nilai 0,53 sel/l. Dari hasil pengujian statistik, pemberian ekstrak etanol daun nimba mampu meningkatkan jumlah total leukosit dan diferensial leukosit mencit secara signifikan terhadap kelompok uji (p < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun nimba mempunyai efektivitas sebagai antialergi.


(16)

EFFECTIVENESS OF ANTIALLERGY OF ETHANOL EXTRACT NEEM LEAF (Azadirachta indica A. Juss.) IN MICE INDUCED BY OVALBUMIN

Abstract

Allergy is one of hypersensitivity manifestations. Allergy continue rising, allergic process in patients is caused by allergens which entered the body. One of the type of allergen is protein from white egg (ovalbumin) which responsible for occurences of allergic reactions and induces immunoglobulin. Ovalbumin activates some kinds of leukocytes like basophils, eosinophils, monocytes, lymphocytes, and neutrophils.

Neem plant(Azadirachta indica A. Juss.), Meliaceae, empirically has been common known as one of traditional medicine which able to overcame the various diseases, such as intestinal worms, scabies, malaria, diabetes, arthritis and allergies. Anti-allergic utilization shows that nimba leaves extract contains immunomodulatory which able to modulates immune response.

Research stages involve materials collecting, materials processing, ethanol extract of neem leaves making, experimental animals (mice) preparing, and allergy testing in animals.

This study aims to determine allergenic effects of ethanol extract of neem leaves in mice induced by ovalbumin, using 25 mices were divided into 5 groups. Positive control group (K1) untreated, negative control group (K2) were given ovalbumin, K3, K4, and K5 group were given ethanol extract of neem leaves with doses 50 mg/kg bw, 100 mg/kg bw, and 200 mg/kg bw for 21 days, then on day 21 and 22 were induced by ovalbumin. Each group was observed in leukocytes total number, and leukocytes differential total number (lymphocytes, monocytes, neutrophils, eosinophils, and basophils) by taking blood from mice at specific time, 6th hour, 24th hour, and 7th day.

The results obtained that the ethanol extract of neem leaf at a dose of 100 mg / kg bw showed the ability to increase the number of leukocytes to the value of 7324 cells / l approaching the positive control (K1) untreated. For the number of lymphocytes in a dose of 100 mg / kg bw showed the value of 29.93 cells / l, for the number of monocytes in a dose of 100 mg / kg bw showed the value of 6.2 cells / l, for the number of neutrophils in a dose of 100 mg / kg bw demonstrate the value of 61.07 cells / l, for a number of eusinofil at a dose of 100 mg / kg bw showed values of 2.87 cells / l and for the number of basophils in a dose of 100 mg / kg bw showed values of 0.53 cells / l. From the results of statistical testing, the ethanol extract of neem leaves is able to increase the number of total leukocyte and differential leukocyte mice significantly to the test group (p <0.05). It can be concluded that the ethanol extract of neem leaf have effectiveness antiallergy.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal sebagai obat tradisional. Dukungan WHO terhadap konsep back to nature dibuktikan dengan adanya rekomendasi untuk menggunakan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat dan pencegahan penyakit, terutama untuk penyakit infeksi yaitu sistem imun yang kurang baik, penyakit degenerative dan kanker (Sukandar, 2011).

Alergi adalah suatu keadaan hipersensitivitas yang diinduksi oleh pajanan suatu antigen tertentu yang menimbulkan reaksi imunologi yang berbahaya pada pajanan berikutnya. World Allergy Organization (WAO) menunjukkan prevalensi alergi terus meningkatkan dengan angka 30 - 40% populasi dunia. Di Indonesia sendiri, walaupun belum ada angka pastinya, namun beberapa peneliti memperkirakan bahwa peningkatan kasus alergi di Indonesia mencapai 30% pertahunnya. Anak usia sekolah lebih 40% mempunyai 1 gejala alergi, 20% mempunyai asma, 6 juta mempunyai dermatitis (alergi kulit). Penderita hay fever lebih dari 9 juta orang (Anindya, 2013).

Tubuh kita mempunyai suatu sistem khusus untuk melawan bermacam-macam agen yang infeksius dan toksis. Sistem ini terdiri atas leukosit darah (sel darah putih) dan sel-sel jaringan yang berasal dari leukosit. Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh yang terdiri dari neutrofil, eusinofil,


(18)

basofil, monosit dan limfosit (Guyton, 2008). Leukosit sebagian dibentuk disumsum tulang untuk granulosit (neutrofil, eusinofil dan basofil) dan monosit serta sedikit limfosit, sebagian lagi dijaringan limfe untuk agranulosit (limfosit dan sel-sel plasma). Granulosit dan monosit melindungi tubuh terhadap organisme penyerang terutama dengan cara memakannya yaitu melalui fagositosis. Fungsi utama limfosit dan sel plasma terutama berhubungan dengan sistem imun yaitu produksi antibodi (Guyton, 2008). Sel neutrofil berperan dalam pertahanan awal imunitas nonspesifik terhadap infeksi bakteri, sel eusinofil berperan dalam respon terhadap penyakit parasitik dan alergi, sel basofil berperan dalam respon peradangan dan alergi, sel limfosit berperan dalam membentuk antibodi yang bersirkulasi dalam darah atau dalam sistem kekebalan seluler (Baratawidjaja dan Iris, 2004).

Bila suatu protein asing (antigen) masuk berulang kali kedalam aliran darah seseorang berbakat hipersensitif, maka limfosit B akan membentuk antibodi dari tipe IgE, IgE akan mengikat diri pada membran mast sel tanpa menimbulkan gejala. Apabila kemudian antigen (alergen) yang sama atau yang mirip rumus bangunnya memasuki darah lagi, maka IgE akan mengenali dan mengikat diri padanya. Hasilnya adalah suatu reaksi alergi akibat pecahnya membran sel mast. Sejumlah zat perantara (mediator) dilepaskan yakni histamin bersama serotonin,

bradikinin dan asam arachidonat yang kemudian diubah menjadi prostaglandin

dan leukotrien. Zat–zat itu menarik makrofag dan neutrofil (leukosit tertentu)

ketempat infeksi untuk memusnakan penyerbu (Tan dan Rahardja, 2007).

Salah satu tumbuhan yang berkhasiat obat adalah tanaman mimba

(Azadirachta indica A. Juss.), suku Meliaceae, secara empiris telah dikenal oleh


(19)

macam penyakit seperti: keputihan, jerawat, cacingan, bisul, malaria, infeksi jamur dan alergi (Kardiman, 1999). Berdasarkan penelitian terdahulu Rafidah (1999), menyatakan bahwa daun nimba mengandung metabolit sekunder yaitu flavonoid, steroid/triterpenoid, tanin, glikosida dan saponin. Kandungan kimianya yaitu Azadirachtin, epicatechin, catechin, meliantriol, dan salanin (Biswas, 2002). Berdasarkan penelitian terdahulu Setyani (2012), menyatakan bahwa daun nimba dapat menurunkan jumlah limfosit mencit yang telah diberi ovalbumin. Alergi terjadi melalui tahap-tahap aktivasi sel-sel imunokompeten, aktivasi sel-sel struktural, dan aktivasi sel-sel mast, eusinofil dan basofil, reaksi mediator dengan target organ dan tahap timbulnya gejala (Kapsenberg dan Kalinski, 2003).

Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan uji karaktersisasi simplisia dan uji efektivitas antialergi ekstrak etanol daun nimba (EEDN) terhadap mencit dan diinduksi dengan ovalbumin. Pemberian ekstrak etanol daun nimba (EEDN) sebagai antialergi pada mencit dapat meningkatkan sistem imun, apabila diberi ovalbumin jumlah total leukosit dan diferensial leukosit mencit tetap dalam keadaan normal, sehingga dapat dinyatakan bahwa ekstrak etanol daun nimba mempunyai efektivitas sebagai antialergi.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

a. apakah simplisia daun nimba dapat ditentukan karakteristiknya?

b. apakah ekstrak etanol daun nimba mempunyai efek sebagai antialergi pada mencit yang diinduksi dengan ovalbumin?


(20)

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah:

a. karakteristik simplisia daun nimba dapat ditentukan dengan menggunakan prosedur karakterisasi simplisia pada Materia Medika Indonesia dan World Health Organization

b. ekstrak etanol daun nimba mempunyai efek sebagai antialergi pada mencit yang diinduksi dengan ovalbumin.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkanhipotesis diatas, maka tujuan pada penelitian ini adalah: a. untuk mengetahui karakteristik simplisia daun nimba.

b. untuk mengetahui efek antialergi ekstrak daun nimba pada mencit yang diinduksi dengan ovalbumin.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah pengembangan obat tradisional khususnya daun nimba sebagai antialergi dan untuk meningkatkan daya dan hasil guna dari daun nimba.

