The Influence Of Knowledge And Economic Motive On The Use Of Formaline And Borax In Fast Food (Meatballs)By Its Seller In Medan Denai And Medan Tuntungan Subdistrict In 2011

(1)

THE INFLUENCE OF KNOWLEDGE AND ECONOMIC MOTIVE ON THE USE OF FORMALINE AND BORAX IN FAST FOOD (MEATBALLS)

BY ITS SELLER IN MEDAN DENAI AND MEDAN TUNTUNGAN SUBDISTRICT IN 2011

THESIS

By

LAMBOK OKTAVIA SR 097032111/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE PROGRAM STUDY FACULTY OF PUBLIC HEALTH UNIVERSITY OF

SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN MOTIF EKONOMI TERHADAP PENGGUNAAN FORMALIN DAN BORAKS OLEH PEDAGANG

DALAM PANGAN SIAP SAJI (BAKSO) DI KECAMATAN MEDAN DENAI DAN MEDAN TUNTUNGAN

TAHUN 2011

TESIS

Oleh

LAMBOK OKTAVIA SR 097032111/ IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN MOTIF EKONOMI TERHADAP PENGGUNAAN FORMALIN DAN BORAKS OLEH PEDAGANG

DALAM PANGAN SIAP SAJI (BAKSO) DI KECAMATAN MEDAN DENAI DAN MEDAN TUNTUNGAN

TAHUN 2011

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

LAMBOK OKTAVIA SR 097032111/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGETAHUAN DAN MOTIF EKONOMI TERHADAP PENGGUNAAN FORMALIN DAN BORAKS OLEH PEDAGANG

DALAM PANGAN SIAP SAJI (BAKSO) DI KECAMATAN MEDAN DENAI DAN MEDAN TUNTUNGAN

TAHUN 2011

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2012


(5)

Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN DAN MOTIF EKONOMI TERHADAP PENGGUNAAN

FORMALIN DAN BORAKS OLEH PEDAGANG DALAM PANGAN SIAP SAJI (BAKSO) DI KECAMATAN MEDAN DENAI DAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2011

Nama Mahasiswa : Lambok Oktavia SR Nomor Induk Mahasiwa : 097032111

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua

(Prof. Dr. Ramli M.S, S.E)

Anggota

(Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(6)

Telah diuji

Pada Tanggal : 16 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ramli M.S, S.E

Anggota : 1. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H 2. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si 3. Dra. Jumirah, M.Kes, Apt


(7)

ABSTRAK

Penyalahgunaan formalin dan boraks dalam bakso oleh pedagang masih ditemukan di kota Medan. Data Surveilan Keamanan Pangan Badan POM RI tahun 2010 penyalahgunaan formalin sebesar 4,89%, dan boraks sebesar 8,80% .

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan motif ekonomi terhadap penggunaan formalin dan boraks dalam bakso oleh pedagang. Penelitian ini bersifat analitik, dengan desain Cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah pedagang bakso sebanyak 40 pedagang diambil berdasarkan kriteria inklusi yang berada di Kecamatan Medan Denai dan Medan Tuntungan yang. Analisis data menggunakan uji regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh pengetahuan dan motif ekonomi terhadap penggunaan formalin dan boraks oleh pedagang dalam bakso. Variabel pengetahuan memberikan pengaruh paling besar terhadap penggunaan formalin dan boraks, dimana responden dengan pengetahuan rendah memiliki peluang 3,56 kali lebih tinggi untuk menggunakan formalin dan berpeluang 5,3 kali lebih tinggi untuk menggunakan boraks.

Pedagang bakso disarankan harus lebih meningkatkan pengetahuan mereka mengenai efek bahaya dari formalin dan boraks dalam makanan. Disperindag agar lebih tegas dalam mengawasi dan mencegah peredaran formalin dan boraks di pasaran. Dinas Kesehatan Kota Medan agar lebih meningkatkan program penyuluhan tentang bahaya formalin dan boraks kepada para pedagang bakso. Balai Besar POM di Medan disarankan agar meningkatkan pengawasan yang berkesinambungan terhadap pangan dan bahan tambahan pangan yang beredar di pasaran. Kepada seluruh instansi pemerintah terkait agar meningkatkan koordinasi lintas sektor mengenai pengawasan bahan berbahaya.


(8)

ABSTRACT

Misuse of formalin and borax in meatballs by its sellers still found in Medan. The data of 2010 obtained from the food security surveillance of Indonesian food and drugs inspection agency revealed that the misuse of formalin was 4.89% and borax 8.80%.

The purpose of this analytical study with cross-sectional design was to analyze the influence of knowledge and economic motive on the use of formalin and borax in meatballs in Medan Denai and Medan Tuntungan Subdistrict. The population of this study was 40 bakso sellers were selected based on inclution criteria.

The result of this study revealed that there was an influence knowledge and Economic motive on the misuse of formalin and borax in meatballs. Variable knowledge give most impact on the misuse of formalin and borax , which is variable knowledge had a chance against the misuse of formalin 3.56 times and 5.3 times likely to misuse of borax in meatballs.

The bakso sellers are suggested to know the harmful effect of formalin and borax being in food. Disperindag should be more assertive in monitoring and preventing the circulation of formalin and borax on the market. The management of Medan Health Service should provide more extension program on the dangerous risk of formalin and borax to the bakso sellers. The management of National Agency and Food Control in Medan is suggested to continuously increase their control in food and food additive found in the community.To all of relevant government institutions should increase coordination across sectors to control the hazardous materials. Keywords: Knowledge, Economic Motive, Formalin, Borax


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……….... ……...i

ABSTRACT……….... ……...ii

KATA PENGANTAR………... ……...iii

RIWAYAT HIDUP………... ……...v

DAFTAR ISI………... ……...vi

DAFTAR TABEL………..…….viii

DAFTAR GAMBAR……….ix

DAFTAR LAMPIRAN………..x

BAB 1. PENDAHULUAN………...1

1.1Latar Belakang………... ...1

1.2Permasalahan………...7

1.3 Tujuan Penelitian……….. ………..8

1.4Hipotesis………...8

1.5 Manfaat Penelitian………. ………..8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA………..9

2.1Bahan Berbahaya………... ………10

2.2Formalin……….10

2.2.1 Penyalahgunaan Formalin…..………...12

2.2.2 Ciri-ciri makanan yang Mengandung Formalin………13

2.2.3 Dampak Formalin Terhadap Kesehatan………...14


(10)

2.3 Asam Borat………...16

2.3.1 Penyalahgunaan Boraks…..………...18

2.3.2 Toksisitas Boraks………...18

2.3.3 Uji Kualitatif Boraks………. ………19

2.4 Kegiatan Ekonomi...……….19

2.4.1 Tindakan Ekonomi………...……….20

2.4.2 Motif Ekonomi …………...………..21

2.4.3 Prinsip Ekonomi………23

2.5 Pengetahuan.……….………...26

2.6 Landasan Teori……….………29

2.7 Kerangka Konsep Penelitian...………...30

BAB 3. METODE PENELITIAN………...….31

3.1Jenis Penelitian………...31

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian………...…..31

3.3Populasi dan Sampel………. ………31

3.4 Metode Pengumpulan Data……….. ………32

3.5 Variabel dan Definisi Operasional……….36

3.6 Metode Pengukuran……….. ………37

3.7Metode Analisis Data………...38

BAB 4. HASIL PENELITIAN………..…..40

4.1 Deskriptif Wilayah Penelitian………40

4.2 Karakteristik Responden………41

4.3 Analisis Univariat………..42

4.4 Analisis Bivariat……….44

4.5 Analisis Multivariat………47

BAB 5. PEMBAHASAN...………...51

5.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Penggunaan Formalin dan Boraks dalam Bakso……….……….51

5.2 Pengaruh Motif Ekonomi terhadap Penggunaan Formalin dan Boraks dalam Bakso………..53

5.3 Kebijakan Pencegahan Peredaran Formalin dan Boraks…………...56


(11)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN………...58

6.1 Kesimpulan………58

6.2 Saran………..58

DAFTAR PUSTAKA………...………60


(12)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1.1 Hasil Pengujian Formalin dan Boraks di Beberapa

Kabupaten/Kota Sumatera Utara………..4 4.1 Karakteristik Responden Menurut Umur, Pendidikan dan Pendapatan

Di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai……….41 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan

dalam Penggunaan Formalin dan Boraks pada Bakso Di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai……….42

4.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Motif Ekonomi

dalam Penggunaan Formalin dan Boraks pada Bakso Di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai……….43

4.4 Distribusi Frekuensi Responden dalam Penggunaan Formalin pada

Bakso Di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai………..43 4.5 Distribusi Frekuensi Responden dalam Penggunaan Boraks pada

Bakso Di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai………..43 4.6 Hubungan Pengetahuan dalam Penggunaan Formalin pada Bakso

di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai………..44 4.7 Hubungan Pengetahuan dalam Penggunaan Boraks pada Bakso

di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai………..45 4.8 Hubungan Motif Ekonomi dalam Penggunaan Formalin pada Bakso

di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai………..46 4.9 Hubungan Motif Ekonomi dalam Penggunaan Boraks pada Bakso

di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai………..46 4.10 Hasil Uji Regresi Logistik Ganda untuk Identifikasi Variabel yang

akan Masuk dalam Model Penggunaan Formalin………..48 4.11 Hasil Uji Regresi Logistik Ganda untuk Identifikasi Variabel yang


(13)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1 Variabel yang Memengaruhi Perilaku………..……29


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian……….62

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas………..65

3. Hasil Uji Univariat………66

4. Hasil Uji Bivariat………..69

5. Hasil Uji Multivariat……….75

6. Master Data Penelitian………..79

7. Dokumentasi Penelitian………80

8. Surat Keterangan Ijin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara………..82

9. Surat Keterangan Penelitian dari Kantor Kecamatan Medan Denai…..83

10.Surat Keterangan Penelitian dari Kantor Kecamatan Medan Tuntungan……….…84


(15)

ABSTRAK

Penyalahgunaan formalin dan boraks dalam bakso oleh pedagang masih ditemukan di kota Medan. Data Surveilan Keamanan Pangan Badan POM RI tahun 2010 penyalahgunaan formalin sebesar 4,89%, dan boraks sebesar 8,80% .

