Kebijakan Pencegahan Peredaran Formalin dan Boraks

1. Prinsip ekonomi adalah dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya. 2. Prinsip ekonomi adalah dengan pengorbanan yang kita keluarkan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan diharapkan. 3. Prinsip ekonomi adalah berusaha dengan alat yang tersedia untuk memperoleh hasil yang maksimal. Pada hasil penelitian terlihat bahwa 14 responden yang memiliki motif ekonomi yang baik, ternyata ada 4 responden yang masih menggunakan formalin dan boraks pada bakso. Ini membuktikan bahwa setiap pedagang memiliki motif ekonomi, yang membedakannya adalah ada motif ekonomi yang baik, dan ada motif ekonomi yang tidak baik, dimana pedagang hanya mementingkan keuntungan besar dibandingkan bahaya dari penggunaan formalin dan boraks pada bakso. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dilapangan dimana pedagang menyatakan bahwa dengan penggunaan formalin dan boraks mereka mendapatkan keuntungan, dalam hal ini efisiensi bahan baku dan dapat memperpanjang daya tahan bakso. Pedagang memiliki motivasi yang tinggi untuk menambah bahan pengawet pada barang dagangannya agar dapat tahan dalam beberapa hari, dengan begitu si pedagang menghemat modal dan tidak mengolah bakso setiap hari. Dari uraian tersebut dapat peneliti analisis bahwa sesuai dengan teori yang telah dikemukakan diatas menurut Apridar 2004 dan Case 2008 tentang prinsip ekonomi.

5.3. Kebijakan Pencegahan Peredaran Formalin dan Boraks

Universitas Sumatera Utara Kebijakan pemerintah dalam pencegahan peredaran formalin dan boraks sebenarnya telah diatur dalam Permendag No.4 thn 2006, dimana dalam peraturan ini telah ditetapkan bahwa setiap produsen, distributor, pengecer dan pengguna akhir bahan berbahaya harus memiliki izin usaha industri dari instansi yang berwenang. Namun sampai saat ini masih saja terdapat kebocoran sehingga masih didapati bahan berbahaya yang beredar bebas di pasaran. Yang menjadi permasalahannya adalah, bahan berbahaya tersebut tidak dijual dalam bentuk asli bahan berbahaya tersebut, tetapi sekarang ini banyak para produsen industri rumah tangga yang memproduksi bahan tambahan pangan yang mengandung kedua bahan berbahaya tersebut, dan bahan tambahan pangan ini dijual secara bebas di pasar-pasar tradisional yang ada di masyarakat, sebagai contoh : bleng yang dikenal sebagai bahan tambahan pangan untuk membuat lembut sayur-sayuran, ternyata mengandung boraks. Bahan-bahan tambahan pangan inilah yang digunakan oleh masyarakat termasuk pedagang bakso. Dalam hal ini tugas pokok Badan POM adalah melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat mutu. Badan POM dalam mengawasi pangan yang mengandung bahan berbahaya seperti formalin dan boraks berkoordinasi dengan instansi pemerintah terkait yaitu Dinas Kesehatan, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Dasar hukum melakukan pengawasan terhadap penggunaan formalin dan boraks dalam pangan mengacu kepada Permenkes No.722 tahun 1988. Dinas Kesehatan dalam hal ini mempunyai tugas untuk mengambil sampel dilapangan dan melakukan tindak lanjut jika ditemukan pangan yang mengandung Universitas Sumatera Utara formalin dan boraks. Sedangkan tugas dari BBPOM adalah melakukan uji laboratorium terhadap sampel pangan yang diduga mengandung formalin dan boraks. Tugas dari Disperindag adalah mengawasi dan mencegah peredaran bahan baku formalin dan boraks di pasaran. Kenyataan yang terjadi sampai saat ini masih didapati formalin dan boraks yang dijual bebas baik dalam bentuk kemasan yang telah di olah. Hal ini disebabkan karena lemahnya koordinasi instansi pemerintah terkait di lapangan dalam mengawasi peredaran formalin dan boraks. Untuk menghindari hal tersebut sebaiknya stake holders di masing-masing instansi pemerintah agar lebih intensif melakukan koordinasi lintas sektor dalam hal pengawasan penggunaan formalin dan boraks dan masing-masing instansi agar lebih bertanggung jawab terhadap tugas dan tanggung jawabnya sebagai stake holders 5.4. Keterbatasan Penelitian Hambatan dalam penelitian ini adalah : 1. Keterbatasan tenaga dan biaya. 2. Kemungkinan terjadinya bias data yang dihasilkan, hal ini dikarenakan responden yang diwawancarai tidak mengetahui atau paham betul maksud dari pertanyaan pada kuesioner hal ini disebabkan tingkat pendidikan yang rendah. Namun untuk mengatasi hal ini peneliti melakukan uji validitas dan uji reliabilitas. 3. Faktor psikologi responden yang menggunakan boraks dan formalin dalam dagangannya umumnya ketakutan dan sangat sulit sekali untuk di wawancarai dan mengisi kuesioner yang diberikan. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN