Akibat Hukum Pengangkatan Anak Menurut Kompilasi Hukum Islam KHI

III. AKIBAT HUKUM PENGANGKATAN ANAK MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN STAATSBLAD 1917 NO.129

A. Akibat Hukum Pengangkatan Anak Menurut Kompilasi Hukum Islam KHI

Para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa hukum Islam tidak mengakui lembaga pengangkatan anak yang mempunyai akibat hukum seperti yang pernah dipraktekkan masyarakat jahiliyah; dalam arti terlepasnya ia dari hukum kekerabatan orang tua kandungnya dan masuknya ia ke dalam hukum kekerabatan orang tua angkatnya. Hukum Islam hanya mengakui, bahkan menganjurkan, pengangkatan anak dalam arti pemungutan dan pemeliharaan anak; dalam artian status kekerabatannya tetap berada di luar lingkungan keluarga orang tua angkatnya dan dengan sendirinya tidak mempunyai akibat hukum apa-apa. Ia tetap anak dan kerabat orang tua kandungnya, berikut dengan segala akibat hukumnya. Aspek hukum me-nasab-kan anak angkat kepada orang tua angkatnya, atau yang memutuskan hubungan nasab dengan orang tuanya lalu dimasukkan anak angkat ke dalam klan nasab orang tua angkatnya, adalah yang paling mendapat kritikan dan penilaian merah dari Islam, karena sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, juga oleh Imam Bukhari, Rasulullah pernah menyatakan bahwa: “Tidak seorang-pun yang mengakui membanggakan diri kepada bukan ayah yang sebenarnya, sedang ia mengetahui bahwa ia bukan ayahnya, melainkan ia telah kufur. Dan barang siapa bukan dari kalangan kami kalangan kaum muslimin, dan hendaklah dia menyiapkan sendiri tempatnya dalam api neraka. 82 Al-Imam Al-Lausi juga menyatakan bahwa haram hukumnya bagi orang yang dengan sengaja menisbahkannya kepada yang bukan ayahnya, sebagaimana yang terjadi dan dilakukan oleh masyarakat jahiliyah. Adapun apabila seseorang memanggil seorang anak dengan panggilan anakku “Ibnu” yang menunjukkan kasih sayangnya seseorang kepada anak yang dipanggil tersebut, maka hal itu tidak diharamkan. 83 Unsur kesengajaan me-nasab-kan seseorang kepada seorang ayah yang bukan ayahnya padahal ia mengetahui ayahnya yang sebenarnya, adalah penyebab haramnya perbuatan tersebut, dan hal demikian itu terjadi dalam lembaga pengangkatan anak Tabanni dalam pengertian tidak terbatas. Dalam salah satu haditsnya Rasulullah SAW bahkan mensejajarkan pelakunya sebagai kufur. Dari Abu Dzar r.a. sesungguhnya ia telah mendengar Rasulullah SAW bersabda “Tidaklah seseorang yang mengaku membangsakan diri kepada bukan 82 H. R. Bukhari-Muslim, dari Abi Dzar r.a., bahwasayanya Rasulullah SAW pernah bersabda. 83 Al-Alusi, Ruh Al-Ma’ani, Beirut: Dar Al-Fikr, tt, Jilid 21, hal. 149. dalam H. Ahmad Kamil dan H.M. Fauzan, op. cit, hal. 120. Erwansyah: Kewarisan Anak Angkat Menurut Kompilasi Hukum Islam KHI Dan Staatsblad 1917 No. 129 Penelitian Pada Pengadilan Agama Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 ayah yang sebenarnya, sedangkan ia tahu bahwa ia bukan ayahnya, melainkan ia telah kafir”. 84 Al-Imam Nawawi mengatakan bahwa kafir yang dimaksud dalam hadits tersebut, ada dua penafsiran, yaitu: kafir hakiki bagi yang menghalalkan secara sengaja dan terang-terangan hal tersebut, dan Kufur Ni’mat dan kebaikan, atas hak Allah dan hak ayah kandung anak angkat. Jadi maksudnya bukan kafir yang dapat mengeluarkan seseorang dari agama Islam. 85 Ibnu Hajar Al-Asqalani, mengatakan sebagian ulama berpendapat bahwa sebab-sebab dinisbahkan seseorang kepada kekafiran karena ia telah berbohong kepada Allah SWT, seakan-akan ia mengatakan bahwa ia telah diciptakan dari hasil sperma fulan, padahal bukan begitu. Oleh karena itu, hukum kafir dalam hadits tersebut bukan kafir hakiki yang dapat mengekalkan seseorang di neraka. 