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan motif ekonomi terhadap penggunaan formalin dan boraks dalam bakso oleh pedagang. Penelitian ini bersifat analitik, dengan desain Cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah pedagang bakso sebanyak 40 pedagang diambil berdasarkan kriteria inklusi yang berada di Kecamatan Medan Denai dan Medan Tuntungan yang. Analisis data menggunakan uji regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh pengetahuan dan motif ekonomi terhadap penggunaan formalin dan boraks oleh pedagang dalam bakso. Variabel pengetahuan memberikan pengaruh paling besar terhadap penggunaan formalin dan boraks, dimana responden dengan pengetahuan rendah memiliki peluang 3,56 kali lebih tinggi untuk menggunakan formalin dan berpeluang 5,3 kali lebih tinggi untuk menggunakan boraks.

Pedagang bakso disarankan harus lebih meningkatkan pengetahuan mereka mengenai efek bahaya dari formalin dan boraks dalam makanan. Disperindag agar lebih tegas dalam mengawasi dan mencegah peredaran formalin dan boraks di pasaran. Dinas Kesehatan Kota Medan agar lebih meningkatkan program penyuluhan tentang bahaya formalin dan boraks kepada para pedagang bakso. Balai Besar POM di Medan disarankan agar meningkatkan pengawasan yang berkesinambungan terhadap pangan dan bahan tambahan pangan yang beredar di pasaran. Kepada seluruh instansi pemerintah terkait agar meningkatkan koordinasi lintas sektor mengenai pengawasan bahan berbahaya.


(16)

ABSTRACT

Misuse of formalin and borax in meatballs by its sellers still found in Medan. The data of 2010 obtained from the food security surveillance of Indonesian food and drugs inspection agency revealed that the misuse of formalin was 4.89% and borax 8.80%.

The purpose of this analytical study with cross-sectional design was to analyze the influence of knowledge and economic motive on the use of formalin and borax in meatballs in Medan Denai and Medan Tuntungan Subdistrict. The population of this study was 40 bakso sellers were selected based on inclution criteria.

The result of this study revealed that there was an influence knowledge and Economic motive on the misuse of formalin and borax in meatballs. Variable knowledge give most impact on the misuse of formalin and borax , which is variable knowledge had a chance against the misuse of formalin 3.56 times and 5.3 times likely to misuse of borax in meatballs.

The bakso sellers are suggested to know the harmful effect of formalin and borax being in food. Disperindag should be more assertive in monitoring and preventing the circulation of formalin and borax on the market. The management of Medan Health Service should provide more extension program on the dangerous risk of formalin and borax to the bakso sellers. The management of National Agency and Food Control in Medan is suggested to continuously increase their control in food and food additive found in the community.To all of relevant government institutions should increase coordination across sectors to control the hazardous materials. Keywords: Knowledge, Economic Motive, Formalin, Borax


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Aktivitas penyelenggaraan kehidupan ada yang bermotif ekonomi dan ada yang tidak bermotif ekonomi, artinya kegiatan yang dilakukan didasarkan profit oriented atau motif ekonomi. Salah satu contoh tindakan motif ekonomi dalam menawarkan barang dan jasa dalam kehidupan sehari-hari adalah menggunakan suatu bahan yang dilarang dan mengganggu kesehatan manusia seperti boraks dan formalin. Dimana dengan penggunaan bahan-bahan ini pelaku bisnis akan mendapatkan keuntungan yang besar. Bahan kimia ini digunakan untuk membuat makanan menjadi lebih menarik, enak, gurih dan tahan lama, namun penyalahgunaan bahan kimia yang tidak sesuai dengan peruntukannya tidak boleh digunakan karena dapat berakibat fatal bagi kesehatan manusia.

Bahan berbahaya yang sering disalahgunakan dalam makanan adalah : Formalin, Boraks, Rhodamin B, dan Methanil yellow. Bahan berbahaya yang paling banyak digunakan dalam makanan adalah Formalin dan Boraks. Formalin digunakan sebagai pengawet mayat, banyak juga digunakan dalam berbagai produk makanan sebagai bahan pengawet. Sedangkan Boraks yang digunakan sebagai pengawet kayu,


(18)

,menambah kerenyahan makanan, serta memperbaiki tekstur makanan (Winarno ,2007).

Hasil penelitian dari Hikmawati tentang Studi Kandungan Boraks pada makanan yang beredar di kota Medan tahun 2010, diperoleh hasil :

1. Sampel bakso, dari 12 sampel diperoleh 100% positif mengandung boraks.

2. Sampel mie, dari 30 sampel mie, diperoleh 84% positif mengandung boraks.

3. Sampel lontong, diperoleh dari 9 (sembilan) sampel diperoleh 11,1 % positif mengandung boraks.

Menyikapi banyaknya penyalahgunaan bahan berbahaya ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) selaku instansi yang bertanggung jawab dalam hal pengawasan makanan yang beredar di pasaran, melakukan sampling terhadap berbagai jenis makanan yang diduga mengandung formalin dan boraks. Pengambilan sampling dilakukan secara serial dan serentak di beberapa kota di Indonesia. Produk makanan yang diuji adalah mie basah, tahu, dan ikan basah. Berdasarkan hasil uji laboratorium diperoleh temuan sebagai berikut :

1. Sampel mie basah, dari 213 jumlah sampel ditemukan 76 sampel memenuhi syarat dan 137 sampel tidak memenuhi syarat .

2. Sampel tahu, dari 290 jumlah sampel ditemukan 193 sampel memenuhi syarat dan 97 sampel tidak memenuhi syarat.


(19)

3. Sampel ikan basah, dari 258 jumlah sampel ditemukan 190 sampel memenuhi syarat dan 68 sampel tidak memenuhi syarat

Sampel dikatakan memenuhi syarat jika tidak mengandung formalin dan boraks, sedangkan sampel dikatakan tidak memenuhi syarat, karena positif mengandung formalin atau boraks (Badan POM RI, 2005).

Data terakhir yang diperoleh Surveilan Keamanan Pangan Badan POM RI tahun 2009 dari 18 propinsi yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa Penyalahgunaan pemakaian formalin dan boraks sampai saat ini masih ada. Untuk penyalahgunaan formalin diperoleh sebesar 4,89% sedangkan untuk boraks diperoleh penyimpang sebesar 8,80% secara keseluruhan di 18 propinsi yang ada di Indonesia antara lain Sumatera Utara, Riau, Sumsel, Lampung, DKI Jakarta, Jabar, Jatim, Bali, dan lain-lain.

Kedua bahan kimia tersebut memang berguna jika digunakan sesuai fungsinya, akan tetapi menjadi sangat berbahaya bila digunakan dalam proses pembuatan pangan. Menurut Winarno (2007), pemakaian formalin pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia. Gejala yang biasa timbul antara lain sukar menelan, sakit perut akut disertai muntah-muntah, mencret berdarah, timbulnya depresi susunan saraf, atau gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah), dan haimatomesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian. Formalin dengan dosis 100 gram dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam.


(20)

Boraks juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia, tetapi mekanisme toksisitasnya tidak langsung dirasakan oleh pembeli. Boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi . Pada dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing, muntah, mencret, dan kram perut.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ferina Y Ginting pada bulan Oktober 2010 dibeberapa SD di kota Medan, diperoleh hasil bahwa dari 21 (dua puluh satu) sampel bakso yang di sampling terdapat 7 (tujuh) sampel positif mengandung formalin. Selain itu hasil penelitian dari Labora Panjaitan pada tahun 2010 terhadap kandungan boraks dalam bakso di kota Medan, diperoleh hasil bahwa dari 10 (sepuluh) sampel yang diuji, 8 (delapan) sampel positif mengandung boraks.

Data yang diperoleh terhadap hasil pengujian beberapa sampel dari beberapa kabupaten di Sumatera Utara adalah sebagai berikut:

No Sumber

Sampel yang diUji Jumlah Mie Tahu Ikan Bakso

MS TMS MS TMS MS TMS MS TMS

1 BBPOM

Medan 29 15 18 - 24 1 14 4 105

2 Disperindag Deli Serdang


(21)

Dari data diatas, maka penyalahgunaan formalin dan boraks masih tetap ada sampai saat ini. Balai Besar POM di Medan selaku instansi yang terkait dalam pengawasan makanan yang beredar di masyarakat telah melakukan berbagai macam cara untuk mengurangi dan bahkan meniadakan penyalahgunaan formalin dan boraks tersebut, antara lain : penyuluhan - penyuluhan terhadap para produsen dan atau penjual bakso tentang bahaya formalin dan boraks, dan pengujian secara berkala

3 Disperindag Sumut

- - - - 2 - - - 2

4 Dinkes

Siantar 1 1 - - 2 - 1 - 5

5 Dinkes Tapanuli Utara

- - 3 - - - 1 - 4

6 Dinkes

Simalungun 1 1 - - 2 - 1 - 5

7 Disperindag

Siantar 2 - - - 2 - - - 4

8 Dinkes Labuhan Batu

- - - - 3 - - - 3

Jumlah 42 17 23 - 35 1 21 4 143 Tabel 1.1. Hasil Pengujian Formalin dan Boraks di Beberapa


(22)

terhadap makanan yang beredar di pasaran. Namun hal ini masih belum bisa mengurangi penyalahgunaan formalin dan boraks dalam makanan.

Kebutuhan setiap orang tidak ada batasnya. Setelah kebutuhan yang satu terpenuhi, akan muncul kebutuhan lainnya. Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan oleh seseorang berpedoman pada prinsip ekonomi

Motif ekonomi adalah alasan seseorang untuk melakukan sesuatu atau dorongan dari dalam diri manusia untuk berbuat atau bertindak secara ekonomis untuk memperoleh keuntungan. Keadaan perekonomian Indonesia yang semakin sulit, harga bahan-bahan yang semakin meningkat memacu penjual untuk lebih cerdik dalam memproduksi atau menjual makanan dengan harga tetap terjangkau.

yaitu dengan pengorbanan tertentu akan memperoleh hasil maksimal. Jadi, tindakan ekonomi harus didorong oleh motif ekonomi dan didasari oleh prinsip ekonomi.

Banyaknya penyalahgunaan formalin dan boraks dalam pangan segar umumnya karena ketidaktahuan mereka mengenai kedua bahan berbahaya tersebut dan juga minimnya informasi yang diperoleh tentang bahan berbahaya tersebut.

