13
b. Eusinofil
Eusinofil merupakan nama yang diberikan oleh Ehrlich yang didasarkan pada afinitas sel terhadap pewarnaan anionik, seperti eosin Hirsch dan Hirsch,
1980. Menurut Weiss dan Wardrop 2010, sel ini memiliki kemampuan melawan parasit cacing, dan bersamaan dengan basofil atau sel mast sebagai
mediator peradangan dan memiliki potensi untuk merusak jaringan inang. Eusinofil adalah sel multifungsi yang memegang peranan fisiologis dan untuk
melakukan fagositosis selektif terhadap kompleks antigen dan antibodi. Eusinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari
pembekuan Effendi, 2003. Menurut Junqueira dan Caneiro 2005, eosinofil berdiameter 10-15 µm,
inti bergelambir dua, sitoplasma dikelilingi butir-butir asidofil yang cukup besar berukuran 0,5 – 1,0 µm, dengan jangka waktu hidup berkisar antara tiga sampai
lima hari. Eosinofil berperan aktif dalam mengatur alergi akut dan proses perdarahan, investasi parasit, memfagosit bakteri, memfagosit antigen-antibodi
kompleks, memfagosit mikoplasma dan memfagosit ragi. Eusinofil memiliki granul berwarna merah dengan pewarnaan asam, ukuran dan bentuknya hampir
sama dengan neutrofil, tetapi granula dalam sitoplasma lebih besar. Jumlah nya hanya 1-4. Sel ini sangat penting dalam respon terhadap penyakit parasitik dan
alergi. Eusinofilia pada hewan merupakan peningkatan jumlah eusinofil dalam darah, dapat terjadi karena infeksi parasit, reaksi alergi dan kompleks antigen
antibodi setelah proses imun.
Universitas Sumatera Utara
14
c. Basofil
Proses pematangan basofil terjadi di dalam sumsum tulang dalam waktu sekitar 2,5 hari. Basofil akan beredar dalam aliran darah dalam waktu yang
singkat ±6 jam tetapi dalam jaringan dapat hidup selama 2 minggu Hirai, 1997. Basofil akan masuk ke dalam jaringan sebagai respon terhadap inflamasi
Jain, 1993. Menurut Junqueira dan Caneiro 2005, basofil berdiameter 10-12 µm, dengan inti dua gelambir atau bentuk inti tidak beraturan, banyaknya berkisar
antara 0-1. Granul basofil mengandung heparin, histamin, asam hialuron, kondroitin sulfat, seroton, dan beberapa faktor kemotaktik. Sel mast dan basofil
berperan pada beberapa tipe reaksi alergi, karena tipe antibodi yang menyebabkan reaksi alergi, yaitu Immunoglobulin E IgE mempunyai kecenderungan khusus
untuk melekat pada sel mast dan basofil Guyton, 2008. Bukti keterlibatan basofil dalam reaksi alergi yaitu timbulnya kondisi rinitis, urtikaria, asma, alergi,
konjungtivitis, gastritis akibat alergi, dananafilaksis akibat induksi obat atau induksi gigitan serangga Casolaro, et al., 1990.
2.4.2 Agranulosit
Agranulosit dibagi menjadi dua kelompok:
a. Limfosit
Limfosit adalah leukosit jenis agranulosit yang mempunyai ukuran dan bentuk yang bervariasi. Limfosit merupakan satu-satunya jenis leukosit yang tidak
memiliki kemampuan fagositik banyaknya berkisar antara 20-35. Pengamatan pada sediaan apus darah yang diwarnai, dapat dibedakan terhadap adanya limfosit
besar dan limfosit kecil. Limfosit kecil berdiameter 6 - 9 µm, inti besar dan kuat mengambil zat warna, dikelilingi sedikit sitoplasma yang berwarna biru pucat.
Limfosit besar berdiameter 12-15 µm, memiliki lebih banyak sitoplasma, inti
Universitas Sumatera Utara
15 lebih besar dan sedikit lebih pucat dibandingkan dengan limfosit kecil Junqueira
dan Caneiro, 2005. Limfosit memiliki fungsi utama yaitu memproduksi antibodi sebagai respon terhadap benda asing yang difagosit makrofag Tizard,
2000. Kebanyakan sel limfosit berada pada jaringan limfoid dan akan
bersirkulasi kembali secara konstan ke pembuluh darah Colville dan Bassert, 2008.
Limfosit dapat digolongkan menjadi dua yaitu limfosit B dan limfosit T. Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang berperan dalam
respon imunitas humoral untuk memproduksi antibodi, sedangkan limfosit T akan berperan dalam respon imunitas seluler Junqueira dan Caneiro, 2005.
b. Monosit