86 Ahmad Al-Bari, mengatakan bahwa “Mengambil, dan merawat anak yang terlantar tanpa harus memutus nasab orang tua kandungnya adalah wajib hukumnya, yang menjadi tanggung jawab masyarakat secara kolektif, atas dilaksanakan oleh beberapa orang sebagai kewajiban kifayah. Tetapi hukum dapat berubah jadi Fardhu ‘ain apabila seseorang menemukan anak terlantar atau anak.terbuang di tempat yang sangat membahayakan atas nyawa anak itu. 87 Adapun, dalil-dalil Nash yang berkaitan dengan Pengangkatan Anak, adalah sebagai berikut: a. Anak angkat harus dipanggil dengan ayah kandungnya Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya, dan Dia tidak menjadikan isteri-isterimu yang kamu dzihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu. Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja, dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan yang lurus. 88 Panggillah mereka anak-anak angkat itu dengan memakai nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil pada sisi Allah dan jika tidak mengetahui bapak- bapak mereka, maka panggillah mereka sebagai saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu, dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi yang ada dosanya apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 89 b. Janda anak angkat bukan mahram orang tua angkat. 84 An-Nawawi, Syarah Al-Muslim, Kairo: Dar Al-Rayyan Li Turats, 1987, Jilid I, hal. 53, dalam H. Ahmad Kamil dan H.M. Fauzan, Ibid., hal. 120. 85 Ibid., hal. 121. 86 Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Fathul al-Bary, Kairo: Al-Maktabah Al-Salafiyah, tt, Jilid 12, hal. 58, dalam H. Ahmad Kamil dan H.M. Fauzan, Ibid., hal. 121. 87 Zakaria Ahmad Al-Bari, Ahkam al-Aulad fi al-Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1977, hal.. 35. 88 Departemen Agama R.I. Al-qur’an Dan Terjemahannya, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1984, Q.S. Al-Ahzab, ayat: 4. 89 Ibid., Q.S. Al-Ahzab, ayat: 5. Erwansyah: Kewarisan Anak Angkat Menurut Kompilasi Hukum Islam KHI Dan Staatsblad 1917 No. 129 Penelitian Pada Pengadilan Agama Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 Dan ingatlah, ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu juga telah memberi nikmat kepadanya. Tahanlah terus isterimu dan bertaqwalah kepada Allah, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakanna, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang paling berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya, kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang terhadap isterinya, kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk mengawini isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya dari pada isterinya. Dan adalah ketetapan allah itu pasti terjadi. 90 c. Orang yang memberi harapan hidup kepada orang lain. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka ia seolah- olah memelihara kehidupan manusia seluruhnya. 91 d. Perintah untuk bertolong-tolongan dalam hal kebajikan:. Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketaqwaan. Dan janganlah kamu bertolong-tolongan dalam maksiat dan permusuhan. 92 e. Anjuran memberi makan kepada orang miskin dan anak yatim Dan mereka memberi makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang-orang yang dilawan. 93 f. Anak angkat yang tidak diketahui orang tua kandungnya. Kalau kamu tidak mengetahui ayah-ayah mereka, maka hendaklah kamu memperlakukan mereka sebagai saudara-saudara kamu segama. 94 g. Anak angkat tidak menghijab menggugurkan hak waris orang tua dan saudara kandung atau jauh dari orang tua angkat. Orang yang mempunyai hubungan kerabat itu, sebagainya lebih berhak terhadap sesamanya daripada yang bukan kerabatnya, di dalam Kitab Allah sesungguhnya Allah mengetahui segala sesuatu” 95 h. Islam melarang menasabkan anak angkat dengan ayah angkatnya. Dari Abu Dzar r.a. Bahwasanya ia mendengar Rasulullah SAW bersabd: “Tidak seorangpun yang mengakui membanggakan diri kepada orang yang bukan bapak yang sebenarnya, sedangkan ia mengetahui benar bahwa orang itu bukan ayahnya, melainkan ia telah kufur. Dan barang siapa yang telah melakukan hal itu maka bukan dari golongan kami kalangan kaum muslimin, dan hendaklah dia menyiapkan sendiri tempatnya dalam api neraka HR. Bukhori Muslim. i. Haram membenci ayahnya sendiri Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: 90 Ibid., Q.S. Al-Ahzab, ayat: 37. 