1.6 Kerangka Pikir

Subjek dalam penelitian adalah mencit jantan. Untuk menginduksi terjadinya alergi diberikan ovalbumin 50%, terdapat 3 variabel bebas yaitu EEDN 0,25% dengan dosis 50 mg/kg bb, EEDN 0,5% dengan dosis 100 mg/kg bb dan EEDN 1% dengan dosis 200 mg/kg bb, blanko sebagai kontrol positif. Variabel


(21)

terikat dalam penelitian adalah karakteristik simplisia daun nimba serta efek antialergi pada leukosit dan diferensial mencit jantan (Gambar 1.1).

Variable bebas Variabel terikat Parameter

Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian

‐ Makroskopik   ‐ Mikroskopik   ‐ Penetapan Kadar  air  

‐ Kadar sari yang  larut dalam air   ‐ Kadar sari yang 

larut dalam etanol   ‐ Kadar abu total   ‐ Kadar abu yang    

tidak larut dalam  asam Karakteristik Simplisia daun nimba Daun nimba Ekstrak etanol daun nimba

EEDN 0,25 % 50 mg/kg bb + ovalbumin

Persen penurunan leukosit total dan diferensial leukosit: - limfosit - monosit - neutrofil - eusinofil - basofil EEDN 0,5 % 100

mg/kg bb + ovalbumin

Leukosit dan diferensial

leukosit EEDN 1 % 200 mg/kg

bb + ovalbumin

Blanko


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Tumbuhan nimba (Azadirachta indica A. Juss.) merupakan tumbuhan yang dapat tumbuh pada jenis tanah berpasir maupun tanah liat. Wilayah penyebaran nimba yaitu Asia Tenggara dan Asia Selatan, termasuk Pakistan, Sri Lanka, Thailand, Malaysia serta Indonesia. Di Indonesia tumbuhan ini banyak tumbuh di Bali, Lombok, Jawa Barat khususnya Subang, dan di daerah pantai Utara Jawa Timur.Namun, dalam jumlah kecil pohon nimba sudah tersebar di seluruh wilayah Indonesia (Sukrasno, 2003).

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Sistematika tumbuhan daun nimba menurut Tjitrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Rutales

Suku : Meliaceae

Marga : Azadirachta


(23)

2.1.2 Nama Daerah

Nama daerah dari tumbuhan ini adalah nimba (Sunda), intaran (Bali dan Nusa Tenggara), mimba, membha dan mempeuh (Madura) (Sukrasno, 2003). 2.1.3 Nama Asing

Nama daerah dari tumbuhan ini adalah: Inggris : Neem

India : Weple 2.1.4 Morfologi Tumbuhan

Tumbuhan nimba berupa pohon, dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 30 m dengan diameter batang mencapai 2-5 m. Batangnya tegak dan didukung oleh sistem perakaran berupa akar tunggang. Permukaan batangnya kasar, berkayu dan memiliki kulit kayu yang tebal. Daun majemuk, ujung daun meruncing, tepi bergerigi. Susunan tulang daun menyirip, lebar daun sekitar 2 cm dan panjangnya 5 cm, berwarna hijau. Bunga majemuk, berkelamin dua, tersusun diranting secara aksilar. Benang sari 10, berbentuk silindris dan berwarna putih kekuningan. Putiknya berbentuk lonjong dengan warna coklat muda. Bakal buah beruang tiga, tangkai bunga berbentuk silindris dengan panjang sekitar 8-15 cm. kelopak bunga berwarna hijau. Mahkota bunga berwarna putih. Buahnya buah batu, berbentuk bulat lonjong seperti melinjo dengan ukuran maksimum 2 cm. Buah yang matang berwarna atau hijau kekuningan (Sukrasno, 2003).

2.1.5 Kandungan Kimia Daun Nimba

Menurut Biswas (2002), daun nimba mengandung Azadirachtin (menghambat hormon pertumbuhan serangga), nimbin dan nimbidin (antimikroba, antivirus, bakterisida dan fungisida), salanin (penambah nafsu makan),


(24)

meliantriol (repellent atau penghalau serangga), galic acid (antiradikal bebas),

epicatechin dan catechin (antialergi) dan polisakarida sebagai imunomodulator.

2.1.6 Khasiat Daun Nimba

Daun nimba mempunyai banyak manfaat, terutama dalam dunia kesehatan, namun penggunaannya secara tradisional di Indonesia kurang populer. Seiring dengan semakin berkembang penggunaan tanaman obat dalam dunia kesehatan dengan semboyan back to nature, keingintahuan masyarakat terhadap khasiat dan manfaat tanaman obat semakin berkembang. Informasi yang mendukung pemanfaatan daun nimba diperoleh juga dari negara tetangga yang memiliki populasi nimba terbesar di dunia, yaitu India. Di Indonesia, daun nimba sudah dicantumkan dalam buku resmi mengenai obat dari bahan alam. Di beberapa negara seperti India, tanaman nimba digunakan sebagai pencegah kehamilan karena terbukti dapat mematikan sperma. Begitu juga artikel-artikel ilmiah terutama dari para penulis India telah banyak mengungkapkan berbagai aktivitas farmakologi daun nimba misalnya sebagai antijamur, antivirus, obat cacing, antialergi dan antikanker (Sukrasno, 2003).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Ditjen POM, 2000).

Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua


(25)

pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).

Untuk ekstraksi Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air, etanol, dan etanol-air atau eter. Penyarian pada perusahaan obat tradisional masih terbatas pada penggunaan penyari air, etanol, atau etanol-air.

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari 2 cara, yaitu: a. Cara dingin

Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara dingin terdiri dari: i.Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. ii. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

b. Cara panas

Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara panas terdiri dari: i.Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.


(26)

ii. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

iii.Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar (40 - 50oC).

iv. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur

96 - 98oC) selama waktu tertentu (15 - 20 menit). v. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).

2.3 Uraian Leukosit

Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit sebagian dibentuk disumsum tulang (granulosit, monosit dan sedikit limfosit) dan sebagian lagi dijaringan limfe (limfosit dan sel plasma). Setelah dibentuk sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan. Kebanyakan sel darah putih ditranspor secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius (Guyton, 2008).

Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asing. Ada enam macam sel darah putih yang secara


(27)

normal ditemukan dalam darah yaitu neutrofil polimorfonuklir, eusinofil polimorfonuklir, basofil polimorfonuklir, monosit, limfosit dan kadang-kadang sel plasma.

Sel-sel polimorfonuklir seluruhnya mempunyai gambaran granular sehingga disebut granulosit. Granulosit dan monosit melindungan tubuh terhadap organisme penyerang terutama dengan cara mencernanya yaitu fagositosis. Fungsi utama sel limfosit dan sel-sel plasma berhubungan dengan sistem imun. Fungsi trombosit terutama mengaktifkan mekanisme pembekuan darah. Pada manusia dewasa dapat dijumpai sekitar 7000 sel darah putih per mikroliter darah. Persentase normal dari sel darah putih yaitu neutrofil polimorfonuklir 62%, eusinofil polimorfonuklir 2,3%, basofil polimorfonuklir 0,4%, monosit 5,3% dan limfosit 30% (Guyton, 2008).

2.4 Jenis-Jenis Leukosit 2.4.1 Granulosit

Granulosit memiliki granul kecil didalam protoplasmanya, memiliki diameter sekitar 10 - 12 mikron. Berdasarkan pewarnaan granul, granulosit dibagi menjadi tiga kelompok:

a. Neutrofil

Neutrofil disebut juga sebagai polimorfonuklear (PMN), karena inti memiliki berbagai jenis bentuk dan bersegmen (Tizard, 2000). Neutrofil berupa sel bundar dengan diameter 12 µm, memiliki sitoplasma yang bergranula halus dan di tengah terdapat nukleus bersegmen. Neutrofil matang/dewasa yang berada dalam peredaran darah perifer memiliki bentuk inti yang terdiri dari dua sampai lima segmen, sedangkan neutrofil yang belum matang (neutrofil band) akan


(28)

memiliki bentuk inti seperti ladam kuda (Colville dan Bassert, 2008). Menurut Junqueira dan Caneiro (2005), neutrofil dikenal sebagai garis pertahanan pertama

(first line of defense). Neutrofil bersama dengan makrofag memiliki kemampuan

fagositosis untuk menelan organisme patogen dan sel debris (Lee, et al., 2003). Neutrofil merupakan sistem imun bawaan, dapat memfagositosis dan membunuh bakteri (Weiner, et al., 1999). Kemampuan neutrofil untuk membunuh bakteri berasal dari enzim yang terkandung dalam granul yang dapat menghancurkan bakteri maupun virus yang sedang difagosit. Granul neutrofil tersebut sering disebut dengan lisosom (Colville dan Basster, 2008). Neutrofil diproduksi di dalam sumsum tulang bersamaan dengan sel granulosit lainnya, kemudian bersirkulasi atau disimpan dalam depo marginal neutrofil setelah 4-6 hari masa produksi. Neutrofil segera mati setelah melakukan fagosit terhadap agen penyakit dan akan dicerna oleh enzim lisosom, kemudian neutrofil akan mengalami autolisis yang akan melepaskan zat-zat degradasi yang masuk ke dalam jaringan limfe. Jaringan limfe akan merespon dengan mensekresikan histamin dan faktor leukopoietik yang akan merangsang sumsum tulang untuk melepaskan neutrofil muda untuk melawan infeksi (Dellman dan Brown, 1992).

