II. PROSEDUR PENGANGKATAN ANAK DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN STAATSBLAD 1917 NO.129
A. Prosedur Pengangkatan Anak menurut Kompilasi Hukum Islam KHI
Salah satu tujuan pengangkatan anak adalah untuk menyalurkan rasa cinta dan kasih sayang yang ada pada dirinya. Adopsi atau pengangkatan anak ditekankan
kepada segi kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan dan memenuhi segala kebutuhannya. Dilihat dari segi keadilan sosial, pengangkatan anak membuka
kesempatan kepada si kaya untuk beramal melalui wasiat dan memberikan hak kepadanya untuk mewasiatkan sebahagian dari harta peninggalannya kepada anak
angkatnya untuk menutupi kebutuhannya di hari depan, sehingga tidak terhalang pendidikan dan penghidupannya, perbuatan seperti ini adalah merupakan pancaran
kecintaan kepada Allah SWT, sebagai satu misi Islam yang sangat utama dalam menegakkan keadilan sosial. Dilihat dari budi pekerti dan sosial, orang yang
melakukan adopsi berarti ia melakukan perbuatan yang sangat baik dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Hal ini relevan bagi orang yang mengambil anak
yang bertujuan memeliharan secara baik-baik dan penuh kasih sayang.
Menurut Hasballah Thaib ada beberapa alasan seseorang untuk melakukan pengangkatan anak diantarannya:
71
a. Untuk menghilangkan rasa kesunyian diri atau kehidupan keluarga dalam suatu rumah tangga yang telah dibina bertahun-tahun tanpa kehadiran seorang anak.
b. Untuk melanjutkan garis keturunan, terutama sekali bangsa yang menganut sistem pengabdian kepada leluhur vooronder verering.
c. Karena niat baik untuk memelihara dan mendidik anak-anak yang terlantar, menderita, miskin dan sebagainya. Dalam hal ini dengan tidak memutuskan
hubungan biologi dengan orang tua kandungnya. d. Untuk mencari tenaga kerja atau membantu dalam melaksanakan pekerjaan rutin
yang bersifat intern maupun ekstern. e. Untuk mencapai dan mencari tempat bergantung hidup dihari tua kelak.
f. Untuk memberikan kepuasan bathiniah bagi keluarga yang sangat membutuhkan kehadiran seorang anak dari kehidupan rumah tangga dan seluruh keluarganya.
Tim pengkajian bidang Hukum Islam pada pembinaan Hukum Nasional dalam seminar pengkajian Hukum 19801981 di Jakarta yang mengusulkan pokok-
pokok pikiran sebagai bahan penyusunan rancangan Undang-Undang tentang anak angkat yang dipandang dari sudut hukum Islam. Pokok-pokok pikiran tersebut antara
lain:
72
a. Hukum Islam tidak melarang adanya lembaga adopsi, bahkan membenarkan dan menganjurkan demi untuk kesejahteraan anak dan kebahagiaan orang tua.
71
Hasballah Thaib, 21 Masalah Aktual Dalam Pandangan Fiqih Islam, Fakultas Tarbiyah Universitas Dharmawangsa, 1995, hal. 109.
72
R.Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 1995, hal. 199.
Erwansyah: Kewarisan Anak Angkat Menurut Kompilasi Hukum Islam KHI Dan Staatsblad 1917 No. 129 Penelitian Pada Pengadilan Agama Medan, 2008.
USU e-Repository © 2008
b. Perlu diadakannya pengaturan perundang-undangan tentang pengangkatan anak, yang memadai.
c. Supaya diusahakan adanya penyatuan istilah pengangkatan anak dengan meniadakan istilah-istilah lain.
d. Pengangkatan anak jangan memutuskan hubungan antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya.
e. Hubungan kekayaankeharta
bendaan antara anak yang diangkat dengan orang tua yang mengangkat dianjurkan agar dalam hubungan hibah dan wasiat.
f. Pengangkatan anak yang terdapat dalam hukum tidak bertentangan dengan Hukum Islam.
g. Pengangkatan anak oleh warga negara asing supaya diadakan pembatasan yang lebih ketat.
h. Tidak dapat dibenarkannya pengangkatan anak oleh orang yang agamanya berlainan.
