Prosedur Pengangkatan Anak menurut Staatsblad 1917 No.129

b Pemeriksaan terhadap saksi-saksi paling sedikit dua orang yang mengenal pribadi maupun keadaaan orang tua yang mengangkat anak dan orang tua dari anak yang diangkat. c Pemeriksaan terhadap pemohon d Penetapan hakim pengesahan pengangkatan anak. c. Pengangkatan anak yang tidak diketahui asal usul orang tua kandung dari calon anak angkat. 1 Adanya surat permohonan pengangkatan anak yang dibuat dan ditanda tangani pemohon sendiri atau melalui kuasanya, dengan melampirkan syarat- syarat dan surat surat bukti, antara lain ; a Foto copy Surat Keterangan kelahiran anak yang dikeluarkan oleh Rumah Bersalin atau Surat Keterangan Kelahiran anak yang dikeluarkan oleh Yayasan Panti Asuhan tempat asal si anak. b Foto copy Kartu Keluarga Akta Perkawinan pemohon. c Foto copy Kartu Tanda Penduduk pemohon d Foto copy Surat Keterangan Penyerahan anak yang dikeluarkan oleh Rumah BersalinYayasan Panti Asuhan dengan disaksikan oleh 2 dua orang saksi, dan diketahui oleh Kepala Kelurahan Camat tempat tinggal orang tua yang mengangkat anak 2 Proses Pemeriksaan dipersidangan pada had yang telah ditetapkan, yaitu ; a Hakim membacakan surat-surat yang berkaitan dan meneliti foto copy surat-surat yang dilegalisir dan diberi meterai secukupnya. b Pemeriksaan terhadap saksi-saksi paling sedikit dua orang yang mengenal pribadi maupun keadaaan orang tua yang mengangkat anak dan anak yang diangkat. c Pemeriksaan terhadap Pemohon d Penetapan Hakim mengesahan pengangkatan anak.

B. Prosedur Pengangkatan Anak menurut Staatsblad 1917 No.129

Sebagaimana telah dikemukakan dalam Pasal 5 Staatsblad 1917 Nomor 129 bahwa yang boleh mengadopsi adalah seorang laki beristeri atau telah pernah beristri tak mempunyai keturunan laki-laki yang sah dalam garis laki-laki, baik keturunan karena kelahiran maupun keturunan karena pengangkatan anak, maka bolehlah ia mengangkat seorang anak laki-laki sebagai anaknya. Ketentuan ini hendak menyatakan bahwa pengangkatan anak hanya boleh dilakukan terhadap anak laki- laki, pengangkatan anak terhadap anak perempuan tidak sah. Dari ketentuan di atas, maka yang boleh mengangkat anak adalah sepasang suami isteri yang tidak mempunyai anak laki-laki, seorang duda yang tak mempunyai anak laki-laki ataupun seorang janda yang juga tidak mempunyai anak laki-laki, asal saja janda yang bersangkutan tidak ditinggalkan berupa amanah, yaitu berupa surat wasiat dari suaminya yang menyatakan tidak menghendaki pengangkatan anak. Di sini tidak diatur secara konkrit mengenai batasan usia dan orang yang belum berkawin untuk mengangkat anak. Erwansyah: Kewarisan Anak Angkat Menurut Kompilasi Hukum Islam KHI Dan Staatsblad 1917 No. 129 Penelitian Pada Pengadilan Agama Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 Dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Staatsblad 1917 No. 129 yang boleh diangkat hanyalah orang-orang Tionghoa laki-laki yang tidak beristeri dan tidak beranak, serta yang tidak telah diangkat oleh orang lain. Orang yang diangkat harus paling sedikitnya 18 tahun lebih muda daripada suami dan paling sedikitnya pula 15 tahun lebih muda daripada si isteri atau si janda yang mengangkatnya. Apabila yang diangkat itu seorang keluarga sedarah, baik yang sah maupun yang kelurga luar kawin, maka keluarga tadi karena angkatannya terhadap moyang kedua belah pihak bersama, harus memperoleh derajat keturunan yang sama pula dengan derajat keturunannya, sebelum ia diangkat. Selanjutnya, tata cara pengangkatan anak itu diatur dalam Pasal 8 sampai Pasal 10 Staatsblad 1917 Nomor 129, di mana pada Pasal 8 disebutkan: 1 Persetujuan dari orang atau orang-orang yang melakukan adopsi. 