Penyakit yang disebabkan oleh agen bakteri, pada umumnya menyebabkan peningkatan jumlah neutrofil dan akan tampak neutrofil muda. Neutrofil memiliki granul yang tidak berwarna, mempunyai inti sel yang terangkai, kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus dan banyaknya sekitar 60-70%. Neutrofil merupakan leukosit darah perifer yang paling banyak (Feldman, 2000).


(29)

b. Eusinofil

Eusinofil merupakan nama yang diberikan oleh Ehrlich yang didasarkan pada afinitas sel terhadap pewarnaan anionik, seperti eosin (Hirsch dan Hirsch, 1980). Menurut Weiss dan Wardrop (2010), sel ini memiliki kemampuan melawan parasit cacing, dan bersamaan dengan basofil atau sel mast sebagai mediator peradangan dan memiliki potensi untuk merusak jaringan inang. Eusinofil adalah sel multifungsi yang memegang peranan fisiologis dan untuk melakukan fagositosis selektif terhadap kompleks antigen dan antibodi. Eusinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari pembekuan (Effendi, 2003).

Menurut Junqueira dan Caneiro (2005), eosinofil berdiameter 10-15 µm, inti bergelambir dua, sitoplasma dikelilingi butir-butir asidofil yang cukup besar berukuran 0,5 – 1,0 µm, dengan jangka waktu hidup berkisar antara tiga sampai lima hari. Eosinofil berperan aktif dalam mengatur alergi akut dan proses perdarahan, investasi parasit, memfagosit bakteri, memfagosit antigen-antibodi kompleks, memfagosit mikoplasma dan memfagosit ragi. Eusinofil memiliki granul berwarna merah dengan pewarnaan asam, ukuran dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil, tetapi granula dalam sitoplasma lebih besar. Jumlah nya hanya 1-4%. Sel ini sangat penting dalam respon terhadap penyakit parasitik dan alergi. Eusinofilia pada hewan merupakan peningkatan jumlah eusinofil dalam darah, dapat terjadi karena infeksi parasit, reaksi alergi dan kompleks antigen antibodi setelah proses imun.


(30)

c. Basofil

Proses pematangan basofil terjadi di dalam sumsum tulang dalam waktu sekitar 2,5 hari. Basofil akan beredar dalam aliran darah dalam waktu yang singkat (±6 jam) tetapi dalam jaringan dapat hidup selama 2 minggu (Hirai, 1997). Basofil akan masuk ke dalam jaringan sebagai respon terhadap inflamasi (Jain, 1993). Menurut Junqueira dan Caneiro (2005), basofil berdiameter 10-12 µm, dengan inti dua gelambir atau bentuk inti tidak beraturan, banyaknya berkisar antara 0-1%. Granul basofil mengandung heparin, histamin, asam hialuron, kondroitin sulfat, seroton, dan beberapa faktor kemotaktik. Sel mast dan basofil berperan pada beberapa tipe reaksi alergi, karena tipe antibodi yang menyebabkan reaksi alergi, yaitu Immunoglobulin E (IgE) mempunyai kecenderungan khusus untuk melekat pada sel mast dan basofil (Guyton, 2008). Bukti keterlibatan basofil dalam reaksi alergi yaitu timbulnya kondisi rinitis, urtikaria, asma, alergi, konjungtivitis, gastritis akibat alergi, dananafilaksis akibat induksi obat atau induksi gigitan serangga (Casolaro, et al., 1990).

2.4.2 Agranulosit

Agranulosit dibagi menjadi dua kelompok: a. Limfosit

Limfosit adalah leukosit jenis agranulosit yang mempunyai ukuran dan bentuk yang bervariasi. Limfosit merupakan satu-satunya jenis leukosit yang tidak memiliki kemampuan fagositik banyaknya berkisar antara 20-35%. Pengamatan pada sediaan apus darah yang diwarnai, dapat dibedakan terhadap adanya limfosit besar dan limfosit kecil. Limfosit kecil berdiameter 6 - 9 µm, inti besar dan kuat mengambil zat warna, dikelilingi sedikit sitoplasma yang berwarna biru pucat. Limfosit besar berdiameter 12-15 µm, memiliki lebih banyak sitoplasma, inti


(31)

lebih besar dan sedikit lebih pucat dibandingkan dengan limfosit kecil (Junqueira dan Caneiro, 2005). Limfosit memiliki fungsi utama yaitu memproduksi antibodi sebagai respon terhadap benda asing yang difagosit makrofag (Tizard, 2000). Kebanyakan sel limfosit berada pada jaringan limfoid dan akan bersirkulasi kembali secara konstan ke pembuluh darah (Colville dan Bassert, 2008).

Limfosit dapat digolongkan menjadi dua yaitu limfosit B dan limfosit T. Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang berperan dalam respon imunitas humoral untuk memproduksi antibodi, sedangkan limfosit T akan berperan dalam respon imunitas seluler (Junqueira dan Caneiro, 2005).

b. Monosit

Monosit adalah leukosit berukuran terbesar, berdiameter 15 - 20 µm dengan populasi berkisar antara 2 - 8% dari jumlah leukosit total. Sitoplasma monosit berwarna biru abu-abu pucat dan berinti lonjong seperti ginjal atau tapal kuda (Junqueira dan Caneiro, 2005). Monosit dibentuk di sumsum tulang, dan setelah dewasa akan bermigrasi dari darah ke jaringan perifer. Monosit akan berdiferensiasi menjadi berbagai subtipe jaringan tergantung dari proses inflamasi yang terjadi. Fungsi monosit adalah membersihkan sel debris yang dihasilkan dari proses peradangan atau infeksi, memproses beberapa antigen yang menempel pada membran sel limfosit menjadi lebih antigenik sehingga dapat mudah dicerna oleh monosit dan makrofag dan menghancurkan zat asing yang masuk ke dalam tubuh (Colville dan Bassert, 2008).


(32)

2.5 Ovalbumin (Putih Telur)

Ovalbumin (OVA) adalah bahan yang dipakai pada banyak penelitian, dapat merangsang pembentukan respon imun ke arah Th2 dominan. Ovalbumin merupakan protein utama yang berasal dari putih telur ayam berupa glikoprotein dengan berat molekul 45.000 dalton (Sugimoto, 1999).

2.6 Alergi

Alergi adalah suatu keadaan hipersensitivitas yang diinduksi oleh pajanan suatu antigen tertentu yang menimbulkan reaksi imunologi yang berbahaya pada pajanan berikutnya. World Allergy Organization (WAO) menunjukkan prevalensi alergi terus meningkatkan dengan angka 30-40% populasi dunia. Di Indonesia sendiri, walaupun belum ada angka pastinya, namun beberapa peneliti memperkirakan bahwa peningkatan kasus alergi di Indonesia mencapai 30% pertahunnya. Anak usia sekolah lebih 40% mempunyai 1 gejala alergi, 20% mempunyai asma, 6 juta mempunyai dermatitis (alergi kulit). Penderita hay fever lebih dari 9 juta orang (Anindya, 2013).

Alergi terjadi melalui tahap-tahap aktivasi sel-sel imunokompeten, aktivasi sel-sel struktural dan aktivasi sel-sel mast, eusinofil dan basofil, reaksi mediator dengan target organ dan tahap timbulnya gejala (Kapsenberg dan Kalinski, 2003). Alergen yang berhasil masuk tubuh akan diproses oleh antigen presenting cells (APC). Peptida alergen yang dipresentasikan oleh APC menginduksi aktivasi limfosit T. aktivasi limfosit T oleh APC yang memproses alergen akan mengaktivasi limfosit Th2 untuk memproduksi sitokin-sitokinnya (Kapsenberg dan Kalinski, 2003).


(33)

Reaksi hipersensitivitas meliputi sejumlah peristiwa auto-imun dan alergi serta merupakan kepekaan berbeda terhadap suatu antigen eksogen atas dasar proses imunologi. Pada hakekatnya reaksi imun tersebut walaupun bersifat merusak, berfungsi melindungi organisme terhadap zat-zat asing yang menyerang tubuh. Bila suatu protein asing masuk berulangkali kedalam aliran darah seorang yang hipersensitif, maka limfosit B akan membentuk antibodi IgE. IgE mengikat diri pada membran sel mast tanpa menimbulkan gejala. Apabila kemudian antigen yang sama atau yang mirip rumus bangunnya memasuki darah lagi, maka IgE akan mengenali dan mengikat padanya. Hasilnya adalah suatu reaksi alergi akibat pecahnya membran sel mast. Sejumlah zat perantara dilepaskan, yakni histamin bersama serotonin, bradikinin dan asam arakidonat, yang kemudian diubah menjadi prostaglandin dan leukotrien. Zat-zat ini menarik makrofag dan neutrofil ketempat infeksi untuk memusnahkan sel asing tersebut. Disamping itu juga mengakibatkan beberapa gejala antara lain bronkokonstriksi, vasodilatasi dan pembengkakan jaringan sebagai reaksi terhadap masuknya antigen. Mediator tersebut secara langsung atau melalui susunan saraf otonom menimbulkan bermacam-macam penyakit alergi penting, seperti asma, rinitis alergi (hay fever) dan eksim.

Gejala reaksi alergi tergantung pada lokasi dimana reaksi alergen-antibodi berlangsung, misalnya di hidung (rinitis alergi), dikulit (eksim, urtikaria = biduran, kaligata), mukosa mata (conjunctivitis) atau di bronchi (serangan asma). Gejala tersebut juga dapat timbul bersamaan waktu diberbagai tempat, misalnya pada asma, demam merang dan eksim.


(34)

Penggolongan

Reaksi alergi dapat digolongkan berdasarkan prinsip kerjanya dalam 4 tipe hipersensitivitas, yakni tipe I-IV.

Tipe I

Hipersensitivitas tipe I merupakan suatu respon jaringan yang terjadi secara cepat secara khusus hanya dalam bilangan menit setelah terjadi interaksi antaraalergen dengan antibodi IgE yang sebelumnya berikatan pada permukaan sel mast dan basofil pada pejamu yang tersensitisasi. Bergantung pada jalan masuknya hipersensitivitas tipe I dapat terjadi sebagai reaksi lokal yang benar-benar mengganggu misalnya rinitis alergi, asma dan anafilaksis.

Banyak reaksi tipe I yang terlokalisasi mempunyai dua tahap yang ditentukan secara jelas yaitu respon awal, ditandai dengan vasodilatasi, kebocoran vaskular dan spasme otot polos yang biasanya muncul dalam rentang waktu 5 hingga 30 menit setelah terpajan oleh suatu alergen dan menghilang setelah 60 menit dan kedua reaksi fase lambat yang muncul 2 hingga 8 jam kemudian dan berlangsung selama beberapa hari. Reaksi fase lambat ini ditandai dengan infiltrasi eusinofil serta sel peradangan akut dan kronis lainnya yang lebih hebat pada jaringan dan juga ditandai dengan penghancuran jaringan dalam bentuk kerusakan sel epitel mukosa.Sel mast dan basofil merupakan inti dari terjadinya hipersensitivitas tipe I (Robbins, 2007).

Tipe II

Hipersensitivitas tipe II diperantarai oleh antibodi yang diarahkan untuk melawan antigen target pada permukaan sel atau komponen jaringan lainnya. Antigen tersebut dapat merupakan molekul intrinsik normal sebagai membran sel atau matriks ekstraseluler atau dapat merupakan antigen eksogen yang diadsorbsi


(35)

misalnya metabolit obat. Komplemen dapat memerantarai hipersensitivitas tipe II melalui dua mekanisme yaitu lisis langsung atau opsonizasi. Pada sitotoksisitas yang diperantarai komplemen, antibodi yang terikat pada antigen permukaan sel menyebabkan fiksasi komplemen pada permukaan sel yang selanjutnya diikuti lisis melalui kompleks penyerang membran. Sel yang diselubungi oleh antibodi dan fragmen komplemen C3b teropsonisasi rentan pula terhadap fagositosis. Sel darah dalam sirkulasi adalah yang paling sering dirusak melalui mekanisme ini, meskipun antibodi yang terikat pada jaringan yang tidak dapat difagosit dapat menyebabkan fagositosis gagal. Hal ini terjadi karena adanya pelepasan enzim lisosom eksogen dan metabolit toksik misalnya sindrom Goodpasture. Secara klinis, reaksi yang diperantarai oleh antibodi terjadi pada keadaan reaksi transfusi, anemia hemolitik dan reaksi obat (Robbins, 2007).

Tipe III

Hipersensitivitas tipe III diperantarai oleh pengendapan kompleks antigen-antibodi, diikuti dengan aktivasi komplemen dan akumulasi leukosit polimorfonuklir.Kompleks imun dapat melibatkan antigen eksogen seperti bakteri dan virus atau antigen endogen seperti DNA. Kompleks antigen-antibodi terbentuk selama berlangsungnya berbagai respon imun dan menunjukkan mekanisme pembersihan antigen yang normal. Kompleks imun patogen terbentuk dalam sirkulasi dan kemudian mengendap dalam jaringan ataupun terbentuk di daerah ekstravaskular tempat antigen tersebut tertanam. Tempat pengendapan kompleks imun yang disukai adalah ginjal, sendi, kulit, jantung dan pembuluh darah kecil, contohnya pada serum sickness akut penyakit kompleks imun sistemik (Robbins, 2007).


(36)

Tipe IV

Hipersensitivitas tipe IV disebut juga imunitas seluler yang merupakan mekanisme utama respons terhadap berbagai macam mikroba, termasuk patogen intrasel seperti Mycobacterium tuberculosis dan virus serta agen ekstrasel seperti fungi, protozoa dan parasit. Namun proses ini dapat pula menyebabkan kematian sel dan jejas jaringan, baik akibat pembersihan infeksi yang normal maupu sebagai respon terhadap antigen sendiri pada penyakit autoimun. Contoh lain reaksi hipersensitivitas seluler adalah sesuatu yang disebut dengan sensitivitas kulit kontak terhadap bahan kimiawi seperti poison dan penolakan graft. Oleh karena itu hipersensitivitas tipe VI diperantarai oleh sel T tersensitisasi secara khusus bukan antibodi.

Bentuk alergi tipe I s/d III berkaitan dengan imunoglobulin dan imunitas humoral (cairan tubuh), artinya ada hubungan dengan plasma. Hanya tipe IV berdasarkan imunitas seluler (limfosit T) (Robbins, 2007).


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental yaitu metode yang dipergunakan oleh peneliti terhadap obyeknya dan biasanya dilakukan di laboratorium dengan mengadakan berbagai eksperimen untuk menemukan kebenaran atas pendapat orang lain tentang sesuatu, meliputi pengumpulan, pengolahan bahan, pembuatan ekstrak etanol daun nimba, penyiapan hewan percobaan (mencit), pengujian efektivitas antialergi pada hewan percobaan. Data hasil penelitian dianalisis secara ANAVA dua arah (two way anava) dan dilanjutkan dengan uji beda Tukey HSD menggunakan program SPSS (Statistical and Product Service Solution) versi 17.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, perkolator, blender, rotary evaporator, kandang mencit, lemari pengering, neraca listrik, mikroskop (Boeco), neraca hewan (Presica Geniweigher

GW-1500), oral sonde, pipet thoma leukosit dan kamar hitung improved Neubauer

hemocytometer (Marienfeld), kaca penutup, kaca preparat, seperangkat alat

destilasi penetapan kadar air, tanur dan spuit 1ml (Terumo). 3.1.2 Bahan-bahan penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi daun nimba, etanol 70%, toluena, akuades, asam klorida encer, kloroform, kloralhidrat, putih telur ayam ras, larutan salin, larutan Turk, larutan Giemsa dan buffer fosfat.


(38)

3.2 Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah mencit jantan dengan berat 20-30g berumur 2-3 bulan yang dikondisikan selama 2 minggu dalam kandang yang baik untuk menyesuaikan lingkungannya.

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel 3.3.1 Pengumpulan bahan

Pengambilan bahan tumbuhan dilakukan secara purposive yaitu tanpa membandingkan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang diambil yaitu daun nimba yang masih segar dari daerah kampus jalan Abdul Hakim kecamatan Medan Baru, provinsi Sumatera Utara.

3.3.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

3.3.3 Pembuatan simplisia daun nimba

Daun nimba yang telah dikumpulkan dibersihkan dari pengotoran. Selanjutnya dicuci dibawah air mengalir beberapa kali hingga bersih, kemudian ditiriskan lalu disebarkan diatas koran hingga airnya terserap, setelah itu ditimbang diperoleh daun sebanyak 3,4kg. kemudian dikeringkan dilemari pengering terlindung dari sinar matahari langsung. Setelah sampel kering ditimbang berat keringnya, diperoleh berat kering sebanyak 1,1kg. kemudian sampel yang sudah kering dihaluskan sampai menjadi serbuk dengan menggunakan blender selanjutnya dimasukkan dalam wadah plastik tertutup. Serbuk sebelum dipakai disimpan ditempat kering terlindung dari cahaya.


