Hubungan Status Gizi dan Aktivitas Fisik dengan Dismenore Primer pada Siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu Tahun 2015

(1)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Primadona Yani Gultom

Tempat / Tanggal Lahir: Sarulla / 16 Juni 1993 Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan Pasar Merah Menteng II Gang Pantas No.4

Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Dasar Negeri No. 173235 Sarulla (1999-2005) 2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pahae Jae (2005-2008) 3. Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Medan (2008-2011)


(2)

Riwayat Organisasi :

1. Anggota Seksi Peralatan Paskah FK USU Tahun 2013

2. Anggota seksi Acara Hari Gizi Nasional PEMA FK USU Tahun 2013

3. Anggota Liasion Officer Scripta Research Festival SCORE PEMA FK USU Tahun 2013-2014

4. Anggota seksi Doa Paskah FK USU Tahun 2014

5. Staff Muda Divisi Program SCORE PEMA FK USU Tahun 2014 6. Anggota Divisi PO3 SCORE PEMA FK USU


(3)

Lampiran 2.

LEMBAR PENJELASAN PENELIITIAN

Dengan Hormat,

Nama saya Primadona Yani Gultom, saat ini sedang menjalani pendidikan sebagai mahasiswi semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Status Gizi dan

Aktivitas Fisik dengan Dismenore Primer pada siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu Tahun 2015” sebagai salah satu syarat pendididikan dokter.

Dismenore primer adalah nyeri menstruasi (haid) tanpa kelainan patologi yang nyata (Dawood, 2006), semata mata hanya berkaitan dengan hormon menstruasi (Manuaba, 2010).Dismenore primer ini dapat berdampak negatif bagi penderitanya diantaranya terganggunya aktivitas fisik sehari-hari serta perlunya obat-obatan untuk mengatasi nyerinya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada hubungan status gizi dan aktivitas fisik siswi dengan kejadian dismenore primer (nyeri haid). Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk mengurangi angka kejadian dismenore primer di SMA Negeri 1 Pahae Julu.

Untuk kepentingan pengumpulan data penelitian ini saya memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengizinkan anak Bapak/Ibu untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini. Pada saat melakukan penelitian, peneliti akan melakukan pemeriksaan Berat Badan dan Tinggi Badan. Selain itu, siswi juga diberikan kuesioner yang berhubungan dengan penelitian. Kami memohon anak Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner dengan sejujurnya.

Partisipasi anak Bapak/Ibu bersifat sukarela dan tanpa paksaan dan dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu. Setiap data yang ada dalam penelitian ini akan dirahasiakan dan digunakan untuk kepentingan penelitian. Untuk penelitian ini anak Bapak/Ibu tidak akan dikenakan biaya apapun. Bila Bapak/Ibu membutuhkan


(4)

Nama : Primadona Yani Gultom No. HP : 081260631552

Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak/Ibu yang mengizinkan anaknya untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian ini. Keikutsertaan anak Bapak/Ibu dalam penelitian ini akan menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi Ilmu Pengetahuan.

Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini diharapkan Bapak/Ibu bersedia mengisi lembar persetujuan yang telah kami persiapkan.

Medan, 2015

Peneliti,


(5)

Lampiran 3.

LEMBAR PERYATAAN PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT) KESEDIAAN MENGIKUTI PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : ... Orang Tua/Wali dari : ... Kelas : ... Alamat : ... No. Hp : ...

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan :

PERSETUJUAN

Untuk melakukan pendataan tentang kondisi kesehatan dan mengajukan beberapa pertanyaan kepada anak saya setelah membaca dan mendapat penjelasan serta memahami sepenuhnya tentang penelitian,

Judul Penelitian : Hubungan Status Gizi dan Aktivitas Fisik dengan Dismenore Primer pada siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu Tahun 2015 Nama Peneliti : Primadona Yani Gultom

Instansi Penelitian : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

Pahae Julu,...2015 Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan persetujuan,


(6)

Lampiran 4.

KUESIONER

I.IDENTITAS DIRI

Nama :

Kelas :

Tanggal Lahir :

Alamat :

No. HP :

II. DATA ANTROPOMETRI

III. DATA MENSTRUASI DAN AKTIVITAS FISIK A.Pola Menstruasi

Pertanyaan Koding

A1 Pada kelas berapa pertama kali kamu menstruasi ? Kelas ... (SD/SMP/SMA)

A2 Pada usia berapa pertama kali kamu menstruasi? ... tahun

A3 Berapa hari biasanya kamu menstruasi? ... hari

A4 Apakah kamu menstruasi secara rutin? 1. Ya

2. Tidak (Lanjut ke B.1)

A5 Apakah kamu memiliki rentng/ jarak interval yang serupa setiap periode menstruasi kamu?

1. Ya, selalu

A.N antropometri (Diisi setelah dilakukan pengukuran) Koding

AN. 1 Berat Badan .... kg


(7)

2. Ya , kadang-kadang 3. Tidak (Lanjut ke B.1)

A6 Berapa hari rentang/jarak antar siklus menstrusi kamu?

... hari

B. Aktivitas Fisik (Kuesioner Baecke)

B.1 Aktivitas Saat Bekerja Koding

B.1.1 Apakah pekerjaan utama kamu?

1. Aktivitas rendah (seperti supir, pensiunan, ibu rumah tangga, atau pelajar)

2. Aktivitas sedang (seperti buruh pabrik an tukang kayu)

3. Aktivitas berat (seperti kuli bangunan atau atlet)

B.1.2 Saat bekerja saya duduk

1. Tidak pernah 2. Jarang

3. Kadang-kadang 4. Sering

5. Selalu

B.1.3 Saat bekerja saya berdiri

1. Tidak pernah 2. Jarang

3. Kadang-kadang 4. Sering

5. Selalu

B.1.4 Saat bekerja saya berjalan

1. Tidak pernah 2. Jarang


(8)

5. Selalu

B.1.5 Saat bekerja saya mengangkat benda berat

1. Tidak pernah 2. Jarang

3. Kadang-kadang 4. Sering

5. Selalu

B.1.6 Setelah bekerja saya lelah

1. Tidak pernah 2. Jarang

3. Kadang-kadang 4. Sering

5. Selalu

B.1.7 Saat bekerja saya berkeringat

1. Tidak pernah 2. Jarang

3. Kadang-kadang 4. Sering

5. Selalu

B.1.8 Dibandingkan dengan orang lain seusia saya, saya

merasa pekerjaan saya 1. Jauh lebih berat 2. Lebih berat 3. Sama berat 4. Lebih ringan 5. Jauh lebih ringan

B.2 Aktivitas saat Olahraga

B.2.1 Apakah kamu berolahraga?

1. Ya

2. Tidak (Langsung ke B.3.1)

B.2.2.a Olahraga yang paling sering dilakukan (jika tidak


(9)

B.2.2.a1 Olahraga apa yang paling sering kamu lakukan?

1. Intensitas rendah (billiard, bowling, golf) 2. Intensitas sedang (bulu tangkis, bersepeda,

menari, berenang, tenis dll)

3. Intensitas tinggi (bola basket, sepak bola/futsal, tinju, dayung dll)

B.2.2.a2 Berapa jam kamu melakukan olahraga tersebut dalam

satu minggu ? 1. < 1 jam 2. 1-2 jam 3. 2-3 jam 4. 3-4 jam 5. > 4 jam

B.2.2.a3 Berapa bulan kamu melakukan olahraga tersebut

dalam satu tahun? 1. < 1 bulan 2. 1-3 bulan 3. 4-6 bulan 4. 7-9 bulan 5. > 9 bulan

B.2.2 B.2.2.b Olahraga kedua yang paling sering

dilakukan?

(jika tidak ada langsung ke B.2.3)

B.2.2.b1 Olahraga apa yang paling sering kamu lakukan?

1. Intensitas rendah (billiard, bowling, golf) 2. Intensitas sedang (bulu tangkis, bersepeda,

menari, berenang, tenis dll)

3. Intensitas tinggi (bola basket, sepak bola/futsal, tinju, dayung dll)

B.2.2.b2 Berapa jam kamu melakukan olahraga tersebut dalam


(10)

2. 1-2 jam 3. 2-3 jam 4. 3-4 jam 5. > 4 jam

B.2.2.b3 Berapa bulan kamu melakukan olahraga tersebut

dalam satu tahun? 1. < 1 bulan 2. 1-3 bulan 3. 4-6 bulan 4. 7-9 bulan 5. > 9 bulan

B.2.3 Dibandingkan dengan orang lain seusia saya, saya

merasa aktivitas fisik saya selama waktu luang 1. Jauh lebih berat

2. Lebih berat 3. Sama berat 4. Lebih ringan 5. Jauh lebih ringan

B.2.4 Saat waktu luang saya berkeringat

1. Tidak pernah 2. Jarang

3. Kadang-kadang 4. Sering

5. Selalu

B.2.5 Saat waktu luang saya berolahraga

1. Tidak pernah 2. Jarang

3. Kadang-kadang 4. Sering

5. Selalu

B.3 Aktivitas waktu luang

B.3.1 Saat waktu luang saya menonton TV


(11)

2. Jarang

3. Kadang-kadang 4. Sering

5. Selalu

B. 3.2 Saat waktu luang saya berjalan

1. Tidak pernah 2. Jarang

3. Kadang-kadang 4. Sering

5. Selalu

B.3.3 Saat waktu luang saya bersepeda

1. Tidak pernah 2. Jarang

3. Kadang-kadang 4. Sering

5. Selalu

B.3.4 Berapa menit kamu berjalan dan/ atau bersepeda

dalam sehari ke sekolah dan/ atau tempat berbelanja? 1. < 5 menit

2. 5-15 menit 3. 15-30 menit 4. 30-45 menit 5. > 45 menit

C. Tindakan Medis

C.1 Apakah kamu pernah mengalami operasi ginekologis (operasi terkait organ reproduksi) ?

1. Ya, sebutkan...

2. Tidak

D. Nyeri Menstruasi dan Penggunaan Obat

D.1 Apakah kamu dalam waktu 6 bulan terakhi mengalami nyeri atau keram pada bagian bawah perut saat


(12)

1. Ya, setiap perode menstruasi

2. Ya, tapi tapi tidak di setiap periode menstruasi 3. Tidak

D.2 Kapan rasa nyeri tersebut muncul?

1. Beberapa hari sebelum, sekitar seminggu sebelum menstruasi

2. 1-2 hari sbelum menstruasi 3. Sesaat menstruasi

4. Hari pertama menstruasi 5. Lainnya, sebutkan ...

D.3 Kapan rasa nyeri itu berakhir?

1. Beberapa hari sebelum menstruasi

2. Antar hari pertama hingga hari ketiga awal menstruasi

3. 3. Hari terakhir menstruasi 4. Lainnya, sebutkan...

D.4 Apakah rasa nyeri tersebut mengganggu aktivitas sehari-hari?

1. Ya

2. Kadang-kadang 3. Tidak

D.5 Apa yang kamu lakukan untuk mengatasi nyeri tersebut?