2 a. apabila, yang diadopsi itu seorang anak yang sah, persetujuan dari orang tuanya, atau kalau salah seorang dari antaranya telah meninggal lebih dahulu persetujuan dari orang yang hidup lebih lama, kecuali dalam hal ibu telah beralih ke perkawinan baru; dalam hal ini, seperti halnya kalau kedua orangtuanya telah meninggal; untuk adopsi seorang yang di bawah umur disyaratkan persetujuan dari walinya dan dari Balai Harta Peninggalan. b. apabila yang diadopsi itu seorang anak luar kawin, persetujuan dari kedua orang tuanya, kalau ia diakui keduanya, atau kalau salah seoranga dari antaranya telah meninggal lebih dahulu, persetujuan dari antaranya telah meninggal lebih dahulu, persetujuan dari orang yang hidup lebih lama, atau kalau ia diakui oleh seorang dari mereka persetujuan dari yang mengakui; jika sama sekali tidak ada yang mengakui atau kedua orang tua yang mengakui telah meninggal dunia, maka untuk adopsi seorang yang bawah umur disyaratkan persetujuan dari walinya dan dari Balai Harta Peninggalan. 3 Persetujuan dari orang yang akan diadopsi, jika ia telah mencapai lima belas tahun. 4 Jika adopsi dilakukan oleh seorang janda seperti dimaksud dalam pasal 5 ayat 3, persetujuan dari saudara-saudara laki-lakinya yang telah dewasa dan dari ayah suaminya yang telah meninggal, dan apabila mereka ini tidak ada atau tidak tinggal di Indonesia, persetujuan dari dua anggota keluarga laki-laki yang telah dewasa yang tinggal di Indonesia dari pihak ayah dari suami yang telah meninggal sampai dengan derajat keempat. Kemudian dalam Pasal 10 Staatsblad 1917 No.129, dinyatakan: 1 Adopsi hanya dapat dilakukan dengan akta Notaris 2 Pihak-pihak harus menghadap sendiri di depan Notaris atau melalui seorang wakil khusus yang dikuasakan dengan akta Notaris. 3 Orang-orang yang dimaksud dengan nomor 4 pasal 8, kecuali siapapun dari mereka yang sebagai ayah atau wali menyerahkan anak untuk adopsi dapat secara bersama-sama atau masing-masing memberi persetujuannya, tentang hal mana harus dinyatakan dalam akta pengangkatan. Erwansyah: Kewarisan Anak Angkat Menurut Kompilasi Hukum Islam KHI Dan Staatsblad 1917 No. 129 Penelitian Pada Pengadilan Agama Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 4 Setiap yang berkepentingan dapat menuntut agar tentang adopsi dicatat pada tepi akta kelahiran dari orang yang diadopsi. 5 Namun tidak adanya suatu catatan tentang adopsi pada tepi suatu akta kelahiran, tidak dapat digunakan sebagai senjata terhadap anak yang diangkat, untuk akhirnya menyangkal pengangkatannya. Pasal 10 ayat 1 Staatsblad 1917 No.129 tersebut menegaskan adopsi hanya dapat dilakukan dengan akta Notaris. Penyimpangan dari pasal 10 ayat 1 ini, adalah batal karena hukum sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 15 ayat 2, yaitu: adopsi terhadap anak-anak perempuan dan adopsi dengan cara lain dari pada akta Notaris adalah batal karena hukum. Pasal di atas tidak sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat Indonesia asli, karena itu harus dihapuskan atau dinyatakan tidak berlaku lagi, sebagaimana yang dikemukakan Retnowulan Sutantio, pada prinsipnya dapat disetujui bahwa pengaturan tentang pengangkatan anak, hendaknya didasarkan kepada hukum adat. 78 Selanjutnya Komar Andasasminta, memberi jalan tengah sebagai berikut: kata-kata “dengan akta Notaris”, lebih baik diusulkan diganti “dengan akta authentik”. Jadi tidak harus selalu dengan akta Notaris. 