(39)

3.4 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia

Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam (Depkes, 1995).

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati morfologi simplisia daun nimba dengan cara memperhatikan warna, bentuk, dan tekstur sampel.

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia daun nimba dilakukan dengan cara menaburkan simplisia diatas gelas preparat yang telah diteteskan dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan gelas penutup kemudian dilihat dibawah mikroskop.

3.4.3 Penetapan kadar air

Penetapan  kadar  air  dilakukan  menurut  metode  Azeotropi  (destilasi  toluena). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, pendingin, tabung penyambung,  tabung penerima 5 ml berskala 0,05 ml, alat penampung dan pemanas listrik.  

Cara kerja:

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml, lalu ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Pada saat toluen mendidih, setelah itu kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air


(40)

terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Saat semua airterdestilasi, setelah itu dibilas bagian dalam pendingin dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992; Ditjen POM, 1995).

3.4.4 Penetapan kadar sari larut air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Depkes, 1995).

3.4.5 Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96 % dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring, 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasarkan rata yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Depkes, 1995).


(41)

3.4.6 Penetapan kadar abu otal

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Depkes, 1995).

3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu didinginkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bobot yang dikeringkan diudara (Depkes, 1995).

3.5 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Nimba (EEDN)

Pembuatan ekstrak etanol daun nimba dilakukan secara perkolasi menggunakan etanol 70%.

Cara kerja: sebanyak 300 g serbuk simplisia dibasahi dengan etanol 70% dan dibiarkan selama 3 jam. Kemudian dimasukkan kedalam alat perkolator, lalu dituang cairan penyari diatasnya, mulut tabung perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dan dibiarkan tetesan ekstrak mengalir dengan kecepatan perkolat diatur 1 ml/menit, perkolat ditampung. Perkolasi dihentikan bila 500 mg perkolat terakhir diuapkan tidak lagi meninggalkan sisa.


(42)

Perkolat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan alat rotary evaporator pada suhu kurang lebih 60oC sampai diperoleh ekstrak kental (Ditjen POM, 1979).

3.6 Penyiapan Bahan Obat

Penyiapan sediaan meliputi penyiapan larutan putih telur ayam ras 50%, penyediaan larutanTurk, penyiapan larutan buffer, penyediaan larutan Giemsa, penyiapan CMC 0,5% dan penyiapan larutan uji yaitu ekstrak etanol daun nimba (EEDN) dengan berbagai konsentrasi.

3.6.1 Penyiapan larutan putih telur ayam ras 50%

Sebanyak 5 ml putih telur ayam ras ditambahkan dalam 5 ml salin fisiologis, kemudian dilakukan pengenceran dengan mengambil 5 ml larutan diatas lalu dicukupkan volumenya hingga 10 ml dengan larutan salin fisiologis sehingga diperoleh induk, kemudian diambil 5 ml larutan induk dan dicukupkan volumenya hingga 10 ml dengan larutan salin fisiologis sehingga diperoleh konsentrasi 50%.

3.6.2 Penyediaan larutanTurk

Larutan Turk dibeli dalam bentuk sediaan kit (siap untuk dipakai). Komposisinya: gentian violet 1%, asam asetat glasial 2% dan akuades secukupnya.

3.6.3 Pembuatan larutan buffer

Komposisi: Na2HPO4 6 g, KH2PO45 g, akuades 1000 ml. Semua bahan

dilarutkan sedikit demi sedikit dengan akuades sampai larut, dicek pH nya hingga pH ±7. Sebelum digunakan larutan buffer dikocok terlebih dahulu.


(43)

3.6.4 Penyediaan larutanGiemsa

Larutan Giemsa dibeli dalam sediaan kit (siap untuk dipakai). Komposisinya: Glycerol, Metanol, Giemsa powder. Apabila akan digunakan larutan stock dicampur larutan buffer dengan perbandingan larutan stock 1:9 larutan buffer. Larutan Giemsa berwarna biru gelap.

3.6.5 Penyiapan larutan CMC 0,5%

Sebanyak 500 mg CMC ditaburkan kedalam lumpang yang berisi air suling panas sebanyak ±20 ml , ditutup dan dibiarkan 30 menit hingga diperoleh massa yang transparan, digerus lalu diencerkan dengan air suling hingga 100 ml (Anief,1999).

3.6.6 Penyiapan larutan uji suspensi EEDN

Ekstrak etanol daun nimba dibuat beragam konsentrasi yaitu konsentrasi 0,25%, 0,5% dan 1%. Caranya: ditimbang EEDN sebanyak 62,5 mg untuk konsentrasi 0,25%, 125 mg untuk konsentrasi 0,5% dan 250 mg untuk 1%, kemudian digerus dalam lumpang, lalu ditambahkan suspensi CMC 0,5% sedikit demi sedikit sambil digerus homogen lalu diencerkan dengan suspensi CMC 0,5% sampai batas tanda.

3.7 Pengujian Efektivitas Antialergi 3.7.1 Penyiapan hewan percobaan

Hewan yang digunakan adalah mencit jantan sebanyak 25 ekor, dibagi menjadi 5 kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 5 mencit.

a. Dua minggu sebelum pengujian dilakukan hewan percobaan harus dipelihara dan dirawat dengan sebaik-baiknya pada kandang yang mempunyai ventilasi baik dan selalu dijaga kebersihannya (Ditjen POM, 1979). Hal ini bertujuan


(44)

untuk memperoleh keseragaman dalam melakukan penelitian. Mencit diberi makanan berupapelet dan akuades untuk minumannya sacara ad libitium (sesukanya). Sebelum penelitian dilakukan telah diajukan ke komite etik penelitian hewan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam – Universitas Sumatera Utara (Animal Research Ethics Committees/AREC) lampiran 1 halaman 54.

b. Kemudian mencit ditimbang sebelum dan sesudah proses adaptasi untuk mengetahui bahwa hewan coba telah beradaptasi dengan baik.

3.7.2 Tahap pengelompokan dan perlakuan sampel

Sebelum dikelompokkan sesuai perlakuan, mencit diadaptasi selama dua minggu. Pada penelitian ini mencit terbagi menjadi 5 kelompok yaitu:

K1 : tidak diberi perlakuan (kelompok kontrol) K2 : diberi ovalbumin tanpa diberi ekstrak

K3 : diberi EEDN 0,25% dengan dosis 50 mg/kg bb K4 : diberiEEDN 0,5% dengan dosis 100 mg/kg bb K5 : diberi EEDN 1% dengan dosis 200 mg/kg bb

Semua perlakuan kecuali K1 setelah hari ke-21 dan ke-22 diberi ovalbumin secara intraperitoneal (i.p) sebanyak 0,5ml.

3.7.3 Pemberian EEDN pada mencit

Ekstrak etanol daun nimba diberikan pada mencit menggunakan oral sonde dengan dosis 50 mg/kg bb, 100 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb diberikan pada jam yang sama 09.00 WIB.

3.7.4 Pemberian ovalbumin

Pemberian ovalbumin dilakukan dengan menggunakan disposable syringe secara intraperitoneal pada mencit. Kemudian pada waktu tertentu darah diambil dari bagian ekor dengan menggunakan pipet thoma leukosit untuk dihitung jumlah


(45)

total leukosit dan dibuat preparat dengan menggunakan deg glass dan obyek glass untuk pemeriksaan diferensial leukosit (Srikumar,et al., 2005).

3.7.5 Analisis perhitungan jumlah total sel darah putih (leukosit)

Perhitungan jumlah leukosit dilakukan dengan menggunakan pipet thoma leukosit. Sampel darah kapiler dihisap dengan pipet thoma sampai tanda “0,5”. Pipet kemudian dicelupkan kedalam larutan Turk dihisap sampai tanda “11” sehingga diperoleh pengenceran 1:20. Pipet dibolak balik selama kurang lebih 3 menit dengan membentuk seperempat lingkaran, kemudian 2-3 tetes darah yang pertama dibuang. Selanjutnya darah diteteskan dipinggir kamar hitung. Kamar hitung dibiarkan satu menit yang bertujuan untuk melisiskan eritrosit dan memberi kesempatan leukosit untuk menempati kamar hitung. Perhitungan leukosit dilakukan dengan bantuan mikroskop perbesaran 10 x 40 pada 4 kotak besar dari kamar hitung. Jumlah leukosit tiap ml kubik (mm3) adalah jumlah sel terhitung dikalikan dengan 50 (Tambur, 2006).

3.7.6 Analisis diferensial sel darah putih (leukosit)

Sampel darah segar diteteskan pada obyek glass dan dibuat preparat apus dengan menggunakan tangan kanan diletakkan obyek glass lain didepan tetesan darah tersebut dengan sudut 30-40oC. Obyek glass kedua didorong kedepan hingga membentuk apus tipis. Setelah kering preparat apus tersebut difiksasi dengan metanol selama 3 - 5 menit, biarkan mengering diudara. Preparat kemudian diwarnai dengan larutan Giemsa dengan pengenceran 1:9 selama 30 menit (buffer fosfat pH ±7 ). Selanjutnya preparat dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan preparat tegak lurus diatas kertas saving. Setelah kering preparat diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran10 x 40 kemudian perbesaran10 x 100 yang diberi minyak emersi. Sel yang dihitung paling sedikit 100 sel dan


(46)

dilakukan perhitungan persentase jenis leukosit.Angka yang diperoleh merupakan jumlah relatif masing-masing jenis leukosit dari seluruh jenis leukosit (Tambur, 2006).

3.7.7 Analisis data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS 17 untuk menentukan homogenitas dan normalitasnya dengan uji ANAVA dua arah dan untuk mengetahui perbedaan rata-rata diantara perlakuan. Jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan uji Tukey HSD untuk mengetahui variabel mana yang memiliki perbedaan. Berdasarkan nilai signifikansi p<0,05 dianggap signifikan.


(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor menunjukkan bahwa tumbuhan yang diteliti termasuk suku Meliaceae spesies Azadirachta indica A. Juss. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 55.

4.2 Hasil Karakterisasi Bahan Tumbuhan dan Serbuk Simplisia 4.2.1 Pemeriksaan makroskopik

Hasil pemeriksaan makroskopik dari simplisia (Lampiran 3 halaman 56) yaitu daun berwarna hijau kecoklatan, bentuk seperti bundar telur memanjang, tepi daun bergerigi kasar, daun menyirip, tidak simetris, panjang helaian daun 5 cm sampai 7 cm, lebar 3 cm sampai 4 cm, ujung daun meruncing, rasa pahit. 4.2.2 Pemeriksaan mikroskopik

Hasil pemeriksaan mikroskopik dari penampak melintang daun nimbi dijumpai adanya epidermis atas satu lapis sel, epidermis bawah satu lapis sel, rambut penutup agak menggelombang ujung runcing, jaringan palisade 2 lapis sel, didalam palisade terdapat hablur kalsium oksalat bentuk roset, terkadang didalam sel terdapat beberapa hablur, jaringan bunga karang terdapat beberapa lapis sel didalam jaringan bunga karang terdapat hablur kalsium oksalat bentuk roset. Berkas pembuluh tipe bikolateral, stomata tipe anomositik. Pengamatan daun segar dan serbuk simplisia menggunakan mikroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.


(48)

1

7 2

8 3

9 4

10 5

11 6

12

Gambar 4.1 Gambar mikroskopik melintang daun nimba segar

Keterangan : 1 = dinding kutikula 7 = hablur kalsium oksalat

2 = epidermis atas 8 = xilem

3 = palisade 9 = floem

4 = jaringan bunga karang 10 = epidermis bawah

5 = ruang sekresi 11 = kolenkim

6 = serabut 12 = rambut penutup

1

2

3

4

5

6

Gambar 4.2 Gambar mikroskopik serbuk simplisia daun nimba

Keterangan : 1= rambut penutup 4 = epidermis bawah dengan stomata 2 = hablur kalsium oksalat 5 =berkas pembuluh


(49)

4.2.3 Pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia

Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia daun nimba dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia dari daun nimba

No Parameter Hasil (%) Persyaratan MMI (%)

1 Kadar air 7,33 Tidak lebih 10

2 Kadar sari larut dalam air 23,24 Tidak kurang 23 3 Kadar sari larut dalam etanol 9,58 Tidak kurang 9

4 Kadar abu total 5,17 Tidak lebih 7

5 Kadar abu tidak larut dalam asam 0,43 Tidak lebih 0,5

Perhitungan hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 58. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia yaitu kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam memenuhi syarat yang telah tercantum dalam Materia Medika Indonesia.

4.3 Hasil Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia terhadap daun nimba dapat diketahui bahwa daun nimba mengandung senyawa-senyawa kimia seperti yang terlihat pada Tabel 4.2 Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia dari simplisia daun nimba

No Nama Senyawa Hasil

1. Alkaloid -

2. Flavonoid +

3. Steroid/Triterpenoid +

4. Tanin +

5. Glikosida +

6. Saponin +

Keterangan: (+) = Positif (-) = Negatif

Menurut Rafidah (1999), Hasil pemeriksaan skrining fitokimia menunjukkan bahwa flavonoida, tanin, glikosida, steroid/triterpenoid dan saponin terdapat pada serbuk simplisia daun nimba.


(50)

4.4 Hasil Pengujian Antialergi

4.4.1 Jumlah total sel darah putih (leukosit) mencit

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek ekstrak etanol daun nimba terhadap jumlah total leukosit dengan variasi dosis yaitu dosis 50 mg/kg bb, 100 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.3, Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 .

Tabel 4.3 Jumlah total leukosit mencit yang diberi EEDN dapat dilihat pada Hasil Pengamatan jam ke-6, jam ke-24 dan hari ke-7.

Waktu perlakuan K1

(sel/l)

K2 (sel/l)

K3 (sel/l)

K4 (sel/l)

K5 (sel/l) Jam ke-6

Mencit 1 16575 16200 6200 3500 8725

Mencit 2 3725 10900 4500 3025 10325

Mencit 3 11400 8675 6600 4825 8575

Mencit 4 2725 6550 5200 5775 9450

Mencit 5 9200 3925 11825 4725 11825

Rata-rata 8725 9250 6865 4370 9780

Jam ke-24

Mencit 1 5250 3725 11000 8800 6200

Mencit 2 7175 2725 9500 8500 6600

Mencit 3 7475 9200 3950 8050 4500

Mencit 4 3600 11400 4475 8500 5200

Mencit 5 5500 16575 9550 6250 11825

Rata-rata 5800 8725 7695 8020 6865

Hari ke-7

Mencit 1 16200 18775 16725 13375 11330

Mencit 2 10900 11600 13910 8050 10375

Mencit 3 8675 26575 16275 8800 13125

Mencit 4 6550 16800 15175 8325 11250

Mencit 5 3925 17900 13915 9630 10750

Rata-rata 9250 18330 15200 9636 11366


(51)

Gambar 4.3 Grafik hasil uji EEDN terhadap total leukosit berdasarkan waktu pengambilan darah

Gambar 4.4 Grafik hasil uji EEDN terhadap total leukosit berdasarkan rata-rata keseluruhan

Keterangan :

K1 : tidak diberi perlakuan (kelompok kontrol positif) K2 : diberi ovalbumin tanpa diberi ekstrak (kontrol negatif) K3 : diberi EEDN 0,25% dengan dosis 50 mg/kg bb

K4 : diberi EEDN 0,5% dengan dosis 100 mg/kg bb K5 : diberi EEDN 1% dengan dosis 200 mg/kg bb

Semua perlakuan kecuali K1 setelah hari ke-21 dan ke-22 diberi ovalbumin secara intraperitoneal (i.p) sebanyak 0,5 ml.

0 5000 10000 15000 20000

Jam ke‐6 Jam ke‐24 Hari ke‐7

Jumlah   leukosit   (sel/l)

Waktu pengambilan darah Total Leukosit

K1 K2 K3 K4 K5

7925 12101,67 9920 7324 9190,33 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000

k1 k2 k3 k4 k5

Jumlah   leukosit   (sel/l)

Jenis Perlakuan


(52)

Pada Tabel 4.3, Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 jumlah total leukosit pada perlakuan K1, K3, K4 dan K5 berada pada kisaran jumlah total sel leukosit yang normal yaitu 4.000 - 10.000 sel/l (Ganong, 2003). Dapat terlihat adanya pengaruh ekstrak etanol daun nimba terhadap jumlah total leukosit. Hasil uji statistik pada subset dapat dilihat jumlah total leukosit K1, K3, K4 dan K5 berbeda secara signifikan (p<0,05) dengan perlakuan K2. Jumlah total sel leukosit pada perlakuan K1, K3, K4 dan K5 tidak terlihat perbedaan secara signifikan. Pada kontrol positif (K1) menunjukkan rata-rata jumlah total sel sebesar 7925 sel/l, pada kontrol negatif (K2) menunjukkan rata-rata jumlah total sel sebesar 12101,67 sel/l mengalami peningkatan (leukositosis) hal ini disebabkan ovalbumin bekerja sebagai pemicu terjadinya reaksi alergi dengan terpaparnya antigen spesifik yang dikenal sebagai alergen, suatu antigen masuk berulang kali kedalam aliran darah seorang yang hipersensitif, maka limfosit B akan membentuk antibodi IgE, IgE mengikat diri pada membran sel mast tanpa menimbulkan gejala. Apabila kemudian antigen yang sama memasuki darah lagi maka IgE akan mengenali dan mengikat antigen yang masuk maka terjadi suatu reaksi alergi akibat pecahnya sel mast dan sejumlah zat perantara dilepaskan yaitu histamin bersama serotonin, bradikinindan asam arakidonat yang kemudian diubah jadi prostaglandin dan leukotrien (Tan dan Rahardja, 2007).