Makanan pada dasarnya tidak dapat bertahan lama terutama makanan yang mengandung kadar air yang tinggi seperti tahu, atau bahan makanan mentah seperti daging, ikan, mie, bakso. Penyimpanan yang relatif singkat ini tentu merugikan para penjual. Penggunaan pengawet merupakan solusi dari masalah ini, oleh sebab itulah Penyalahgunaan pemakaian formalin dan boraks semakin marak belakangan ini.


(23)

Perilaku penjual yang menggunakan kedua bahan berbahaya ini dalam produk mereka mungkin karena keinginan untuk mendapatkan untung yang besar. Menurut Koentjaraningrat (1981), pengetahuan merupakan perlakuan melibatkan penafsiran melalui proses pemikiran tentang apa yang dilihat, didengar, dialami atau dibaca sehinggga pengetahuan memengaruhi tingkah laku, percakapan, serta perasaan seseorang. Selain itu Robert Kwick (1974) mengatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia. Dalam proses pembentukan dan atau perubahan, perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor – faktor tersebut antara lain : pengetahuan, motivasi, emosi, proses belajar, dan lingkungan. Dari teori-teori diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengetahuan memengaruhi tingkah laku atau tindakan seseorang, dalam hal ini tindakan penjual yang menggunakan formalin dan boraks dalam bakso dapat dipengaruhi oleh perspsi dan motivasi, yang dalam hal ini motivasinya adalah motif ekonomi.

Dalam hal penyalahgunaan pemakaian formalin dan boraks, penjual juga melakukannya dikarenakan motif ekonomi, dimana dengan menggunakan bahan berbahaya formalin dan boraks dalam produknya maka produknya bisa bertahan lama. Selain itu tujuan penyalahgunaan formalin dan boraks antara lain untuk: efisiensi karena dengan kedua bahan berbahaya ini harganya murah, mudah didapat dan hanya dengan menambahkan sedikit saja pada produknya sudah bisa


(24)

memperbaiki nilai estetika karena kedua bahan tersebut membuat tampilan mie basah dan bakso menjadi lebih menarik, antara lain: tidak berair, kenyal, dan memiliki warna yang cerah. Alasan lain penggunaan bahan tersebut adalah untuk meningkatkan daya tahan produk, dimana seperti kita ketahui pangan segar dalam suhu kamar hanya dapat bertahan 1-2 hari, tetapi dengan menambahkan formalin dapat bertahan sampai 15 hari, dan ini sangat menguntungkan penjual.

Banyak penelitian–penelitian yang telah dilakukan mengenai kedua bahan berbahaya ini, namun penelitian yang dilakukan hanya untuk mengetahui kandungan formalin dan boraks dalam berbagai macam sampel. Sejauh ini tidak ada penelitian yang dilakukan untuk mengetahui penyebab atau alasan penjual menggunakan formalin dan boraks dalam jualannya.

Berdasarkan teori yang dikatakan oleh Robert Kwick (1974) bahwa perilaku dalam proses pembentukan dan atau perubahan, perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : pengetahuan, motivasi, emosi, proses belajar, dan lingkungan.

Berdasarkan teori diatas, jika dikaitkan dengan penyalahgunaan formalin dan boraks, maka perilaku penjual dalam menyalahgunakan formalin dan boraks dalam bakso dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan motivasi. Oleh sebab itu peneliti merasa perlu melakukan penelitian untuk mengetahui faktor –faktor yang menyebabkan penggunaan formalin dan boraks dalam pangan siap saji (bakso).


(25)

Penggunaan formalin dan boraks dalam bakso dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu variabel pengetahuan dan motif ekonomi. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara pengetahuan dan motif ekonomi terhadap penggunaan formalin dan penggunaan boraks pada bakso dan seberapa besarkah peluang pengetahuan dan motif ekonomi terhadap penggunaan formalin dan penggunaan boraks pada bakso.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis berapa besar peluang pengetahuan dan motif ekonomi terhadap penggunaan formalin dan boraks dalam pangan siap saji (bakso).

1.4. Hipotesis

1. Ada hubungan antara pengetahuan terhadap penggunaan formalin dan penggunaan boraks dalam pangan siap saji (bakso) oleh pedagang.

2. Ada hubungan antara motif ekonomi terhadap penggunaan formalin dan penggunaan boraks dalam pangan siap saji (bakso) oleh pedagang.

3. Besarnya peluang pengetahuan dan motif ekonomi terhadap penggunaan formalin lebih besar dari 50%.

4. Besarnya peluang pengetahuan dan motif ekonomi terhadap penggunaan boraks lebih besar dari 50%.


(26)

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Sebagai bahan informasi dasar dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai penyalahgunaan pemakaian formalin dan boraks dalam bakso.

1.5.2. Bagi Instansi Pemerintahan yang Terkait dan Berwenang dalam Mekanisme Pengawasan dan Pengendalian Bahan Berbahaya.

Sebagai bahan masukan dan informasi dalam perencanaan dan evaluasi program pengawasan penyalahgunaan pemakaian formalin dan boraks dalam bakso di kota Medan.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bahan Berbahaya

Berdasarkan Permendag No.4 thn 2006 yang dimaksud dengan Bahan Berbahaya adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung, yang mempunyai sifat racun (toksisitas), karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Jenis Bahan Berbahaya yang diatur distribusi dan pengawasannya dalam Peraturan ini antara lain Formalin, Boraks, Kuning Metanil, Rodamin-B, dan Bahan Berbahaya lainnya dengan Nomor CAS sebagaimana tercantum .

Produsen Bahan Berbahaya (P-B2) adalah perusahaan yang memproduksi Bahan Berbahaya di dalam negeri dan mempunyai Izin Usaha Industri dari Instansi yang berwenang. Importir Terdaftar Bahan Berbahaya (IT-B2) adalah Importir bukan produsen, pemilik Angka Pengenal Importir Umum (API-U), yang mendapat tugas khusus untuk mengimpor Bahan Berbahaya dan bertindak sebagai distributor untuk menyalurkan Bahan Berbahaya yang diimpornya, kepada perusahaan lain yang membutuhkan yang dalam hal ini adalah pengguna Akhir Bahan Berbahaya.


(28)

Importir Produsen Bahan Berbahaya (IP-B2) adalah Impotir Produsen yang diakui oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dan disetujui untuk mengimpor sendiri Bahan Berbahaya yang diperuntukkan semata-mata hanya untuk kebutuhan produksinya sendiri.

Distributor Terdaftar Bahan Berbahaya (DT-B2) adalah perusahaan yang diberi izin oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan setelah

mendapat penunjukan dari Produsen Bahan Berbahaya untuk menyalurkan Bahan Berbahaya kepada Pengguna Akhir secara langsung atau melalui Pengecer Terdaftar.

Pengecer Terdaftar Bahan Berbahaya (PT-B2) adalah perusahaan yang diberi izin oleh Gubernur, Gubernur DKI Jakarta, atau Bupati/Walikota setelah mendapat penunjukan dari DT-B2 untuk memperdagangkan Bahan Berbahaya kepada PA-B2.

Pengguna Akhir Bahan Berbahaya (PA-B2) adalah perusahaan industri yang menggunakan Bahan Berbahaya sebagai bahan baku/penolong yang diproses secara kimia fisika, sehingga, terjadi perubahan sifat fisika dan kimianya serta mempunyai nilai tambah, dan badan usaha atau lembaga yang menggunakan Bahan Berbahaya sesuai peruntukannya yang memiliki izin dari Instansi yang berwenang.

Distribusi adalah peredaran Bahan Berbahaya dari PB-2 kepada PA-B2 atau kepada DT-B2, atau dari IT-B2 kepada PA-B2, atau dari DT-B2 kepada PA-B2, dan PT-B2, atau dari PT-B2 kepada PA-B2. Distribusi Bahan Berbahaya dilakukan oleh P-B2, IT-B2, IP-B2, OT-B2, dan PT-B2.


(29)

2.2. Formalin

Cahyadi (2008) yang mengutip dari Fessenden ( 1982) Formalin merupakan cairan jernih tidak berwarna atau hampir tidak bewarna merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan, dan rasa membakar. Bobot tiap mililiter ialah 1,08 gram. Dapat bercampur dalam air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan eter. Sifatnya yang mudah larut dalam air dikarenakan adanya elektron sunyi pada oksigen sehingga dapat mengadakan ikatan hidrogen dengan molekul air.

Formalin murni tidak tersedia secara komersial, tetapi dijual dalam 30-50% (b/b) larutan mengandung air. Formalin (37% CH2O) adalah larutan yang paling umum. Pada umumnya, metanol atau unsur-unsur lain ditambahkan ke dalam larutan sebagai alat penstabil untuk mengurangi polimerisasi formalin, dalam bentuk padat, formalin dijual sebagai trioxane (CH2O)3

Formalin mudah larut dalam air sampai kadar 55%, sangat reaktif dalam suasana alkalis serta bersifat sebagai zat pereduksi kuat, mudah menguap karena titik didihnya yaitu -21°C, secara alami formalin juga dapat ditemui dalam asap pada proses pembakaran makanan yang bercampur fenol, keton dan resin (Winarno dan Rahayu, 2007). Formalin dapat masuk ke dalam tubuh dengan jalan inhalasi uap, kontak langsung dengan larutan yang mengandung formalin atau dengan jalan memakan atau meminum makanan yang mengandung formalin.

dan polimernya para formalin, dengan 8-100 unit formalin (WHO, 2002).


(30)

Komposisi dan bentuk formalin mengandung 35-40% formalin dan metanol, berupa gas tak bewarna pada suhu dan tekanan biasa. Sedangkan efek farmakologi atau kesehatan formalin adalah sebagai berikut. Berdasarkan uji karsinogenik dan tumor formalin terhadap sejumlah tikus yang dipapari formalin pada konsentrasi 6-15 bpj menunjukkan 1,5 – 43,2% mengalami kanker, sedangkan uji terhadap mencit yang dipapari formalin pada konsentrasi 15 bpj, 2,4% mencit mengalami tumor (Cahyadi, 2008). Departemen Kesehatan RI berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 mendefinisikan bahan tambahan pangan seperti yang disusun oleh Codex Alimentarius, formalin bersama boraks termasuk dalam daftar bahan tambahan kimia yang dilarang digunakan (Kurniawati, 2004).