79 Akta authentik adalah bukti yang sempurna di depan Hakim, kemudian untuk pengamanan lebih lanjut, minta Penetapan kepada Pengadilan Negeri setempat. Kalau hal ini dibandingkan dengan adopsi Internasional, maka tidak disyaratkan adanya akta Notaris, tetapi cukup melalui Penetapan Pengadilan Negeri saja. Namun, sekarang ini tidak lagi memperhatikan Staatsblad tersebut di atas dalam menyelesaikan sengketa anak adopsi. Fokus perhatian pengadilan Indonesia adalah adopsi demi kepentingan kesejahteraan anak. Pertimbangan ini bermula dari putusan Pengadilan Negeri Jakarta tanggal 17 Oktober 1963 yang kemudian menjadi Yurisprudensi tetap. Sejalan dengan Yurisprudensi tersebut UU Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Dalam salah satu pasal dari UU tersebut dikatakan bahwa pengangkatan anak demi kepentingan kesejatheraan anak yang diadopsidiangkat. Berkaitan dengan aturan-aturan tersebut, para Notaris Indonesia kiranya tidak perlu lagi memperhatikan ketentuan dalam Staatsblad tersebut di atas dalam menentukan ahli waris terhadap seseorang yang telah meninggal dunia. Andaikata masih ada notaris yang berani menggunakannya, kiranya tidak perlu kaget kalau akta pemisahan dan pembagian harta peninggalan yang telah dibuat dibatalkan oleh pengadilan jika ternyata ada sengketa. 80 Adapun prosedur pengangkatan anak adalah: 81 78 Ny. Retnowulan Sutantio, dalam Djaja S. Meliala, Pengangkatan Anak Adopsi di Indonesia, Bandung: Tarsito, 1982, hal. 17. 79 Ibid., hal. 17. 80 Anisitus Amanat, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata BW, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000, hal. 28. 81 Departemen Sosial RI, Program Pengangkatan Anak Department of Social Affairs Child Adoption Program, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak Departemen Sosial, Jakarta, hal. 23-26. Erwansyah: Kewarisan Anak Angkat Menurut Kompilasi Hukum Islam KHI Dan Staatsblad 1917 No. 129 Penelitian Pada Pengadilan Agama Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 1 Permohonan izin diajukan kepada Kanwil Departemen Sosial setempat dengan ketentuan sebagai berikut: a Diajukan secara tertulis di atas kertas bermeterai cukup b Ditandatangani sendiri atau kuasanya sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku c Memenuhi persyaratan sebagai dimaksud dalam SK Menteri Sosial RI No.13HUK1993 sebagai berikut: 1 Calon orang tua angkat a. Berstatus kawin minimal berumur 30 tahun dan maksimal 45 tahun. b. Selisih umur antara calon orang tua angkat dengan anak angkat minimal 20 tahun c. Pada saat mengajukan permohonan pengangkatan anak sudah kawin sekurang-kurangnya 5 tahun terhitung mulai saat bagaimana dicantumkan dalam surat kawin dengan mengutamakan yang keadaannya sebagai berikut: 1 Tidak mungkin mempunyai anak dengan surat keterangan dokter Ahli Kebidanandokter Ahli yang ditunjuk Pemerintah 2 Belum mempunyai anak, atau 3 Mempunyai anak kandung seorang, atau 4 Mempunyai anak angkat seorang, dan tidak mempunyai anak kandung, point 2, 3 dan 4 dibuktikan keterangan tertulis dari LurahKepala Desa setempat dan dilegalisir oleh Camat atau dokumen-dokumen lainnya yang dianggap sah. 5 Dalam keadaan mampu ekonomi berdasarkan surat keterangan serendah-rendahnya LurahKepala Desa setempat. 