91 Ibid., Q.S. Al-Maidah, ayat: 32. 92 Ibid., Q.S. Al-Maidah, ayat: 2. 93 Ibid., Q.S. Al-Maidah, ayat: 8. 94 Ibid., Q.S. Al-Ahzab, ayat: 5. 95 Ibid., Q.S. Al-Anfal, ayat: 75. Erwansyah: Kewarisan Anak Angkat Menurut Kompilasi Hukum Islam KHI Dan Staatsblad 1917 No. 129 Penelitian Pada Pengadilan Agama Medan, 2008. USU e-Repository © 2008 Janganlah kamu membenci ayat-ayatmu, karena barang siapa membenci ayahnya maka ia adalah seorang yang kafir HR. Muslim. j. Seorang anak yang me-nasab-kan dirinya kepada laki-laki lain yang bukan bapaknya, haram baginya surga. Dari Abi Usman ia berkata: Tatkala Zaid dipanggil bahwa ia telah dijadikan anak angkat, maka aku pergi menemui Abuk Bakrah, lalu aku berkata kepadanya: Apa yang kalian lakukan ini? Bahwasanya aku telah mendengar Sa’ad bin Abi Waqqash berkata: Kedua telingaku telah mendengar dari Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa mengakui membangsakan seorang ayah selain ayahnya dalam Islam, sedang ia tahu bahwa itu bukan ayahnya, maka haram baginya surga” HR. Muslim. Dari Abi Usman dari Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abu Bakrah, keduanya masing-masing berkata: Aku mendengarnya dengan kedua telingaku dan hatiku menjaganya, bahwa Muhammad SAW berkata: k. Orang menasabkan dirinya dengan orang yang bukan ayahnya, terla’nat. Barang siapa yang mendakwakan dirinya sebagai anak dari seseorang yang bukan ayahnya maka kepadanya ditimpakan laknat Allah, pada Malaikat dan manusia seluruhnya. Kelak pada hari kiamat Allah tidak menerima darinya amalan- amalannya dan kesaksiannya H.R. Al-Bukhari. l. Ralat terhadap panggilan Zaid bin Muhammad. Sesungguhnya Zaid bin Haritsah adalah maula Rasulullah SAW dan kami memanggilnya dengan Zaid bin Muhammad, sehingga turun ayat: panggillah mereka dengan nama ayah kandungnya, maka itulah yang lebih adil di sisi Allah, lalu Nabi bersabda, “Engkau adalah Zaid bin Haritsah” H.R. Bukhari dan Muslim. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama, maka Pengadilan Agama memiliki kewenangan absolute untuk menerima, memeriksa, dan mengadili perkara permohonan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam. Sebagaimana produk hukum yang dikeluarkan Pengadilan Negeri tentang Pengangkatan Anak yang berbentuk “Penetapan”, maka produk hukum Pengadilan Agama tentang Pengangkatan Anak yang dilakukan berdasarkan hukum Islam juga berbentuk “Penetapan”. Penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam oleh Pengadilan Agama tidak memutuskan hubungan hukum atau hubungan nasab dengan orang tua kandungnya, artinya dalam hukum Islam tidak menjadikan anak angkat itu sebagai anak kandung atau anak yang dipersamakan hak-hak dan kewajibannya seperti anak kandung dari orang tua angkatnya, hubungan hukum antara anak angkat dengan orang tua angkatnya seperti hubungan anak asuh dengan orang tua asuh yang diperluas. Walaupun adanya penetapan Pengadilan Agama dalam pengangkatan anak, tetapi akta kelahiran anak angkat tersebut tidak gugur atau hapus. Jadi, tidak perlu adanya pencatatan anak angkat yang ditetapkan berdasarkan hukum Islam oleh orang tua angkatnya di Kantor Catatan Sipil. Erwansyah: Kewarisan Anak Angkat Menurut Kompilasi Hukum Islam KHI Dan Staatsblad 1917 No. 129 Penelitian Pada Pengadilan Agama Medan, 2008. USU e-Repository © 2008

B. Akibat Hukum Pengangkatan Anak Menurut Staatsblad 1917 No.129