1. Istirahat dan tidur

2. Kompres dengan air hangat 3. Minum obat

4. Dibiarkan saja 4. Lainnya, sebutkan

D.6 Apakah kamu selalu menggunakan obat penghilang rasa sakit untuk mengatasi mentruasi kamu?

1. Ya 2. Tidak


(13)

menstruasi? 1. Ya 2. Tidak

D.8 Apakah obat yang kamu minum merupakan obat yang diresepkan dokter?

1. Ya, sebutkan... 2. Tidak, sebutkan...

D.9 Apakah obat yang kamu pakai mempengaruhi pola menstruasi kamu?

1. Ya (jelaskan perubahan yang terjadi)... 2. Tidak


(14)

Lampiran 5. Data Induk dan Hasil data Induk Inisial Umur

Usia Menarche

Lama mens

Siklus

menstruasi Rutin

Dismenore Primer

Derajat

DP IMT

Aktivitas Fisik

CIT 17 13 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 23,32 7,10255

EMM 20 13 5 ya (21-35 hari) ya ya 1 24 7,14685

JUN 17 14 5 ya (21-35 hari) ya ya 1 18,5 7,10495

SUS 18 14 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 22,82 5,889175

BAS 17 14 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 21,5 7,3813

ELS 18 15 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 23,42 6,5126

MAR 18 15 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 23,73 5,8813

MARL 18 14 5 ya (21-35 hari) ya ya 1 21,08 7,0292

SUR 16 12 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 20,26 6,82345

WIT 20 13 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 24,3 7,9022

ARY 18 14 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 21,4 7,441575

RT 18 15 3 ya (21-35 hari) ya ya 1 24,13 7,0222

RIL 18 12 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 24,65 7,82345

MIR 17 15 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 16,97 5,580325

PAR 17 14 4 ya (21-35 hari) tidak ya 1 20,93 5,6439

YOH 17 13 4 ya (21-35 hari) tidak ya 1 21,5 6,014175

RI 18 14 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 22,34 5,205325

SEN 16 11 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 24,91 5,81615

KRI 17 12 3 ya (21-35 hari) tidak ya 1 23,33 6,256615

FIT 18 14 3 ya (21-35 hari) ya ya 1 20,45 6,56615

ANN 17 13 3 ya (21-35 hari) ya ya 1 22,18 7,06615

KRI 16 13 4 ya (21-35 hari) ya Ya 1 20,96 6,8004

LAS 17 14 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 21,33 5,9128


(15)

SA 18 14 5 ya (21-35 hari) ya Ya 1 22,52 7,0292

WIN 18 12 3 ya (21-35 hari) ya Ya 1 19,3 7,5657

YUL 17 15 3 ya (21-35 hari) tidak Ya 1 17,8 6,7689

YES 17 14 5 ya (21-35 hari) ya Ya 1 23,72 6,211625

PUT 17 13 4 ya (21-35 hari) ya Ya 1 18,67 6,2719

ROS 19 14 4 ya (21-35 hari) ya Ya 1 23,3 6,57345

RES 18 14 4 ya (21-35 hari) ya Ya 1 25,1 6,44845

ERN 17 11 4 ya (21-35 hari) ya Tidak 0 20,97 7,5544

TIT 17 15 3 ya (21-35 hari) ya Ya 1 21 6,2646

ENN 18 14 5 ya (21-35 hari) ya Ya 1 26,29 8,25815

PAR 18 13 4 ya (21-35 hari) ya Ya 1 20,5 6,8896

CS 17 15 4 ya (21-35 hari) tidak Ya 1 24 6,82345

DI 18 15 3 ya (21-35 hari) ya Ya 1 21,9 6,901775

MAG 18 15 4 ya (21-35 hari) ya Ya 1 24,98 6,691558

NOR 17 14 4 ya (21-35 hari) ya Ya 1 25,09 6,82345

BUN 18 13 4 ya (21-35 hari) ya Ya 1 24,39 6,32345

RIN 17 14 4 ya (21-35 hari) ya Ya 1 20,64 6,316575

ERL 17 13 4 ya (21-35 hari) ya Ya 1 18,49 6,691575

DEB 17 13 4 ya (21-35 hari) ya Ya 1 22,83 6,94115

JUB 18 14 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 26,84 6,94115

AD 17 15 4 ya (21-35 hari) ya Ya 1 20,5 6,56615

DEF 18 15 5 ya (21-35 hari) ya Ya 1 19,31 6,69845

ELI 18 14 4 ya (21-35 hari) ya Ya 1 22,37 7,105525

SEI 17 15 7 ya (21-35 hari) ya Ya 1 20,13 6,105525

ROM 17 15 3 ya (21-35 hari) ya Ya 1 26,48 6,355525

FAR 18 15 3 ya (21-35 hari) ya Ya 1 26,14 6,480525


(16)

HEM 17 13 4 ya (21-35 hari) ya Ya 1 22,06 6,1439

EST 19 15 3 ya (21-35 hari) ya Tidak 0 20,08 6,8813

END 18 13 5 ya (21-35 hari) ya Ya 1 18,14 6,1439

NEL 16 13 5 ya (21-35 hari) ya Ya 1 18,07 6,7563

RIM 17 14 5 ya (21-35 hari) ya Ya 1 25,2 6,7563

RES 16 13 5 ya (21-35 hari) ya Ya 1 20,83 6,7563

EMC 18 15 7 ya (21-35 hari) tidak Tidak 0 21,9 6,3813

NAD 18 15 3 ya (21-35 hari) tidak Ya 1 20,34 17567,63

MAH 17 15 5 ya (21-35 hari) ya Ya 1 24,45 6,7563

PIT 19 14 4 ya (21-35 hari) ya Ya 1 28,67 7,6628

RS 18 15 4 ya (21-35 hari) ya Ya 1 21,93 5,955325

DS 17 15 6 ya (21-35 hari) ya Ya 1 22,35 6,7321

EC 18 14 3 ya (21-35 hari) ya Ya 1 22,82 6,1071

THE 16 13 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 18,5 6,955325

SS 17 14 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 22,43 7,3571

DNP 16 14 2 ya (21-35 hari) tidak ya 1 25,292 8,9128

BER 16 12 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 20,17 7,080325

ETR 16 14 5 ya (21-35 hari) tidak ya 1 18,025 7,949

SUR 18 14 5 ya (21-35 hari) tidak ya 1 22,54 6,5252

CRI 17 14 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 19,43 6,8939

SON 15 13 5 ya (21-35 hari) tidak ya 1 21,33 7,62755

BAT 16 12 3 ya (21-35 hari) ya ya 1 22,82 7,0398

RIN 17 14 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 19,29 5,25

MSR 16 13 3 ya (21-35 hari) ya ya 1 24,65 5

SYU 16 14 5 ya (21-35 hari) ya ya 1 21,5 5,5

PTS 18 15 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 20,44 8,3296

RMS 17 16 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 21,4 8,0796


(17)

NSS 17 14 5 ya (21-35 hari) ya ya 1 24,34 7,0796

RAS 17 16 4 ya (21-35 hari) tidak ya 1 23,45 6,30615

CRS 16 13 3 ya (21-35 hari) ya ya 1 23,68 6,8394

ASI 17 16 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 19,28 8,1071

CIC 16 14 3 ya (21-35 hari) ya ya 1 20,5 7,7444

MAYD 17 13 5 ya (21-35 hari) ya ya 1 20,82 8,4546

SN 17 15 3 ya (21-35 hari) tidak ya 1 24,73 7,9148

LMT 16 14 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 21,5 6,6648

JSI 16 13 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 20,77 7,8813

RRS 16 14 3 ya (21-35 hari) ya ya 1 26,53 7,0398

KSI 17 16 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 21,42 6,8813

OMS 17 14 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 21,22 6,663975

SAS 16 13 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 19,65 7,6512

YS 15 11 3 ya (21-35 hari) ya ya 1 21,87 6,3949

MSI 16 12 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 19,39 5,1449

EPH 17 13 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 23,148 6,8949

SDS 17 14 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 23,78 7,2563

NUR 17 12 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 20,88 5,7699

RMT 15 13 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 20,77 5,8949

LRS 16 14 5 ya (21-35 hari) ya ya 1 20,36 4,625

IP 16 13 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 25,39 7,1502

DP 16 14 3 ya (21-35 hari) ya ya 1 25,65 7,19115

YSAP 16 14 3 ya (21-35 hari) tidak ya 1 25,9 3,5

ESM 16 14 3 ya (21-35 hari) ya tidak 0 24,11 7,3896

AST 18 14 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 22,95 6,586475

MPS 16 14 5 ya (21-35 hari) ya ya 1 20,13 6,6847


(18)

EP 16 14 4 ya (21-35 hari) tidak ya 1 19,02 5,75

PTS 17 14 3 ya (21-35 hari) ya ya 1 21,62 8,4469

MPS 17 15 5 ya (21-35 hari) ya ya 1 20,17 6,7699

AME 17 13 3 ya (21-35 hari) ya ya 1 22,82 5,75

FAT 16 14 3 ya (21-35 hari) ya ya 1 22,8 6,0711

IT 16 13 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 27,7 3,9378

RISS 15 14 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 23,33 6,37585

FOR 16 14 7 ya (21-35 hari) ya ya 1 22,07 7,0597

CER 18 13 5 ya (21-35 hari) tidak ya 1 22,9 7,2953

ESR 16 13 6 ya (21-35 hari) tidak ya 1 24,5 7,1648

PAL 16 13 5 ya (21-35 hari) ya ya 1 28,16 7,1648

JUNS 17 15 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 21,45 4,75

DESP 15 13 3 ya (21-35 hari) ya ya 1 27,11 8,0073

ENGE 15 13 5 ya (21-35 hari) ya ya 1 19,72 6,8694

HAL 16 14 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 19,87 7,7898

EPR 18 14 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 20,92 8,1194

RINS 17 14 3

tidak

(35-40hari) ya ya 1 23,53 4,875

JEPR 16 14 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 24,23 7,9546

RISE 16 13 4 ya (21-35 hari) ya ya 1 21,77 7,2046

RUK 17 14 7 ya (21-35 hari) ya ya 1 20,92 9,4888


(19)

HASIL DATA INDUK

1. Distribusi Frekuensi dismenore primer

Dismenore Primer

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Ya 124 96,1 96,1 96,1

Tidak 5 3,9 3,9 100,0

Total 129 100,0 100,0

2. Distribusi Frekuensi derajat dismenore primer

Derajat Dismenore Primer

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

derajat 0 5 3,9 3,9 3,9

derajat 1 124 96,1 96,1 100,0

Total 129 100,0 100,0

3. Distribusi Frekuensi data induk status gizi

Status Gizi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Normal 113 87,6 87,6 87,6

Gemuk 16 12,4 12,4 100,0


(20)

4. Distribusi Frekuensi aktivitas fisik siswa

Aktifitas Fisik Siswa

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

ringan 14 10,9 10,9 10,9

sedang 100 77,5 77,5 88,4

Berat 15 11,6 11,6 100,0

Total 129 100,0 100,0

5. Hasil tabulasi silang status gizi dan dismenore primer

Status Gizi * Dismenore Primer Crosstabulation

Dismenore Primer Total

Ya Tidak

Status Gizi

normal

Count 108 5 113

% within Status Gizi 95,6% 4,4% 100,0%

% within Dismenore Primer 87,1% 100,0% 87,6%

gemuk

Count 16 0 16

% within Status Gizi 100,0% 0,0% 100,0%

% within Dismenore Primer 12,9% 0,0% 12,4%

Total

Count 124 5 129

% within Status Gizi 96,1% 3,9% 100,0%

% within Dismenore Primer 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square ,737a 1 ,391

Continuity Correctionb ,028 1 ,868

Likelihood Ratio 1,352 1 ,245


(21)

Linear-by-Linear Association

,731 1 ,393

N of Valid Cases 129

6. Hasil tabulasi silang aktivitas fisik dan dismenore primer

Aktifitas Fisik Siswa * Dismenore Primer Crosstabulation

Dismenore Primer Total

Ya tidak

Aktifitas Fisik Siswa

ringan

Count 14 0 14

% within Aktifitas Fisik Siswa

100,0% 0,0% 100,0%

% within Dismenore Primer 11,3% 0,0% 10,9%

sedang

Count 95 5 100

% within Aktifitas Fisik Siswa

95,0% 5,0% 100,0%

% within Dismenore Primer 76,6% 100,0% 77,5%

berat

Count 15 0 15

% within Aktifitas Fisik Siswa

100,0% 0,0% 100,0%

% within Dismenore Primer 12,1% 0,0% 11,6%

Total

Count 124 5 129

% within Aktifitas Fisik Siswa

96,1% 3,9% 100,0%

% within Dismenore Primer 100,0% 100,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 1,508a 2 ,470

Likelihood Ratio 2,604 2 ,272


(22)

(23)

Lampiran 7


(24)

Lampiran 8


(25)

Lampiran 9


(26)

DAFTAR PUSTAKA

Anisa, M.V, 2015. Effect of Exercises on Primary Dysmenorrhea. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Anwar, M., Baziad, A., Prabowo, R. P., 2011. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Yogyakarta : PT : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Arfiana I., Priyanto, Susilo.J.2014. Pengaruh Minuman Jahe Merah (Zingiber Officinale Roscoe) terhadap intensitas nyeri haid pada Mahasiswa D-IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo. Program Studi Keebidanan STIKES Ngudi Waluyo

Barret, K. E, Barman, S.M.,Boitano, S.,Brooks, H. L., 2012.Ganong’s Review of Medical Phisiology 24th edition. Mc.Graw-Hill Companies, Inc.

Batubara, J.R.L, 2010. Adolescent Development (Perkembangan Remaja).Sari Pediatri 2010;12(1):21-9. Avalaible Form :

http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/12-1-5.pdf [accesed 26 mei 2015]

Clancy J. dan McVicar A. 2013. Phisiology and Anantomy for Nurses and Healthcare Pratitioner. 3rd Ed. New York : Taylor and Francis Group.

Dawood, M. Y., 2006. Primary Dysmenorrhea and Patophisiology and Mana- gement. Obstet Gynecol 2006;108: 428-41.

Daftary, S. N., Patki A., 2009. Reproductive Endocrionoloy and Infertility. New Delhi


(27)

Dinas Kesehatan Sumatera Utara, 2013. Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2012.

Feingold, David. 1992. Pediatric Endocrinology” in Atlas of Pediatric Physical diagnosis, Second Edition, Philadelphia, W.B Sanders, 1992 ,9.16-19)

French, L., 2005. Dysmenorrhea. American Family Physician [2005, 71(2):285-291]

Fujiwara T, 2003.”Skipping breakfast is associated with dysmenorrhea in young women in Japan”. Int J Food Sci Nutr. 2003 Nov;54(6):505-9.

Gunardi, E., Wiknjosastro. 2011. Anatomi Panggul dan Anatomi Isi Panggul. In : Anwar, M., Baziad A., Prabowo R. P. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Yogyakarta : PT : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 10-18

Hendarto, H., 2011. Gangguan Haid/Perdarahan Uterus Abnormal. In : Anwar, M., Baziad, A., Prabowo, R. P. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Yogyakarta : PT : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 182-183

Hudson, Tori. 2007. Using Nutrition to relieve Primary Dismenorrhea. Alternative and Complementary Therapies. Mary Ann Liebert Inc, 125-12

Ju, H., Jones, M., Mishra, G., 2013.The Prevalence and Risk Factors of Dysmenorrhea.

Avalaible form : http://epirev.oxfordjournals.org/content/36/1/104.long [accessed 29 Juni 2015]


(28)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2010. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan.

Lefebvre et al., 2005

.

Primary Dysmenorrhea Consensus Guideline” in SOGC Clinical Practice Guideline.Avalaible form : http://sogc.org/wp-content/uploads/2013/01/169E-CPG-December2005.pdf [accessed 27 Mei 2015]

Lusiana, S. A. , Dwiriana, C. M., 2007.Usia Menarche , Konsumsi Pangan dan Status Gizi Sekolah Dasar di Bogor

Manuaba, A.C.I., Manuaba, B.G.F.I, Manuaba, B.G.I., 2010. Buku Ajar Penuntun Kuliah Ginekologi. Jakarta : Trans Info Media

Novia, I., Puspitasari, N., 2008. Faktor yang mempengaruhi Kejadian Dismenore Primer. Departemen Biostatistika dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.

Pakaya, D., 2014. Hubungan Faktor Resiko dengan Kejadian Dismenore Primer

pada Siswi Kelas VIII SMPN 6 Gorontalo Tahun 2013. Universitas Negeri Gorontalo

Prihatanti, N.R., 2010. Hubungan antara Tingkat Kecemasan dengan Kejadian

Dismenorea pada Remaja Putri di Pondok Pesantren Imam Syuhodo Polokarto Sukoharjo. Karya Tulis Ilmiah Program Studi Divisi Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.


(29)

Purba, F. S., Sarumpaet, S., Jemadi.2013. Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Dismenore pada Siswi SMK Negeri 10 Medan Tahun 2013

Rakhma, A.,2012. Gambaran Derajat Dismenore dan Upaya Penanganannya pada siswi Sekolah Menengah Kejuruan Depok Jawa Barat. Skripsi program studi Fakultas Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2012

Roza, D., 2011. Karakteristik Gejala Dysmenorrhea dan Pengaruhnya Terhadap Aktivitas Belajar Mahasiswi S1 Keperawatan Kelas Ekstensi di Fakultas Keperawatan USU.

Samsulhadi.2011. Haid dan Siklusnya. In : Anwar, M., Baziad, A., Prabowo, R. P. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Yogyakarta : PT : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 73-89

Sembiring, R., 2011. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri dalam Penanganan Dismenorea di AMIK IMELDA. Jurnal Kebidanan Sari Mutiara

Senolinggi M.A,Mewengkang M., Wantania J. 2007. Hubungan antara Usia Menarche dengan Usia Menopause di Kecamatan Kakas Sulawesi Utara Tahun 2014

Setyani, S., Indarwati, L. 2014. Pengaruh status gizi dan aktivitas fisik dengan

kejadian dismenore. Jurnal Kebidanan Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali


(30)

Sherwood L. 2012. Fundamental of Human Phisiology. 4th Edition. USA : Nelson Education, Ltd.

Sianipar O., dkk, 2009. Prevalensi Gangguan Menstruasi dan Faktor-faktor yang Berhubungan pada siswi SMU di Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Silviana, P.D., 2012. Hubungan antara Karakteristik Individu, Aktivitas Fisik dan Konsumsi Produk Susu dengan Dysmenorrhea Primer pada Mahasiswa FIK dan FKM UI Depok Tahun 2012. Skripsi Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Gizi Universitas Indonesia

Sirait, D. S. O, Hiswani, Jemadi, 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Dismenore pada siswi SMA Negeri 2 Medan Tahun 2014.

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Speroff, L., Marc, A.F.,2005. Clinical Gynecologyc Endocrinologic and Infertility 7th ed. Lipincott and Willkins

Sastroasmoro, S. dan Ismael.S. 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.Sagung Seto

Thing, T. C., 2012. Hubungan kebiasaan olahraga dengan Dismenore Primer pada siswi SMA Santo Thomas 1 Medan thun 2011/2012.

Unsal, A., Ayranci.U, Tozun, M, 2010. A study of Dysmenorrhea Among Female Residents Aged 18-45 Years in SemiUral Area Of West Turkey. Pak J Med Sci 2010 Vol. 26 No. 2


(31)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Status Gizi

Aktivitas Fisik

3.2 Variabel dan Defenisi Operasional

3.2.1 Variabel independen a. Status Gizi

b.Aktivitas Fisik

3.2.2 Variabel dependen

Kejadian dismenore primer

3.2.3 Defenisi operasional

3.2.3.1 Defenisi operasional status gizi

Defenisi status gizi adalah keseimbangan antara pemasukan zat gizi dibandingkan dengan pengeluarannya, yang diukur berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) yaitu Berat Badan dalam kg dibagi dengan Tinggi Badan dalam m2 dibandingkan umur.

Dismenore Primer


(32)

Tabel 3.1. Defenisi operasional status gizi

Cara Ukur Alat ukur Kategori Skala

Pengukuran

Mengukur tinggi badan

Mengukur berat badan

Berat badan  Timbangan injak

digital dengan ketelitian 0,1 kg

Tinggi badan  dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm

1. Sangat kurus < -3SD

2. Kurus -3< SD < -2

3. Normal -2 ≤ SD ≤ 1 4. Gemuk 1< SD < 2

5. Obesitas >2

(Kemenkes RI 2010)

Ordinal

3.2.3.2 Defenisi operasional aktivitas fisik

Defenisi aktivitas fisik adalah kegiatan yang dilakukan 10 menit tanpa henti (WHO)

Tabel 3.2 Defenisi operasional aktivitas fisik

Cara Ukur Alat Ukur Kategori Skala

Pengukuran Pengisian Kuesioner Kuesioner Baecke (Baecke questionare) 1.Aktivitas Ringan < 5.6 2.Aktivitas sedang < 5.6-7.9 3.Aktivitas Berat >7.9 (Indeks aktivitas Baecke, 1982) Ordinal


(33)

3.2.3.3 Defenisi operasional dismenore primer

Defenisi dismenore primer adalah nyeri haid tanpa keadaan patologi pada panggul (Hendarto H., 2011)

Tabel 3.3 Defenisi operasional dismenore primer

Cara Ukur Alat Ukur Kategori Skala

Pengukuran

Pengisian Kuesioner

Kuesioner 1. Ya

2. Tidak

Nominal

3.3 Hipotesis

a. Ada hubungan antara status gizi dengan dismenore primer pada siswi di SMA Negeri 1 Pahae Julu Tahun 2015.

b. Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan dismenore primer pada siswi di SMA Negeri 1 Pahae Julu Tahun 2015.


(34)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan rancangan penelitian analitik yaitu suatu studi obervasional untuk mengetahui hubungan status gizi dan aktivitas fisik dengan dismenore primer pada siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu tahun 2015. Pada penelitian ini dilakukan pengkajian untuk mencari hubungan antara 2 variabel independen dengan 1 variabel dependen.

Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut peneliti menggunakan desain cross sectional. Desain penelitian cross sectional dipilih karena desain penelitian yang akan peneliti lakukan dilakukan pada satu waktu dan satu kali, tidak ada follow up, dan digunakan untuk mencari hubungan variabel independen dengan variabel dependen.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Pahae Julu, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan bulan September 2015.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Target

Populasi target dari penelitian ini adalah seluruh siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu yang mengalami dismenore primer.


(35)

4.3.2 Populasi Terjangkau

Populasi target dari penelitian ini adalah seluruh siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu yang mengalami dismenore primer tahun 2015.

4.3.3 Sampel

Sampel yang akan diambil dari penelitian ini adalah seluruh siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:

1. Berstatus siswi aktif di SMA Negeri 1 Pahae Julu dan mau menjadi sampel saat penelitian dilaksanakan.

2. Sudah menstruasi.

3. Tidak sedang minum obat-obatan yang mengganggu siklus menstruasi (anti depresan, antipsikotik, kortikosteroid oral dll)

Adapun kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah :

1. Memiliki riwayat operasi ginekologis (operasi terkait organ reproduksi) 2. Rasa nyeri akibat menstruasi berlangsung hingga lebih dari 72 jam 3. Tidak mengkonsumsi jahe secara rutin.

Sedangkan untuk cara sampling nya sendiri, sampel penelitian diperoleh secara total sampling.

Tabel 4.1 Jumlah Sampel

Kelas Populasi Target Populasi Terjangkau Sampel

XI 72 orang 72 Orang 67 Orang

XII 75 Orang 75 Orang 73 Orang

4.4 Pengumpulan Data

Pada penelitian ini data yang dikumpulkan berupa data primer. Data primer yang dikumpulkan meliputi :


(36)

2. Data mengenai gambaran status gizi dan aktivitas fisik siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu yang didapat melalui kuesioner.

4.4.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Kuesioner

Kuesioner langsung dikumpulakn setelah responden selesai mengisinya. Setelah mengisi kuesioner, responden diminta untuk mengukur tinggi dan berat badannya. Pertanyaan pada lembar kuesioner ini meliputi aktivitas fisik yang dilakukan menggunakan kuesioner Baecke et. al (1982) yang terbagi atas tiga subbagian yaitu aktivitas olahraga, aktivitas saat bekerja dan aktivitas saat waktu luang.

2. Timbangan untuk mengukur berat badan

3. Microtoise untuk mengukur tinggi badan.

4.4.2 Persiapan pengumpulan data

1. Meminta perizinan ke SMA Negeri 1 Pahae Julu untuk dilakukan penelitian

2. Meminta data siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu

4.4.3 Prosedur uji coba kuesioner

Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan uji coba kuesioner. Uji coba kuesioner dilakukan untuk mengetahui respon dari responden dan menyempurnakannya apabila ada kekurangan untuk lebih dimengerti oleh responden sewaktu pengumpulan data (Silviana, 2012).

4.4.4 Prosedur pengumpulan data

Siswi yang akan dilakukan penelitian diminta untuk hadir saat dilakukan penelitian


(37)

Siswi diminta mengisi kuesioner untuk mengetahui apakah siswi termasuk dalam penelitian atau tidak (kriteria inklusi dan eksklusi)

4.5 Manajemen Data

Pengoalahan data dilakukan dengan 5 (lima) tahapan yaitu penyutingan (editing), pengkodean (coding), membuat struktur data (data structure) , memasukkan data (entry data), dan pembersihan (cleaning) (Silviana, 2012)

1. Penyuntingan (Editing)

Melakukan pemeriksaan terhadap jawaban kuesioner yang telah diisi oleh siswi di SMA Negeri 1 Pahae Julu, apakah jawaban sesuai dengan pertanyaan, jawaban konsisten dan tulisan terbaca.

2. Pengkodean (Coding)

Tahap ini untuk mempermudah peneliti dalam proses entry data saat mengolah data. Jadi, dilakukan pengkodean terhadap jawaban pasien.

3. Membuat struktur data (Data Structure)

Tahap ini dilakukan untuk mengembangkan struktur data sesuai analisis yang akan dilakukan.

4. Pemasukan Data (Entry Data)

Siswi yang hadir dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan

Peneliti melakukan pemeriksaan kuesioner yang telah diisi untuk menghindari kesalahan penelitian


(38)

Setelah dianalisis maka data dimasukkan kedalam komputer.

5. Pembersihan Data (Cleaning)

Tahap ini dilakukan pengecekan data terhadap data yang sudah dimasukkan apakah terjadi kesalahan saat memasukkan data atau tidak.

6. Pengolahan Data

Data yang telah diambil akan diolah serta diambil dengan bantuan program komputer SPSS.

4.6 Analisis Data

4.3.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilihat untuk mendeskripsikan masing masing variabel yang diteliti baik variabel dependen dan independen. Analisis ini dipakai untuk dilihat untuk melihat tabel distribusi frekuensi untuk mengetahui jumlah dan persentase dari tiap variabel.

4.3.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilihat untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Jadi analisis ini dipakai untuk melihat hubungan status gizi dengan kejadian dismenore primer serta aktivitas fisik dengan kejadian dismenore primer.

�2 = ∑(� − �)

2 � X2 = chi square

O = nilai yang diobservasi E = nilai yang diharapkan Interpretasi CI 95%, maka :

• Dikatakan hubungan yang ada bermakna statistik, jika P value < 0,05 • Dikatakan hubungan yang ada tidak bermakna, jika P value > 0,05


(39)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Pahae Julu yang beralamat di Jalan Sigompulon, Desa Hutabarat, Onan Hasang, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara. SMA Negeri ini merupakan SMA tertua di Kecamatan Pahae Julu. Siswa/siswi yang bersekolah di SMA Negeri 1 Pahae Julu ini umumnya berasal dari Sigompulan, Onan hasang dan Sialang.

5.1.2 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel dependen dan variabel independen yang diteliti. Adapun variabel dependennya yaitu dismenore primer dan variabel independennya yaitu status gizi dan aktivitas fisik.

Jumlah seluruh siswi yang terlibat dari penelitian ini ada 140 orang. Namun 1 orang siswi tidak mengisi kuesioner secara lengkap dan 10 orang siswi termasuk dalam kriteria eksklusi sehingga tidak dimasukkan dalam penelitian. Pada akhirnya total sampel yang diikutkan dalam penelitian ini ada 129 orang.

5.1.2.1 Karakteristik siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu

Karakteristik siswi siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu dapat dilihat dalam tabel 5.1.


(40)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik siswi SMA negeri 1 Pahae Julu

n %

Usia (n=129) 15 tahun 16 tahun 17 tahun 18 tahun 19 tahun 20 tahun 6 36 50 31 3 3 5 28 39 24 2 2

Usia Menarche (n=129)

Dini ( ≤11 tahun) Normal (12-15 tahun) Terlambat ( > 15 tahun)

3 122 4 2 95 3

Lama menstruasi (n=129)

2-3 hari 4-5 hari 6-7 hari 30 93 6 23,3 72,1 4,6

Menstruasi secara rutin (n=129) Ya Tidak 111 18 86 14

Rentang/Jarak antar siklus menstruasi (n=129)


(41)

< 21 hari 21-35 hari >35 hari

128 1

99,2 0,8

Siklus Menstruasi (n=129)

Teratur Tidak teratur

128 1

99,2 0,8

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa distribusi siswi berdasarkan usia cukup bervariasi. Dimana responden siswi yang paling banyak berada pada usia 17 tahun (50%), diikuti 16 tahun (28%), 18 tahun (24%), 15 tahun (5%), serta 19 dan 20 tahun masing-masing 2%.

Distribusi usia menarche diketahui bahwa sebagian besar siswi memiliki usia menarche yang normal yaitu sekitar 122 orang siswi (94,6%) , diikuti usia menarche yang dini 3 orang (2 %) dan terlambat 4 orang (3%).

Distribusi lama menstruasi diketahui bahwa 93 orang (72,1%) siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu memiliki lama menstruasi selama 4-5 hari. Sedangkan 30 orang (23,3%) siswi mengalami lama menstruasi 2-3 hari, dan 6 orang (4,6%) siswi mengalami menstruasi 6-7 hari.

Distribusi siklus menstruasi diketahui bahwa sebanyak 11 orang (86 %) siswi selalu mengalami menstruasi secara rutin sedangkan 18 siswi (14%) tidak rutin mengalami menstruasi. Sebanyak 128 siswi (99,2%) mengalami jarak antar siklus menstruasi antara 21-35 hari, sehingga dapat disimpulkan bahwa siswi yang mengalami siklus menstruasi secara teratur sebanyak 128 orang (99,2 %). Sisanya, yaitu 1 orang siswi memiliki jarak antar siklus menstruasi 35-40 hari (siklus menstruasi tidak teratur).


(42)

5.1.2.2 Dismenore Primer

Dismenore primer adalah nyeri haid yang dialami selama 6 bulan terkahir. Dismenore primer ini dibagi dalam dua kategori yaitu ya dan tidak. Ya untuk siswi yang mengalami dismenore primer dan tidak bagi siswi yang tidak mengalami dismenore primer. Distribusi frekuensi siswi yang mengalami dismenore primer dapat dilihat dalam tabel 5.2.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Dismenore Primer siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu

No Dismenore Primer Jumlah Persentase

1. Ya 124 96,1 %

2. Tidak 5 3,9 %

Total 129 100 %

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar siswi mengalami dismenore primer selama 6 bulan terakhir yaitu sebanyak 124 (96,1 %) orang, sedangkan yang tidak menderita dismenore primer hanya 5 (3,9 %) orang.

5.1.2.3 Distribusi Derajat Dismenore Primer

Dari 129 siswi yang mengalami dismenore primer tersebut, setiap orang mengalami derajat keparahan dismenore primer yang berbeda-beda. Derajat keparahan dismenore primer ini dibagi kedalam empat kategori yaitu derajat 0, derajat 1, derajat 2, dan derajat 3. Derajat keparahan dismenore primer yang terjadi pada siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.3.


(43)

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Derajat Dismenore Primer siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu

No Dismenore Primer Jumlah Persentase

1 Derajat 0 5 3,9 %

2 Derajat 1 124 96,1 %

3 Derajat 2 0 0 %

4 Derajat 3 0 0 %

Jumlah 129 100 %

Berdasarkan tabel 5.3, diperoleh bahwa sebagian besar siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu yaitu 124 (100 %) orang menderita dismenore primer derajat 1 (satu) dan, sedangkan sisanya 3,9 % menderita derajat 0, dan untuk siswi yang menderita dismenore primer derajat 2 dan derajat 3 tidak ada sama sekali atau 0 (0 %) orang

5.1.2.4 Status Gizi Siswi

Berdasarkan Kemenkes RI tahun 2010, status gizi remaja berusia 5-18 tahun berdasarkan IMT/U dibagi menjadi 5 kategori yaitu sangat kurus, kurus, normal, gemuk, dan obesitas. Status gizi sangat kurus jika < -3 SD, kurus jika berada pada -3 SD sampai dengan < -2 SD, normal berada pada -2 SD sampai dengan 1 SD, status gizi gemuk jika berada pada 1 SD sampai dengan 2 SD, dan obesitas jika berada pada > 2 SD. Status gizi siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.4.


