2.4.4 Derajat Dismenore
Menurut Fujiwara 2003 dan Novia Puspitasari 2008 Derajat dismenore dibagi dalam 4 kategori yaitu :
1. Kategori 0 adalah tidak nyeri sama sekali
2. Kategori 1 adalah nyeri ringan tetapi dapat diatasi tanpa obat pereda
nyeri 3.
Kategori 2 adalah nyeri sedang dan tertolong dengan obat pereda nyeri. 4.
Kategori 3 adalah nyeri sangat hebat dan tidak akan berkurang walaupun telah menggunakan obat dan tidak mampu bekerja, perlu
penanganan dokter. Sedangkan karakteristik gejala dismenore berdasarkan derajat nyerinya
menurut Manuaba 2010 dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu: 1.
Dismenore ringan Dismenore ringan adalah rasa nyeri yang terjadi sejenak dapat pulih kembali,
tidak memerlukan obat dan tidak mengganggu pekerjaan sehari hari. 2.
Dismenore sedang Dismenore yang memerlukan obat untuk menghilangkan rasa sakitnya tanpa
terganggu aktivitas pekerjaanya. 3.
Dismenore berat Dismenore berat adalah rasa nyeri hebat sehingga tidak mampu melakukan tugas
harian, memerlukan istirahat dan memerlukan obat intensitas tinggi serta diperlukan tindakan operasi, karena menggangu setiap menstruasi.
2.4.5 Patofisiologi Dismenore Primer
Dismenore primer selalu berhubungan dengan siklus ovulasi. Hal ini disebabkan oleh kontraksi dari miometrium yang diinduksi oleh
prostaglandin. Kejadian yang berkaitan dengan kejadian menstruasi seperti sakit kepala, mual muntah berhubungan dengan pengeluaran prostaglandin dan
metabolit prostaglandin ke sirkulasi sistemik Speroff et al, 2005. Hal ini terjadi pada sekitar 60 pasien yang menderita dismenore primer Dawood, 2006.
Wanita dengan dismenore primer mempunyai endometrium yang memproduksi
Universitas Sumatera Utara
empat kali lebih banyak prostaglandin dari pada yang tidak dismenore prihatanti, 2010. Pelepasan prostaglandin terbanyak selama menstruasi didapati pada 48
jam pertama dan berhubungan dengan beratnya gejala yang terjadi Speroff et al, 2005.
Prostaglandin F2α PGF2α adalah perantara yang paling berperan dalam terjadinya dismenore primer Speroff et al, 2005. Prostaglandin ini
merupakan stimulan kontraksi miometrium yang kuat serta memberikan efek vasokontriksi
pembuluh darah sehingga terjadi iskemik dari uterus.
Gambar 2. 5. Hubungan Prostaglandin dalam PGF
2α
yang dihasilkan selama menstruasi Wood, 2006
Peningkatan PGF2α dalam endometrium diikuti dengan penurunan progesteron pada fase luteal membuat membran lisosomal menjadi tidak
stabil sehingga melepaskan enzim lisosomal. Pelepasan enzim ini menyebabkan pelepasan enzim phospholipase A2 yang berperan pada konversi fosfolipid
menjadi asam arakidonat dan siklooksigenase pathway. Selanjutnya terjadi biosintesa prostaglandin dan tromboksan dari asam arakidonat Daftary dan Patki,
2009. Setelah itu terjadi pembentukan PGF2α dan prostaglandin E2 PGE2
melalui siklus endoperoxidase dengan perantara prostaglandin G2 PGG2 dan prostaglandin H2 PGH2. Peningkatan kadar prostaglandin ini
Universitas Sumatera Utara
mengakibatkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan sehingga menyebabkan nyeri pada saat menstruasi Alfrianne, 2008
dalam Pakaya, 2014. Selain itu dilaporkan juga wanita yang mengalami peningkatan vasopresin selama dismenore meskipun hal ini masih kontroversial.
Vasopresin menghasilkan kontraksi uterus yang disritmik sehingga aliran darah uterus jadi berkurang dan menyebabkann hipoksia uterus. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya nyeri Wood , 2006
Gambar 2.6. Patofisiologi dismenore primer Lefebvre et al., 2005
Menurut Wood 2006 disamping prostaglandin dan vasopressin, terdapat beberapa etiologi terjadinya kejadiaan dismenore primer, dimana telah ditemukan
pasien yang memiliki laparoskopi normal dan menderita dismenore yang berat tetapi tidak mengalami kenaikan
PGF2α. Diduga terdapat hubungan prostanoid seperti tromboksan A
2
, prostasiklin dan leukotrien dengan kejadian ini tetapi belum sepenuhnya diketahui. Prostasiklin yang merupakan vasodilator dan
relaksan uterus ditemukan menurun pada pasien dengan dismenore primer. Selain itu terdapat peningkatan leukotrien seperti C4 dan D4 dimana spesific binding site
dari C4 terdapat di sel miometrium. Leukotrien ini berperan terhadap hiperkontraktilitas dari uterus. Selain itu dilaporkan juga wanita yang mengalami
peningkatan vasopresin selama dismenore meskipun hal ini masih kontroversial. Vasopresin menghasilkan kontraksi uterus yang disritmik sehingga aliran darah
Universitas Sumatera Utara
uterus jadi berkurang dan menyebabkann hipoksia uterus. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya nyeri.
2.4.6 Gejala Dismenore