Selanjutnya pendapat Majelis Ulama yang dituangkan dalam Surat Nomor U- 335MUIVI82 tanggal 18 Sya’ban 1402 H10 Juni 1982, dinyatakan, adopsi yang
tujuan pemeliharaan, pemberian bantuan dan lain-lain yang sifatnya untuk kepentingan anak angkat dimaksud adalah boleh saja menurut hukum Islam. Anak-
anak yang beragama Islam hendaknya dijadikan anak angkat adopsi, oleh ayahibu angkat yang beragama Islam pula, agar ke-Islamannya itu ada jaminan tetap
terpelihara. Pengangkatan anak angkat adopsi tidak akan mengakibatkan hak kekeluargaan yang biasa dicapai dengan nasab keturunan. Oleh karena itu adopsi
tidak mengakibatkan hak wariswali mewali, dan lain-lain. Oleh karena itu ayahibu angkat jika akan memberikan apa-apa kepada anak angkatnya hendaklah dilakukan
pada masa masih sama-sama hidup sebagai hibah biasa. Adapun adopsi yang dilarang, adalah adopsi oleh orang-orang yang berbeda agama, misalnya Nasrani
dengan maksud anak angkatnya dijadikan pemeluk agama Nasrani, bahkan sedapat- dapatnya dijadikan pemimpin agama itu. Pengangkatan anak angkat Indonesia oleh
orang-orang Eropa dan Amerika atau lain-lainnya, biasanya berlatar belakang seperti tersebut di atas. Oleh karena itu hal ini
ada usaha untuk menutup adopsi.
73
Menurut Pasal 171 huruf h Kompilasi Hukum Islam, anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan
sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.
Pengangkatan anak bagi yang beragama Islam hanya dapat dilakukan oleh orang tua yang beragama Islam, dan pengangkatan anak diperlukan adanya
persetujuan dari orang tua asal, wali atau orangbadan yang menguasai anak yang akan diangkat dengan calon orang tua angkatnya.
Prosedur pengangkatan anak menurut KHI dilaksanakan di Pengadilan Agama. Di antara tujuan pengangkatan anak melalui lembaga Pengadilan adalah
untuk memperoleh kepastian hukum, keadilan hukum, legalitas hukum, dokumen
73
Muderis Zaini, op. cit., hal. 57.
Erwansyah: Kewarisan Anak Angkat Menurut Kompilasi Hukum Islam KHI Dan Staatsblad 1917 No. 129 Penelitian Pada Pengadilan Agama Medan, 2008.
USU e-Repository © 2008
hukum. Dokumen hukum telah terjadinya pengangkatan secara legal sangat penting dalam hukum keluarga, karena akibat hukum dari pengangkatan anak tersebut akan
berdampak jauh ke depan sampai beberapa generasi keturunan yang menyangkut aspek hukum kewarisan, tanggung jawab hukum, dan lain-lain.
Sedangkan, penetapan Pengadilan Negeri tentang Pengangkatan Anak adalah salah satu dokumen hukum pengangkatan anak yang sangat penting, karena dengan
ditetapkannya seorang anak menjadi anak angkat dari suatu pasangan suami isteri sebagai orang tua angkatnya, maka dapat dipandang bahwa anak angkat tersebut
seolah-olah sebagai anak yang baru lahir di tengah-tengah keluarga itu, karena anak angkat itu telah terputus hubungan nasab dengan orang tua kandungnya, dan lahir di
tengah-tengah keluarga orang tua angkatnya dengan segala hak dan kewajibannya yang dipersamakan dengan anak kandung, maka kewajiban orang tua angkat harus
mencatatkan anak angkatnya itu ke Kantor Catatan Sipil untuk memperoleh akta pengangkatan anak yang memuat peristiwa atau kejadian hukum yang timbul antara
anak angkat dengan orang tua angkatnya.
