Aturan Main dalam Kelembagaan Kemitraan Usaha

e. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis KOA

Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen, dan pengadaaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditas pertanian. Di samping itu, perusahaan mitra juga sering berperan sebagai penjamin pasar produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan. KOA telah dilakukan pada usaha perkebunan, seperti perkebunan tebu, tembakau, sayuran, dan usaha perikanan tambak. Dalam pelaksanaannya, KOA terdapat kesepakatan tentang bagi hasil dan risiko dalam usaha komoditas pertanian yang dimitrakan. Keunggulan dari pola ini sama dengan keunggulan sistem inti-plasma. Pola KOA paling banyak ditemukan pada masyarakat perdesaan, antara usaha kecil di desa dengan usaha rumah tangga dalam bentuk sistem bagi hasil. Misalnya jika pemilik lahan menyediakan lahan untuk dimanfaatkan, sedangkan petani menyediakan modal, tenaga, dann sarana pertanian lainnya, maka bagi hasilnya 40 : 50. Artinya 40 keuntungan untuk pemilik lahan dan 50 untuk petani. Sedangkan kelemahan yang muncul pada pola ini antara lain: 1 pengambilan untung oleh perusahaan mitra yang menangani aspek pemasaran dan pengolahan produk terlalu besar, sehingga dirasakan kurang adil oleh kelompok usaha kecil mitranya, 2 perusahaan mitra cenderung monopsoni sehingga memperkecil keuntungan yang diperoleh pengusaha kecil mitranya, dan 3 belum ada pihak ketiga yang berperan afektif dalam memecahkan permasalahan tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan solusi yang sesuai untuk kemitraan pola ini yaitu dengan penyelesaian humanistis dan kekeluargaan dengan cara musyawarah. Pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis dapat ditunjukkan oleh gambar berikut. v Gambar 5 . Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis KOA