(44)

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Status Gizi siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu

No Status Gizi Jumlah Persentase

1 Sangat Kurus 0 0 %

2 Kurus 0 0 %

3 Normal 113 87,6 %

4. Gemuk 15 11,6 %

5 Obesitas 1 0,8 %

Jumlah 129 100 %

Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa siswi dengan status gizi sangat kurus dan kurus masing-masing 0 (0 %) orang, normal 113 (87,6 %) orang, gemuk 15 (11,6 %) orang, dan obesitas 1 (0,8 %) orang.

5.1.2.5 Aktivitas Fisik Siswi

Menurut Baecke, aktivitas fisik siswi dibagi menjadi tiga yaitu, aktivitas bekerja, aktivitas olahraga dan aktivitas waktu luang. Keseluruhan aktivitas ini kemudian diakumulasikan untuk mengetahui aktivitas fisik seseorang. Kategori aktivitas fisik sendiri dibagi menjadi tiga yaitu aktivitas fisik ringan, sedang dan berat. Aktivitas fisik siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.5.


(45)

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu

No. Aktivitas Fisik Jumlah Persentase

1. Ringan 14 10,9 %

2. Sedang 100 77,5 %

3. Berat 15 11,6 %

Total 129 100 %

Bedasarkan penelitian diperoleh bahwa siswi yang mempunyai aktivitas fisik ringan sebanyak 14 (10,9 %) orang, aktivitas fisik sedang 100 (77,5 %) orang dan aktivitas fisik berat sebanyak 15 (11,6 %) orang.

5.1.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat ini dilakukan untuk melihat hubungan variabel independen dengan dependen yaitu hubungan status gizi dengan dismenore primer serta hubungan aktivitas fisik dengan dismenore primer. Untuk melihat hubungan kemaknaan antara variabel ini dilakukan uji chi square untuk melihat status gizi dan aktivitas fisik dengan dismenore primer. Jika subjek total > 40, uji chi square digunakan tanpa melihat expected count, yatiu nilai yang dihitung bila hipotesis 0 benar (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). Adapun total sampel yang digunakan dalam sampel ini sebanyak 129 orang.

5.1.3.1 Status Gizi

Untuk melihat hubungan antara status gizi dengan dismenore primer dapat dilihat dalam tabel berikut.


(46)

Tabel 5.6 Hasil Tabulasi Silang Status Gizi dengan Dismenore Primer pada siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu Tahun 2015

No Status Gizi Dismenore Primer

Jumlah

n p-value

Ya Tidak

n % N %

1. Sangat kurus 0 0 0 0 0

0,391

2. Kurus 0 0 0 0 0

3. Normal 108 95,6 5 4,4 113

4. Gemuk + Obesitas

16 100 0 0 16

Total 124 96,1 5 3,9 124

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa siswi dengan status gizi gemuk dan obesitas lebih banyak menderita dismenore primer (100 %) daripada siswi yang mengalami status gizi normal (95,6%). Hasil uji statistik chi square dari penelitian ini menunjukkan hasil p-value 0,391 (p-value > 0,05), hasil ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan dismenore primer.

5.1.3.2 Aktivitas Fisik

Untuk melihat hubungan aktivitas fisik dan dismenore primer dapat dilihat sebagai berikut.


(47)

Tabel 5.7 Hasil Tabulasi Silang antara Aktivitas Fisik dengan Dismenore Primer pada siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu Tahun 2015

No Aktivitas

Fisik

Dismenore Primer

Jumlah

N

p-value

Ya Tidak

n % n %

1. Ringan 14 100 0 0 14

0,47

2. Sedang 95 95 5 5 100

3. Berat 15 100 0 0 15

Jumlah 124 96,1 5 3,9 129

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa siswi dengan aktivitas fisik sedang (95 %) lebih sedikit menderita dismenore primer daripada siswi dengan aktivitas fisik ringan (100 %) dan berat (100 %). Hasil uji statistic chi square dari penelitian ini menunjukkan hasil p-value 0,47 (p-value > 0,05), hasil ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan dismenore primer.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Analisis Univariat 5.2.1.1 Karakteristik Siswi

Gambaran umum siswi yang menjadi responden umur penelitian berkisar 15 sampai 20 tahun.Siswi yang menjadi responden ini berasal dari kelas XI dan XII SMA jurusan IPA dan IPS. Beberapa penelitian menduga bahwa usia adalah salah satu faktor resiko dismenore primer. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan


(48)

usia. Demikian juga hasil penelitian Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) di Indonesia tahun 2009 angka kejadian dismenore berkisar 45-95% dikalangan perempuan usia produktif seperti dikemukakan oleh Proverawati & Misaroh (2009) dalam Rakhma (2012) .

Usia menarche adalah usia pertama kali menstruasi. Usia menarche ini dibagi tiga yaitu dini, normal dan terlambat (Winkjosastro dalam Senolinggi dkk.,2007). Dikatakan menarche dini, jika usia menarche ≤ 11 tahun, normal 12-15 tahun, dan terlambat > 15 tahun. Dari hasil peneltian didapatkan bahwa usia menarche sebagian besar siswi adalah normal (95 %). Hal ini juga sebanding dengan penelitian yang dilakukan oleh Senolinggi dkk. (2007) yang menunjukkan bahwa responden yang diteliti juga sebagian besar memiliki usia menarche yang normal (67,3%). Selain itu juga penelitian yang dilakukan oleh Silviana (2012) menunjukkan 61 % mahasiswi FKM dan FIK Depok memiliki usia menarche yang normal . Menurut penelitian yang dilakukan Xiaoshou (2010) dalam Silviana (2012) bahwa usia menarche yang dini mengarah ke siklus ovulatorik yang awal sehingga meningkatkan resiko terjadinya dismenore primer lebih dini. Sedangkan menurut Zukri et al (2009) dalam Silviana (2012), orang yang menarche lebih dini (≤ 11 tahun) meningkatkan resiko dismenore primer.

Lama menstruasi adalah lama waktu yang diperlukan mulai dari keluarnya darah saat menstruasi sampai darah berhenti (Silviana,2012). Lama menstruasi siswi dibagi menjadi 3 kategori yaitu 2-3 hari, 4-5 hari dan 6-7 hari. Siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu sebagian besar memiliki lama menstruasi yang masih dalam kisaran normal (2-7 hari). Hal ini sebanding dengan penelitian yang dilakukan oleh Silviana terhadap mahasiswi FIK dan FKM Depok dimana sebagian besar mahasiswi juga memiliki lama menstruasi yang normal 81,7%. Sebanding juga dengan penelitian yang dilakukan novia dan puspitasari (2008) bahwa sebagian besar responden yang mereka teliti (84%) memiliki lama menstruasi yang normal. Beberapa penelitian menyebutkan, menstruasi yang lama akan menyebabkan miometrium berkontraksi


(49)

lebih lama sehingga memicu pelepasan prostaglandin yang bisa menjadi faktor timbulnya dismenore.

Siklus menstruasi yaitu periode yang dibutuhkan antar tiap proses pendarahan menstruasi. Siklus Menstruasi dibagi dua yaitu teratur dan tidak teratur. Dikatakan teratur jika siklus menstruasinya 21-35 hari (Silviana,2012). Sebanyak 99,2 % siswi SMA negeri 1 Pahae Julu mengalami siklus menstruasi yang teratur. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh siwi memiliki rentang atau jarak antar siklus menstruasi 21-35 hari. Sedangkan satu orang siswi memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur yaitu 35-40 hari. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa siklus menstruasi yang tidak teratur menjadi salah satu faktor resiko dismenore.

5.2.1.2 Dismenore primer

Prevalensi dismenore primer yang terjadi di siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu sangat tinggi yaitu mencapai 96,1 %. Angka kejadian dismenore primer yang tinggi ini di dukung juga oleh penelitian Purba dkk. (2013) yang menyebutkan bahwa penderita dismenore di SMK Negeri 10 Medan tahun 2013 mencapi 81,30%. Studi yang dilakukan di beberapa negara juga menyebutkan prevalensi dismenore primer cukup tinggi. Seperti penelitian yang dilakukan Hudson (2007), dia menyebutkan bahwa angka kejadian dismenore di dunia sangat besar, yaitu sampai mencapai 50 % penduduk wanita dunia. Tak hanya Hudson, Unsal et al juga mendukung hal ini, dalam penelitian dilakukan di Turki Barat pada wanita umur 18-45 tahun, sekitar 66,7% diantaranya menderita dismenore. Demikian juga di Indonesia, seperti penelitian yang dilakukan Silviana (2012) terhadap mahasiswi FIK dan FKM UI Depok, yang menyatakan bahwa sebesar 77,9 % mahasiswi FIK dan FKM UI mengalami dismenore primer.

5.2.1.3 Derajat Dismenore Primer


(50)

nyeri untuk mengatasinya (Fujiwara, 2003). Penanganannya hanya dengan istirahat, tidur, di kompres, atau dibiarkan saja. Penelitian ini sebanding dengan penelitian yang dilakukan Silviana (2012), yang menyatakan bahwa sebagian besar mahasiswi FIK dan FKM UI juga menderita dismenore primer derajat satu yaitu sebesar 61,8 %.. Sedangkan sebagian kecil siswa berada derajat 0, artinya tidak nyeri sama sekali atau dengan kata lain tidak mengalami dismenore primer.

5.1.2.4 Status gizi

Siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu sebagian besar memiliki status gizi yang normal. Hal ini didukung oleh faktor demografi dan pekerjaan dari orang tua siswi sendiri yang mayoritas bertani dan beternak. Angka kecukupan gizi mereka dapat diperoleh dari hasil kebun dan sawah pribadi, seperti padi, sayur dan juga daging serta ikan dari hasil beternak. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Silviana (2012) dimana yang diteliti paling banyak pada status gizi yang normal (71%) diikuti status gizi lebih (15,3%) dan status gizi kurang (13,7%).

5.2.1.5 Aktivitas Fisik

Siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu rata-rata memiliki aktivitas fisik yang sedang. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Silviana (2012) dimana dari responden yang diteliti, sebanyak 42,8% memiliki aktivitas fisik sedang, 29,8% memiliki aktivitas fisik ringan, dan 27,5% memiliki aktivitas fisik berat. Hal ini juga didukung oleh berbagai faktor antara lain :

a. Pelajaran Olahraga. Siswi SMA masih mempunyai pelajaran wajib olahraga

sehingga membantu mereka untuk beraktivitas khususnya dalam aktivitas olahraga (kuesioner Baecke).

b. Jarak Sekolah. Jarak Sekolah yang jauh dan minimnya kendaraan disana,


(51)

c. Pekerjaan Orang tua. Orang tua siswi SMA negeri 1 Pahae Julu ini,

sebagian besar bekerja sebagai petani sehingga mayoritas siswi membantu orang tua mereka bekerja di sawah atau di ladang sepulang dari sekolah.

5.2.2 Analisis Bivariat

5.2.2.1 Status Gizi dengan Dismenore Primer

Berdasarkan hasil penelitian, status gizi gemuk dan obesitas 100 % mengalami dismenore primer, sedangkan untuk status gizi normal lebih sedikit mengalami dismenore primer (96,1 %). Dari sini dapat disimpulkan bahwa status gizi gemuk dan obes cenderung lebih mudah mengalami dismenore primer daripada orang dengan status gizi normal. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Silviana (2012) bahwa mahasiswi yang memiliki IMT lebih, cenderung untuk mengalami dismenore primer yaitu sekitar 80 %, sedangkan mahasiswi yang memiliki IMT normal, prevalensinya lebih sedikit mengalami dismenore primer (74,2 %). Selain itu juga, penelitian yang dilakukan Sirait dkk. (2012) memperlihatkan bahwa status gizi normal (87,2%) lebih sedikit mengalami dismenore primer daripada yang status gizi lebih (100%).

Namun dilihat dari segi kebermaknaan hubungan, didapatkan bahwa tidak ada hubungan aktivitas fisik dengan dismenore primer. Hal ini sebanding dengan penelitian yang dilakukan Silviana (2012) terhadap mahasiswi FKM dan FIK Depok, bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara IMT dengan kejadian dismenore primer (p-value 0,161).Ketidakbermaknaan hubungan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah kurangnya variasi responden penelitian dimana jumlah responden dengan status gizi kurus dan sangat kurus tidak ada sama sekali (0%).

5.2.2.2 Aktivitas Fisik dan Dismenore Primer


(52)

aktivitas sedang hanya 95 % yang menderita dismenore primer. Menurut hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa siswi yang memiliki aktivitas fisik rendah dan berat lebih beresiko menderita dismenore primer dari pada siswi yang memiliki aktivitas fisik sedang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Silviana (2012) dimana mahasiswi yan memiliki aktivitas rendah dan berat cenderung mengalami dismenore primer.Hal ini jugga berhubungan dengan penelitian yang dilakukan Thing (2011) pada siswi di SMA Santo Thomas 1 Medan bahwa 50 % siswi yang tidak berolahraga mengalami dismenore primer.

Namun dilihat dari segi kebermaknaaan hubungan, bahwa tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan dismenore primer. Sebanding dengan penelitian yang dilakukan Silviana dimana didapatkan p-value sebesar 0,164 (p> 0,05). Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian dismenore primer. Ketidakbermaknaan hubungan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya instrumen penelitian yang dipakai menggunakan Kuesioner Baecke yang mengandalkan ingatan dan persepsi dari responden (Silviana, 2012)


(53)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan terhadap 129 orang siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu Tahun 2015 adalah sebagai berikut.

1. Dari 129 orang siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu, 96,1 % siswi menderita dismenore primer.

2. Derajat kesakitan dismenore primer yang paling banyak diderita oleh siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu adalah derajat 1 (96,1 %) diikuti derajat 0 (3,9%)

3. Dismenore primer yang dialami seluruh siswi tidak mengganggu aktivitas fisik mereka.

4. Sebagian besar siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu memiliki status gizi normal (87,6%), diikuti gemuk (11,6%) dan obesitas (0,8%).

5. Gambaran aktivitas fisik yang dimiliki siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu paling besar berada pada aktivitas fisik sedang (77,5%), diikuti aktivitas fisik berat (11,6%), dan aktivitas fisik yang ringan (10,9 %).

6. Tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian dismenore primer pada siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu.

7. Tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian dismenore primer pada siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu.


(54)

6.2 Saran Bagi siswi

1. Peneliti menyarankan agar setiap siswi yang gemuk dan obesitas untuk memperhatikan pola asupan gizinya, sehingga dapat mengurangi kejadian dismenore pagi primer itu sendiri.

2. Setiap siswi yang mempunyai aktivitas fisik ringan untuk berolahraga teratur, sedangkan bagi siswi yang memiliki aktivitas fisik berat untuk mengurangi kegiatannya.

Bagi peneliti lain

1. Peneliti yang akan meneliti kejadian dissmenore primer diharapkan juga meneliti faktor-faktor lain yang diduga sebagai faktor resiko timbulnya kejadian dismenore primer.


(55)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja

Remaja adalah masa peralihan dari pubertas ke dewasa, yaitu pada umur 11-19 tahun (Anwar dkk., 2011). Menurut WHO remaja adalah mereka yang berusia 10-19 tahun. Sedangkan menurut Menteri Kesehatan RI tahun 2010 Remaja adalah mereka yang berusia 10-19 tahun dan belum kawin. Dimasa ini terjadi kematangan akhir yang disebut pubertas. Pubertas merupakan masa dimana fungsi endokrin dan gametogenesis dari gonad mengalami awal perkembanagan yang memungkinkan terjadinya peristiwa reproduksi. Pada wanita ditandai dengan tumbuhnya buah dada (telarche), selanjutnya pertumbuhan rambut pubis dan aksila (pubarche) dan terjadinya periode awal menstruasi (menarche) (Ganong, 2012)

2.1.1 Tahap perkembangan pubertas menurut Tanner

Menurut Tanner, tahap perkembangan pubertas adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1. Tahap perkembangan pubertas menurut tanner (Batubara, 2010)

Tahap Payudara Rambut pubis

Tahap 1 Prapubertas Tidak ada rambut pubis

Tahap 2 Breatbudding, menonjol seperti bukit kecil, areola melebar

Jarang, berpigmen sedikit, lurus, atas medial

labia

Tahap 3 Payudara dan areola membesar, tidak ada kontur pemisah

Lebih hitam, mulai ikal, jumlah bertambah


(56)

Tahap 4 Areola dan papilla membentuk bukit kedua

Kasar, keriting, belum sebanyak dewasa

Tahap 5 Bentuk dewasa, papilla

menonjol, areola sebagai bagian dari kontur buah dada

Bentuk segitiga seperti pada perempuan dewasa, tersebar sampai pada medial paha

(a)

(b)

Gambar 2.1. (a) Tahap perkembangan payudara menurut Tanner (b) Tahap perkembangan rambut pubis menurut Tanner


(57)

2.2 Anatomi Alat-Alat Genitalia Wanita

Gunardi dan Wiknjosastro (2011) alat-alat genitalia wanita adalah : a. Vulva

Vulva ialah tempat bermuaranya sistem urogenital. Disebelah luar vulva dilingkari oleh labia mayora (bibir besar) yang ke arah belakang menyatu membentuk komissura posterior dan perineum. Di sebelah dalam labia mayora terdapat labio minora yang menyatu ke arah perineum dan membentuk frenulum labiorum pudendi.Di depan frenulum ini terdapat fossa navikulare. Kanan dan kiri fossa navikulare ini dapat dilihat dua buah lubang kecil tepat bermuara kelenjar Bartholini. Ke depan labia minora menyatu dan membentuk prepusium klitoridis dan frenulum klitoridis. Dibawah prepusium klitoridis terletak klitoris.

Gambar 2.2 Alat genitalia eksterna (Sherwood L., 2012)

b. Vagina

Vagina menghubungkan genitalia eksterna dengan genitalia interna. Introitus vagina tertutup sebagian oleh himen (selaput dara), suatu lipatan selaput setempat. Vagina berukuran di depan 6,5 cm dan dibelakang 9,5 cm. Secara embriologis, 2/3 bagian atas vagina berasal dari duktus Mulleri (asal dari entoderm), sedangkan 1/3 bagian bawahnya berasal dari lipatan-lipatan ektoderm. Epitel vagina terdiri atas epitel skuamosa. Lapisan ini terdiri dari beberapa lapisan epitel gepeng tidak


(58)

c. Uterus

Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm, lebar di tempat yang paling lebar 5,2 cm dan tebal 2,5 cm. Uterus terdiri dari korpus uteri (2/3 bagian atas) dan serviks (1/3 bagian bawah). Di dalam korpus uteri terdapat rongga (kavum uteri), yang membuka ke luar melalui saluran (kanalis servikalis) yang terdapat di serviks. Bagian atas uterus terdapat fundus uteri. Disisi kiri dan kanannya terdapat Tuba falopi. Dinding uterus terdiri terutama atas miometrium, yang merupakan otot polos berlapis tiga, lapisan otot sebelah luar longitudinal, sebelah dalam sirkuler, dan diantara kedua lapisan otot ini saling beranyaman.

Kavum uteri dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar yang disebut endometrium. Endometrium terdiri atas epitel selapis kubik. Di bagian luar, uterus dilapisi oleh lapisan serosa (peritonium viseral). Oleh karena itu lapisan dinding korpus uteri terdiri atas perimetrium, miometrium, dan endometrium. Uterus mendapat darah dari arteria uterina (cabang dari arteri iliaka interna) dan arteria ovarika.

d. Tuba fallopi

Tuba fallopi ialah saluran telur yang berasal dari duktus Muleri. Rata-rata panjang tuba 11-14 cm. Bagian tuba yang berada di dinding uterus dinamakan pars interstitialis, lateral dari itu terdapat dari ujung tuba (3-6 cm) terdapat pars ismika yang masih sempit (diameter 2-3 cm) dan lebih ke dalam lagi disebut pars ampularis yang lebih lebar (diameter 4-10 mm), tuba mempunyai anemon yang disebut infundibulum dan fimbria yang merupakan tangan-tangannya. Mukosa tuba terdiri atas epitel selapis kubik sampai silindrik, yang pada permukaannya terdapat silia.

e. Ovarium

Ovarium terletak pada lapisan belakang ligamentum latum. Lipatan yang menghubungkan lapisan belakang ligamentum latum dengan ovarium disebut


(59)

mesovarium. Ovarium dihubungkan dengan uterus melalui ligamentum ovarii propium. Bagian ovarium yang berada di dalam kavum peritonei dilapisi oleh epitel selapis kubik-silindris disebut epitelium germinativum. Di bawah epitel ini terdapat tunika albuginea dan dibawahnya lagi terdapat folikel primordial. Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum, ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon–hormon steroid

Gambar 2. 3. Alat genitalia interna (Gunardi dan Winkjosastro, 2011)

2.3 Menstruasi

Menstruasi adalah pendarahan uterus yang terjadi secara siklik dan dialami oleh sebagian besar wanita usia produktif. Menarche (onset menstruasi) terjadi pada usia rata-rata 12 tahun dimana kisaran normalnya adalah 8-16 tahun.