Mencit yang diberi ekstrak etanol daun nimba pada dosis 50 mg/kg bb dan diinduksi dengan ovalbumin terdapat jumlah total leukosit 9920 sel/l, pada dosis 100 mg/kg bb terdapat 7324 sel/l dan pada dosis 200 mg/kg bb terdapat 9190,33 sel/l.


(53)

4.4.2 Diferensial sel darah putih (leukosit) mencit

Meskipun jumlah total leukosit dalam keadaan normal, belum tentu masing-masing jenis sel leukosit juga normal, sehingga perlu dilakukan penelitian secara absolut pada masing-masing jenis sel untuk mengetahui jumlah yang sebenarnya dari masing-masing jenis sel tersebut, sehingga dapat diketahui adanya abnormalitas dalam distribusi sel (Thrall,et al., 2004).

Pada sistem imun mamalia terdiri dari sistem imun spesifik dan sistem imun nonspesifik.Sel neutrofil, eusinofil, basofil dan monosit termasuk dalam sistem imun nonspesifik sedangkan sel limfosit termasuk dalam sistem imun spesifik (Baratawidjaja dan Iris, 2004). Sistem imun spesifik dan nonspesifik berinteraksi dalam menghadapi infeksi. Sistem imun nonspesifik bekerja dengan cepat dan sering diperlukan untuk merangsang sistem imun spesifik. Sel neutrofil berperan dalam pertahanan awal imunitas nonspesifik terhadap infeksi bakteri, sel eusinofil berperan dalam respon terhadap penyakit parasitik dan alergi, sel basofil berperan dalam respon peradangan dan alergi, sel limfosit berperan dalam membentuk antibodi yang bersirkulasi dalam darah sistem kekebalan seluler (Baratawidjaja dan Iris, 2004). Pada diferensial sel leukosit mencit ditemukan sel neutrofil, basofil, eusinofil, monosit dan limfosit. Setiap preparat apusan darah diamati sebanyak 100 sel dalam 10 lapang pandang apusan darah tepi, ketebalan dikatakan memenuhi syarat apabila setiap lapang pandang terdapat 10-20 sel darah putih (Yully, 2013).

Persentase Limfosit Mencit

Pada Tabel 4.4, Gambar 4.5 dan Gambar 4.6 dapat dilihat hasil presentase sel limfosit pada kontrol positif tidak diberi perlakuan (K1), mencit yang


(54)

diinduksi ovalbumin tanpa diberi ekstrak (K2) dan mencit yang diberi ekstrak selama 21 hari dan diinduksi ovalbumin (K3, K4 dan K5)

Tabel 4.4 Persentase Limfosit Mencityang diberi EEDN dapat dilihat padahasil pengamatan jam ke-6, jam ke-24 dan hari ke-7

Waktu perlakuan K1

(sel/l)

K2 (sel/l)

K3 (sel/l)

K4 (sel/l)

K5 (sel/l) Jam

ke-6

Mencit 1 36 48 14 17 11

Mencit 2 27 45 11 14 15

Mencit 3 30 42 14 10 17

Mencit 4 25 41 22 15 10

Mencit 5 20 47 31 20 14

Rata-rata 27,6 44,6 18,4 15,2 13,4

Jam ke-24

Mencit 1 25 51 35 46 23

Mencit 2 28 54 36 40 26

Mencit 3 27 64 41 47 29

Mencit 4 30 53 45 44 25

Mencit 5 33 55 38 48 27

Rata-rata 28,6 55,4 39 45 26

Hari ke-7

Mencit 1 30 53 37 34 43

Mencit 2 35 55 43 28 46

Mencit 3 31 42 38 21 49

Mencit 4 29 52 39 30 45

Mencit 5 33 51 40 35 48

Rata-rata 31,6 50,6 39,4 29,6 46,2

Rata-rata keseluruhan 29,20 50,20 32,27 29,93 28,53

Gambar 4.5Grafik hasil uji EEDN terhadap persentase Limfosit mencit berdasarkan waktu pengambilan darah

0 10 20 30 40 50 60

Jam ke‐6 Jam ke‐24 Hari ke‐7

Jumlah   Leukosit   (sel/l)

Waktu pengambilan darah Limfosit


(55)

Gambar 4.6 Grafikhasil uji EEDN terhadap Persentase Limfosit Mencit berdasarkan rata-rata keseluruhan

Keterangan :

K1 : tidak diberi perlakuan (kelompok kontrol positif) K2 : diberi ovalbumin tanpa diberi ekstrak (kontrol negatif) K3 : diberi EEDN 0,25% dengan dosis 50 mg/kg bb

K4 : diberi EEDN 0,5% dengan dosis 100 mg/kg bb K5 : diberi EEDN 1% dengan dosis 200 mg/kg bb

Semua perlakuan kecuali K1 setelah hari ke-21 dan ke-22 diberi ovalbumin secara intraperitoneal (i.p) sebanyak 0,5 ml.

Pada Tabel 4.4, Gambar 4.5 dan Gambar 4.6 didapat bahwa persentase rata-rata sel limfosit pada mencit kontrol positif tanpa perlakuan (K1) dan pada mencit yang diberi ekstrak etanol daun nimba (K3, K4 dan K5) selama 21 hari dan diinjeksi ovalbumin berada dalam kisaran normal yaitu 20 - 35%. Dapat terlihat adanya pengaruh ekstrak etanol daun nimba terhadap jumlah limfosit. Berdasarkan penelitian terdahulu Setyani (2012), daun nimba dapat menurunkan jumlah limfosit mencit yang diinduksi ovalbumin. Hasil uji statistik jumlah limfosit K1, K3, K4 dan K5 berbeda secara signifikan (p < 0,05) dengan perlakuan K2. Jumlah limfosit pada perlakuan K1, K3, K4 dan K5 tidak terlihat perbedaan secara signifikan, sehingga pada penelitian ini diduga tidak terjadi infeksi dan dapat

29,20 50,20 32,27 29.93 28.53 0 10 20 30 40 50 60

k1 k2 k3 k4 k5

Jumlah   leukosit   (sel/l)

Jenis perlakuan Limfosit


(56)

membentuk antibodi.

Persentase Monosit Mencit

Pada Tabel 4.5, Gambar 4.7 dan Gambar 4.8 dapat dilihat hasil presentase sel monosit pada kontrol positif tidak diberi perlakuan (K1), mencit yang diinduksi ovalbumin tanpa diberi ekstrak (K2) dan mencit yang diberi ekstrak selama 21 hari dan diinduksi ovalbumin (K3, K4 dan K5)

Tabel 4.5 Persentase monosit mencit yang diberi EEDN dapat dilihat pada hasil pengamatan jam ke-6, jam ke-24 dan hari ke-7

Waktu perlakuan K1

(sel/l)

K2 (sel/l)

K3 (sel/l)

K4 (sel/l)

K5 (sel/l) Jam

ke-6

Mencit 1 6 11 9 4 4

Mencit 2 8 6 7 3 7

Mencit 3 5 8 7 5 8

Mencit 4 7 5 8 6 5

Mencit 5 6 3 5 2 6

Rata-rata 6,4 6,6 7,2 4 6

Jam ke-24

Mencit 1 3 8 11 8 4

Mencit 2 7 7 9 6 5

Mencit 3 8 12 5 5 9

Mencit 4 6 11 6 7 7

Mencit 5 4 9 7 4 6

Rata-rata 5,6 9,4 7,6 6 6,2

Hari ke-7

Mencit 1 4 10 6 6 5

Mencit 2 5 13 6 7 8

Mencit 3 7 14 10 9 7

Mencit 4 6 12 8 10 9

Mencit 5 8 11 10 11 4

Rata-rata 6 12 8 8,6 6,6


(57)

Gambar 4.7 Grafikhasil uji EEDN terhadap persentase monosit mencit berdasarkan waktu pengambilan darah

Gambar 4.8 Grafik hasil uji EEDN terhadapPersentase Monosit Mencit berdasarkan rata-rata keseluruhan

Pada Tabel 4.5, Gambar 4.7 dan Gambar 4.8 didapat bahwa persentase rata-rata sel monosit pada mencit kontrol positif tanpa perlakuan (k1) dan pada mencit yang diberi ekstrak etanol daun nimba (K3, K4 dan K5) selama 21 hari dan diinjeksi ovalbumin berada pada kisaran normal yaitu 2-8%. Dapat terlihat adanya pengaruh ekstrak etanol daun nimba terhadap jumlah monosit.