Formalin digunakan sebagai obat pembasmi hama untuk membunuh virus, bakteri, jamur dan benalu yang efektif pada konsentrasi tinggi. Selain itu formalin digunakan sebagai disinfektan untuk rumah, perahu, gudang, kain, sebagai germisida dan fungisida tanaman dan buah-buahan, digunakan pada pabrik sutra sintetik, fenilik resin, selulosa ester, bahan peledak, mengeraskan film pada fotografi, mencegah perubahan dan mengkoagulasikan lateks, dasn sebagainya. Formalin banyak digunakan pada industri tekstil untuk mencegah bahan menjadi kusut dan meningkatkan ketahanan bahan tenunan. Dalam bidang farmasi formalin digunakan


(31)

sebagai pendetoksifikasi toksin dalam vaksin, dan juga untuk obat penyakit kutil karena kemampuannya merusak protein (Cahyadi, 2008).

Penyalahgunaan formalin yang terdapat pada makanan karena kegunaannya sebagai zat bakteriostatik dalam produksi dan formalin ditambahkan kedalam makanan untuk mempertahankan karakteristiknya. Formalin dan turunannya juga terdapat dari banyak produk konsumer lainnya untuk melindungi produk dari kerusakan akibat kontaminasi mikroorganisme (WHO, 2002).

Selain itu interaksi antara formalin dengan protein dalam pangan menghasilkan tekstur yang tidak rapuh dan untuk beberapa produk pangan seperti tahu, mie basah, ikan segar, memang dikehendaki oleh pembeli. Penyalahgunaan pemakaian formalin dimaksudkan untuk memperpanjang umur penyimpanan, karena formalin adalah senyawa antimikroba serbaguna yang dapat membunuh bakteri, jamur bahkan virus. Penyimpanan ini sangat menguntungkan bagi produsen maupun pedagang. Ayam, ikan, tahu atau makanan lain dapat disimpan dalam jangka waktu relatif lebih lama dan tidak mudah rusak tanpa harus di masukkan ke dalam lemari pendingin. Setidaknya jika barang yang tidak laku dijual hari ini, ayam atau tahu yang telah diformalin dapat dijual kembali keesokan harinya dan tetap terlihat segar. Penyalahgunaan pemakaian formalin dimaksudkan untuk memperpanjang umur penyimpanan, karena formalin adalah senyawa antimikroba serbaguna yang dapat membunuh bakteri, jamur bahkan virus. Alasan lain penyalahgunaan pemakaian formalin sebagai bahan pengawet makanan adalah tingginya harga solar dan


(32)

mahalnya harga es balok untuk mengawetkan ikan saat nelayan melaut (Dewanti, 2006).

2.2.2.

Ada perbedaan antara bahan mie basah dan bakso dan yang mengandung bahan pengawet formalin. Para pedagang biasanya membubuhi formalin dengan kadar minimal, sehingga pembeli pada umumnya bingung ketika harus membedakannya dengan bahan mie basah dan bakso. Pada daging ayam misalnya, karena hanya dibubuhi sedikit formalin, bau obat tidak tercium. Kalau ayam berformalin, ciri yang paling mencolok adalah tidak ada lalat yang mau hinggap. Jika kadar formalinnya banyak, ayam agak sedikit tegang (kaku). Yang paling jelas adalah jika daging ayam dimasukkan ke dalam reagen atau diuji laboratorium, nanti akan muncul gelembung gas. (Badan POM RI, 2006)

Ciri-ciri Makanan yang Mengandung Formalin

Tahu berformalin tahan lama dan tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25°C) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (10°C). Tahu terasa membal atau kenyal jika ditekan namun tidak padat. Bau agak menyengat berbau formalin (dengan kandungan formalin sekitar 0.5-1ppm). Sedangkan tahu tanpa pengawet paling-paling hanya tahan dua hari dan biasanya mudah hancur (Eddy, 2005).

Ciri-ciri ikan segar yang mengandung formalin adalah tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar (25°C), warna insang merah tua dan tidak cemerlang bukan merah segar, warna daging ikan putih bersih, sisik-sisiknya mengkilat dan dagingnya kenyal.


(33)

lebih dari 1 bulan pada suhu kamar (25°C), bersih cerah, tidak berbau khas ikan asin dan tidak ada lalat yang hinggap (Kurniawati, 2004).

Karakteristik risiko yang membahayakan bagi kesehatan manusia yang berhubungan dengan formalin adalah berdasarkan konsentrasi dari substansi formalin yang terdapat di udara dan juga dalam produk-produk pangan (WHO, 2002).

2.3. Dampak Formalin terhadap Kesehatan

Formalin jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat didalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebakan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh. Selain itu, kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengkonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah. Formalin jika menguap di udara, berupa gas yang tidak bewarna, dengan bau yang tajam menyesakkan sehingga merangsang hidung, tenggorokan dan mata (Cahyadi, 2008).

Pemaparan formalin terhadap kulit menyebabkan kulit mengeras, menimbulkan kontak dermatitis dan reaksi sensitivitas, sedangkan pada sistem reproduksi wanita akan menimbulkan gangguan menstruasi, toksemia, dan anemia pada kehamilan, peningkatan aborsi spontan, serta penurunan berat badan bayi yang baru lahir. Uap dari formalin menyebabkan iritasi membran mukosa hidung, mata dan


(34)

tenggorokan apabila terhisap dalam bentuk gas pada konsentrasi 0,03 - 4 bpj selama 35 menit. Dapat terjadi iritasi pernapasan parah, seperti batuk, disfagia, spasmus laring, bronkitis, pneumonia, asma, edema paru, dapat pula terjadi tumor hidung pada mencit ( Cahyadi, 2008). Formalin dalam saluran pencernaan dapat menyebabkan rasa sakit yang sangat disertai radang, ulcus, dan hidrosis membran mukosa. Hal ini karena sifatnya yang merupakan iritan kuat membran mukosa. Dapat juga menyebabkan muntah dan diare berdarah. Formalin (larutan formalin), paparan formalin melalui saluran pencernaan dapat mengakibatkan luka korosif terhadap selaput lendir saluran pencernaan disertai mual, muntah, rasa perih yang hebat dan perforasi lambung. Efek sistemik dapat berupa depresi susunan syaraf pusat, koma, kejang, albuminaria, terdapatnya sel darah merah di urine (hematuria) dan asidosis metabolik. Dosis fatal formalin melalui saluran pencernaan pernah dilaporkan sebesar 30 ml. Formalin dapat mematikan sisi aktif dari protein- protein vital dalam tubuh, maka molekul-molekul itu akan kehilangan fungsi dalam metabolisme. Akibatnya fungsi sel akan terhenti. Pada dasarnya, formalin dalam jaringan tubuh sebagian besar akan dimetabolisir kurang dari 2 menit oleh enzim formalin dehidrogenase menjadi asam format yang kemudian diekskresikan tubuh melalui urin dan sebagian dirubah menjadi CO2 yang dibuang melalui nafas. Fraksi formalin yang tidak mengalami metabolisme akan terikat secara stabil dengan makromolekul seluler protein DNA yang dapat berupa ikatan silang(cross-linked). Ikatan silang formalin dengan DNA dan protein ini diduga bertanggungjawab atas terjadinya kekacauan


(35)

kanker. Bila gen-gen rusak itu diwariskan, maka akan terlahir generasi dengan cacat gen. Dalam pada itu, International Agency Research on Cancer (IARC) mengklasifikasikannya sebagai karsinogenik golongan 1 (cukup bukti sebagai karsinogen pada manusia); khususnya pada saluran pernafasan (WHO, 1989).

LD50 oral dari larutan formalin 2% pada tikus berkisar antara 500-800 mg/kg berat badan. Sedangkan bagi guine pigs adalah 260 mg/kg berat badan. Untuk larutan formalin 37% dosis 523 mg/kg berat badan adalah mematikan bagi pria dewasa (Blackie,1991)

Secara kualitatif dengan metode asam kromatopat 5% dalam larutan H

2.2.4. Uji Formalin dalam Makanan

2SO4 60% . Sebanyak 10 gram contoh dicampurkan dengan 50 ml air dengan cara menggerusnya dalam lumpang. Campuran dipindahkan kedalam labu Kjedahl dan diasamkan dengan H3PO4 10%.

Sebanyak 1 ml destilat, dimasukkan ke dalam tabung pereaksi, ditambahkan 5 ml pereaksi asam kromatopat 5% dalam larutan H

Labu kjedahl dihubungkan dengan pendingin dan di destilasi. Destilat ditampung dalam labu ukur 25 ml.

2SO4 60% . Tabung pereaksi dipanaskan dalam penangas air yang mendidih selama 15 menit, dan diamati perubahan warna yang terjadi. Adanya formalin ditunjukkan dengan adanya warna ungu terang sampai ungu tua (MA PPOMN/ MA 03/ 2000).


(36)

Asam borat merupakan senyawa bor yang dikenal juga dengan nama borax. nama kimia dengan nama natrium tetraborat, berbentuk serbuk hablur kristal transparan atau granul putih tak bewarna dan tak berbau serta agak manis (Farmakope Edisi IV, 1995). Jika dilarutkan dalam air akan menjadi natrium hidroksida serta asam borat. Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptik, dan biasa digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut, dan obat pencuci mata. Boraks juga digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu dan antiseptik kayu (Cahyadi, 2008)

Boraks merupakan garam natrium yang banyak digunakan di berbagai industri non pangan, khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Ia tidak berwarna dan gampang larut dalam air. Sebagai contoh gelas pyrex yang terkenal kuat bisa memiliki performa seperti itu karena dibuat dengan campuran boraks. Kemungkinan besar daya pengawet boraks disebabkan oleh senyawa aktif asam borat (Yuliarti,2007). Asam borat (H3BO3) merupakan asam organik lemah yang sering digunakan sebagai antiseptik, dan dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat (H2SO4

Asam borat juga sering digunakan dalam dunia pengobatan dan kosmetika. Misalnya, larutan asam borat dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata dan dikenal sebagai boorwater. Asam borat juga digunakan sebagai obat kumur, semprot hidung, dan salep luka kecil. Namun, ingat, bahan ini tidak boleh diminum atau


(37)

digunakan pada luka luas, karena beracun ketika terserap masuk dalam tubuh. Boraks atau yang lebih dikenal dengan nama bleng tidak aman untuk dikonsumsi sebagai makanan, tetapi ironisnya penggunaan boraks sebagai komponen dalam makanan sudah meluas di Indonesia. Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks memang tidak serta berakibat buruk terhadap kesehatan tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh pembeli secara kumulatif. Seringnya mengonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, lemak, dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, hingga kematian (Yuliarti,2008).