74
Dasar pengajuan pencatatan anak angkat ke Kantor Catatan Sipil adalah Penetapan Pengadilan Negeri tentang Pengangkatan
Anak. Dengan lahirnya surat “Akta Pengangkatan Anak” dari Kantor Catatan Sipil tersebut, maka “Akta Kelahiran Anak” tersebut dari orang tua kandungnya orang tua
asal secara serta merta menjadi gugur atau hapus dengan sendirinya karena aspek administrasi, tidak mungkin seorang anak memiliki dua akta kelahiran dengan dua
orang tua kandung.
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 yang berlaku mulai tanggal 21 Maret 2006, Pengadilan Agama memiliki kewenangan absolute untuk
menerima, memeriksa, dan mengadili perkara permohonan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam. Sebagaimana produk hukum yang dikeluarkan Pengadilan
Negeri tentang Pengangkatan Anak yang berbentuk “Penetapan”, maka produk hukum Pengadilan Agama tentang Pengangkatan Anak yang dilakukan berdasarkan
hukum Islam juga berbentuk “Penetapan”. Anak angkat berdasarkan hukum Islam oleh Pengadilan Agama tidak memutuskan hubungan hukum atau hubungan nasab dengan
orang tua kandungnya. Anak angkat dalam hukum Islam juga tidak menjadikan anak angkat itu sebagai anak kandung atau anak yang dipersamakan hak-hak dan kewajibannya
seperti anak kandung dari orang tua angkatnya, hubungan hukum antara anak angkat dengan orang tua angkatnya seperti hubungan anak asuh dengan orang tua asuh yang
diperluas. Oleh karena itu, tidak diandaikan seolah-olah anak angkat itu sebagai anak yang baru lahir di tengah-tengah keluarga orang tua anagkatnya dengan segala hak
yang baru lahir di tengah-tengah keluarga orang tua angakatnya dengan segala hak dan kewajiban seperti anak kandung. Kalau demikian halnya, maka akta kelahiran
anak angkat tersebut tidak gugurkan atau hapus dengan sendirinya dengan ditetapkannya Penetapan Pengangkatan Anak oleh Pengadilan Agama. Konsekuensi
74
Pasal ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dinyatakan identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya yang dituangkan dalam akta
kelahiran.
Erwansyah: Kewarisan Anak Angkat Menurut Kompilasi Hukum Islam KHI Dan Staatsblad 1917 No. 129 Penelitian Pada Pengadilan Agama Medan, 2008.
USU e-Repository © 2008
logisnya tidak perlu adanya pencatatan anak angkat yang ditetapkan berdasarkan hukum Islam oleh orang tua angkatnya di Kantor Catatan Sipil.
Adapun proses Pengangkatan Anak di Pengadilan Agama Medan, dari keterangan responden adalah dilaksanakan sebagai berikut:
75
a. Pengangkatan anak terhadap seorang orang tua yang tidak kawin single parent. 1 adanya surat permohonan pengangkatan anak yang dibuat dan ditanda tangani
pemohon sendiri atau melalui kuasanya, dengan melampirkan syarat-syarat dan surat surat bukti, antara lain:
a Berita Acara penyerahan anak. b Foto copy Surat Nikah orang tua kandung si anak
c Foto copy Kartu Tanda Penduduk orang tua kandung si anak. d Foto copy Kutipan Akte Kelahiran
e Foto copy Kartu Keluarga orang tua kandung si anak f. Surat Pernyataan Daftar Gaji atas nama pemohon.
76
1 Proses Pemeriksaan di persidangan pada hari yang telah ditetapkan, yaitu: a Hakim membacakan surat-surat yang berkaitan dan meneliti foto copy
surat-surat bukti yang dilegalisir dan diberi meterai secukupnya. b Pemeriksaan Terhadap saksi-saksi paling sedikit dua orang yang mengenal
pribadi maupun keadaan orang tua yang mengangkat anak dan anak yang diangkat.
c Pemeriksaan terhadap pemohon d Penetapan hakim pengesahan pengangkatan anak.