2.5. Aturan Main dalam Kelembagaan Kemitraan Usaha

Salah satu ciri umum kelembagaan adalah adanya suatu tingkat kekekalan atau kemapanan Gillin dan Gillin, 1954, sehingga aturan main dalam suatu kelembagaan juga telah berlaku dalam waktu yang cukup lama, dan mungkin masih akan berlaku dalam jangka waktu yang masih lama lagi. Namun jika mengacu pada pendapat Granovetter dan Swedberg 1992 yang menyatakan Kelompok mitra Perusahaan mitra -lahan -Sarana -Tenologi -Biaya -Modal -Teknologi -Manajemen bahwa kelembagaan ekonomi dikonstruksikan secara sosial, maka tidak menutup kemungkinan adanya konstruksi ulang mengenai aturan main yang berlaku. Aturan main yang ada dalam kelembagaan ekonomi untuk komoditas hortikultura yang tumbuh secara alamiah dalam masyarakat umumnya dibuat berdasarkan kesepakatan, sehingga sifatnya dapat sangat fleksibel, walaupun dalam beberapa hal pelaku yang memiliki sumberdaya lebih juga lebih dominan dalam menentukan aturan main. Oleh karena itu, aturan yang berlaku antara petani dengan pedagang atau pedagang dengan pedagang lain tidak selalu sama, namun tetap memiliki pola tersendiri Saptana, et al, 2006. Kelompok tani atau gabungan kelompok tani merupakan kelembagaan atau pelaku kemitraan baru yang sedang diupayakan dalam berbagai program pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjadi bagian dari kelembagaan kemitraan usaha untuk komoditas tertentu. 2.6. Analisis Pendapatan Usahatani Aryani 2009 melalui penelitiannya yang berjudul Analisis Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah di Desa Palangan, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, menganalisis tentang perbandingan pendapatan usahatani petani mitra dengan petani non mitra. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi pelaksanaan kemitraan antara PT. Garuda Food dengan petani mitra di Desa Palangan dan menganalisis pengaruh kemitraan terhadap peningkatan pendapatan usahatani kacang tanah di Desa Palangan. Dengan demikian, hasil penelitiaannya ini dapat dimanfaatkan oleh petani dan PT. Garuda Food. Hasil evaluasi pelaksanaan kemitraan yang terjadi antara PT. Garuda Food dengan petani kacang tanah di Desa Palangan yaitu masih terdapat beberapa hal yang tidak sesuai dengan perjanjian, seperti masih ada petani yang menggunakan pupuk tidak sesuai dengan dosis anjuran, menjual hasil produksi ke perusahaan lain dan waktu tanam yang tidak sesuai dengan perjanjian. Meskipun demikian, pelaksanaan tersebut memberikan manfaat kepada petani, yaitu adanya jaminan pasar, kepastian harga, meningkatkan pendapatan dan menambah pengetahuan mengenai budidaya kacang tanah. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani, petani mitra memperoleh pendapatan usahatani lebih besar daripada petani non mitra, baik untuk pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total. Hasil imbangan penerimaan dan biaya RC rasio dapat diketahui RC rasio atas biaya tunai serta RC rasio atas biaya total petani mitra adalah 2,77 dan 1,47. Sedangkan RC rasio atas biaya tunai dan RC rasio atas biaya total petani non mitra adalah 1,92 dan 0,96. Dari nilai RC rasio atas biaya tunai dan RC rasio atas biaya total dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kemitraan antara PT. Garuda Food dengan petani mitra di Desa Palangan memberikan keuntungan bagi petani mitra. Mulyaningsih 2010 menganalisis pendapatan usahatani padi organik dengan metode SRI System of Rice Intensification di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur. Alat analisis yang digunakan adalah analisis pendapatan usahatani dan analisis RC rasio. Berdasarkan analisis pendapatan, usahatani padi organik dengan metode SRI dapat memperoleh penerimaan bersih 59 persen dari total penerimaan usahatani. Sementara petani padi konvensional hanya memperoleh 35 persen dari total penerimaan usahatani. Berdasarkan analisis efisiensi pendapatan, usahatani padi organik dengan metode SRI lebih menguntungkan untuk dijalankan jika dibandingkan dengan usahatani padi konvensional. Hal ini dilihat dari nilai RC rasio atas penggunaan biaya tunai usahatani padi organik metode SRI sebesar 2,45 jauh lebih besar dari RC rasio atas biaya tunai usahatani padi konvensional yaitu sebesar 1,53. Hal ini menjelaskan bahwa petani padi organik metode SRI menerima 2,45 dari setiap satu rupiah input yang dikeluarkan, sementara petani padi konvensional hanya menerima 1,53 rupiah dari setiap input yang dikeluarkannya. Sementara itu, Septian 2010 pada penelitiannya yaitu menganalisis tentang peran kelembagaan kelompok tani terhadap produksi dan pendapatan petani ganyong di Desa Sindanglaya, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat didapatkan kesimpulan bahwa keberadaan kelompok tani memberikan pengaruh yang positif pada kegiatan usahatani ganyong. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani, produksi ganyong dari sejumlah petani responden dikatakan menguntungkan. Hal ini terlihat pada RC rasio atas biaya tunai dan RC rasio atas biaya total usahatani ganyong yaitu masing-masing sebesar 1,93 dan 1,30. Adanya pengaruh kelompok tani ternyata mampu meningkatkan pendapatan petani anggota kelompok dibandingkan dengan petani bukan anggota. RC rasio untuk petani anggota pada RC rasio atas biaya tunai sebesar 1,98 dan RC rasio atas biaya total sebesar 1,41. Keanggotaan petani terhadap kelompok merupakan variabel dummy yang memiliki pengaruh nyata dibandingkan petani yang tidak bergabung. Selain variabel dummy, variabel lain yang juga berpengaruh nyata terhadap produksi ganyong adalah variabel lahan dan bibit. Sedangkan variabel yang berpengaruh terhadap pendapatan adalah harga jual ganyong. Sejumlah penelitian tentang kelembagaan pertanian dan analisis pendapatan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya memiliki persamaan dan perbedaan dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Persamaan dan perbedaaan tersebut disajikan pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang telah Dilakukan No. Judul Penelitian Persamaan Perbedaan 1. Efektifitas Kelembagaan Tempat Pelelangan Ikan sebagai Kelembagaan Ekonomi Masyarakat Nelayan Membahas tentang efektifitas kelembagaan Objek penelitian dan komoditas 2. Dampak Pelaksanaan Program Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya terhadap Pendapatan Usahatani Peserta Plasma - Analisis pendapatan usahatani dan RC rasio. - Kelembagaan pertanian Lokasi dan komoditi penelitian 3. Analisis Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah Analisis pendapatan usahatani dan analisis RC rasio Lokasi dan komoditi pertanian 4. Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Biji Petani Primatani Di Kota Depok Jawa Barat Analisis pendapatan usahatani dan analisis RC rasio Lokasi dan komoditi pertanian 5. Studi Kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat di Wilayah Cianjur Selatan Membahas tentang pengaruh kelembagaan Lokasi dan komoditi pertanian 6. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik Dengan Metode SRI System Of Rice Intensification Studi Kasus Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat Analisis pendapatan usahatani dan analisis RC rasio Lokasi dan komoditi pertanian 7. Peran Kelembagaan Kelompok Tani terhadap Produksi dan Pendapatan Petani Ganyong di Desa Sindanglaya, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat - Analisis pendapatan usahatani dan RC rasio - Kelembagaan pertanian Lokasi dan komoditi pertanian 8. Peran Kelompok Peternakan Rakyat Ayam Kampung Sukabumi pada Usaha Ayam Kampung Membahas tentang peran kelembagaan Lokasi dan komoditi pertanian 9. Kajian Kemitraan pada PT. Agrowiyana Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi Mengkaji tentang Kemitraan Lokasi dan objek penelitian

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Dokumen yang terkait

Analisis pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor

1 22 101

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dan Hubungannya dengan Kapasitas Kelompok Tani di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat

1 8 156

Analisis Risiko Produksi Cabai Merah Keriting pada Kelompoktani Pondok Menteng, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.

1 25 159

Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabai Merah Keriting di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor

7 111 205

Analisis Kinerja Keuangan dan Kepuasan Nasabah Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) Rukun Tani, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.

1 15 229

Analisis Pendapatan Usahatani dan Optimalisasi Pola Tanam Sayuran di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

8 46 272

Analisis Risiko Usaha Diversifikasi Sayuran pada Petani Gapoktan Rukun Tani di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Jawa Barat

0 8 96

Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Manggis Di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor

1 6 61

Pemasaran dan Pendapatan Usahatani Cabai Merah Keriting Anggota dan Non Anggota Gapoktan Rukun Tani, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor

4 14 128

Analisis Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus Kemitraan UD Ragheed Pangestu dengan Petani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Ciawi Bogor)

7 29 72