2.3.1. Penyalahgunaan Boraks

Berdasarkan beberapa literatur , penyalahgunaan pemakaian boraks atau bleng biasanya dipakai dalam pembuatan makanan berikut ini:

a) Karak/lempeng (kerupuk beras), sebagai pembantu memjadi pengeras dalam pembuatan adonan kerupuk.

b) Lontong, sebagai pengeras. c) Ketupat, sebagai pengeras.

d) Bakso, sebagai pengawet dan pengeras. e) Kecap, sebagai pengawet.( Yuliarti, 2007)


(38)

2.3.1. Toksisitas Boraks

Boraks juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia, tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda dengan formalin. Toksisitas boraks yang terkandung di dalam makanan tidak langsung dirasakan pembeli.

Boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi. Efek negatif Boraks apabila terdapat pada makanan, maka dalam jangka waktu lama walau hanya sedikit akan terjadi akumulasi (penumpukan) pada otak, hati, lemak dan ginjal. Pemakaian dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan ginjal, nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan, radang kulit, anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian. Pada dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing, muntah, mencret, dan kram perut. Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuhnya mencapai 5 gram atau lebih, akan menyebabkan kematian. Pada orang dewasa, kematian akan terjadi jika dosisnya telah mencapai 10- 20 g atau lebih (Yuliarti, 2007).


(39)

Uji kualitatif boraks dapat dilakukan dengan cara reaksi nyala, dimana dengan penambahan metanol dan H2SO4(p) dan dibakar, bila memberikan warna nyala hijau maka positif boraks akan. Sebelumnya makanan yang akan di uji harus diabu kan terlebih dahulu dengan penambahan suspensi Na2CO3 dalam air (MA PPOMN/ MA 02/2000).

2.4. Kegiatan Ekonomi

Untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya, manusia melakukan berbagai kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi manusia dilakukan dengan didorong oleh prinsip dan motif ekonomi tertentu (Apridar, 2010). Hal ini terlihat dalam konsep dibawah ini :

Motif ekonomi

Tindakan ekonomi

Tiga Kegiatan ekonomi

Prinsip ekonomi

Produksi Distribusi Konsumsi

Didasari oleh: 1. Motif keuntungan 2. Motif kekuasaan


(40)

2.4.1. Tindakan Ekonomi

Setiap kegiatan yang dilakukan manusia ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia beraneka ragam dan apabila semua kebutuhan itu telah terpenuhi maka tercapailah kemakmuran. Untuk mencapai kemakmuran tergantung dari kebutuhan dari setiap orang, dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut tergantung dari pendapatan yang mereka miliki. Walaupun dengan pendapatan yang terbatas manusia berusaha dengan bijaksana untuk mengatur pengeluarannya. Tindakan yang dilakukan manusia tentu ada yang mendorongnya. Apa yang mendorong tindakan ekonomi mereka? tindakan mereka didorong oleh kekuatan yang ada pada diri mereka. Kekuatan yang ada dalam diri manusia untuk melakukan tindakan atau kegiatan disebut motif. Motif ini ada yang berasal dari dalam diri yang disebut motif intrinsik dan ada juga yang berasal dari luar diri manusia yang disebut dengan motif ekstrinsik. Dalam tindakan ekonomi yang dilakukan manusia berasal dari diri sendiri maupun berasal dari luar diri manusia (Apridar, 2010).

Manusia melakukan berbagai macam tindakan agar semua kebutuhannya terpenuhi dan dapat mencapai kemakmuran. Segala kegiatan manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya disebut dengan tindakan ekonomi. Kegiatan ekonomi meliputi tiga hal yaitu kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi.


(41)

Kegiatan ekonomi manusia tentu saja harus rasional agar mendapatkan hasil yang maksimal. Kegiatan yang rasional adalah kegiatan dilakukandengan pikiran dan akal yang sehat. Sebagai contoh sebagai pengusaha dalam menghasilkan barang, tentu harus mempertimbangkan tentang bahan baku yang murah dan berkualitas, tenaga kerja yang murah tetapi terampil sehingga hasil produksi itu berkualitas dengan harga yang murah. Apabila produsen dalam menghasilkan barang tidak melihat bahan baku dan tenaga kerja maka hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan.

2.4.2. Motif Ekonomi

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kekuatan yang mendorong manusia melakukan kegiatan ekonomi disebut motif. Keinginan atau alasan yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan ekonomi disebut motif ekonomi. Tindakan manusia selau didorong oleh suatu keinginan. Hal itu berlaku pada semua tindakan manusia tanpa kecuali. Oleh karena itu, kegiatan manusia tidak terlepas dari dorongan untuk memenuhi suatu kebutuhan atau keinginan (Apridar, 2010).

Keinginan atau motif yang mendorong manusia melakukan kegiatan ekonomi ada bermacam-macam. Secara garis besar motif ekonomi dapat dibedakan menjadi empat macam,yaitu:

1. Motif untuk memenuhi kebutuhan. 2. Motif untuk berbuat sosial.

3. Motif untuk memperoleh penghargaan.


(42)

1. Motif untuk Memenuhi Kebutuhan

Motif paling penting yang mendorong manusia melakukan kegiatan ekonomi, yaitu ingin memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran. Setiap aktivitas yang dilakukan manusia dengan harapan dapat memperoleh penghasilan. Penghasilan itulah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Apabila penghasilannya tidak mencukupi maka berusaha mendapatkan penghasilan tambahan dengan melakukan kegiatan ekonomi lainnya.

2. Motif Berbuat Sosial

Rasa kemanusiaan selalu ada pada setiap orang. Selain ingin memenuhi kebutuhan manusia punya keinginan untuk menolong orang lain atau ingin membantu sesama manusia. Sebagai contoh, seorang guru selain mengajar di sekolah ia juga membuka les di rumah dengan harapan ingin mendapat tambahan penghasilan juga ada keinginan untuk membantu siswa dalam belajar. Apa yang dapat kamu lakukan untuk motif ini? pernahkah kamu membantu orang lain dengan kemampuan yang kamu miliki? apabila kamu ingin menolong orang lain harus dari niat diri sendiri bukan atas dorongan dari orang lain. Ada banyak cara kegiatan yang dilakukan dengan motif sosial ini. Contoh lain, kamu membantu orang lain misalnya dengan menyumbangkan baju yang tidak terpakai.


(43)

Selain motif memenuhi kebutuhan dan motif sosial ada keinginan lain dari manusia, yaitu untuk mendapatkan penghargaan. Penghargaan yang dimaksud bukan sekedar mendapat pujian atau piagam tetapi juga ingin status sosial yang lebih tinggi dari masyarakat sekitar. Kita bisa melihat orang yang ada di sekitar kita, selain mempunyai harta yang melimpah melebihi orang yang ada di sekitarnya ia berharap memperoleh penghargaan atau menjadi orang terpandang dalam masyarakat.

4. Motif untuk Mendapat Kekuasaan

Motif lain yang mendorong manusia melakukan kegiatan ekonomi adalah motif memperoleh kekuasaan. Kekuasaan ini merupakan kekuasaan tindakan, prinsip, dan motif ekonomi untuk diri sendiri. Sebagai manusia memang tidak puas terhadap apa yang diperoleh. Ini memang wajar kalau kita melakukan kegiatan dan usaha ini berhasil maka yang dilakukan selanjutnya adalah mengembangkan usaha itu.

2.4.3. Prinsip Ekonomi

Kebutuhan manusia yang beraneka ragam dan setiap waktu selalu bertambah, sedang alat pemuas kebutuhan yang tersedia terbatas. Oleh karena itu, agar manusia dapat memenuhi kebutuhan pada kepuasan yang maksimal maka manusia harus memilih. Tindakan memilih ini perlu dilakukanoleh siapa saja baik produsen, distributor maupun konsumen. Kegiatan ekonomi yang meliputi kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi harus mendasarkan kegiatannya pada prinsip ekonomi. Bagi


(44)

pelaku produksi tindakan yang dilakukan harus menggunakan bahan baku yang bagus, tenaga kerja yang terampil, mesin yang modern, sehingga dalam melakukan proses produksi dapat efisien dan barang hasil produksinya berkualitas. Bagi distiributor berusaha agar barang yang disalurkan tepat sasaran. Dan bagi konsumen dapat membeli barang dengan harga yang murah dan kualitas bagus (Case, 2008).

Berdasarkan uraian tersebut, jelaslah bahwa semua kegiatan ekonomi manusia harus berdasar pada prinsip ekonomi. Apa yang dimaksud prinsip ekonomi? Berikut ini ada beberapa pengertian prinsip ekonomi pada umumnya (Case, 2008).

1. Prinsip ekonomi adalah dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya.

2. Prinsip ekonomi adalah dengan pengorbanan yang kita keluarkan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan diharapkan.

3. Prinsip ekonomi adalah berusaha dengan alat yang tersedia untuk memperoleh hasil yang maksimal.

Bahkan dalam dunia usaha prinsip ekonomi berhubungan dengan sebutan efisien dan efektif. Efisien artinya ketepatan agar tidak terjadi pemborosan dan efektif artinya apa yang dilaksanakan tepat untuk mencapai target tertentu. Prinsip ekonomi baik sekali digunakan dalan segala kegiatan ekonomi, baik kegiatan produksi, distribusi maupun konsumsi. Orang yang berpedoman pada prinsip ekonomi selalu melakukan pertimbangan-pertimbangan sehingga pengorbanan kita dapat memperoleh hasil yang maksimal. Prinsip ekonomi dapat diterapkan dalam kegiatan


(45)

ekonomi. Penerapan prinsip ekonomi dalam kegiatan-kegiatan ekonomi itu tentu saja dengan tujuan yang berbeda. Di bawah ini contoh penerapan dalam kegiatan ekonomi (Apridar, 2010).