2.3.1 Siklus Menstruasi 2.3.1.1 Siklus Endomentrium

Siklus endometrium menurut ini terdiri dari empat fase, yaitu : a. Fase proliferasi

Fase proliferasi berkaitan dengan fase folikuler di ovarium. Fase folikuler ini menghasilkan hormon steroid seks yaitu estrogen. Estrogen ini berperan untuk


(60)

kelenjar mengalami proliferasi dan mencapai puncaknya pada hari ke 8 sampai hari ke 10 siklus dengan puncak kadar estradiol serum dan kadar reseptor estrogen di endometrium. Proliferasi endometrium ini terutama terjadi di stratum fungsional endometrium. Pada awal fase proliferasi tebal endometrium hanya 0,5 mm dan kemudian tumbuh menjadi sekitar 3,5-5 mm. Pada perempuan normal yang subur, fase proliferasi hanya berlangsung sebentar 5-7 hari atau cukup lama sekitar 21-30 hari (Samsulhadi, 2011)

b. Fase sekresi

Pasca ovulasi ovarium memasuki fase luteal, korpus luteum yang terbentuk menghasilkan steroid seks diantaranya estrogen dan progesteron. Kemudian estrogen dan progesteron dari korpus luteum ini mempengaruhi pertumbuhan endometrium dari fase proliferasi menjadi fase sekresi. Fase proliferasi ini berhenti 3 hari pascaovulasi sebagai akibat dihasilkannya antiestrogen yaitu progesteron. Pada fase sekresi, tampak kelenjar menjadi lebih berliku dan menggembung. Puncak sekresi terjadi 7 hari pasca lonjakan gonadotropin bertepatan saat implantasi blastosis jika terjadi kehamilan. Fase sekresi kurang lebih berkisar 12-14 hari (Samsulhadi, 2011) .

c. Fase iskemi/premenstrual

Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai 10 hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus luteum yang mensekresi estrogen dan progesteron menyusut. Seiring penyusutan kadar estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme, sehingga suplai darah ke endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional terpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai (Bobak, 2004 dalam Roza, 2011).

d. Fase menstruasi

Pada awal fase menstruasi kadar estrogen, progesteron, LH (Lutenizing Hormon) menurun atau pada kadar terendahnya selama siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating Hormon) baru mulai meningkat (Bobak, 2004 dalam Roza, 2011). Kadar estrogen dan progesteron yang rendah akan menyebabkan beberapa perubahan.


(61)

Pertama, terjadi penurunan penebalan endometrium yang menyebabkan terjadi penurunan aliran darah spiralis dan aliran darah vena sehingga terjadi vasodilatasi. Hal ini menyebabkan vasokontriksi dari arteriol, yang menyebabkan endometrium pucat. Sekitar 24 jam menjelang haid, terjadi iskemik endometrium. Kedua, terjadi apoptosis. Hal ini disebabkan oleh pelepasan enzim lisis di lisosom yang dipicu oleh penurunan progesteron dan estrogen. Enzim tersebut menghancurkan sel disekitarnya dan terjadi pelepasan prostaglandin, ektravasi sel darah merah ,nekrosis jaringan serta trombosis pembuluh darah. Ketiga, terjadi pelepasan endometrium (Samsulhadi, 2011) Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basal. Rata - rata fase ini berlangsung selama lima hari (rentang 3-6 hari) (Bobak, 2004 dalam Roza, 2011)

2.3.1.2 Siklus Ovarium

Siklus Ovarium terbagi 3 (tiga) yaitu : a. Fase Folikuler

Fase folikuler berlangsung 10-14 hari. Selama fase folikuler didapatkan beberpa folikel antral tumbuh tetapi pada hari ke-5 sampai ke-7 hanya satu folikel yang tetap tumbuh akibat sekresi FSH (Follicle stimulating hormone) (Samsulhadi, 2011)

b. Fase Ovulasi

Fase ovulasi ditandai dengan lonjakan LH (Luteinizing Hormone). Lonjakan LH dipicu kadar estrogen yang tinggi oleh folikel preovulasi yang menghambat pengeluaran FSH, kemudian hipofise mengeluarkan LH. Ovulasi terjadi 24-36 jam pasca puncak kadar estrogen (estradiol) dan 10-12 jam pasca puncak LH. Lonjakan LH memacu sekresi prostaglandin dan progesteron bersama lonjakan FSH memicu enzim proteolitik yang menyebabkan dinding folikel “pecah” (Samsulhadi, 2011) .


(62)

Korpus luteum mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi, dan mensekresi baik hormon estrogen maupun progesteron (Bobak, 2004 dalam Roza, 2011). Lonjakan LH kemudian menurun apabila tidak terjadi pembuahan. Pada haid normal, korpus luteum akan mengalami regresi 9-11 hari pasca ovulasi. Kemungkinan korpus luteum mengalami regresi akibat dampak luteolisis estrogen yang dihasilkan korpus luteum sendiri (Samsulhadi, 2011).

2.3.1.3 Siklus Hipofisis-Hipothalamus

Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah ini menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi gonadotropin realising hormone (Gn-RH) . Pada awal siklus sekresi gonadotropin (FSH, LH) meningkat perlahan dengan sekresi FSH lebih tinggi dari LH. Pada folikel didapatkan dua macam sel yaitu sel teka dan sel granulosa yang melingkari sel telur (oosit) (Samsulhadi, 2011) .

Pada awal siklus (awal fase folikuler) reseptor LH hanya di jumpai pada sel teka dan FSH hanya pada sel granulosa. LH memicu sel teka untuk menghasilkan hormon androgen kemudian masuk ke sel granulosa. FSH mengubah hormon androgen tersebut menjadi estrogen. Stimulasi FSH tersebut menyebabkan beberapa folikel antral menjadi besar dan sekresi estrogen terus meningkat. Pada hari ke 5 sampai ke 7 siklus estrogen dan inhibin B terus meningkat yang akhirnya menekan FSH. Sekresi FSH yang menurun akhirnya menyebabkan hanya ada satu folikel yang akan terus tumbuh sedangkan folikel primordial yang lain akan mengalami atresia. Pada akhir masa folikuler sekresi LH akan lebih dominan dari FSH. Setelah 36-48 jam lonjakan LH, oosit akan keluar inilah yang disebut ovulasi (Samsulhadi, 2011) .

Pasca ovulasi, luteinisasi sel graulosa menjadi sempurna, sekresi progesteron meningkat tajam dan memasuki fase luteal. Kadar progesteron yang meningkat ini menyebabkan kadar LH dan FSH turun tetapi kadar LH tetap lebih dominan dari FSH. LH berperan untuk vaskularisasi dan sintesa hormon steroid di korpus luteum. Pada fase luteal kadar estrogen dan progesteron meningkat


(63)

mencapai puncak 7 hari pascaovulasi. Tetapi kadar progesteron lebih dominan dari estrogen. Apabila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, korpus luteum menyusut dan mengalami atresia, oleh karena itu kadar estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi menstruasi. Kurang dari 14 hari pasca estrogen dan progesteron cukup rendah dan mengakibatkan sekresi gonadotropin meningkat kembali dimana FSH lebih dominan dari LH dan dimulailah siklus berikutnya (Samsulhadi, 2011).


(64)

2.4 Dismenore

2.4.1. Pengertian Dismenore

Dismenore atau nyeri haid merupakan gejala, bukan penyakit. Kata dismenore berasal dari bahasa Yunani yaitu dysmenorrhea, “dys” berarti sulit, “meno” artinya bulan dan “rhhea” artinya aliran (Anisa, 2015). Dismenore adalah rasa nyeri yang menyertai menstruasi dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari (Manuaba, 2010).

2.4.2. Jenis Dismenore

Dalam sembiring (2011) dismenore dibagi menjadi dibedakan berdasarkan dua kategori yaitu :

1. Berdasarkan jenis nyerinya yaitu : a. Dismenore spasmodik

Dismenore spasmodik yaitu nyeri yang dirasakan di perut bagian bawah, dirasakan sebelum terjadinya menstruasi atau pada awal menstruas, umumnya diderita oleh wanita yang lebih muda.

b. Dismenore kongestif

Dismenore kongestif yaitu nyeri yang dirasakan sbelum datangnya menstruasi sampai dua atau tiga hari setelah menstruasi berlangsung hingga dua minggu sebelum menstruasi awal terjadi.

2. Berdasarkan penyebabnya yaitu : a. Dismenore Primer

Dismenore Primer adalah nyeri menstruasi tanpa kelainan patologi yang nyata (Dawood, 2006), semata mata hanya berkaitan dengan hormonal menstruasi (Manuaba, 2010). Dismenore biasanya muncul pada tahun kedua dan ketiga setelah menarche yaitu ketika siklus ovulalasi mulai teratur (Anisa, 2015)

b. Dismenore sekunder

Dismenore yang terjadi karena terdapat kelainan pada alat reproduksi (Manuaba, 2010) seperti endometriosis, adenomiosis, penyakit radang panggul, stenosis servikal, mioma dan polip uteri (Anisa, 2015). Endometriosis merupakan


(65)

penyebab pertama terjadinya dismenore sekunder, dimana adanya endometrium atau stroma di tempat yang tidak seharusnya (Harel, 2002 dalam Silviana, 2012)

2.4.3 Perbedaan Karakteristik Dismenore Primer dan Dismenore Sekunder Tabel 2.2 Perbedaan antara dismenore primer dengan dismenore sekunder (Febri, Junizar dkk, 2009 dalam Pakaya 2014)

Dismenore Primer Dismenore sekunder

1. Mengenai seseorang dengan usia lebih muda

2. Timbul segera setelah siklus haid yang teratur

3. Sering pada nulipara

4. Nyeri sering seperti kejang uterus

5. timbul mendahului haid, dan kemudian hilang bersamaan dengan keluarnya haid

6. Sering memberikan respon pada pengobatan medikamentosa

7. Sering disertai mual, muntah, diare, kelelahan dan nyeri kepala.

1. Mengenai pada seseorang dengan usia lebih tua

2. Timbulnya tidak menentu

3. Tidak berhubungan dengan paritas

4. Nyeri terus-menerus

5. Nyeri mulai pada saat haid dan meningkat bersamaan dengan keluarnya haid

6. Sering memerlukan tindakan operatif

7. Tidak disertai mual, muntah, diare, kelelahan dan nyeri kepala.


(66)

2.4.4 Derajat Dismenore

Menurut Fujiwara (2003) dan Novia Puspitasari (2008) Derajat dismenore dibagi dalam 4 kategori yaitu :

1. Kategori 0 adalah tidak nyeri sama sekali

2. Kategori 1 adalah nyeri ringan tetapi dapat diatasi tanpa obat pereda nyeri

3. Kategori 2 adalah nyeri sedang dan tertolong dengan obat pereda nyeri. 4. Kategori 3 adalah nyeri sangat hebat dan tidak akan berkurang walaupun telah menggunakan obat dan tidak mampu bekerja, perlu penanganan dokter.

Sedangkan karakteristik gejala dismenore berdasarkan derajat nyerinya menurut Manuaba (2010) dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu:

1. Dismenore ringan

Dismenore ringan adalah rasa nyeri yang terjadi sejenak dapat pulih kembali, tidak memerlukan obat dan tidak mengganggu pekerjaan sehari hari.

2. Dismenore sedang

Dismenore yang memerlukan obat untuk menghilangkan rasa sakitnya tanpa terganggu aktivitas pekerjaanya.

3. Dismenore berat

Dismenore berat adalah rasa nyeri hebat sehingga tidak mampu melakukan tugas harian, memerlukan istirahat dan memerlukan obat intensitas tinggi serta diperlukan tindakan operasi, karena menggangu setiap menstruasi.

2.4.5 Patofisiologi Dismenore Primer

Dismenore primer selalu berhubungan dengan siklus ovulasi. Hal ini disebabkan oleh kontraksi dari miometrium yang diinduksi oleh prostaglandin. Kejadian yang berkaitan dengan kejadian menstruasi seperti sakit kepala, mual muntah berhubungan dengan pengeluaran prostaglandin dan metabolit prostaglandin ke sirkulasi sistemik (Speroff et al, 2005). Hal ini terjadi pada sekitar 60% pasien yang menderita dismenore primer (Dawood, 2006). Wanita dengan dismenore primer mempunyai endometrium yang memproduksi


(67)

empat kali lebih banyak prostaglandin dari pada yang tidak dismenore (prihatanti, 2010). Pelepasan prostaglandin terbanyak selama menstruasi didapati pada 48 jam pertama dan berhubungan dengan beratnya gejala yang terjadi (Speroff et al, 2005).

Prostaglandin F2α (PGF2α) adalah perantara yang paling berperan

dalam terjadinya dismenore primer (Speroff et al, 2005). Prostaglandin ini merupakan stimulan kontraksi miometrium yang kuat serta memberikan efek vasokontriksi pembuluh darah sehingga terjadi iskemik dari uterus.

Gambar 2. 5. Hubungan Prostaglandin dalam PGF2α yang dihasilkan selama

menstruasi (Wood, 2006)

Peningkatan PGF2α dalam endometrium diikuti dengan penurunan

progesteron pada fase luteal membuat membran lisosomal menjadi tidak stabil sehingga melepaskan enzim lisosomal. Pelepasan enzim ini menyebabkan pelepasan enzim phospholipase A2 yang berperan pada konversi fosfolipid menjadi asam arakidonat dan siklooksigenase pathway. Selanjutnya terjadi biosintesa prostaglandin dan tromboksan dari asam arakidonat (Daftary dan Patki, 2009). Setelah itu terjadi pembentukan PGF2α dan prostaglandin E2 (PGE2) melalui siklus endoperoxidase dengan perantara prostaglandin G2 (PGG2)


(68)

mengakibatkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan sehingga menyebabkan nyeri pada saat menstruasi (Alfrianne, 2008 dalam Pakaya, 2014). Selain itu dilaporkan juga wanita yang mengalami peningkatan vasopresin selama dismenore meskipun hal ini masih kontroversial. Vasopresin menghasilkan kontraksi uterus yang disritmik sehingga aliran darah uterus jadi berkurang dan menyebabkann hipoksia uterus. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya nyeri (Wood , 2006)

Gambar 2.6. Patofisiologi dismenore primer (Lefebvre et al., 2005 )

Menurut Wood (2006) disamping prostaglandin dan vasopressin, terdapat beberapa etiologi terjadinya kejadiaan dismenore primer, dimana telah ditemukan pasien yang memiliki laparoskopi normal dan menderita dismenore yang berat tetapi tidak mengalami kenaikan PGF2α. Diduga terdapat hubungan prostanoid seperti tromboksan A2, prostasiklin dan leukotrien dengan kejadian ini tetapi belum sepenuhnya diketahui. Prostasiklin yang merupakan vasodilator dan relaksan uterus ditemukan menurun pada pasien dengan dismenore primer. Selain itu terdapat peningkatan leukotrien seperti C4 dan D4 dimana spesific binding site dari C4 terdapat di sel miometrium. Leukotrien ini berperan terhadap hiperkontraktilitas dari uterus. Selain itu dilaporkan juga wanita yang mengalami peningkatan vasopresin selama dismenore meskipun hal ini masih kontroversial. Vasopresin menghasilkan kontraksi uterus yang disritmik sehingga aliran darah


(69)

uterus jadi berkurang dan menyebabkann hipoksia uterus. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya nyeri.

2.4.6 Gejala Dismenore

Menurut Kasdu (2005) dalam Roza (2011), gejala dismenore yang sering muncul adalah :

a) Rasa sakit yang dimulai pada hari pertama menstruasi

b) Terasa lebih baik setelah pendarahan menstruasi mulai

c) Terkadang nyerinya hilang setelah satu atau dua hari. Namun, ada juga wanita yang masih merasakan nyeri perut meskipun sudah dua hari haid. d) Nyeri pada perut bagian bawah, yang bisa menjalar ke punggung bagian

bahwa dan tungkai.

e) Nyeri dirasakan sebagai kram yang hilang timbul atau sebagai nyeri tumpul yang terus menerus.

f) Terkadang disertai rasa mual, muntah, pusing.

2.4.7 Faktor Resiko Dismenore Primer

2.4.7.1Usia menarche

Menurut Widjanarko (2006) dalam Pakaya (2014) terdapatnya hubungan antara usia menarche lebih awal terhadap kejadian dismenore primer. Hal ini dikarenakan saat menarche yang lebih awal, alat reproduksi belum siap untuk mengalami perubahan dan masih terjadi penyempitan pada leher rahim, maka akan timbul rasa sakit saat menstruasi. Usia menarche yang lebih awal memicu terjadinya siklus ovulasi yang lebih awal juga sehingga kemungkinan terjadi dismenore yang awal juga (Xiashou, 2010 dalam Silviana, 2012). Setelah terjadinya ovulasi, apabila tidak terjadi pembuahan maka sel folikel yang sudah tua akan mengalami atresia. Hal ini akan diikuti penurunan kadar estrogen dan progesteron yang merangsang prostaglandin untuk keluar. Prostaglandin ini menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah yang memicu dismenore.


(70)

2.4.7.2 Lama Menstruasi

Lama menstruasi merupakan faktor resiko dari dismenore primer. Lama menstruasi normal adalah 2-7 hari, jika lebih dari 7 hari maka akan menyebabkan dismenore lebih berat (Novia dan puspitasari, 2008). Hal ini disebabkan karena semakin lama uterus berkontraksi, akibatnya semakin banyak pula prostglandin dikeluarkan. Jika prostaglandin dikeluarkan maka akan menyebabkan vasokontriksi. Dimana vasokontriksi akan menimbulkan terjadinya iskemik yang memicu timbulnya nyeri (dismenore).

2.4.7.3Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi adalah periode yang dibutuhkan antar tiap proses pendarahan menstruasi (Silviana, 2012). Siklus menstruasi yang normal adalah 21-35 hari. Beberapa penelitian menyatakan bahwa siklus menstruasi yang tidak normal merupakan faktor resiko dismenore primer. Weller (2002) dalam Silviana (2012) menyatakan bahwa wanita dengan siklus menstruasi yang tidak teratur lebih banyak mengalami gangguan menstruasi daripada yang tidak menstruasi.

2.4.7.4 Stress

Risiko untuk mengalami dismenore meningkat pada wanita yang mempunyai riwayat dismenore dan stres tinggi sebelumnnya dibandingkan dengan wanita yang tidak mempunyai riwayat stres sebelumnnya (French, 2005). Mekanisme hubungan stress dengan kejadian dismenore, belum sepenuhnya diketahui. Namun, diduga ada hubungan dengan kaskade respon neuroendokrin.Stress mencegah pengeluaran hormon progesteron dan estrogen, sehingga perkembangan folikel terhambat. Hal ini mempengaruhi sintesa dari progesteron, sehingga memicu keluarnya prostaglandin sehingga terjadi vasokontriksi di uterus, akhirnya terjadilah dismenore (Ju et al., 2013)


(1)

vii

2.4.3 Perbedaan Karakteristik Dismenore Primer dan Dismenore Sekunder 16

2.4.4 Derajat Dismenore ... 17

2.4.5 Patofisiologi Dismenore Primer ... 17

2.4.6 Gejala Dismenore ... 20

2.4.7 Faktor Resiko Dismenore Primer... 20

2.4.8 Dampak Dismenore Pada Remaja ... 24

2.4.9 Penanganan Dismenore ... 24

BAB 3 ... 26

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 26

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 26

3.2 Variabel dan Defenisi Operasional ... 26

3.2.1 Variabel independen... 26

3.2.2 Variabel dependen... 26

3.2.3 Defenisi operasional ... 26

3.3 Hipotesis ... 28

BAB 4 ... 29

METODOLOGI PENELITIAN ... 29

4.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 29

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

4.2.1Tempat Penelitian ... 29

4.2.2 Waktu Penelitian ... 29

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 29

4.3.1 Populasi Target ... 29

4.3.2 Populasi Terjangkau ... 30

4.3.3 Sampel ... 30

4.4 Pengumpulan Data ... 30

4.4.1 Instrumen Penelitian... 31

4.4.2 Persiapan pengumpulan data ... 31

4.4.3 Prosedur uji coba kuesioner ... 31

4.4.4 Prosedur pengumpulan data... 31


(2)

4.6 Analisis Data ... 33

BAB 5 ... 34

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

5.1 Hasil Penelitian ... 34

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 34

5.1.2 Analisis Univariat ... 34

5.1.3 Analisis Bivariat... 40

5.2 Pembahasan ... 42

5.2.1 Analisis Univariat ... 42

5.2.2 Analisis Bivariat... 46

BAB 6 ... 48

KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

6.1 Kesimpulan ... 48

6.2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50


(3)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 4.1 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4 Tabel 5.5 Tabel 5.6 Tabel 5.7

Tahap perkembangan pubertas menurut Tanner Perbedaan antara dismenore primer dengan dismenore sekunder

Status Gizi anak umur 5-18 tahun berdasarkan IMT/U

Defenisi operasional status gizi Defenisi operasional aktivitas fisik Defenisi operasional dismenore primer Jumlah Sampel

Distribusi Frekuensi Karakteristik siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu

Distribusi Frekuensi Dismenore Primer siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu

Distribusi Frekuensi Derajat Dismenore Primer siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu

Distribusi Frekuensi Status Gizi siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu

Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu

Hasil Tabulasi Silang antara Status Gizi dengan Dismenore Primer pada siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu Tahun 2015

Hasil Tabulasi Silang antara Aktivitas Fisik dengan Dismenore Primer pada siswi SMA Negeri 1 Pahae Julu Tahun 2015

7 16 22 27 27 28 30 36 38 39 40 41 42 43


(4)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 (a) Tahap perkembangan payudara 7

menurut Tanner

(b) Tahap perkembangan rambut pubis 7

menurut Tanner

Gambar 2.2 Alat genitalia eksterna 8

Gambar 2. 3 Alat genitalia interna 10

Gambar 2.4 Siklus Menstruasi 14

Gambar 2.5 Hubungan Prostaglandin dalam PGF 18

yang dihasilkan selama menstruasi


(5)

xi

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Keterangan

FSH Follicle Stimulating Hormone

LH Luteinizing Hormone

Gn-RH Gonadotropin Realising Hormone

PGE2 Prostaglandin E2

PGF2α Prostaglandin F2α

PGG2 Prostaglandin G2

IMT/U Indeks Massa Tubuh Menurut Umur GABA Gamma Amino Butiric Acid


(6)

LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

LAMPIRAN 2 LEMBAR PENJELASAN PENELIITIAN

LAMPIRAN 3 LEMBAR PERYATAAN PERSETUJUAN SETELAH

PENJELASAN (INFORMED CONSENT) KESEDIAAN

MENGIKUTI PENELITIAN LAMPIRAN 4 KUESIONER

LAMPIRAN 5 DATA INDUK

LAMPIRAN 6 BAECKE QUESTIONARRE LAMPIRAN 7 ETHICAL CLEARANCE LAMPIRAN 8 SURAT IZIN PENELITI