BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Penggunaan Formalin dan Boraks
dalam Bakso
Pengetahuan dalam penelitian ini adalah sejauh mana responden mengetahui segala sesuatu tentang formalin dan boraks, termasuk penyalahgunaan dan bahaya
formalin dan boraks. Hasil statistik dengan uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan antara
pengetahuan dengan penggunaan formalin dengan nilai p = 0,016 p 0,05. Dari hasil analisis multivariat ternyata pengetahuan memberikan pengaruh
paling besar terhadap penggunaan formalin. Besarnya pengaruh tersebut dapat diprediksi bahwa responden yang memiliki pengetahuan rendah berpeluang 3,56 kali
terhadap penggunaan formalin dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan tinggi.
Hasil statistik juga menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan boraks dengan nilai p=0,0320,05.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil analisis multivariat ternyata pengetahuan memberikan pengaruh paling besar terhadap penggunaan boraks. Besarnya pengaruh tersebut dapat
diprediksi bahwa responden yang memiliki pengetahuan rendah berpeluang 5,3 kali terhadap penggunaan boraks dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan
tinggi. Menurut Robert Kwick 1974, perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu
organisme yang dapat diamati dan dipelajari. Dalam proses pembentukan dan atau perubahan, perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam
individu itu sendiri. Faktor tersebut antara lain : pengetahuan. Penyalahgunaan pemakaian formalin dan boraks dalam mie bakso merupakan perilaku yang
menyimpang, hal ini dikarenakan pengetahuan yang buruk atau kurangnya pengetahuan dari pedagang bakso. Ketidaktahuan mereka akan bahaya formalin dan
boraks jika digunakan dalam bakso inilah yang menyebabkan pedagang tersebut menggunakannya dalam bakso yang mereka buat. Sejalan dengan hasil penelitian
yaitu dari 24 responden yang memiliki pengetahuan yang rendah, ada 18 responden yang menggunakan formalin, dan 17 responden yang menggunakan boraks, dengan
kata lain pengetahuan yang rendah menyebabkan pedagang bakso menggunakan formalin dan boraks.
Jika dilihat dari sudut ada atau tidaknya perbedaan antara responden yang bepengetahuan tinggi dan rendah hal ini disebabkan karena responden yang
berpengetahuan tinggi dan berpengetahuan rendah tidak perduli terhadap efek bahaya
Universitas Sumatera Utara
yang disebabkan oleh penggunaan formalin dan boraks dalam bakso. Hal ini dapat terlihat dari hasil penelitian bahwa sebagian besar responden sudah pernah
mendengar formalin dan boraks. Sesuai dengan teori Mar’at 1981 yang mengatakan bahwa manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan
kelangsungan hidupnya, dalam hal ini pengetahuan yang dimiliki oleh responden sudah menjadi kebiasaan untuk menggunakan formalin dan boraks pada bakso untuk
memenuhi kebutuhan finansialnya dalam melakukan usaha. Dari hasil peneltian dapat dilihat bahwa pengetahuan yang rendah lebih dominan dalam menggunakan formalin
dan boraks dalam bakso. Tingkat pendidikan penjual bakso pada penelitian ini sebagian besar SD
42,5, dan SMP 32,5, sehingga secara umum terlihat hampir seluruh pedagang bakso berpendidikan rendah. Peneliti berasumsi bahwa pendidikan pedagang bakso
juga memengaruhi pengetahuannya tentang bahaya formalin dan boraks. Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo 2003, pendidikan adalah suatu usaha untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah, serta berlangsung seumur hidup. Pendidikan memengaruhi proses belajar, makin tinggi
pendidikan seseorang, semakin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan
informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang diperoleh, semakin banyak pula pengetahuan
yang didapat. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan, diharapkan
Universitas Sumatera Utara
seseorang dengan pendidikan tinggi akan semakin luas pula pengetahuannya. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal, akan tetapi
juga dapat diperoleh dari pendidikan non formal, seperti penyuluhan. Dalam penelitian ini berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa umumnya pedagang
bakso belum pernah mendapatkan penyuluhan secara khusus mengenai formalin dan boraks oleh dinas kesehatan ataupun instansi lain yang terkait, sehingga kebanyakan
pedagang tidak mengetahui bahaya dari bahan berbahaya tersebut jika digunakan dalam makanan, bahkan tidak jarang dari mereka yang sama sekali tidak tahu bahwa
formalin dan bleng sebenarnya tidak diperbolehkan ditambahkan dalam makanan. Dari hasil penelitian ini juga ditemukan bahwa pedagang yang memiliki
pengetahuan yang tinggi masih saja menggunakan formalin dan boraks dalam bakso. Pada saat wawancara, pedagang mengakui tidak pernah menambahkan formalin dan
boraks. Setelah wawancara yang mendalam, peneliti menemukan bahwa pedagang menggunakan bahan tambahan pangan yang dijual bebas di pasaran dan memiliki ijin
edar. Setelah peneliti menguji di laboratorium, ternyata ditemukan bahwa bahan tambahan pangan yang biasa mereka gunakan dalam bakso ternyata mengandung
formalin dan boraks gambar terlampir.
5.2. Pengaruh Motif Ekonomi terhadap Penggunaan Formalin dan Boraks