1. Penerapan prinsip ekonomi dalam kegiatan produksi, antara lain:

a. Menggunakan bahan mentah atau bahan baku dengan mutu baik dengan harga murah.

b. Mendirikan tempat perusahaan yang dekat dengan bahan mentah/bahan baku. c. Menggunakan tenaga kerja yang terampil.

d. Menggunakan mesin yang modern dengan harga murah tetapi produktif. e. Harus selalu hemat baik itu dana ,jam kerja, ataupun tenaga kerja. 2. Penerapan prinsip ekonomi dalam kegiatan distribusi, antara lain:

a. Membeli barang pada produsen yang tepat.

b. Menyalurkan barang dengan prinsip tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat tempat.

c. Menempatan perusahaan diantara produsen dan konsumen. d. Meningkatkan mutu pelayanan.

e. Menggunakan sarana distribusi yang murah.

3. Penerapan prinsip ekonomi dalam kegiatan konsumsi,antara lain: a. Membeli barang dengan memilih terlebih dahulu.


(46)

c. Memilih barang yang kualitas bagus.

d. Membeli barang sesuai dengan yang direncanakan.

e. Setiap awal bulan membuat daftar kebutuhan berdasar skala prioritas. f. Berusaha mencari tambahan penghasilan.

Penerapan prinsip ekonomi sangat penting apalagi di era globalisasi, dimana semua barang secara bebas masuk dan keluar dari dalam negeri. Pada saat seperti ini produsen dituntut dapat menghasilkan barang yang berkualitas dengan harga yang bersaing. Tugas produsen ini sangat berat, tetapi harus tetap dilaksanakan agar barang hasil produksinya dapat terjual. Begitu juga distiributor harus melakukan penyaluran dengan efektif dan efisien. Sebaiknya distributor menggunakan saluran distribusi yang tepat (Case, 2008).

2.5. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia yaitu indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan (knowledge) apa yang diketahui dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa pengetahuan atau tahu adalah mengerti sesudah dilihat atau sesudah menyaksikan, mengalami setelah diajari (Notoatmodjo, 2003).


(47)

Pengetahuan yang dimaksud disini adalah pengetahuan guru sekolah dasar dalam memililih makanan yang mengandung bahan tambahan makanan. Dengan pengetahuan yang cukup diharapkan dapat memberi pengaruh yang baik terhadap tindakan guru sekolah dasar dalam memilih makanan yang aman dan sehat.

Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan kelangsungan hidupnya. Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia disebabkan 2 hal utama yaitu (Mar’at, 1981) :

a. Manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut.

b. Manusia mempunyai kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka tertentu. Dalam domain kognitif, pengetahuan mempunyai 6 (enam) tingkatan yaitu (Notoatmodjo, 2003) :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar


(48)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yng telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini diartikan sebagai aplikasi atau pengunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dsb dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dsb.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan utnuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.


(49)

atau responden. Untuk mengetahui kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur, dapat kita sesuaikan dengan tindakan tersebut diatas (Notoatmodjo, 2003). Menurut Rogers (1947) dikutip dari Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni :

1. Awarness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2. Interest yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial , orang telah mencoba perilaku baru.

5. Adoption , subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2.6. Landasan Teori

Penyalahgunaan pemakaian formalin dan boraks dalam mie bakso merupakan perilaku yang menyimpang. Seperti yang dikatakan oleh Robert Kwick (1974) bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku


(50)

manusia. Dalam proses pembentukan dan atau perubahan, perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor – faktor tersebut antara lain : pengetahuan, motivasi, emosi, proses belajar, dan lingkungan.

Menurut Davis (1985) motif dimengerti sebagai ungkapan kebutuhan seseorang ; karenanya motif bersifat pribadi dan internal. Apabila digambarkan secara sederhana, hubungan antara kebutuhan dengan pengetahuan dapat diikhtisarkan dalam model motivasi sebagai berikut :

Gambar 2.2. Variabel yang Memengaruhi Perilaku

Kebutuhan

individu Keinginan Motivasi Tindakan

Pengetahuan Lingkungan Faktor dari

dalam (intern) : Pengetahuan Kecerdasan Persepsi Emosi Motivasi

Faktor dari luar (ekstern): Lingkungan fisik Lingkungan non fisik (iklim, sosial ekonomi, kebudayaan)


(51)

2.7. Kerangka Konsep

Gambar 2.3. Kerangka Konsep

Penggunaan formalin dan boraks dalam pangan siap saji (bakso)

Pengetahuan

Variabel Dependen Variabel

Independen


(52)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik, dengan desain Cross sectional, yaitu untuk menganalisis pengaruh variabel independen (pengetahuan dan motif ekonomi) terhadap variabel dependen (penggunaan formalin dan boraks dalam bakso).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi

Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Medan Denai dan Medan Tuntungan di kota Medan, karena berdasarkan survey awal yang dilakukan terhadap 10 (sepuluh) sampel di dua kecamatan ini ditemukan 3 (tiga) bakso yang positif mengandung boraks.

3.2.2. Waktu

Waktu penelitian mulai bulan Agustus sampai Oktober tahun 2011.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh penjual bakso yang berada di Kecamatan Medan Denai dan Medan Tuntungan di kota Medan.


(53)

Sampel dalam penelitian ini adalah responden yaitu penjual bakso yang berjumlah 40 orang yang berada di Kecamatan Medan Denai dan Medan Tuntungan di kota Medan.

Pemilihan sampel dilakukan secara inklusi dengan kriteria sebagai berikut : a. Penjual bakso yang membuat sendiri baksonya.

b. Penjual bakso adalah penjual yang menetap dan mempunyai tempat permanen dan tidak berpindah-pindah.

c. Penjual bakso yang terletak di jalan protokol yang berada di Kecamatan Medan Denai, Medan Tuntungan di kota Medan.

Besarnya sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total populasi.

3.3.3. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah bakso.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

a. Sumber data diperoleh dari data primer yang diperoleh dari responden/sampel dengan teknik wawancara. Wawancara mengacu pada kuesioner yang telah disiapkan.

b. Pemeriksaan Laboratorium

Dalam penelitian ini uji yang dilakukan adalah uji kualitatif formalin dan boraks,ini mengacu kepada peraturan Permenkes No.722 tahun 1988, yaitu syarat untuk formalin dan boraks adalah tidak boleh ada. Sehingga dalam


(54)

jumlah sekecil apapun jika terdapat bakso yang mengandung formalin dan boraks sudah dikatakan tidak memenuhi syarat.

Langkah-langkah penelitian :

1. Sampel bakso yang diambil sebanyak 100 g, dan diambil pada saat siang hari dengan teknik pengambilan secara acak. Pengambilan sampel dilakukan selama 2 (dua) hari.

2. Kemudian sampel bakso tersebut dibawa ke laboratorium dan dilakukan uji kualitatif terhadap boraks dan formalin.

a. Uji kualitatif boraks

Uji kualitatif boraks dapat dilakukan dengan cara reaksi nyala. Sampel sebanyak 10 g, diabukan terlebih dahulu dengan penambahan suspensi Na2CO3

b. Uji kualitatif formalin

dalam air dan dimasukkan ke dalam tanur, setelah menjadi abu, sampel tersebut ditambahkan metanol dan asam sulfat pekat kemudian dibakar, bila memberikan warna nyala hijau maka positif boraks (PPOMN, 2000).

Uji kualitatif formalin dengan metode asam kromatopat 5% dalam larutan H2SO4 60% . Sebanyak 10 gram contoh dicampurkan dengan 50 ml air dengan cara menggerusnya dalam lumpang. Campuran dipindahkan kedalam labu Kjedahl dan diasamkan dengan H3PO4 10%. Labu kjedahl dihubungkan dengan pendingin dan didestilasi.


(55)

dimasukkan ke dalam tabung pereaksi, ditambahkan 5 ml pereaksi asam kromatopat 5% dalam larutan H2SO4

Hasil uji kualitatif terhadap boraks dan formalin diperoleh dalam waktu 2 (dua) hari.

60% . Tabung pereaksi dipanaskan dalam penangas air yang mendidih selama 15 menit, dan diamati perubahan warna yang terjadi. Adanya formalin ditunjukkan dengan adanya warna ungu terang sampai ungu tua (PPOMN, 2000).

3. Dilakukan wawancara kepada penjual bakso di mulai dari kecamatan Medan Tuntungan, kemudian Medan Denai selama 3 (tiga) hari. Wawancara yang dilakukan mengacu kepada kuesioner.

4. Data – data yang diperoleh baik dari hasil uji laboratorium maupun hasil wawancara di tabulasi dan diolah dengan mengunakan SPSS.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi yaitu : Dinas Kesehatan Kota Medan berupa data penyuluhan tentang bahan tambahan makanan yang dilarang, Balai Besar POM di Medan berupa data hasil pengujian laboratorium terhadap formalin dan boraks dalam makanan, Kecamatan Medan Denai dan Kecamatan Medan Tuntungan berupa data umum kecamatan. Data sekunder diambil awal sebelum penelitian dimulai.


(56)

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada 30 orang penjual mie bakso yang berada di Kecamatan Medan Petisah, dimana sampel yang dipilih adalah sampel yang memiliki karakteristik yang sama dengan sampel dalam penelitian.

A.Uji Validitas

Uji Validitas dalam penelitian ini berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner mengenai substansi pertanyaan tingkat pengetahuan serta alasan penjual menggunakan formalin dan boraks dalam mie basah dan bakso. Uji validitas ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antar variabel. Dengan score total variabel pada analisis reliabilitas dengan melihat nilai correlation corrected item dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel (0,361) maka dinyatakan valid dan sebaliknya.

B.Uji Reliabilitas

Pertanyaan dinyatakan reliable jika jawaban responden terhadap pertanyaan (kuesioner) adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang sudah dapat dipercaya atau reliable akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Apabila datanya sesuai dengan kenyataan maka berapa kali pun diambil tetap akan sama (Arikunto, 2005).


(57)

Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari suatu pengukuran dengan ketentuan jika nilai r Alpha > r table (0,361), makan dinyatakan reliable (Sugiyono, 2004). Nilai r tabel dalam penelitian ini menggunakan taraf signifikan 95%.

Hasil uji validitas untuk pertanyaan pengetahuan menunjukkan bahwa seluruh pertanyaan berjumlah 10 pertanyaan, nilai Corrected Item Total terendah 0,663 dan nilai tertinggi 0,904. Nilai Cronbach Alpha 0,930. Ini berarti nilai r hitung> r tabel (0,361). Dapat disimpulkan bahwa pertanyaan tentang pengetahuan valid dan reliabel. Hasil uji validitas untuk pertanyaan motif ekonomi menunjukkan bahwa seluruh pertanyaan berjumlah 10 pertanyaan, nilai Corrected Item Total terendah 0,648 dan nilai tertinggi 0,880. Nilai Cronbach Alpha 0,965. Ini berarti nilai r hitung> r tabel (0,361). Dapat disimpulkan bahwa pertanyaan tentang motif ekonomi valid dan reliabel.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel

Variabel dibedakan menjadi 2 yaitu variabel Independen dan variabel Dependen.