6 Berkelakuan baik berdasarkan surat keterangan Kepolisian RI. 7 Dalam keadaan sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat keterangan Dokter Pemerintah. 8 Mengajukan pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak semata- mata untuk kepentingan kesejahateraan anak. Dalam kesempatan tersebut disebutkan kesanggupan yang bersangkutan untuk: a memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak secara wajar. b Tidak menelantarkan anak c Tidak memperlakukan secara semena-mena. 2 Calon Anak Angkat a. Berumur di bawah 5 tahun b. Akte kenal lahirakte kelahiran c. Berada dalam asuhan Organisasi Sosial d. Calon orang tua angkat diharuskan juga melengkapi surat-surat: 1 Penyerahan dari orang tua yang sahwalinya yang sah kepada calon orang tua angkat. 2 Penyerahan dari Orsos kepada calon orang tua angkat. Erwansyah: Kewarisan Anak Angkat Menurut Kompilasi Hukum Islam KHI Dan Staatsblad 1917 No. 129 Penelitian Pada Pengadilan Agama Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 3 Surat penyerahan dari Suku DinasKandepsos kepada Organsiasi Sosial 4 Surat Keterangan Kepolisian dalam hal adanya keraguan terhadap latar belakangdata-data mengenai anak tersebut. 2 Permohonan tersebut harus dilampiri surat-surat sebagai berikut: a Surat permohonan izin pengangkatan anak dari yang bersangkutan di atas kertas bermeterai asli b Surat kelakuan baik dari POLRI Suami-Istri c Surat pernyataan dari calon orang tua angkat mengenai motif pengangkatan anak di atas kertas bermeterai Rp. 6.000,00. d Fotocopy surat nikah dan surat lahir calon orang tua angkat. e Surat keterangan dokter kandungan tentang keadaan calon Ibu angkat yang menyatakan: 1 Tidak mungkin punya anak; 2 Tidak mungkin mempunyai anak lagi. f Surat keterangan sehat dari dokter Pemerintah Suami-Istri g Surat keterangan penghasilan dari tempat calon orang tua angkat bekerja h Surat keterangan persetujuan pengangkatan anak dari keluarga suami-istri i Fotocopy surat akte kelahiranakte kenal lahir calon anak angkat. j Fotocopy surat penyerahan anak dari orang tua kandung kepada Dinas Sosial. k Fotocopy surat penyerahan anak dari Dinas Sosial ke Organisasi Sosial. l Fotocopy surat keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial tentang izin pengasuhan calon anak angkat selama 6 bulan m Laporan sosial tentang calon orang tua angkat maupun anak angkat yang dibuat oleh petugas sosial dari Kantor Wilayah Departemen Sosial setempat. n Foto-foto keluarga calon orang tua angkat dan anak angkat. 3 Tembusan surat permohonan disampaikan kepada Menteri Sosial dan Orsos dimana calon anak angkat tersebut berada beserta fotocopy lampirannya. 4 Kanwil Departemen Sosial setempat dalam mengadakan penelitian atas permohonan tersebut dibantu oleh Tim yang keanggotaannya terdiri dari: a Pemerintah DaerahBiroDinas Sosial b Kepolisian c Kanwil Departemen Kehakiman RI d Kanwil Departemen Kesehatan RI e Kanwil Departemen Agama RI. 5 Kepala Kanwil Departemen Sosial setempat berdasarkan hasil penelitian dalam waktu selambat-lambatnya 3 bulan sejak diterimanya permohonan tersebut memberikan jawaban tertulis. 6 Pemberian surat keputusan izinpenolakan pengangkatan anak dikeluarkan oleh Kepala Kanwil Departemen Sosial. Erwansyah: Kewarisan Anak Angkat Menurut Kompilasi Hukum Islam KHI Dan Staatsblad 1917 No. 129 Penelitian Pada Pengadilan Agama Medan, 2008. USU e-Repository © 2008

III. AKIBAT HUKUM PENGANGKATAN ANAK MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN STAATSBLAD 1917 NO.129