0 2 4 6 8 10 12 14

Jam ke‐6 Jam ke‐24 Hari ke‐7

Jumlah   leukosit   (sel/l)

Waktu pengambilan darah Monosit

K1 K2 K3 K4 K5

6 9.33 7.6 6.2 6.27 0 2 4 6 8 10 12

k1 k2 k3 k4 k5

Jumlah   leukosit   (sel/l)

jenis perlakuan Monosit


(1)

Neutrofil

Descriptive Statistics

Dependent Variable: hasil pengamatan neutrofil

Jenis perlakuan pengambilan darah neutrofil

Waktu pengambilan

darah neutrofil Mean Std. Deviation N

kontrol jam ke-6 59.60 6.768 5

jam ke-24 62.40 5.030 5

hari ke-7 63.00 2.739 5

Total 61.67 4.981 15

ovalbumin jam ke-6 77.60 5.983 5

jam ke-24 86.80 10.872 5

hari ke-7 89.60 6.465 5

Total 84.67 9.170 15

dosis 50 mg/kg bb jam ke-6 58.60 10.597 5

jam ke-24 64.80 10.826 5

hari ke-7 70.80 3.194 5

Total 64.73 9.750 15

dosis 100 mg/kg bb jam ke-6 51.20 5.718 5

jam ke-24 62.00 4.690 5

hari ke-7 70.00 2.236 5

Total 61.07 8.980 15

dosis 200 mg/kg bb jam ke-6 45.60 9.864 5

jam ke-24 62.00 3.674 5

hari ke-7 72.60 5.128 5

Total 60.07 13.090 15

Total jam ke-6 58.52 13.267 25

jam ke-24 67.60 12.104 25


(2)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: hasil pengamatan neutrofil

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 9950.880a 14 710.777 14.997 .000

Intercept 331070.520 1 331070.520 6985.593 .000

perlakuan 6411.013 4 1602.753 33.818 .000

waktu 2744.240 2 1372.120 28.952 .000

perlakuan * waktu 795.627 8 99.453 2.098 .050

Error 2843.600 60 47.393

Total 343865.000 75

Corrected Total 12794.480 74

a. R Squared = ,778 (Adjusted R Squared = ,726)

Hasil pengamatan neutrofil

Jenis perlakuan pengambilan darah

neutrofil N

Subset

1 2

TukeyHSDa,,b dosis 200 mg/kg bb 15 60.07

dosis 100 mg/kg bb 15 61.07

Kontrol 15 61.67

dosis 50mg/kg bb 15 64.73

ovalbumin 15 84.67

Sig. .352 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 47,393.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 15,000. b. Alpha = ,05.


(3)

Eusinofil

Descriptive Statistics

Dependent Variable: hasil pengamatan eusinofil

Jenis perlakuan pengambilan darah basofil

Waktu pengambilan darah

basofil Mean

Std.

Deviation N

kontrol jam ke-6 2.00 .707 5

jam ke-24 2.80 .447 5

hari ke-7 2.80 .837 5

Total 2.53 .743 15

ovalbumin jam ke-6 5.40 1.140 5

jam ke-24 7.40 1.140 5

hari ke-7 8.60 1.140 5

Total 7.13 1.727 15

dosis 50mg/kg bb jam ke-6 3.60 1.140 5

jam ke-24 5.20 1.304 5

hari ke-7 3.20 .837 5

Total 4.00 1.363 15

dosis 100mg/kg bb jam ke-6 3.00 .707 5

jam ke-24 3.00 1.000 5

hari ke-7 2.60 .548 5

Total 2.87 .743 15

dosis 200mg/kg bb jam ke-6 3.60 1.140 5

jam ke-24 2.80 .837 5

hari ke-7 3.00 1.000 5

Total 3.13 .990 15

Total jam ke-6 3.52 1.447 25


(4)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: hasil pengamatan eusinofil

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model 251.467a 14 17.962 19.524 .000

Intercept 1160.333 1 1160.333 1261.232 .000

perlakuan 209.733 4 52.433 56.993 .000

waktu 6.907 2 3.453 3.754 .029

perlakuan * waktu 34.827 8 4.353 4.732 .000

Error 55.200 60 .920

Total 1467.000 75

Corrected Total 306.667 74

a. R Squared = ,820 (Adjusted R Squared = ,778)

Hasil pengamatan eusinofil

Jenis perlakuan pengambilan darah

basofil N

Subset

1 2 3

TukeyHSDa,,b kontrol 15 2.53

dosis 100mg/kg bb 15 2.87

dosis 200mg/kg bb 15 3.13 3.13

dosis 50mg/kg bb 15 4.00

ovalbumin 15 7.13

Sig. .434 .110 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,920.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 15,000.


(5)

Basofil

Descriptive Statistics

Dependent Variable: hasil pengamatan basofil

Jenis perlakuan

pengambilan darah basofil

Waktu pengambilan

darah basofil Mean Std. Deviation N

kontrol jam ke-6 .80 .837 5

jam ke-24 .60 .894 5

hari ke-7 .40 .548 5

Total .60 .737 15

ovalbumin jam ke-6 2.20 .837 5

jam ke-24 5.40 1.140 5

hari ke-7 4.40 1.140 5

Total 4.00 1.690 15

dosis 50mg/kg bb jam ke-6 1.00 .707 5

jam ke-24 1.40 .548 5

hari ke-7 .60 .548 5

Total 1.00 .655 15

dosis 100mg/kg bb jam ke-6 1.00 .707 5

jam ke-24 .40 .548 5

hari ke-7 .20 .447 5

Total .53 .640 15

dosis 200mg/kg bb jam ke-6 .60 .548 5

jam ke-24 1.00 .707 5

hari ke-7 .60 .548 5

Total .73 .594 15

Total jam ke-6 1.12 .881 25


(6)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: hasil pengamatan basofil

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 162.347a 14 11.596 20.957 .000

Intercept 141.453 1 141.453 255.639 .000

perlakuan 131.280 4 32.820 59.313 .000

waktu 5.787 2 2.893 5.229 .008

perlakuan * waktu 25.280 8 3.160 5.711 .000

Error 33.200 60 .553

Total 337.000 75

Corrected Total 195.547 74

a. R Squared = ,830 (Adjusted R Squared = ,791)

Hasil pengamatan basofil

Jenis perlakuan pengambilan darah

basofil N

Subset

1 2

TukeyHSDa,,b dosis 100mg/kg bb 15 .53

Kontrol 15 .60

dosis 200 mg/kg bb 15 .73

dosis 50 mg/kg bb 15 1.00

ovalbumin 15 4.00

Sig. .431 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,553.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 15,000.


Dokumen yang terkait

Efektivitas Skabisida Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta Indica A. Juss) Terhadap Tungau Sarcoptes Scabiei Secara In Vitro

11 89 46

Uji Efektivitas Ekstrak Daun Mimba (Azadiractha indica A.Juss) dan Daun Sirih (Piper betle L.) Terhadap Penyakit Karat Daun (Phakopsora pachyrhizi Syd.) Pada Kacang Kedelai (Glycine max L.) Di Lapangan

2 41 69

JUMLAH LIMFOSIT PADA MENCIT YANG DIBERI KONSUMSI EKSTRAK ALKOHOL DAUN MIMBA (Azadirachta indica, A. Juzz) DAN DI INDUKSI OVALBUMIN

0 3 14

JUMLAH LIMFOSIT PADA MENCIT YANG DIBERI KONSUMSI EKSTRAK ALKOHOL DAUN MIMBA (Azadirachta indica, A. Juzz) DAN DI INDUKSI OVALBUMIN

1 46 67

Jumlah Monosit Pada Hapusan Darah Mencit Jantan Yang Diinduksi Ovalbumin Dan Diberi Konsumsi Ekstrak Alkohol Daun Mimba ( Azadirachta Indica A. Juzz )

0 26 15

JUMLAH SEL EOSINOFIL PADA MENCIT YANG DIBERI EKSTRAK ALKOHOL DAUN MIMBA (Azadirachta indica Juss) DAN DIINDUKSI OVALBUMIN

0 3 17

UJI KONSENTRASI AIR PERASAN DAUN NIMBA (Azadirachta indica A. Juss) UNTUK MENGENDALIKAN JAMUR PATOGEN TULAR BENIH PADA BUNCIS.

0 0 9

Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit Jantan Galur Swiss Webster Yang Diinduksi Aloksan.

4 8 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Uji Efektivitas Antialergi Ekstrak Etanol Daun Nimba (Azadirachta indica A. Juss.) pada Mencit yang Diinduksi dengan Ovalbumin

0 0 15

Uji Efektivitas Antialergi Ekstrak Etanol Daun Nimba (Azadirachta indica A. Juss.) pada Mencit yang Diinduksi dengan Ovalbumin

0 0 14