1. Variabel Independen adalah motif ekonomi dan pengetahuan.

2. Variabel Dependen adalah penggunaan formalin dan boraks dalam pangan siap saji (bakso).


(58)

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Penggunaan formalin dan boraks dalam pangan siap saji (bakso) adalah :

a. Ditemukan positif mengandung boraks dalam bakso yang ditandai dengan nyala hijau pada uji kualitatif yang dilakukan.

b. Ditemukan positif mengandung formalin dalam bakso yang ditandai dengan warna ungu muda sampai ungu tua pada uji kualitatif yang dilakukan.

2. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh penjual bakso mengenai formalin dan boraks.

3. Motif ekonomi tidak baik adalah penggunaan formalin dan boraks pada bakso oleh pedagang dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang besar

4. Motif ekonomi baik adalah tidak menggunakan formalin dan boraks pada bakso oleh pedagang dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang besar

5. Formalin adalah bahan tambahan makanan yang dilarang, digunakan oleh pedagang dengan maksud untuk menambah daya tahan bakso.

6. Boraks adalah bahan tambahan makanan yang dilarang, digunakan oleh pedagang dengan maksud untuk mengenyalkan bakso dan membuat bentuk bakso lebih bagus.

3.6. Metode Pengukuran

Metode Pengukuran dalam penelitian ini : 1. Variabel Dependen


(59)

Untuk mengukur variabel penggunaan formalin dan boraks dalam pangan siap saji (bakso) digunakan skala ukur ordinal, dan dikategorikan menjadi baik dan tidak baik. Untuk menentukan skala pengukuran dengan kategori baik dan tidak baik dilakukan uji laboratorium terhadap bakso,dengan kriteria:

Baik : (-) Negatif formalin atau boraks.

Tidak baik : (+) Positif formalin atau boraks .

2. Variabel Independen a. Variabel motif ekonomi

Untuk mengukur variabel motif ekonomi digunakan skala ukur ordinal menggunakan skala Likert, jika menjawab sangat tidak setuju skor 5, tidak setuju skor 4, kurang setuju skor 3, setuju skor 2, sangat setuju skor 1. Total skor dikategori menjadi 2 yaitu baik dan buruk. Untuk menentukan skala pengukuran dengan kategori baik dan buruk digunakan pembobotan jumlah pertanyaan yang diajukan sebanyak 10 (sepuluh) dikalikan dengan jumlah skor tertinggi, dengan total skor 50 (lima puluh) dengan kriteria :

1. Baik, apabila jawaban responden memiliki total skor ≥ 25 atau ≥ 50% dari 10 (sepuluh) pertanyaan yang diajukan.

2. Tidak baik, apabila jawaban responden memiliki total skor < 24 atau < 49% dari 10 (sepuluh) pertanyaan yang diajukan.


(60)

b. Variabel Pengetahuan

Untuk mengukur variabel motif pengetahuan digunakan skala ukur ordinal dengan 2 kategori yaitu tinggi dan rendah. Untuk menentukan skala pengukuran dengan kategori tinggi dan rendah digunakan sistem skor atau pembobotan jumlah pertanyaan yang diajukan sebanyak 10 (sepuluh) pertanyaan dengan total skor 10 (sepuluh) dengan kriteria :

1. Jawaban benar, diberi skor 1 2. Jawaban salah, diberi skor 0

Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam 2 kategori, yaitu :

3. Tinggi, apabila jawaban responden memiliki total skor ≥ 5 atau ≥ 50% menjawab benar dari 10 (sepuluh) pertanyaan yang diajukan.

4. Rendah, apabila jawaban responden memiliki total skor < 5 atau < 49% menjawab benar dari 10 (sepuluh) pertanyaan yang diajukan.

3.7. Metode Analisis data

Analisa data dilakukan dengan 3 tahapan yaitu:

1. Analisis deskriptif univariat untuk melihat gambaran distribusi frekwensi dari masing-masing variabel independen dan dependen.

2. Analisis bivariat untuk melihat hubungan antara kedua variabel independen dan variabel dependen. Uji statistik yang digunakan adalah Chi-Square.


(61)

3. Analisis multivariat untuk melihat berapa peluang dari variabel independen (pengetahuan dan motif ekonomi) terhadap variabel dependen (penggunaan formalin dan boraks dalam bakso).

Uji statistik yang digunakan adalah uji regresi logistik. Probability = 1 / [ (1 + exp (b0 + b1 x1 + b2x2 +…) ]


(62)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskriptif Wilayah Penelitian 4.1.1. Kecamatan Medan Tuntungan

Kecamatan Medan Tuntungan merupakan salah satu kecamatan yang terletak di kota Medan. Secara geografis Kecamatan medan Tuntungan terletak di daerah paling hulu dari Kota Medan. Adapun batas-batas wilayah administratif sebagai berikut:

1. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang 4. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang

Luas wilayah 20.68 Km2 dengan jumlah penduduk 72.325 jiwa, jumlah Kepala Keluarga 27.511. Jumlah Kelurahan terdiri dari 9 Kelurahan yang terdiri dari Kelurahan Tj.Slamat, Kelurahan Simpang Selayang, Kelurahan Namogajah, Kelurahan Kemenangan Tani, Kelurahan Laucih, Kelurahan Sidomulyo, Kelurahan Ban ladang Bambu, Kelurahan Simalingkar dan Kelurahan Mangga


(63)

4.1.2. Kecamatan Medan Denai

Kecamatan Medan Denai merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kota Medan. Secara geografis Kecamatan Medan Denai terletak di tengah Kota Medan. Adapun batas-batas wilayah administratif sebagai berikut:

1. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Kota 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Amplas 4. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Tembung

Luas wilayah 9.827 Km2 dengan jumlah penduduk 179.118 jiwa, jumlah Kepala Keluarga 153.521. Jumlah Kelurahan terdiri dari 6 Kelurahan yang terdiri dari Kelurahan Tegal Sari Mandala I, Kelurahan Tegal Sari mandala II, Kelurahan Tegal Sari Mandala Tiga, Kelurahan Denai, Kelurahan Binjai, dan Kelurahan Menteng.

4.2. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah penjual bakso di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai yang berjualan di pinggir jalan besar dengan kreteria


(64)

mempunyai tempat yang permanen. Adapun karakteristik responden dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Menurut Umur, Pendidikan dan Pendapatan di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai

No Karakteristik

Jumlah (n)

Persentase (%)

1 Umur

- < 20 Tahun - 20-30 Tahun - >30 Tahun

15 12 13 37,5 30,0 32,5

Total 40 100

2 Pendidikan

- SD - SMP - SLTA 17 13 10 42,5 32,5 25,5

Total 40 100

3 Pendapatan

- < Rp. 1000.000 - ≥ Rp. 1000.000

27 13

67,5 32,5


(65)

Dari tabel 4.1 di atas dapat digambarkan bahwa sebagian besar responden dengan kelompok umur < 20 tahun sebanyak 15 orang atau (37,5%), sedang sebagian lagi dengan kelompok umur 20 -30 tahun sebanyak 12 orang atau (30,0%) dan kelompok umur > 30 tahun sebanyak 13 orang atau (32,5%).

Tingkat pendidikan responden sebagian besar tamat SD sebanyak 17 orang atau (42,5%), disusul tamat SMP sebanyak 13 orang atau (32,5) dan tamat SLTA sebanyak 10 orang atau (25,0%). Tingkat pendapatan responden sebagian besar kurang dari Rp.1000.000 sebanyak 27 orang (67,5%) dan lebih besar sama dengan Rp.1000.000 sebanyak 13 orang (32,5%)

4.3. Analisis Univariat

Analisis univariat untuk menjelaskan distribusi frekuensi dari variabel independen yaitu pengetahuan dan motif ekonomi serta variabel dependen yaitu penggunaan formalin dan boraks dalam bakso di Kecamatan Medan Tuntungan dan Kecamatan Medan Denai.

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan dalam Penggunaan Formalin dan Boraks pada Bakso di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai


(66)

(n) (%) 1 2 Rendah Tinggi 24 16 60 40

Total 40 100

Dari tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa respoden yang pengetahuannya tinggi tentang penggunaan formalin dan boraks dalam bakso sebanyak 16 orang atau (40%) dan sebagian besar pengetahuannya rendah yaitu sebanyak 24 orang atau (60%).

Tabel 4.3. Distribusi Responden Frekuensi Menurut Motif Ekonomi dalam Penggunaan Formalin dan Boraks pada Bakso di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai

No Motif Ekonomi Jumlah

(n) Persentase (%) 1 2 Tidak baik Baik 26 14 65 35

Total 40 100

Dari tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa respoden yang menggunakan formalin dan boraks dalam bakso karena motif ekonomi yang baik sebanyak 14 orang atau (35%) , Sebagian besar memiliki motif ekonomi yang tidak baik yaitu sebanyak


(67)

26 orang atau (65%), artinya mereka melakukan penambahan boraks dan formalin ke dalam bakso karena untuk mendapatkan keuntungan besar.

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden dalam Penggunaan Formalin pada Bakso di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai

No Formalin Jumlah

(n) Persentase (%) 1 2 Positif Negatif 23 17 57,5 42,5

Total 40 100

Dari tabel 4.4 diatas menunjukkan dari 40 orang responden sebagian besar menggunakan formalin pada bakso dengan hasil positif sebanyak 23 orang atau (57,5%) dan dengan hasil negatif sebanyak 17 orang atau (42,5%).

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden dalam Penggunaan Boraks pada Bakso di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai

No Boraks Jumlah

(n) Persentase (%) 1 2 Positif Negatif 22 18 55,0 45,0

Total 40 100

Dari tabel 4.5 diatas menunjukkan dari 40 orang responden sebagian besar menggunakan boraks pada bakso dengan hasil positif sebanyak 22 orang atau (55,0%) dan dengan hasil negatif sebanyak 18 orang atau (45,0%).