77
b. Pengangkatan anak terhadap Orang Tua Yang Telah Berkeluarga. 1 Adanya surat permohonan pengangkatan anak yang dibuat dan ditanda
tangani pemohon sendiri atau melalui kuasanya, dengan melampirkan syarat- syarat dan surat surat bukti, antara lain:
a Foto copy Kutipan Akta Nikah Pemohon b Foto copy Kartu Keluarga Pemohon
c Foto copy Kartu Tanda Penduduk Pemohon d Foto copy Kartu Tanda Penduduk orang tua kandung
e Foto copy Kartu Tanda Penduduk saksi f Foto copy Surat Keterangan Kelahiran calon anak angkat
g Foto copy Surat Keterangan Penyerahan anak dari orang tua kandung
2 Proses Pemeriksaan dipersidangan pada hari yang telah ditetapkan, yaitu ; a Hakim membacakan surat-surat yang berkaitan dan meneliti fotocopy
surat-surat yang dilegalisir dan diberi meterai secukupnya.
75
Wawancara dengan Bapak Drs. Hafifulloh, S.H., M.H., Hakim Pengadilan Agama Medan, tanggal 18 Maret 2008 di Medan.
76
Dalam hal yang melakukan pengangkatan anak adalah Notaris yang tentunya tidak punya daftar gaji, Jabatan Notaris telah jelas diatur dalam UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
adalah sebagai pejabat umum, dan di dalam Pasal 36 telah diatur tentang Honorarium bagi Notaris.
77
Atas dasar penetapan hakim tersebut, maka kewajiban orang tua anak untuk mencatatkan ke kantor Catatan Sipil untuk dikeluarkan Akta Pengangkatan Anak.
Erwansyah: Kewarisan Anak Angkat Menurut Kompilasi Hukum Islam KHI Dan Staatsblad 1917 No. 129 Penelitian Pada Pengadilan Agama Medan, 2008.
USU e-Repository © 2008
b Pemeriksaan terhadap saksi-saksi paling sedikit dua orang yang mengenal pribadi maupun keadaaan orang tua yang mengangkat anak dan orang tua
dari anak yang diangkat. c Pemeriksaan terhadap pemohon
d Penetapan hakim pengesahan pengangkatan anak. c. Pengangkatan anak yang tidak diketahui asal usul orang tua kandung dari calon
anak angkat. 1 Adanya surat permohonan pengangkatan anak yang dibuat dan ditanda
tangani pemohon sendiri atau melalui kuasanya, dengan melampirkan syarat- syarat dan surat surat bukti, antara lain ;
a Foto copy Surat Keterangan kelahiran anak yang dikeluarkan oleh Rumah Bersalin atau Surat Keterangan Kelahiran anak yang dikeluarkan oleh
Yayasan Panti Asuhan tempat asal si anak. b Foto copy Kartu Keluarga Akta Perkawinan pemohon.
c Foto copy Kartu Tanda Penduduk pemohon d Foto copy Surat Keterangan Penyerahan anak yang dikeluarkan oleh
Rumah BersalinYayasan Panti Asuhan dengan disaksikan oleh 2 dua orang saksi, dan diketahui oleh Kepala Kelurahan Camat tempat tinggal
orang tua yang mengangkat anak 2 Proses Pemeriksaan dipersidangan pada had yang telah ditetapkan, yaitu ;
a Hakim membacakan surat-surat yang berkaitan dan meneliti foto copy surat-surat yang dilegalisir dan diberi meterai secukupnya.
b Pemeriksaan terhadap saksi-saksi paling sedikit dua orang yang mengenal pribadi maupun keadaaan orang tua yang mengangkat anak dan anak yang
diangkat. c Pemeriksaan terhadap Pemohon
d Penetapan Hakim mengesahan pengangkatan anak.
B. Prosedur Pengangkatan Anak menurut Staatsblad 1917 No.129