(68)

4.4. Analisis Bivariat

Analisis bivariat di lakukan untuk melihat hubungan antara kedua variabel independen dan dependen. Uji yang di lakukan dengan menggunakan uji Chi-Square di mana hasil uji dikatakan bermakna apabila nilai p<0,05. Hasil uji dapat di lihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.6. Hubungan Pengetahuan dengan Penggunaan Formalin pada Bakso di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai

No Pengetahuan

Penggunaan Formalin

Total P OR CI (95%) Positif Negatif

n % n % n %

1 Rendah 18 75 6 25 24 100

0,016 6,600 1,62-26,8 2 Tinggi 5 31,3 11 68,8 16 100

Jumlah 23 57,5 17 42,5 40 100

Berdasarkan tabel 4.6 diatas ternyata ada 6 dari 24 responden atau (25%) yang memiliki pengetahuan rendah yang tidak menggunakan formalin. Sedangkan diantara pengetahuan baik ada 11 dari 16 responden yang tidak menggunakan formalin. Hasil uji Chi Square memberikan nilai p = 0,016 (p=0,016<0,05) ini berarti ada hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan formalin. Dari hasil uji statistik terlihat bahwa nilai OR 6,6 (95% CI 1,62-26,8) artinya responden yang memiliki pengetahuan tidak baik mempunyai peluang 6,6 kali untuk menggunakan formalin dengan rentang antara 1.


(69)

Tabel 4.7. Hubungan Pengetahuan dengan Penggunaan Boraks pada Bakso di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai

No Pengetahuan

Penggunaan Boraks

Total P OR CI (95%) Positif Negatif

n % n % n %

1 Rendah 17 70,8 7 29,2 24 100

0,032

5,343 1,35-21,14 2 Tinggi 5 31,3 11 68,8 16 100

Jumlah 22 55,0 18 45,0 40 100

Berdasarkan tabel 4.7 diatas ternyata ada 7 dari 24 responden atau (29,2%) yang memiliki pengetahuan rendah yang tidak menggunakan boraks. Sedangkan diantara pengetahuan tinggi ada 11 dari 16 responden yang tidak menggunakan boraks. Hasil uji Chi Square memberikan nilai p = 0,032 (p=0,032<0,05) ini berarti ada hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan boraks. Dari hasil uji statistik terlihat bahwa nilai OR 5,34 (95% CI 1,35-21,14) artinya responden yang memiliki pengetahuan rendah mempunyai peluang 5,3 kali untuk menggunakan boraks dengan rentang antara 1,35 sampai 21,14.

Tabel 4.8. Hubungan Motif Ekonomi dengan Penggunaan Formalin pada Bakso di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai


(70)

No Motif Ekonomi

Penggunaan Formalin

P OR CI (95%) Positif Negatif Total

n % n % n %

1 Tidak baik 19 73,1 7 26,9 26 100

0,017 6,78 1,59-28,86 2 Baik 4 28,6 10 71,4 14 100

Jumlah 23 57,5 17 42,5 40 100

Berdasarkan tabel 4.8 diatas ternyata ada 7 dari 26 responden atau (26,9%) yang mempunyai motif ekonomi tidak baik yang tidak menggunakan formalin. Sedangkan diantara motif ekonomi baik ada 10 dari 14 responden yang tidak menggunakan formalin. Hasil uji Chi Square memberikan nilai p =0,017 (p=0,017<0,05), ini berarti ada hubungan antara motif ekonomi dengan penggunaan formalin. Dari hasil uji statistik terlihat bahwa nilai OR 6,8 (95% CI 1,59-28,6) artinya responden yang memiliki motif ekonomi tidak baik mempunyai 6,8 kali untuk menggunakan formalin dengan rentang antara 1,59 sampai 28,6.

Tabel 4.9. Hubungan Motif Ekonomi dengan Penggunaan Boraks pada Bakso di Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Denai

No Motif Ekonomi

Penggunaan Boraks

P OR CI (95%) Positif Negatif Total

n % n % n %

1 Tidak baik 18 69,2 8 30,8 26 100

0,033 5,62 1,35-2 Baik 4 28,6 10 71,4 14 100


(71)

23,45

Jumlah 22 55,0 18 45,0 40 100

Berdasarkan tabel 4.9 diatas ternyata ada 8 dari 26 responden atau (30,8%) yang mempunyai motif ekonomi tidak baik yang tidak menggunakan boraks. Sedangkan diantara motif ekonomi baik ada 10 dari 14 responden yang tidak menggunakan boraks. Hasil uji Chi Square memberikan nilai p =0,033 (p=0,033<0,05), ini berarti ada hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan boraks. Dari hasil uji statistik terlihat bahwa nilai OR 5,62 (95% CI 1,35-23,45) artinya responden yang memiliki motif ekonomi tidak baik mempunyai 5,62 kali untuk menggunakan boraks dengan rentang antara 1,35 sampai 23,45.

4.5. Analisis Multivariat 4.5.1. Uji Regresi Logistik

Analisis ini dilakukan untuk melihat hubungan variabel independen dengan variabel dependen secara bersama-sama dengan menggunakan uji regresi logistik ganda (multiple logistic regression) untuk mencari faktor-faktor dominan terhadap penggunaan formalin dan borak dengan melalui langkah yaitu :

1. Melakukan analisa pada model deskriptif pada setiap variabel dengan tujuan untuk mengestimasi peranan variabel masing-masing.


(72)

2. Melakukan pemilihan variabel yang potensial dimasukkan dalam model. Variabel yang dipilih atau dianggap signifikan yaitu variabel yang mempunyai nilai p kurang dari 0,25 (p < 0,25).

3. Setelah diidentifikasi variabel yang signifikan, selanjutnya dilakukan pengujian secara bersama-sama dengan metode enter untuk mengidentifikasi faktor paling dominan yang berpengaruh terhadap penggunaan formalin dan borak dengan nilai p < 0,05 dan dimasukkan dalam model persamaan regresi logistik berganda.

Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel yang diduga berpengaruh terhadap penggunaan formalin dan borak yaitu pengetahuan dan motif ekonomi. Tahap selanjutnya kedua variabel ini dimasukkan sebagai kandidat untuk dilakukan analisis multivariat.

Analisis multivariat bertujuan untuk mendapatkan model yang terbaik dalam menentukan variabel dominan yang berpengaruh terhadap penggunaan formalin dan borak. Dalam pemodelan ini semua variabel yang memiliki nilai p > 0,25 akan dikeluarkan secara bertahap (backward selection) seperti pada Tabel 4.19 berikut ini

Tabel 4.10. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda untuk Identifikasi Variabel yang Akan Masuk Dalam Model Penggunaan Formalin


(73)

B Exp(B) P Value Ket

Step 1a Pengetahuan 1.271 3.566 0.024

Motif 1.258 3.517 0.140 Dikeluarkan

dari model

Konstanta -1.237 .290 0.059

Sumber : Lampiran 5

Setelah dikeluarkan, variabel dengan nilai p < 0,05 secara bertahap, maka didapatkan 1 variabel yang akan masuk sebagai kandidat model yaitu pengetahuan.

Secara keseluruhan model ini dapat memprediksi besarnya pengaruh pengetahuan dan motif ekonomi terhadap penggunaan formalin sebesar 70,0% (overall percentage 70,0%) sedangkan 30,0% dipengaruhi oleh faktor lainnya. Variabel pengetahuan di peroleh nilai p = 0,024 < 0,05 dan motif ekonomi diperoleh nilai p = 0,140 > 0,05. Hal ini berarti bahwa variabel pengetahuan berpengaruh terhadap penggunaan formalin. Adapun persamaan regresi logistik yang diperoleh dengan fit model sebagai berikut :

Penggunaan formalin = - 1,237(constanta) + 1,271 (pengetahuan) + 1,258 (motif ekonomi)

Persamaan regresi logistik tersebut diperoleh nilai eksp (B) untuk pengetahuan sebesar 3,566, dengan p value 0,024, sedangkan nilai eksp (B) untuk motif ekonomi


(74)

sebesar 3,517 dengan p value 0,140. Hal ini berarti bahwa pengetahuan berpeluang 3,56 kali terhadap penggunaan formalin.

Tabel 4.11. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda untuk Identifikasi Variabel yang Akan Masuk Dalam Model Penggunaan Boraks

B Exp(B) P Value Ket

Step 1a Pengetahuan 1.104 5.316 0.047

Motif 1.139 3.122 0.179 Dikeluarkan

dari model

Konstanta -1.191 .304 0.066

Sumber : Lampiran 5

Setelah dikeluarkan variabel dengan nilai p < 0,05 secara bertahap, maka didapatkan 1 variabel yang akan masuk sebagai kandidat model yaitu pengetahuan.

Secara keseluruhan model ini dapat memprediksi besarnya pengaruh pengetahuan dan motif ekonomi terhadap penggunaan boraks sebesar 72,5% (overall percentage 72,5%) sedangkan 27,5% dipengaruhi oleh faktor lainnya. Variabel pengetahuan diperoleh nilai p = 0,047 < 0,05 dan variabel motif ekonomi diperoleh nilai p = 0,179 > 0,05. Hal ini berarti bahwa variabel pengetahuan sangat berpengaruh


(75)

terhadap penggunaan borak. Adapun persamaan regresi logistik yang diperoleh dengan fit model sebagai berikut :

Penggunaan borak = - 1,191 (constanta) + 1,104 (pengetahuan) + 1,139 (motif ekonomi)

Persamaan regresi logistik tersebut diperoleh nilai eksp (B) untuk pengetahuan sebesar 5,316, dengan p value 0,047, sedangkan nilai eksp (B) untuk motif ekonomi sebesar 3,122 dengan p value 0,179. Hal ini berarti bahwa pengetahuan berpeluang 5,3 kali terhadap penggunaan boraks.


(1)

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 47.045a .181 .243

a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than ,001.

Classification Tablea

Observed

Predicted

borak

Percentage Correct Negatif Positif

Step 1 borak Negatif 13 5 72.2

Positif 6 16 72.7

Overall Percentage 72.5

a. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)


(2)

Lampiran 6. Dokumentasi Hasil Penelitian

Gambar 1. Hasil Uji Positif Formalin pada Bakso


(3)

(4)

Gambar 3. Bahan Tambahan Pangan yang Mengandung Boraks.

Gambar 4. Bahan Tambahan Pangan yang Mengandung Boraks.


(5)

(6)

Gambar 6. Bahan Tambahan Pangan yang Mengandung Formalin